KONSEP BHAKTI AJARAN KAPILADEVA DALAM ŚRĪMAD

advertisement
KONSEP BHAKTI AJARAN KAPILADEVA DALAM
ŚRĪMAD BHĀGAVATAM
(Kajian Filsafat Ketuhanan)
Oleh
Gusti Ayu Kade Dewi Kartika Sari
Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
[email protected]
Abstrack
The advancement of science and technology has had a huge impact on people's lives.
Along with the moral decline and depletion of ethical values in society, it takes a spiritual
approach that can instill moral and ethical values derived from Vedic teachings. One of the
stories that tells of a child who gives the divine teachings that are full of moral and noble
character to his biological mother. Kapiladeva teaches about the nature and position of living
beings, the concept of the sādhu sanga, the importance of the pronunciation of the sacred name
and of how one attains liberation through the yogic bhakti.
The teachings of Kapiladeva in Śrīmad Bhāgavatam illustrate to the people that God can
be attained by laypeople but if one has faith and heart to seek God then he must follow the advice
of a spiritual teacher, by practicing the yoga bhakti. The problems discussed in this study are 1).
What is the concept of Kapiladeva ?, 2). How does the contribution of Kapiladeva teach in
contemporary society? And what are the implications of Kapiladeva's teaching on society ?. The
theory used in this research to analyze the problem is Hermeneutics Theory and Structuralism
Theory. This research uses qualitative approach. Based on the problems mentioned above then
used the method of documentation, and literature study.
The results obtained in this study are the teachings of the bhakti-yoga taught by
Kapiladeva to his mother Devahūti gives a role model to the community that one does not have to
study to an older person, but the adult needs to listen to something beneficial from the younger,
the teachings conveyed by Kapiladeva can lead mankind to reach God. Kapiladeva's teachings
can make a very important contribution at this time, where in studying spirituality, one should be
able to improve sradha, patience, sincerity, hermitage, humility and willingness to learn under the
guidance of the spiritual teacher. In addition to the philosophical teachings of philosophy, the
teachings of Kapiladeva also teach children education in raising piety, faith, and noble character.
Keywords: Teachings Kapiladeva, Śrīmad Bhāgavatam, Bhakti Yoga
I. PENDAHULUAN
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak yang sangat besar dalam
kehidupan masyarakat. Setiap orang dalam dunia serba cepat seakan bergerak terus meninggalkan
batas-batas wilayah kebudayaannya, oleh karena itu pada zaman ini disebut zaman Kaliyuga yaitu
periode terakhir dari keempat yuga yang ada dalam konsep catur yuga yaitu, Kertayuga,
Tretāyuga, Dvaparayuga, dan Kaliyuga. Pada zaman ini dikatakan bahwa dharma memiliki satu
479
kaki sedangkan adharma dikatakan berkaki tiga, sebagai sebuah ilustrasi bahwa kebaikan hampir
dikalahkan oleh kejahatan.
Demikian kuatnya pengaruh zaman kali menyebabkan perselisihan akibat kurangnya
prinsip hidup yang berdasarkan moral dan ketuhanan yang berimplikasi pada lemahnya etika dan
prilaku yang baik dalam masyarakat, Maka dibutuhkan sebuah pendekatan spritual yang dapat
menanamkan nilai-nilai moral dan etika yang bersumber pada ajaran Veda. Kebudayaan Veda
atau yang disebut Vedic culture yang merintis dan merancang sebuah revolusi yang diarahkan
pada pemahaman ilmiah terhadap pengetahuan tertinggi tentang spiritualitas manusia. Veda dan
kesusasteraan Veda sangat kental dengan nilai-nilai moral. Tiap-tiap tradisi agama dan filsafat
yang berkembang dari spiritVeda diwarnai oleh penanaman nilai-nilai moral. Namun untuk dapat
memahami dan mempraktekkan ajaran-ajaran moral dalam Veda tersebut, dianjurkan agar
seseorang tidak secara langsung membacanya dari mantra-mantra Veda, dapat dijumpai ajaranajaran yang bersifat rahasia, yang hanya dapat dipahami bila mendapat bimbingan seorang guru
kerohanian yang ahli (Titib, 1999: 4).
Dalam mengurangi pengaruh buruk kali yuga sastra Veda telah memberikan empat jalan
yaitu Catur Marga Yoga, salah satunya adalah bhakti yoga pengabdian dalam bhakti. Di dunia ini
kebanyakan umat manusia sibuk dalam sejenis pelayanan yang memberikan dorongan untuk
melakukan hal ini adalah kesenangan yang peroleh dari pekerjaan itu, namun hal ini bersifat tidak
kekal oleh karena itu disebut Capala Sukha atau kebahagiaan yang berkedip-kedip, namun
seorang Bhakta mereka tidak berfikir mengenai keuntungan namun menjadi terberkati dengan
menyerahkan kegiatan kepada
Tuhan.
Bhakti
merupakan
sejenis
pemupukan
(kultivasi/pengembangan). Memupuk atau mengembangkan kerohanian tidak berarti duduk
bermalas-malasan melakukan meditasi, seperti yang diajarkan oleh para yogi gadungan
(Prabhupada, 2011: 31).
Ajaran bhakti Kapiladeva dalam BhāgavataPurāṇa berisikan pengetahuan rohani yang
sempurna, sarat dengan nilai-nilai moral dan kerohanian yang dapat dijadikan acuan oleh setiap
insan dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Nilai dan ajaran yang terkandung dalam
Kapiladeva dipandang masih sangat relevan dengan kehidupan masyarakat saat ini. Melalui
pemahaman terhadap ajaran-ajaran yang terdapat dalam cerita Kapiladeva, masyarakat
mendapatkan pemahaman mengenai konsep bhakti. Dari kenyataan ini menunjukkan kedudukan
Śrīmad Bhāgavatam sebagai pengetahuan yang sempurna dari buah matang Veda dan memegang
peranan yang sangat penting dalam menuntun dan mengarahkan umat manusia menuju jalan
kebajikan dan kebenaran.
Eksistensi Śrīmad Bhāgavatam ini telah memberikan berbagai kontribusi bagi setiap insan
untuk dapat berkarya, karya sastra ini khususnya ajaran Kapiladevadalam Śrīmad Bhāgavatam
belum begitu populer, bahkan hampir tidak dikenal dikalangan generasi muda pada zaman
globalisasi ini. Dengan demikian hal ini dipandang perlu untuk diangkat dan diteliti dalam suatu
karya ilmiah, untuk mengangkat nilai-nilai spritual yang dapat meningkatkan sraddha dan bhakti
umat manusia di tengah perubahan zaman kali yuga yang penuh dengan kekalutan yang kering
dengan nilai-nilai kehidupan. Nilai-nilai spritual dalam cerita Kapiladeva memiliki peran yang
penting pada zaman ini dalam memberikan perubahan perilaku manusia ke dalam alam
kedewataan (daivi sampad) sebagai acuan atau tutunan dalam bertindak lebih bijaksana dan
mengembangkan cinta kasih.
Setelah penjelasan di atas, maka dapat diambil tiga rumusan masalah yaitu,
Bagaimana konsep bhakti ajaran Kapiladeva dalam Śrīmad Bhāgavatam?, Bagaimana kontribusi
ajaran bhakti Kapiladeva dalam kehidupan masyarakat kekinian?, Bagaimana implikasi ajaran
bhakti Kapiladeva terhadap masyarakat?.
480
II. PEMBAHASAN
2. 1 Gambaran UmumŚrīmad Bhāgavatam
Śrīmad Bhāgavatam merupakan pustaka yang ditulis oleh para Maharsi pada masa lampau
yang memuat ajaran-ajaran ketuhanan. Pada awal Śrīmad Bhāgavatam disebutkan bahwa kitab
suci ini menolak sepenuhnya segala jenis dharma yang bermotivasi duniawi (kaitava dharma)
yang tidak mengarah pada cinta kasih rohani kepada Tuhan (prema dharma).
Dalam kitab-kitab Purāņakhususnya Śrīmad Bhāgavatam menekankan empat tujuan
kehidupan, yakni keagamaan (dharma), pengembangan ekonomi( artha), kepuasan indria-indria
(kama), dan pembebasan dari belenggu kehidupan material (moksa) yang disingkirkan oleh pesan
cinta suci sejati kepada Tuhan yang dikemukakan didalam Śrīmad Bhāgavatam. Śrīmad
Bhāgavatam mengemukakan prinsip tertinggi agama atau dharma yang kekal, yang mampu
meredakan tiga jenis penderitaan yang dialami semua mahluk hidup di dunia ini, yang
memberikan karunia tertinggi berupa kesejahteraan dan kemakmuran sempurna.
Narayana (1999: 1) menyatakan karya agung yang terkenal ini (Bhāgavata) dihormati oleh
para ahli Veda. Kitab ini merupakan obat mujarab yang menyembuhkan berbagai penyakit fisik,
mental dan spiritual. Bhāgavata sarat dengan kemanisan nectar dan bersinar dengan
kecemerlangan serta keindahan Tuhan.
Uraian aspek ketuhanan yang dapat dijumpai dalam Śrīmad Bhāgavatam menekankan
pada filasafat ketuhanan dan Sraddha (keimanan) moralitas (etika), berbagai aspek acara (ritual)
termasuk berbagai tuntunan untuk berbhakti kepada Tuhan yang merupakan dasar kebenaran
spiritual bagi seseorang yang mencari pencerahan spiritual.
2.1.1 Sejarah Penulisan dan Kedudukan Kitab Śrīmad Bhāgavatam
Śrīmad Bhāgavatam merupakan kesusastraan yang terus berkembang sejak zaman dahulu
kala yang merupakan studi pasca sarjana bagi para siswa sains spiritual yang ingin mengerti
makna sejati kehidupan. Śrīmad Bhāgavatam merupakan koleksi teragung dari kekayaan
kesusatraan Veda yang berisi sejarah sejarah dari banyak inkarnasi dan kegiatan Tuhan dan para
penyembahnya.
Klostermaier dalam Titib (2004:39) menyatakan terdapat perbedaan pandangan yang
sangat luas antara para sarjana India tentang masa disusunnya kitab-kitab Purāņa, yang sebagian
menyatakan bahwa Purāņa (Purāņa Saṁhitā) “yang asli” telah ditulis sebelum era Masehi.
Menurut V.S Agrawala,, Lomaharsana adalah guru yang asli dari Purāņa, yang mengajarkan
Mūlasaṁhitā kepada 6 orang muridnya, yakni para penyusun Purāņa Saṁhitā yang jumlahnya
masing-masing antara 4000-6000 śloka, yang menguraikan 6 topik penting dan sangat mendasar
(essensi), yang tiap bagiannya terdiri dari 4 pāda, yakni sarga atau penciptaan dunia, pratisarga
atau masa kehancuran, manvatara atau masa-masa usia dunia atau vaṁśa atau silsilah/keturunan
suatu dinasti. Keaslian dari Catur Pāda atau Catur Lakşaņa ini tetap terpelihara dan dapat dijumpai
dalam kitab-kitab Vāyu dan Brahmāņḍa Purāņa. Vāyu Purāņa dianggap sangat dekat dengan UrPurāņa dan menurut Agrawala, ia menemukan kembali Mūlasaṁhitā pada teks yang terwarisi
saat ini, yakni kitab Vāyu Purāņa dengan melenyapkan delapan bab yang tidak asli sebagai
sisipan’.
2.1.2 Isi Ringkas Kitab Śrīmad Bhāgavatam
Śrīmad Bhāgavatam yang juga dikenal dengan Bhāgavata Purāṇa merupakan salah satu
dari delapan belas purana (sejarah kuno) dalam tradisi Veda yang disajikan dalam dua belas
skanda. Sebagian besar dari kitab ini merupakan dialog antara maharaja Parikshit yang merupakan
seorang Rajarsi pada masa itu dengan Sukadeva Gosvāmi. Śrīmad Bhāgavatam memuat tentang
481
kisah-kisah mengenai seluruh inkarnasi dari Dewa Wisnu, pada bab sepuluh karya ini memuat
secara terperinci mengenai kisah Krishna.
Śrīmad Bhāgavatam merupakan sains yang begitu lengkap, kitab ini menjelaskan segala
aspek alam semesta baik material maupun rohani, Śrīmad Bhāgavatam memberikan cara pandang
untuk memasuki makna warisan spiritual Veda, yang membahas fakta-fakta sejarah yang dipilih
dari sejarah-sejarah dari berbagai planet, oleh karena itu, Śrīmad Bhāgavatam diakui oleh
berbagai otoritas spiritual sebagai Mahā Purāna. Makna yang begitu istimewa dari sejarahsejarah tersebut ialah bahwa semuanya berhubungan dengan kegiatan Tuhan Yang Maha Esa pada
masa yang berbeda. Bagi para sosiologi dan antropologi Śrīmad Bhāgavatam mengetengahkan
cara kerja praktis dalam kultur Veda yang terorganisir secara damai dan alamiah berdasarkan
kitab suci. Śrīmad Bhāgavatam memberikan bimbingan praktis daan sederhana untuk tercapainya
pengetahuan tertinggi tentang sang diri yang bersifat kekal dan keinsafan tentang kebenaran
mutlak.
2.1.3 Sinopsis Cerita Kapiladeva
Uraian teks yang terdapat dalam Śrīmad Bhāgavatam skanda 3 secara umum menguraikan
tentang kehidupan rumah tangga dari seorang pertapa yang bernama Kardama Muni dan istrinya
yang merupakan keturunan dari Svayambhu manu bernama Devahūti, Yang kemudian Devahūti
kemudian mendapat pencerahan dari anaknya Kapiladeva. Kisah Kapiladeva ini berawal ketika
pada masa awal Satya Yuga, Brahma yang merupakan pencipta alam material ini, memerintahkan
kepada putranya yaitu Kardama Muni untuk menikah dan mempunyai keturunan, atas peritah
Brahma, Kardama Muni pergi ke tepi Sungai Sarasvati dan melakukan pertapaan selama sepuluh
ribu tahun.Kardama berlatih meditasi di tepi Sungai Sarasvati untuk jangka waktu 10.000 tahun.
Setelah pernikahan mereka, Devahūti mulai melayani suaminya dengan penuh cinta.
Devahūti merasa bahagia dibawah bimbingan Kardama Muni ia mulai belajar melepaskan segala
macam nafsu, kebanggaan, iri hati, keserakahan, aktivitas berdosa dan kesia-siaan dengan
kesetiaan dan kemurnian pikiran, hal inilah yang patut dilakukan oleh seorang Grhasta, Keduanya
hebat dengan kualifikasi spiritual.Pernikahan Kardama dan Devahūti senantiasa dipenuhi dengan
rasa pengabdian dan penyerahan diri kepada Tuhan, sehingga Tuhanpun muncul dalam keluarga
mereka dengan wujud sebagai anaknya yang bernama Kapiladeva.
2.2 Konsep Bhakti Ajaran Kapiladeva Dalam Śrīmad Bhāgavatam
2.2.1 Apara Bhakti
Apara berarti tidak utama, dalam hal ini apara bhakti merupakan cara berbhakti kepada
Tuhan yang tidak utama yang disebabkan oleh tingkat kecerdasan dan kesadaran seseorang yang
tergolong rendah. Śrīla Viśvanātha Cakravartī dalam Prabhupada (2008: 320) ‘menyarankan
bahwa seorang vaiṣņava adalah orang yang telah menerima personalitas Tuhan Yang Maha Esa
sebagai tujuan tertinggi kehidupan, namun jika seseorang tidak murni dan masih memiliki motif,
maka ia bukan seorang vaiṣņava golongan utama yang berkarakter baik. Seseorang dapat memberi
hormat kepada vaiṣņava seperti itu sebab dia telah menerima Tuhan sebagai tujuan tertinggi
kehidupan, tetapi hendaknya jangan menjalin pergaulan dengan seorang vaiṣņava yang berada
dalam sifat kebodohan’.
2.2.2 Para Bhakti
Para Bhakti merupakan cinta kasih dalam perwujudan yang lebih tinggi, yang biasanya
dipraktekan oleh orang-orang yang tingkat kecerdasan dan kesuciannya lebih tinggi. Rupa
Gosvami dalam Prabhupada (2012: 49) menyatakan bahwa bhakti melampaui segala
pertimbangan material dan tidak terbatas pada negara, golongan masyarakat atau keadaan tertentu.
482
2.2.3 Konsep Ketuhanan Dalam Ajaran Bhakti Kapiladeva
Perbedaan tingkat kesadaran maupun pemahaman yang dimiliki manusia, tidak lantas
manjadikannya dapat memahami maupun menghayati Tuhan. Dalam Hindu terdapat dua konsep
Ketuhanan, namun tidak lantas membuat Hindu terkesan menduakan Tuhan yang satu (Esa),
namun Hindu menawarkan kemudahan-kemudahan bagi umatnya dalam memberikan jalan bagi
umat dalam menghayati maupun memahami Tuhan.
Dua konsep ketuhanan tersebut adalah tahapan bertingkat untuk dapat memahami hakikat
Tuhan Yang Satu (Esa). Oleh karena itu Hindu sangatlah pantas disebut sebagai agama yang
fleksibel dan universal. Sivananda dalam Titib (1996: 99) menyatakan ‘Hinduisme sangatlah
universal, bebas, toleran, dan luwes. Inilah gambaran indah tentang Hinduisme. Seorang asing
yang merasa terpesona keheranan apabila ia mendengar tentang sekte-sekte dan keyakinan yang
berbeda-beda dalam Hinduisme; tetapi perbedaan-perbedaan itu sesungguhnya merupakan
berbagai tipe pemikiran dan tempramen sehingga menjadi bermacam-macam keyakinan pula. Hal
ini adalah wajar. Hal ini merupakan ajaran yang utama dari Hinduisme karena dalam Hinduisme
tersedia tempat bagi semua tipe roh dari yang tertinggi sampai yang terendah, demi untuk
pertumbuhan mereka’.
Dalam konsep Nirguna Brahman, Tuhan digambarkan sebagai yang tidak berwujud atau
tidak dapat digambarkan, mereka yang menganutnya sering kali mengidentikannya dengan alam
semesta yang dalam istilah filsafat disebut pantheisme. Konsep ketuhanan yang kedua adalah
Personal God (Saguna Brahman). Agar umat manusia memiliki pengetahuan mengenai Tuhan
(Brahman), maka Tuhan harus memiliki atribut atau kriteria yang menyatakan keberadaan-Nya.
Donder (2006: 234) dalam bukunya Teologi Kasih Semesta menyatakan ‘Saguna Brahman adalah
salah satu jalan atau cara mengahayati dan meyakini Tuhan dalam berbaggai aspek manifestasiNya, baik dalam manifestasi-Nya sebagai deva-deva atau sebagai avatarā ‘reinkarnasi Tuhan’. Hal
ini berarti Tuhan Hadir dalam bentuk cinta kasih pada umat-Nya.
Konsep Ketuhanan yang terdapat dalam kisah Kapiladeva adalah Monotheisme Immanent
dan Pantheisme dalam wujud Saguna Brahma yaitu keyakinan yang memandang bahwa Tuhan
sebagai kepribadian yang berwujud, sebagai pencipta alam semesta beserta isinya, tetapi Tuhan
Yang Maha Esa itu berada diluar dan sekaligus didalam Ciptaan-Nya.
Jadi konsep Monotheisme Imanent dan Pantheisme yang menyatakan Tuhan ada di dalam
dan di luar ciptaan-Nya, merupakan konsep Ketuhanan dalam kisah Kapiladeva karena ia
meyakini Tuhan berada dimana-mana dan dapat dipuja melalui pemusatan pikiran pada wujud
kekal Tuhan hingga pikiran menjadi mantap.
2.3 Kontribusi Ajaran Kapiladeva Dalam Kehidupan Masyarakat
2.3.1 Upaya Mencapai Keinsafan Diri Dalam Ajaran Kapiladeva
Apabila seseorang ingin mencari kedamaian ia hendaknya membebaskan diri dari segala
pencemaran pikiran, dalam kehidupan Kapiladeva, ia juga mengajarkan kepada ibunya Devahūti
bahwa dalam menginsafi sang diri seseorang dapat melakukan berbagai system yoga seperti
sādhu sanga yang ia telah tunjukkan dalam percakapannya dengan ibunya secara tidak langsung
Kapiladeva telah mengajarkan tentang proses kerohanian bukan hanya melalui system yoga yang
keras namun dengan cara mendengarkan secara seksama tentang hal-hal rohani juga merupakan
suatu bentuk dari usaha dalam menemukan pemahaman tentang sang diri.
2.3.2 Sādhu Sanga Dalam Ajaran Kapiladeva
Sebagai mahluk sosial merupakan kodratnya untuk bersosialisasi atau bergaul dengan
orang lain merupakan salah satu hal yang tidak dapat dihindari dan merupakan suatu keharusan.
Manusia dapat melakukan banyak hal sendiri, namun pada suatu ketika ia pasti akan
membutuhkan orang lain untuk membantunya. Begitupula ketika seseorang berada pada
483
pelayanan kepada Tuhan dalam mood cinta kasih rohani merupakan kedudukan dasar hidup kita
dan merupakan kecendrungan alamiah yang terdapat dalam setiap insan, keinginan ini sedang
tertidrr dalam hati setiap orang yang disebabkan oleh pergaulan dengan alam material, sifat-sifat
nafsu dan kebodohan yang telah menutupi kesadaran sejati sejak waktu yang tidak dapat
dihitung.
Ikatan terhadap hal-hal material disebut kesadaran material, dan ikatan terhadap Tuhan
disebut kesadaran Tuhan, jika kita berusaha sedikit saja untuk mengalihkan perhatian kita
terhadap hal-hal rohani, maka kesadaran itu akan disucikan, untuk mencapainya sastra-sastra
Veda menganjurkan ikatan hendaknya dialihkan pada seorang yang telah menginsafi jati diri yaitu
para sādhu.
Sri Kapiladeva menjelaskan kepada ibunya mengenai bagaimana peran dan pentingnya
pergaulan seorang sādhu dalam kehidupan seseorang, sebagaimana yang diketahui bahwa sādhu
tidak hanya puas dengan pembebasan terhadap dirinya namun ia juga memikirkan tentang
kesejahteraan orang lain yang sedang menderita diakibatkan oleh pergaulan dengan alam material.
Ia adalah kepribadian yang paling murah hati, oleh karena itu salah satu kualifikasi seorang sadhu
adalah kārunika, yang berarti karunia yang melimpah kepada roh-roh yang jatuh.
2.3.3 Pentingnya Pengucapan Nama Suci Dalam Ajaran Kapiladeva
Kirtanam artinya memuji kebesaran Tuhan dengan cara mengucapkan nama suci Tuhan.
Dengan mengucapkan nama suci Tuhan secara berulang-ulang diharapkan agar mampu
menghasilkan getaran-getaran spiritual baik dalam diri maupun lingkungan seseseorangr.
Mengucapkan nama suci Tuhan merupakan salah satu bentuk bhakti yang dapat lakukan dengan
mudah kapan pun dan di manapun seseorang berada. Pengulangan mantra atau nama suci Tuhan
secara terus menerus disebut dengan Japa (Wiana, 2007:68).
Kirtanam adalah karunia istimewa dari Tuhan untuk para jiva yang menderita pada zaman
Kali Yuga ini oleh karena itu Kali Yuga juga disebut sebagai zaman keemasan sebab jalan
kerohanian yang termudah dan tercepat telah diberikan oleh Tuhan untuk membawa orang-orang
pulang kedunia rohani.
orang-orang disucikan oleh proses mengucapkan dan mendengar segera menjadi pantas
untuk melaksanakan korban-korban suci Veda hal ini berarti ketika nama suci telah menari pada
lidah seseorang maka secara otomatis seseorang disucikan dan memiliki berbagai kualitas akan
muncul pada dirinya, terkadang terdapat pernyataan bahwa ketika seseorang mulai mengucapkan
nama suci maka ia mulai menyucikan dirinya dan pada kelahiran berikutnya ia akan lahir pada
keluarga brahmana(Prabhupada, 2008: 574).
2.3.4 Pengendalian Pikiran Dalam Mencapai Keinsafan Rohani
Sivananda (2005: 69-70) menyatakan bahwa pikiran berakar dari buddhi (sang pengendali
pikiran) yang membentuk dua perbedaan yakni buddhi murni danVyavaharika buddhi. Berakar
Ahamkara yang identik dengan Brahman (Sat-Cit-Ananda) dan Suddha Sankalpa (kehendak akan
Tuhan). Sedangkan Asuddha Sankalpa, Vyavaharika Buddhi dan Asuddha Ahamkara. Sifat-sifat
dari Asuddha Manas membentuk sebuah lingkaran setan, mereka bekerja sama. Benih dari pikiran
adalah Ahamkara (ego). Pengendalian menjadi sangat penting manakala kita mewujudkan
ketenangan pikiran sehingga ia mampu merefleksikan sang diri yang selalu ditutupi oleh inderaindera dan ahamkara.
Vivekananda,(2001) dalam bukunya Vedanta puncak kebenaran Veda Masa kini
mengungkapkan bahwa kekuatan pikiran itu seperti berkas cahaya yang dihamburkan. Ketika
dikonsentrasikan maka pikiranpun akan meneranginya. Ini adalah alat untuk mendapatkan
pengetahuan. Kapiladeva mengajarkan bahwa yoga yang sempurna mengarahkan seseorang pada
484
pengembangan cinta yang murni kepada Tuhan, dan yang matanya terolesi salep cinta kasih
rohani, tujuan yang sama dicapai ketika seseorang memuja wujud Tuhan di kuil, tidak ada
bedanya antara pelayanan suci dikuil dan memusatkan pikiran kepada wujud Tuhan.
Pengendalian diri (dama atau indriyanigraha) juga menempati posisi yang sangat penting
didalam mewujudkan keseimbangan antara unsure fisik dan mental, unsure sekala dan niskala,
unsur material dan spiritual. Orang yang mampu mengekang dan mengendalikan indera-inderanya
adalah orang yang mempunyai kecerdasan yang mantap. Pikiran hendaknya dipenuhi dengan
kesadaran berupaya untuk mengendalikan pikiran negatif agar jalan pikiran selalu berada pada
keadaan seimbang.
2.4 Implikasi Konsep Bhakti Ajaran Kapiladeva Pada Masyarakat
2.4.1 Pemahaman Mendasar Mengenai Ajaran Bhakti Kapiladeva
Tujuan sejati dari jalan keinsafan diri jnana yoga, dhyana yoga maupun bhakti yoga
adalah untuk mencapai pada tahap titik bhakti. Jika seseorang hanya berusaha mencapai
pengetahuan tentang kebenaran mutlak namun tidak memiliki rasa bhakti dan ia mengharapkan
hasil yang sejati, hal ini sama dengan menumbuk sekam setelah biji-biji diambil. Dalam system
astangga yoga, tingkat kesempurnaan yang terakhir adalah dhyana. Dhyana merupakan tingkat
ketiga dalam tataran bhakti. Terdapat Sembilan tingkat bhakti yang pertama adalah mendengar,
lalu mengucapkan, dan kemudian merenungkan. Oleh karena itu dengan melaksanakan bhakti,
bersamaan dengan hal ini ia akan menjadi seorang menjadi jnani yang ahli dan seorang yogi yang
mempunyai kemantapan siddhi. Pergaulan dengan para penyembah dianjurkan dalam semua
sastra sebab bahkan dengan sesaat saja pergaulan yang demikian seseorang dapat menerima benih
untuk mencapai kesempurnaan. Pada awal kehiduannya Devahuti dan Kardama Muni merupakan
penyembah Tuhan yang taat dan tekun dalam melakukan pelayanan bhakti.
Dalam percakapan Devahūti dengan Kapiladeva, ia sangat antusias dalam menerima
semua ajaran-ajaran yang disampaikan oleh putranya, sebab ia sangat ahli dalam menerima
substansi yang sejati, pada saat yang sama, ia berfikir tentang Kapiladeva yang merupakan
inkarnasi Sri Hari, sehingga ia menyempurnakan pertapaan, pengekangan dan keinsafan
rohaninya.
Sania mengatakan bahwa ajaran-ajaran yang disampaikan oleh Kapiladeva dalam
percakapan rohani dengan ibunya Devahuti merupakan suatu contoh yang sangat baik jika
diterapkan dalam masyarakat, baik melalui pergaulan dengan masyarakat umum, maupun dalam
kuliah-kuliah umum dalam masyarakat” (Wawancara, 25 Juni 2017).
Sruta menyatakan “ Ajaran ini merupakan Berkat yang membawa seseorang pada sifat
kebaikan untuk memulai bhakti kepada Tuhan tentu akan menanamkan moral dan prilaku yang
baik bagi generasi muda Hindu, yang dijadikan dasar keyakinan untuk mengimani agama yang
dianutnya ditengah-tengah pengaruh arus moderinisasi dan globalisasi.
III. SIMPULAN
Konsep bhakti yang diajarkan oleh Kapiladeva kepada ibunya Devahuti.Melalui
pengucapan nama suci yang merupakan dharma termudah yang dapat dilakukan oleh orang-orang
pada zaman kali yuga, sadhu sanga (pergaulan dengan orang suci) dan meditasi dalam mencapai
keinsafan tentang sang diri, konsep bhakti yang diajarkan oleh Kapiladeva ini seseorang mampu
mencapai kepada Tuhan. Kontribusi ajaran Kapiladeva pada zaman ini adalah sebagai media
pembelajaran budhi pekerti yakni penanaman moral, etika dan rendah hati untuk menerima
pengetahuan dari orang lain tanpa terkecuali serta melatih diri untuk menumbuhkan kesetiaan,
kejujuran, pengendalian diri dan kasih sayang dalam mewujudkan masyarakat yang sesuai dengan
kebudayaan Veda. Implikasi Ajaran Kapiladeva terhadap masyarakat adalah dapat menumbuhkan
485
kembali semangat serta minat masyarakat yang sedang kebingungan agar merenungkan masa
depan umat manusia untuk menemukan hakekat hidup serta pengarahan yang praktis agar
masyarakat dapat menjalani kehidupan dengan kesadaran tentang tanggung jawab tertinggi bagi
seseorang melalui nilai-nilai moral yang terdapat dalam kisah Kapiladeva dengan mudah.
DAFTAR PUSTAKA
Anselm, Strauss Corbin Juliet.2003. Pokok-Pokok Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Anandakusuma, Sri Reshi. 1986. Kamus Bahasa Bali. Denpasar: CV. Kayumas Agung.
Aryadharma, S. 2003.Japa Yoga: Uraian Singkat dan Praktisdalam Melakukan Japa. Denpasar :
Deva.
Bagus, L.1996. Kamus Filsafat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Balarama, I Putu Krishna. 2011.”Nilai-Nilai Pendidikan Agama Hindu Yang Terkandug Dalam
Cerita Prahlada Maharaja”. Skripsi. Denpasar: Institut Hindu
Dharma
Negeri
Denpasar.
Basrowi & Suwandi .2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta : Kineka Cipta.
Brahman, I Made Adi. 2010. “Persepsi dan Pelaksanaan Ajaran Catur Yoga Dalam Memuja
Tuhan Pada Masyarakaat Hindu Studi Kasus Di Kecamatan Sukawati, Kabupaten
Gianyar, Provinsi Bali”. Tesis. Denpasar: Pascasarjana Institut Hindu Dharma Negeri
Denpasar.
Dewi, Ni Luh Sinar Ayu Ratna. 2005. “Avatara Dalam Kitab Bhagavata Purana”. Tesis.
Denpasar: Pascasarjana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.
Donder, I Ketut. 2006. Brahma Widya Teologi Kasih Semesta. Surabaya: Paramita.
Donder, I Ketut. 2015. “Keesaan Tuhan dan Peta Wilayah Kognitif Teologi
Hindu: Kajian
Pustaka tentang Pluralitas Konsep Teologi dalam Hindu”. Jurnal Harmoni, hal 22-33.
Eagleton, Terry. 2010. Teori Sastra Sebuah Pengantar Komprehensif Yogjakarta: Jalastra.
Erayanti, Ni Komang. 2013. Konsep Bhakti Dalam Bhāgavata Purana. Skripsi Denpasar: Institut
Hindu Dharma Negeri Denpasar.
Faisal. 2006. Metodelogi Penelitian. Yogayakarta: Paradigma.
Grayson, Stuart. 2001. Spiritual Healing (Penyembuhan Spiritual). Semarang: Dahara Prize.
Gorda, I Wayan. 2007. Metode Penelitian Ilmu Sosial Ekonomi. Denpasar: Widya Kriya
Gunatama.
Gulo, W. 2002. Metodelogi Penelitian . Jakarta: Grasindo.
Hadi, Sutrisno.2006. Metodologi Riset Jilid 1. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gajah
Mada.
Hamidi.2005. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Malang: UMM Pres.
Iqbal, Hasan. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodelogi Penelitian dan Aplikasinya. Bandung:
Gahlia Indonesia.
Jendra, I Wayan. 1998. Cara Mencapai Moksha Di Zaman Kali. Denpasar: Yayasan Dharma
Narada.
Kaelan. 2005. Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat. Yogyakarta: Paradigma.
Kajeng,dkk. 1999. Buku Pendidikan Agama Hindu Untuk Perguruan Tinggi. Surabaya: Paramita.
Kajeng, I Nyoman.2010. Sāramuscaya. Surabaya: Paramita.
Madja. 2008.“ Konsep Yoga Patanjali dan Yoga Wraspati Tattwa ( Sebuah Studi Komparatif).
Skripsi. Denpasar : Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.
Marselina. 2014. “Kajian Teologi Ajaran Dhruva Maharaja dalam Bhagavata
Purana”.
Skripsi. Denpasar: Institut
Hindu Dharma Negeri Denpasar.
486
Masyuhuri dan Zainudin, M. 2008. Metodologi Penelitian : Pendekatan Praktis dan Apliksinya.
Bandung Refika Aditama.
Mintareja, Abbas Hamami. 2003. Teori Epistemologi Comon sense. Yogyakarta: Paradigma.
Moleong, Lexi J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Moleong, Lexi J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Musfiqon, Dr.H.M. 2012.Panduan Metodelogi Pendidikan. Jakarta : Prestasi Pustaka Raya.
Narayana, Bhagavan Sathya. 1999. Pancaran Bhāgavata (Bhāgavata Vāhini)/ Bhagavān Sathya
Nārāyana. Surabaya: Paramita.
Pendit, S. 2001. Bhagavad Gita. Surabaya: Paramitha.
Prabhupada, Bhaktivedanta Swami. 1995. Bhagavata Purana Skanda 4 Jilid 1. Jakarta: Hanuman
Sakti.
Prabhupada, Bhaktivedanta Swami. 1995. Teachings of Lord Kapiladeva The Son Of Devahūti.
Jakarta: Hanuman Sakti.
Prabhupada, Bhaktivedanta Swami. 2006. Bhagavad-Gita. Jakarta: Hanuman Sakti.
Prabhupada, Bhaktivedanta Swami. 2008. Bhagavad-Gita. Jakarta: Hanuman Sakti.
Prabhupada, Bhaktivedanta Swami. 2008. Bhagavata Purana Sakanda 3 Jilid 4. Jakarta:
Hanuman Sakti.
Prabhupada, Bhaktivedanta Swami. 2010. Bhagavata Purana Sakanda 7 Jilid 1. Jakarta:
Hanuman Sakti.
Prabhupada, Bhaktivedanta Swami. 2011. Sri Chaitanya Caritamrta Adi Lila Jilid 1. Jakarta:
Hanuman Sakti.
Prabhupada, Bhaktivedanta Swami. 2012. Lautan Manisnya Rasa Bhakti. Jakarta: Hanuman
Sakti.
Prabhupada, Bhaktivedanta Swami. 2015. Bhagavata Purana Sakanda 1 Jilid 2. Jakarta:
Hanuman Sakti.
Pudja, G. 1982. Theologi Hindu (Brahma Widya). Jakarta: Mayangsari.
Punyatmaja, dkk. 1991. Pancasiksa. Surabaya: Paramita.
Putra, Ngakan Putu. 2014. Kamu Adalah Tuhan. Jakarta: Media Hindu.
Radhakrishnan, S. 2003. Bhagavadgita. Cetakan I.
Sivananda, Sri Swami. 1997. Intisari Ajaran Hindu. Surabaya: Paramitha.
Sivananda, Swami. 1998.Japa Yoga Cara Paling Efisien dan Efektif Untuk Mencapai Dharma,
Artha, Kama, dan Moksa pada Zaman Kali. Surabaya: Paramita.
Sivananda, Sri Swami. 2008. Konsentrasi Dan Meditasi. Surabaya : Paramita.
Subagyo, P.J. 2004. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudarsana, I. K. (2015, September). Inovasi Pembelajaran Agama Hindu di Sekolah Berbasis
Multikulturalisme. In Seminar Nasional (No. ISBN : 978-602-71567-3-9, pp. 94-101).
Fakultas Dharma Acarya IHDN Denpasar.
Sudarsana, I. K. (2015, June). Pentingnya Kearifan Lokal dalam Pendidikan Karakter bagi
Remaja Putus Sekolah. In Seminar Nasional (No. ISBN : 978-602-71567-1-5, pp. 343349). Fakultas Dharma Acarya IHDN Denpasar.
Suprayoga. 2001.Metodelogi Penelitian. Bandung: Pt. Remaja Roshada Karya.
Sura, dkk. 2001. Agama Hindu sebuah Pengantar. Denpasar: CV. Kayumas Agung.
Surpa. 2002. Pengembangan Etika Bagi Anak. Bandung: Bandung Press.
Soga, Rai. 2006. “Aspek Ketuhanan Dalam Kitab Purana (Pemahaman dan Implementasi Umat
Hindu di Kota Mataram”. Tesis. Denpasar: Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.
Sugiono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Bandung : Alfa Beta.
Sumaryono, E. 1996. Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Imu Sastra, Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.
487
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2008.Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1991.Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1997.Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Tim Penyusun. 2001.Kamus Sansekerta-Indonesia. Pemerintah Provinsi Bali.
Titib, I Made. 1996. Veda Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan. Surabaya:
Paramitha.
Titib, I Made. 1999. Pengantar Veda untuk Program D II. Jakarta: Hanuman
Sakti.
Titib, I Made. 2004. Purana Sumber Ajaran Hindu Komprehensip. Surabaya: Paramita.
Titib, I Made. 2006. Svarga Neraka, Moksa dalam Svargarohanaparva. Surabaya: Paramita.
Vettam, Mani. 2010. Puranic Encyclopedia. Delhi: Motilal Baarsidass.
Wiana, I Ketut. 2007. Nava Vidha Bhakti. Denpasar:Pustaka Manik Geni.
Wikana, Ngurah. 2010. Merekontruksi Hindu. Yogyakarta: Narayana Smrti Press.
Wojowarsito, Soewojo.1997. Kawi Jawa kuno-Indonesia. Malang: Jurusan dan sastra Indonesia
F.KKS.IKIP.
Vivekananda, Swami. 2001. Gema Kebebasan, terj. Gede Kamajaya dan Oka Sanjaya, Surabaya:
Paramita.
Vivekananda, Swami. 2001. Vedānta Puncak Kebenaran Veda Masa Kini.Surabaya: Paramita.
Zoetmulder, P.J. 1990.Manunggaling Kawula Gusti: Phanteisme Dan Monisme Dalam Sastra
Suluk Jawa. Jakarta: Gramedia.
Zuriah, Nurul. 2007. Metodologi social dan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
488
Download