UPAYA PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL SECARA BIPARTIT, MEDIASI DAN KONSILIASI, SEBUAH KAJIAN YURIDIS Oleh: Marhendi, SH., MH. Dosen Fakultas Hukum Untag Cirebon ABSTRAK Dengan meningkatnya industrialisasi, maka perselisihan hubungan industrial menjadi semakin meningkat dan komplek. Perselisihan hubungan industrial antara buruh/pekerja dengan pengusaha, yang menyebabkan adanya perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, perselisihan antara serikat pekerja atau serikat buruh dalam suatu perusahaan yang sama. hal ini perlu ada suatu penyelesaian atau adanya jalan keluar, yaitu dengan cara bipartit, yaitu maksudnya untuk mencari jalan keluar secara internal antara pekerja dengan pengusaha, tanpa melibatkan pihak ketiga, penyelesaian secara bipartit ini wajib ditempuh. Mediasi adalah upaya penyelesaian perselisihan hubungan industrial baik perselisihan kepentingan, perselisihak hak, perselisihan PHK maupun perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan, cara ini harus dapat diselesaikan selama 30 hari terhitung sejak pendaftaran. apabila terjadi kesepakatan maka harus dibuat kesepakatan secara tertulis dan didaftarkan ke Pengadilan hubungan industrial. Pada intinya semua perselisihan antara Pekerja dengan Pengusaha, atau perselisihan antara Serikat Pekerja dalam satu Perusahaan dapat diselesaikan secara musyawarah. Kata Kunci : setiap perselisihan dalam hubungan industrial dapat diselesaikan dengan cara musyawarah, hasilnya harus ditulis dan ditanda tangani pihak-pihak. A. Latar Belakang Masalah Seperti kita ketahui maksud berlakunya Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, 1 a. Bahwa, hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan perlu diwujudkan secara optimal sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. b. Bahwa, dalam era industrialisasi, masalah Perselisihan Hubungan Industrial menjadi semakin meningkat dan komplek, sehingga diperlukan institusi dan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat, adil dan murah. c. Bahwa, berdasarkan pertimbangan sebagaimana pada huruf a, b, c, perlu ditetapkan dengan undang-undang yang mengatur tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial. 1 Konsideran UU No. 2 Tahun 2004, Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Untuk mewujudkan apa yang menjadi tujuan dari dibentuknya Undang-undang ini, maka undang-undang ini telah melakukan perubahan besar dalam tata cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial, dimana bila sebelum berlakunya undang-undang ini, adakalanya dibutuhkan waktu tiga tahun untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial, akan tetapi dengan undang-undang ini penyelesaian perselisihan hubungan industrial bisa diselesaikan dalam tempo 140 hari. Singkatnya proses upaya penyelesaian perselisihan hubungan industrial, lebih disebabkan oleh karena peranan proses upaya hukum melalui jalur bipartit, mediasi, konsiliasi, sebagai upaya yang dikedepankan dan disyaratkan atau diwajibkan dalam undang-undang ini terhadap setiap jenis perselisihan, sebelum melalui proses peradilan. Atas dasar inilah maka penulis mencoba melakukan kajian atas upaya secara bipartit, mediasi dan konsiliasi dalam sengketa perburuhan tersebut. Hal ini menjadi kajian penting oleh karena dalam upaya penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam undang-undang tersebut, memberikan harapan baru untuk membangun hubungan industrial yang lebih baik, dan karenanya pula penulis hanya akan melakukan kajian terhadap proses penyelesaian diluar proses hukum melalui Pengadilan Hubungan Industrial. 1.2 Perumusan Masalah Berkaitan dengan latar belakang masalah sebagaimana terurai di atas, maka Penulis mencoba untuk menyajikan perumusan masalah, yakni sebagai berikut: a. Apa dan bagaimana perselisihan hubungan industrial? b. Apa dan bagaimana proses upaya penyelesaian perselisihan hubungan industrial secara bipartit, mediasi dan konsiliasi? B. Pembahasan 2.1 Perselisihan Hubungan Industrial Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara Pengusaha atau gabungan pengusaha dengan Pekerja atau buruh atau serikat pekerja atau serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan pemutusan hubungan kerja, serta perselisihan antar serikat pekerja atau serikat buruh dalam satu perusahaan. Dengan demikian penyebab utama dari perselisihan hubungan industrial, adalah karena adanya pertentangan pendapat antara buruh dengan pengusaha, yang menyebabkan adanya2): a. Perselisihan Hak ; Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena kelalaian atau ketidakpatuhan salah satu atau para pihak dalam melaksanakan ketentuan noramatif yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja atau perjanjian kerja bersama. Atau perselisihan ini tibul akibat adanya perbedaan penafsiran atau keinginan buruh dan pengusaha2 terhadap hal-hal yang telah diatur dalam peraturan perburuhan, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Perselisihan ini lebih menyangkut hal-hal yang bersifat normatif, karena perselisihan ini terjadi terhadap hal-hal yang telah ada aturan formalnya dan lebih kepada adanya perbedaan penafsiran atau kepentingan terhadap aturan yang memang tidak memberikan batas yang jelas atau karena adanya perbedaan penilaian atas fakta hukum, yang pada akhirnya hak salah satu pihak tidak terpenuhi. b. Perselisihan Kepentingan ; Perselisihan Kepentingan adalah perselisihanyang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai perbuatan dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja atau perjanjian kerja bersama, atau terhadap hal-hal yang belum diatur dalam aturan perundang-undangan, perjanjian kerja bersama atau peraturan perusahaan, sehingga perselisihan ini disebut yang disebut tidak normatif. c. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja ; Perselisihan ini adalah terjadi karena adanya pemutusan hubungan kerja, yang pada umumnya perselisihan ini timbul akibat adanya perbedaan pendpat, tentang sah tidaknya pemutusan hubungan kerja dan atau besaran jumlah pesangon. d. Perselisihan antara serikat pekerja atau serikat buruh dalam suatu perusahaan yang sama ; Perselisihan ini terjadi disebabkan oleh karena adanya lebih dari satu serikat pekerja dalam suatu perusahaan, yang tentunya adanya perbedaan kepentingan dari serikat pekerja tersebut, terhadap perusahaan yang menyebabkan adanya perselisihan. 2.2 Penyelesaian Perselisihan Secara Bipartit Penyelesaian Perselisihan hubungan industrial secara bipartit dimaksudkan untuk mencari jalan keluar atas perselisihan dengan cara musyawarah dan mufakat secara internal antara pekerja dengan pengusaha, tanpa melibatkan pihak ketiga. Upaya melalui jalan bipartit ini, adalah merupakan upaya yang wajib ditempuh lebih dahulu melalui proses peradilan hubungan industrial. Kewajiban melalui proses bipartit tersebut, adalah terhadap semua jenis perselisihan hubungan industrial, dan tanpa melakukan upaya bipartit lebih dahulu, proses mediasi, proses konsiliasi, arbitrase maupun pengadilan, adalah tidak dapat diterima. Hal ini sesuai dengan apa yang digariskan dalam pasal 3 ayat 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004. Hasil perundingan secara bipartit tersebut, dituangkan dalam berita acara pertemuan yang memuat catatan atau keterangan hasil perundingan. Apabila bipartit mencapai kesepakatan, maka 2 Sehat Damanik, Hukum Acara Perburuhan, DSS Publishing, Jakarta, Cetakan II, 2006. dibuat perjanjian bersama yang mengikat kedua belah pihak. Selanjutnya perjanjian bersama tersebut didaftarkan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah para pihak mengadakan perjanjian bersama. Dengan pendaftaran perjanjian bersama termaksud, mengakibatkan apabila salah satu pihak tidak melaksanakan isi perjanjian bersama, salah satu pihak dapat mengajukan permohonan eksekusi. Dengan demikian hasil kesepakatan dari upaya bipartit yang dituangkan dalam perjanjian bersama dan didaftarkan kepada Pengadilan Hubungan Industrial, yang kemudian mendapat akta pendaftaran, adalah sama dengan Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, sehingga apabila salah satu pihak ingkar, dapat langsung diajukan permohonan eksekusi. Namun apabila hasil perundingan bipartit tersebut mengalami kegagalan, maka salah satu pihak atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan setempat, dengan dilampiri bukti-bukti tentang upaya bipartit itu telah dilakukan. Apabila berkas bukti telah dilakukannya upaya bipartit tidak dilampirkan, maka instansi yang berwenang akan mengembalikan berkas tersebut untuk dilengkapi, paling lambat 7 hari setelah diterimanya pengembalian berkas tersebut. Dengan penerimaan pencatatan yang lengkap, termasuk bukti telah dilakukannya upaya bipartit, maka instansi yang berwenang dibidang ketenagakerjaan wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase. Akan tetapi apabila para pihak tidak menentukan pilihan selama 7 hari kerja, maka instansi yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan, akan melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator. Dengan demikian upaya melalui proses mediasi (mediator) menjadi wajib dilakukan apabila terhadap penyelesaian perselisihan melalui proses perundingan bipartit gagal, dan para pihak tidak menentukan pilihan yang disampaikan instansi yang berwenang, untuk melakukan upaya konsiliasi atau arbitrase. 2.3 Penyelesaian Perselisihan Secara Mediasi Mediasi adalah merupakan upaya penyelesaian perselisihan hubungan industrial, baik perselisihan kepentingan, perselisihan hak, perselisihan PHK maupun perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan, melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih perantara atau mediator yang netral yang terdaftar di instansi ketenagakerjaan. Mediator wajib menyelesaikan tugasnya paling lama 30 hari kerja sejak menerima pendaftaran penyelesaian perselisihan. Bila para pihak tidak memilih arbitrase atau konsiliasi untuk menyelesaikan masalah mereka, maka sebelum mengajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial terlebih dahulu harus melalui mediasi. Dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, disebutkan bahwa mediator adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan. Proses penyelesaian perselisihan secara mediasi dilakukan oleh mediator, setelah mediator menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan dari instansi yang bertanggunjawab dalam bidang ketenagakerjaan, kemudian melakukan penelitian dan melakukan sidang mediasi, dengan memanggil saksi atau saksi ahli. Apabila tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan melalui mediasi, maka dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani kedua belah pihak dan disaksikan oleh mediator serta didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial. Namun apabila tidak ada kesepakatan, maka mediator wajib mengeluarkan anjuran tertulis, yang dalam jangka waktu 10 hari para pihak harus menyampaikan persetujuan atau penolakannya. Bagi pihak yang tidak memberikan pendapat berarti ia menolak anjuran tertulis dari mediator. Apabila anjuran tertulis tersebut telah disepakati, dalam waktu 3 hari kerja, maka mediator harus membantu para pihak membuat perjanjian bersama untuk didaftarkan kepada Pengadilan. Namun apabila anjuran tertulis itu ditolak, maka para pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan dalam wilayah hukumnya Perjanjian Bersama itu dibuat untuk mendapatkan akta pendaftaran, (pasal 13 ayat 1 dan 2 UUPPHI). 2.4 Penyelesaian Perselisihan Secara Konsiliasi Konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan hak, atau perselisihan antar serikat pekerja hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral yang dipilih atas kesepakatan para pihak. Dan konsiliator tersebut harus terdaftar di instansi tenaga kerja kabupaten/kota.3)3 Konsiliator harus menyelesaikan perselisihan tersebut paling lama 30 hari kerja sejak menerima permintaan penyelesaian perselisihan tersebut. Dalam menyelesaikan sengketa tersebut pada kesempatan pertama konsiliator wajib mendamaikan para pihak. Jika terjadi kesepakatan untuk berdamai, maka dibuatkan Perjanjian Bersama yang kemudian didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial di wilayah hukum dibuatnya perjanjian tersebut. Bila kesepakatan tersebut tidak dijalankan oleh salah satu pihak, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi di Pengadilan Hubungan Industrial di tempat pendaftaran Perjanjian Bersama. Kemungkinan lain, bila konsiliator gagal mendamaikan para pihak, konsiliator mengeluarkan anjuran penyelesaian secara tertulis paling lambat 10 hari kerja sejak sidang konsiliasi pertama. Persetujuan atau penolakan para para pihak terhadap anjuran tersebut harus disampaikan paling lama 10 hari kerja sejak menerima anjuran tertulis dari konsiliator. Anjuran tertulis yang disetujui para pihak diikuti dengan dibuatnya Perjanjian Bersama untuk kemudian didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial di wilayah hukum pihak-pihak yang mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. Namun bila anjuran tertulis tersebut ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, salah satu pihak atau para pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial setempat dengan mengajukan gugatan. Seperti telah disampaikan pada bagian terdahulu, semua jenis perselisihan hubungan industrial wajib dilakukan penyelesaian lebih dahulu melalui proses bipartit, maupun mediasi apabila proses bipartit gagal dan para pihak tidak memilih upaya konsiliasi atau arbitrase. Akan tetapi upaya penyelesaian perselisihan tentang perselisihan hak tidak dapat dilakukan melalui proses ini. Dengan demikian bila terjadi ketidak sepakatan dalam penyelesaian perselisihan hak yang dilakukan melalui proses bipartit, maka para pihak hanya dapat melakukan upaya hukum, yakni mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial. 3 Libertus Jehani, Panduan Hukum Pekerja, Hak-Hak Pekerja Bila di PHK, Visimedia, Cetakan Pertama,2006. Dengan demikian dapat kita simpulkan, bahwa upaya konsiliasi ini hanya dapat dilakukan terhadap jenis perselisihan, yakni perselisihan kepentingan, perselisihan PHK dan perselisihan antar serikat pekerja. Artinya apabila terjadi perselisihan hak, dan ketika proses bipartit tidak mencapai kata sepakat, maka secara langsung instansi yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan, tidak ada hak untuk memberikan pilihan kepada para pihak untuk penyelesaian melalui konsiliasi, akan tetapi langsung melalui cara penyelesaian mediasi. Penyelesaian perselisihan melalui lembaga konsiliasi, dilakukan setelah para pihak mengajukan permintaan penyelesaian secara tertulis kepada konsiliator yang ditunjuk dan disepakati oleh kedua belah pihak. Proses acara penyelesaian perselisihan melalui konsiliator dilakukan dengan musyawarah, dengan melakukan proses-proses yang tidak beda dengan upaya melalui sidang mediasi. C. Kesimpulan Berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas, penulis mencoba memaparkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja atau buruh atau serikat pekerja atau serikat buruh, karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan pemutusan hubungan kerja, serta perselisihan antar serikat pekerja atau serikat buruh dalam satu perusahaan. 2. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial secara bipartit dimaksudkan untuk mencari jalan keluar atas perselisihan dengan cara musyawarah dan mufakat secara internal antara pekerja atau serikat pekerja dengan pengusaha, tanpa melibatkan pihak ketiga. Upaya melalui jalan bipartit ini, adalah merupakan upaya yang wajib ditempuh lebih dahulu sebelum melakukan upaya pilihan konsiliasi maupun arbitrase ataupun melalui proses perdailan hubungan industrial. Kewajiban melalui proses bipartit tersebut, adalah terhadap semua jenis perselisihan hubungan industial, dan tanpa melakukan upaya bipartit lebih dahulu, proses mediasi, proses konsiliasi, arbitrase maupun pengadilan, adalah tidak dapat diterima. Hal ini sesuai dengan apa yang digariskan dalam pasal 3 ayat 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004. 3. Mediasi merupakan upaya penyelesaian perselisihan hubungan industrial, baik perselisihan kepentingan, perselisihan hak, perselisihan PHK maupun perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan, melalui seorang perantara atau mediator. Hal ini tidak berbeda jauh dengan proses konsiliasi, yang berbeda dimana lembaga konsiliasi baru bekerja setelah para pihak mengajukan permintaan penyelesaian secara tertulis kepada konsiliator yang ditunjuk dan disepakati oleh kedua belah pihak, serta perselisihan yang menyangkut hak, tidak dapat diajukan melalui lembaga konsiliasi ini. Daftar Pustaka 1. 2. 3. 4. 5. Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Cet X, Jakarta, 1992. Sehat Damanik, Hukum Acara Perburuhan, DSS Publishing, Jakarta, Cet.II. 2006. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, Tentang Ketenagakerjaan. Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Libertus Jehani, Panduan Hukum Pekerja, Hak-Hak Pekerja Bila di PHK, Visimedia, Cetakan Pertama, 2006. 6. Hartono Widodo, SH., Judiantoro, SH. Segi Hukum Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, Rajawali Pers, Jakarta, 1992.