variabilitas ruang sifat hidrolika tanah di lereng

advertisement
VARIABILITAS RUANG SIFAT HIDROLIKA TANAH
DI LERENG BERHUTAN SUB DAS CIPEUREU
HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI
FINNY NOVIANTINY
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
VARIABILITAS RUANG SIFAT HIDROLIKA TANAH
DI LERENG BERHUTAN SUB DAS CIPEUREU
HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI
FINNY NOVIANTINY
E14070014
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN
FINNY NOVIANTINY. Variabilitas Ruang Sifat Hidrolika Tanah di Lereng
Berhutan Sub DAS Cipeureu Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi.
Dibimbing oleh HENDRAYANTO.
Secara teoritis, sifat fisik tanah di lereng berhutan bervariasi secara vertikal
maupun horizontal, mulai dari puncak sampai kaki lereng, selama terjadinya proses erosi.
Variasi sifat tanah menyebabkan perbedaan sifat hidrolika tanah. Menurut Klute (1986)
Sifat hidrolika tanah yang menentukan pergerakan air di dalam tanah baik jenuh maupun
tidak jenuh adalah konduktivitas hidrolika tanah dan fungsi retensi air tanah. Sifat
hidrolika tanah ini bervariasi menurut ruang (Hendrayanto 1999, Kosugi 1996, Mallants
et al. 1993) dan variasi sifat hidrolika tanah menurut ruang akan mempengaruhi perilaku
aliran air di dalam tanah. Variasi ruang sifat hidrolika tanah dapat dianalisis
menggunakan pendekatan semivariogram.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabilitas ruang sifat hidrolika tanah
dan dampaknya terhadap penyimpanan dan pengaliran air secara vertikal satu dimensi di
dalam tanah, di lereng berhutan. Informasi tersebut dapat dijadikan data dasar sebagai
masukan bagi simulasi pengelolaan lahan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW).
Contoh tanah diambil di enam plot, di lereng berhutan, dari puncak sampai kaki
lereng. Di setiap plot, diambil sembilan contoh tanah dari kedalaman yang berbeda.
Kurva retensi air tanah (SWRC) diukur dari contoh tanah tersebut. Pengukuran SWRC
dilakukan oleh Universitas Kyoto, Jepang (Kosugi et al. 2009). Sifat hidrolika tanah
dianalisis menggunakan parameter model Lognormal (LN) dari fungsi retensi air tanah
dan koduktivitas hidrolika tanah Kosugi (1996), dan variabilitas ruang sifat hidrolika
tanah dianalisis menggunakan analisis ragam dan semivariogram. Pengaruh sifat
hidrolika tanah terhadap aliran air dalam tanah diselesaikan dengan menggunakan aliran
air satu dimensi secara vertikal berdasarkan Persamaan Richard (1931) dan penyelesaian
numeriknya menggunakan software HYDRUS 1D 4.14 (Simunek et al. 2008).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum sifat hidrolika tanah di lereng
berhutan Sub DAS Cipeureu HPGW bervariasi menurut ruang (arah vertikal dan
horizontal). Analisis ragam dan semivariogram menunjukkan bahwa dua parameter sifat
hidrolika tanah model LN, yaitu porositas efektif tanah (ߠ‫ ݏ‬െ ߠ‫ )ݎ‬dan simpangan baku
dari distribusi radius pori (ߪ) bervariasi menurut ruang, namun konduktivitas hidrolika
tanah jenuh (Ks) dan median distribusi radius pori (߮݉) tidak. Variabilitas sifat hidrolika
tanah bersifat acak atau tidak beraturan dari puncak sampai kaki lereng ataupun
sebaliknya.
Variabilitas sifat hidrolika tanah berpengaruh terhadap variasi aliran air di lereng
berhutan. Pada umumnya, fluks pada arah vertikal di puncak lereng sampai kaki lereng
memiliki kecenderungan yang sama, yaitu lapisan atas tanah memberikan respon
pengaliran air yang lebih cepat dibandingkan lapisan tengah dan lapisan bawah. Namun
kecepatan respon masing-masing posisi lereng terhadap aliran air berbeda. Urutan respon
pengaliran air di setiap posisi lereng adalah: bagian bawah lereng (Plot 4) > puncak
lereng (plot 1) > bagian bawah lereng (plot 5) > bagian atas lereng (plot 2) > pertengahan
lereng (plot 3) > kaki lereng (plot 6).
Kata kunci: Variabilitas ruang, sifat hidrolika tanah, aliran air
SUMMARY
FINNY NOVIANTINY. Spatial Variability of Soil Hydraulic Properties on A
Forested Hill Slope Sub Watershed Cipeureu Gunung Walat Educational Forest,
Sukabumi. Supervised by HENDRAYANTO.
Theoretically, physical soil properties of forested hill slope varies vertically as well
as horizontally, from crest to footslope, due to soil erosion process. Variation in soil
proporties cause the soil hydraulic properties are different. Klute (1986) mentioned that
soil hydraulic properties that determine water movement in the soil, both saturated and
unsaturated are soil hydraulic conductivity and soil water retention function. This soil
hydraulic properties is vary spatially (Hendrayanto 1999, Kosugi 1996, Mallants et al.,
1993) and spatial variation of soil hydraulic properties affect the water flow behavior in
the soil. Spatial variation of soil hydraulic properties could be analyzed by using
semivariogram approach.
The purpose of this research are to know the spatial variability of soil hydraulic
properties and their impact on water storage and one dimensional vertically water flow in
the soil of a forested hillslope. Such information can be used as basic data as input for the
simulation of land management in Gunung Walat Educational Forest (GWEF).
Soil samples were taken from six points, in a forested slope, from crest to
footslope. At each point, nine soil samples from difference depths were taken. Soil water
retention curves (SWRC) were measured from those samples. SWRC measurements were
conducted in Kyoto University, Japan (Kosugi et al., 2009). Soil hydraulic properties
were analized by using Lognormal (LN) model parameters of soil water retention and soil
hydraulic conductivity functions Kosugi (1996), and spatial variability of soil hydrualic
properties were analyzed using variance and semivariogram analyses. The effect of soil
hydraulic properties on soil water flow were solved by using one dimensional vertically
water flow based on Richard equation (1931) and numerical solution was done by using
Hydrus 1D 4.14 software (Simunek et al., 2008).
The results show that in general, the hydraulic properties of soil on a forested
hillslope in Sub Watershed Cipeureu GWEF vary spatially (vertical and horizontal
direction). Analyses of variances and semivariogram showed that two parameters of soil
hydraulic properties of LN model, those are soil effective porosity (ߠ‫ ݏ‬െ ߠ‫ )ݎ‬and standard
deviation of pore radius distribution (ߪ) are vary spatially, but not for the saturated soil
hydraulic conductivity (Ks) and the median of pore radius distribution (߮݉). The
variation of soil hydraulic properties are random or not sequences from the crest to the
footslope or vice versa.
The variability of soil hydraulic properties give an affect on the variation of water
flow in forested hill slope. Generally, flux in the vertical direction at the crest to footslope
have the same trends, the top layer of soil water flux responded more quickly than the
middle and bottom layers. However, the response rate of each slope position of the water
flow are different. The sequence of the response of water flux at each position of the
slope is: the lower slope (plot 4) > crest (plot 1) > lower slope (plot 5) > upper slope (plot
2) > mid-slope (plot 3) > footslope (plot 6).
Keyword: Spatial variability, soil hydraulic properties, water movement
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Variabilitas Ruang
Sifat Hidrolika Tanah di Lereng Berhutan Sub DAS Cipeureu Hutan Pendidikan
Gunung Walat, Sukabumi adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan
bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah
pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2012
Finny Noviantiny
NRP E14070014
Judul skripsi
: Variabilitas Ruang Sifat Hidrolika Tanah di Lereng Berhutan
Sub DAS Cipeureu Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi
Nama
: Finny Noviantiny
NRP
: E14070014
Menyetujui:
Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr
NIP 19611126 1986011 001
Mengetahui:
Ketua Departemen Manajemen Hutan,
Dr. Ir. Didik Suhardjito, MS
NIP. 19630401 199403 1 001
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji dan syukur ke-hadirat Allah SWT atas segala
curahan rahmat dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Variabilitas Ruang Sifat Hidrolika Tanah di Lereng
Berhutan Sub DAS Cipeureu Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi”.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabilitas ruang sifat-sifat
hidrolika tanah di lereng berhutan serta mengetahui dampaknya terhadap
penyimpanan dan pengaliran air secara vertikal satu dimensi di dalam tanah. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak Hutan Pendidikan
Gunung Walat sebagai masukan bagi simulasi pengelolaan lahan di Hutan
Pendidikan Gunung Walat.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun. Semoga skripsi ini dapat bermafaat bagi pembaca.
Bogor, Februari 2012
Penulis
RIW
WAYAT HIDUP
Penullis dilahirk
kan di Karrawang, Jaawa Barat pada
tanggal 21 Novemberr 1989 sebagai anak ketiga dari lima
bersaudaraa pasangan Bapak Zaainal Arifin dan Ibu
u Siti
Jubaedah. Pendidikan
n penulis dimulai
d
daari TK Jam
miatul
1
MI Al-Wathiyya
A
ah tahun 19
995 –
Falah tahuun 1994 – 1995,
2001, MTS Al-Ahliy
yah tahun 2001 – 20004,
dan SMA
Negeri 1 Cikampek
C
tahun 2004 – 2007. Pad
da tahun 20007 penulis diterima seebagai
mahasiswaa Departem
men Manajem
men Hutan, Fakultas Kehutanan,
K
IInstitut Perttanian
Bogor melalui jalur Undangan
U
Seleksi Masu
uk IPB (US
SMI).
Selaama
masa
pendidikan,
penulis
menjaddi
penguruus
Departtemen
Keprofesiaan Forest Managemen
M
nt Student Club
C
(FMSC
C) periode 22008 – 2009
9 dan
2009 – 2010,
2
penguurus organisasi mahaasiswa daerrah Karawaang (Panataayuda
Karawangg), serta aktiif dalam beerbagai kepaanitiaan FM
MSC dan keegiatan akad
demik
kampus. Selain itu penulis dippercaya seb
bagai asisten praktikuum mata kuliah
k
Inventarisasi Sumberr Daya Huttan tahun 2010,
2
Ilmu Ukur Tanaah dan Pem
metaan
Wilayah tahun
t
2011, dan Hidroologi Hutan
n tahun 2011. Penuliss juga meng
gikuti
Praktek Pengenalan
P
Ekosistem Hutan (PP
PEH) di PapandayanP
-Sancang Timur
T
tahun 20009, Praktekk Pengelolaaan Hutan (PPH) di Hutan
H
Penddidikan Gu
unung
Walat, Suukabumi tahhun 2010, dan
d Praktek
k Kerja Lappang (PKL)) di PT. Au
ustral
Byna, Kallimantan Teengah tahunn 2011.
Untuuk memperroleh gelar Sarjana Kehutanan IP
PB, penuliss menyelessaikan
skripsi denngan judul Variabilitas
V
s Ruang Siffat Hidrolikaa Tanah di L
Lereng Berh
hutan
Sub DAS Cipeureu Hutan
H
Penddidikan Gun
nung Walat, Sukabumii dibimbing
g oleh
M
Dr. Ir. Henndrayanto, M.Agr.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
mendukung dan membantu dalam pembuatan proposal, pelaksanaan penelitian,
dan penulisan skripsi. Rasa terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan ilmu, arahan, masukan, nasehat, pengertian, dan motivasi
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
2. Keluarga tercinta, Ayahanda Zainal Arifin, Ibunda Siti Jubaedah, Kakakku
Shinta Arifianty, Wishnu Dwi Arifianto, dan Tris Prasetyo Budi serta Adik
dan keponakanku Adithya Rifany, Geta Zakia Arianty, dan Rheandra Ajeng
Pramesti yang selalu memberikan doa, dukungan, nasehat, dan motivasi
hingga saat ini.
3. Keluarga besar Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi yang telah
mendukung dan membantu dalam pelaksanaan penelitian.
4. Bapak Uus, Popi P , Hangga P, Maria H, Choerudin, dan Ana S yang telah
banyak membantu penulis selama mengolah data.
5. Sahabat-sahabatku, Nurul A, Novi M, Yanti F, Ria M, Sri M, Dwi Ratna P,
Tri R, Novia I, Bayu S, Davauziar, dan Putu Aria yang telah memberikan
kebersamaan, doa, dan semangat yang tiada henti.
6. Teman-teman kosan Wisma Tanjung Atas, atas kebersamaannya selama ini.
7. Teman-teman kelompok PKL atas kebersamaan dan pengalaman selama di
Kalimantan.
8. Teman-teman seperjuangan di bagian Hidrologi Hutan, Soni SB, Hilhamsyah
PH, Nina IK, Rangga W, Yayat SH, Yuliatno BS, Rian S, Rahma AI, Dinda T,
dan Andri R atas bantuan, dukungan dan semangatnya.
9. Teman-teman seperjuangan Manajemen Hutan angkatan 44 atas kebersamaan
selama penulis menjalankan studi di Fahutan.
iv
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
viii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang .....................................................................
1
1.2 Tujuan ..................................................................................
3
1.3 Manfaat Penelitian ...............................................................
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aliran Air dalam Tanah .......................................................
4
2.2 Sifat hidrolika Tanah ...........................................................
4
2.2.1 Fungsi Retensi Air Tanah ..........................................
5
2.2.2 Fungsi Konduktivitas Hidrolika Tanah .....................
6
2.2.3 Model-Model Sifat Hidrolika Tanah .........................
7
2.3 Variabilitas Sifat Tanah .......................................................
9
2.4 Semivariogram ....................................................................
11
2.5 Proses yang Terjadi pada Suatu Lereng ..............................
13
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...............................................
15
3.2 Alat dan Bahan ....................................................................
16
3.3 Pengumpulan Data...............................................................
16
3.3.1 Jenis Data ..................................................................
16
3.3.2 Metode Pengumpulan Data ........................................
16
3.3.2.1 Data Curah Hujan ...........................................
16
3.3.2.2 Data Kadar Air, Retensi Air Tanah, dan
Konduktivitas Hidrolika Tanah Jenuh ...........
16
3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................
20
3.4.1 Sifat Hidrolika Tanah Tidak Jenuh ............................
20
3.4.2 Analisis Variabilitas Sifat Hidrolika Tanah ...............
21
v
3.4.2.1 Analisis Ragam (Anova) ................................
21
3.4.2.2 Analisis Semivariogram .................................
21
3.4.3 Aliran Air dalam Tanah Satu Dimensi .......................
22
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
2.1 Letak dan Luas Areal...........................................................
23
4.2 Topografi dan Iklim .............................................................
23
4.3 Tanah dan Hidrologi ............................................................
23
4.4 Vegetasi dan Fauna..............................................................
24
4.5 Penduduk Sekitar .................................................................
25
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Sifat Hidrolika Tanah ..........................................................
26
5.1.1 Kurva Retensi Air Tanah ...........................................
26
5.1.2 Kurva Fungsi K( ).....................................................
34
5.2 Variabilitas Sifat Hidrolika Tanah di Lereng Berhutan ......
38
5.2.1 Porositas Efektif Tanah ( s – r) ..............................
38
5.2.2 Simpangan Baku dari Distribusi Radius Pori ( ) ......
41
5.2.3 Median Distribusi Radius Pori (log (-
)) ..............
43
5.2.4 Konduktivitas Hidrolika Tanah Jenuh (Ks) ...............
45
5.3 Hubungan φm dan σ terhadap Struktur Tanah ...................
46
5.4 Aliran Air dalam Tanah Satu Dimensi ................................
48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ..........................................................................
54
5.2 Saran ....................................................................................
55
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
56
LAMPIRAN ................................................................................................
59
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1.
Informasi kemiringan lereng di puncak sampai kaki lereng ...................
17
2.
Parameter sifat hidrolika tanah berdasarkan model LN di puncak sampai
kaki lereng ..............................................................................................
29
Kadar air gravitasi, kadar air tersedia, dan kadar air pada titik layu
permanen di masing-masing posisi lereng .............................................
31
Kadar air gravitasi, kadar air tersedia, dan kadar air pada titik layu
permanen di masing-masing kedalaman ................................................
32
3.
4.
3
3
5.
Nilai porositas efektif tanah (cm /cm )...................................................
39
6.
Nilai simpangan baku dari distribusi radius pori ....................................
41
7.
Nilai median distribusi radius pori (cmH2O) ..........................................
43
8.
Nilai konduktivitas hidrolika tanah jenuh (cm/detik) .............................
45
9.
Klasifikasi struktur tanah di lokasi penelitian berdasarkan nilai ߮݉
dan ߪ .......................................................................................................
47
Curah hujan di Hutan Pendidikan Gunung Walat tanggal 16 sampai 23
November 2010 yang digunakan dalam simulasi aliran air ...................
48
Fluks total di puncak lereng sampai kaki lereng ....................................
53
10.
11.
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1.
Komponen semivariogram .....................................................................
12
2.
Peta lokasi penelitian ..............................................................................
15
3.
Lokasi plot contoh tanah di lereng berhutan...........................................
17
4.
Skema pengambilan contoh tanah (sisi penampang melintang tanah) ..
18
5.
Kurva retensi air tanah hasil pengukuran (observasi) dan model LN
(estimasi) di (a) plot 1, puncak lereng, (b) plot 2, bagian atas lereng,
(c) plot 3, pertengahan lereng, (d) plot 4, bagian bawah lereng,
(e) plot 5, bagian bawah lereng, (f) plot 6, kaki lereng ..........................
26
Kurva retensi air tanah model LN rata-rata di (a) puncak – kaki lereng,
dan (b) kedalaman 2,5 cm – kedalaman 100 cm ....................................
29
Kurva fungsi K(φ) model LN di (a) puncak lereng, (b) bagian atas
lereng, (c) pertengahan lereng, (d) bagian bawah lereng (plot 4),
(e) bagian bawah lereng (plot 5), (f) kaki lereng ....................................
35
Kurva fungsi K( ) model LN rata-rata di (a) puncak – kaki lereng, dan
(b) kedalaman 2,5 cm – kedalaman 100 cm ..........................................
37
9.
Distribusi spasial dari porositas efektif tanah ( s – r) .........................
39
10.
Semivariogram porositas efektif,
, pada (a) kedalaman tanah
(arah vertikal), (b) posisi lereng (arah horizontal) .................................
40
11.
Distribusi spasial simpangan baku dari distribusi radius pori ( ) ..........
42
12.
Semivariogram simpangan baku dari distribusi radius pori, σ, pada
(a) kedalaman tanah (arah vertikal), (b) posisi lereng
(arah horizontal) ....................................................................................
42
13.
Distribusi spasial dari median distribusi radius pori. .............................
44
14.
Semivariogram median distribusi radius pori, log
, pada posisi
lereng (arah horizontal) ..........................................................................
44
15.
Distribusi spasial dari konduktivitas hidrolika tanah jenuh....................
46
16.
Hubungan antara
model estimasi distribusi lognormal. ........
46
17.
Aliran air (fluks) saat proses pembasahan di (a) puncak lereng,
(b) bagian atas lereng, (c) pertengahan lereng, (d) bagian bawah lereng
(plot 4), (e) bagian bawah lereng (plot 5), (f) kaki lereng ......................
49
6.
7.
8.
dan
DAFTAR LAMPIRAN
No.
1.
Halaman
Retensi air tanah dan konduktivitas hidrolika tanah jenuh (Ks) hasil
pengukuran di lereng berhutan HPGW ..................................................
59
2.
Koordinat plot 1 sampai plot 6 ...............................................................
62
3.
Nilai parameter model LN di masing-masing plot .................................
62
4.
Nilai RSS untuk fitting parameter model LN .........................................
65
5.
Persamaan model semivariogram untuk setiap parameter sifat
hidrolika tanah ........................................................................................
66
Hasil analisis semivarian sifat-sifat hidrolika tanah ...............................
66
6.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lahan bervegetasi berperan dalam mengurangi air hujan yang sampai di
permukaan tanah mineral. Air hujan yang jatuh di atasnya sebagian akan ditahan
oleh bagian-bagian vegetasi, yaitu daun atau batang tanaman, yang kemudian
diuapkan dan sebagian lain akan sampai di permukaan tanah mineral. Air yang
sampai di permukaan tanah akan bergerak sebagai limpasan (run-off) atau
diinfiltrasikan ke dalam tanah. Air yang diinfiltrasikan kemudian akan mengalir
ke bagian dalam tanah melalui proses perkolasi. Menurut Arsyad (2010), jumlah
air hujan yang ditahan oleh bagian-bagian vegetasi dipengaruhi oleh jenis vegetasi
dan curah hujan. Air yang menjadi limpasan permukaan dipengaruhi oleh curah
hujan, tipe dan topografi tanah, luas daerah aliran, tanaman/tumbuhan penutup
tanah, dan sistem pengelolaan tanah. Sedangkan jumlah air hujan yang
diinfiltrasikan terutama dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah, yaitu struktur, tekstur,
serta kandungan air tanah.
Fenomena aliran air di lereng berhutan sangat penting bagi pengelolaan
sumber daya air dan dalam memprediksi kerusakan lereng akibat hujan yang deras
(Hendrayanto 1999). Tanah hutan memiliki distribusi radius pori yang khas,
sehingga analisis sifat hidrolika tanah hutan diperlukan untuk menentukan
perilaku sistem aliran air (Kosugi 1997). Sifat hidrolika tanah yang menentukan
pergerakan air di dalam tanah, baik jenuh maupun tidak jenuh adalah
konduktivitas hidrolika tanah dan fungsi retensi air tanah (Klute 1986). Fungsi
retensi air tanah menjelaskan kemampuan tanah dalam menyimpan air, sedangkan
konduktivitas hidrolika tanah menjelaskan kemampuan tanah dalam melewatkan
air (Klute dan Dirksen 1986). Fungsi retensi air tanah terutama dipengaruhi oleh
tekstur atau distribusi ukuran partikel tanah, dan struktur atau susunan partikel
tanah (Salter & Williams 1965, Richards & Weaver 1994, Reeve et al. 1973,
Sharma & Uehara 1968, Croney & Coleman 1954 diacu dalam Klute 1986).
Kandungan bahan organik tanah dan komposisi zat terlarut juga berperan dalam
menentukan retensi air tanah (Klute 1986). Konduktivitas hidrolika tanah
2
dipengaruhi oleh geometri pori tanah dan sifat fluida di dalam tanah. Tekstur dan
struktur tanah menjadi faktor penentu utama dalam geometri pori tanah,
sedangkan sifat fluida yang berpengaruh langsung terhadap konduktivitas
hidrolika tanah adalah viskositas dan densitas (Klute & Dirksen 1968).
Sifat hidrolika tanah bervariasi menurut ruang (Hendrayanto 1999, Kosugi
1996, Mallants et al. 1993). Metode statistika deskriptif dapat digunakan untuk
menilai variabilitas berbagai sifat tanah. Tetapi metode tersebut belum
memberikan deskripsi yang lengkap mengenai variabilitas sifat tanah yang
dimaksud, karena nilai yang diperoleh belum memperhitungkan pengaruh jarak
antar pengamatan atau adanya ketergantungan menurut ruang. Adanya kemajuan
geostatistik memungkinkan untuk mengukur besarnya ketergantungan berbagai
sifat tanah menurut ruang. Salah satu pendekatan geostatistik yang dapat
digunakan adalah analisis semivariogram. Menurut Webster dan Oliver (1990),
teori semivariogram didasarkan pada konsep peubah teregionalisasi, yaitu peubah
yang memperhitungkan variasi sifat tanah yang menyebar secara acak maupun
menyebar dengan pola tertentu di dalam suatu ruang, sedangkan metode statistika
deskriptif mengasumsikan bahwa variasi sifat tanah menyebar secara acak di
dalam satu-satuan pengambilan contoh tanah. Untuk menilai variabilitas spasial
sifat
hidrolika
tanah
di
lereng
berhutan
dapat
menggunakan
analisis
semivariogram.
Secara teoritis lahan miring akan mengalami erosi yang berbeda di setiap
bagiannya, mulai dari bagian puncak (crest) sampai dengan bagian kaki lereng
(footslope), sehingga diduga akan terjadi variabilitas sifat fisik tanah yang
mempengaruhi sifat hidrolika tanah di lereng berhutan. Selanjunya variabilitas
spasial sifat hidrolika tanah akan mempengaruhi perilaku aliran air dalam tanah.
Oleh karena itu perlu diketahui variabilitas ruang sifat hidrolika tanah di lereng
berhutan dan dampaknya terhadap pengaliran air.
3
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui variabilitas ruang sifat-sifat hidrolika tanah di lereng berhutan.
2. Mengetahui dampak variabilitas vertikal sifat-sifat hidrolika tanah terhadap
penyimpanan dan pengaliran air secara vertikal satu dimensi di dalam tanah,
di lereng berhutan.
1.3 Manfaat
Penelitian ini memberikan informasi sifat hidrolika tanah, variabilitas ruang
sifat hidrolika tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan pengaruhnya
terhadap aliran air dalam tanah. Informasi ini dapat dijadikan data dasar (data
base) sebagai masukan bagi simulasi pengelolaan lahan di Hutan Pendidikan
Gunung Walat.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Aliran Air dalam Tanah
Pergerakan yang terjadi dalam tanah bisa melalui beberapa bentuk yang
berbeda, yaitu cair, gas, dan padatan. Pergerakan air dalam bentuk cair terdiri atas
aliran jenuh dan aliran tidak jenuh. Pada aliran jenuh sebagian besar pori terisi
oleh air dan air dalam kondisi ini bebas dari tegangan. Sedangkan pada aliran
tidak jenuh sebagian pori terisi oleh udara dan air dalam kondisi ini berada di
bawah tegangan (Kohnke 1968). Pergerakan air ke dalam dan di dalam tanah
secara langsung atau tidak langsung mempunyai kaitan erat dengan ukuran dan
distribusi pori tanah dan daya tarik padatan tanah terhadap air (Soepardi 1974).
Pada dasarnya aliran air tanah dapat dijelaskan dengan hukum Darcy yang
dikembangkan pada tahun 1856. Persamaan Darcy untuk menjelaskan aliran air
tanah secara sederhana dinyatakan sebagai berikut:
gradien
.............................................................................................. (1)
merupakan flux density, K adalah konduktivitas hidrolika, dan H menunjukkan
gradien potensial air tanah (Amoozegar & Warrick 1986).
Aliran air tidak jenuh dapat dijelaskan melalui persamaan Richard yang
dikembangkan pada tahun 1931. Pengembangan persamaan ini didasarkan pada
persamaan fluks Buckingham - Darcy. Persamaan aliran air satu dimensi dalam
kondisi tanah tidak jenuh, isotermal, dan nonhisteresis adalah sebagai berikut:
1 ................................................................................ (2)
merupakan kadar air tanah volumetrik,
adalah potensial matrik,
merupakan fungsi konduktivitas hidrolika tanah, t merupakan waktu, dan z adalah
kedalaman tanah (Jury & Horton 2004).
2.2
Sifat Hidrolika Tanah
Sifat hidrolika tanah dapat menentukan perilaku sistem aliran air. Pada
dasarnya sifat hidrolika tanah dalam keadaan tidak jenuh digambarkan oleh fungsi
konduktivitas hidrolika tanah dan fungsi retensi air tanah (Klute 1986).
5
2.2.1 Fungsi Retensi Air Tanah
Parameter atau ukuran yang dapat menggambarkan kemampuan tanah
dalam menyimpan air disebut kurva retensi air tanah (Klute & Dirksen, 1986).
Hubungan antara kadar air tanah dan potensial matrik tanah merupakan bagian
dasar dari karakterikstik sifat hidrolika tanah (Klute 1986). Menurut Soepradi
(1974), terdapat dua gaya utama yang merupakan penyebab utama terjadinya
retensi air di dalam tanah. Pertama adalah gaya tarik menarik antara padatan
dengan larutan (adhesi) dan kedua adalah gaya tarik menarik antara larutan
dengan larutan (kohesi).
Fungsi retensi air tanah terutama dipengaruhi oleh tekstur atau distribusi
ukuran partikel tanah, dan struktur atau susunan partikel tanah (Salter & Williams
1965, Richards & Weaver 1994, Reeve et al. 1973, Sharma & Uehara 1968,
Croney & Coleman 1954 diacu dalam Klute 1986). Kandungan bahan organik
tanah dan komposisi zat terlarut juga berperan dalam menentukan retensi air tanah
(Klute 1986). Tanah yang bertekstur halus dapat menahan air lebih banyak dalam
seluruh selang energi dibandingkan dengan tanah bertekstur kasar. Hal ini
dikarenakan tanah bertekstur halus mempunyai bahan koloidal, ruang pori dan
permukaan adsorptif yang lebih banyak (Soepardi 1974). Bahan organik
umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak besar (3 – 5 %),
namun pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali, salah satunya adalah
dapat
menambah
kemampuan
tanah
untuk
menahan
unsur-unsur
hara
(Hardjowigeno 2010).
Penetapan retensi air tanah dapat dilakukan di laboratorium dan langsung di
lapangan. Salah satu cara penetapan retensi air tanah di lapangan yaitu dengan
mengukur kandungan air tanah pada potensial matrik yang rendah (< 1 atm)
menggunakan tensiometer (Kurnia et al. 2006). Cara penetapan retensi air tanah di
laboratorium yaitu dengan mengukur kandungan air tanah pada matrik potensial
tinggi menggunakan pressure plate apparatus. Tekanan atau potensial matrik
yang diberikan biasanya terdiri atas 0,01 atm (pF 1,0); 0,1 atm (pF 2,0); 0,33 atm
(pF 2,54); dan 15 atm (pF 4,2) (Sudirman et al. 2006).
6
2.2.2 Fungsi Konduktivitas Hidrolika Tanah
Parameter atau ukuran yang dapat menggambarkan kemampuan tanah
dalam melewatkan air disebut konduktivitas hidrolika (Klute & Dirksen 1968).
Konduktivitas hidrolika tanah berpengaruh besar terhadap pergerakan air baik
dalam kondisi jenuh maupun tidak jenuh.
Konduktivitas hidrolika tanah dipengaruhi oleh geometri pori tanah dan sifat
fluida di dalam tanah. Tekstur dan struktur tanah menjadi faktor penentu utama
dalam geometri pori tanah, sedangkan sifat fluida yang berpengaruh langsung
terhadap konduktivitas hidrolika tanah adalah viskositas dan densitas (Klute &
Dirksen 1968).
Tingkat kemampuan tanah untuk melewatkan air sangat dipengaruhi oleh
kadar air tanah. Oleh karena itu, konduktivitas hidrolik tanah dibedakan menjadi
dua, yaitu konduktivitas hidrolika dalam keadaan tidak jenuh dan dalam keadaan
jenuh. Penetapan konduktivitas hidrolika tanah dalam keadaan jenuh dapat
dilakukan dengan metode lapang dan laboratorium (Dariah et al. 2006).
Pengukuran
konduktivitas
hidrolika
tanah
dalam
keadaan
jenuh
menggunakan metode laboratorium didasarkan pada aplikasi langsung persamaan
Darcy untuk kolom tanah jenuh dari suatu penampang melintang yang bersifat
seragam. Metode laboratorium yang biasa digunakan diantaranya metode tinggi
air konstan/constan head method dan metode falling head (klute & Dirksen,
1986). Metode lapang terbagi dalam dua kondisi, yaitu kondisi tanah dengan
permukaan air tanah dangkal dan kondisi tanah dengan permukaan air tanah
dalam. Metode yang umum digunakan untuk tanah dengan permukaan air tanah
dangkal adalah metode auger hole dan metode piezometer, sedangkan metode
yang umum digunakan untuk tanah dengan permukaan air tanah dalam adalah
metode auger hole tanah kering (dry auger hole method) (Agus & Suganda 2006).
Konduktivitas hidrolika dalam keadaan tidak jenuh (K( )) dapat ditentukan
dengan metode laboratorium dan pengukuran di lapangan. Metode laboratorium
dilakukan dengan prediksi menggunakan data kurva retensi air tanah (kurva pF)
dan data konduktivitas hidrolika tanah dalam keadaan jenuh (Ks). Sedangkan
penentuan K( ) di lapangan dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu:
7
1. Metode flux berubah (unsteady drainage flux atau instantaneous profile
method), yaitu dengan pengukuran kadar air tanah pada kedalaman dan waktu
tertentu secara periodik dan tinggi tekanan air (soil water pressure head) pada
keadalaman dan waktu tertentu secara periodik.
2. Plane of zero flux
3. Metode fluks tetap (steady flux method) (Agus et al. 2006)
Metode pengukuran K( ) di lapangan biasa dilakukan apabila bahan dan
peralatan cukup tersedia, dan lahan yang akan ditentukan K(
)-nya mudah
dijangkau, tanahnya tidak berbatu, bertopografi datar, dan pergerakan airnya lebih
banyak dalam bentuk vertikal (Green et al. 1986).
2.2.3 Model–Model Sifat Hidrolika Tanah
Terdapat beberapa model yang dapat digunakan untuk menganalisis sifat
hidrolika tanah, diantaranya adalah model Lognormal, model Van Genucthen,
model Leibenzon, dan model Brooks-Corey.
1. Model Lognormal (Model LN)
Model retensi air tanah (model distribusi lognormal) yang diperkenalkan
oleh Kosugi dimodifikasi untuk mendapatkan fungsi konduktivitas hidrolika.
Modifikasi model retensi air tanah dikembangkan dengan mengkombinasikan
distribusi lognormal untuk fungsi distribusi radius pori tanah dengan model
Mualem. Berdasarkan model LN, fungsi retensi air tanah dan konduktivitas
hidrolika dinyatakan sebagai berikut:
................................................................................. (3)
............................................................ (4)
Keterangan:
Se
= Kejenuhan efektif
θ
= Kadar air (cm3/cm3)
θs
= Kadar air jenuh (cm3/cm3)
θr
= Kadar air sisa (cm3/cm3)
K( ) = Konduktivitas hidrolika tidak jenuh (cm/detik)
Ks
= Konduktivitas hidrolika jenuh (cm/detik)
Q
= Fungsi distribusi normal
= Potensial matrik (cmH2O)
8
= Potensial matrik saat Se = 0.5 atau median radius pori (cmH2O)
= Simpangan baku dari distribusi radius pori
= Nilai tortuosity
Nilai tortuosity sebesar 0,22 disarankan oleh Hendrayanto (1999) yang
merupakan nilai terbaik hasil optimasi 30 contoh tanah yang diambil di
pegunungan Rokko. Model LN memiliki enam parameter, yaitu θs, θr,
, , Ks,
dan (Kosugi 1996).
2. Model Van Genucten
Berdasarkan model Van Genuchten, retensi air tanah dinyatakan melalui
persamaan berikut:
.................................................................................................. (5)
| |
Model retensi air tanah tersebut dikombinasikan dengan model Mualem untuk
mendapatkan model konduktivitas hidrolika tanah sebagai berikut:
| |
| |
| |
.............................................................. (6)
dan n mewakili fitting parameter. Nilai n > 1 merupakan ukuran ditribusi radius
pori, sedangkan m berkaitan dengan n, dimana m = 1 – 1/n (0 < m < 1). Model
Van Genucthen memiliki enam parameter, yaitu θs, θr,
,
, Ks, dan
(Van
Genucthen 1980).
3. Model Leibenzon
Leibenzon mengusulkan model konduktivitas hidrolika tanah sebagai
berikut:
........................................................................................................... (7)
Dimana eksponen
adalah parameter empiris yang berkaitan dengan distribusi
ukuran pori (Kutilek & Nielsen 1994 diacu dalam Hendrayanto 1999).
4. Model Brooks - Corey
Brooks
dan
Corey
(1964)
diacu
dalam Van
Genucthen
(1980)
menggambarkan kurva retensi air tanah melalui persamaan umum berikut:
........................................................................................................... (8)
9
Sedangkan model konduktivitas hidrolik menurut Brooks dan Corey (1964)
diacu dalam Jury dan Horton (2004) dinyatakan melalui persamaan berikut:
/
2
;
3 ................................................................ (9)
Dimana Se ≤ 1, h merupakan potensial matrik (pressure head),
adalah
bubbling pressure dan diasumsikan sebagai ukuran maksimum pori yang
membentuk saluran kontinu di dalam tanah, sedangkan
merupakan sebuah
parameter karakteristik tanah.
2.3
Variabilitas Sifat Tanah
Variabilitas
menurut
pengertian
statistik
merupakan
kondisi
yang
menunjukkan sekumpulan skor atau nilai berarti sama atau tidak. Jika sekumpulan
nilai itu sama, distribusi tersebut dinyatakan tidak mempunyai variabilitas. Besar
kecilnya variabilitas merupakan gambaran tentang penyebaran distribusi (Irianto
2003). Sifat-sifat tanah bervariasi menurut ruang (Jury & Horton 2004, Warrick et
al. 1986, Webster & Oliver 1990, Wilding & Drees 1983). Menurut Wilding dan
Drees (1983), keragaman spasial tanah dapat dikelompokkan dalam dua kategori,
yaitu keragaman sistematik dan acak. Keragaman sistematik adalah perubahan
sifat-sifat tanah secara bertahap, yang dapat dipahami berdasarkan faktor-faktor
dan proses-proses pembentukan tanah pada suatu skala pengamatan tertentu.
Keragaman sistematik pada suatu bentang lahan dapat diakibatkan oleh faktorfator berikut:
1. Bentuk lahan (landform) yang meliputi: pegunungan, lembah, dataran tinggi,
teras, dan lain-lain.
2. Faktor-faktor pembentuk tanah, yaitu: khoronosekuen (umur geomorfik dan
stabilitas bentang lahan), litosekuen (bahan induk dan tipe batuan), toposekuen
(topografi dengan bahan induk sama), biosekuen (fungsi biologi, yaitu
perubahan mikro atau makro flora dan fauna), klimosekuen (iklim baik mikro
maupun makro).
3. Unsur-unsur geomorfik, yaitu: puncak lereng, bahu lereng, punggung lereng,
dan kaki lereng.
4. Interaksi dari faktor-faktor tersebut di atas.
10
Sedangkan keragaman acak merupakan perbedaan sifat-sifat tanah yang
dapat diamati, tetapi tidak dapat dihubungkan dengan penyebab yang diketahui.
Keragaman acak dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut:
1. Perbedaan batuan, merupakan fungsi dari komposisi fisik, kimia, dan
mineralogi bahan induk.
2. Perbedaan tingkat pelapukan, merupakan fungsi dari mekanisme pelapukan,
pembentukan, transfer hasil pelapukan, dan evolusi bentang lahan.
3. Perbedaan laju erosi dan deposisi, merupakan fungsi dari stabilitas bentang
lahan dan proses geomorfik.
4. Faktor-faktor biologi, merupakan fungsi flora dan fauna (termasuk juga
pengaruh manusia).
5. Perbedaan hidrologi, merupakan fungsi dari iklim, relief, vegetasi, dan posisi
geomorfik pada tempat tertentu.
6. Kesalahan pengambilan contoh (sampling) dan analisis laboratorium.
Sitorus (2000) menyimpulkan faktor-faktor yang menyebabkan keragaman
tanah dari berbagai penelitian, yaitu:
1. Tipe bahan induk, tanah yang terbentuk dari bahan-bahan yang diangkut atau
endapan cenderung lebih beragam dari tanah yang melapuk in situ dari bahan
induk.
2. Daerah berbukit dipengaruhi sekurang-kurangnya oleh interaksi dari lima
faktor yaitu aspek lereng, ketinggian, vegetasi, permudaan tanah kembali, dan
letak atau posisi lereng.
3. Aktivitas biologi tanah dapat meningkatkan keragaman setempat.
4. Alur-alur yang dibuat cacing tanah menghasilkan perbedaan pada jarak
pendek.
5. Gradient wilayah dalam iklim menghasilkan perbedaan dalam tanah atau
perubahan secara gradual dalam jangka panjang.
6. Pengelolaan manusia terutama pada lahan-lahan yang ditanami. Sifat-sifat
kimia tanah dapat dipengaruhi penambahan bahan organik, pemupukan,
pengapuran dan pengambilan unsur hara oleh tanaman. Sifat fisik tanah dapat
dipengaruhi oleh pengelolaan tanah, pembajakan atau pembalikan lapisan
bawah permukaan tanah dan drainase.
11
7. Vegetasi alami penutup tanah. Pada lahan-lahan yang tidak dibudidayakan
atau diusahakan, perbedaan tanah dapat mengakibatkan perbedaan dalam
kandungan unsur hara pada tanah lapisan atas.
Pengetahuan mengenai variabilitas di dalam setiap bidang lahan sangat
penting dalam merencanakan penggunaan lahan dan dalam menentukan tindakan
pengelolaan berbagai aspek pertanian misalnya penggunaan pupuk, irigasi, dan
sebagainya. Pengetahuan ini juga penting pada survei tanah dalam menentukan
batas-batas kelas (Beckett dan Webster 1971 diacu dalam Sitorus 2000).
2.3 Semivariogram
Menurut Webster dan Oliver (1990) ukuran keragaman spasial antar titik
contoh dapat ditunjukan oleh semivarian yang besarnya bergantung pada jarak
antar titik. Jarak titik contoh yang kecil akan menghasilkan semivarian yang kecil
dan semakin besar jarak antar titik contoh akan menghasilkan semivarian yang
semakin besar. Konsep jarak yang digunakan yaitu konsep jarak Euclid.
Plot antara semivarian dan jarak disebut semivariogram. Semivariogram
berfungsi untuk menggambarkan dan memodelkan korelasi spasial antar data.
Semivariogram didefinisikan sebagai berikut:
∑
................................................................(10)
Keterangan:
= Semivariogram pada lag h
h
= Jarak interval
n(h)
= Jumlah pasangan titik pengamatan yang terpisah oleh jarak interval h
= Nilai pengamatan pada titik ke-i
,
= Pasangan data yang berjarak h
Persamaan (10) disebut dengan persamaan semivariogram eksperimental.
Untuk mendapatkan model semivariogram, plot yang dihasilkan didekatkan
dengan semivariogram teoritis. Sebelum menentukan model semivariogram, perlu
dilakukan pendugaan terhadap parameter-parameter semivariogram. Parameterparamater tersebut diduga berdasarkan plot semivariogram yang dihasilkan.
parameter yang diperlukan untuk mendeskripsikan model semivariogram adalah:
12
1. Nugget effect (Co)
Nugget effect adalah nilai semivarian minimum pada jarak interval mendekati
nol.
2. Range (a)
Range adalah jarak maksimum dimana masih terdapat korelasi antar data.
3. Sill (C)
Sill adalah nilai maksimum semivarian yang diperoleh setelah mencapai
range. Nilai sill umunya mendekati ragam dan data tidak berubah untuk jarak
yang tidak terbatas (konstan).
Gambar 1 menunjukkan model semivariogram beserta parameternya.
Gambar 1 Komponen semivariogram.
Terdapat beberapa penelitian yang menggunakan pendekatan semivariogram
untuk menganalisis adanya keragaman suatu sifat di permukaan bumi yang
memiliki ketergantungan spasial. Saptadi (1988) melakukan studi keragaman
tanah dengan menggunakan pendekatan semivariogram terhadap sifat-sifat fisik
tanah, yaitu: distribusi ukuran pori, bobot isi, jenis partikal, distribusi ukuran pori,
dan pori air tersedia, di lapisan atas tanah pada tiga kelas lereng. Ainurrasjid
(1986) melakukan studi keragaman sifat kimia tanah menggunakan analisis
semivariogram. Khoerudin (2010) mengkaji keragaman curah hujan bulanan di
Kabupaten Indramayu. Pola semivariogram yang dihasilkan mengikuti model
polinomial, linear, dan power law.
13
2.4 Proses yang Terjadi pada Suatu Lereng
Lereng adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah yang
termasuk di dalamnya perbedaan kecuraman dan bentuk lereng. Hubungan antara
lereng dengan sifat-sifat tanah tidak selalu sama di semua tempat, karena adanya
sifat faktor-faktor pembentuk tanah yang berbeda di setiap tempat. Lereng
biasanya terdiri dari bagian puncak (crest), bagian cembung, bagian cekung, dan
kaki lereng. Pada daerah yang berlereng curam terjadi erosi yang terus menerus
sehingga tanah-tanah di tempat ini bersolum dangkal, kandungan bahan
organiknya rendah dan perkembangan horisonnya lebih lambat dibandingkan
dengan tanah-tanah di daerah datar yang air tanahnya dalam. Perbedaan lereng
juga menyebabkan perbedaan air tersedia bagi tumbuh-tumbuhan sehingga
mempengaruhi pertumbuhan vegetasi di tempat tersebut yang seterusnya juga
dapat mempengaruhi proses pembentukan tanah. Air biasanya meresap dari lereng
atas ke kaki lereng. Selain itu air tanah biasanya menjadi lebih dangkal di kaki
lereng sehingga tanah menjadi lebih basah dibandingkan dengan lereng atas
(Hardjowigeno 1993).
Menurut Hendrayanto (1999) terdapat lima posisi lereng, yaitu: puncak
lereng (crest slope), atas lereng (upper slope), pertengahan lereng (mid-slope),
bawah lereng (lower slope), dan kaki lereng (footslope). Di masing-masing posisi
lereng terdapat keragaman spasial sifat hidrolika tanah, yang ditunjukkan oleh
paramater model lognormal Kosugi (1996).
Sedangkan menurut Ruhe (1960) dalam Hall (1983) terdapat lima posisi
lereng, yaitu: puncak (summit), bahu (shoulder), punggung (backslope), kaki
(footslope), dan dasar (toeslope). Di masing-masing posisi lereng terdapat prosesproses geomorfik yang khas. Di posisi puncak (summit) banyak air yang ditahan
di permukaan tanah, sehingga posisi ini merupakan posisi lereng yang paling
stabil. Pergerakan air terutama terjadi secara vertikal, kecuali pada lokasi
peralihan dengan bahu lereng atau gundukan-gundukan yang ada pada puncak ini.
Pada posisi bahu lereng (shoulder) tergantung pada tingkat kemiringannya,
pergerakan dari bahan-bahan di permukaan (rayapan tanah) merupakan proses
yang penting, demikian juga halnya dengan pergerakan air di bawah permukaan
secara lateral (lateral subsurface water movement). Pergerakan air di bawah
14
permukaan ini tidak seragam pada seluruh bagian lereng, tetapi sering
terkonsentrasi pada suatu garis aliran (peroclines) ke bawah lereng. Akibatnya,
pada posisi ini bisa terbentuk aliran permukaan (run-off) paling besar dengan erosi
paling tinggi, sehingga relatif tidak stabil. Ketebalan solum tanah dan kandungan
bahan organik biasanya sedikit pada bagian posisi ini.
Pada posisi punggung lereng (backslope) proses yang dominan adalah
transportasi bahan-bahan oleh air. Transportasi bahan-bahan berlangsung baik
pada permukaan maupun di bawah permukaan. Transportasi di permukaan dapat
berupa aliran, luncuran (slump), pencucian permukaan (surface wash), atau
rayapan. Perambatan air di bawah permukaan umumnya tidak merata dan hal ini
menyebabkan posisi ini tidak stabil.
Pada posisi kaki lereng (footslope) yang umumnya berbentuk cekung,
proses yang dominan adalah deposisi bahan yang berasal dari bagian di atasnya.
Daerah rembesan (seepage) umum ditemukan dan tidak teratur. Pergerakan massa
dan deposisi juga tidak teratur dan tidak merata, sehingga posisi ini merupakan
posisi lereng konstruksional yang tidak stabil.
Dasar lereng merupakan posisi lereng yang paling bawah dan tidak stabil
akibat dominasi proses deposisi yang bersifat konstruksional dan tidak merata.
Penggenangan terjadi secara periodik serta sering ditemui sisa-sisa saluran.
Deposisi terjadi dengan bahan asal yang beraneka ragam jenisnya.
15
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Sub DAS Cipeureu, Kawasan Hutan Pendidikan
Gunung
Walat,
Kecamatan
Cibadak,
Kabupaten
Sukabumi.
Penelitian
dilaksanakan pada Bulan Juli sampai Desember 2011. Peta lokasi penelitian
disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Peta lokasi penelitian.
16
3.2
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Positioning
System), Komputer dengan perangkat lunak Microsoft Excel, Minitab 14, SAS
9.1.3, dan HYDRUS 1D 4.14. Sebagai bahan berupa satu set data kadar air tanah
dan data retensi air tanah (pF) dari enam plot pengamatan, masing-masing plot
pengamatan terdiri dari sembilan kedalaman.
3.3
Pengumpulan Data
3.3.1 Jenis Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: data curah hujan, data
koordinat plot contoh tanah, data kadar air tanah, data retensi air tanah, dan data
konduktivitas hidrolika tanah jenuh (Ks).
3.3.2 Metode Pengumpulan Data
3.3.2.1 Data Curah Hujan
Data curah hujan diperoleh dari catatan kejadian hujan di stasiun 12A
Sekarwangi, Cibadak, Sukabumi. Data curah hujan yang digunakan yaitu curah
hujan harian tanggal 16 – 23 November 2010.
3.3.2.2 Data Kadar Air, Retensi Air Tanah dan Konduktivitas Hidrolika
Tanah Jenuh
Data kadar air, retensi air tanah, dan konduktivitas hidrolika tanah jenuh
bersumber dari hasil pengukuran yang dilakukan oleh Tim Peneliti dari IPB dan
Universitas Kyoto di Hutan Pendidikan Gunung Walat Tahun 2009. Tahapan
pengukuran adalah sebagai berikut:
1. Pengambilan Contoh Tanah Utuh di Lapangan
Pengambilan contoh tanah utuh atau tidak terganggu dilakukan oleh Kosugi
et al. (2009). Pengambilan contoh tanah utuh, menggunakan ring contoh tanah
berukuran 100 cm3, dilakukan di lereng berhutan (puncak lereng sampai kaki
lereng) dengan jenis tanah latosol merah kuning, sebanyak 6 buah plot seperti
terlihat pada Gambar 3.
17
Jarak Vertikal (meter)
20
Plot 1 Plot 2
10
Plo
ot 3
Plot 4
Plot 5
5
Plot 6
Sungai
0
-10
0
10
20
30
40
50
60
Jarak Horizontal (meterr)
Kaki
K
Leereng
Bagiian
Baw
wah
Lereeng
Pertengaahan
Leren
ng
Bagiann
Atas
Lerengg
Puncak lereng
Sumber: Koosugi et al. (20009) dan Penggukuran Ulang
g di Lapangann
Gambarr 3 Lokasi plot
p contoh tanah di lerreng berhuttan.
Infoormasi kemiiringan lerenng puncak lereng samppai kaki lerreng berdasarkan
SK Menteeri Pertaniann No.837/Kp
Kpts/Um/11//1980 adalahh sebagai beerikut:
Tabel 1 Innformasi keemiringan leereng di pun
ncak sampaai kaki lerenng
Posisi Leereng
Puncak leereng
Bagian attas lereng
Pertengahhan lereng
Bagian bawah lerengg
Bagian bawah lerengg
Kaki lereeng
Kemiringa
an Lereng
9%
9
35
5%
52
2%
48
8%
55
5%
74
4%
Keterangan
Landai
Curam
Sangat cu
uram
Sangat cu
uram
Sangat cu
uram
Sangat cu
uram
Sumber: Koosugi et al. (20009)
Penggambilan contoh
c
tanah utuh di
d masing-m
masing ploot dilakukaan di
sembilan kedalaman,
k
yaitu di keedalaman 0-5 cm (2,5 cm) ; 7,5-122,5 cm (10 cm) ;
17,5-22,5 cm (20 cm
m) ; 27,5-32,,5 cm (30 cm)
c ; 37,5-442,5 cm (400 cm) ; 47,5
5-52,5
cm (50 cm
m) ; 57,5-622,5 cm (60 cm), 77,5-8
82,5 cm (800 cm) ; 97,55-102,5 cm
m (100
cm). Di masing-masi
m
ing kedalam
man diambiil 3 contoh tanah utuhh, yaitu di posisi
p
kanan (R)), tengah (C
C), dan kirri (L), sehiingga jumlaah total contoh tanah utuh
adalah sebbanyak 162 contoh tanaah (jumlah contoh
c
tanaah utuh padaa masing-m
masing
plot adalaah 27 conntoh tanah). Skema pengambilan contoh tanah terrsebut
dijelaskann pada Gambbar 4.
18
Permukaan Tanah
2.5 cm
L
C
R
0-5 cm
10 cm
L
C
R
7.5-12,5 cm
20 cm
L
C
R
17.5-22,5 cm
30 cm
L
C
R
27.5-32,5 cm
40 cm
L
C
R
50 cm
L
C
R
60 cm
L
C
R
L
C
R
L
C
R
80 cm
100 cm
37.5-42,5 cm
47.5-52,5 cm
57.5-62,5 cm
77.5-82,5 cm
97.5-102,5 cm
1 meter
Keterangan: L merupakan posisi kiri, C merupakan posisi tengah, dan R merupakan posisi kanan.
Sumber: Puspitasari (2011)
Gambar 4 Skema pengambilan contoh tanah (sisi penampang melintang tanah).
2. Pengukuran Koordinat Plot
Di masing-masing plot diukur kemiringan lereng (derajat) dan jarak lapang
(meter) menggunakan Clinometer dan pita meter. Untuk memperoleh koordinat
masing-masing plot digunakan rumus:
∆
;∆
cos
; p = n - 1 ......................................... (11)
∆
;∆
sin
; p = n - 1 .......................................... (12)
Keterangan:
;
;
;∆
∆
= Koordinat x dan y plot ke-n (meter)
= Koordinat x dan y plot ke-p (meter)
= Jarak antara koordinat x ; y, plot n dan p (meter)
= Kemiringan lereng antara plot p dan n (derajat)
= Jarak lapang antara plot p dan n (meter)
Plot pertama merupakan titik ikat yang diketahui koordinatnya melalui GPS.
19
3. Pengukuran Kadar Air Tanah dan Retensi Air Tanah
Data kadar air tanah volumetrik diukur di beberapa retensi air tanah, yaitu 0,
-5, -10, -20, -30, -40, -50, -70, -100, -200, -500, dan -1000 cmH2O. Pengukuran
retensi air tanah dilakukan oleh Kosugi et al. (2009) di Laboratorium
Pengendalian Erosi, Universitas Kyoto-Jepang. Alat-alat yang digunakan yaitu
timbangan, oven elektrik, dan pressure plate apparatus. Tahapan pengukuran
kadar air dan retensi air tanah adalah sebagai berikut:
1. Menjenuhkan masing-masing contoh tanah dengan cara merendam contoh
tanah secara perlahan-lahan sampai air muncul di permukaan.
2. Menimbang contoh tanah yang sudah jenuh dan mencatat beratnya
(merupakan berat basah tanah).
3. Menutup contoh tanah yang telah dibasahi dengan kertas saring kemudian
memasukannya ke dalam pressure plate aparatus.
4. Memberikan beberapa tekanan, yaitu -5, -10, -20, -30, -50, -70, -100, -200, 500 dan -1000 cmH2O secara bertahap terhadap contoh tanah yang telah
dimasukan ke dalam pressure plate aparatus.
5. Menyimpan setiap contoh tanah dengan tekanan yang berbeda dalam pressure
plate aparatus selama 5 – 7 hari, kemudian dikeluarkan dan ditimbang
beratnya (berat kering tanah).
6. Menghitung kadar air volumetrik pada setiap tekanan dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
................................................................................... (13)
Keterangan:
= Kadar air volumetrik (cm3/cm3)
BBT = Berat basah tanah (gram)
BKT = Berat kering tanah (gram)
VT
= Volume tanah total (cm3)
= Massa jenis air (gram/cm3)
Kadar air dari setiap kedalaman merupakan rata-rata kadar air dari tiga contoh
tanah yang diambil.
4. Pengukuran Konduktivitas Hidrolika Tanah Jenuh
Pengukuran konduktivitas hidrolika tanah jenuh dilakukan oleh Kosugi et
al. (2009) di Laboratorium Pengendalian Erosi, Universitas Kyoto-Jepang dengan
20
menggunakan metode falling head. Alat yang digunakan terdiri dari gelas ukur,
pipa ukur, dan stopwatch. Tahapannya adalah sebagai berikut:
1. Menjenuhkan masing-masing contoh tanah secara perlahan-lahan dengan cara
merendamnya dalam sebuat alat penampung yang sudah diisi air sampai
ketinggian 2 mm sebelum batas tepi ring contoh tanah selama 2x24 jam.
2. Menutup masing-masing contoh tanah dengan plastik untuk mengurangi
evaporasi.
3. Meletakkan contoh tanah yang telah jenuh di atas alas berpori agar dapat
melewatkan air dari contoh tanah. Kemudian bagian atas ring contoh tanah
dipasang pipa ukur.
4. Pengukuran menggunakan metode falling head dimulai dengan mengisi air ke
dalam pipa ukur dan diukur perubahan (penurunan) tinggi air terhadap waktu
dengan menggunakan stopwatch.
5. Menghitung konduktivitas hidrolika jenuh (Ks) menggunakan persamaan
Darcy, yaitu:
K
∆
................................................................................. (14)
Keterangan:
Ks
= Konduktivitas hidrolika tanah jenuh (cm/detik)
L
= Tinggi contoh tanah (cm)
H0; H1 = Tinggi air awal dan akhir pengukuran (cm)
∆
= Perubahan waktu (detik)
3.4
Metode Pengolahan dan Analisis Data
3.4.1 Sifat Hidrolika Tanah Tidak Jenuh
Sifat hidrolika tanah tidak jenuh dianalisis dengan menggunakan kombinasi
fungsi retensi air tanah dan konduktivitas hidrolika tanah model Lognormal (LN)
Kosugi (1996). Persamaan Model LN adalah sebagai berikut:
............................................................................... (15)
.......................................................... (16)
Keterangan:
Se
= Kejenuhan efektif
θ
= Kadar air (cm3/cm3)
21
θs
θr
= Kadar air jenuh (cm3/cm3)
= Kadar air sisa (cm3/cm3)
K( ) = Konduktivitas hidrolika tidak jenuh (cm/detik)
Ks
= Konduktivitas hidrolika jenuh (cm/detik)
Q
= Fungsi distribusi normal
= Potensial matrik (cmH2O)
= Potensial matrik saat Se = 0,5 atau median radius pori (cmH2O)
= Simpangan baku dari distribusi radius pori
= Nilai tortuosity
Metode yang digunakan untuk menentukan parameter model LN adalah
metode optimasi non-linear least squares, dimana nilai fitting parameter terbaik
diperoleh dengan meminimalkan nilai residual sum squares (RSS) antara data
kurva retensi hasil pengukuran dengan model. Parameter–parameter LN yang
dioptimasi adalah θr,
, dan . Parameter θs untuk plot 1 kedalaman 2,5 cm dan
80 cm, plot 2 kedalaman 2,5 cm, plot 4 kedalaman 2,5 dan 10 cm, dan plot 5
kedalaman 2,5 cm dilakukan optimasi, sedangkan untuk lapisan lainnya
menggunakan nilai θs hasil pengukuran. Prosedur optimasi ini menggunakan
bantuan solver command pada perangkat lunak Microsoft Excel.
3.4.2 Analisis Variabilitas Sifat Hidrolika Tanah
Analisis variablitas sifat hidrolika tanah dilakukan dengan menggunakan
pendekatan analisis ragam, dan analisis semivariogram.
3.4.2.1 Analisis ragam (anova)
Analisis ragam (anova) digunakan untuk menilai keragaman sifat hidrolika
tanah di plot contoh tanah (arah horizontal) dan kedalaman tanah (arah vertikal)
melalui uji beda nilai tengah contoh pada taraf nyata 95%. Analisis data
menggunakan bantuan program Minitab 14.
3.4.2.2 Analisis semivariogram
Analisis semivariogram dilakukan untuk menentukan variabilitas spasial
dari masing-masing parameter sifat hidrolika tanah. Analisis ini hanya dilakukan
pada data yang terbukti memiliki perbedaan berdasarkan uji beda nilai tengah
contoh menggunakan analisis ragam (anova). Hal tersebut dilakukan untuk
membuktikan adanya pengaruh faktor jarak terhadap keragaman yang terbentuk.
22
Analisis semivariogram di kedalaman tanah menggunakan konsep
semivariogram eksperimental, karena memiliki interval jarak yang sama antar
kedalaman tanah, sedangkan analisis semivariogram di plot contoh tanah
menggunakan konsep semivariogram pada program aplikasi SAS 9.1.3, karena
terdapat perbedaan jarak antar plot contoh tanah.
Semivariogram eksperimental diperoleh melalui hubungan antara nilai
semivarian γ(h) dengan jarak interval (h), sedangkan semivariogram pada program
aplikasi dibangun melalui hubungan antara rata-rata nilai semivarian pada semua
kemungkinan pasangan data dengan rata-rata jarak kelas interval h (interval class
distances). Perhitungan jarak menggunakan konsep jarak euclid. Nilai semivarian
dapat dihitung dengan rumus:
∑
................................................................ (17)
Keterangan:
= Semivariogram di lag h
h
= Jarak interval
n(h)
= Jumlah pasangan titik pengamatan yang terpisah oleh jarak interval h
= Nilai pengamatan pada titik ke-i
,
= Pasangan data yang berjarak h
Model
semivariogram
yang
diperoleh
didekatkan
terhadap
model
semivariogram teoritis, kemudian dilakukan pemilihan model terbaik berdasarkan
nilai koefisien determinasi (R2) tertinggi. Analisis semivariogram menggunakan
bantuan perangkat lunak (software) SAS 9.1.3, Minitab 14, dan Microsoft Excel.
3.4.3 Aliran Air dalam Tanah Satu Dimensi
Analisis aliran air dalam tanah satu dimensi menggunakan model persamaan
Richard, sebagai berikut:
1
.................................................................................... (18)
Keterangan:
/
= Perubahan kadar air tiap satuan waktu
/
= Perubahan kedalaman
/
= Perubahan potensial matrik pada setiap kedalaman
= Fungsi konduktivitas hidrolika tanah tidak jenuh
Perhitungan flux aliran di setiap kedalaman dilakukan dengan menggunakan
bantuan perangkat lunak HYDRUS 1D 4.14 (Simunek et al. 2008).
23
BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak dan Luas Areal
Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) secara geografis berada pada
106°48'27''BT sampai 106°50'29''BT dan 6°54'23''LS sampai 6°55'35''LS.
Sedangkan secara administrasi pemerintahan HPGW terletak di wilayah
Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi dan secara administrasi kehutanan
termasuk dalam wilayah Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi.
Luas kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat adalah 359 Ha, terdiri dari
tiga blok, yaitu Blok Timur (Cikatomang) seluas 120 Ha, Blok Barat (Cimenyan)
seluas 125 Ha, dan Blok Tengah (Tangkalak) seluas 114 Ha (FAHUTAN IPB
2009).
4.2 Topografi dan Iklim
Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) terletak pada ketinggian 460-715
mdpl. Topografinya bervariasi mulai dari landai sampai bergelombang terutama di
bagian selatan, sedangkan ke bagian utara topografinya semakin curam. Pada
punggung bukit kawasan ini terdapat dua patok triangulasi KN 2.212 (670 mdpl)
dan KN 2.213 (720 mdpl).
Klasifikasi iklim HPGW menurut Schmidt dan Ferguson termasuk tipe B,
dengan dengan nilai Q = 14,3%-33% dan banyaknya curah hujan tahunan berkisar
antara 1600 – 4400 mm. Suhu udara maksimum di siang hari 29° C dan minimum
19° C di malam hari (FAHUTAN IPB 2009).
4.3 Tanah dan Hidrologi
Tanah Hutan Pendidikan Gunung Walat bersifat kompleks. Terdapat tiga
jenis tanah yaitu podsolik, latosol dan litosol yang berasal dari batu endapan dan
bekuan daerah bukit. Di bagian barat daya kawasan ini terdapat areal peralihan
dengan jenis batuan Karst, sehingga di wilayah tersebut terbentuk beberapa gua
alam karst (gamping).
24
Hutan Pendidikan Gunung Walat menjadi sumber air bersih yang penting
bagi masyarakat sekitar, terutama di bagian selatan yang mempunyai anak sungai
yang mengalir sepanjang tahun, yaitu anak sungai Cipeureu, Citangkalak,
Cikabayan, Cikatomas dan Legok Pusar. Kawasan HPGW termasuk ke dalam
sistem pengelolaan DAS Cimandiri (FAHUTAN IPB 2009).
4.4 Vegetasi dan Fauna
Hutan Pendidikan Gunung Walat paling sedikitnya memiliki 44 jenis
tumbuhan, termasuk 2 jenis rotan dan 13 jenis bambu. Selain itu terdapat 68 jenis
tumbuhan obat. Tegakan Hutan di HPGW didominasi oleh tanaman damar
(Agathis lorantifolia), pinus (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), sengon
(Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia macrophylla) dan jenis lainnya
seperti kayu afrika (Maesopsis eminii), rasamala (Altingia excelsa), sonokeling
(Dalbergia latifolia), gamal (Gliricidae sp.), meranti (Shorea sp.), dan akasia
(Acacia mangium).
Potensi tegakan hutan yang berasal dari kayu damar adalah sebesar ± 10.855
m3, kayu pinus adalah sebesar ± 9.471 m3, kayu puspa sebesar ± 464 m3 puspa,
kayu sengon sebesar ± 132 m3, dan kayu mahoni adalah sebesar ± 88 m3. Pohon
damar dan pinus juga menghasilkan getah kopal dan getah pinus. Di HPGW juga
ditemukan lebih dari 100 pohon plus damar, pinus, kayu afrika sebagai sumber
benih dan bibit unggul.
Di areal Hutan Pendidikan Gunung Walat terdapat beraneka ragam jenis
satwa liar yang meliputi jenis-jenis mamalia, reptilia, burung, dan ikan. Pada
kelompok jenis mamalia terdapat babi hutan (Sus scrofa), monyet ekor panjang
(Macaca fascicularis), kelinci liar (Nesolagus sp.), meong congkok (Felis
bengalensis), tupai (Callociurus sp. J), trenggiling (Manis javanica), musang
(Paradoxurus hermaphroditic). Pada kelompok jenis burung (Aves) terdapat
sekitar 20 jenis burung, antara lain elang jawa, empirit, kutilang, dan lain-lain.
Jenis-jenis reptilia antara lain biawak, ular, dan bunglon, sedangkan jenis ikan
diantaranya ikan lubang dan jenis ikan lainnya. Selain itu, terdapat pula lebah
hutan (odeng, tawon, gung, Apis dorsata) (FAHUTAN IPB 2009).
25
4.5 Penduduk Sekitar
Penduduk di sekitar Hutan Pendidikan Gunung Walat umumnya memiliki
mata pencaharian sebagai petani, peternak, tukang ojek, pedagang hasil pertanian,
dan bekerja sebagai buruh pabrik. Pertanian yang dilakukan berupa sawah lahan
basah dan lahan kering. Jumlah petani penggarap yang dapat ditampung dalam
program agroforestry HPGW adalah sebanyak 300 orang. Hasil pertanian dari
lahan agroforestry antara lain: singkong, kapolaga, pisang, cabe, padi gogo, kopi,
sereh, dll.
Jumlah ternak domba atau kambing di sekitar Hutan Pendidikan
Gunung Walat sebanyak 1875 ekor. Hijauan pakan ternak sebagian besar berasal
dari HPGW. Kecamatan Cicantayan, khususnya desa Hegarmanah juga
merupakan desa penghasil manggis dengan mutu eksport. Jumlah pohon manggis
di desa Hegarmanah sebanyak 12.800 batang dan akan terus bertambah. Untuk
menjadi sentra produksi diperlukan 40.000 pohon (FAHUTAN IPB 2009).
.
26
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Sifat Hidrolika Tanah
5.1.1 Kurva Retensi Air Tanah
Kurva retensi air tanah hasil pengukuran (observasi) dan model LN
(estimasi) di masing-masing posisi lereng disajikan pada Gambar 5 sebagai
berikut:
(a) Plot 1
Potensial Matrik (cmH2O)
(b) Plot 2
Potensial Matrik (cmH2O)
27
(c) Plot 3
Potensial Matrik (cmH2O)
(d) Plot 4
Potensial Matrik (cmH2O)
28
(e) Plot 5
Potensial Matrik (cmH2O)
(f) Plot 6
Potensial Matrik (cmH2O)
Gambar 5 Kurva retensi air tanah hasil pengukuran (observasi) dan model LN
(estimasi) di (a) plot 1, puncak lereng, (b) plot 2, bagian atas lereng,
(c), plot 3, pertengahan lereng, (d) plot 4, bagian bawah lereng, (e)
plot 5, bagian bawah lereng, (f) plot 6, kaki lereng.
29
Berdasarkan Gambar 5, model LN retensi air tanah (Kosugi 1996) dapat
menduga dengan baik kurva retensi air tanah di masing-masing posisi lereng dan
kedalaman. Hal ini ditunjukkan dengan nilai RSS yang kecil antara hasil model
dengan hasil pengukuran, yaitu berkisar antara 0,000019 sampai 0,003106.
Artinya kurva retensi air tanah model LN dapat menduga dengan baik kurva
retensi air tanah, sehingga parameter-parameter model LN dapat digunakan untuk
menjelaskan sifat hidrolika tanah di masing-masing posisi lereng dan kedalaman.
Nilai parameter sifat hidrolika tanah berdasarkan model LN disajikan lengkap
pada Lampiran 2, sedangkan nilai rata-rata ( ) dan standar deviasinya (s)
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Parameter sifat hidrolika tanah berdasarkan model LN di puncak sampai
kaki lereng
Parameter
Puncak
lereng
Bagian atas
lereng
s
Pertengahan
lereng
s
Bagian bawah
lereng
s
Bagian bawah
lereng
s
Kaki lereng
s
s
0,655
0,031
0,702
0,033
0,713
0,022
0,696
0,034
0,711
0,020
0,734
0,025
r
0,469
0,048
0,453
0,039
0,450
0,044
0,401
0,031
0,452
0,023
0,425
0,027
s- r
0,187
0,067
0,249
0,033
0,263
0,056
0,295
0,050
0,259
0,026
0,309
0,050
1,504
0,306
1,550
0,209
1,260
0,154
1,527
0,230
1,265
0,277
1,152
0,151
2,360
1,103
1,919
0,521
1,587
0,478
1,615
0,467
1,679
0,578
1,873
0,895
0,025
0,035
0,013
0,017
0,018
0,015
0,029
0,022
0,032
0,030
0,049
0,042
log (- m)
Ks
Rata-rata kurva retensi air tanah di setiap kedalaman dan di setiap plot
disajikan dalam Gambar 6.
(a)
Potensial Matrik (cmH2O)
30
(b)
Potensial Matrik (cmH2O)
Gambar 6 Kurva retensi air tanah model LN rata-rata di (a) puncak – kaki lereng
dan (b) kedalaman 2,5 cm - kedalaman 100 cm.
Kurva retensi air tanah menggambarkan hubungan antara kadar air tanah
dengan potensial matrik. Berdasarkan Gambar 5, dapat diketahui bahwa kadar air
tanah di setiap lapisan dari puncak lereng sampai kaki lereng umumnya
menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu mengalami penurunan yang drastis
sampai potensial matrik ( ) -200 cmH2O, kemudian berkurang sampai potensial
matrik -500 cmH2O dan relatif konstan sampai potensial matrik -15000 cmH2O.
Hal yang sama terjadi pada kurva retensi air tanah rata-rata di masing-masing
posisi lereng dan kedalaman yang terdapat pada Gambar 6. Penurunan kadar air
tanah ini seiring dengan peningkatan potensial matrik tanah, artinya semakin
kering tanah (kadar air tanah semakin rendah) maka tegangan yang dibutuhkan
tanah untuk mengikat air akan semakin besar.
Menurut Hardjowigeno (2007) kadar air pada tegangan atau potensial
matrik -330 cmH2O sampai -15.000 cmH2O merupakan kadar air tersedia bagi
tanaman yaitu selisih antara kadar air pada kapasitas lapang dengan kadar air pada
titik layu permanen. Kadar air pada potensial matrik 0 cmH2O sampai -330
cmH2O merupakan kadar air gravitasi, sedangkan kadar air pada potensial matrik
-15.000 cmH2O merupakan kadar air tanah pada titik layu permanen (TLP).
31
Kadar air gravitasi merupakan kadar air yang tidak dapat ditahan oleh tanah
dan akan mengalir ke bagian bawah sebagai akibat adanya gaya gravitasi,
sehingga air ini tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Kadar air pada titik layu
permanen atau pada saat kondisi kering merupakan kadar air tanah saat akar-akar
tanaman mulai tidak mampu lagi menyerap air dari dalam pori-pori tanah.
Untuk menjelaskan variasi sifat retensi air tanah dikategorikan ke dalam dua
konsep, yaitu hubungan retensi air tanah dengan pertumbuhan tanaman (konsep
air tersedia dan titik layu permanen) dan hubungan retensi air tanah dengan
pengaliran air (konsep air gravitasi). Berdasarkan Gambar 6, nilai kadar air
gravitasi, kadar air tersedia, dan kadar air pada titik layu permanen bervariasi di
masing-masing posisi lereng (arah horizontal) dan kedalaman tanah (arah
vertikal). Namun meskipun kurva retensi air tanah model LN rata-rata
menunjukkan adanya kadar air tanah yang lebih tinggi atau lebih rendah pada
setiap potensial matrik di posisi lereng atau kedalaman tertentu, tidak berarti kadar
air gravitasi, kadar air tersedia, dan kadar air pada titik layu permanennya juga
lebih tinggi. Hal ini dikarenakan ketiga kadar air tesebut merupakan nilai absolut
yang diperoleh berdasarkan rata-rata kadar air tanah pada setiap selang potensial
matriknya. Tabel 3 dan Tabel 4 menunjukkan nilai absolut dari ketiga kadar air
tersebut.
Berdasarkan Tabel 3 dan Tabel 4, pada arah horizontal nilai kadar air
gravitasi tertinggi berada di posisi lereng bagian atas dan kadar air gravitasi
terendah berada di kaki lereng.
Tabel 3 Kadar air gravitasi, kadar air tersedia, dan kadar air pada titik layu
permanen di masing-masing posisi lereng
kedalaman
(cm)
KA
Grav
Puncak lereng
KA
KA;
Tersedia
TLP
Bagian atas lereng
KA
KA
KA;
Grav
Tersedia
TLP
KA
Grav
Pertengahan lereng
KA
KA;
Tersedia
TLP
2,5
0,536
0,467
0,460
0,580
0,495
0,480
0,598
0,538
0,534
10
0,527
0,453
0,434
0,603
0,524
0,517
0,569
0,502
0,498
20
0,492
0,421
0,416
0,575
0,472
0,470
0,523
0,450
0,449
30
0,543
0,446
0,438
0,540
0,421
0,416
0,491
0,410
0,410
40
0,578
0,487
0,484
0,539
0,419
0,413
0,509
0,413
0,412
50
0,554
0,469
0,463
0,535
0,419
0,414
0,527
0,421
0,420
60
0,541
0,476
0,473
0,539
0,428
0,425
0,525
0,423
0,422
80
0,578
0,526
0,524
0,577
0,457
0,454
0,519
0,425
0,425
100
0,608
0,560
0,557
0,613
0,502
0,498
0,569
0,485
0,483
Rata-rata
0,551
0,478
0,472
0,567
0,460
0,454
0,537
0,452
0,450
32
Tabel 3 (Lanjutan)
Bagian bawah lereng
KA
KA
KA;
Grav
Tersedia
TLP
Bagian bawah lereng
KA
KA
KA;
Grav
Tersedia
TLP
KA
Grav
2,5
0.59
0.479
0,425
0,598
0,475
0,441
0,558
0,466
0,448
10
0.535
0.436
0,407
0,527
0,444
0,439
0,465
0,406
0,406
20
0.539
0.418
0,398
0,505
0,425
0,423
0,539
0,428
0,428
30
0.486
0.376
0,365
0,531
0,451
0,450
0,517
0,421
0,420
40
0.499
0.38
0,368
0,499
0,432
0,432
0,508
0,402
0,399
50
0.508
0.395
0,381
0,513
0,433
0,433
0,481
0,382
0,382
60
0.538
0.437
0,428
0,557
0,486
0,486
0,520
0,438
0,437
80
0.503
0.393
0,384
0,544
0,478
0,477
0,542
0,468
0,465
100
0.532
0.434
0,425
0,551
0,480
0,479
0,535
0,459
0,458
Rata-rata
0.526
0.417
0,398
0,536
0,456
0,451
0,518
0,430
0,427
Kedalaman
(cm)
Kaki lereng
KA
Tersedia
KA;
TLP
Tabel 4 Kadar air gravitasi, kadar air tersedia, dan kadar air pada titik layu
permanen di masing-masing kedalaman
Kedalaman 2,5 cm
Kedalaman 10 cm
Kedalaman 20 cm
Plot
KA
Grav
KA
Tersedia
KA;
TLP
KA
Grav
KA
Tersedia
KA;
TLP
KA
Grav
KA
Tersedia
KA;
TLP
1
0,536
0,467
0,460
0,527
0,453
0,434
0,492
0,421
0,416
2
0,580
0,495
0,480
0,603
0,524
0,517
0,575
0,472
0,470
3
0,598
0,538
0,534
0,569
0,502
0,498
0,523
0,450
0,449
4
0,590
0,479
0,425
0,535
0,436
0,407
0,539
0,418
0,398
5
0,598
0,475
0,441
0,527
0,444
0,439
0,505
0,425
0,423
6
Ratarata
0,558
0,466
0,448
0,465
0,406
0,406
0,539
0,428
0,428
0,577
0,487
0,465
0,538
0,461
0,450
0,529
0,436
0,431
Plot
KA
Grav
1
0,543
0,446
2
0,540
3
Kedalaman 30 cm
KA
KA;
Tersedia
TLP
Kedalaman 40 cm
KA
KA
KA;
Grav
Tersedia
TLP
Kedalaman 50 cm
KA
KA
KA;
Grav
Tersedia
TLP
0,438
0,578
0,487
0,484
0,554
0,469
0,463
0,421
0,416
0,539
0,419
0,413
0,535
0,419
0,414
0,491
0,410
0,410
0,509
0,413
0,412
0,527
0,421
0,420
4
0,486
0,376
0,365
0,499
0,380
0,368
0,508
0,395
0,381
5
0,531
0,451
0,450
0,499
0,432
0,432
0,513
0,433
0,433
6
Ratarata
0,517
0,421
0,420
0,508
0,402
0,399
0,481
0,382
0,382
0,518
0,421
0,416
0,522
0,422
0,418
0,520
0,420
0,415
Kedalaman 60 cm
Plot
Kedalaman 80 cm
Kedalaman 100 cm
KA
Grav
KA
Tersedia
KA;
TLP
KA
Grav
KA
Tersedia
KA;
TLP
KA
Grav
KA
Tersedia
KA;
TLP
1
0,541
0,476
0,473
0,578
0,526
0,524
0,608
0,560
0,557
2
0,539
0,428
0,425
0,577
0,457
0,454
0,613
0,502
0,498
3
0,525
0,423
0,422
0,519
0,425
0,425
0,569
0,485
0,483
4
0,538
0,437
0,428
0,503
0,393
0,384
0,532
0,434
0,425
5
0,557
0,486
0,486
0,544
0,478
0,477
0,551
0,480
0,479
6
Ratarata
0,520
0,438
0,437
0,542
0,468
0,465
0,535
0,459
0,458
0,520
0,448
0,445
0,544
0,458
0,455
0,568
0,487
0,483
33
Urutan kadar air gravitasi rata-rata pada arah horizontal secara lengkap adalah
sebagai berikut: Puncak lereng (0,567) > bagian atas lereng (0,551) > pertengahan
lereng (0,537) > bagian bawah lereng (plot 4) (0,537) > bagian bawah lereng (plot
5) (0,536) > kaki lereng (0,518). Pada arah vertikal, lapisan atas tanah memiliki
kadar air gravitasi tertinggi dibandingkan lapisan lainnya. Urutan kadar air
gravitasi rata-rata secara lengkap adalah sebagai berikut: Kedalaman 2,5 cm
(0,577) > Kedalaman 100 cm (0,568) > Kedalaman 80 cm (0,544) > Kedalaman
10 cm (0,538) > Kedalaman 20 cm (0,529) > Kedalaman 40 cm (0,522) >
Kedalaman 60 cm (0,520) > kedalaman 50 cm (0,520) > kedalaman 30 cm
(0,518). Kadar air gravitasi yang lebih tinggi di bagian atas lereng memiliki arti
bahwa kemampuan tanah dalam meloloskan air akibat gaya gravitasi di bagian
atas lereng lebih besar dibandingkan posisi lereng lainnya. Sama halnya dengan
lapisan atas tanah yang memiliki kadar air gravitasi yang lebih tinggi
dibandingkan lapisan lainnya.
Pada arah horizontal kadar air tersedia paling tinggi terdapat di puncak
lereng, dan kadar air tersedia paling rendah terdapat di bagian bawah lereng.
Urutan kadar air tersedia rata-rata antara masing-masing posisi lereng secara
lengkap adalah: puncak lereng (0,478) > bagian atas lereng (0,460) > bagian
bawah lereng (plot 5) (0,456) > pertengahan lereng (0,452) > kaki lereng (0,430)
> bagian bawah lereng (plot 4) (0,406). Sedangkan pada arah vertikal, kadar air
tersedia tertinggi terdapat di lapisan paling bawah. Urutan kadar air tersedia
secara lengkap adalah: kedalaman 100 cm (0,487) > kedalaman 2,5 cm (0,487) >
kedalaman 10 cm (0,481) > kedalaman 80 cm (0,458) > kedalaman 60 cm (0,448)
> kedalaman 20 cm (0,436) > kedalaman 40 cm (0,422) > kedalaman 30 cm
(0,421) > kedalaman 50 cm (0,420). Kadar air tersedia yang lebih tinggi di puncak
lereng menunjukkan bahwa bagian puncak lereng memiliki kemampuan
menyediakan air yang dapat dimanfaatkan oleh pertumbuhan tanaman lebih tinggi
dibandingkan bagian lereng lainnya. Sama halnya dengan lapisan tanah yang
paling dalam.
Kadar air pada titik layu permanen menunjukkan tanah pada kondisi kering.
Pada kondisi ini, kadar air tertinggi pada arah horizontal berada di puncak lereng
dengan nilai rata-rata sebesar 0,472. Urutan kadar air rata-rata pada titik layu
34
permanen antara masing-masing posisi lereng secara lengkap adalah: puncak
lereng (0,472) > bagian atas lereng (0,454) > bagian bawah lereng (plot 5) (0,451)
> pertengahan lereng (0,450) > kaki lereng (0,427) > bagian bawah lereng (0,398).
Pada arah vertikal, kadar air tertinggi terdapat di kedalaman paling bawah. Urutan
kadar air tersedia secara lengkap adalah: kedalaman 100 cm (0,483) > kedalaman
2,5 cm (0,465) > kedalaman 80 cm (0,455) > kedalaman 10 cm (0,450) >
kedalaman 60 cm (0,445) > Kedalaman 20 cm (0,431) > kedalaman 40 cm (0,418)
> kedalaman 30 cm (0,415) > kedalaman 50 cm (0,413).
Secara umum kadar air gravitasi, kadar air tersedia, dan kadar air pada titik
layu permanen di masing-masing plot dan kedalaman memiliki variasi nilai yang
acak atau tidak memiliki keteraturan.
5.1.2 Kurva Fungsi K( )
Kurva fungsi K( ) menggambarkan kemampuan tanah dalam mengalirkan
air pada kondisi tanah tidak jenuh. Nilai fungsi K( ) merupakan nilai estimasi
berdasarkan fitting curve antara model LN dengan kurva retensi air tanah
pengukuran. Metode yang digunakan adalah metode optimasi secara terpisah
(separate optimization). Menurut Hendrayanto (1999) Nilai fungsi K( ) akan
lebih baik jika menggunakan nilai estimasi berdasarkan metode optimasi simultan
(simultaneous optimization), yaitu fitting curve antara model LN dengan kurva
retensi air tanah dan konduktivitas hidrolika tanah pengukuran secara simultan.
Kurva fungsi K( ) berdasarkan model LN dan parameter model LN Kurva retensi
air tanah (Tabel 1) puncak sampai kaki lereng disajikan pada Gambar 7.
Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa fungsi konduktivitas
hidrolika tanah tidak jenuh (log K) di setiap lapisan mengalami penurunan seiring
meningkatnya nilai potensial matrik. Nilai konduktivitas menurun ketika tanah
berubah kondisi dari jenuh menjadi tidak jenuh.
35
(a)
0
2.5 cm
10 cm
Log K (cm/detik)
‐5
20 cm
30 cm
‐10
40 cm
‐15
50 cm
60 cm
‐20
80 cm
100 cm
‐25
0
‐3000
‐6000
‐9000
‐12000
‐15000
Potensial Matrik (cmH2O)
(b)
0
2.5 cm
10 cm
Log K (cm/detik)
‐5
20 cm
‐10
30 cm
40 cm
‐15
50 cm
60 cm
‐20
80 cm
100 cm
‐25
0
‐3000
‐6000
‐9000
‐12000
‐15000
Potensial Matrik (cmH2O)
(c)
0
2.5 cm
Log K (cm/detik)
‐5
10 cm
20 cm
‐10
30 cm
‐15
40 cm
50 cm
‐20
60 cm
‐25
80 cm
100 cm
‐30
0
‐3000
‐6000
‐9000
Potensial matrik (cmH2O)
‐12000
‐15000
36
(d)
0
2.5 cm
10 cm
Log K (cm/detik)
‐5
20 cm
‐10
30 cm
40 cm
‐15
50 cm
‐20
60 cm
‐25
80 cm
100 cm
‐30
0
‐3000
‐6000
‐9000
‐12000
‐15000
Potensial Matrik (CmH2O)
(e)
Log K (cm/detik)
0
2.5 cm
‐5
10 cm
‐10
20 cm
‐15
30 cm
40 cm
‐20
50 cm
‐25
60 cm
‐30
80 cm
‐35
100 cm
0
‐3000
‐6000
‐9000
‐12000
‐15000
Potensial Matrik (cmH2O)
(f)
Log K (cm/detik)
0
2.5 cm
‐5
10 cm
‐10
20 cm
‐15
30 cm
40 cm
‐20
50 cm
‐25
60 cm
‐30
80 cm
100 cm
‐35
0
‐3000
‐6000
‐9000
‐12000
‐15000
Potensial matrik (cmH2O)
Gambar 7 Kurva fungsi K( ) model LN di (a) puncak lereng, (b) bagian atas
lereng, (c) pertengahan lereng, (d) bagian bawah lereng (plot 4), (e)
bagian bawah lereng (plot 5), (f) kaki lereng.
37
Rata-rata kurva fungsi K( ) di setiap kedalaman dan di setiap posisi lereng
disajikan dalam Gambar 8. Berdasarkan Gambar 8, sifat konduktivitas hidrolika
tanah tidak jenuh bervariasi baik pada arah vertikal (kedalaman tanah) maupun
horizontal (posisi lereng).
(a)
Rata-Rata Log K (cm/detik)
0
Plot 1
‐5
Plot 2
‐10
Plot 3
Plot 4
‐15
Plot 5
‐20
Plot 6
‐25
‐1000
‐3000
‐5000
‐7000
‐9000
‐11000 ‐13000 ‐15000
Potensial Matriks (cmH2O)
(b)
Rata-Rata Log K (cm/detik)
0
2.5 cm
‐5
10 cm
‐10
20 cm
‐15
30 cm
40 cm
‐20
50 cm
‐25
60 cm
‐30
80 cm
‐35
100 cm
0
‐3000
‐6000
‐9000
‐12000
‐15000
Potensial Matriks (cmH2O)
Gambar 8 Kurva fungsi K( ) model LN rata-rata di (a) puncak – kaki lereng dan
(b) kedalaman 2,5 cm-kedalaman 100 cm.
Pada arah horizontal, bagian pertengahan, bawah, dan kaki lereng memiliki
penurunan nilai fungsi K yang lebih besar seiring penurunan nilai potensial matrik
dibandingkan dengan bagian puncak dan atas lereng. Bagian puncak dan atas
38
lereng memiliki kurva fungsi K yang hampir sama namun berbeda dengan posisi
lereng lainnya, begitupun dengan pertengahan dan kaki lereng. Sedangkan bagian
bawah lereng (plot 4 dan plot 5) memiliki variasi kurva fungsi K yang lebih besar
dengan posisi lereng lainnya.
Pada arah vertikal, lapisan atas tanah (kedalaman 10 cm dan kedalaman 20
cm), dan lapisan yang lebih bawah (kedalaman 50 dan kedalaman 60 cm)
memiliki penurunan nilai fungsi K yang lebih besar seiring penurunan nilai
potensial matrik dibandingkan dengan lapisan permukaan (kedalaman 2,5 cm),
lapisan pertengahan (kedalaman 30 cm dan kedalaman 40 cm), serta lapisan yang
paling bawah (kedalaman 80 dan kedalaman 100 cm). Lapisan atas tanah dan
lapisan tanah yang lebih bawah memiliki variasi kurva fungsi K yang lebih besar
dibandingkan lapisan permukaan, lapisan pertengahan, dan lapisan paling bawah.
5.2 Variabilitas Sifat Hidrolika Tanah di Lereng Berhutan
5.2.1 Porositas Efektif Tanah ( s – r)
Nilai pororsitas efektif tanah di masing-masing posisi lereng dan di berbagai
kedalaman tanah ditunjukkan pada Tabel 5. Analisis ragam menunjukkan bahwa
perbedaan posisi lereng (arah horizontal) dan kedalaman tanah (arah vertikal)
memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai rata-rata s – r pada p-value <
0,05. Pada arah horizontal, nilai rata-rata s – r tertinggi terdapat di kaki lereng
dan berbeda nyata dengan puncak sampai bagian bawah lereng pada p-value <
0,05, sedangkan rata-rata nilai s – r tanah terendah terdapat di puncak lereng
yang nilainya berbeda nyata dengan posisi lereng lainnya pada p-value < 0,05.
Pada arah vertikal, nilai rata-rata s – r tertinggi terdapat di kedalaman 40 dan
kedalaman 50 cm, nilainya berbeda nyata dengan kedalaman 2,5 cm, kedalaman
10 cm, kedalaman 20 cm, kedalaman 60 cm, kedalaman 80 cm, dan kedalaman
100 cm pada p-value < 0,05, sedangkan nilai rata-rata s – r terendah terdapat di
kedalaman 100 cm dan berbeda nyata dengan kedalaman lainnya kecuali
kedalaman 2,5 cm pada p-value < 0,05 cm.
39
Tabel 5 Nilai porositas efektif tanah (cm3/cm3)
Kedalaman tanah (cm)
2.5
10
20
30
40
50
60
80
100
Ratarata
1
0,133
0,275
0,260
0,217
0,182
0,234
0,185
0,106
0,087
0,187a
2
0,185
0,252
0,247
0,289
0,285
0,272
0,236
0,255
0,222
0,249b
3
0,189
0,215
0,255
0,314
0,326
0,315
0,296
0,278
0,180
0,263b
4
0,229
0,223
0,268
0,334
0,361
0,316
0,273
0,352
0,297
0,295bc
5
0,252
0,239
0,265
0,256
0,305
0,301
0,238
0,242
0,236
0,259b
6
0,310
0,346
0,316
0,323
0,359
0,379
0,264
0,239
0,243
0,309c
Ratarata
0,216a
0,258ab
0,268ab
0,289b
0,303b
0,303b
0,249ab
0,245ab
0,211a
Plot
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom rata-rata plot dan baris rata-rata
kedalaman tanah menunjukkan nilai tengah tidak berbeda nyata pada p-value <
0.05
Perbedaan nilai s – r baik pada arah horizontal maupun vertikal disajikan
pada Gambar 9 berupa distribusi spasialnya.
1.0
Keterangan:
Nilai s – r
(cm3/cm3) Kedalaman tanah (cm)
0.9
0.8
0.7
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
10
15
20
25
30
35
40
<
>
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
0.35
45
Jarak antar plot (m)
6
5
4
3
2
1
Lokasi contoh tanah (plot)
Gambar 9 Distribusi spasial dari porositas efektif tanah ( s – r).
Berdasarkan Gambar 9, dapat diketahui bahwa nilai s – r kecil di bagian
puncak lereng dan besar di bagian pertengahan sampai kaki lereng. Rendahnya
nilai s – r di bagian puncak lereng karena posisinya dekat dengan jalan setapak
dan arealnya cukup terbuka sehingga minimnya jumlah serasah yang menutup
tanah. Hal tersebut menyebabkan kandungan bahan organik di bagian puncak
lereng menjadi rendah. Selain itu, nilai s – r ini umumnya menurun seiring
meningkatnya kedalaman tanah, hal tersebut dikarenakan kandungan bahan
40
organik di lapisan atas tanah lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan tanah yang
lebih bawah.
Adanya perbedaan nilai tengah s – r baik pada arah vertikal maupun
horizontal diperlukan analisis lanjutan, yaitu analisis semivariogram, untuk
membuktikan adanya pengaruh faktor jarak terhadap variabilitas nilai s – r
antar posisi lereng dan kedalaman tanah. Hasil analisis semivariogram disajikan
pada Gambar 10.
(a)
(b)
0.008
0.0020
0.007
0.006
Semivarian
Semivarian
0.0015
0.0010
0.0005
0.005
0.004
0.003
0.002
0.001
0.0000
0.000
0
2
4
6
Lag h (x 0,1 meter)
8
10
10
20
30
Lag h (meter)
40
50
Gambar 10 Semivariogram porositas efektif tanah,
, pada (a) kedalaman
tanah (arah vertikal), (b) posisi lereng (arah horizontal).
Gambar 10 memperlihatkan bahwa pola semivariogram s – r pada arah
vertikal dan horizontal mengikuti model polinomial dengan nilai koefisien
determinasi berturut-turut sebesar 91,3 % dan 70,1 %. Hal ini berarti bahwa
model semivariogram yang tersusun sudah cukup baik menggambarkan
keragaman spasial nilai
s –
r, baik pada arah vertikal maupun horizontal.
Namun pola sebaran keragaman yang dihasilkan pada arah vertikal tidak
menunjukkan adanya peningkatan dengan semakin besarnya jarak. Keragaman
nilai s – r meningkat sampai kedalaman 0,5 meter kemudian menurun lagi
sampai kedalaman 1 meter. Berbeda halnya pada arah horizontal, pola sebaran
keragaman s – r yang terbentuk cenderung meningkat seiring meningkatnya
jarak antar posisi lereng.
Secara umum variasi nilai s – r pada arah vertikal maupun horizontal
dipengaruhi oleh jarak antar satu pengamatan dengan pengamatan lainnya.
Artinya nilai
s –
r pada kedua arah memiliki ketergantungan spasial antar
pengamatan, walaupun hasilnya belum memuaskan pada arah vertikal.
41
5.2.2 Simpangan Baku dari Distribusi Radius Pori ( )
Nilai simpangan baku dari distribusi radius pori di lokasi penelitian
ditunjukkan pada Tabel 6. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa baik
kedalaman tanah maupun posisi lereng berpengaruh nyata terhadap nilai
simpangan baku dari distribusi radius pori pada p-value < 0,05.
Pada arah horizontal, nilai rata-rata
yang tertinggi terdapat di puncak
lereng dan berbeda nyata dengan nilai rata-rata
value < 0,5. Sedangkan nilai rata-rata
posisi lereng lainnya pada p-
yang terendah terdapat di pertengahan
lereng dan nilainya berbeda nyata dengan bagian puncak, atas, dan kaki lereng
pada p-value < 0,5. Pada arah vertikal nilai rata-rata
yang terendah terdapat di
kedalaman 80 cm dan nilainya berbeda nyata dengan kedalaman 2,5 dan
kedalaman 10 cm pada p-value < 0,5, sedangkan nilai rata-rata
yang tertinggi
terdapat di kedalaman 2,5 cm dan nilainya berbeda nyata dengan kedalaman
lainnya kecuali dengan kedalaman 10 cm pada p-value < 0,5.
Tabel 6 Nilai simpangan baku dari distribusi radius pori
Kedalaman tanah (cm)
Plot
Rata-rata
2,5
10
20
30
40
50
60
80
100
1
2,036
5,135
2,570
2,134
1,465
2,404
2,181
1,642
1,670
2,360a
2
2,795
2,794
1,470
1,844
1,916
1,786
1,550
1,477
1,636
1,919ab
3
2,406
2,405
1,606
1,226
1,353
1,230
1,363
1,295
1,395
1,587b
4
2,485
2,282
1,600
1,444
1,438
1,587
1,278
1,066
1,352
1,615b
5
2,995
2,165
1,675
1,349
1,086
1,474
1,283
1,484
1,602
1,679b
6
4,150
1,564
1,045
1,633
1,790
1,493
1,472
2,037
1,670
1,873ab
Ratarata
2,811a
2,724a
1,661b
1,605b
1,508b
1,662b
1,521b
1,500b
1,554b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom rata-rata plot dan baris rata-rata
kedalaman tanah menunjukkan nilai tengah tidak berbeda nyata pada p-value <
0.05
Perbedaan nilai
baik pada arah horizontal maupun vertikal disajikan pada
Gambar 11 berupa distribusi spasialnya. Berdasarkan Gambar 11, nilai
besar di
bagian puncak dan sebagian dari atas lereng, dan kecil di bagian pertengahan
sampai kaki lereng. Nilai
umumnya menurun seiring meningkatnya kedalaman
tanah. Menurut Kosugi (1997) nilai
umumnya lebih besar dari 1, yang
menunjukkan distribusi radius pori yang relatif besar dan khas untuk tanah hutan.
42
1.0
Kedalaman tanah (cm)
0.9
)
0.7
(
0.8
0.6
Keterangan:
Nilai
<
2 3 4 >
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
10
15
20
25
30
35
40
2
3
4
5
5
45
Jarak antar plot (m)
6
5
4
3
2
Lokasi contoh tanah (plot)
1
Gambar 11 Distribusi spasial simpangan baku dari distribusi radius pori ( ).
Hasil analisis semivariogram sebagai analisis lanjutan untuk membuktikan
adanya pengaruh jarak terhadap variabilitas dari nilai
disajikan pada Gambar
13.
(a)
(b)
0.9
0.30
0.8
0.25
0.20
0.6
Semivarian
Semivarian
0.7
0.5
0.4
0.3
0.2
0.15
0.10
0.05
0.1
0.00
0.0
0
2
4
6
Lag h (x 0,1 meter)
8
10
10
20
30
Lag h (meter)
40
50
Gambar 12 Semivariogram simpangan baku dari distribusi radius pori, , pada
(a) kedalaman tanah (arah vertikal), (b) posisi lereng (arah
horizontal).
Gambar 12 menunjukkan hasil semivariogram simpangan baku dari
distribusi radius pori. Pola semivariogram sifat tersebut pada arah vertikal dan
horizontal mengikuti model polinomial dengan nilai koefisien determinasi
berturut-turut 97,8 % dan 95,9 %. Hal ini berarti model semivariogram yang
disusun sudah cukup baik menggambarkan keragaman spasial . Namun pada
arah horizontal model yang terbentuk belum dapat memperlihatkan adanya pola
sebaran keragaman
yang cenderung meningkat seiring meningkatnya jarak.
43
keragaman
meningkat sampai jarak sekitar 35 m, kemudian menurun lagi
sampai jarak 50 m. Adapun pada arah vertikal, pola keragaman
yang terbentuk
cenderung menunjukkan adanya peningkatan seiring meningkatnya jarak,
meskipun terdapat keragaman yang cenderung konstan pada kedalaman 20 sampai
kedalaman 50 cm. Secara umum variasi nilai
pada arah vertikal maupun
horizontal dipengaruhi oleh jarak antar satu pengamatan dengan pengamatan
lainnya. Artinya nilai
pada kedua arah memiliki ketergantungan spasial antar
pengamatan, walaupun hasilnya belum memuaskan pada arah horizontal.
5.2.3 Median Distribusi Radius Pori,
Nilai median distribusi radius pori pada berbagai posisi lereng dan
kedalaman tanah sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 7. Hasil analisis ragam
(anova) menunjukkan bahwa faktor posisi lereng berpengaruh nyata terhadap nilai
rata-rata log
pada p-value < 0,5. Adapun faktor kedalaman tanah tidak
berpengaruh nyata terhadap nilai rata-rata log
rata-rata log
pada p-value < 0,5. Nilai
tertinggi terdapat di bagian atas lereng dan nilainya berbeda
nyata dengan bagian pertengahan, bawah, dan kaki lereng pada p-value < 0,5.
Sedangkan nilai rata-rata log
yang terendah terdapat di bagian
pertengahan lereng dan nilainya berbeda nyata dengan nilai rata-rata log
posisi lereng lainnya kecuali lereng bagian bawah pada p-value < 0,5.
Tabel 7 Nilai median distribusi radius pori (cmH2O)
Kedalaman tanah (cm)
2,5
10
20
30
40
50
60
80
100
Ratarata
1
1,852
1,260
0,980
1,611
1,693
1,324
1,276
1,673
1,867
1,504a
2
1,903
1,122
1,490
1,477
1,506
1,517
1,618
1,614
1,701
1,550a
3
1,159
1,127
1,148
1,136
1,208
1,322
1,327
1,311
1,606
1,260b
4
1,845
1,907
1,715
1,351
1,352
1,427
1,454
1,337
1,357
1,527a
5
1,980
1,279
1,188
1,250
1,055
1,102
1,215
1,130
1,187
1,265b
6
1,192
0,799
1,363
1,167
1,153
1,095
1,227
1,163
1,209
1,152bc
Ratarata
1,655
1,249
1,314
1,332
1,328
1,298
1,353
1,371
1,488
Plot
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom rata-rata plot menunjukkan nilai
tengah tidak berbeda nyata pada p-value < 0.05
Perbedaan nilai log
baik pada arah horizontal maupun vertikal
disajikan pada Gambar 13 berupa distribusi spasialnya. Nilai
(nilai log
umumnya kecil
adalah besar) di bagian puncak lereng sampai bagian atas lereng
44
Kedalaman tanah (cm)
1.0
Keterangan:
Nilai
0.9
0.8
0.7
(cmH2O)
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
10
15
20
25
30
35
40
<
>
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
1.8
45
Jarak antar plot (m)
6
5
4
3
2
1
Lokasi contoh tanah (plot)
Gambar 13 Distribusi spasial dari median distribusi radius pori log
.
dan besar di bagian pertengahan sampai kaki lereng. Di bagian puncak sampai
pertengahan lereng nilai
cenderung menurun seiring meningkatnya
kedalaman tanah, sedangkan di bagian bawah sampai kaki lereng adalah
sebaliknya. Hal tersebut sesuai dengan hasil yang diperoleh Hendrayanto (1999),
namun berbeda dengan hasil yang diperoleh Kosugi (1997) kecuali di bagian
puncak dan pertengahan lereng. Menurut Kosugi (1997) nilai
dipengaruhi
oleh struktur tanah. Sesuai dengan hasil yang diperoleh Hendrayanto (1999),
besarnya nilai
di bagian pertengahan sampai kaki lereng disebabkan oleh
adanya struktur remah yang berkembang baik di tanah hutan. Selanjutnya hasil
analisis semivariogram sebagai analisis lanjutan untuk membuktikan adanya
pengaruh jarak terhadap variabilitas dari nilai log
disajikan pada Gambar
14.
0.07
0.06
Semivarian
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0.00
10
20
30
Lag h (meter)
40
50
Gambar 14 Semivariogram median distribusi radius pori, log
lereng (arah horizontal).
, pada posisi
45
Gambar 14 menunjukan semivariogram log
. Pola semivariogram
yang terbentuk mengikuti model polinomial, dengan nilai koefisien determinasi
sebesar 35,2 %. Hal ini berarti bahwa model semivariogram yang tersusun kurang
baik dalam menggambarkan keragaman spasial median distribusi radius pori.
Kemungkinan terdapat faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap keragaman
log
selain faktor jarak.
5.2.4 Konduktivitas Hidrolika Tanah Jenuh (Ks)
Nilai konduktivitas hidrolika tanah jenuh di lokasi penelitian ditunjukkan
pada Tabel 8. Hasil analisis ragam (anova) menunjukkan bahwa posisi lereng dan
kedalaman tanah tidak berpengaruh nyata terhadap nilai rata-rata Ks pada p-value
< 0,05. Nilai Ks baik pada arah vertikal maupun horizontal tidak memiliki variasi
dan kemungkinan tidak memiliki ketergantungan spasial antar pengamatan.
Sehingga tidak perlu dilakukan analisis semivariogram sebagai analisis lanjutan.
Tabel 8 Nilai konduktivitas hidrolika tanah jenuh (cm/detik)
Kedalaman tanah (cm)
2,5
10
20
30
40
50
60
80
100
Ratarata
1
0,044
0,017
0,113
0,019
0,010
0,003
0,006
0,011
0,004
0,025
2
0,010
0,058
0,010
0,007
0,011
0,016
0,002
0,004
0,002
0,013
3
0,039
0,021
0,011
0,029
0,039
0,014
0,010
0,001
0,000
0,018
4
0,007
0,012
0,018
0,019
0,077
0,022
0,036
0,050
0,017
0,029
5
0,027
0,005
0,006
0,098
0,058
0,021
0,030
0,027
0,013
0,032
6
0,106
0,077
0,038
0,060
0,039
0,107
0,002
0,003
0,009
0,049
Ratarata
0,039
0,032
0,033
0,039
0,039
0,030
0,014
0,016
0,008
Plot
Distribusi spasial Ks disajikan pada Gambar 15. Berdasarkan Gambar 15,
Ks umumnya kecil di bagian puncak dan atas lereng, dan besar di bagian
pertengahan sampai kaki lereng. Di setiap lokasi, konduktivitas hidrolika jenuh
umumnya menurun seiring meningkatnya kedalaman tanah. Hal ini sesuai dengan
hasil yang diperoleh Hendrayanto (1999). Nilai Ks diharapkan akan lebih besar
sebagaimana porositas efektif menjadi lebih besar (Hendrayanto 1999). Selain itu
menurut Kosugi (1997) nilai Ks berbanding terbalik dengan kuadrat
penelitian ini nilai Ks sebanding dengan nilai
dan
. Nilai
. Pada
dan
yang besar di bagian pertengahan sampai kaki lereng menghasilkan nilai Ks
yang juga besar.
46
1.0
Keterangan:
Nilai Ks
(cm/detik)
Kedalaman tanah (cm)
0.9
0.8
0.7
0.6
0.00
0.02
0.04
0.06
0.08
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
10
15
20
25
30
35
40
<
>
0.00
0.02
0.04
0.06
0.08
0.10
0.10
45
Jarak antar plot (m)
6
5
4
3
2
1
Lokasi contoh tanah (plot)
Gambar 15 Distribusi spasial dari konduktivitas hidrolika tanah jenuh (Ks).
5.3 Hubungan
dan
1,1
2,1
3,1
4,1
5,1
6,1
terhadap Struktur Tanah
1,2
2,2
3,2
4,2
5,2
6,2
1,3
2,3
3,3
4,3
5,3
6,3
1,4
2,4
3,4
4,4
5,4
6,4
1,5
2,5
3,5
4,5
5,5
6,5
1,6
2,6
3,6
4,6
5,6
6,6
1,7
2,7
3,7
4,7
5,7
6,7
1,8
2,8
3,8
4,8
5,8
6,8
1,9
2,9
3,9
4,9
5,9
6,9
Keterangan: (1,1) menunjukkan plot 1 dan lapisan pertama (2,5 cm), dst.
Simpangan Baku dari Distribusi Radius Pori
Ukuran Pori (rm) Semakin Kecil
5.5
5.0
4.5
4.0
3.5
3.0
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
0
-10
-20
-30
-40
-50
-60
-70
-80
-90
-100
Median Distribusi Radius Pori
Gambar 16 Hubungan antara
dan
model estimasi distribusi lognormal.
47
Gambar 16 menunjukkan hubungan antara
dan
dari satu set data
retensi air tanah (54 contoh tanah utuh) di Hutan Pendidikan Gunung Walat.
Menurut Kosugi (1997) hubungan tersebut dapat menunjukkan struktur tanahnya,
sedangkan nilai
sendiri berhubungan dengan ukuran pori tanah (rm). Ukuran
pori tanah sampai
kecil nilai
± -100 cmH2O berkisar antara 0,01 – 0,001 cm. Semakin
ukuran pori tanahnya juga semakin kecil atau halus. Selanjutnya
Kosugi (1997) mengklasifikasikan struktur tanah hutan berdasarkan nilai
. Struktur tanah remah (crumb) umumnya berada pada selang
dan 1 <
< 2 serta beberapa pada
umumnya berada pada selang
dan
> -30 cmH2O
> 2. Struktur tanah granuler (granular)
< -30 cmH2O dan
< 1,5. Sedangkan struktur
tanah pejal (massive) umumnya berada pada selang
< -50 cmH2O dan
>
0,7. Jika dihubungkan antara struktur tanah hutan tersebut dengan ukuran pori
tanahnya, maka struktur tanah remah memiliki ukuran pori yang lebih besar atau
kasar, sedangkan struktur tanah granuler dan massive memiliki ukuran pori yang
lebih kecil atau halus.
Berdasarkan pengklasifikasian struktur tanah oleh Kosugi (1997), struktur
tanah hutan di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Klasifikasi struktur tanah di lokasi penelitian berdasarkan nilai φm dan σ
Struktur
Tanah
(cmH2O)
> -30
1<
< 2;
>2
Remah
< -30
< 1,5
Granuler
< -50
> 0,7
Massive
Lokasi penelitian
(1,2), (1,3), (1,6), (1,7), (2,2), (2,4), (3,1),
(3,2), (3,3), (3,4), (3,5), (3,6), (3,7), (3,8),
(4,2), (4,4), (4,5), (4,6), (4,7), (4,9), (5,2),
(5,3), (5,4), (5,5), (5,6), (5,7), (5,8), (5,9),
(6,1), (6,2), (6,3), (6,4), (6,5), (6,6), (6,7),
(6,8), (6,9).
(1,4), (1,5), (1,8), (2,3), (2,5), (2,6), (2,7),
(2,8), (3,9).
(1,1), (1,9), (2,1), (2,9), (4,1), (4,3), (4,8)
(5,1).
Berdasarkan Gambar 16 dan Tabel 9, umumnya lokasi penelitian memiliki
struktur tanah remah terutama di bagian pertengahan sampai kaki lereng, yaitu
hampir di setiap lapisannya
48
5.4 Aliran Air dalam Tanah Satu Dimensi
Aliran air dalam tanah tidak jenuh satu dimensi menggunakan model
persamaan Richard, sedangkan simulasinya menggunakan software HYDRUS 1D
4.14. Input dalam proses simulasi ini adalah parameter sifat hidrolika tanah hasil
fitting parameter model LN. Simulasi dilakukan pada arah vertikal dengan
menggunakan kedalaman profil tanah 105 cm. Kedalaman tanah tersebut dibagi
kedalam 9 lapisan dan 9 penempatan titik observasi. Kondisi awal (initial
condition) dibuat potensial matrik -50 cmH2O seragam di semua lapisan. Batas
atas (upper boundary condition) menggunakan kondisi atmosfer dengan aliran
permukaan (atmospheric boundary condition with surface run-off) sedangkan
batas bawah (lower boundary condition) menggunakan kondisi drainase bebas
(free drainage).
Simulasi dilaksanakan di masing-masing posisi lereng dalam proses
pembasahan (dengan input hujan) selama 8 hari. Input hujan yang digunakan
disajikan dalam Tabel 10.
Tabel 10 Curah hujan di Hutan Pendidikan Gunung Walat tanggal 16 sampai 23
November 2010 yang digunakan dalam simulasi aliran air
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Tanggal
16 November 2010
17 November 2010
18 November 2010
19 November 2010
20 November 2010
21 November 2010
22 November 2010
23 November 2010
Curah hujan (cm/hari)
0
0,8
2,5
5,1
1,4
1,4
4
0
Hasil/ouput dari simulasi aliran air di masing-masing plot disajikan pada
Gambar 17 berupa fluks aliran air. Fluks merupakan kecepatan air mengalir tiap
satuan waktu. Fluks bernilai negatif yang menunjukkan arah aliran secara vertikal
ke bawah.
49
(a)
Waktu (Hari)
CH
(cm/hari)
1
2
3
4
5
6
7
8
0
3
6
‐6
2.5 cm
Fluks (cm/hari)
‐5
10 cm
20 cm
‐4
30 cm
40 cm
‐3
50 cm
‐2
60 cm
80 cm
‐1
100 cm
0
0
1
2
3
4
5
6
7
6
7
8
Waktu (hari)
(b)
Waktu (Hari)
CH
(cm/hari)
1
2
3
4
5
8
0
3
6
‐6
2.5 cm
Fluks (cm/hari)
‐5
10 cm
20 cm
‐4
30 cm
‐3
40 cm
50 cm
‐2
60 cm
80 cm
‐1
100 cm
0
0
1
2
3
4
5
Waktu (hari)
6
7
8
50
(c)
Waktu (Hari)
CH
(cm/hari)
1
2
3
4
5
6
7
8
0
3
6
‐6
2.5 cm
Fluks (cm/hari)
‐5
10 cm
20 cm
‐4
30 cm
‐3
40 cm
50 cm
‐2
60 cm
‐1
80 cm
100 cm
0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Waktu (hari)
(d)
Waktu (Hari)
CH
(cm/hari)
1
2
3
4
5
6
7
8
0
3
6
‐6
2.5 cm
Fluks (cm/hari)
‐5
10 cm
20 cm
‐4
30 cm
‐3
40 cm
50 cm
‐2
60 cm
80 cm
‐1
100 cm
0
0
1
2
3
4
5
Waktu (hari)
6
7
8
51
(e)
Waktu (Hari)
2
3
4
5
6
7
8
CH
(cm/hari)
1
0
3
6
‐6
2.5 cm
10 cm
Fluks (cm/hari)
‐5
20 cm
‐4
30 cm
‐3
40 cm
50 cm
‐2
60 cm
‐1
80 cm
100 cm
0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Waktu (hari)
(f)
2
Waktu (Hari)
4
5
3
6
7
8
CH
(cm/hari)
1
0
3
6
‐6
2.5 cm
‐5
10 cm
Fluks (cm/hari)
20 cm
‐4
30 cm
40 cm
‐3
50 cm
‐2
60 cm
‐1
80 cm
100 cm
0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Waktu (hari)
Gambar 17 Aliran air (fluks) saat proses pembasahan di (a) puncak lereng, (b)
bagian atas lereng, (c) pertengahan lereng, (d) bagian bawah lereng
(plot 4), (e) bagian bawah lereng (plot 5), (f) kaki lereng.
52
Gambar 17 menunjukkan fluks saat proses pembasahan di bagian puncak
sampai kaki lereng. Variasi input hujan yang diberikan menyebabkan adanya
variasi perilaku fluks di setiap lapisan dari puncak sampai kaki lereng. Secara
umum pada hari pertama tidak terjadi hujan, terdapat fluks di seluruh lapisan di
setiap posisi lereng namun nilainya menurun. Kemudian saat curah hujan
meningkat pada hari kedua sampai hari keempat menyebabkan peningkatan fluks
sampai hari keempat. Fluks yang dicapai pada hari keempat merupakan fluks
puncak hampir di setiap kedalaman di seluruh posisi lereng, kecuali lereng bagian
atas, pertengahan, dan kaki lereng. Di ketiga plot ini fluks puncak untuk lapisan
bawah dapat tercapai pada hari ketujuh. Pada hari selanjutnya umumnya terjadi
penurunan fluks yang cukup besar, karena curah hujan yang terjadi menurun
drastis dari hari keempat. Sedangkan pada hari keenam terjadi penurunan fluks
yang kecil bahkan cenderung konstan, karena curah hujannya konstan dari hari
kelima. Kemudian pada hari ketujuh fluks di setiap kedalaman kembali meningkat
seiring meningkatnya curah hujan dan menurun pada hari kedelapan karena sudah
tidak terjadi hujan.
Lapisan atas tanah memberikan respon lebih cepat terhadap air yang masuk
dari hujan. Hal ini ditunjukkan dari adanya peningkatan fluks di lapisan ini sejak
hari kedua terjadinya hujan, meskipun dengan curah hujan yang lebih kecil
dibandingkan hari berikutnya. Lapisan tengah merespon lebih lambat air hujan
yang masuk ke dalam tanah. Fluks di lapisan tengah mengalami peningkatan pada
hari ketiga setelah terjadinya peningkatan hujan pada hari tersebut dan adanya air
yang masuk dari lapisan diatasnya. Lapisan bawah memiliki respon paling lambat
terhadap aliran air. Fluks di lapisan bawah mengalami peningkatan pada hari
keempat setelah terjadinya peningkatan hujan pada hari ini dan adanya tambahan
kadar air tanah dari lapisan di atasnya.
Secara umum perilaku fluks pada arah vertikal di puncak lereng sampai kaki
lereng memiliki kecenderungan yang sama, namun kecepatan responnya terhadap
aliran air bervariasi, dapat lebih lambat ataupun cepat. Hal ini disebabkan oleh
adanya variasi sifat hidrolika tanah di lereng berhutan yang ditunjukkan oleh
parameter-parameter LN, yaitu porositas efektif tanah, median distribusi radius
pori, simpangan baku dari distribusi radius pori, dan konduktivitas hidrolika tanah
53
jenuh. Meskipun secara statistik tidak semua parameter tersebut bervariasi, namun
tetap berpengaruh terhadap aliran air di setiap posisi lereng.
Variasi kecepatan respon pengaliran air di setiap posisi lereng dapat
ditentukan dari perilaku fluksnya yang ditunjukkan pada Gambar 14 dan fluks
totalnya yang disajikan pada Tabel 11. Semakin besar nilai fluks totalnya, respon
terhadap pengaliran airnya pun semakin cepat.
Tabel 11 Fluks total di puncak lereng sampai kaki lereng
Plot
1
2
3
4
5
6
Posisi Lereng
Puncak lereng
Bagian atas lereng
Pertengahan lereng
Bagian bawah lereng
Bagian bawah lereng
Kaki lereng
Fluks total (cm/8 hari)
-15,730
-13,142
-9,604
-17,018
-14,008
-9,295
Berdasarkan Gambar 17 dan Tabel 11 variasi aliran air antar plot tidak
memiliki keteraturan atau bersifat acak. Bagian bawah lereng dengan kemiringan
lereng yang lebih rendah (plot 4) memiliki respon tercepat terhadap pengaliran air
dibandingkan posisi lereng lainnya. Uurutan respon pengaliran air di setiap posisi
lereng adalah: bagian bawah lereng (plot 4) > puncak lereng > bagian bawah
lereng (plot 5) > bagian atas lereng > pertengahan lereng > kaki lereng.
54
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Sifat hidrolika tanah di lereng berhutan, Sub DAS Cipeureu Hutan
Pendidikan Gunung Walat menunjukkan adanya variasi menurut ruang. Beberapa
parameter sifat hidrolika tanah model LN menunjukkan variasi menurut ruang,
baik pada arah vertikal maupun horizontal. Nilai
pada kedua arah
memiliki ketergantungan spasial antar pengamatan, walaupun hasilnya belum
memuaskan pada arah vertikal. Nilai
pada kedua arah memiliki ketergantungan
spasial antar pengamatan, walaupun hasilnya belum memuaskan pada arah
horizontal. Sedangkan nilai log
dan Ks belum menunjukkan adanya variasi
menurut ruang baik pada arah vertikal maupun horizontal. Nilai Ks sebanding
dengan nilai
dan
. Nilai
dan φm yang besar pada bagian
pertengahan sampai kaki lereng menghasilkan nilai Ks yang juga besar. Nilai
umumnya lebih besar dari satu, yang menunjukkan distribusi radius pori yang
relatif besar dan khas untuk tanah hutan.
Variabilitas sifat hidrolika tanah berpengaruh terhadap variasi aliran air di
lereng berhutan. Secara umum perilaku fluks pada arah vertikal di puncak sampai
kaki lereng memiliki kecenderungan yang sama, yaitu lapisan atas tanah
memberikan respon pengaliran air yang lebih cepat dibandingkan lapisan tengah
dan lapisan bawah. Namun kecepatan respon masing-masing posisi lereng
terhadap aliran air bervariasi. Respon pengaliran air di setiap posisi lereng adalah:
bagian bawah lereng (plot 4) > puncak lereng > bagian bawah lereng (plot 5) >
bagian atas lereng > pertengahan lereng > kaki lereng.
55
5.2 Saran
1. Nilai konduktivitas hidrolika tanah tidak jenuh K( ) pada penelitian ini
merupakan nilai estimasi berdasarkan fitting curve antara model LN dengan
kurva retensi air tanah pengukuran. Untuk mengurangi bias yang terjadi dari
pendugaan nilai menggunakan model, perlu dilakukan pengukuran langsung
nilai K( ).
2. Pada penelitian ini hanya dilakukan simulasi aliran air 1 dimensi secara
vertikal, sehingga hasil yang diperoleh kurang lengkap dalam menggambarkan
pengaliran air di lereng berhutan. Oleh karena sebaiknya dilakukan simulasi
aliran air 2 dimensi atau 3 dimensi agar hasil yang diperoleh lebih baik.
56
DAFTAR PUSTAKA
Amoozegar A, Warrick AW. 1986. Hydraulic Conductivity of Saturated Soils
Field Methods. Di dalam: Klute A, editor. Methods of Soil Analysis. Part I.
Ed ke-2. Madison: American Society of Agronomi. Hlm 735-768.
Agus F, Suganda H. 2006. Penetapan Konduktivitas Hidrolika Tanah dalam
Keadaan Jenuh: Metode Lapang. Di dalam: [Deptan] Departemen
Pertanian, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan
Pertanian. 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisinya. Jakarta:
Departemen Pertanian.
Agus F, Dariah A, Nurida NL. 2006. Penetapan Konduktivitas Hidrolika Tanah
Tidak Jenuh: Metode Lapang. Di dalam: [Deptan] Departemen Pertanian,
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.
2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisinya. Jakarta: Departemen
Pertanian.
Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Ed ke-2. Bogor: IPB Press.
Dariah A, Tusrial, Mazwar. Penetapan Koduktivitas Hidrolika dalam Keadaan
Jenuh: Metode Laboratorium. Di dalam: [Deptan] Departemen Pertanian,
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.
2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisinya. Jakarta: Departemen
Pertanian.
Green RE, Ahuja LR, Chong SK. 1986. Hydraulic Conductivity. Diffusivity and
Sorptivity of Unsaturatted Soils: Fields Methods. Di dalam: Klute A,
editor. Methods of Soil Analysis. Part I. Ed ke-2. Madison: American
Society of Agronomi. Hlm. 771-790.
[FAHUTAN IPB] Fakultas kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 2009. Rencana
Pembangunan Hutan Pendidikan Gunung Walat 2009-2013. Bogor:
FAHUTAN IPB.
Hall GF. 1983. Pedology and Geomorphology. Di dalam: Wilding LP, Smeck NE,
Hall GF, editor. Pedogenesis and Soil Taxonomy. New York: Elsevier
Science Publishhing Company Inc. Hlm. 83-113.
Hardjowigeno S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta: Akademika
Pressindo.
Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Cetakan ke-6. Jakarta: Akademika Pressindo.
Hendrayanto. 1999. Analyses on spatial variability in hydraulic properties of
forest soils [disertasi]. Kyoto: Graduate School of Agriculture, Kyoto
University.
Irianto A. 2008. Statistik: Konsep dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Kencana.
Jury W, Horton R. 2004. Soil Physics. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
57
Klute. 1986. Water Retention: Laboratory Methods. Di dalam: Klute A, editor.
Methods of Soil Analysis. Part I. Ed ke-2. Madison: American Society of
Agronomi. Hlm. 633-660.
Klute A, Dirksen. 1986. Hydraulic Conductivity and Diffusivity: Laboratory
Methods. Di dalam: Klute A, editor. Methods of Soil Analysis. Part I. Ed
ke-2. Madison: American Society of Agronomi. Hlm. 687-738.
Kohnke H. 1968. Soil Physics. New York: McGraw-Hill Book Company.
Kosugi. 1996. Lognormal distribution model for unsaturated soil hydraulic
Properties. Water Resources Researches 32 (9): 2697-2703.
Kosugi. 1997. A new model to analyze water retention characteristics of forest
soils based on soil pore radius distribution. J. For. Res. 2: 1-8.
Kosugi K, Hendrayanto, Kato H, Hayashi Y, Prihatmaja H, Puspitasari P. 2009.
Katalog Data Kurva Retensi Air Tanah di Hutan Pendidikan Gunung
Walat. Laboratorium Sabo, Universitas Kyoto Jepang dan Laboratorium
Hidrologi Hutan dan DAS, Fakultas Kehutanan IPB Bogor, Indonesia.
Kurnia U, Nurida NL, Kusnadi H. 2006. Penetapan Retensi Air Tanah di
Lapangan. Di dalam: [Deptan] Departemen Pertanian, Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. 2006. Sifat
Fisik Tanah dan Metode Analisisinya. Jakarta: Departemen Pertanian.
Mallants D, Mohanty BP, Jacques D, Feyer J. 1993. Spatial variability of
hydraulic properties in a multilayered soil profile. Soil science.161 (3):
167-181.
Puspitasari P. 2011. Sifat hidrolika tanah berhutan, agroforestri, dan kebun
singkong di hutan pendidikan gunung walat [skripsi]. Bogor: Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Saptadi R. 1988. Analisis keragaman lateral sifat-sifat fisik tanah dengan
menggunakan semivariogram. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor.
Simunek VZ, Van Genucthen M Th, Sejna M. 2008. Development and application
of the HYDRUS and STANMOD software packages and related codes.
Vadose Zone Journal. 7 (2): 587-600.
Sitorus Santun. 2000. Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan. Bogor:
Laboratorium Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan. Jurusan
Tanah Fakultas Pertanian IPB.
Soepardi G. 1974. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: Departemen Ilmu-Ilmu Tanah
Fakultas Pertanian IPB.
Sudirman, Sutono S, Juarsah I. 2006. Penetapan Retensi Air Tanah di
Laboratorium. Di dalam: [Deptan] Departemen Pertanian, Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. 2006. Sifat
Fisik Tanah dan Metode Analisisinya. Jakarta: Departemen Pertanian.
Van Genucthen M Th. 1980. A closed-form equation for predicting the hydraulic
conductivity of unsaturated soils. Soil Sci. Am. J. 44: 892-898.
58
Warrick WA, Myers DE, Nielsen DR. 1986. Geostatistical Methods Applied to
Soil Science. Di dalam: Klute A, editor. Methods of Soil Analysis. Part I.
Ed ke-2. Madison: American Society of Agronomi. Hlm. 53-80.
Webster R, Oliver MA. 1990. Statistical Methods in Soil and Land Resource
Survey. New York: Oxford University Press.
Wilding LP, Drees LR. 1983. Spatial Variability and Pedology. Di dalam:
Wilding LP, Smeck NE, Hall GF, editor. Pedogenesis and Soil Taxonomy.
New York: Elsevier Science Publishhing Company Inc. Hlm. 83-113.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Retensi air tanah dan konduktivitas hidrolika tanah jenuh (Ks) hasil pengukuran di lereng berhutan HPGW
Kadar air volumetrik (cm3/cm3)
kedalaman
Plot
Potensial matrik (-cmH20)
(cm)
0
-5
-10
-20
-30
-50
-70
-100
-200
-500
-1000
1
2,5
0,663 0,574 0,567 0,559 0,544 0,536 0,531 0,524 0,502 0,477 0,469
10
0,683 0,576 0,557 0,542 0,529 0,524 0,518 0,513 0,500 0,477 0,467
20
0,675 0,568 0,550 0,519 0,492 0,481 0,473 0,464 0,449 0,430 0,424
30
0,655 0,611 0,609 0,583 0,548 0,536 0,523 0,511 0,492 0,461 0,452
40
0,666 0,647 0,648 0,634 0,582 0,572 0,555 0,543 0,523 0,494 0,485
50
0,696 0,618 0,621 0,589 0,558 0,547 0,531 0,521 0,503 0,482 0,477
60
0,658 0,600 0,594 0,571 0,543 0,534 0,522 0,512 0,497 0,487 0,479
80
0,681 0,617 0,616 0,601 0,582 0,575 0,566 0,559 0,544 0,534 0,525
100
0,644 0,633 0,638 0,629 0,614 0,609 0,602 0,593 0,580 0,569 0,561
2
2,5
0,700 0,626 0,622 0,603 0,588 0,579 0,571 0,561 0,540 0,528 0,504
10
0,767 0,678 0,654 0,627 0,602 0,593 0,585 0,577 0,561 0,545 0,525
20
0,717 0,684 0,676 0,630 0,576 0,560 0,541 0,526 0,502 0,480 0,465
30
0,705 0,648 0,631 0,590 0,562 0,524 0,504 0,491 0,464 0,429 0,427
40
0,698 0,642 0,624 0,588 0,563 0,526 0,506 0,490 0,466 0,430 0,426
50
0,686 0,637 0,622 0,585 0,559 0,522 0,501 0,485 0,460 0,428 0,424
60
0,661 0,631 0,619 0,591 0,567 0,531 0,507 0,490 0,463 0,435 0,432
80
0,709 0,678 0,667 0,635 0,608 0,565 0,541 0,523 0,493 0,463 0,460
100
0,719 0,689 0,682 0,663 0,642 0,607 0,587 0,569 0,543 0,512 0,508
Ks (cm/detik)
0,044
0,017
0,113
0,019
0,010
0,003
0,006
0,011
0,004
0,010
0,058
0,010
0,007
0,011
0,016
0,002
0,004
0,002
59
Lampiran 1 (Lanjutan)
Kadar air volumetrik (cm3/cm3)
Plot
3
4
kedalaman
(cm)
2,5
10
30
40
50
60
80
100
2,5
10
20
30
40
50
60
80
100
Ks (cm/detik)
Potensial matrik (-cmH20)
0
0,723
0,713
0,724
0,738
0,735
0,718
0,703
0,663
0,663
0,657
0,666
0,699
0,729
0,697
0,701
0,736
0,722
-5
0,665
0,649
0,668
0,675
0,703
0,675
0,680
0,653
0,635
0,600
0,636
0,644
0,671
0,644
0,673
0,697
0,689
-10
0,633
0,607
0,596
0,624
0,652
0,634
0,615
0,633
0,631
0,582
0,629
0,612
0,631
0,615
0,645
0,664
0,637
-20
0,616
0,587
0,522
0,557
0,579
0,578
0,562
0,610
0,621
0,564
0,602
0,545
0,561
0,567
0,603
0,579
0,589
-30
0,609
0,575
0,486
0,511
0,533
0,535
0,526
0,587
0,611
0,551
0,569
0,499
0,521
0,533
0,556
0,504
0,545
-50
0,593
0,562
0,457
0,474
0,494
0,497
0,493
0,560
0,601
0,536
0,529
0,456
0,467
0,487
0,511
0,454
0,503
-70
0,584
0,554
0,446
0,460
0,477
0,479
0,476
0,544
0,591
0,526
0,505
0,435
0,442
0,462
0,493
0,436
0,486
-100
0,571
0,542
0,433
0,446
0,458
0,463
0,461
0,529
0,581
0,516
0,490
0,420
0,422
0,444
0,474
0,420
0,469
-200
0,561
0,530
0,420
0,429
0,437
0,442
0,442
0,509
0,550
0,488
0,460
0,397
0,402
0,418
0,450
0,399
0,446
-500
0,542
0,511
0,406
0,413
0,419
0,424
0,424
0,491
0,490
0,439
0,416
0,368
0,373
0,389
0,432
0,382
0,428
-1000
0,544
0,503
0,400
0,407
0,414
0,419
0,418
0,482
0,476
0,434
0,407
0,361
0,365
0,386
0,425
0,376
0,420
0,039
0,021
0,029
0,039
0,014
0,010
0,001
0,0002
0,007
0,012
0,018
0,019
0,077
0,022
0,036
0,050
0,017
60
Lampiran 1 (Lanjutan)
Kadar air volumetrik (cm3/cm3)
Plot
5
6
kedalaman
(cm)
2,5
10
20
30
40
50
60
80
100
2,5
10
20
30
40
50
60
80
100
Ks (cm/detik)
Potensial matrik (-cmH20)
0
0,734
0,678
0,688
0,706
0,737
0,734
0,724
0,719
0,715
0,743
0,752
0,744
0,743
0,758
0,761
0,701
0,704
0,701
-5
0,658
0,644
0,631
0,667
0,700
0,660
0,695
0,676
0,661
0,630
0,617
0,689
0,637
0,631
0,663
0,665
0,631
0,643
-10
0,637
0,560
0,580
0,621
0,566
0,598
0,633
0,602
0,620
0,592
0,516
0,633
0,569
0,568
0,590
0,592
0,602
0,606
-20
0,620
0,545
0,535
0,568
0,521
0,548
0,589
0,569
0,582
0,576
0,480
0,529
0,516
0,516
0,525
0,552
0,572
0,570
-30
0,611
0,534
0,507
0,532
0,491
0,512
0,555
0,545
0,555
0,567
0,462
0,494
0,489
0,483
0,483
0,526
0,552
0,543
-50
0,599
0,518
0,486
0,504
0,468
0,483
0,532
0,525
0,532
0,556
0,446
0,471
0,466
0,453
0,445
0,499
0,529
0,516
-70
0,593
0,512
0,476
0,494
0,460
0,474
0,523
0,515
0,521
0,547
0,436
0,459
0,457
0,442
0,431
0,486
0,517
0,504
-100
0,583
0,500
0,466
0,484
0,450
0,463
0,512
0,506
0,511
0,535
0,426
0,446
0,444
0,429
0,418
0,472
0,505
0,492
-200
0,556
0,476
0,444
0,463
0,434
0,445
0,495
0,490
0,493
0,520
0,415
0,431
0,429
0,414
0,398
0,453
0,487
0,476
-500
0,517
0,453
0,428
0,452
0,422
0,433
0,485
0,476
0,481
0,494
0,402
0,417
0,419
0,403
0,384
0,438
0,477
0,465
-1000
0,495
0,441
0,418
0,443
0,417
0,429
0,479
0,471
0,477
0,481
0,395
0,407
0,407
0,393
0,377
0,432
0,468
0,456
0,027
0,005
0,006
0,098
0,058
0,021
0,030
0,027
0,013
0,106
0,077
0,038
0,060
0,039
0,107
0,002
0,003
0,009
61
Lampiran 2 Koordinat plot 1 sampai plot 6
Plot
1
2
3
4
5
6
X (UTM)
700876,00
700895,52
700903,00
700908,33
700915,06
700919,43
Y (UTM)
9235488,00
9235490,95
9235493,54
9235496,29
9235499,55
9235502,26
Lampiran 3 Nilai parameter model LN di masing-masing plot
Plot 1
Parameter
LN
θs
θr
θs ‐ θr
σ
ψm
log (-ψm)
τ
Κs
2,5
0,592
0,459
0,133
2,036
-71,179
1,852
0,220
0,044
10
0,683
0,408
0,275
5,135
-18,203
1,260
0,220
0,017
20
0,675
0,415
0,260
2,570
-9,554
0,980
0,220
0,113
Kedalaman (cm)
30
40
50
0,655
0,666
0,696
0,438
0,484
0,462
0,217
0,182
0,234
2,134
1,465
2,404
-40,835 -49,262 -21,067
1,611
1,693
1,324
0,220
0,220
0,220
0,019
0,010
0,003
60
0,658
0,473
0,185
2,181
-18,897
1,276
0,220
0,006
80
0,630
0,524
0,106
1,642
-47,059
1,673
0,220
0,011
100
0,644
0,557
0,087
1,670
-73,623
1,867
0,220
0,004
62
Lampiran 3 (Lanjutan)
Plot 2
Parameter
LN
θs
θr
θs ‐ θr
σ
ψm
log (-ψm)
τ
Κs
2,5
0,659
0,474
0,185
2,795
-79,994
1,903
0,220
0,010
10
0,767
0,515
0,252
2,794
-13,253
1,122
0,220
0,058
20
0,717
0,470
0,247
1,470
-30,896
1,490
0,220
0,010
Kedalaman (cm)
30
40
50
0,705
0,698
0,686
0,416
0,413
0,414
0,289
0,285
0,272
1,844
1,916
1,786
-30,001
-32,041
-32,891
1,477
1,506
1,517
0,220
0,220
0,220
0,007
0,011
0,016
60
0,661
0,425
0,236
1,550
-41,494
1,618
0,220
0,002
80
0,709
0,454
0,255
1,477
-41,076
1,614
0,220
0,004
100
0,719
0,497
0,222
1,636
-50,269
1,701
0,220
0,002
20
0,704
0,449
0,255
1,606
-14,056
1,148
0,220
0,011
Kedalaman (cm)
30
40
50
0,724
0,738
0,735
0,410
0,412
0,420
0,314
0,326
0,315
1,226
1,353
1,230
-13,671
-16,157
-20,991
1,136
1,208
1,322
0,220
0,220
0,220
0,029
0,039
0,014
60
0,718
0,422
0,296
1,363
-21,233
1,327
0,220
0,010
80
0,703
0,425
0,278
1,295
-20,483
1,311
0,220
0,001
100
0,663
0,483
0,180
1,395
-40,345
1,606
0,220
0,000
Plot 3
Parameter
LN
θs
θr
θs ‐ θr
σ
ψm
log (-ψm)
τ
Κs
2,5
0,723
0,534
0,189
2,406
-14,419
1,159
0,220
0,039
10
0,713
0,498
0,215
2,405
-13,395
1,127
0,220
0,021
63
Lampiran 3 (Lanjutan)
Plot 4
Parameter
LN
θs
θr
θs ‐ θr
σ
ψm
log (-ψm)
τ
Κs
2,5
0,689
0,460
0,229
2,485
-70,059
1,845
0,220
0,007
10
0,627
0,404
0,223
2,282
-80,674
1,907
0,220
0,012
20
0,666
0,398
0,268
1,600
-51,855
1,715
0,220
0,018
Kedalaman (cm)
30
40
50
0,699
0,729
0,697
0,365
0,368
0,381
0,334
0,361
0,316
1,444
1,438
1,587
-22,461
-22,516
-26,724
1,351
1,352
1,427
0,220
0,220
0,220
0,019
0,077
0,022
60
0,701
0,428
0,273
1,278
-28,418
1,454
0,220
0,036
80
0,736
0,384
0,352
1,066
-21,714
1,337
0,220
0,050
100
0,722
0,425
0,297
1,352
-22,749
1,357
0,220
0,017
20
0,688
0,423
0,265
1,675
-15,419
1,188
0,220
0,006
Kedalaman (cm)
30
40
50
0,706
0,737
0,734
0,450
0,432
0,433
0,256
0,305
0,301
1,349
1,086
1,474
-17,785
-11,342
-12,661
1,250
1,055
1,102
0,220
0,220
0,220
0,098
0,058
0,021
60
0,724
0,486
0,238
1,283
-16,404
1,215
0,220
0,030
80
0,719
0,477
0,242
1,484
-13,491
1,130
0,220
0,027
100
0,715
0,479
0,236
1,602
-15,382
1,187
0,220
0,013
Plot 5
Parameter
LN
θs
θr
θs ‐ θr
σ
ψm
log (-ψm)
τ
Κs
2,5
0,700
0,449
0,252
2,995
-95,523
1,980
0,220
0,027
10
0,678
0,439
0,239
2,165
-19,025
1,279
0,220
0,005
64
Lampiran 3 (Lanjutan)
Plot 6
Parameter
LN
θs
θr
θs ‐ θr
σ
ψm
log (-ψm)
τ
Κs
2,5
0,743
0,433
0,310
4,150
-15,566
1,192
0,220
0,106
10
0,752
0,406
0,346
1,564
-6,302
0,799
0,220
0,077
20
0,744
0,428
0,316
1,045
-23,070
1,363
0,220
0,038
Kedalaman (cm)
30
40
50
0,743
0,758
0,761
0,420
0,399
0,382
0,323
0,359
0,379
1,633
1,790
1,493
-14,675
-14,213
-12,438
1,167
1,153
1,095
0,220
0,220
0,220
0,060
0,039
0,107
60
0,701
0,437
0,264
1,472
-16,846
1,227
0,220
0,002
80
0,704
0,465
0,239
2,037
-14,553
1,163
0,220
0,003
100
0,701
0,458
0,243
1,670
-16,163
1,209
0,220
0,009
Lampiran 4 Nilai RSS untuk fitting parameter model LN
Plot
1
2
3
4
5
6
2,5
0,000171
0,000123
0,000120
0,002147
0,000353
0,000200
10
0,000087
0,000204
0,000236
0,000346
0,001933
0,001189
20
0,000158
0,000786
0,000295
0,000381
0,000306
0,003106
RSS (Residual Sum of Square)
Kedalaman (cm)
30
40
50
0,000382 0,000798 0,000518
0,000239 0,000206 0,000213
0,000397 0,000188 0,000299
0,000351 0,000227 0,000155
0,000251 0,002874 0,000186
0,001623 0,001898 0,000138
60
0,000225
0,000175
0,000107
0,000186
0,000422
0,000647
80
0,000099
0,000243
0,000485
0,000762
0,000734
0,000019
100
0,000102
0,000284
0,000046
0,000196
0,000059
0,000043
65
Lampiran 5 Persamaan model semivariogram untuk setiap parameter sifat hidrolika tanah
No
1
Parameter
Arah
Vertikal
θs ‐ θr
θs ‐ θr
Horizontal
Vertikal
σ
Horizontal
σ
log (‐ψm)
Horizontal
2
3
4
5
Persamaan model
SV = 0.04981 + 0.03619 lag h - 0.00183 lag h2 + 0.000607 lag h3
SV =
SV =
SV =
SV =
0,000658 - 0,000084 lag h+ 0,000007 lag h2 - 0,000000 lag h3
- 0.000759 + 0.001074 lag h - 0.000142 lag h2 + 0.000004 lag h3
0,2124 - 0,04233 lag h+ 0,002438 lag h2 - 0,000034 lag h3
0,00026 + 0,00544 lag h- 0,000292 lag h2 + 0,000004 lag h3
R2 (%)
91,3
70,6
97,8
95,9
35,2
Lampiran 6 Hasil analisis semivarian sifat-sifat hidrolika tanah pada:
a. Posisi lereng (arah horizontal)
Lag h
Lag h
(meter)
θs ‐ θr
1
2
3
4
5
6
7
6,633
13,319
19,897
27,006
33,376
40,732
45,711
0,00063
0,00039
0,00101
0,00234
0,00583
0,00259
0,00744
b.
Semivarian
log (‐ψm) 0,02955
0,02357
0,01581
0,05441
0,00027
0,02851
0,06200
Kedalaman tanah (arah vertikal)
σ
Lag h
Lag h
(meter)
0,01908
0,02793
0,05560
0,14988
0,27744
0,23142
0,11849
1
2
3
4
5
6
7
8
9
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
Semivarian
θs ‐ θr
σ
0,00033
0,06641
0,00079
0,16428
0,00130
0,21208
0,00183
0,23948
0,00240
0,28122
0,00173
0,39628
0,00147
0,53505
0,00126
0,79088
0,00119
150,881
66
67
Download