5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Defenisi Ilmu dan pengetahuan adalah dua buah kelebihan manusia dibanding dengan makhluk lain ciptaan Allah. Dengan pengetahuan (knowledge) maka manusia dapat mengetahui apa saja tentang alam dan yang lainnya. Manusia dapat mengajukan pertanyaan “Why dan How”, untuk menjawabnya dapat digunakan ilmu (science). Menurut Sigit (1999) fungsi ilmu adalah untuk: Mengerti dan memahami (to understand) suatu masalah yang sedang dihadapi. Menerangkan atau menjelaskan (to explain) masalah atau fenomena yang sedang terjadi. Meramal (to predict) suatu kondisi yang akan terjadi bila masalah tidak dicegah atau diatasi dengan sebaik-baiknya. Menguasai (to control) bidang profesi sehingga dapat berkontribusi untuk kesejahteraan manusia. Keberhasilan (to be success) dalam menjalankan tugas (Suyanto, 2008). Pengetahuan juga merupakan hasil “tahu”, dan terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Engindraan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003). 5 Universitas Sumatera Utara 6 Pengetahuan merupakab proses belajar dengan menggunakan panca indra yang dilakukan seseorang terhadap objek tertentu untuk dapat menghasilkan pengetahuan dan keterampilan (Hidayat, 2005). Orang yang tahu disebut mempunyai pengetahuan. Jadi pengetahuan merupakan tak lain dari hasil tahu. Ada dua macam pengetahuan, yaitu : a. Pengetahuan khusus yaitu mengenai yang satu saja. b. Pengetahuan umum yaitu yang berlaku bagi seluruh macam dan masing – masing macamnya. Baik pengetahuan umum, maupun pengetahuan khusus, keduanya menjadi milik manusia berlandaskan pengalaman sendiri ataupun pengalaman orang lain (Poedjawijatna, 2004). 2. Tingkat pengetahuan Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkat, yaitu : a. Tahu (Know) Tahu yang diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh karena itu, “tahu” merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara jelas benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus Universitas Sumatera Utara 7 dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (rill). d. Analisa (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen – kompenen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sam lain. e. Sentesis (Synthesis) Sintesis menunjuk kepada suat kemampuan untuk meletakkan atau menghubungi bagian – bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulassi baru dari fomulasi – formulasi yang sudah ada. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian – penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang tertentu sendiri atau menggunakan kriteria – kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2003). Universitas Sumatera Utara 8 B. Persalinan 1. Defenisi Persalinan adalah akhir kehamilan dan titik dimulainya kehidupan di luar rahim bagi bayi baru lahir (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2005). Persalinan merupakan proses untuk mendorong keluar (ekspulsi) hasil pembuahan dari dalam uterus lewat vagina ke dunia luar. Normalnya, proses ini berlangsung pada suatu saat ketika uterus tidak dapat tumbuh lebih besar lagi, ketika janin sudah cukup matang untuk dapat hidup lahir rahim (Farrer, 2001). Persalinan juga merupakan suatu proses yang terjadi pada beberapa jam terakhir kehamilan ditandai dengan kontraksi uterus yang menyebabkan dilatasi serviks dan mendorong janin melalui jalan lahir. Proses ini mempunyai tahap-tahap untuk melahirkan bayi sampai ibu kembali seperti keadaan semula (Cunningham, 2006). 2. Tanda-tanda Persalinan Pada primigravida akan terlihat pada kehamilan 36 minggu sementara pada multipara baru tampak setelah persalinan dimulai, kepala janin terbenam ke dalam rongga panggul karena berkurangnya tempat di dalam uterus dan sedikit melebarnya simfisis. Keadaan ini sering meringankan keluhan pernafasan. Akan tetapi akibat tekanan kepala janin pada kandung kemih menyebabkan sering buang air kecil. Ibu mengeluh nyeri yang menetap dan dapat menimbulkan ketidaknyamanan, perasaan terganggu yang dimulai dari bagian punggung dan kemudian menyebar di sekitar abdomen bawah.. Lendir (sering kali mengandung bercak darah) keluar dari vagina menunjukkan bahwa serviks sudah mulai berdilatasi, dan ketuban pecah dengan spontan (Farrer, 2001). Universitas Sumatera Utara 9 3. Persalinan normal Menurut WHO (World Health Organization) persalinan normal dapat didefinisikan sebagai awitan spontan, berisiko rendah pada awal persalinan dan tetap demikian sepanjang persalinan dan pelahiran. Janin lahir spontan dalam posisi verteks pada usia kehamilan antara 37 sampai 42 minggu. Setelah kelahiran, ibu dan bayi dalam kondisi yang baik (Burhan, 2003). a. Tahap-tahap di dalam persalinan adalah sebagai berikut: Tahap pertama dalam persalinan ditetapkan sebagai tahap yang berlangsung sejak terjadi kontraksi uterus yang teratur sampai dilatasi serviks lengkap (10 cm). Tahap kedua persalinan berlangsung sejak dilatasi serviks lengkap sampai janin lahir. Tahap ketiga persalinan berlangsung sejak janin lahir sampai plasenta lahir. Tahap keempat persalinan ditetapkan berlangsung kira-kira dua jam setelah plasenta lahir (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2005). b. Nyeri persalinan Sebagian besar wanita melahirkan mengalami nyeri persalinan. Rasa sakit terjadi karena adanya aktivitas besar di dalam tubuh guna mengeluarkan bayi. Otot-otot rahim berkontraksi mendorong bayi keluar. Otot-otot rahim menegang selama kontraksi, kandung kemih, rektum, tulang belakang, dan tulang pubic menerima tekanan kuat dari rahim. Berat kepala bayi ketika bergerak ke bawah menuju jalan lahir juga menyebabkan tekanan sehingga terasa menyakitkan (Farrer, 2001). Mungkin ibu yang mengeluhkan perasaan terganggu yang dimulai dari bagian punggung dan kemudian menyebar di sekitar abdomen bawah. Kontraksi uterus yang Universitas Sumatera Utara 10 terjadi secara teratur yang kadang-kadang disertai nyeri dapat menimbulkan ketidaknyamanan (Danuatmaja dan Meiliasari, 2004). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi rasa nyeri pada persalinan seperti intensitas dan lamanya kontraksi, besarnya pembukaan mulut rahim, regangan jalan lahir bagian bawah, umur, banyaknya persalinan, keadaan umum pasien, dan kelelahan. Nyeri dapat meningkat secara psikologis apabila ibu sendirian, keletihan, haus, lapar, berpikir tentang nyeri, stres, cemas, takut dan mengasihani diri sendiri. Nyeri juga dapat berkurang jika ibu ditemani dan didukung oleh orang yang dicintai, cukup istirahat, tetap makan dan minum pada saat persalinan, menggunakan teknik relaksasi diantara waktu kontraksi, tidak mengkhawatirkan sesuatu dan berpikir tentang beruntungnya mendapatkan hadiah dari persalinan yang akan segera muncul (Maulana, 2008) c. Keadaan emosional ibu di dalam tahap-tahap persalinan: Pada tahap pertama persalinan secara emosional ibu merasa cemas, tidak pasti, takut, gembira, lega, atau siap. Ada juga ibu yang merasa tegang menghadapi persalinan. Pada tahap kedua persalinan secara emosional ibu merasa gelisah, makin sulit tenang dan santai, makin tegang, tidak dapat berkonsentrasi, makin terpengaruh dengan kondisi yang sedang terjadi, rasa percaya dirinya mulai goyah, dan merasa sepertinya persalinan tidak selesai. Tetapi ada juga ibu yang merasa jadi bersemangat karena sudah diperbolehkan mengejan. Tahap ketiga secara emosi ibu sudah mulai merasakan lega, karena persalinan sudah hampir selesai, dan pada tahap akhir sudah mulai merasakan haru dan gembira karena persalinan sudah usai, dan merasa bertambah dekat dengan pasangannya karena bayi yang baru dilahirkan (Danuatmaja dan meiliasari, 2006). Universitas Sumatera Utara 11 C. Kecemasan 1. Defenisi Kecemasan adalah ketakutan yang tidak nyata, suatu perasaan terancam sebagai tanggapan terhadap sesuatu yang akan dihadapi. Kecemasan untuk perasaan ketakutan dapat disertai dengan keadaan reaksi kejiwaan (Calhoun dan Acocella, 1990). Cemas atau takut biasanya merupakan reaksi individu terhadap ancaman ketidaksenangan dan pengrusakan yang belum dihadapinya. Kecemasan dan ketakutan mempunyai fungsi dapat memperingatkan orang akan datangnya bahaya (Suryabrata, 1998). Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kondisi dialami secara subjektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Kecemasan berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Cemas adalah respons emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat kecemasan yang parah tidak sejalan dengan kehidupan (Stuart dan sundeen, 1998). 2.Tanda-tanda umum kecemasan Tanda atau keluhan dan gejala kecemasan yang ditunjukkan dan dikemukakan oleh seseorang sangat bervariasi, tergantung dari berat atau tidaknya kecemasan. Secara umum keluhan yang sering dikemukakan seseorang pada saat mengalami kecemasan antara lain Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut, takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang, gangguan pola tidur dan mimpi – mimpi yang Universitas Sumatera Utara 12 menegangkan, gangguan konsentrasi dan daya ingat, keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging, berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya (Hawari, 2006). 3. Tingkat kecemasan Menurut Peplau (1953) kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku. Intensitas perilaku mengikat sejalan dengan peningkatan tingkat kecemasan. Berikut adalah tingkat kecemasan : a. Cemas tingkat ringan: cemas yang normal menjadi bagin dari bagian sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. b. Cemas tingkat sedang: cemas yang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. c. Cemas tingkat berat: cemas ini sangat mengurangi lahan persepsi seorang. Individu cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berfikir tenteng hal yang lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu ini memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain. d. Cemas tingkat panik/berat sekali : tingkat panik dari suatu kecemasan berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Rincian terpecah Universitas Sumatera Utara 13 dari proporsinya., karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian. Dengan panik, terjadi peningkatan sktifitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian (stuart dan sundeen, 1998). D. Kecemasan menghadapi dan pada saat persalinan 1. Respon psikologi ibu dalam kehamilan dan persalinan Smith (1992) berargumen bahwa banyak penelitian psikologis memandang kehamilan dari perspektif yang positif. Penelitian ini mengambil pengalaman pribadi wanita selama masa kehamilan, dan berfokus pada kehamilan sebagai suatu transisi kehidupan, bukan sebagai peristiwa atau penyakit medis. Wanita yang mengaitkan kecemasan dan kekhawatiran pada saat hamil dapat berlanjut sampai pascanatal (Henderson dan Jones, 2006). Beberapa calon ibu tidak berani membayangkan tentang persalinan karena khawatir kalau bayinya tidak lahir dalam keadaan sehat. Kurang pengetahuan pada kebanyakan wanita yang hamil untuk pertama kalinya akan mengakibatkan rasa takut dan cemas, sehingga masa kehamilan kurang menyenangkan, bahkan dapat mempersulit Universitas Sumatera Utara 14 persalinan sehingga ibu dapat takut dan cemas menghadapi persalinan (Nolan, 2004 dan Sani, 2001). Wanita dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi persalinan khususnya wanita nulipara. Para ibu sebaiknya mempelajari apa yang diperlukan untuk mendukung kesehatannya selama masa kehamilan dan persalinan. Mereka membaca buku, menghadiri kelas untuk orang tua, dan berkomunikasi dengan wanita lain. Mereka juga dapat mencari orang terbaik untuk memberi nasehat, arahan dan perawatan (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2005, Maulana, 2008). 2. Beberapa faktor penyebab kecemasan ibu bersalin a. Cemas akan keselamatan janin Pada fase terakhir pertumbuhan janin berlangsung pada periode tiga bulan terakhir, calon ibu merasa cemas, mudah tersinggung, tertekan dan gelisah kemudian pada saat-saat menghadapi persalinan. Calon ibu semakin merasa cemas akan keselamatan janin (Dagun, 2002). Kebanyakan pada akhir kehamilan atau saat-saat bersalin ibu khususnya primigravida dilanda kecemasan tentang melahirkan bayi yang tidak normal atau meninggal dunia. Kehamilan kadangkala juga berakhir dengan suatu tragedi, seperti lahir mati. (Nolan, 2004). Semua wanita hamil harus menyadari kemungkinan alternatif selain kelahiran anak alamiah, tidak boleh takut akan konsekwensinya. Prosedur tersebut bisa menyelamatkan jiwa bayi anda atau sekurang-kurangnya memberikan awal kehidupan yang lebih sehat (Curtis, 1999). Universitas Sumatera Utara 15 Hasil penelitian Huliana dalam Dariyo (1997) mengatakan bahwa ibu yang akan menghadapi persalinan dan yang sedang bersalin mengalami kecemasan pada tingkat cemas sedang, disebabkan karena khawatir dan cemas tentang keselamatan janin yang dilahirkan, nyeri persalinan atau kekuatan pada saat mengejan pada masa persalinan. b. Cemas anak lahir cacat Hampir setiap calon orang tua, khususnya ibu, dihantui dengan kekhawatiran – kekhawatiran tentang janinnya, terutama di saat-saat bersalin. Perasaan cemas tentang apa bayi yang dilahirkan normal atau cacat. Ketakutan akan menghasilkan bayi yang cacat adalah normal saja, selama ketakutannya tidak berlebihan. Hampir semua janin yang menunjukkan cacat yang berat, meninggal pada waktu dilahirkan (Hall, 2002). Dalam beberapa tahun yang silam para ahli berkesimpulan cacat pada bayi dapat disebabkan oleh faktor keturunan dan kebanyakan cacat ini dapat disebabkan oleh berbagai keadaan selama sembilan bulan. Misalnya saja, banyak bayi yang dilahirkan dalam keadaan cacat karena si ibu menderita penyakti campak (rubella), dan cacat yang diwarisi dari kedua orangtuanya terjadi apabila ada kelainan plasma pembawa sifat, yang mengatur perkembangan bagian-bagian tubuh (Sani, 2001). Beberapa calon ibu tidak berani membayangkan dan cemas akan persalinan karena khawatir kalau bayinya tidak lahir dalam keadaan sehat. Kurang pengetahuan pada kebanyakan wanita yang hamil dan bersalin untuk pertama kalinya akan mengakibatkan rasa takut dan cemas, sehingga masa kehamilan kurang menyenangkan, bahkan dapat mempersulit persalinan sehingga ibu dapat takut dan cemas menghadapi persalinan (Nolan, 2004). Universitas Sumatera Utara 16 c. Cemas menghadapi nyeri persalinan Sebagian besar wanita hamil mencemaskan nyeri persalinan, wanita bertanya akan seperti apa nyerinya, akan seburuk apa keadaannya dan apakah ia dapat menahannya. Untuk persalinan pertama, timbulnya kecemasan tentang nyeri persalinan sangat wajar karena sesuatunya adalah pengalaman baru, dan jika rasa nyeri tidak terasa malah dapat menimbulkan masalah. Dari sudut pandang evolusi, tampaknya nyeri persalinan bukanlah sesuatu yang berada di luar kemampuan seorang wanita. Alam menggunakan nyeri untuk beberapa tujuan yang sangat penting. Nyeri kontraksi yang pertama mengatakan kepada calon ibu persalinannya sudah dimulai (Nolan, 2004). 3. Efek cemas Ketakutan, kecemasan, kesendirian, stres atau kemarahan yang berlebihan dapat menyebabkan pembentukan katekolamin dan menimbulkan kemajuan persalinan melambat. Wanita yang tidak didukung secara emosional, atau mengalami kesulitan dalam persalinan yang lalu, dan pengalaman traumatik akan menjumpai persalinan yang sangat nyeri (Simkin dan Ancheta, 2005). Cornolly, et al (1978) meneliti hubungan antara kepribadian, kecemasan, dan nyeri selama persalinan. Nyeri dan tingkat kecemasan dimonitor selama persalinan, tidak hasilnya tingkat nyeri dan kecemasan meningkat selama persalinan. Ini berarti jika kecemasan meningkat maka dapat meningkatkan nyeri selama persalinan (Niven, 2002). Universitas Sumatera Utara 17 Menurut Maher (1966) cemas dapat menyebabkan orang merasa amat sangat, yang membuat ketakutan amat luas, mempengaruhi untuk berpikir jernih dan memecahkan masalah (Calhoun dan Acocella, 1990). 4. Kecemasan ibu bersalin Perasaan takut dan cemas menghadapi persalinan tidak saja terdapat pada diri seorang wanita yang baru pertama melahirkan tetapi juga yang sudah melahirkan. Kedua unsur ini dapat menimbulkan ketegangan-ketegangan fisik dan psikis, sehingga persalinan dapat berjalan tidak lancar (Sani, 2001). Banyak wanita nullipara secara aktif mempersiapkan diri untuk mengatasi kekhawatirannya menghadapi persalinan. Rubin (1975) Sedangkan wanita multipara memiliki pengalaman tersendiri dalam melahirkan dan bersalin, rasa cemas dapat timbul akibat kekhawatiran akan proses kelahiran yang aman untuk dirinya dan anaknya. Merilo (1988) rasa khawatir mungkin juga bisa timbul karena memiliki perasaan yang belum diselesaikan pada persalinan pertamanya. Wuitchik (1990) mengatakan bahwa rasa cemas dan khawatir juga dapat timbul pada fase akhir persalinan (Bobak, Lowdermilk dan Jensen, 2005). Umur perempuan untuk hamil dan melahirkan memiliki pengaruh yang berbeda pada kesehatan ibu dan janinnya. Kehamilan dan persalinan di bawah umur 20 tahun memiliki resiko yang sama tingginya dengan kehamilan umur 35 tahun keatas sehingga dapat menimbulkan resiko. Usia berkaitan dengan masalah kesehatan, resiko akan meningkat sejalan dengan usia. Persalinan pada ibu usia tua dapat menimbulkan Universitas Sumatera Utara 18 kecemasan yang mengakibatkan persalinan yang lebih sulit dan lama (Kasdu, 2005 dan Curtis, 2000). Umumnya ibu bersalin mempunyai pertimbangan, mengapa mereka tidak mempunyai persiapan menghadapi persalinan, misalnya ibu dengan usia di atas 35 tahun mempunyai resiko tinggi untuk melahirkan. Kecendrungan memiliki anak berturut-turut dan kehadiran anak ke dua dan ketiga yang terlalu dekat menyebabkan ibu cemas dan khawatir tidak siap menghadapi persalinan karena jarak yang terlalu dekat (Musbikin, 2007). Paritas adalah banyaknya frekuensi ibu melahirkan. Kehamilan atau persalinan pada ibu dengan paritas lima atau lebih dengan kondisi keadaan umur yang kurang baik, dimana umur biasanya lebih dari 35 tahun sangat meningkatkan untuk terjadinya resiko, baik pada saat persalinan atau keadaan dan kondisi anak yang dilahirkan (Tara, 2002). Menurut Lowe ”Self Cofidence Key” (2001) kecemasan yang disebabkan karena ketidaktahuan tentang persalinan pada ibu primigravida sering terjadi pada masa persalinan. Ibu yang melahirkan untuk kedua kalinya mempunyai kecemasan dan kekhawatiran yang berbeda. Untuk setiap persalinan tidak ada dua persalinan yang sama, tidak juga bagi wanita yang sama, karena persalinan berbeda bagi setiap wanita. Tidak seorang pun dapat memperkirakan akan seperti apa jadinya persalinan (Curtis, 2000). Kecemasan dapat timbul dan meningkat menjadi lebih berat pada ibu pada masa persalinan dengan usia <20 tahun dan >35 tahun dan ibu primigravida atau yang belum pernah melahirkan dapat disebabkan karena ketidaktahuan atau kurangya pengetahuan tentang persalinan dan belum adanya pengalaman bersalin (Priantono, 2003). Universitas Sumatera Utara 19 Ketakutan, kecemasan, stress atau kemarahan yang berlebihan dapat menimbulkan kemajuan persalinan yang lambat. Perasaan lelah, takut, dan putus asa merupakan akibat dari pra persalinan atau fase laten yang memanjang. Wanita yang tidak didukung secara emosional, atau memiliki kesulitan dalam persalinan yang lalu dapat merasa cemas dan takut mengahadapi persalinan, sehingga menyebabakan persalinan tanpa kemajuan yang berarti dan persalinan yang sangat nyeri (Simkin, et.al, 2005). Cemas yang terus-menerus juga dapat menyebabkan stres sehingga dapat mengganggu proses persalinan seperti pendapat Jameson (2002). Universitas Sumatera Utara