VARIABILITAS RUANG SIFAT HIDROLIKA TANAH DI LERENG BERHUTAN SUB DAS CIPEUREU HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI FINNY NOVIANTINY DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 VARIABILITAS RUANG SIFAT HIDROLIKA TANAH DI LERENG BERHUTAN SUB DAS CIPEUREU HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI FINNY NOVIANTINY E14070014 Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 RINGKASAN FINNY NOVIANTINY. Variabilitas Ruang Sifat Hidrolika Tanah di Lereng Berhutan Sub DAS Cipeureu Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Dibimbing oleh HENDRAYANTO. Secara teoritis, sifat fisik tanah di lereng berhutan bervariasi secara vertikal maupun horizontal, mulai dari puncak sampai kaki lereng, selama terjadinya proses erosi. Variasi sifat tanah menyebabkan perbedaan sifat hidrolika tanah. Menurut Klute (1986) Sifat hidrolika tanah yang menentukan pergerakan air di dalam tanah baik jenuh maupun tidak jenuh adalah konduktivitas hidrolika tanah dan fungsi retensi air tanah. Sifat hidrolika tanah ini bervariasi menurut ruang (Hendrayanto 1999, Kosugi 1996, Mallants et al. 1993) dan variasi sifat hidrolika tanah menurut ruang akan mempengaruhi perilaku aliran air di dalam tanah. Variasi ruang sifat hidrolika tanah dapat dianalisis menggunakan pendekatan semivariogram. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabilitas ruang sifat hidrolika tanah dan dampaknya terhadap penyimpanan dan pengaliran air secara vertikal satu dimensi di dalam tanah, di lereng berhutan. Informasi tersebut dapat dijadikan data dasar sebagai masukan bagi simulasi pengelolaan lahan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW). Contoh tanah diambil di enam plot, di lereng berhutan, dari puncak sampai kaki lereng. Di setiap plot, diambil sembilan contoh tanah dari kedalaman yang berbeda. Kurva retensi air tanah (SWRC) diukur dari contoh tanah tersebut. Pengukuran SWRC dilakukan oleh Universitas Kyoto, Jepang (Kosugi et al. 2009). Sifat hidrolika tanah dianalisis menggunakan parameter model Lognormal (LN) dari fungsi retensi air tanah dan koduktivitas hidrolika tanah Kosugi (1996), dan variabilitas ruang sifat hidrolika tanah dianalisis menggunakan analisis ragam dan semivariogram. Pengaruh sifat hidrolika tanah terhadap aliran air dalam tanah diselesaikan dengan menggunakan aliran air satu dimensi secara vertikal berdasarkan Persamaan Richard (1931) dan penyelesaian numeriknya menggunakan software HYDRUS 1D 4.14 (Simunek et al. 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum sifat hidrolika tanah di lereng berhutan Sub DAS Cipeureu HPGW bervariasi menurut ruang (arah vertikal dan horizontal). Analisis ragam dan semivariogram menunjukkan bahwa dua parameter sifat hidrolika tanah model LN, yaitu porositas efektif tanah (ߠ ݏെ ߠ )ݎdan simpangan baku dari distribusi radius pori (ߪ) bervariasi menurut ruang, namun konduktivitas hidrolika tanah jenuh (Ks) dan median distribusi radius pori (߮݉) tidak. Variabilitas sifat hidrolika tanah bersifat acak atau tidak beraturan dari puncak sampai kaki lereng ataupun sebaliknya. Variabilitas sifat hidrolika tanah berpengaruh terhadap variasi aliran air di lereng berhutan. Pada umumnya, fluks pada arah vertikal di puncak lereng sampai kaki lereng memiliki kecenderungan yang sama, yaitu lapisan atas tanah memberikan respon pengaliran air yang lebih cepat dibandingkan lapisan tengah dan lapisan bawah. Namun kecepatan respon masing-masing posisi lereng terhadap aliran air berbeda. Urutan respon pengaliran air di setiap posisi lereng adalah: bagian bawah lereng (Plot 4) > puncak lereng (plot 1) > bagian bawah lereng (plot 5) > bagian atas lereng (plot 2) > pertengahan lereng (plot 3) > kaki lereng (plot 6). Kata kunci: Variabilitas ruang, sifat hidrolika tanah, aliran air SUMMARY FINNY NOVIANTINY. Spatial Variability of Soil Hydraulic Properties on A Forested Hill Slope Sub Watershed Cipeureu Gunung Walat Educational Forest, Sukabumi. Supervised by HENDRAYANTO. Theoretically, physical soil properties of forested hill slope varies vertically as well as horizontally, from crest to footslope, due to soil erosion process. Variation in soil proporties cause the soil hydraulic properties are different. Klute (1986) mentioned that soil hydraulic properties that determine water movement in the soil, both saturated and unsaturated are soil hydraulic conductivity and soil water retention function. This soil hydraulic properties is vary spatially (Hendrayanto 1999, Kosugi 1996, Mallants et al., 1993) and spatial variation of soil hydraulic properties affect the water flow behavior in the soil. Spatial variation of soil hydraulic properties could be analyzed by using semivariogram approach. The purpose of this research are to know the spatial variability of soil hydraulic properties and their impact on water storage and one dimensional vertically water flow in the soil of a forested hillslope. Such information can be used as basic data as input for the simulation of land management in Gunung Walat Educational Forest (GWEF). Soil samples were taken from six points, in a forested slope, from crest to footslope. At each point, nine soil samples from difference depths were taken. Soil water retention curves (SWRC) were measured from those samples. SWRC measurements were conducted in Kyoto University, Japan (Kosugi et al., 2009). Soil hydraulic properties were analized by using Lognormal (LN) model parameters of soil water retention and soil hydraulic conductivity functions Kosugi (1996), and spatial variability of soil hydrualic properties were analyzed using variance and semivariogram analyses. The effect of soil hydraulic properties on soil water flow were solved by using one dimensional vertically water flow based on Richard equation (1931) and numerical solution was done by using Hydrus 1D 4.14 software (Simunek et al., 2008). The results show that in general, the hydraulic properties of soil on a forested hillslope in Sub Watershed Cipeureu GWEF vary spatially (vertical and horizontal direction). Analyses of variances and semivariogram showed that two parameters of soil hydraulic properties of LN model, those are soil effective porosity (ߠ ݏെ ߠ )ݎand standard deviation of pore radius distribution (ߪ) are vary spatially, but not for the saturated soil hydraulic conductivity (Ks) and the median of pore radius distribution (߮݉). The variation of soil hydraulic properties are random or not sequences from the crest to the footslope or vice versa. The variability of soil hydraulic properties give an affect on the variation of water flow in forested hill slope. Generally, flux in the vertical direction at the crest to footslope have the same trends, the top layer of soil water flux responded more quickly than the middle and bottom layers. However, the response rate of each slope position of the water flow are different. The sequence of the response of water flux at each position of the slope is: the lower slope (plot 4) > crest (plot 1) > lower slope (plot 5) > upper slope (plot 2) > mid-slope (plot 3) > footslope (plot 6). Keyword: Spatial variability, soil hydraulic properties, water movement PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Variabilitas Ruang Sifat Hidrolika Tanah di Lereng Berhutan Sub DAS Cipeureu Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Februari 2012 Finny Noviantiny NRP E14070014 Judul skripsi : Variabilitas Ruang Sifat Hidrolika Tanah di Lereng Berhutan Sub DAS Cipeureu Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi Nama : Finny Noviantiny NRP : E14070014 Menyetujui: Dosen Pembimbing, Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP 19611126 1986011 001 Mengetahui: Ketua Departemen Manajemen Hutan, Dr. Ir. Didik Suhardjito, MS NIP. 19630401 199403 1 001 Tanggal Lulus: KATA PENGANTAR Penulis memanjatkan puji dan syukur ke-hadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Variabilitas Ruang Sifat Hidrolika Tanah di Lereng Berhutan Sub DAS Cipeureu Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabilitas ruang sifat-sifat hidrolika tanah di lereng berhutan serta mengetahui dampaknya terhadap penyimpanan dan pengaliran air secara vertikal satu dimensi di dalam tanah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak Hutan Pendidikan Gunung Walat sebagai masukan bagi simulasi pengelolaan lahan di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini dapat bermafaat bagi pembaca. Bogor, Februari 2012 Penulis RIW WAYAT HIDUP Penullis dilahirk kan di Karrawang, Jaawa Barat pada tanggal 21 Novemberr 1989 sebagai anak ketiga dari lima bersaudaraa pasangan Bapak Zaainal Arifin dan Ibu u Siti Jubaedah. Pendidikan n penulis dimulai d daari TK Jam miatul 1 MI Al-Wathiyya A ah tahun 19 995 – Falah tahuun 1994 – 1995, 2001, MTS Al-Ahliy yah tahun 2001 – 20004, dan SMA Negeri 1 Cikampek C tahun 2004 – 2007. Pad da tahun 20007 penulis diterima seebagai mahasiswaa Departem men Manajem men Hutan, Fakultas Kehutanan, K IInstitut Perttanian Bogor melalui jalur Undangan U Seleksi Masu uk IPB (US SMI). Selaama masa pendidikan, penulis menjaddi penguruus Departtemen Keprofesiaan Forest Managemen M nt Student Club C (FMSC C) periode 22008 – 2009 9 dan 2009 – 2010, 2 penguurus organisasi mahaasiswa daerrah Karawaang (Panataayuda Karawangg), serta aktiif dalam beerbagai kepaanitiaan FM MSC dan keegiatan akad demik kampus. Selain itu penulis dippercaya seb bagai asisten praktikuum mata kuliah k Inventarisasi Sumberr Daya Huttan tahun 2010, 2 Ilmu Ukur Tanaah dan Pem metaan Wilayah tahun t 2011, dan Hidroologi Hutan n tahun 2011. Penuliss juga meng gikuti Praktek Pengenalan P Ekosistem Hutan (PP PEH) di PapandayanP -Sancang Timur T tahun 20009, Praktekk Pengelolaaan Hutan (PPH) di Hutan H Penddidikan Gu unung Walat, Suukabumi tahhun 2010, dan d Praktek k Kerja Lappang (PKL)) di PT. Au ustral Byna, Kallimantan Teengah tahunn 2011. Untuuk memperroleh gelar Sarjana Kehutanan IP PB, penuliss menyelessaikan skripsi denngan judul Variabilitas V s Ruang Siffat Hidrolikaa Tanah di L Lereng Berh hutan Sub DAS Cipeureu Hutan H Penddidikan Gun nung Walat, Sukabumii dibimbing g oleh M Dr. Ir. Henndrayanto, M.Agr. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung dan membantu dalam pembuatan proposal, pelaksanaan penelitian, dan penulisan skripsi. Rasa terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan ilmu, arahan, masukan, nasehat, pengertian, dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 2. Keluarga tercinta, Ayahanda Zainal Arifin, Ibunda Siti Jubaedah, Kakakku Shinta Arifianty, Wishnu Dwi Arifianto, dan Tris Prasetyo Budi serta Adik dan keponakanku Adithya Rifany, Geta Zakia Arianty, dan Rheandra Ajeng Pramesti yang selalu memberikan doa, dukungan, nasehat, dan motivasi hingga saat ini. 3. Keluarga besar Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi yang telah mendukung dan membantu dalam pelaksanaan penelitian. 4. Bapak Uus, Popi P , Hangga P, Maria H, Choerudin, dan Ana S yang telah banyak membantu penulis selama mengolah data. 5. Sahabat-sahabatku, Nurul A, Novi M, Yanti F, Ria M, Sri M, Dwi Ratna P, Tri R, Novia I, Bayu S, Davauziar, dan Putu Aria yang telah memberikan kebersamaan, doa, dan semangat yang tiada henti. 6. Teman-teman kosan Wisma Tanjung Atas, atas kebersamaannya selama ini. 7. Teman-teman kelompok PKL atas kebersamaan dan pengalaman selama di Kalimantan. 8. Teman-teman seperjuangan di bagian Hidrologi Hutan, Soni SB, Hilhamsyah PH, Nina IK, Rangga W, Yayat SH, Yuliatno BS, Rian S, Rahma AI, Dinda T, dan Andri R atas bantuan, dukungan dan semangatnya. 9. Teman-teman seperjuangan Manajemen Hutan angkatan 44 atas kebersamaan selama penulis menjalankan studi di Fahutan. iv DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ....................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR .................................................................................. vii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... viii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ..................................................................... 1 1.2 Tujuan .................................................................................. 3 1.3 Manfaat Penelitian ............................................................... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aliran Air dalam Tanah ....................................................... 4 2.2 Sifat hidrolika Tanah ........................................................... 4 2.2.1 Fungsi Retensi Air Tanah .......................................... 5 2.2.2 Fungsi Konduktivitas Hidrolika Tanah ..................... 6 2.2.3 Model-Model Sifat Hidrolika Tanah ......................... 7 2.3 Variabilitas Sifat Tanah ....................................................... 9 2.4 Semivariogram .................................................................... 11 2.5 Proses yang Terjadi pada Suatu Lereng .............................. 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................... 15 3.2 Alat dan Bahan .................................................................... 16 3.3 Pengumpulan Data............................................................... 16 3.3.1 Jenis Data .................................................................. 16 3.3.2 Metode Pengumpulan Data ........................................ 16 3.3.2.1 Data Curah Hujan ........................................... 16 3.3.2.2 Data Kadar Air, Retensi Air Tanah, dan Konduktivitas Hidrolika Tanah Jenuh ........... 16 3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................ 20 3.4.1 Sifat Hidrolika Tanah Tidak Jenuh ............................ 20 3.4.2 Analisis Variabilitas Sifat Hidrolika Tanah ............... 21 v 3.4.2.1 Analisis Ragam (Anova) ................................ 21 3.4.2.2 Analisis Semivariogram ................................. 21 3.4.3 Aliran Air dalam Tanah Satu Dimensi ....................... 22 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1 Letak dan Luas Areal........................................................... 23 4.2 Topografi dan Iklim ............................................................. 23 4.3 Tanah dan Hidrologi ............................................................ 23 4.4 Vegetasi dan Fauna.............................................................. 24 4.5 Penduduk Sekitar ................................................................. 25 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Hidrolika Tanah .......................................................... 26 5.1.1 Kurva Retensi Air Tanah ........................................... 26 5.1.2 Kurva Fungsi K( )..................................................... 34 5.2 Variabilitas Sifat Hidrolika Tanah di Lereng Berhutan ...... 38 5.2.1 Porositas Efektif Tanah ( s – r) .............................. 38 5.2.2 Simpangan Baku dari Distribusi Radius Pori ( ) ...... 41 5.2.3 Median Distribusi Radius Pori (log (- )) .............. 43 5.2.4 Konduktivitas Hidrolika Tanah Jenuh (Ks) ............... 45 5.3 Hubungan φm dan σ terhadap Struktur Tanah ................... 46 5.4 Aliran Air dalam Tanah Satu Dimensi ................................ 48 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan .......................................................................... 54 5.2 Saran .................................................................................... 55 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 56 LAMPIRAN ................................................................................................ 59 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Informasi kemiringan lereng di puncak sampai kaki lereng ................... 17 2. Parameter sifat hidrolika tanah berdasarkan model LN di puncak sampai kaki lereng .............................................................................................. 29 Kadar air gravitasi, kadar air tersedia, dan kadar air pada titik layu permanen di masing-masing posisi lereng ............................................. 31 Kadar air gravitasi, kadar air tersedia, dan kadar air pada titik layu permanen di masing-masing kedalaman ................................................ 32 3. 4. 3 3 5. Nilai porositas efektif tanah (cm /cm )................................................... 39 6. Nilai simpangan baku dari distribusi radius pori .................................... 41 7. Nilai median distribusi radius pori (cmH2O) .......................................... 43 8. Nilai konduktivitas hidrolika tanah jenuh (cm/detik) ............................. 45 9. Klasifikasi struktur tanah di lokasi penelitian berdasarkan nilai ߮݉ dan ߪ ....................................................................................................... 47 Curah hujan di Hutan Pendidikan Gunung Walat tanggal 16 sampai 23 November 2010 yang digunakan dalam simulasi aliran air ................... 48 Fluks total di puncak lereng sampai kaki lereng .................................... 53 10. 11. DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Komponen semivariogram ..................................................................... 12 2. Peta lokasi penelitian .............................................................................. 15 3. Lokasi plot contoh tanah di lereng berhutan........................................... 17 4. Skema pengambilan contoh tanah (sisi penampang melintang tanah) .. 18 5. Kurva retensi air tanah hasil pengukuran (observasi) dan model LN (estimasi) di (a) plot 1, puncak lereng, (b) plot 2, bagian atas lereng, (c) plot 3, pertengahan lereng, (d) plot 4, bagian bawah lereng, (e) plot 5, bagian bawah lereng, (f) plot 6, kaki lereng .......................... 26 Kurva retensi air tanah model LN rata-rata di (a) puncak – kaki lereng, dan (b) kedalaman 2,5 cm – kedalaman 100 cm .................................... 29 Kurva fungsi K(φ) model LN di (a) puncak lereng, (b) bagian atas lereng, (c) pertengahan lereng, (d) bagian bawah lereng (plot 4), (e) bagian bawah lereng (plot 5), (f) kaki lereng .................................... 35 Kurva fungsi K( ) model LN rata-rata di (a) puncak – kaki lereng, dan (b) kedalaman 2,5 cm – kedalaman 100 cm .......................................... 37 9. Distribusi spasial dari porositas efektif tanah ( s – r) ......................... 39 10. Semivariogram porositas efektif, , pada (a) kedalaman tanah (arah vertikal), (b) posisi lereng (arah horizontal) ................................. 40 11. Distribusi spasial simpangan baku dari distribusi radius pori ( ) .......... 42 12. Semivariogram simpangan baku dari distribusi radius pori, σ, pada (a) kedalaman tanah (arah vertikal), (b) posisi lereng (arah horizontal) .................................................................................... 42 13. Distribusi spasial dari median distribusi radius pori. ............................. 44 14. Semivariogram median distribusi radius pori, log , pada posisi lereng (arah horizontal) .......................................................................... 44 15. Distribusi spasial dari konduktivitas hidrolika tanah jenuh.................... 46 16. Hubungan antara model estimasi distribusi lognormal. ........ 46 17. Aliran air (fluks) saat proses pembasahan di (a) puncak lereng, (b) bagian atas lereng, (c) pertengahan lereng, (d) bagian bawah lereng (plot 4), (e) bagian bawah lereng (plot 5), (f) kaki lereng ...................... 49 6. 7. 8. dan DAFTAR LAMPIRAN No. 1. Halaman Retensi air tanah dan konduktivitas hidrolika tanah jenuh (Ks) hasil pengukuran di lereng berhutan HPGW .................................................. 59 2. Koordinat plot 1 sampai plot 6 ............................................................... 62 3. Nilai parameter model LN di masing-masing plot ................................. 62 4. Nilai RSS untuk fitting parameter model LN ......................................... 65 5. Persamaan model semivariogram untuk setiap parameter sifat hidrolika tanah ........................................................................................ 66 Hasil analisis semivarian sifat-sifat hidrolika tanah ............................... 66 6. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan bervegetasi berperan dalam mengurangi air hujan yang sampai di permukaan tanah mineral. Air hujan yang jatuh di atasnya sebagian akan ditahan oleh bagian-bagian vegetasi, yaitu daun atau batang tanaman, yang kemudian diuapkan dan sebagian lain akan sampai di permukaan tanah mineral. Air yang sampai di permukaan tanah akan bergerak sebagai limpasan (run-off) atau diinfiltrasikan ke dalam tanah. Air yang diinfiltrasikan kemudian akan mengalir ke bagian dalam tanah melalui proses perkolasi. Menurut Arsyad (2010), jumlah air hujan yang ditahan oleh bagian-bagian vegetasi dipengaruhi oleh jenis vegetasi dan curah hujan. Air yang menjadi limpasan permukaan dipengaruhi oleh curah hujan, tipe dan topografi tanah, luas daerah aliran, tanaman/tumbuhan penutup tanah, dan sistem pengelolaan tanah. Sedangkan jumlah air hujan yang diinfiltrasikan terutama dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah, yaitu struktur, tekstur, serta kandungan air tanah. Fenomena aliran air di lereng berhutan sangat penting bagi pengelolaan sumber daya air dan dalam memprediksi kerusakan lereng akibat hujan yang deras (Hendrayanto 1999). Tanah hutan memiliki distribusi radius pori yang khas, sehingga analisis sifat hidrolika tanah hutan diperlukan untuk menentukan perilaku sistem aliran air (Kosugi 1997). Sifat hidrolika tanah yang menentukan pergerakan air di dalam tanah, baik jenuh maupun tidak jenuh adalah konduktivitas hidrolika tanah dan fungsi retensi air tanah (Klute 1986). Fungsi retensi air tanah menjelaskan kemampuan tanah dalam menyimpan air, sedangkan konduktivitas hidrolika tanah menjelaskan kemampuan tanah dalam melewatkan air (Klute dan Dirksen 1986). Fungsi retensi air tanah terutama dipengaruhi oleh tekstur atau distribusi ukuran partikel tanah, dan struktur atau susunan partikel tanah (Salter & Williams 1965, Richards & Weaver 1994, Reeve et al. 1973, Sharma & Uehara 1968, Croney & Coleman 1954 diacu dalam Klute 1986). Kandungan bahan organik tanah dan komposisi zat terlarut juga berperan dalam menentukan retensi air tanah (Klute 1986). Konduktivitas hidrolika tanah 2 dipengaruhi oleh geometri pori tanah dan sifat fluida di dalam tanah. Tekstur dan struktur tanah menjadi faktor penentu utama dalam geometri pori tanah, sedangkan sifat fluida yang berpengaruh langsung terhadap konduktivitas hidrolika tanah adalah viskositas dan densitas (Klute & Dirksen 1968). Sifat hidrolika tanah bervariasi menurut ruang (Hendrayanto 1999, Kosugi 1996, Mallants et al. 1993). Metode statistika deskriptif dapat digunakan untuk menilai variabilitas berbagai sifat tanah. Tetapi metode tersebut belum memberikan deskripsi yang lengkap mengenai variabilitas sifat tanah yang dimaksud, karena nilai yang diperoleh belum memperhitungkan pengaruh jarak antar pengamatan atau adanya ketergantungan menurut ruang. Adanya kemajuan geostatistik memungkinkan untuk mengukur besarnya ketergantungan berbagai sifat tanah menurut ruang. Salah satu pendekatan geostatistik yang dapat digunakan adalah analisis semivariogram. Menurut Webster dan Oliver (1990), teori semivariogram didasarkan pada konsep peubah teregionalisasi, yaitu peubah yang memperhitungkan variasi sifat tanah yang menyebar secara acak maupun menyebar dengan pola tertentu di dalam suatu ruang, sedangkan metode statistika deskriptif mengasumsikan bahwa variasi sifat tanah menyebar secara acak di dalam satu-satuan pengambilan contoh tanah. Untuk menilai variabilitas spasial sifat hidrolika tanah di lereng berhutan dapat menggunakan analisis semivariogram. Secara teoritis lahan miring akan mengalami erosi yang berbeda di setiap bagiannya, mulai dari bagian puncak (crest) sampai dengan bagian kaki lereng (footslope), sehingga diduga akan terjadi variabilitas sifat fisik tanah yang mempengaruhi sifat hidrolika tanah di lereng berhutan. Selanjunya variabilitas spasial sifat hidrolika tanah akan mempengaruhi perilaku aliran air dalam tanah. Oleh karena itu perlu diketahui variabilitas ruang sifat hidrolika tanah di lereng berhutan dan dampaknya terhadap pengaliran air. 3 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui variabilitas ruang sifat-sifat hidrolika tanah di lereng berhutan. 2. Mengetahui dampak variabilitas vertikal sifat-sifat hidrolika tanah terhadap penyimpanan dan pengaliran air secara vertikal satu dimensi di dalam tanah, di lereng berhutan. 1.3 Manfaat Penelitian ini memberikan informasi sifat hidrolika tanah, variabilitas ruang sifat hidrolika tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan pengaruhnya terhadap aliran air dalam tanah. Informasi ini dapat dijadikan data dasar (data base) sebagai masukan bagi simulasi pengelolaan lahan di Hutan Pendidikan Gunung Walat. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aliran Air dalam Tanah Pergerakan yang terjadi dalam tanah bisa melalui beberapa bentuk yang berbeda, yaitu cair, gas, dan padatan. Pergerakan air dalam bentuk cair terdiri atas aliran jenuh dan aliran tidak jenuh. Pada aliran jenuh sebagian besar pori terisi oleh air dan air dalam kondisi ini bebas dari tegangan. Sedangkan pada aliran tidak jenuh sebagian pori terisi oleh udara dan air dalam kondisi ini berada di bawah tegangan (Kohnke 1968). Pergerakan air ke dalam dan di dalam tanah secara langsung atau tidak langsung mempunyai kaitan erat dengan ukuran dan distribusi pori tanah dan daya tarik padatan tanah terhadap air (Soepardi 1974). Pada dasarnya aliran air tanah dapat dijelaskan dengan hukum Darcy yang dikembangkan pada tahun 1856. Persamaan Darcy untuk menjelaskan aliran air tanah secara sederhana dinyatakan sebagai berikut: gradien .............................................................................................. (1) merupakan flux density, K adalah konduktivitas hidrolika, dan H menunjukkan gradien potensial air tanah (Amoozegar & Warrick 1986). Aliran air tidak jenuh dapat dijelaskan melalui persamaan Richard yang dikembangkan pada tahun 1931. Pengembangan persamaan ini didasarkan pada persamaan fluks Buckingham - Darcy. Persamaan aliran air satu dimensi dalam kondisi tanah tidak jenuh, isotermal, dan nonhisteresis adalah sebagai berikut: 1 ................................................................................ (2) merupakan kadar air tanah volumetrik, adalah potensial matrik, merupakan fungsi konduktivitas hidrolika tanah, t merupakan waktu, dan z adalah kedalaman tanah (Jury & Horton 2004). 2.2 Sifat Hidrolika Tanah Sifat hidrolika tanah dapat menentukan perilaku sistem aliran air. Pada dasarnya sifat hidrolika tanah dalam keadaan tidak jenuh digambarkan oleh fungsi konduktivitas hidrolika tanah dan fungsi retensi air tanah (Klute 1986). 5 2.2.1 Fungsi Retensi Air Tanah Parameter atau ukuran yang dapat menggambarkan kemampuan tanah dalam menyimpan air disebut kurva retensi air tanah (Klute & Dirksen, 1986). Hubungan antara kadar air tanah dan potensial matrik tanah merupakan bagian dasar dari karakterikstik sifat hidrolika tanah (Klute 1986). Menurut Soepradi (1974), terdapat dua gaya utama yang merupakan penyebab utama terjadinya retensi air di dalam tanah. Pertama adalah gaya tarik menarik antara padatan dengan larutan (adhesi) dan kedua adalah gaya tarik menarik antara larutan dengan larutan (kohesi). Fungsi retensi air tanah terutama dipengaruhi oleh tekstur atau distribusi ukuran partikel tanah, dan struktur atau susunan partikel tanah (Salter & Williams 1965, Richards & Weaver 1994, Reeve et al. 1973, Sharma & Uehara 1968, Croney & Coleman 1954 diacu dalam Klute 1986). Kandungan bahan organik tanah dan komposisi zat terlarut juga berperan dalam menentukan retensi air tanah (Klute 1986). Tanah yang bertekstur halus dapat menahan air lebih banyak dalam seluruh selang energi dibandingkan dengan tanah bertekstur kasar. Hal ini dikarenakan tanah bertekstur halus mempunyai bahan koloidal, ruang pori dan permukaan adsorptif yang lebih banyak (Soepardi 1974). Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak besar (3 – 5 %), namun pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali, salah satunya adalah dapat menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara (Hardjowigeno 2010). Penetapan retensi air tanah dapat dilakukan di laboratorium dan langsung di lapangan. Salah satu cara penetapan retensi air tanah di lapangan yaitu dengan mengukur kandungan air tanah pada potensial matrik yang rendah (< 1 atm) menggunakan tensiometer (Kurnia et al. 2006). Cara penetapan retensi air tanah di laboratorium yaitu dengan mengukur kandungan air tanah pada matrik potensial tinggi menggunakan pressure plate apparatus. Tekanan atau potensial matrik yang diberikan biasanya terdiri atas 0,01 atm (pF 1,0); 0,1 atm (pF 2,0); 0,33 atm (pF 2,54); dan 15 atm (pF 4,2) (Sudirman et al. 2006). 6 2.2.2 Fungsi Konduktivitas Hidrolika Tanah Parameter atau ukuran yang dapat menggambarkan kemampuan tanah dalam melewatkan air disebut konduktivitas hidrolika (Klute & Dirksen 1968). Konduktivitas hidrolika tanah berpengaruh besar terhadap pergerakan air baik dalam kondisi jenuh maupun tidak jenuh. Konduktivitas hidrolika tanah dipengaruhi oleh geometri pori tanah dan sifat fluida di dalam tanah. Tekstur dan struktur tanah menjadi faktor penentu utama dalam geometri pori tanah, sedangkan sifat fluida yang berpengaruh langsung terhadap konduktivitas hidrolika tanah adalah viskositas dan densitas (Klute & Dirksen 1968). Tingkat kemampuan tanah untuk melewatkan air sangat dipengaruhi oleh kadar air tanah. Oleh karena itu, konduktivitas hidrolik tanah dibedakan menjadi dua, yaitu konduktivitas hidrolika dalam keadaan tidak jenuh dan dalam keadaan jenuh. Penetapan konduktivitas hidrolika tanah dalam keadaan jenuh dapat dilakukan dengan metode lapang dan laboratorium (Dariah et al. 2006). Pengukuran konduktivitas hidrolika tanah dalam keadaan jenuh menggunakan metode laboratorium didasarkan pada aplikasi langsung persamaan Darcy untuk kolom tanah jenuh dari suatu penampang melintang yang bersifat seragam. Metode laboratorium yang biasa digunakan diantaranya metode tinggi air konstan/constan head method dan metode falling head (klute & Dirksen, 1986). Metode lapang terbagi dalam dua kondisi, yaitu kondisi tanah dengan permukaan air tanah dangkal dan kondisi tanah dengan permukaan air tanah dalam. Metode yang umum digunakan untuk tanah dengan permukaan air tanah dangkal adalah metode auger hole dan metode piezometer, sedangkan metode yang umum digunakan untuk tanah dengan permukaan air tanah dalam adalah metode auger hole tanah kering (dry auger hole method) (Agus & Suganda 2006). Konduktivitas hidrolika dalam keadaan tidak jenuh (K( )) dapat ditentukan dengan metode laboratorium dan pengukuran di lapangan. Metode laboratorium dilakukan dengan prediksi menggunakan data kurva retensi air tanah (kurva pF) dan data konduktivitas hidrolika tanah dalam keadaan jenuh (Ks). Sedangkan penentuan K( ) di lapangan dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu: 7 1. Metode flux berubah (unsteady drainage flux atau instantaneous profile method), yaitu dengan pengukuran kadar air tanah pada kedalaman dan waktu tertentu secara periodik dan tinggi tekanan air (soil water pressure head) pada keadalaman dan waktu tertentu secara periodik. 2. Plane of zero flux 3. Metode fluks tetap (steady flux method) (Agus et al. 2006) Metode pengukuran K( ) di lapangan biasa dilakukan apabila bahan dan peralatan cukup tersedia, dan lahan yang akan ditentukan K( )-nya mudah dijangkau, tanahnya tidak berbatu, bertopografi datar, dan pergerakan airnya lebih banyak dalam bentuk vertikal (Green et al. 1986). 2.2.3 Model–Model Sifat Hidrolika Tanah Terdapat beberapa model yang dapat digunakan untuk menganalisis sifat hidrolika tanah, diantaranya adalah model Lognormal, model Van Genucthen, model Leibenzon, dan model Brooks-Corey. 1. Model Lognormal (Model LN) Model retensi air tanah (model distribusi lognormal) yang diperkenalkan oleh Kosugi dimodifikasi untuk mendapatkan fungsi konduktivitas hidrolika. Modifikasi model retensi air tanah dikembangkan dengan mengkombinasikan distribusi lognormal untuk fungsi distribusi radius pori tanah dengan model Mualem. Berdasarkan model LN, fungsi retensi air tanah dan konduktivitas hidrolika dinyatakan sebagai berikut: ................................................................................. (3) ............................................................ (4) Keterangan: Se = Kejenuhan efektif θ = Kadar air (cm3/cm3) θs = Kadar air jenuh (cm3/cm3) θr = Kadar air sisa (cm3/cm3) K( ) = Konduktivitas hidrolika tidak jenuh (cm/detik) Ks = Konduktivitas hidrolika jenuh (cm/detik) Q = Fungsi distribusi normal = Potensial matrik (cmH2O) 8 = Potensial matrik saat Se = 0.5 atau median radius pori (cmH2O) = Simpangan baku dari distribusi radius pori = Nilai tortuosity Nilai tortuosity sebesar 0,22 disarankan oleh Hendrayanto (1999) yang merupakan nilai terbaik hasil optimasi 30 contoh tanah yang diambil di pegunungan Rokko. Model LN memiliki enam parameter, yaitu θs, θr, , , Ks, dan (Kosugi 1996). 2. Model Van Genucten Berdasarkan model Van Genuchten, retensi air tanah dinyatakan melalui persamaan berikut: .................................................................................................. (5) | | Model retensi air tanah tersebut dikombinasikan dengan model Mualem untuk mendapatkan model konduktivitas hidrolika tanah sebagai berikut: | | | | | | .............................................................. (6) dan n mewakili fitting parameter. Nilai n > 1 merupakan ukuran ditribusi radius pori, sedangkan m berkaitan dengan n, dimana m = 1 – 1/n (0 < m < 1). Model Van Genucthen memiliki enam parameter, yaitu θs, θr, , , Ks, dan (Van Genucthen 1980). 3. Model Leibenzon Leibenzon mengusulkan model konduktivitas hidrolika tanah sebagai berikut: ........................................................................................................... (7) Dimana eksponen adalah parameter empiris yang berkaitan dengan distribusi ukuran pori (Kutilek & Nielsen 1994 diacu dalam Hendrayanto 1999). 4. Model Brooks - Corey Brooks dan Corey (1964) diacu dalam Van Genucthen (1980) menggambarkan kurva retensi air tanah melalui persamaan umum berikut: ........................................................................................................... (8) 9 Sedangkan model konduktivitas hidrolik menurut Brooks dan Corey (1964) diacu dalam Jury dan Horton (2004) dinyatakan melalui persamaan berikut: / 2 ; 3 ................................................................ (9) Dimana Se ≤ 1, h merupakan potensial matrik (pressure head), adalah bubbling pressure dan diasumsikan sebagai ukuran maksimum pori yang membentuk saluran kontinu di dalam tanah, sedangkan merupakan sebuah parameter karakteristik tanah. 2.3 Variabilitas Sifat Tanah Variabilitas menurut pengertian statistik merupakan kondisi yang menunjukkan sekumpulan skor atau nilai berarti sama atau tidak. Jika sekumpulan nilai itu sama, distribusi tersebut dinyatakan tidak mempunyai variabilitas. Besar kecilnya variabilitas merupakan gambaran tentang penyebaran distribusi (Irianto 2003). Sifat-sifat tanah bervariasi menurut ruang (Jury & Horton 2004, Warrick et al. 1986, Webster & Oliver 1990, Wilding & Drees 1983). Menurut Wilding dan Drees (1983), keragaman spasial tanah dapat dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu keragaman sistematik dan acak. Keragaman sistematik adalah perubahan sifat-sifat tanah secara bertahap, yang dapat dipahami berdasarkan faktor-faktor dan proses-proses pembentukan tanah pada suatu skala pengamatan tertentu. Keragaman sistematik pada suatu bentang lahan dapat diakibatkan oleh faktorfator berikut: 1. Bentuk lahan (landform) yang meliputi: pegunungan, lembah, dataran tinggi, teras, dan lain-lain. 2. Faktor-faktor pembentuk tanah, yaitu: khoronosekuen (umur geomorfik dan stabilitas bentang lahan), litosekuen (bahan induk dan tipe batuan), toposekuen (topografi dengan bahan induk sama), biosekuen (fungsi biologi, yaitu perubahan mikro atau makro flora dan fauna), klimosekuen (iklim baik mikro maupun makro). 3. Unsur-unsur geomorfik, yaitu: puncak lereng, bahu lereng, punggung lereng, dan kaki lereng. 4. Interaksi dari faktor-faktor tersebut di atas. 10 Sedangkan keragaman acak merupakan perbedaan sifat-sifat tanah yang dapat diamati, tetapi tidak dapat dihubungkan dengan penyebab yang diketahui. Keragaman acak dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut: 1. Perbedaan batuan, merupakan fungsi dari komposisi fisik, kimia, dan mineralogi bahan induk. 2. Perbedaan tingkat pelapukan, merupakan fungsi dari mekanisme pelapukan, pembentukan, transfer hasil pelapukan, dan evolusi bentang lahan. 3. Perbedaan laju erosi dan deposisi, merupakan fungsi dari stabilitas bentang lahan dan proses geomorfik. 4. Faktor-faktor biologi, merupakan fungsi flora dan fauna (termasuk juga pengaruh manusia). 5. Perbedaan hidrologi, merupakan fungsi dari iklim, relief, vegetasi, dan posisi geomorfik pada tempat tertentu. 6. Kesalahan pengambilan contoh (sampling) dan analisis laboratorium. Sitorus (2000) menyimpulkan faktor-faktor yang menyebabkan keragaman tanah dari berbagai penelitian, yaitu: 1. Tipe bahan induk, tanah yang terbentuk dari bahan-bahan yang diangkut atau endapan cenderung lebih beragam dari tanah yang melapuk in situ dari bahan induk. 2. Daerah berbukit dipengaruhi sekurang-kurangnya oleh interaksi dari lima faktor yaitu aspek lereng, ketinggian, vegetasi, permudaan tanah kembali, dan letak atau posisi lereng. 3. Aktivitas biologi tanah dapat meningkatkan keragaman setempat. 4. Alur-alur yang dibuat cacing tanah menghasilkan perbedaan pada jarak pendek. 5. Gradient wilayah dalam iklim menghasilkan perbedaan dalam tanah atau perubahan secara gradual dalam jangka panjang. 6. Pengelolaan manusia terutama pada lahan-lahan yang ditanami. Sifat-sifat kimia tanah dapat dipengaruhi penambahan bahan organik, pemupukan, pengapuran dan pengambilan unsur hara oleh tanaman. Sifat fisik tanah dapat dipengaruhi oleh pengelolaan tanah, pembajakan atau pembalikan lapisan bawah permukaan tanah dan drainase. 11 7. Vegetasi alami penutup tanah. Pada lahan-lahan yang tidak dibudidayakan atau diusahakan, perbedaan tanah dapat mengakibatkan perbedaan dalam kandungan unsur hara pada tanah lapisan atas. Pengetahuan mengenai variabilitas di dalam setiap bidang lahan sangat penting dalam merencanakan penggunaan lahan dan dalam menentukan tindakan pengelolaan berbagai aspek pertanian misalnya penggunaan pupuk, irigasi, dan sebagainya. Pengetahuan ini juga penting pada survei tanah dalam menentukan batas-batas kelas (Beckett dan Webster 1971 diacu dalam Sitorus 2000). 2.3 Semivariogram Menurut Webster dan Oliver (1990) ukuran keragaman spasial antar titik contoh dapat ditunjukan oleh semivarian yang besarnya bergantung pada jarak antar titik. Jarak titik contoh yang kecil akan menghasilkan semivarian yang kecil dan semakin besar jarak antar titik contoh akan menghasilkan semivarian yang semakin besar. Konsep jarak yang digunakan yaitu konsep jarak Euclid. Plot antara semivarian dan jarak disebut semivariogram. Semivariogram berfungsi untuk menggambarkan dan memodelkan korelasi spasial antar data. Semivariogram didefinisikan sebagai berikut: ∑ ................................................................(10) Keterangan: = Semivariogram pada lag h h = Jarak interval n(h) = Jumlah pasangan titik pengamatan yang terpisah oleh jarak interval h = Nilai pengamatan pada titik ke-i , = Pasangan data yang berjarak h Persamaan (10) disebut dengan persamaan semivariogram eksperimental. Untuk mendapatkan model semivariogram, plot yang dihasilkan didekatkan dengan semivariogram teoritis. Sebelum menentukan model semivariogram, perlu dilakukan pendugaan terhadap parameter-parameter semivariogram. Parameterparamater tersebut diduga berdasarkan plot semivariogram yang dihasilkan. parameter yang diperlukan untuk mendeskripsikan model semivariogram adalah: 12 1. Nugget effect (Co) Nugget effect adalah nilai semivarian minimum pada jarak interval mendekati nol. 2. Range (a) Range adalah jarak maksimum dimana masih terdapat korelasi antar data. 3. Sill (C) Sill adalah nilai maksimum semivarian yang diperoleh setelah mencapai range. Nilai sill umunya mendekati ragam dan data tidak berubah untuk jarak yang tidak terbatas (konstan). Gambar 1 menunjukkan model semivariogram beserta parameternya. Gambar 1 Komponen semivariogram. Terdapat beberapa penelitian yang menggunakan pendekatan semivariogram untuk menganalisis adanya keragaman suatu sifat di permukaan bumi yang memiliki ketergantungan spasial. Saptadi (1988) melakukan studi keragaman tanah dengan menggunakan pendekatan semivariogram terhadap sifat-sifat fisik tanah, yaitu: distribusi ukuran pori, bobot isi, jenis partikal, distribusi ukuran pori, dan pori air tersedia, di lapisan atas tanah pada tiga kelas lereng. Ainurrasjid (1986) melakukan studi keragaman sifat kimia tanah menggunakan analisis semivariogram. Khoerudin (2010) mengkaji keragaman curah hujan bulanan di Kabupaten Indramayu. Pola semivariogram yang dihasilkan mengikuti model polinomial, linear, dan power law. 13 2.4 Proses yang Terjadi pada Suatu Lereng Lereng adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah yang termasuk di dalamnya perbedaan kecuraman dan bentuk lereng. Hubungan antara lereng dengan sifat-sifat tanah tidak selalu sama di semua tempat, karena adanya sifat faktor-faktor pembentuk tanah yang berbeda di setiap tempat. Lereng biasanya terdiri dari bagian puncak (crest), bagian cembung, bagian cekung, dan kaki lereng. Pada daerah yang berlereng curam terjadi erosi yang terus menerus sehingga tanah-tanah di tempat ini bersolum dangkal, kandungan bahan organiknya rendah dan perkembangan horisonnya lebih lambat dibandingkan dengan tanah-tanah di daerah datar yang air tanahnya dalam. Perbedaan lereng juga menyebabkan perbedaan air tersedia bagi tumbuh-tumbuhan sehingga mempengaruhi pertumbuhan vegetasi di tempat tersebut yang seterusnya juga dapat mempengaruhi proses pembentukan tanah. Air biasanya meresap dari lereng atas ke kaki lereng. Selain itu air tanah biasanya menjadi lebih dangkal di kaki lereng sehingga tanah menjadi lebih basah dibandingkan dengan lereng atas (Hardjowigeno 1993). Menurut Hendrayanto (1999) terdapat lima posisi lereng, yaitu: puncak lereng (crest slope), atas lereng (upper slope), pertengahan lereng (mid-slope), bawah lereng (lower slope), dan kaki lereng (footslope). Di masing-masing posisi lereng terdapat keragaman spasial sifat hidrolika tanah, yang ditunjukkan oleh paramater model lognormal Kosugi (1996). Sedangkan menurut Ruhe (1960) dalam Hall (1983) terdapat lima posisi lereng, yaitu: puncak (summit), bahu (shoulder), punggung (backslope), kaki (footslope), dan dasar (toeslope). Di masing-masing posisi lereng terdapat prosesproses geomorfik yang khas. Di posisi puncak (summit) banyak air yang ditahan di permukaan tanah, sehingga posisi ini merupakan posisi lereng yang paling stabil. Pergerakan air terutama terjadi secara vertikal, kecuali pada lokasi peralihan dengan bahu lereng atau gundukan-gundukan yang ada pada puncak ini. Pada posisi bahu lereng (shoulder) tergantung pada tingkat kemiringannya, pergerakan dari bahan-bahan di permukaan (rayapan tanah) merupakan proses yang penting, demikian juga halnya dengan pergerakan air di bawah permukaan secara lateral (lateral subsurface water movement). Pergerakan air di bawah 14 permukaan ini tidak seragam pada seluruh bagian lereng, tetapi sering terkonsentrasi pada suatu garis aliran (peroclines) ke bawah lereng. Akibatnya, pada posisi ini bisa terbentuk aliran permukaan (run-off) paling besar dengan erosi paling tinggi, sehingga relatif tidak stabil. Ketebalan solum tanah dan kandungan bahan organik biasanya sedikit pada bagian posisi ini. Pada posisi punggung lereng (backslope) proses yang dominan adalah transportasi bahan-bahan oleh air. Transportasi bahan-bahan berlangsung baik pada permukaan maupun di bawah permukaan. Transportasi di permukaan dapat berupa aliran, luncuran (slump), pencucian permukaan (surface wash), atau rayapan. Perambatan air di bawah permukaan umumnya tidak merata dan hal ini menyebabkan posisi ini tidak stabil. Pada posisi kaki lereng (footslope) yang umumnya berbentuk cekung, proses yang dominan adalah deposisi bahan yang berasal dari bagian di atasnya. Daerah rembesan (seepage) umum ditemukan dan tidak teratur. Pergerakan massa dan deposisi juga tidak teratur dan tidak merata, sehingga posisi ini merupakan posisi lereng konstruksional yang tidak stabil. Dasar lereng merupakan posisi lereng yang paling bawah dan tidak stabil akibat dominasi proses deposisi yang bersifat konstruksional dan tidak merata. Penggenangan terjadi secara periodik serta sering ditemui sisa-sisa saluran. Deposisi terjadi dengan bahan asal yang beraneka ragam jenisnya. 15 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Sub DAS Cipeureu, Kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Penelitian dilaksanakan pada Bulan Juli sampai Desember 2011. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2. Gambar 2 Peta lokasi penelitian. 16 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Positioning System), Komputer dengan perangkat lunak Microsoft Excel, Minitab 14, SAS 9.1.3, dan HYDRUS 1D 4.14. Sebagai bahan berupa satu set data kadar air tanah dan data retensi air tanah (pF) dari enam plot pengamatan, masing-masing plot pengamatan terdiri dari sembilan kedalaman. 3.3 Pengumpulan Data 3.3.1 Jenis Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: data curah hujan, data koordinat plot contoh tanah, data kadar air tanah, data retensi air tanah, dan data konduktivitas hidrolika tanah jenuh (Ks). 3.3.2 Metode Pengumpulan Data 3.3.2.1 Data Curah Hujan Data curah hujan diperoleh dari catatan kejadian hujan di stasiun 12A Sekarwangi, Cibadak, Sukabumi. Data curah hujan yang digunakan yaitu curah hujan harian tanggal 16 – 23 November 2010. 3.3.2.2 Data Kadar Air, Retensi Air Tanah dan Konduktivitas Hidrolika Tanah Jenuh Data kadar air, retensi air tanah, dan konduktivitas hidrolika tanah jenuh bersumber dari hasil pengukuran yang dilakukan oleh Tim Peneliti dari IPB dan Universitas Kyoto di Hutan Pendidikan Gunung Walat Tahun 2009. Tahapan pengukuran adalah sebagai berikut: 1. Pengambilan Contoh Tanah Utuh di Lapangan Pengambilan contoh tanah utuh atau tidak terganggu dilakukan oleh Kosugi et al. (2009). Pengambilan contoh tanah utuh, menggunakan ring contoh tanah berukuran 100 cm3, dilakukan di lereng berhutan (puncak lereng sampai kaki lereng) dengan jenis tanah latosol merah kuning, sebanyak 6 buah plot seperti terlihat pada Gambar 3. 17 Jarak Vertikal (meter) 20 Plot 1 Plot 2 10 Plo ot 3 Plot 4 Plot 5 5 Plot 6 Sungai 0 -10 0 10 20 30 40 50 60 Jarak Horizontal (meterr) Kaki K Leereng Bagiian Baw wah Lereeng Pertengaahan Leren ng Bagiann Atas Lerengg Puncak lereng Sumber: Koosugi et al. (20009) dan Penggukuran Ulang g di Lapangann Gambarr 3 Lokasi plot p contoh tanah di lerreng berhuttan. Infoormasi kemiiringan lerenng puncak lereng samppai kaki lerreng berdasarkan SK Menteeri Pertaniann No.837/Kp Kpts/Um/11//1980 adalahh sebagai beerikut: Tabel 1 Innformasi keemiringan leereng di pun ncak sampaai kaki lerenng Posisi Leereng Puncak leereng Bagian attas lereng Pertengahhan lereng Bagian bawah lerengg Bagian bawah lerengg Kaki lereeng Kemiringa an Lereng 9% 9 35 5% 52 2% 48 8% 55 5% 74 4% Keterangan Landai Curam Sangat cu uram Sangat cu uram Sangat cu uram Sangat cu uram Sumber: Koosugi et al. (20009) Penggambilan contoh c tanah utuh di d masing-m masing ploot dilakukaan di sembilan kedalaman, k yaitu di keedalaman 0-5 cm (2,5 cm) ; 7,5-122,5 cm (10 cm) ; 17,5-22,5 cm (20 cm m) ; 27,5-32,,5 cm (30 cm) c ; 37,5-442,5 cm (400 cm) ; 47,5 5-52,5 cm (50 cm m) ; 57,5-622,5 cm (60 cm), 77,5-8 82,5 cm (800 cm) ; 97,55-102,5 cm m (100 cm). Di masing-masi m ing kedalam man diambiil 3 contoh tanah utuhh, yaitu di posisi p kanan (R)), tengah (C C), dan kirri (L), sehiingga jumlaah total contoh tanah utuh adalah sebbanyak 162 contoh tanaah (jumlah contoh c tanaah utuh padaa masing-m masing plot adalaah 27 conntoh tanah). Skema pengambilan contoh tanah terrsebut dijelaskann pada Gambbar 4. 18 Permukaan Tanah 2.5 cm L C R 0-5 cm 10 cm L C R 7.5-12,5 cm 20 cm L C R 17.5-22,5 cm 30 cm L C R 27.5-32,5 cm 40 cm L C R 50 cm L C R 60 cm L C R L C R L C R 80 cm 100 cm 37.5-42,5 cm 47.5-52,5 cm 57.5-62,5 cm 77.5-82,5 cm 97.5-102,5 cm 1 meter Keterangan: L merupakan posisi kiri, C merupakan posisi tengah, dan R merupakan posisi kanan. Sumber: Puspitasari (2011) Gambar 4 Skema pengambilan contoh tanah (sisi penampang melintang tanah). 2. Pengukuran Koordinat Plot Di masing-masing plot diukur kemiringan lereng (derajat) dan jarak lapang (meter) menggunakan Clinometer dan pita meter. Untuk memperoleh koordinat masing-masing plot digunakan rumus: ∆ ;∆ cos ; p = n - 1 ......................................... (11) ∆ ;∆ sin ; p = n - 1 .......................................... (12) Keterangan: ; ; ;∆ ∆ = Koordinat x dan y plot ke-n (meter) = Koordinat x dan y plot ke-p (meter) = Jarak antara koordinat x ; y, plot n dan p (meter) = Kemiringan lereng antara plot p dan n (derajat) = Jarak lapang antara plot p dan n (meter) Plot pertama merupakan titik ikat yang diketahui koordinatnya melalui GPS. 19 3. Pengukuran Kadar Air Tanah dan Retensi Air Tanah Data kadar air tanah volumetrik diukur di beberapa retensi air tanah, yaitu 0, -5, -10, -20, -30, -40, -50, -70, -100, -200, -500, dan -1000 cmH2O. Pengukuran retensi air tanah dilakukan oleh Kosugi et al. (2009) di Laboratorium Pengendalian Erosi, Universitas Kyoto-Jepang. Alat-alat yang digunakan yaitu timbangan, oven elektrik, dan pressure plate apparatus. Tahapan pengukuran kadar air dan retensi air tanah adalah sebagai berikut: 1. Menjenuhkan masing-masing contoh tanah dengan cara merendam contoh tanah secara perlahan-lahan sampai air muncul di permukaan. 2. Menimbang contoh tanah yang sudah jenuh dan mencatat beratnya (merupakan berat basah tanah). 3. Menutup contoh tanah yang telah dibasahi dengan kertas saring kemudian memasukannya ke dalam pressure plate aparatus. 4. Memberikan beberapa tekanan, yaitu -5, -10, -20, -30, -50, -70, -100, -200, 500 dan -1000 cmH2O secara bertahap terhadap contoh tanah yang telah dimasukan ke dalam pressure plate aparatus. 5. Menyimpan setiap contoh tanah dengan tekanan yang berbeda dalam pressure plate aparatus selama 5 – 7 hari, kemudian dikeluarkan dan ditimbang beratnya (berat kering tanah). 6. Menghitung kadar air volumetrik pada setiap tekanan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: ................................................................................... (13) Keterangan: = Kadar air volumetrik (cm3/cm3) BBT = Berat basah tanah (gram) BKT = Berat kering tanah (gram) VT = Volume tanah total (cm3) = Massa jenis air (gram/cm3) Kadar air dari setiap kedalaman merupakan rata-rata kadar air dari tiga contoh tanah yang diambil. 4. Pengukuran Konduktivitas Hidrolika Tanah Jenuh Pengukuran konduktivitas hidrolika tanah jenuh dilakukan oleh Kosugi et al. (2009) di Laboratorium Pengendalian Erosi, Universitas Kyoto-Jepang dengan 20 menggunakan metode falling head. Alat yang digunakan terdiri dari gelas ukur, pipa ukur, dan stopwatch. Tahapannya adalah sebagai berikut: 1. Menjenuhkan masing-masing contoh tanah secara perlahan-lahan dengan cara merendamnya dalam sebuat alat penampung yang sudah diisi air sampai ketinggian 2 mm sebelum batas tepi ring contoh tanah selama 2x24 jam. 2. Menutup masing-masing contoh tanah dengan plastik untuk mengurangi evaporasi. 3. Meletakkan contoh tanah yang telah jenuh di atas alas berpori agar dapat melewatkan air dari contoh tanah. Kemudian bagian atas ring contoh tanah dipasang pipa ukur. 4. Pengukuran menggunakan metode falling head dimulai dengan mengisi air ke dalam pipa ukur dan diukur perubahan (penurunan) tinggi air terhadap waktu dengan menggunakan stopwatch. 5. Menghitung konduktivitas hidrolika jenuh (Ks) menggunakan persamaan Darcy, yaitu: K ∆ ................................................................................. (14) Keterangan: Ks = Konduktivitas hidrolika tanah jenuh (cm/detik) L = Tinggi contoh tanah (cm) H0; H1 = Tinggi air awal dan akhir pengukuran (cm) ∆ = Perubahan waktu (detik) 3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data 3.4.1 Sifat Hidrolika Tanah Tidak Jenuh Sifat hidrolika tanah tidak jenuh dianalisis dengan menggunakan kombinasi fungsi retensi air tanah dan konduktivitas hidrolika tanah model Lognormal (LN) Kosugi (1996). Persamaan Model LN adalah sebagai berikut: ............................................................................... (15) .......................................................... (16) Keterangan: Se = Kejenuhan efektif θ = Kadar air (cm3/cm3) 21 θs θr = Kadar air jenuh (cm3/cm3) = Kadar air sisa (cm3/cm3) K( ) = Konduktivitas hidrolika tidak jenuh (cm/detik) Ks = Konduktivitas hidrolika jenuh (cm/detik) Q = Fungsi distribusi normal = Potensial matrik (cmH2O) = Potensial matrik saat Se = 0,5 atau median radius pori (cmH2O) = Simpangan baku dari distribusi radius pori = Nilai tortuosity Metode yang digunakan untuk menentukan parameter model LN adalah metode optimasi non-linear least squares, dimana nilai fitting parameter terbaik diperoleh dengan meminimalkan nilai residual sum squares (RSS) antara data kurva retensi hasil pengukuran dengan model. Parameter–parameter LN yang dioptimasi adalah θr, , dan . Parameter θs untuk plot 1 kedalaman 2,5 cm dan 80 cm, plot 2 kedalaman 2,5 cm, plot 4 kedalaman 2,5 dan 10 cm, dan plot 5 kedalaman 2,5 cm dilakukan optimasi, sedangkan untuk lapisan lainnya menggunakan nilai θs hasil pengukuran. Prosedur optimasi ini menggunakan bantuan solver command pada perangkat lunak Microsoft Excel. 3.4.2 Analisis Variabilitas Sifat Hidrolika Tanah Analisis variablitas sifat hidrolika tanah dilakukan dengan menggunakan pendekatan analisis ragam, dan analisis semivariogram. 3.4.2.1 Analisis ragam (anova) Analisis ragam (anova) digunakan untuk menilai keragaman sifat hidrolika tanah di plot contoh tanah (arah horizontal) dan kedalaman tanah (arah vertikal) melalui uji beda nilai tengah contoh pada taraf nyata 95%. Analisis data menggunakan bantuan program Minitab 14. 3.4.2.2 Analisis semivariogram Analisis semivariogram dilakukan untuk menentukan variabilitas spasial dari masing-masing parameter sifat hidrolika tanah. Analisis ini hanya dilakukan pada data yang terbukti memiliki perbedaan berdasarkan uji beda nilai tengah contoh menggunakan analisis ragam (anova). Hal tersebut dilakukan untuk membuktikan adanya pengaruh faktor jarak terhadap keragaman yang terbentuk. 22 Analisis semivariogram di kedalaman tanah menggunakan konsep semivariogram eksperimental, karena memiliki interval jarak yang sama antar kedalaman tanah, sedangkan analisis semivariogram di plot contoh tanah menggunakan konsep semivariogram pada program aplikasi SAS 9.1.3, karena terdapat perbedaan jarak antar plot contoh tanah. Semivariogram eksperimental diperoleh melalui hubungan antara nilai semivarian γ(h) dengan jarak interval (h), sedangkan semivariogram pada program aplikasi dibangun melalui hubungan antara rata-rata nilai semivarian pada semua kemungkinan pasangan data dengan rata-rata jarak kelas interval h (interval class distances). Perhitungan jarak menggunakan konsep jarak euclid. Nilai semivarian dapat dihitung dengan rumus: ∑ ................................................................ (17) Keterangan: = Semivariogram di lag h h = Jarak interval n(h) = Jumlah pasangan titik pengamatan yang terpisah oleh jarak interval h = Nilai pengamatan pada titik ke-i , = Pasangan data yang berjarak h Model semivariogram yang diperoleh didekatkan terhadap model semivariogram teoritis, kemudian dilakukan pemilihan model terbaik berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) tertinggi. Analisis semivariogram menggunakan bantuan perangkat lunak (software) SAS 9.1.3, Minitab 14, dan Microsoft Excel. 3.4.3 Aliran Air dalam Tanah Satu Dimensi Analisis aliran air dalam tanah satu dimensi menggunakan model persamaan Richard, sebagai berikut: 1 .................................................................................... (18) Keterangan: / = Perubahan kadar air tiap satuan waktu / = Perubahan kedalaman / = Perubahan potensial matrik pada setiap kedalaman = Fungsi konduktivitas hidrolika tanah tidak jenuh Perhitungan flux aliran di setiap kedalaman dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak HYDRUS 1D 4.14 (Simunek et al. 2008). 23 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Areal Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) secara geografis berada pada 106°48'27''BT sampai 106°50'29''BT dan 6°54'23''LS sampai 6°55'35''LS. Sedangkan secara administrasi pemerintahan HPGW terletak di wilayah Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi dan secara administrasi kehutanan termasuk dalam wilayah Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi. Luas kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat adalah 359 Ha, terdiri dari tiga blok, yaitu Blok Timur (Cikatomang) seluas 120 Ha, Blok Barat (Cimenyan) seluas 125 Ha, dan Blok Tengah (Tangkalak) seluas 114 Ha (FAHUTAN IPB 2009). 4.2 Topografi dan Iklim Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) terletak pada ketinggian 460-715 mdpl. Topografinya bervariasi mulai dari landai sampai bergelombang terutama di bagian selatan, sedangkan ke bagian utara topografinya semakin curam. Pada punggung bukit kawasan ini terdapat dua patok triangulasi KN 2.212 (670 mdpl) dan KN 2.213 (720 mdpl). Klasifikasi iklim HPGW menurut Schmidt dan Ferguson termasuk tipe B, dengan dengan nilai Q = 14,3%-33% dan banyaknya curah hujan tahunan berkisar antara 1600 – 4400 mm. Suhu udara maksimum di siang hari 29° C dan minimum 19° C di malam hari (FAHUTAN IPB 2009). 4.3 Tanah dan Hidrologi Tanah Hutan Pendidikan Gunung Walat bersifat kompleks. Terdapat tiga jenis tanah yaitu podsolik, latosol dan litosol yang berasal dari batu endapan dan bekuan daerah bukit. Di bagian barat daya kawasan ini terdapat areal peralihan dengan jenis batuan Karst, sehingga di wilayah tersebut terbentuk beberapa gua alam karst (gamping). 24 Hutan Pendidikan Gunung Walat menjadi sumber air bersih yang penting bagi masyarakat sekitar, terutama di bagian selatan yang mempunyai anak sungai yang mengalir sepanjang tahun, yaitu anak sungai Cipeureu, Citangkalak, Cikabayan, Cikatomas dan Legok Pusar. Kawasan HPGW termasuk ke dalam sistem pengelolaan DAS Cimandiri (FAHUTAN IPB 2009). 4.4 Vegetasi dan Fauna Hutan Pendidikan Gunung Walat paling sedikitnya memiliki 44 jenis tumbuhan, termasuk 2 jenis rotan dan 13 jenis bambu. Selain itu terdapat 68 jenis tumbuhan obat. Tegakan Hutan di HPGW didominasi oleh tanaman damar (Agathis lorantifolia), pinus (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia macrophylla) dan jenis lainnya seperti kayu afrika (Maesopsis eminii), rasamala (Altingia excelsa), sonokeling (Dalbergia latifolia), gamal (Gliricidae sp.), meranti (Shorea sp.), dan akasia (Acacia mangium). Potensi tegakan hutan yang berasal dari kayu damar adalah sebesar ± 10.855 m3, kayu pinus adalah sebesar ± 9.471 m3, kayu puspa sebesar ± 464 m3 puspa, kayu sengon sebesar ± 132 m3, dan kayu mahoni adalah sebesar ± 88 m3. Pohon damar dan pinus juga menghasilkan getah kopal dan getah pinus. Di HPGW juga ditemukan lebih dari 100 pohon plus damar, pinus, kayu afrika sebagai sumber benih dan bibit unggul. Di areal Hutan Pendidikan Gunung Walat terdapat beraneka ragam jenis satwa liar yang meliputi jenis-jenis mamalia, reptilia, burung, dan ikan. Pada kelompok jenis mamalia terdapat babi hutan (Sus scrofa), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), kelinci liar (Nesolagus sp.), meong congkok (Felis bengalensis), tupai (Callociurus sp. J), trenggiling (Manis javanica), musang (Paradoxurus hermaphroditic). Pada kelompok jenis burung (Aves) terdapat sekitar 20 jenis burung, antara lain elang jawa, empirit, kutilang, dan lain-lain. Jenis-jenis reptilia antara lain biawak, ular, dan bunglon, sedangkan jenis ikan diantaranya ikan lubang dan jenis ikan lainnya. Selain itu, terdapat pula lebah hutan (odeng, tawon, gung, Apis dorsata) (FAHUTAN IPB 2009). 25 4.5 Penduduk Sekitar Penduduk di sekitar Hutan Pendidikan Gunung Walat umumnya memiliki mata pencaharian sebagai petani, peternak, tukang ojek, pedagang hasil pertanian, dan bekerja sebagai buruh pabrik. Pertanian yang dilakukan berupa sawah lahan basah dan lahan kering. Jumlah petani penggarap yang dapat ditampung dalam program agroforestry HPGW adalah sebanyak 300 orang. Hasil pertanian dari lahan agroforestry antara lain: singkong, kapolaga, pisang, cabe, padi gogo, kopi, sereh, dll. Jumlah ternak domba atau kambing di sekitar Hutan Pendidikan Gunung Walat sebanyak 1875 ekor. Hijauan pakan ternak sebagian besar berasal dari HPGW. Kecamatan Cicantayan, khususnya desa Hegarmanah juga merupakan desa penghasil manggis dengan mutu eksport. Jumlah pohon manggis di desa Hegarmanah sebanyak 12.800 batang dan akan terus bertambah. Untuk menjadi sentra produksi diperlukan 40.000 pohon (FAHUTAN IPB 2009). . 26 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Hidrolika Tanah 5.1.1 Kurva Retensi Air Tanah Kurva retensi air tanah hasil pengukuran (observasi) dan model LN (estimasi) di masing-masing posisi lereng disajikan pada Gambar 5 sebagai berikut: (a) Plot 1 Potensial Matrik (cmH2O) (b) Plot 2 Potensial Matrik (cmH2O) 27 (c) Plot 3 Potensial Matrik (cmH2O) (d) Plot 4 Potensial Matrik (cmH2O) 28 (e) Plot 5 Potensial Matrik (cmH2O) (f) Plot 6 Potensial Matrik (cmH2O) Gambar 5 Kurva retensi air tanah hasil pengukuran (observasi) dan model LN (estimasi) di (a) plot 1, puncak lereng, (b) plot 2, bagian atas lereng, (c), plot 3, pertengahan lereng, (d) plot 4, bagian bawah lereng, (e) plot 5, bagian bawah lereng, (f) plot 6, kaki lereng. 29 Berdasarkan Gambar 5, model LN retensi air tanah (Kosugi 1996) dapat menduga dengan baik kurva retensi air tanah di masing-masing posisi lereng dan kedalaman. Hal ini ditunjukkan dengan nilai RSS yang kecil antara hasil model dengan hasil pengukuran, yaitu berkisar antara 0,000019 sampai 0,003106. Artinya kurva retensi air tanah model LN dapat menduga dengan baik kurva retensi air tanah, sehingga parameter-parameter model LN dapat digunakan untuk menjelaskan sifat hidrolika tanah di masing-masing posisi lereng dan kedalaman. Nilai parameter sifat hidrolika tanah berdasarkan model LN disajikan lengkap pada Lampiran 2, sedangkan nilai rata-rata ( ) dan standar deviasinya (s) disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Parameter sifat hidrolika tanah berdasarkan model LN di puncak sampai kaki lereng Parameter Puncak lereng Bagian atas lereng s Pertengahan lereng s Bagian bawah lereng s Bagian bawah lereng s Kaki lereng s s 0,655 0,031 0,702 0,033 0,713 0,022 0,696 0,034 0,711 0,020 0,734 0,025 r 0,469 0,048 0,453 0,039 0,450 0,044 0,401 0,031 0,452 0,023 0,425 0,027 s- r 0,187 0,067 0,249 0,033 0,263 0,056 0,295 0,050 0,259 0,026 0,309 0,050 1,504 0,306 1,550 0,209 1,260 0,154 1,527 0,230 1,265 0,277 1,152 0,151 2,360 1,103 1,919 0,521 1,587 0,478 1,615 0,467 1,679 0,578 1,873 0,895 0,025 0,035 0,013 0,017 0,018 0,015 0,029 0,022 0,032 0,030 0,049 0,042 log (- m) Ks Rata-rata kurva retensi air tanah di setiap kedalaman dan di setiap plot disajikan dalam Gambar 6. (a) Potensial Matrik (cmH2O) 30 (b) Potensial Matrik (cmH2O) Gambar 6 Kurva retensi air tanah model LN rata-rata di (a) puncak – kaki lereng dan (b) kedalaman 2,5 cm - kedalaman 100 cm. Kurva retensi air tanah menggambarkan hubungan antara kadar air tanah dengan potensial matrik. Berdasarkan Gambar 5, dapat diketahui bahwa kadar air tanah di setiap lapisan dari puncak lereng sampai kaki lereng umumnya menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu mengalami penurunan yang drastis sampai potensial matrik ( ) -200 cmH2O, kemudian berkurang sampai potensial matrik -500 cmH2O dan relatif konstan sampai potensial matrik -15000 cmH2O. Hal yang sama terjadi pada kurva retensi air tanah rata-rata di masing-masing posisi lereng dan kedalaman yang terdapat pada Gambar 6. Penurunan kadar air tanah ini seiring dengan peningkatan potensial matrik tanah, artinya semakin kering tanah (kadar air tanah semakin rendah) maka tegangan yang dibutuhkan tanah untuk mengikat air akan semakin besar. Menurut Hardjowigeno (2007) kadar air pada tegangan atau potensial matrik -330 cmH2O sampai -15.000 cmH2O merupakan kadar air tersedia bagi tanaman yaitu selisih antara kadar air pada kapasitas lapang dengan kadar air pada titik layu permanen. Kadar air pada potensial matrik 0 cmH2O sampai -330 cmH2O merupakan kadar air gravitasi, sedangkan kadar air pada potensial matrik -15.000 cmH2O merupakan kadar air tanah pada titik layu permanen (TLP). 31 Kadar air gravitasi merupakan kadar air yang tidak dapat ditahan oleh tanah dan akan mengalir ke bagian bawah sebagai akibat adanya gaya gravitasi, sehingga air ini tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Kadar air pada titik layu permanen atau pada saat kondisi kering merupakan kadar air tanah saat akar-akar tanaman mulai tidak mampu lagi menyerap air dari dalam pori-pori tanah. Untuk menjelaskan variasi sifat retensi air tanah dikategorikan ke dalam dua konsep, yaitu hubungan retensi air tanah dengan pertumbuhan tanaman (konsep air tersedia dan titik layu permanen) dan hubungan retensi air tanah dengan pengaliran air (konsep air gravitasi). Berdasarkan Gambar 6, nilai kadar air gravitasi, kadar air tersedia, dan kadar air pada titik layu permanen bervariasi di masing-masing posisi lereng (arah horizontal) dan kedalaman tanah (arah vertikal). Namun meskipun kurva retensi air tanah model LN rata-rata menunjukkan adanya kadar air tanah yang lebih tinggi atau lebih rendah pada setiap potensial matrik di posisi lereng atau kedalaman tertentu, tidak berarti kadar air gravitasi, kadar air tersedia, dan kadar air pada titik layu permanennya juga lebih tinggi. Hal ini dikarenakan ketiga kadar air tesebut merupakan nilai absolut yang diperoleh berdasarkan rata-rata kadar air tanah pada setiap selang potensial matriknya. Tabel 3 dan Tabel 4 menunjukkan nilai absolut dari ketiga kadar air tersebut. Berdasarkan Tabel 3 dan Tabel 4, pada arah horizontal nilai kadar air gravitasi tertinggi berada di posisi lereng bagian atas dan kadar air gravitasi terendah berada di kaki lereng. Tabel 3 Kadar air gravitasi, kadar air tersedia, dan kadar air pada titik layu permanen di masing-masing posisi lereng kedalaman (cm) KA Grav Puncak lereng KA KA; Tersedia TLP Bagian atas lereng KA KA KA; Grav Tersedia TLP KA Grav Pertengahan lereng KA KA; Tersedia TLP 2,5 0,536 0,467 0,460 0,580 0,495 0,480 0,598 0,538 0,534 10 0,527 0,453 0,434 0,603 0,524 0,517 0,569 0,502 0,498 20 0,492 0,421 0,416 0,575 0,472 0,470 0,523 0,450 0,449 30 0,543 0,446 0,438 0,540 0,421 0,416 0,491 0,410 0,410 40 0,578 0,487 0,484 0,539 0,419 0,413 0,509 0,413 0,412 50 0,554 0,469 0,463 0,535 0,419 0,414 0,527 0,421 0,420 60 0,541 0,476 0,473 0,539 0,428 0,425 0,525 0,423 0,422 80 0,578 0,526 0,524 0,577 0,457 0,454 0,519 0,425 0,425 100 0,608 0,560 0,557 0,613 0,502 0,498 0,569 0,485 0,483 Rata-rata 0,551 0,478 0,472 0,567 0,460 0,454 0,537 0,452 0,450 32 Tabel 3 (Lanjutan) Bagian bawah lereng KA KA KA; Grav Tersedia TLP Bagian bawah lereng KA KA KA; Grav Tersedia TLP KA Grav 2,5 0.59 0.479 0,425 0,598 0,475 0,441 0,558 0,466 0,448 10 0.535 0.436 0,407 0,527 0,444 0,439 0,465 0,406 0,406 20 0.539 0.418 0,398 0,505 0,425 0,423 0,539 0,428 0,428 30 0.486 0.376 0,365 0,531 0,451 0,450 0,517 0,421 0,420 40 0.499 0.38 0,368 0,499 0,432 0,432 0,508 0,402 0,399 50 0.508 0.395 0,381 0,513 0,433 0,433 0,481 0,382 0,382 60 0.538 0.437 0,428 0,557 0,486 0,486 0,520 0,438 0,437 80 0.503 0.393 0,384 0,544 0,478 0,477 0,542 0,468 0,465 100 0.532 0.434 0,425 0,551 0,480 0,479 0,535 0,459 0,458 Rata-rata 0.526 0.417 0,398 0,536 0,456 0,451 0,518 0,430 0,427 Kedalaman (cm) Kaki lereng KA Tersedia KA; TLP Tabel 4 Kadar air gravitasi, kadar air tersedia, dan kadar air pada titik layu permanen di masing-masing kedalaman Kedalaman 2,5 cm Kedalaman 10 cm Kedalaman 20 cm Plot KA Grav KA Tersedia KA; TLP KA Grav KA Tersedia KA; TLP KA Grav KA Tersedia KA; TLP 1 0,536 0,467 0,460 0,527 0,453 0,434 0,492 0,421 0,416 2 0,580 0,495 0,480 0,603 0,524 0,517 0,575 0,472 0,470 3 0,598 0,538 0,534 0,569 0,502 0,498 0,523 0,450 0,449 4 0,590 0,479 0,425 0,535 0,436 0,407 0,539 0,418 0,398 5 0,598 0,475 0,441 0,527 0,444 0,439 0,505 0,425 0,423 6 Ratarata 0,558 0,466 0,448 0,465 0,406 0,406 0,539 0,428 0,428 0,577 0,487 0,465 0,538 0,461 0,450 0,529 0,436 0,431 Plot KA Grav 1 0,543 0,446 2 0,540 3 Kedalaman 30 cm KA KA; Tersedia TLP Kedalaman 40 cm KA KA KA; Grav Tersedia TLP Kedalaman 50 cm KA KA KA; Grav Tersedia TLP 0,438 0,578 0,487 0,484 0,554 0,469 0,463 0,421 0,416 0,539 0,419 0,413 0,535 0,419 0,414 0,491 0,410 0,410 0,509 0,413 0,412 0,527 0,421 0,420 4 0,486 0,376 0,365 0,499 0,380 0,368 0,508 0,395 0,381 5 0,531 0,451 0,450 0,499 0,432 0,432 0,513 0,433 0,433 6 Ratarata 0,517 0,421 0,420 0,508 0,402 0,399 0,481 0,382 0,382 0,518 0,421 0,416 0,522 0,422 0,418 0,520 0,420 0,415 Kedalaman 60 cm Plot Kedalaman 80 cm Kedalaman 100 cm KA Grav KA Tersedia KA; TLP KA Grav KA Tersedia KA; TLP KA Grav KA Tersedia KA; TLP 1 0,541 0,476 0,473 0,578 0,526 0,524 0,608 0,560 0,557 2 0,539 0,428 0,425 0,577 0,457 0,454 0,613 0,502 0,498 3 0,525 0,423 0,422 0,519 0,425 0,425 0,569 0,485 0,483 4 0,538 0,437 0,428 0,503 0,393 0,384 0,532 0,434 0,425 5 0,557 0,486 0,486 0,544 0,478 0,477 0,551 0,480 0,479 6 Ratarata 0,520 0,438 0,437 0,542 0,468 0,465 0,535 0,459 0,458 0,520 0,448 0,445 0,544 0,458 0,455 0,568 0,487 0,483 33 Urutan kadar air gravitasi rata-rata pada arah horizontal secara lengkap adalah sebagai berikut: Puncak lereng (0,567) > bagian atas lereng (0,551) > pertengahan lereng (0,537) > bagian bawah lereng (plot 4) (0,537) > bagian bawah lereng (plot 5) (0,536) > kaki lereng (0,518). Pada arah vertikal, lapisan atas tanah memiliki kadar air gravitasi tertinggi dibandingkan lapisan lainnya. Urutan kadar air gravitasi rata-rata secara lengkap adalah sebagai berikut: Kedalaman 2,5 cm (0,577) > Kedalaman 100 cm (0,568) > Kedalaman 80 cm (0,544) > Kedalaman 10 cm (0,538) > Kedalaman 20 cm (0,529) > Kedalaman 40 cm (0,522) > Kedalaman 60 cm (0,520) > kedalaman 50 cm (0,520) > kedalaman 30 cm (0,518). Kadar air gravitasi yang lebih tinggi di bagian atas lereng memiliki arti bahwa kemampuan tanah dalam meloloskan air akibat gaya gravitasi di bagian atas lereng lebih besar dibandingkan posisi lereng lainnya. Sama halnya dengan lapisan atas tanah yang memiliki kadar air gravitasi yang lebih tinggi dibandingkan lapisan lainnya. Pada arah horizontal kadar air tersedia paling tinggi terdapat di puncak lereng, dan kadar air tersedia paling rendah terdapat di bagian bawah lereng. Urutan kadar air tersedia rata-rata antara masing-masing posisi lereng secara lengkap adalah: puncak lereng (0,478) > bagian atas lereng (0,460) > bagian bawah lereng (plot 5) (0,456) > pertengahan lereng (0,452) > kaki lereng (0,430) > bagian bawah lereng (plot 4) (0,406). Sedangkan pada arah vertikal, kadar air tersedia tertinggi terdapat di lapisan paling bawah. Urutan kadar air tersedia secara lengkap adalah: kedalaman 100 cm (0,487) > kedalaman 2,5 cm (0,487) > kedalaman 10 cm (0,481) > kedalaman 80 cm (0,458) > kedalaman 60 cm (0,448) > kedalaman 20 cm (0,436) > kedalaman 40 cm (0,422) > kedalaman 30 cm (0,421) > kedalaman 50 cm (0,420). Kadar air tersedia yang lebih tinggi di puncak lereng menunjukkan bahwa bagian puncak lereng memiliki kemampuan menyediakan air yang dapat dimanfaatkan oleh pertumbuhan tanaman lebih tinggi dibandingkan bagian lereng lainnya. Sama halnya dengan lapisan tanah yang paling dalam. Kadar air pada titik layu permanen menunjukkan tanah pada kondisi kering. Pada kondisi ini, kadar air tertinggi pada arah horizontal berada di puncak lereng dengan nilai rata-rata sebesar 0,472. Urutan kadar air rata-rata pada titik layu 34 permanen antara masing-masing posisi lereng secara lengkap adalah: puncak lereng (0,472) > bagian atas lereng (0,454) > bagian bawah lereng (plot 5) (0,451) > pertengahan lereng (0,450) > kaki lereng (0,427) > bagian bawah lereng (0,398). Pada arah vertikal, kadar air tertinggi terdapat di kedalaman paling bawah. Urutan kadar air tersedia secara lengkap adalah: kedalaman 100 cm (0,483) > kedalaman 2,5 cm (0,465) > kedalaman 80 cm (0,455) > kedalaman 10 cm (0,450) > kedalaman 60 cm (0,445) > Kedalaman 20 cm (0,431) > kedalaman 40 cm (0,418) > kedalaman 30 cm (0,415) > kedalaman 50 cm (0,413). Secara umum kadar air gravitasi, kadar air tersedia, dan kadar air pada titik layu permanen di masing-masing plot dan kedalaman memiliki variasi nilai yang acak atau tidak memiliki keteraturan. 5.1.2 Kurva Fungsi K( ) Kurva fungsi K( ) menggambarkan kemampuan tanah dalam mengalirkan air pada kondisi tanah tidak jenuh. Nilai fungsi K( ) merupakan nilai estimasi berdasarkan fitting curve antara model LN dengan kurva retensi air tanah pengukuran. Metode yang digunakan adalah metode optimasi secara terpisah (separate optimization). Menurut Hendrayanto (1999) Nilai fungsi K( ) akan lebih baik jika menggunakan nilai estimasi berdasarkan metode optimasi simultan (simultaneous optimization), yaitu fitting curve antara model LN dengan kurva retensi air tanah dan konduktivitas hidrolika tanah pengukuran secara simultan. Kurva fungsi K( ) berdasarkan model LN dan parameter model LN Kurva retensi air tanah (Tabel 1) puncak sampai kaki lereng disajikan pada Gambar 7. Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa fungsi konduktivitas hidrolika tanah tidak jenuh (log K) di setiap lapisan mengalami penurunan seiring meningkatnya nilai potensial matrik. Nilai konduktivitas menurun ketika tanah berubah kondisi dari jenuh menjadi tidak jenuh. 35 (a) 0 2.5 cm 10 cm Log K (cm/detik) ‐5 20 cm 30 cm ‐10 40 cm ‐15 50 cm 60 cm ‐20 80 cm 100 cm ‐25 0 ‐3000 ‐6000 ‐9000 ‐12000 ‐15000 Potensial Matrik (cmH2O) (b) 0 2.5 cm 10 cm Log K (cm/detik) ‐5 20 cm ‐10 30 cm 40 cm ‐15 50 cm 60 cm ‐20 80 cm 100 cm ‐25 0 ‐3000 ‐6000 ‐9000 ‐12000 ‐15000 Potensial Matrik (cmH2O) (c) 0 2.5 cm Log K (cm/detik) ‐5 10 cm 20 cm ‐10 30 cm ‐15 40 cm 50 cm ‐20 60 cm ‐25 80 cm 100 cm ‐30 0 ‐3000 ‐6000 ‐9000 Potensial matrik (cmH2O) ‐12000 ‐15000 36 (d) 0 2.5 cm 10 cm Log K (cm/detik) ‐5 20 cm ‐10 30 cm 40 cm ‐15 50 cm ‐20 60 cm ‐25 80 cm 100 cm ‐30 0 ‐3000 ‐6000 ‐9000 ‐12000 ‐15000 Potensial Matrik (CmH2O) (e) Log K (cm/detik) 0 2.5 cm ‐5 10 cm ‐10 20 cm ‐15 30 cm 40 cm ‐20 50 cm ‐25 60 cm ‐30 80 cm ‐35 100 cm 0 ‐3000 ‐6000 ‐9000 ‐12000 ‐15000 Potensial Matrik (cmH2O) (f) Log K (cm/detik) 0 2.5 cm ‐5 10 cm ‐10 20 cm ‐15 30 cm 40 cm ‐20 50 cm ‐25 60 cm ‐30 80 cm 100 cm ‐35 0 ‐3000 ‐6000 ‐9000 ‐12000 ‐15000 Potensial matrik (cmH2O) Gambar 7 Kurva fungsi K( ) model LN di (a) puncak lereng, (b) bagian atas lereng, (c) pertengahan lereng, (d) bagian bawah lereng (plot 4), (e) bagian bawah lereng (plot 5), (f) kaki lereng. 37 Rata-rata kurva fungsi K( ) di setiap kedalaman dan di setiap posisi lereng disajikan dalam Gambar 8. Berdasarkan Gambar 8, sifat konduktivitas hidrolika tanah tidak jenuh bervariasi baik pada arah vertikal (kedalaman tanah) maupun horizontal (posisi lereng). (a) Rata-Rata Log K (cm/detik) 0 Plot 1 ‐5 Plot 2 ‐10 Plot 3 Plot 4 ‐15 Plot 5 ‐20 Plot 6 ‐25 ‐1000 ‐3000 ‐5000 ‐7000 ‐9000 ‐11000 ‐13000 ‐15000 Potensial Matriks (cmH2O) (b) Rata-Rata Log K (cm/detik) 0 2.5 cm ‐5 10 cm ‐10 20 cm ‐15 30 cm 40 cm ‐20 50 cm ‐25 60 cm ‐30 80 cm ‐35 100 cm 0 ‐3000 ‐6000 ‐9000 ‐12000 ‐15000 Potensial Matriks (cmH2O) Gambar 8 Kurva fungsi K( ) model LN rata-rata di (a) puncak – kaki lereng dan (b) kedalaman 2,5 cm-kedalaman 100 cm. Pada arah horizontal, bagian pertengahan, bawah, dan kaki lereng memiliki penurunan nilai fungsi K yang lebih besar seiring penurunan nilai potensial matrik dibandingkan dengan bagian puncak dan atas lereng. Bagian puncak dan atas 38 lereng memiliki kurva fungsi K yang hampir sama namun berbeda dengan posisi lereng lainnya, begitupun dengan pertengahan dan kaki lereng. Sedangkan bagian bawah lereng (plot 4 dan plot 5) memiliki variasi kurva fungsi K yang lebih besar dengan posisi lereng lainnya. Pada arah vertikal, lapisan atas tanah (kedalaman 10 cm dan kedalaman 20 cm), dan lapisan yang lebih bawah (kedalaman 50 dan kedalaman 60 cm) memiliki penurunan nilai fungsi K yang lebih besar seiring penurunan nilai potensial matrik dibandingkan dengan lapisan permukaan (kedalaman 2,5 cm), lapisan pertengahan (kedalaman 30 cm dan kedalaman 40 cm), serta lapisan yang paling bawah (kedalaman 80 dan kedalaman 100 cm). Lapisan atas tanah dan lapisan tanah yang lebih bawah memiliki variasi kurva fungsi K yang lebih besar dibandingkan lapisan permukaan, lapisan pertengahan, dan lapisan paling bawah. 5.2 Variabilitas Sifat Hidrolika Tanah di Lereng Berhutan 5.2.1 Porositas Efektif Tanah ( s – r) Nilai pororsitas efektif tanah di masing-masing posisi lereng dan di berbagai kedalaman tanah ditunjukkan pada Tabel 5. Analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan posisi lereng (arah horizontal) dan kedalaman tanah (arah vertikal) memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai rata-rata s – r pada p-value < 0,05. Pada arah horizontal, nilai rata-rata s – r tertinggi terdapat di kaki lereng dan berbeda nyata dengan puncak sampai bagian bawah lereng pada p-value < 0,05, sedangkan rata-rata nilai s – r tanah terendah terdapat di puncak lereng yang nilainya berbeda nyata dengan posisi lereng lainnya pada p-value < 0,05. Pada arah vertikal, nilai rata-rata s – r tertinggi terdapat di kedalaman 40 dan kedalaman 50 cm, nilainya berbeda nyata dengan kedalaman 2,5 cm, kedalaman 10 cm, kedalaman 20 cm, kedalaman 60 cm, kedalaman 80 cm, dan kedalaman 100 cm pada p-value < 0,05, sedangkan nilai rata-rata s – r terendah terdapat di kedalaman 100 cm dan berbeda nyata dengan kedalaman lainnya kecuali kedalaman 2,5 cm pada p-value < 0,05 cm. 39 Tabel 5 Nilai porositas efektif tanah (cm3/cm3) Kedalaman tanah (cm) 2.5 10 20 30 40 50 60 80 100 Ratarata 1 0,133 0,275 0,260 0,217 0,182 0,234 0,185 0,106 0,087 0,187a 2 0,185 0,252 0,247 0,289 0,285 0,272 0,236 0,255 0,222 0,249b 3 0,189 0,215 0,255 0,314 0,326 0,315 0,296 0,278 0,180 0,263b 4 0,229 0,223 0,268 0,334 0,361 0,316 0,273 0,352 0,297 0,295bc 5 0,252 0,239 0,265 0,256 0,305 0,301 0,238 0,242 0,236 0,259b 6 0,310 0,346 0,316 0,323 0,359 0,379 0,264 0,239 0,243 0,309c Ratarata 0,216a 0,258ab 0,268ab 0,289b 0,303b 0,303b 0,249ab 0,245ab 0,211a Plot Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom rata-rata plot dan baris rata-rata kedalaman tanah menunjukkan nilai tengah tidak berbeda nyata pada p-value < 0.05 Perbedaan nilai s – r baik pada arah horizontal maupun vertikal disajikan pada Gambar 9 berupa distribusi spasialnya. 1.0 Keterangan: Nilai s – r (cm3/cm3) Kedalaman tanah (cm) 0.9 0.8 0.7 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 10 15 20 25 30 35 40 < > 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.35 45 Jarak antar plot (m) 6 5 4 3 2 1 Lokasi contoh tanah (plot) Gambar 9 Distribusi spasial dari porositas efektif tanah ( s – r). Berdasarkan Gambar 9, dapat diketahui bahwa nilai s – r kecil di bagian puncak lereng dan besar di bagian pertengahan sampai kaki lereng. Rendahnya nilai s – r di bagian puncak lereng karena posisinya dekat dengan jalan setapak dan arealnya cukup terbuka sehingga minimnya jumlah serasah yang menutup tanah. Hal tersebut menyebabkan kandungan bahan organik di bagian puncak lereng menjadi rendah. Selain itu, nilai s – r ini umumnya menurun seiring meningkatnya kedalaman tanah, hal tersebut dikarenakan kandungan bahan 40 organik di lapisan atas tanah lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan tanah yang lebih bawah. Adanya perbedaan nilai tengah s – r baik pada arah vertikal maupun horizontal diperlukan analisis lanjutan, yaitu analisis semivariogram, untuk membuktikan adanya pengaruh faktor jarak terhadap variabilitas nilai s – r antar posisi lereng dan kedalaman tanah. Hasil analisis semivariogram disajikan pada Gambar 10. (a) (b) 0.008 0.0020 0.007 0.006 Semivarian Semivarian 0.0015 0.0010 0.0005 0.005 0.004 0.003 0.002 0.001 0.0000 0.000 0 2 4 6 Lag h (x 0,1 meter) 8 10 10 20 30 Lag h (meter) 40 50 Gambar 10 Semivariogram porositas efektif tanah, , pada (a) kedalaman tanah (arah vertikal), (b) posisi lereng (arah horizontal). Gambar 10 memperlihatkan bahwa pola semivariogram s – r pada arah vertikal dan horizontal mengikuti model polinomial dengan nilai koefisien determinasi berturut-turut sebesar 91,3 % dan 70,1 %. Hal ini berarti bahwa model semivariogram yang tersusun sudah cukup baik menggambarkan keragaman spasial nilai s – r, baik pada arah vertikal maupun horizontal. Namun pola sebaran keragaman yang dihasilkan pada arah vertikal tidak menunjukkan adanya peningkatan dengan semakin besarnya jarak. Keragaman nilai s – r meningkat sampai kedalaman 0,5 meter kemudian menurun lagi sampai kedalaman 1 meter. Berbeda halnya pada arah horizontal, pola sebaran keragaman s – r yang terbentuk cenderung meningkat seiring meningkatnya jarak antar posisi lereng. Secara umum variasi nilai s – r pada arah vertikal maupun horizontal dipengaruhi oleh jarak antar satu pengamatan dengan pengamatan lainnya. Artinya nilai s – r pada kedua arah memiliki ketergantungan spasial antar pengamatan, walaupun hasilnya belum memuaskan pada arah vertikal. 41 5.2.2 Simpangan Baku dari Distribusi Radius Pori ( ) Nilai simpangan baku dari distribusi radius pori di lokasi penelitian ditunjukkan pada Tabel 6. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa baik kedalaman tanah maupun posisi lereng berpengaruh nyata terhadap nilai simpangan baku dari distribusi radius pori pada p-value < 0,05. Pada arah horizontal, nilai rata-rata yang tertinggi terdapat di puncak lereng dan berbeda nyata dengan nilai rata-rata value < 0,5. Sedangkan nilai rata-rata posisi lereng lainnya pada p- yang terendah terdapat di pertengahan lereng dan nilainya berbeda nyata dengan bagian puncak, atas, dan kaki lereng pada p-value < 0,5. Pada arah vertikal nilai rata-rata yang terendah terdapat di kedalaman 80 cm dan nilainya berbeda nyata dengan kedalaman 2,5 dan kedalaman 10 cm pada p-value < 0,5, sedangkan nilai rata-rata yang tertinggi terdapat di kedalaman 2,5 cm dan nilainya berbeda nyata dengan kedalaman lainnya kecuali dengan kedalaman 10 cm pada p-value < 0,5. Tabel 6 Nilai simpangan baku dari distribusi radius pori Kedalaman tanah (cm) Plot Rata-rata 2,5 10 20 30 40 50 60 80 100 1 2,036 5,135 2,570 2,134 1,465 2,404 2,181 1,642 1,670 2,360a 2 2,795 2,794 1,470 1,844 1,916 1,786 1,550 1,477 1,636 1,919ab 3 2,406 2,405 1,606 1,226 1,353 1,230 1,363 1,295 1,395 1,587b 4 2,485 2,282 1,600 1,444 1,438 1,587 1,278 1,066 1,352 1,615b 5 2,995 2,165 1,675 1,349 1,086 1,474 1,283 1,484 1,602 1,679b 6 4,150 1,564 1,045 1,633 1,790 1,493 1,472 2,037 1,670 1,873ab Ratarata 2,811a 2,724a 1,661b 1,605b 1,508b 1,662b 1,521b 1,500b 1,554b Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom rata-rata plot dan baris rata-rata kedalaman tanah menunjukkan nilai tengah tidak berbeda nyata pada p-value < 0.05 Perbedaan nilai baik pada arah horizontal maupun vertikal disajikan pada Gambar 11 berupa distribusi spasialnya. Berdasarkan Gambar 11, nilai besar di bagian puncak dan sebagian dari atas lereng, dan kecil di bagian pertengahan sampai kaki lereng. Nilai umumnya menurun seiring meningkatnya kedalaman tanah. Menurut Kosugi (1997) nilai umumnya lebih besar dari 1, yang menunjukkan distribusi radius pori yang relatif besar dan khas untuk tanah hutan. 42 1.0 Kedalaman tanah (cm) 0.9 ) 0.7 ( 0.8 0.6 Keterangan: Nilai < 2 3 4 > 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 10 15 20 25 30 35 40 2 3 4 5 5 45 Jarak antar plot (m) 6 5 4 3 2 Lokasi contoh tanah (plot) 1 Gambar 11 Distribusi spasial simpangan baku dari distribusi radius pori ( ). Hasil analisis semivariogram sebagai analisis lanjutan untuk membuktikan adanya pengaruh jarak terhadap variabilitas dari nilai disajikan pada Gambar 13. (a) (b) 0.9 0.30 0.8 0.25 0.20 0.6 Semivarian Semivarian 0.7 0.5 0.4 0.3 0.2 0.15 0.10 0.05 0.1 0.00 0.0 0 2 4 6 Lag h (x 0,1 meter) 8 10 10 20 30 Lag h (meter) 40 50 Gambar 12 Semivariogram simpangan baku dari distribusi radius pori, , pada (a) kedalaman tanah (arah vertikal), (b) posisi lereng (arah horizontal). Gambar 12 menunjukkan hasil semivariogram simpangan baku dari distribusi radius pori. Pola semivariogram sifat tersebut pada arah vertikal dan horizontal mengikuti model polinomial dengan nilai koefisien determinasi berturut-turut 97,8 % dan 95,9 %. Hal ini berarti model semivariogram yang disusun sudah cukup baik menggambarkan keragaman spasial . Namun pada arah horizontal model yang terbentuk belum dapat memperlihatkan adanya pola sebaran keragaman yang cenderung meningkat seiring meningkatnya jarak. 43 keragaman meningkat sampai jarak sekitar 35 m, kemudian menurun lagi sampai jarak 50 m. Adapun pada arah vertikal, pola keragaman yang terbentuk cenderung menunjukkan adanya peningkatan seiring meningkatnya jarak, meskipun terdapat keragaman yang cenderung konstan pada kedalaman 20 sampai kedalaman 50 cm. Secara umum variasi nilai pada arah vertikal maupun horizontal dipengaruhi oleh jarak antar satu pengamatan dengan pengamatan lainnya. Artinya nilai pada kedua arah memiliki ketergantungan spasial antar pengamatan, walaupun hasilnya belum memuaskan pada arah horizontal. 5.2.3 Median Distribusi Radius Pori, Nilai median distribusi radius pori pada berbagai posisi lereng dan kedalaman tanah sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 7. Hasil analisis ragam (anova) menunjukkan bahwa faktor posisi lereng berpengaruh nyata terhadap nilai rata-rata log pada p-value < 0,5. Adapun faktor kedalaman tanah tidak berpengaruh nyata terhadap nilai rata-rata log rata-rata log pada p-value < 0,5. Nilai tertinggi terdapat di bagian atas lereng dan nilainya berbeda nyata dengan bagian pertengahan, bawah, dan kaki lereng pada p-value < 0,5. Sedangkan nilai rata-rata log yang terendah terdapat di bagian pertengahan lereng dan nilainya berbeda nyata dengan nilai rata-rata log posisi lereng lainnya kecuali lereng bagian bawah pada p-value < 0,5. Tabel 7 Nilai median distribusi radius pori (cmH2O) Kedalaman tanah (cm) 2,5 10 20 30 40 50 60 80 100 Ratarata 1 1,852 1,260 0,980 1,611 1,693 1,324 1,276 1,673 1,867 1,504a 2 1,903 1,122 1,490 1,477 1,506 1,517 1,618 1,614 1,701 1,550a 3 1,159 1,127 1,148 1,136 1,208 1,322 1,327 1,311 1,606 1,260b 4 1,845 1,907 1,715 1,351 1,352 1,427 1,454 1,337 1,357 1,527a 5 1,980 1,279 1,188 1,250 1,055 1,102 1,215 1,130 1,187 1,265b 6 1,192 0,799 1,363 1,167 1,153 1,095 1,227 1,163 1,209 1,152bc Ratarata 1,655 1,249 1,314 1,332 1,328 1,298 1,353 1,371 1,488 Plot Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom rata-rata plot menunjukkan nilai tengah tidak berbeda nyata pada p-value < 0.05 Perbedaan nilai log baik pada arah horizontal maupun vertikal disajikan pada Gambar 13 berupa distribusi spasialnya. Nilai (nilai log umumnya kecil adalah besar) di bagian puncak lereng sampai bagian atas lereng 44 Kedalaman tanah (cm) 1.0 Keterangan: Nilai 0.9 0.8 0.7 (cmH2O) 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 10 15 20 25 30 35 40 < > 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 1.8 45 Jarak antar plot (m) 6 5 4 3 2 1 Lokasi contoh tanah (plot) Gambar 13 Distribusi spasial dari median distribusi radius pori log . dan besar di bagian pertengahan sampai kaki lereng. Di bagian puncak sampai pertengahan lereng nilai cenderung menurun seiring meningkatnya kedalaman tanah, sedangkan di bagian bawah sampai kaki lereng adalah sebaliknya. Hal tersebut sesuai dengan hasil yang diperoleh Hendrayanto (1999), namun berbeda dengan hasil yang diperoleh Kosugi (1997) kecuali di bagian puncak dan pertengahan lereng. Menurut Kosugi (1997) nilai dipengaruhi oleh struktur tanah. Sesuai dengan hasil yang diperoleh Hendrayanto (1999), besarnya nilai di bagian pertengahan sampai kaki lereng disebabkan oleh adanya struktur remah yang berkembang baik di tanah hutan. Selanjutnya hasil analisis semivariogram sebagai analisis lanjutan untuk membuktikan adanya pengaruh jarak terhadap variabilitas dari nilai log disajikan pada Gambar 14. 0.07 0.06 Semivarian 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0.00 10 20 30 Lag h (meter) 40 50 Gambar 14 Semivariogram median distribusi radius pori, log lereng (arah horizontal). , pada posisi 45 Gambar 14 menunjukan semivariogram log . Pola semivariogram yang terbentuk mengikuti model polinomial, dengan nilai koefisien determinasi sebesar 35,2 %. Hal ini berarti bahwa model semivariogram yang tersusun kurang baik dalam menggambarkan keragaman spasial median distribusi radius pori. Kemungkinan terdapat faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap keragaman log selain faktor jarak. 5.2.4 Konduktivitas Hidrolika Tanah Jenuh (Ks) Nilai konduktivitas hidrolika tanah jenuh di lokasi penelitian ditunjukkan pada Tabel 8. Hasil analisis ragam (anova) menunjukkan bahwa posisi lereng dan kedalaman tanah tidak berpengaruh nyata terhadap nilai rata-rata Ks pada p-value < 0,05. Nilai Ks baik pada arah vertikal maupun horizontal tidak memiliki variasi dan kemungkinan tidak memiliki ketergantungan spasial antar pengamatan. Sehingga tidak perlu dilakukan analisis semivariogram sebagai analisis lanjutan. Tabel 8 Nilai konduktivitas hidrolika tanah jenuh (cm/detik) Kedalaman tanah (cm) 2,5 10 20 30 40 50 60 80 100 Ratarata 1 0,044 0,017 0,113 0,019 0,010 0,003 0,006 0,011 0,004 0,025 2 0,010 0,058 0,010 0,007 0,011 0,016 0,002 0,004 0,002 0,013 3 0,039 0,021 0,011 0,029 0,039 0,014 0,010 0,001 0,000 0,018 4 0,007 0,012 0,018 0,019 0,077 0,022 0,036 0,050 0,017 0,029 5 0,027 0,005 0,006 0,098 0,058 0,021 0,030 0,027 0,013 0,032 6 0,106 0,077 0,038 0,060 0,039 0,107 0,002 0,003 0,009 0,049 Ratarata 0,039 0,032 0,033 0,039 0,039 0,030 0,014 0,016 0,008 Plot Distribusi spasial Ks disajikan pada Gambar 15. Berdasarkan Gambar 15, Ks umumnya kecil di bagian puncak dan atas lereng, dan besar di bagian pertengahan sampai kaki lereng. Di setiap lokasi, konduktivitas hidrolika jenuh umumnya menurun seiring meningkatnya kedalaman tanah. Hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh Hendrayanto (1999). Nilai Ks diharapkan akan lebih besar sebagaimana porositas efektif menjadi lebih besar (Hendrayanto 1999). Selain itu menurut Kosugi (1997) nilai Ks berbanding terbalik dengan kuadrat penelitian ini nilai Ks sebanding dengan nilai dan . Nilai . Pada dan yang besar di bagian pertengahan sampai kaki lereng menghasilkan nilai Ks yang juga besar. 46 1.0 Keterangan: Nilai Ks (cm/detik) Kedalaman tanah (cm) 0.9 0.8 0.7 0.6 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 10 15 20 25 30 35 40 < > 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.10 45 Jarak antar plot (m) 6 5 4 3 2 1 Lokasi contoh tanah (plot) Gambar 15 Distribusi spasial dari konduktivitas hidrolika tanah jenuh (Ks). 5.3 Hubungan dan 1,1 2,1 3,1 4,1 5,1 6,1 terhadap Struktur Tanah 1,2 2,2 3,2 4,2 5,2 6,2 1,3 2,3 3,3 4,3 5,3 6,3 1,4 2,4 3,4 4,4 5,4 6,4 1,5 2,5 3,5 4,5 5,5 6,5 1,6 2,6 3,6 4,6 5,6 6,6 1,7 2,7 3,7 4,7 5,7 6,7 1,8 2,8 3,8 4,8 5,8 6,8 1,9 2,9 3,9 4,9 5,9 6,9 Keterangan: (1,1) menunjukkan plot 1 dan lapisan pertama (2,5 cm), dst. Simpangan Baku dari Distribusi Radius Pori Ukuran Pori (rm) Semakin Kecil 5.5 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0 -10 -20 -30 -40 -50 -60 -70 -80 -90 -100 Median Distribusi Radius Pori Gambar 16 Hubungan antara dan model estimasi distribusi lognormal. 47 Gambar 16 menunjukkan hubungan antara dan dari satu set data retensi air tanah (54 contoh tanah utuh) di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Menurut Kosugi (1997) hubungan tersebut dapat menunjukkan struktur tanahnya, sedangkan nilai sendiri berhubungan dengan ukuran pori tanah (rm). Ukuran pori tanah sampai kecil nilai ± -100 cmH2O berkisar antara 0,01 – 0,001 cm. Semakin ukuran pori tanahnya juga semakin kecil atau halus. Selanjutnya Kosugi (1997) mengklasifikasikan struktur tanah hutan berdasarkan nilai . Struktur tanah remah (crumb) umumnya berada pada selang dan 1 < < 2 serta beberapa pada umumnya berada pada selang dan > -30 cmH2O > 2. Struktur tanah granuler (granular) < -30 cmH2O dan < 1,5. Sedangkan struktur tanah pejal (massive) umumnya berada pada selang < -50 cmH2O dan > 0,7. Jika dihubungkan antara struktur tanah hutan tersebut dengan ukuran pori tanahnya, maka struktur tanah remah memiliki ukuran pori yang lebih besar atau kasar, sedangkan struktur tanah granuler dan massive memiliki ukuran pori yang lebih kecil atau halus. Berdasarkan pengklasifikasian struktur tanah oleh Kosugi (1997), struktur tanah hutan di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Klasifikasi struktur tanah di lokasi penelitian berdasarkan nilai φm dan σ Struktur Tanah (cmH2O) > -30 1< < 2; >2 Remah < -30 < 1,5 Granuler < -50 > 0,7 Massive Lokasi penelitian (1,2), (1,3), (1,6), (1,7), (2,2), (2,4), (3,1), (3,2), (3,3), (3,4), (3,5), (3,6), (3,7), (3,8), (4,2), (4,4), (4,5), (4,6), (4,7), (4,9), (5,2), (5,3), (5,4), (5,5), (5,6), (5,7), (5,8), (5,9), (6,1), (6,2), (6,3), (6,4), (6,5), (6,6), (6,7), (6,8), (6,9). (1,4), (1,5), (1,8), (2,3), (2,5), (2,6), (2,7), (2,8), (3,9). (1,1), (1,9), (2,1), (2,9), (4,1), (4,3), (4,8) (5,1). Berdasarkan Gambar 16 dan Tabel 9, umumnya lokasi penelitian memiliki struktur tanah remah terutama di bagian pertengahan sampai kaki lereng, yaitu hampir di setiap lapisannya 48 5.4 Aliran Air dalam Tanah Satu Dimensi Aliran air dalam tanah tidak jenuh satu dimensi menggunakan model persamaan Richard, sedangkan simulasinya menggunakan software HYDRUS 1D 4.14. Input dalam proses simulasi ini adalah parameter sifat hidrolika tanah hasil fitting parameter model LN. Simulasi dilakukan pada arah vertikal dengan menggunakan kedalaman profil tanah 105 cm. Kedalaman tanah tersebut dibagi kedalam 9 lapisan dan 9 penempatan titik observasi. Kondisi awal (initial condition) dibuat potensial matrik -50 cmH2O seragam di semua lapisan. Batas atas (upper boundary condition) menggunakan kondisi atmosfer dengan aliran permukaan (atmospheric boundary condition with surface run-off) sedangkan batas bawah (lower boundary condition) menggunakan kondisi drainase bebas (free drainage). Simulasi dilaksanakan di masing-masing posisi lereng dalam proses pembasahan (dengan input hujan) selama 8 hari. Input hujan yang digunakan disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10 Curah hujan di Hutan Pendidikan Gunung Walat tanggal 16 sampai 23 November 2010 yang digunakan dalam simulasi aliran air No 1 2 3 4 5 6 7 8 Tanggal 16 November 2010 17 November 2010 18 November 2010 19 November 2010 20 November 2010 21 November 2010 22 November 2010 23 November 2010 Curah hujan (cm/hari) 0 0,8 2,5 5,1 1,4 1,4 4 0 Hasil/ouput dari simulasi aliran air di masing-masing plot disajikan pada Gambar 17 berupa fluks aliran air. Fluks merupakan kecepatan air mengalir tiap satuan waktu. Fluks bernilai negatif yang menunjukkan arah aliran secara vertikal ke bawah. 49 (a) Waktu (Hari) CH (cm/hari) 1 2 3 4 5 6 7 8 0 3 6 ‐6 2.5 cm Fluks (cm/hari) ‐5 10 cm 20 cm ‐4 30 cm 40 cm ‐3 50 cm ‐2 60 cm 80 cm ‐1 100 cm 0 0 1 2 3 4 5 6 7 6 7 8 Waktu (hari) (b) Waktu (Hari) CH (cm/hari) 1 2 3 4 5 8 0 3 6 ‐6 2.5 cm Fluks (cm/hari) ‐5 10 cm 20 cm ‐4 30 cm ‐3 40 cm 50 cm ‐2 60 cm 80 cm ‐1 100 cm 0 0 1 2 3 4 5 Waktu (hari) 6 7 8 50 (c) Waktu (Hari) CH (cm/hari) 1 2 3 4 5 6 7 8 0 3 6 ‐6 2.5 cm Fluks (cm/hari) ‐5 10 cm 20 cm ‐4 30 cm ‐3 40 cm 50 cm ‐2 60 cm ‐1 80 cm 100 cm 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Waktu (hari) (d) Waktu (Hari) CH (cm/hari) 1 2 3 4 5 6 7 8 0 3 6 ‐6 2.5 cm Fluks (cm/hari) ‐5 10 cm 20 cm ‐4 30 cm ‐3 40 cm 50 cm ‐2 60 cm 80 cm ‐1 100 cm 0 0 1 2 3 4 5 Waktu (hari) 6 7 8 51 (e) Waktu (Hari) 2 3 4 5 6 7 8 CH (cm/hari) 1 0 3 6 ‐6 2.5 cm 10 cm Fluks (cm/hari) ‐5 20 cm ‐4 30 cm ‐3 40 cm 50 cm ‐2 60 cm ‐1 80 cm 100 cm 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Waktu (hari) (f) 2 Waktu (Hari) 4 5 3 6 7 8 CH (cm/hari) 1 0 3 6 ‐6 2.5 cm ‐5 10 cm Fluks (cm/hari) 20 cm ‐4 30 cm 40 cm ‐3 50 cm ‐2 60 cm ‐1 80 cm 100 cm 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Waktu (hari) Gambar 17 Aliran air (fluks) saat proses pembasahan di (a) puncak lereng, (b) bagian atas lereng, (c) pertengahan lereng, (d) bagian bawah lereng (plot 4), (e) bagian bawah lereng (plot 5), (f) kaki lereng. 52 Gambar 17 menunjukkan fluks saat proses pembasahan di bagian puncak sampai kaki lereng. Variasi input hujan yang diberikan menyebabkan adanya variasi perilaku fluks di setiap lapisan dari puncak sampai kaki lereng. Secara umum pada hari pertama tidak terjadi hujan, terdapat fluks di seluruh lapisan di setiap posisi lereng namun nilainya menurun. Kemudian saat curah hujan meningkat pada hari kedua sampai hari keempat menyebabkan peningkatan fluks sampai hari keempat. Fluks yang dicapai pada hari keempat merupakan fluks puncak hampir di setiap kedalaman di seluruh posisi lereng, kecuali lereng bagian atas, pertengahan, dan kaki lereng. Di ketiga plot ini fluks puncak untuk lapisan bawah dapat tercapai pada hari ketujuh. Pada hari selanjutnya umumnya terjadi penurunan fluks yang cukup besar, karena curah hujan yang terjadi menurun drastis dari hari keempat. Sedangkan pada hari keenam terjadi penurunan fluks yang kecil bahkan cenderung konstan, karena curah hujannya konstan dari hari kelima. Kemudian pada hari ketujuh fluks di setiap kedalaman kembali meningkat seiring meningkatnya curah hujan dan menurun pada hari kedelapan karena sudah tidak terjadi hujan. Lapisan atas tanah memberikan respon lebih cepat terhadap air yang masuk dari hujan. Hal ini ditunjukkan dari adanya peningkatan fluks di lapisan ini sejak hari kedua terjadinya hujan, meskipun dengan curah hujan yang lebih kecil dibandingkan hari berikutnya. Lapisan tengah merespon lebih lambat air hujan yang masuk ke dalam tanah. Fluks di lapisan tengah mengalami peningkatan pada hari ketiga setelah terjadinya peningkatan hujan pada hari tersebut dan adanya air yang masuk dari lapisan diatasnya. Lapisan bawah memiliki respon paling lambat terhadap aliran air. Fluks di lapisan bawah mengalami peningkatan pada hari keempat setelah terjadinya peningkatan hujan pada hari ini dan adanya tambahan kadar air tanah dari lapisan di atasnya. Secara umum perilaku fluks pada arah vertikal di puncak lereng sampai kaki lereng memiliki kecenderungan yang sama, namun kecepatan responnya terhadap aliran air bervariasi, dapat lebih lambat ataupun cepat. Hal ini disebabkan oleh adanya variasi sifat hidrolika tanah di lereng berhutan yang ditunjukkan oleh parameter-parameter LN, yaitu porositas efektif tanah, median distribusi radius pori, simpangan baku dari distribusi radius pori, dan konduktivitas hidrolika tanah 53 jenuh. Meskipun secara statistik tidak semua parameter tersebut bervariasi, namun tetap berpengaruh terhadap aliran air di setiap posisi lereng. Variasi kecepatan respon pengaliran air di setiap posisi lereng dapat ditentukan dari perilaku fluksnya yang ditunjukkan pada Gambar 14 dan fluks totalnya yang disajikan pada Tabel 11. Semakin besar nilai fluks totalnya, respon terhadap pengaliran airnya pun semakin cepat. Tabel 11 Fluks total di puncak lereng sampai kaki lereng Plot 1 2 3 4 5 6 Posisi Lereng Puncak lereng Bagian atas lereng Pertengahan lereng Bagian bawah lereng Bagian bawah lereng Kaki lereng Fluks total (cm/8 hari) -15,730 -13,142 -9,604 -17,018 -14,008 -9,295 Berdasarkan Gambar 17 dan Tabel 11 variasi aliran air antar plot tidak memiliki keteraturan atau bersifat acak. Bagian bawah lereng dengan kemiringan lereng yang lebih rendah (plot 4) memiliki respon tercepat terhadap pengaliran air dibandingkan posisi lereng lainnya. Uurutan respon pengaliran air di setiap posisi lereng adalah: bagian bawah lereng (plot 4) > puncak lereng > bagian bawah lereng (plot 5) > bagian atas lereng > pertengahan lereng > kaki lereng. 54 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Sifat hidrolika tanah di lereng berhutan, Sub DAS Cipeureu Hutan Pendidikan Gunung Walat menunjukkan adanya variasi menurut ruang. Beberapa parameter sifat hidrolika tanah model LN menunjukkan variasi menurut ruang, baik pada arah vertikal maupun horizontal. Nilai pada kedua arah memiliki ketergantungan spasial antar pengamatan, walaupun hasilnya belum memuaskan pada arah vertikal. Nilai pada kedua arah memiliki ketergantungan spasial antar pengamatan, walaupun hasilnya belum memuaskan pada arah horizontal. Sedangkan nilai log dan Ks belum menunjukkan adanya variasi menurut ruang baik pada arah vertikal maupun horizontal. Nilai Ks sebanding dengan nilai dan . Nilai dan φm yang besar pada bagian pertengahan sampai kaki lereng menghasilkan nilai Ks yang juga besar. Nilai umumnya lebih besar dari satu, yang menunjukkan distribusi radius pori yang relatif besar dan khas untuk tanah hutan. Variabilitas sifat hidrolika tanah berpengaruh terhadap variasi aliran air di lereng berhutan. Secara umum perilaku fluks pada arah vertikal di puncak sampai kaki lereng memiliki kecenderungan yang sama, yaitu lapisan atas tanah memberikan respon pengaliran air yang lebih cepat dibandingkan lapisan tengah dan lapisan bawah. Namun kecepatan respon masing-masing posisi lereng terhadap aliran air bervariasi. Respon pengaliran air di setiap posisi lereng adalah: bagian bawah lereng (plot 4) > puncak lereng > bagian bawah lereng (plot 5) > bagian atas lereng > pertengahan lereng > kaki lereng. 55 5.2 Saran 1. Nilai konduktivitas hidrolika tanah tidak jenuh K( ) pada penelitian ini merupakan nilai estimasi berdasarkan fitting curve antara model LN dengan kurva retensi air tanah pengukuran. Untuk mengurangi bias yang terjadi dari pendugaan nilai menggunakan model, perlu dilakukan pengukuran langsung nilai K( ). 2. Pada penelitian ini hanya dilakukan simulasi aliran air 1 dimensi secara vertikal, sehingga hasil yang diperoleh kurang lengkap dalam menggambarkan pengaliran air di lereng berhutan. Oleh karena sebaiknya dilakukan simulasi aliran air 2 dimensi atau 3 dimensi agar hasil yang diperoleh lebih baik. 56 DAFTAR PUSTAKA Amoozegar A, Warrick AW. 1986. Hydraulic Conductivity of Saturated Soils Field Methods. Di dalam: Klute A, editor. Methods of Soil Analysis. Part I. Ed ke-2. Madison: American Society of Agronomi. Hlm 735-768. Agus F, Suganda H. 2006. Penetapan Konduktivitas Hidrolika Tanah dalam Keadaan Jenuh: Metode Lapang. Di dalam: [Deptan] Departemen Pertanian, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisinya. Jakarta: Departemen Pertanian. Agus F, Dariah A, Nurida NL. 2006. Penetapan Konduktivitas Hidrolika Tanah Tidak Jenuh: Metode Lapang. Di dalam: [Deptan] Departemen Pertanian, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisinya. Jakarta: Departemen Pertanian. Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Ed ke-2. Bogor: IPB Press. Dariah A, Tusrial, Mazwar. Penetapan Koduktivitas Hidrolika dalam Keadaan Jenuh: Metode Laboratorium. Di dalam: [Deptan] Departemen Pertanian, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisinya. Jakarta: Departemen Pertanian. Green RE, Ahuja LR, Chong SK. 1986. Hydraulic Conductivity. Diffusivity and Sorptivity of Unsaturatted Soils: Fields Methods. Di dalam: Klute A, editor. Methods of Soil Analysis. Part I. Ed ke-2. Madison: American Society of Agronomi. Hlm. 771-790. [FAHUTAN IPB] Fakultas kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 2009. Rencana Pembangunan Hutan Pendidikan Gunung Walat 2009-2013. Bogor: FAHUTAN IPB. Hall GF. 1983. Pedology and Geomorphology. Di dalam: Wilding LP, Smeck NE, Hall GF, editor. Pedogenesis and Soil Taxonomy. New York: Elsevier Science Publishhing Company Inc. Hlm. 83-113. Hardjowigeno S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta: Akademika Pressindo. Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Cetakan ke-6. Jakarta: Akademika Pressindo. Hendrayanto. 1999. Analyses on spatial variability in hydraulic properties of forest soils [disertasi]. Kyoto: Graduate School of Agriculture, Kyoto University. Irianto A. 2008. Statistik: Konsep dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Kencana. Jury W, Horton R. 2004. Soil Physics. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. 57 Klute. 1986. Water Retention: Laboratory Methods. Di dalam: Klute A, editor. Methods of Soil Analysis. Part I. Ed ke-2. Madison: American Society of Agronomi. Hlm. 633-660. Klute A, Dirksen. 1986. Hydraulic Conductivity and Diffusivity: Laboratory Methods. Di dalam: Klute A, editor. Methods of Soil Analysis. Part I. Ed ke-2. Madison: American Society of Agronomi. Hlm. 687-738. Kohnke H. 1968. Soil Physics. New York: McGraw-Hill Book Company. Kosugi. 1996. Lognormal distribution model for unsaturated soil hydraulic Properties. Water Resources Researches 32 (9): 2697-2703. Kosugi. 1997. A new model to analyze water retention characteristics of forest soils based on soil pore radius distribution. J. For. Res. 2: 1-8. Kosugi K, Hendrayanto, Kato H, Hayashi Y, Prihatmaja H, Puspitasari P. 2009. Katalog Data Kurva Retensi Air Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Laboratorium Sabo, Universitas Kyoto Jepang dan Laboratorium Hidrologi Hutan dan DAS, Fakultas Kehutanan IPB Bogor, Indonesia. Kurnia U, Nurida NL, Kusnadi H. 2006. Penetapan Retensi Air Tanah di Lapangan. Di dalam: [Deptan] Departemen Pertanian, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisinya. Jakarta: Departemen Pertanian. Mallants D, Mohanty BP, Jacques D, Feyer J. 1993. Spatial variability of hydraulic properties in a multilayered soil profile. Soil science.161 (3): 167-181. Puspitasari P. 2011. Sifat hidrolika tanah berhutan, agroforestri, dan kebun singkong di hutan pendidikan gunung walat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Saptadi R. 1988. Analisis keragaman lateral sifat-sifat fisik tanah dengan menggunakan semivariogram. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Simunek VZ, Van Genucthen M Th, Sejna M. 2008. Development and application of the HYDRUS and STANMOD software packages and related codes. Vadose Zone Journal. 7 (2): 587-600. Sitorus Santun. 2000. Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan. Bogor: Laboratorium Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. Soepardi G. 1974. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: Departemen Ilmu-Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB. Sudirman, Sutono S, Juarsah I. 2006. Penetapan Retensi Air Tanah di Laboratorium. Di dalam: [Deptan] Departemen Pertanian, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisinya. Jakarta: Departemen Pertanian. Van Genucthen M Th. 1980. A closed-form equation for predicting the hydraulic conductivity of unsaturated soils. Soil Sci. Am. J. 44: 892-898. 58 Warrick WA, Myers DE, Nielsen DR. 1986. Geostatistical Methods Applied to Soil Science. Di dalam: Klute A, editor. Methods of Soil Analysis. Part I. Ed ke-2. Madison: American Society of Agronomi. Hlm. 53-80. Webster R, Oliver MA. 1990. Statistical Methods in Soil and Land Resource Survey. New York: Oxford University Press. Wilding LP, Drees LR. 1983. Spatial Variability and Pedology. Di dalam: Wilding LP, Smeck NE, Hall GF, editor. Pedogenesis and Soil Taxonomy. New York: Elsevier Science Publishhing Company Inc. Hlm. 83-113. LAMPIRAN Lampiran 1 Retensi air tanah dan konduktivitas hidrolika tanah jenuh (Ks) hasil pengukuran di lereng berhutan HPGW Kadar air volumetrik (cm3/cm3) kedalaman Plot Potensial matrik (-cmH20) (cm) 0 -5 -10 -20 -30 -50 -70 -100 -200 -500 -1000 1 2,5 0,663 0,574 0,567 0,559 0,544 0,536 0,531 0,524 0,502 0,477 0,469 10 0,683 0,576 0,557 0,542 0,529 0,524 0,518 0,513 0,500 0,477 0,467 20 0,675 0,568 0,550 0,519 0,492 0,481 0,473 0,464 0,449 0,430 0,424 30 0,655 0,611 0,609 0,583 0,548 0,536 0,523 0,511 0,492 0,461 0,452 40 0,666 0,647 0,648 0,634 0,582 0,572 0,555 0,543 0,523 0,494 0,485 50 0,696 0,618 0,621 0,589 0,558 0,547 0,531 0,521 0,503 0,482 0,477 60 0,658 0,600 0,594 0,571 0,543 0,534 0,522 0,512 0,497 0,487 0,479 80 0,681 0,617 0,616 0,601 0,582 0,575 0,566 0,559 0,544 0,534 0,525 100 0,644 0,633 0,638 0,629 0,614 0,609 0,602 0,593 0,580 0,569 0,561 2 2,5 0,700 0,626 0,622 0,603 0,588 0,579 0,571 0,561 0,540 0,528 0,504 10 0,767 0,678 0,654 0,627 0,602 0,593 0,585 0,577 0,561 0,545 0,525 20 0,717 0,684 0,676 0,630 0,576 0,560 0,541 0,526 0,502 0,480 0,465 30 0,705 0,648 0,631 0,590 0,562 0,524 0,504 0,491 0,464 0,429 0,427 40 0,698 0,642 0,624 0,588 0,563 0,526 0,506 0,490 0,466 0,430 0,426 50 0,686 0,637 0,622 0,585 0,559 0,522 0,501 0,485 0,460 0,428 0,424 60 0,661 0,631 0,619 0,591 0,567 0,531 0,507 0,490 0,463 0,435 0,432 80 0,709 0,678 0,667 0,635 0,608 0,565 0,541 0,523 0,493 0,463 0,460 100 0,719 0,689 0,682 0,663 0,642 0,607 0,587 0,569 0,543 0,512 0,508 Ks (cm/detik) 0,044 0,017 0,113 0,019 0,010 0,003 0,006 0,011 0,004 0,010 0,058 0,010 0,007 0,011 0,016 0,002 0,004 0,002 59 Lampiran 1 (Lanjutan) Kadar air volumetrik (cm3/cm3) Plot 3 4 kedalaman (cm) 2,5 10 30 40 50 60 80 100 2,5 10 20 30 40 50 60 80 100 Ks (cm/detik) Potensial matrik (-cmH20) 0 0,723 0,713 0,724 0,738 0,735 0,718 0,703 0,663 0,663 0,657 0,666 0,699 0,729 0,697 0,701 0,736 0,722 -5 0,665 0,649 0,668 0,675 0,703 0,675 0,680 0,653 0,635 0,600 0,636 0,644 0,671 0,644 0,673 0,697 0,689 -10 0,633 0,607 0,596 0,624 0,652 0,634 0,615 0,633 0,631 0,582 0,629 0,612 0,631 0,615 0,645 0,664 0,637 -20 0,616 0,587 0,522 0,557 0,579 0,578 0,562 0,610 0,621 0,564 0,602 0,545 0,561 0,567 0,603 0,579 0,589 -30 0,609 0,575 0,486 0,511 0,533 0,535 0,526 0,587 0,611 0,551 0,569 0,499 0,521 0,533 0,556 0,504 0,545 -50 0,593 0,562 0,457 0,474 0,494 0,497 0,493 0,560 0,601 0,536 0,529 0,456 0,467 0,487 0,511 0,454 0,503 -70 0,584 0,554 0,446 0,460 0,477 0,479 0,476 0,544 0,591 0,526 0,505 0,435 0,442 0,462 0,493 0,436 0,486 -100 0,571 0,542 0,433 0,446 0,458 0,463 0,461 0,529 0,581 0,516 0,490 0,420 0,422 0,444 0,474 0,420 0,469 -200 0,561 0,530 0,420 0,429 0,437 0,442 0,442 0,509 0,550 0,488 0,460 0,397 0,402 0,418 0,450 0,399 0,446 -500 0,542 0,511 0,406 0,413 0,419 0,424 0,424 0,491 0,490 0,439 0,416 0,368 0,373 0,389 0,432 0,382 0,428 -1000 0,544 0,503 0,400 0,407 0,414 0,419 0,418 0,482 0,476 0,434 0,407 0,361 0,365 0,386 0,425 0,376 0,420 0,039 0,021 0,029 0,039 0,014 0,010 0,001 0,0002 0,007 0,012 0,018 0,019 0,077 0,022 0,036 0,050 0,017 60 Lampiran 1 (Lanjutan) Kadar air volumetrik (cm3/cm3) Plot 5 6 kedalaman (cm) 2,5 10 20 30 40 50 60 80 100 2,5 10 20 30 40 50 60 80 100 Ks (cm/detik) Potensial matrik (-cmH20) 0 0,734 0,678 0,688 0,706 0,737 0,734 0,724 0,719 0,715 0,743 0,752 0,744 0,743 0,758 0,761 0,701 0,704 0,701 -5 0,658 0,644 0,631 0,667 0,700 0,660 0,695 0,676 0,661 0,630 0,617 0,689 0,637 0,631 0,663 0,665 0,631 0,643 -10 0,637 0,560 0,580 0,621 0,566 0,598 0,633 0,602 0,620 0,592 0,516 0,633 0,569 0,568 0,590 0,592 0,602 0,606 -20 0,620 0,545 0,535 0,568 0,521 0,548 0,589 0,569 0,582 0,576 0,480 0,529 0,516 0,516 0,525 0,552 0,572 0,570 -30 0,611 0,534 0,507 0,532 0,491 0,512 0,555 0,545 0,555 0,567 0,462 0,494 0,489 0,483 0,483 0,526 0,552 0,543 -50 0,599 0,518 0,486 0,504 0,468 0,483 0,532 0,525 0,532 0,556 0,446 0,471 0,466 0,453 0,445 0,499 0,529 0,516 -70 0,593 0,512 0,476 0,494 0,460 0,474 0,523 0,515 0,521 0,547 0,436 0,459 0,457 0,442 0,431 0,486 0,517 0,504 -100 0,583 0,500 0,466 0,484 0,450 0,463 0,512 0,506 0,511 0,535 0,426 0,446 0,444 0,429 0,418 0,472 0,505 0,492 -200 0,556 0,476 0,444 0,463 0,434 0,445 0,495 0,490 0,493 0,520 0,415 0,431 0,429 0,414 0,398 0,453 0,487 0,476 -500 0,517 0,453 0,428 0,452 0,422 0,433 0,485 0,476 0,481 0,494 0,402 0,417 0,419 0,403 0,384 0,438 0,477 0,465 -1000 0,495 0,441 0,418 0,443 0,417 0,429 0,479 0,471 0,477 0,481 0,395 0,407 0,407 0,393 0,377 0,432 0,468 0,456 0,027 0,005 0,006 0,098 0,058 0,021 0,030 0,027 0,013 0,106 0,077 0,038 0,060 0,039 0,107 0,002 0,003 0,009 61 Lampiran 2 Koordinat plot 1 sampai plot 6 Plot 1 2 3 4 5 6 X (UTM) 700876,00 700895,52 700903,00 700908,33 700915,06 700919,43 Y (UTM) 9235488,00 9235490,95 9235493,54 9235496,29 9235499,55 9235502,26 Lampiran 3 Nilai parameter model LN di masing-masing plot Plot 1 Parameter LN θs θr θs ‐ θr σ ψm log (-ψm) τ Κs 2,5 0,592 0,459 0,133 2,036 -71,179 1,852 0,220 0,044 10 0,683 0,408 0,275 5,135 -18,203 1,260 0,220 0,017 20 0,675 0,415 0,260 2,570 -9,554 0,980 0,220 0,113 Kedalaman (cm) 30 40 50 0,655 0,666 0,696 0,438 0,484 0,462 0,217 0,182 0,234 2,134 1,465 2,404 -40,835 -49,262 -21,067 1,611 1,693 1,324 0,220 0,220 0,220 0,019 0,010 0,003 60 0,658 0,473 0,185 2,181 -18,897 1,276 0,220 0,006 80 0,630 0,524 0,106 1,642 -47,059 1,673 0,220 0,011 100 0,644 0,557 0,087 1,670 -73,623 1,867 0,220 0,004 62 Lampiran 3 (Lanjutan) Plot 2 Parameter LN θs θr θs ‐ θr σ ψm log (-ψm) τ Κs 2,5 0,659 0,474 0,185 2,795 -79,994 1,903 0,220 0,010 10 0,767 0,515 0,252 2,794 -13,253 1,122 0,220 0,058 20 0,717 0,470 0,247 1,470 -30,896 1,490 0,220 0,010 Kedalaman (cm) 30 40 50 0,705 0,698 0,686 0,416 0,413 0,414 0,289 0,285 0,272 1,844 1,916 1,786 -30,001 -32,041 -32,891 1,477 1,506 1,517 0,220 0,220 0,220 0,007 0,011 0,016 60 0,661 0,425 0,236 1,550 -41,494 1,618 0,220 0,002 80 0,709 0,454 0,255 1,477 -41,076 1,614 0,220 0,004 100 0,719 0,497 0,222 1,636 -50,269 1,701 0,220 0,002 20 0,704 0,449 0,255 1,606 -14,056 1,148 0,220 0,011 Kedalaman (cm) 30 40 50 0,724 0,738 0,735 0,410 0,412 0,420 0,314 0,326 0,315 1,226 1,353 1,230 -13,671 -16,157 -20,991 1,136 1,208 1,322 0,220 0,220 0,220 0,029 0,039 0,014 60 0,718 0,422 0,296 1,363 -21,233 1,327 0,220 0,010 80 0,703 0,425 0,278 1,295 -20,483 1,311 0,220 0,001 100 0,663 0,483 0,180 1,395 -40,345 1,606 0,220 0,000 Plot 3 Parameter LN θs θr θs ‐ θr σ ψm log (-ψm) τ Κs 2,5 0,723 0,534 0,189 2,406 -14,419 1,159 0,220 0,039 10 0,713 0,498 0,215 2,405 -13,395 1,127 0,220 0,021 63 Lampiran 3 (Lanjutan) Plot 4 Parameter LN θs θr θs ‐ θr σ ψm log (-ψm) τ Κs 2,5 0,689 0,460 0,229 2,485 -70,059 1,845 0,220 0,007 10 0,627 0,404 0,223 2,282 -80,674 1,907 0,220 0,012 20 0,666 0,398 0,268 1,600 -51,855 1,715 0,220 0,018 Kedalaman (cm) 30 40 50 0,699 0,729 0,697 0,365 0,368 0,381 0,334 0,361 0,316 1,444 1,438 1,587 -22,461 -22,516 -26,724 1,351 1,352 1,427 0,220 0,220 0,220 0,019 0,077 0,022 60 0,701 0,428 0,273 1,278 -28,418 1,454 0,220 0,036 80 0,736 0,384 0,352 1,066 -21,714 1,337 0,220 0,050 100 0,722 0,425 0,297 1,352 -22,749 1,357 0,220 0,017 20 0,688 0,423 0,265 1,675 -15,419 1,188 0,220 0,006 Kedalaman (cm) 30 40 50 0,706 0,737 0,734 0,450 0,432 0,433 0,256 0,305 0,301 1,349 1,086 1,474 -17,785 -11,342 -12,661 1,250 1,055 1,102 0,220 0,220 0,220 0,098 0,058 0,021 60 0,724 0,486 0,238 1,283 -16,404 1,215 0,220 0,030 80 0,719 0,477 0,242 1,484 -13,491 1,130 0,220 0,027 100 0,715 0,479 0,236 1,602 -15,382 1,187 0,220 0,013 Plot 5 Parameter LN θs θr θs ‐ θr σ ψm log (-ψm) τ Κs 2,5 0,700 0,449 0,252 2,995 -95,523 1,980 0,220 0,027 10 0,678 0,439 0,239 2,165 -19,025 1,279 0,220 0,005 64 Lampiran 3 (Lanjutan) Plot 6 Parameter LN θs θr θs ‐ θr σ ψm log (-ψm) τ Κs 2,5 0,743 0,433 0,310 4,150 -15,566 1,192 0,220 0,106 10 0,752 0,406 0,346 1,564 -6,302 0,799 0,220 0,077 20 0,744 0,428 0,316 1,045 -23,070 1,363 0,220 0,038 Kedalaman (cm) 30 40 50 0,743 0,758 0,761 0,420 0,399 0,382 0,323 0,359 0,379 1,633 1,790 1,493 -14,675 -14,213 -12,438 1,167 1,153 1,095 0,220 0,220 0,220 0,060 0,039 0,107 60 0,701 0,437 0,264 1,472 -16,846 1,227 0,220 0,002 80 0,704 0,465 0,239 2,037 -14,553 1,163 0,220 0,003 100 0,701 0,458 0,243 1,670 -16,163 1,209 0,220 0,009 Lampiran 4 Nilai RSS untuk fitting parameter model LN Plot 1 2 3 4 5 6 2,5 0,000171 0,000123 0,000120 0,002147 0,000353 0,000200 10 0,000087 0,000204 0,000236 0,000346 0,001933 0,001189 20 0,000158 0,000786 0,000295 0,000381 0,000306 0,003106 RSS (Residual Sum of Square) Kedalaman (cm) 30 40 50 0,000382 0,000798 0,000518 0,000239 0,000206 0,000213 0,000397 0,000188 0,000299 0,000351 0,000227 0,000155 0,000251 0,002874 0,000186 0,001623 0,001898 0,000138 60 0,000225 0,000175 0,000107 0,000186 0,000422 0,000647 80 0,000099 0,000243 0,000485 0,000762 0,000734 0,000019 100 0,000102 0,000284 0,000046 0,000196 0,000059 0,000043 65 Lampiran 5 Persamaan model semivariogram untuk setiap parameter sifat hidrolika tanah No 1 Parameter Arah Vertikal θs ‐ θr θs ‐ θr Horizontal Vertikal σ Horizontal σ log (‐ψm) Horizontal 2 3 4 5 Persamaan model SV = 0.04981 + 0.03619 lag h - 0.00183 lag h2 + 0.000607 lag h3 SV = SV = SV = SV = 0,000658 - 0,000084 lag h+ 0,000007 lag h2 - 0,000000 lag h3 - 0.000759 + 0.001074 lag h - 0.000142 lag h2 + 0.000004 lag h3 0,2124 - 0,04233 lag h+ 0,002438 lag h2 - 0,000034 lag h3 0,00026 + 0,00544 lag h- 0,000292 lag h2 + 0,000004 lag h3 R2 (%) 91,3 70,6 97,8 95,9 35,2 Lampiran 6 Hasil analisis semivarian sifat-sifat hidrolika tanah pada: a. Posisi lereng (arah horizontal) Lag h Lag h (meter) θs ‐ θr 1 2 3 4 5 6 7 6,633 13,319 19,897 27,006 33,376 40,732 45,711 0,00063 0,00039 0,00101 0,00234 0,00583 0,00259 0,00744 b. Semivarian log (‐ψm) 0,02955 0,02357 0,01581 0,05441 0,00027 0,02851 0,06200 Kedalaman tanah (arah vertikal) σ Lag h Lag h (meter) 0,01908 0,02793 0,05560 0,14988 0,27744 0,23142 0,11849 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 Semivarian θs ‐ θr σ 0,00033 0,06641 0,00079 0,16428 0,00130 0,21208 0,00183 0,23948 0,00240 0,28122 0,00173 0,39628 0,00147 0,53505 0,00126 0,79088 0,00119 150,881 66 67