BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teks dan Wacana Untuk dapat

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teks dan Wacana
Untuk dapat menganalisis suatu kalimat hal penting yang harus dipahami
adalah keseluruhan pemahaman mengenai isi teks, maka di dalam menganalisis suatu
kalimat tidak dapat lepas dari sebuah teks atau wacana. Untuk itu akan lebih jelas jika
kita memahami dengan baik pengertian mengenai teks dan wacana. Halliday (1985:
290) memberikan definisi mengenai teks yaitu “Text is something that happens, in
the form of talking or writing, listening or reading.” Dari penjelasan tersebut dapat
diketahui bahwa teks merupakan bentuk ujaran atau tulisan. Pendapat yang sejalan
pun diungkapkan Djajasudarma (1993: 41) mengenai teks yaitu “Teks dapat
berwujud ujaran, paragraf, atau wacana.”
Sejalan seperti yang diungkapkan oleh Halliday (1985: 290) bahwa teks dapat
berupa bentuk lisan maupun tertulis, Trask (1999: 312) mengungkapkan penjelasan
mengenai teks yaitu “A continuous piece of spoken or written language, especially
one with a recognizable beginning and ending. For some linguists, a text is no
different from a discourse.” Teks bukan hanya serangkaian kata atau kalimat yang
berdiri sendiri tetapi merupakan sesuatu yang diciptakan atau disusun dengan cara
tertentu sehingga mengandung pengertian dalam konteks tertentu dan berfungsi
sebagai penyampaian suatu pesan.
Dari pengertian Halliday dan Trask di atas dapat dikenali bahwa teks dapat
berupa lisan maupun tulisan. Hal ini sejalan dengan pengertian teks diungkapkan
6
7
oleh O‟Grady dan Dobrovolsky (1993: 455) yaitu “The written version of any
utterance or body of discourse is called a text.” Dalam pemahaman ini O‟Grady dan
Dobrovolsky mengungkapkan definisi teks hanya merupakan ungkapan tertulis. Teks
berisi serangkaian kalimat yang memiliki kepaduan dan kesatuan yang utuh sehingga
memberikan pemahaman yang jelas tentang isi dan maknanya. Suatu teks mempunyai
tekstur atau susunan karena fungsi tekstur adalah sebagai pemersatu antara kalimat
yang satu dengan kalimat yang lain. Tekstur atau susunan ditentukan oleh
kelengkapan struktur kalimat atau kohesi.
Setelah kita memahami pengertian teks tersebut di atas, maka berikut ini akan
dijelaskan mengenai pengertian wacana. Teks dan wacana saling berhubungan karena
teks berada di dalam suatu wacana. Kridalaksana (2002: 212) memberikan definisi
mengenai wacana yaitu “Wacana adalah deretan kalimat, kata yang membentuk
ujaran bentuknya bisa berbahasa tertulis dan naskah.” Pendapat lain diberikan oleh
Parera (2004: 218) mengenai wacana yaitu “Secara general sebuah wacana mengacu
kepada sebuah teks utuh; sebuah wacana dapat diajukan kepada setiap tujuan
berbahasa.”
Definisi wacana seperti yang diberikan oleh O‟Grady dan Dobrovolsky (1993:
455) menunjukkan adanya hubungan antara teks dan wacana adalah “The field that
deals with the organization of texts, ways in which parts of texts are connected, and
the devices used for achieving textual structure is
discourse
analysis.”
Analisis
wacana digunakan untuk menghasilkan atau menjelaskan teks secara tersusun dan
saling berhubungan. Hal serupa diungkapkan oleh Trask (1999: 79) mengenai analisis
8
wacana yaitu “Discourse analysis is an attempt to extend our highly successful
analysis of sentence structure to units larger than the sentence.”
Wacana merupakan suatu teks yang saling berkaitan dan memiliki makna
antar kalimatnya secara utuh dan keseluruhan. Pendapat yang masih sejalan mengenai
definisi wacana diungkapkan pula Swan (1995: 151) yaitu:
“Discourse means „pieces of language longer than a sentence‟. Some words
and expressions are used to show how discourse is constructed. They can
show the connection between what a speaker is saying and what has already
been said or what is going to be said; they can help to make clear the
structure of what is being said; they can indicate what speakers think about
what they are saying or what others have said.” Swan (1995: 151)
Terdapat kesamaan pengertian antara yang diungkapkan oleh Swan dan Trask
(1999: 78) mengenai definisi wacana yaitu “Any connected piece of speech or
writing.” Wacana dibentuk dalam serangkaian kata yang memiliki makna mengenai
hal yang terjadi, sudah terjadi, dan akan terjadi. Teks digunakan untuk menunjukkan
bagaimana sebuah wacana terbentuk, wacana dapat menunjukkan hubungan antara
apa yang sedang dibicarakan dan apa yang sudah dibicarakan. Sehingga memberikan
pemahaman yang jelas mengenai isi dan topik dalam wacana tersebut.
Tarigan (1987: 27) mengungkapkan definisi wacana yaitu: “Wacana adalah
satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau
klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai
awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan atau tulisan.” Wacana adalah
kesatuan dari beberapa kalimat yang satu dengan yang lainnya terikat dengan erat.
9
Pengertian wacana menurut Kridalaksana (1987: 259) sejalan dengan pengertian yang
diberikan sebelumnya bahwa:
“Satuan bahasa terlengkap dalam hierarki gramatikal yang merupakan
satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana direalisasikan dalam
bentuk karangan yang utuh (novel, buku seri, ensiklopedia), paragraf,
kalimat, atau kata yang membawa amanat yang lengkap.” Kridalaksana
(1987: 259)
Wacana adalah satuatuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi yang memiliki
kohesi dan koherensi untuk menyinambungkan antar kalimat. Analisis wacana
digunakan untuk menghasilkan atau menjelaskan teks secara tersusun dan saling
berhubungan.
2.2 Kohesi dan Koherensi
Sebuah wacana memiliki kohesi dan koherensi setiap kalimatnya. Kohesi
merupakan kepaduan dalam suatu kalimat dan koherensi berfungsi untuk
menghubungkan agar kalimat-kalimat tersebut saling berkaitan.
Kohesi dan koherensi ialah dua mendasar dalam studi wacana kohesi dan
koherensi. Trask (1999: 79) yaitu “Two fundamental terms in the study of discourse
are cohesion and coherence.” Terdapat dua hal yang sangat mendasar ketika
mempelajari sebuah wacana, yaitu adanya kohesi dan koherensi dalam setiap teks
yang tersusun, dalam hal ini sebuah wacana harus saling berkaitan antar kalimatnya
sehingga dapat memberikan makna yang jelas.
10
Ada perbedaan antara kohesi dan koherensi, namun tidak ada kesesuaian yang
jelas untuk membedakan antara keduanya. Seperti yang diungkapkan oleh Tanskanen
(2006:7)
"However, that cohesion refers to grammatical and lexical elements on
surface a text which can form connections between part of text. Coherence,
on the other hand, resides not in the text, but is rather the outcome of a
dialogue between the text and its listener or reader"
Jadi menurut Tanskanen bahwa bagaimanapun, kohesi yang mengacu pada
unsur-unsur gramatikal dan leksikal pada permukaan teks yang dapat membentuk
hubungan antara bagian dari teks. Koherensi, di sisi lain, tidak hanya dalam teks, tapi
sedikit hasil dari dialog antara teks dan pendengar atau pembaca.
2.2.1 Koherensi
Kohesi dan koherensi mendukung suatu teks agar memiliki kesesuaian antar
setiap kalimatnya. Trask (1999: 39) memberikan definisi mengenai koherensi yaitu
“Coherence is the degree to which a piece of discourse „makes sense‟.” Setiap
kalimat dalam suatu wacana harus saling berkaitan, logis, dan memiliki makna.
Menurut Tanskanen (2006:20) bahwa "Coherence can be perceived and
communication is more likely to be successful if the receiver's background knowledge
is sufficient for making an interpretation". Jadi koherensi dapat dirasakan dan
komunikasi lebih mungkin berhasil jika latar belakang pengetahuan penerima cukup
untuk membuat interpretasi. Hal serupa diungkapkan oleh Collins-COBUILD English
Dictonary (1995:305) bahwa "Coherence is a state or situation in which all the part
or ideas fit together well so that they form a united whole." Penjelasan tersebut
11
menyubutkan bahwa koherensi adalah keadaan atau situasi di mana semua bagian
atau ide sesuai dengan baik sehingga mereka membentuk suatu kesatuan yang
bersatu.
Contoh:
1) I wanted to buy some apples. but they were sold out.
Contoh 1) merupakan kalimat yang koheren karena ada gagasan yang
dikemukakan kalimat yang satu dengan yang lainnya. Kalimat-kalimatnya memiliki
hubungan timbal balik serta secara bersama-sama membahas satu gagasan utama.
Kalimat pertama membahas wanted to buy some apples lalu di kalimat selanjutnya
menerangkan bahwa they were sold out. Dengan kata lain, setiap kalimat harus
bersinambungan agar kalimat ke kalimat selanjutnya menjadi koheren.
Menurut Halliday dan Hasan (1976:23) bahwa "Coherence is the coherence of
text with its context of situation." Jadi koherensi adalah koherensi teks dengan
konteksnya situasi.
Menurut Schmidt antara kohesi dan koherensi saling berkaitan erat. Pendapat
mengenai pengertian koherensi menurut Trask sejalan dengan pengertian menurut
Schmidt bahwa koherensi menunjukkan adanya kelogisan dalam susunan kalimat.
Schmidt (1995: 41&125) menjelaskan mengenai koherensi adalah “Coherence is a
synonym for cohesion, but it relates more to the order and consistency of ideas and
statements and it means that all parts of a piece of writing are clearly related to one
another in a logical sequence.” Koherensi merupakan serangkaian tulisan dengan
urutan yang jelas, logis, dan sistematis antar setiap kalimatnya dan semua bagian
12
dalam wacana tersebut saling berkaitan dengan makna saling mengikat dan memiliki
kepaduan.
Dari empat definisi yang dikemukaan di atas teridentifikasi bahwa ada empat
syarat koherensi yaitu: 1) memberikan kualitas makna dalam suatu wacana, 2)
memberikan pemahaman dalam komunikasi, 3) adanya unsur yang saling
menguatkan membentuk satu kesatuan, dan 4) kosistensi gagasan yang saling
berkaitan membentuk urutan yang logis.
2.2.2 Kohesi
Kohesi atau kepaduan dalam suatu wacana mutlak diperlukan agar teks yang
disajikan memiliki hubungan yang saling berkaitan secara logis dan sistematis.
Menurut Halliday (1985: 288) pengertian kohesi adalah “The non-structural
resources for discourse are what are referred to by the term cohesion.” Pendapat lain
diberikan oleh Schmidt (1995: 125) mengenai pengertian kohesi yaitu “Cohesion
means that different parts of something stick together.” Unsur-unsur dalam wacana
saling mengikat sehingga memberikan makna yang saling bertalian.
Sejalan dengan pengertian sebelumnya mengenai definisi kohesi, lebih lanjut
Halliday (1976: 299) mengungkapkan bahwa kohesi adalah “Cohesion expresses the
continuity that exists between one part of the text and another.” Kohesi menunjukkan
kelancaran antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain dalam suatu teks.
Kohesi diperlukan untuk membuat konsep dari suatu teks agar bagian-bagian dalam
teks tersebut saling berurutan.
13
Menurut Trask (1999: 40) definisi kohesi yaitu “Cohesion is the presence in a
discourse of explicit linguistic links which provide structure.” Kohesi menjadikan
kalimat dalam setiap wacana memiliki kepaduan dan struktur yang mudah dipahami,
setiap alur dalam kalimatnya memiliki makna yang saling berhubungan.
Contoh:
2) The boys climbed the trees. The trees weren't too tall for them.
Dari contoh 2) merupakan kohesi karena setiap kalimat memiliki makna yang
saling berhubungan. Kalimat pertama menerangkan the boys yang memanjat the trees
lalu kalimat selanjutnya menerangkan the tree yang tidak telalu tinggi bagi mereka.
Dengan kata lain, pengulangan ini menjadi salah satu cara untuk membuat kalimat
menjadi kohesif.
Menurut Markels (1984:4) bahwa "Cohesion elevates a random collection of
sentence to status of a text, and in the process impart meaning, insight, and purpose
to those sentence". Jadi menurut Markels bahwa kohesi meningkatkan koleksi acak
kalimat untuk status teks, dan dalam proses menyampaikan makna, wawasan, dan
tujuan kalimat tersebut.
Hal serupa senada dengan Taboada (2004:156) bahwa "Cohesion occurs when
the interpretation of another of some element in the discourse depend on the
interpretation of another one, whether preceding or following". Jadi menurut
Taboada bahwa kohesi terjadi ketika interpretasi lain dari beberapa elemen dalam
wacana tergantung pada interpretasi yang lain, baik sebelum atau setelah.
Dari lima definisi di atas dapat diidentifikasikan bahwa terdapat lima syarat
kohesi yaitu: 1) Bagian-bagian yang saling berkaitan satu sama lain. 2) Saling
14
berkesinambungan antar bagian teks. 3) Adanya linguistic link. 4) Meningkatkan
pemahaman terhadap teks atau kalimat. 5) Adanya elemen-elemen yang saling
ketergantungan (dalam kaitannya dengan pemahaman dalam wacana).
2.2.2.1 Sinonimi
Menurut Halliday dan Hasan (1976: 278) Sinonimi dapat diartikan sebagai
nama lain untuk beda atau hal yang sama atau ungkapan yang maknanya kurang lebih
sama dengan ungkapan lain Crystal (1995:164) menjelaskan bahwa sinonimi adalah
leksem yang memiliki arti yang sama. Sinonimi diartikan sebagai nama lain untuk
benda atau hal yang sama atau ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan
ungkapan lain. Sinonimi merupakan salah satu aspek leksikal untuk mendukung
kepaduan wacana. Sedangkan Verhaar (1994) memaknai sinonimi sebagai ungkapan
(kata, frasa, kalimat) yang memiliki sedikitnya dua makna yang sama. Akan tetapi
dalam bahasa apapun terdapat dua kata yang merupakan sinonimi yang maknanya
sama dalam semua konteks. Contoh; “large” dan “big” sebagai kata maknanya tidak
jauh beda. Tetapi jika kata itu digunakan dalam frasa “My big sister” dan “My large
sister” tentu tidak memiliki makna yang sama. Oleh karena itu kita perlu memahami
kemungkinan yang membuat sinonimi berbeda. Hal ini bergantung pada tingkatan
kata dalam maknanya.
Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sinonimi adalah makna
kata yang sama dengan kata yang lainnya, kata yang bermakna sama atau kata yang
hampir sama seperti kata dalam bahasa yang sama. Sinonimi berfungsi menjalin
hubungan makna yang sepadan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual
15
lain dalam wacana. Sinonimi dapat dibedakan atas beberapa jenis, tergantung dari
sudut pandang yang digunakan. Yang harus diingat dalam sinonim adalah dua buah
satuan bahasa (kata, frase atau kalimat) sebenarnya tidak memiliki makna yang persis
sama. Menurut Verhaar yang sama adalah informasinya. Hal ini sesuai dengan prinsip
semantik yang mengatakan bahwa apabila bentuk berbeda maka makna pun akan
berbeda, walaupun perbedaannya hanya sedikit. Selain itu, dalam bahasa Indonesia,
kata-kata yang bersinonim belum tentu dapat dipertukarkan begitu saja.
Contoh:
3) My mother usually comes home at seven.
4) wait for me!. before she arrives I should clean the room.
Dalam kalimat 3 dan 4 disimpulkan bahwa kata “comes” dan “arrives” adalah
padanan kata atau sinonim dari arrives.
2.2.2.2 Hiponimi
Hiponimi adalah hubungan makna leksikal yang bersifat hierarkis antara satu
konstituen dan konstituen yang lain. Relasi makna terlihat pada hubungan antara
konsituen yang memiliki makna umum dan konstituen yang memiliki makna khusus
(Halliday dan Hasan, 1976: 278). Kata hiponimi berasal dari Yunani Kuno yang
terdiri dari kata onoma „nama‟ dan hypo‟di bawah‟. Secara leksikal hiponimi berarti
nama yang termasuk di bawah nama lain (Verhaar, 1993). Secara semantis, hiponimi
dapat didefinisikan sebagai ungkapan (kata, frase, atau kalimat) yang maknanya
dianggap merupakan bagian dari makna ungkapan lain.
16
Hiponimi (hubungan atas-bawah) diartikan sebagai satuan bahasa (kata, frase,
kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna satuan lingual yang
lain. Unsur atau satuan lingual yang mencakupi beberapa unsur atau satuan lingual
yang berhiponim itu disebut hipernim atau superordinat. Dalam kata lain, hiponimi
merujuk kepada sesuatu yang dikenal dari tingkat keanggotaan yang memiliki
kedekatan relasi diantara kata.
Contoh :
5) He often use crimson
6) but sometimes he use vermilion to colour the sky.
“crimson” yang artinya merah terang dan “vermilion” yang berarti merah tua
berhubungan dengan hiponim dari (red) warna merah. Kata (red) adalah superodinat
yang memiliki subordinat crimson, red berry, scarlet, lust red, vermilion.
2.2.2.3 Meronimi
Jika hiponimi memiliki hubungan khusus ke umum, maka pada meronimi
unsur leksikal yang satu merupakan bagian dari keseluruhan unsur leksikal yang lain
(part of the whole). Meskipun demikian, meronimi masih memiliki acuan yang sama.
Bentuk meronimi dapat terlihat seperti contoh berikut:
7) She knelt down and looked along the passage into the loveliest garden you
ever saw. How she longed to get out of that dark hall, and wander about
among those beds of bright flowers and those cool fountains … (Halliday,
1985:312).
17
Kata flowers dan fountains pada penggalan kalimat di atas merupakan
meronimi dari kata garden karena kata flowers dan fountains adalah bagian dari
garden. Dengan adanya kata flowers dan fountains menjadikan kata garden di atas
menjadi jelas, sehingga penggalan kalimat di atas mempunyai keutuhan.
2.2.2.4 Antonimi
Antonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang lain
atau relasi semantik di antara kata yang memiliki makna berlawanan (Halliday dan
Hasan, 1976: 279). Sementera itu Jackson (1988: 64) mendefinisikan bahwa
“Antonym deals with the oppositeness of meaning, word with opposite meaning of
various kinds. Furthermore, antonym is word that means the opposite another word”
antonim berhubungan dengan perlawanan makna, kata yang memiliki macam-macam
lawan kata. Sedangkan Bloomsbury (1999:77) menyatakan bahwa “Antonym is word
which is in the some sense opposite in meaning. For Example: Old and Young are
having opposite meaning.” Antonim adalah kata yang di dalamnya terdapat makna
yang berlawanan. Sebagai contoh, Tua dan Muda memiliki makna yang berlawanan.
Dapat disimpulkan bahwa antonim adalah nama lain untuk benda atau hal yang lain;
atau satuan lingual yang maknanya berlawanan atau beroposisi dengan satuan lingual
yang lain. Pengertian antonimi mencakup konsep yang benar-benar berlawanan
sampai kepada yang hanya kontras makna saja.
Contoh :
8) Hey man, look at my dog ! he looks so happy.
9) How do you know he is happy? he feels sad behind the face!
18
Contoh kedua kata di atas adalah kata yg saling bertentangan dengan rasa.
“happy” yang artinya senang dan "sad” berarti sedih menunjukkan bahwa kedua kata
tersebut merupakan Antonimi.
2.2.2.5 Repetition
Repetisi adalah penyebutan kembali satu unit leksikal yang sama yang telah
disebutkan sebelumnya. Perulangan kata itu mungkin berupa pengulangan kata, frasa
atau klausa (Halliday dan Hasan, 1976: 278). Sementara itu Bloomsburry (1999:
1592) menyatakan bahwa repetisi adalah pengulangan suatu tindakan atau kembali
mengerjakan sesuatu lagi. Sesuatu yang sama seperti suatu kejadian atau situasi yang
sama seperti hal yang sudah pernah terjadi sebelumnya. Keraf (1994: 127-129)
mendefinisikan repetisi yaitu pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau
bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks
yang sesuai. Berdasarkan tempat satuan lingual yang diulang dalam baris, klausa atau
kalimat. Repetisi pada umumnya sangat berperan penting dan banyak ditemukan
dalam lagu maupun puisi, ketika perkataan atau bagian dari lirik lagu sering diulangulang maka dapat disebut Repetisi.
Contoh:
10) we promise we will win the exhibition.
11) we promise !!!!, I said, we promise !!!!
Dalam contoh kalimat 10) dan 11) terdapat pengulangan kata “we promise”
yang artinya “kita berjanji” merupakan bagian dari repetisi. Repetisi merupakan
penekan kata untuk meyakinkan sesuatu.
19
Menurut Johnstone (1991:11) "That repetition is thereby a central process
through which language is created in discourse". Jadi menurut Jonhstone bahwa
pengulangan dengan demikian proses yang utama melalui bahasa yang diciptakan
dalam wacana. Johnstone (1994:4) menambahkan bahwa "The underlying structural
pricinple in text in which repetition is a discourse structuring device" jadi prinsip
struktural yang mendasari dalam teks di mana pengulangan adalah perangkat
penataan wacana.
Hal serupa diungkapkan oleh Tannen (1987:578) bahwa pengulangan adalah
strategi yang digunakan dalam wacana baik sastra dan percakapan untuk melibatkan
penonton dalam tema pembicara / penulis dan untuk mempengaruhi keikutsertaan
mereka dalam negosiasi makna.
“Each time a word or phrase is repeated, its meaning is altered. The audience
reinterprets the meaning of the word or phrase in light of the accretion,
juxtaposition, or expansion; thus it participates in making meaning of the
utterances. (1987:578)
Contoh:
12) Algy met a bear. The Bear was bulgy
Jadi kata bear diulang untuk menekankan atau menjelaskan kata bear itu
sendiri.
20
Selain kegunaan dalam percakapan, pengulangan juga banyak digunakan
dalam wacana narasi. Bakker (1989:159) memberikan definisi fungsional berikut
“Repetition ... may involve the exact, verbatim recurrence of a given phrase,
but it may also involve the recurrence of a rhythmical pattern. ....repetitions
may be ordered by degree of linguistic sameness. ... (mere metrical repetition)
to maximal linguistic sameness (verbatim repetition). In between, we may
localize repetitions with linguistic sameness on the level of category (parts of
speech).” (1989:159)
Jadi Pengulangan mungkin meliputi perulangan yang tepat dari verbatim (kata
demi kata) sebuah yang diberikan frase, namun hal itu mungkin perulangan juga
meliputi dari pola ritme.
Pengulangan mungkin diperintahkan oleh gelar dari
kesamaan linguistik. (hanya pengulangan berirama) untuk maksimal kesamaan
linguistik (verbatim pengulangan). Di antara, kita mungkin melokalkan slogan global
pengulangan linguistik dengan kesamaan pada tingkat kategori (bagian dari pidato).
“... doing, saying or writing the same thing more than once. (…) The
recurrence of processes, structures, elements and motifs is fundamental to
communication in general and language in particular.” (McArthur, 1992: 861)
Menurut McArthur bahwa melakukan, mengatakan atau menulis hal yang
sama lebih dari sekali. terulangnya proses, struktur, elemen dan motif adalah dasar
komunikasi pada umumnya dan bahasa pada khususnya.
Senada dengan McArthur, Dicknis, et al. (2002:100) "Pattern of repetition
involves repetition of the same pattern in two or more word in close proximity"
(2002:100). Menurut Dicknis bahawa pengulangan pola melibatkan pengulangan pola
yang sama dalam kata dua atau lebih di jarak terdekat.
21
Jadi repetition adalah segala sesuatu yang muncul lebih dari sekali dapat
dianggap sebagai pengulangan. Dengan demikian pengulangan merupakan elemen
penting yang muncul dalam pidato-pidato dan juga percakapan sehari-hari.
Terulangnya suara, kata atau struktur sintaksis digunakan untuk efek retoris. Hal ini
juga berfungsi sebagai elemen pemersatu dalam menulis. Pengulangan muncul pada
tingkat sintaksis serta ekspresif.
Repetition juga mempunyai tujuan yang diungkapkan oleh Montgomery, dkk.
(1992:103) "Repetition is used to describe an exact correspondence between two or
more element of text (e.g repetition of word, as inthe chorus of a song)" Jadi menurut
Montgomery bahwa pengulangan digunakan untuk menggambarkan sebuah
korespondensi yang tepat antara dua elemen atau lebih teks (misalnya pengulangan
kata, seperti chorus in the lagu).
Menurut Aitchison (1994:16) terdapat beberapa jenis repetitions seperti:
a) Anadiplosis: Starting a clause or phrase with the word or phrase that ended
the preceding unit.
b) Anaphora: The repetition of a word or group of words at the beginning of
successive clauses or phrases.
c) Epistrophe: Ending a series of phrases or clauses with the same word or
words.
d) Isocolon: A series of similarly structured phrases.
e) Ploche (ploce, repetitio): The repetition of the same word in a short span of
text
22
f) Polyptoton: The repetition of a word, but in a different form (i.e., the
repetition of a stem, with a difference in affixes)
g) Polysyndeton: Employing many conjunctions between clauses, often slowing
the tempo or rhythm
2.2.2.5.1 Anadiplosis
Preminger dan Brogan (1993:69) menyebutkan bahwa anadiplosis adalah
bentuk pengulangan kata yang menghubungkan dua frase, klausa, baris, atau bait
dengan mengulangi kata di akhir yang pertama pada awal kedua.
“Anadiplosis is a figure of word repetition that links two phrases, clauses,
lines, or stanzas by repeating the word at the end of the first one at the beginning of
the second.” (1993:69)
Hal serupa diungkapkan oleh James Jasinski (2001:543) bahwa "Anadiplosis
is when a word at or near the end of one clause or sentence is used to begin the
following clause or sentence". Ungkapan itu menunjukan bahwa Anadiplosis adalah
ketika sebuah kata pada atau dekat akhir satu kalimat atau kalimat yang digunakan
untuk memulai kalimat atau kalimat berikut.
Menurut Tannen (2007:184) bahwa “Beginning an utterance with thesame
unit that ended the preceding utterance.” Jadi mulai suatu ungkapan dengan unit
yang sama yang mengakhiri ungkapan sebelumnya.
Contoh:
13) Comforte it is for man to have a wife. Wife chast, and wise, and lowly all
her life.
23
14) Suffering breeds character. Character breeds faith, In the end.
Pada contoh 13) kata wife berakhir di kalimat sebelumnya dan di sambung
dengan kata wife di awal kalimat. Sama dengan contoh 13), contoh 14) terdapat
pengulangan yaitu kata character. Pada kalimat pertama kata character ditulis di
akhir kalimat dan pada kalimat selanjutnya kata character di tulis pada awal kalimat.
Menurut Brett Zimmerman (2005:121) bahwa "Anadiplosis can express
emotion" (2005:121). Jadi menurut Brett Zimmerman kalau anadiplosis dapat
mengekspresiakan emosi.
Menurut Ward Farnsworth (2010:58) bahwa "Anadiplosis is a helpful tool for
describing an ascent." Ward Farnsworth berpendapat bahwa anadiplosis adalah alat
yang berguna untuk menggambarkan sebuah kenaikan.
Jadi Anadiplosis ialah pengulangan kata yang menghubungkan frasa dengan
frasa, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, di akhir dan di ulang di awal
pada
kalimat
selanjutnya.
Anadiplosis
sebuah
alat
yang
berguna
untuk
menggambarkan sebuah kenaikan dan juga dapat mengekspresikan emosi.
2.2.2.5.2 Anaphora
Anaphora atau epanaphora adalah pengulangan kata yang sama atau kata-kata
pada awal frasa, klausa, atau kalimat berturut-turut. Hal itu di ungkapkan oleh
Preminger dan Brogan (1993:73) bahwa “Also epanaphora, the repetition of the same
word or words at the beginning of successive phrases, clauses, sentences, or lines.”
Preminger dan Brogan mengungkapkan bahwa anaphora atau epanaphora ialah
pengulangan kata pada awal frasa, klausa, kalimat, atau baris berturut-turut.
24
Hal serupa diungkapkan oleh Levin (1982:114) bahwa the “Anaphora is
beginning of successive clauses with the same word or group of words.” Levin
berpendapat bahwa awal klausa berturut-turut dengan kata yang sama atau kelompok
kata.
Contoh:
15) Ask not what your country can do for you. Ask what you can do for your
country.
Contoh 15) merupakan anaphora karena kata ask terdapt di dua kalimat dan
diulang pada awal kalimat secara berturut-turut.
Ada juga yang mengungkapkan hal serupa bahwa "Specific type of repetition;
word, phrase, or clause repeated at the begining of two more sentences in row."
Moran dan Holder (2007:287) menurut Moran dan Holder ialah jenis tertentu
pengulangan, kata, frase, atau klausa diulang pada awal dua kalimat lebih berturutturut.
Kabalikan dari anaphora ialah epistrophe. Jika anaphora ialah pengulangan
kata pada awal frasa, klausa, atau kalimat dan epistrophe ialah pengulan kata pada
akhir kalimat, seperti yang diungkapkan oleh Preminger dan Brogan (1993:73) bahwa
“The opposite of anaphora is epistrophe which repeats words at the ends of
clauses, lines or stanzas” (1993:73). Preminger dan Brogan menjelaskan bahwa
kebalikan dari anaphora adalah epistrophe yang mengulangi kata-kata di ujung
klausa, baris atau bait.
Hal senada diungkapkan di website www.grammar.about.com ”A rhetorical
term for the repetition of a word or phrase at the end of successive clauses. Also
25
known as epiphora. Contrast with anaphora (rhetoric).” Jadi menurut dari website
www.grammar.about.com bahwa ephistrophe ialah Sebuah istilah retoris untuk
pengulangan kata atau frasa pada akhir klausa yang berurutan. Juga dikenal sebagai
epiphora.
Contoh:
16) Sweet Portia,
If you did know to whom I gave the ring,
If you did know for whom I gave the ring
And would conceive for what I gave the ring
And how unwillingly I left the ring,
When nought would be accepted but the ring,
You would abate the strength of your displeasure.
Pengulangan kata the ring terdapat pada akhir klausa, kalimat, atau bait.
Berbeda dengan anaphora yang diulang di depan klausa, kalimat, atau bait.
Jadi anaphora atau epanophora ialah pengulangan kata yang sama atau katakata pada awal frasa, klausa, atau kalimat secara berturut-turut. Kabalikan dari
anaphora ialah epistrophe. Jika anaphora ialah pengulangan kata pada awal frasa,
klausa, atau kalimat dan epistrophe ialah pengulan kata pada akhir kalimat
26
2.2.2.5.3 Polysyndeton
Farnsworth Ward (2010:128) bahwa "Polysyndeton is the repeated use of
conjunction." Farnsworth Ward mengungkapkan bahwa polysyndeton ialah
pengulangan menggunakan konjungsi. Hal serupa diungkapkan oleh
Ada juga polysyndeton yang diungkapkan oleh Baldick (2000:199) bahwa
“Term for repeated use of conjunctions to link together a succession of words,
clauses, or sentences.” Baldick mengungkapkan bahwa polysyndeton untuk
penggunaan berulang konjungsi untuk menghubungkan uratan kata-kata, klausa, atau
kalimat.
Contoh :
17) A generation that uses their own creativity and talent and technology.
Pada contoh 17) terdapat polysyndeton yaitu terdapat pengulangan konjungsi
dalam satu kalimat. Konjungsi yang diulang ilah konjungsi and.
Menurut Bartel Dietrich (1997:370 bahwa "The polysyndeton occurs when an
emphasis is repeated successively in the same part of a passage" Bartel Dietrich
berpendapat bahwa polysyndeton terjadi ketika penekanan ini diulangi di bagian yang
sama dari suatu bagian.
Polysyndeton juga terdapat di website www.rhetoric.byu.edu “Employing
many conjunctions between clauses, often slowing the tempo or rhythm.” Jadi
Menggunakan konjungsi banyak antara klausa, sering memperlambat tempo atau
irama.
Quintilian
(2006:9.3.53)
mengamati
bahwa
kalimat
menggabungkan
perangkat ini menjadi lebih dinamis, intensif dan penuh dengan kasih sayang. Melalui
27
mengulangi, irama menjadi penting. Hal ini diungkapkan bahwa “Sentences
incorporating this device become more dynamic, intensive and filled with affection.
Through repeating, the rhythm becomes important.”( 2006:9.3.53)
Senada diungkapkan oleh Bodil Helder (2011:183) bahwa "... as rhetorical
strategy, polysyndeton is used to show the rhytjm of language and, depending on the
genre, it may add an air of solemnity to the text, thus reflecting the pathos appeal".
Bodil Helder mengungkapkan bahwa sebagai strategi retoris, polysyndeton digunakan
untuk menunjukkan irama bahasa dan tergantung pada genre, mungkin menambah
suasana kesungguhan untuk teks, sehingga mencerminkan daya tarik.
Menurut J. Gonda (1975:360) bahwa penulis lebih menyukai polysyndeton
ketika gagasan saling melengkapi istilah yang terhubung tidak mudah dimengerti,
maka akan muncul kepada saya bahwa penyusunan ini tidak jarang dipilih dalam
memakai kata tunggal, atau klausa pendek, dengan efek gaya tertentu, dalam rangka
untuk menunjukkan kesempurnaan, umum, atau kelengkapan.
"An author has preferred a polysyndeton when the idea of mutual completion
of the term connected is not obvious, it would appear to me that this
construction was not infrequently
chosen in a string of single word, or
short clauses, with a certain stylistic effect, in order to suggest completeness,
generality, or comprehensiveness". (1975:360)
Jadi polysyndeton ialah pengulangan konjungsi untuk menghubungkan kata,
klausa, atau kalimat. Menggunakan pengulangan konjungsi sering memperlambat
tempo atau irama dalam sebuah tulisan. Polysyndeton juga digunakan untuk
28
menunjukkan irama bahasa dan tergantung pada genre dan menambah suasana
kesungguhan untuk teks, sehingga mencerminkan daya tarik.
2.3 Tujuan Repetition
Pengulangan berfungsi untuk menunjukkan keterkaitan kalimat dalam banyak
cara yang sama yaitu menunjukkan keterkaitan referensi kepustakaan. Pengulangan
juga membantu pemahaman, karena informasi yang tersampai ke pendengar lebih
lambat. Hal diatas diungkapkan oleh Hoey (2001:35) "Repetition serves to show the
relatedness of sentences in much the same way that a bibliographical reference
shows relatedness... repetition also aids comprehension, since information is dripped
across to the hearer more slowly."
Aitchison (1994:19) mengungkapkan bahwa ada fungsi yang saling berkaitan
satu sama lain yang dapat diidentifikasi: 1) pengulangan dapat memperluas sumber
daya bahasa yang ada (biasanya pengulangan sendiri), 2) menyambungkan kohesi
tekstual dan dapat dimengerti, dengan "text" digunakan dalam arti luas untuk
memasukkan pidato diucapkan (sekali lagi, biasanya secara pengulangan), 3)
memfasilitasi interaksi percakapan (biasanya pengulangan lainnya)
"The function of repetition have been studied above all by stylisticians and
sociolinguists. the former have concentrated on self-repetition, and the latter
on other-repetition. three broad, overlapping functions can be identified: first,
repetition may extend existing language resources (usually self-repetition);
second, it promotes textual cohesion and comprehensability, with "text" used
in its widest sense to include spoken speech (again, usually self-repetition);
third, it facilitates conversation interaction (usually other-repetition)."
(Aitchison 1994:19)
29
Contoh:
18) Dark behind it rose the forest, Rose the black and gloomy pine-trees, Rose
the firs with cones upon them.
Jadi Contoh 18) ada pengulangan kata Rose, kata Rose di ulang-ulang untuk
menekankan kata Rose dan kata Rose juga untuk menyambungkan kohesi textual.
“Repetition functions didactically, playfully, emotionally, expressively,
ritualistically; repetition can be used for emphasis or iteration,
clarification, confirmation; it can incorporate foreign words into a
language, in couplets, serving as a resource for enriching the
language.” (Johnstone et al. 1994:6).
Johnstone (1994:6) mengungkapkan Pengulangan fungsi deduktif, jenaka,
emosional, ekspresif, ritual; pengulangan dapat digunakan untuk penekanan atau
iterasi, klarifikasi, konfirmasi, yang dapat memasukkan kata-kata asing ke dalam
bahasa, dalam keduanya, melayani sebagai sumber daya untuk memperkaya bahasa.
Pengulangan kata yang berbeda bergantung pada siapa yang mengulangi dan
apa yang diulang. Aitchison (1994:15) menyiratkan bahwa
“When parrots do it, it‟s parroting. (…) When children do it, it‟s
imitation. (…) When orators do it, it‟s epizeuxis, ploce, anadiplosis,
polypton or antimetabole. When novelists do it, it‟s cohesion. When poets
do it, it‟s alliteration, chiming rhyme or parallelism.” (Aitchison, 1994:15)
30
Jadi menurut Aitchison bahwa Ketika beo melakukannya, itu membeo. Ketika
anak-anak melakukannya, itu menirukan. Ketika orator melakukannya, itu epizeuxis,
ploce, anadiplosis, polypton atau antimetabole. Ketika novelis melakukannya, itu
kohesi. Ketika penyair melakukannya, itu aliterasi, berdentang sajak atau paralelisme.
Hal serupa diungkapkan oleh Crystal dan Davy (1969) bahwa “We can study
the role and stylistic value of repetition in the language of newspapers and reporting,
in legal documents, or rhetoric where quite many figures are based on repetition.”
Crystal dan Davy mengungkapkan bahwa kita dapat mempelajari peran dan nilai gaya
pengulangan dalam bahasa surat kabar dan pelaporan, dalam dokumen hukum, atau
retorika yang mana cukup banyak didasarkan pada pengulangan.
Priminger dan Brogan mengungkapkan bahwa “The effectiveness of motifs
depends far more on their position and repetition, and on the relations they
establish”(1993:1281) Priminger dan Brogan mengungkapkan bahwa efektivitas
motif tergantung pada posisi dan pengulangan mereka, dan pada hubungan mereka
tetapkan.
Zadornova (1986:5) mengungkapkan bahwa penerapan yang luas dari
pengulangan suara menggarisbawahi nilai-nilai estetika dari kedua puisi dan sajak
bebas. Hal ini penting untuk mengemukakan aliterasi sebagai kiasan yang terdiri
dalam pengulangan yang sama (terutama awal) suara dalam kata-kata dalam suksesi
dekat (biasanya dalam suku kata stres).
31
“The broad applicability of sound repetition underlines the aesthetic values of
both poetry and free verse. It is essential to adduce alliteration as a figure of
speech which consists in the repetition of the same (esp. initial) sound in
words in close succession (usually in the stressed syllables).” (1986: 5)
Sara Thorne (2000:476) juga mengungkapkan bahwa pengulangan adalah
perangkat yang menekankan sebuah ide melalui pengulangan. Ini adalah strategi
retoris utama untuk memproduksi efek penekanan, kejelasan, amplifikasi atau
emosional. Sebagai perangkat pemersatu, independen metrik konvensional,
pengulangan ditemukan secara luas dalam sajak bebas di mana paralelisme diperkuat
dengan pengulangan kata-kata aktual dan frase, mengatur irama yang membantu
untuk membedakan sajak bebas dari prosa.
“Repetition is a device which emphasizes an idea through reiteration. It is a
major rhetorical strategy for producing emphasis, clarity, amplification or
emotional effect. As a unifying device, independent of conventional metrics,
repetition is found extensively in free verse where parallelism reinforced by
the recurrence of actual words and phrases, governs the rhythm which helps
to distinguish free from prose.” (Sara Thorne, 2000: 476)
Jadi repetition ialah mengatakan atau menulis hal yang sama lebih dari sekali.
Repetition yang berfungsi sebagai 1) elemen pemersatu dalam menulis. 2) sebagai
perangkat pemersatu, deduktif, emosional, ekspresif. 3) penekanan atau iterasi,
klarifikasi, konfirmasi, dan upaya untuk membuat kalimat menjadi kohesif.
Download