PENGARUH EKSTRAK DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatumRuiz & Pav.) TERHADAP KADAR INTERLEUKIN 6 (IL-6) MENCIT (Mus musculus) GALUR SWISS MODEL RHEUMATOID ARTHRISTIS Nurzalia, E,S.R. Lestari, S.I. Maslikah Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang. Email: [email protected]; [email protected] ABSTRAK: Rheumatoid arthristis (RA) ditandai dengan inflamasi yang menyebabkan pembengkakan pada persendian. Inflamasi yang terjadi pada persendian dimulai dengan proliferasi sel T menjadi T helper yang dapat menstimulasi makrofag untuk menghasilkan Interleukin 6 (Il-6). IL-6 dapat meningkatkan ekspresi sel endotel, meningkatkan permeabilitas vaskular, dan pembebasan radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan sel pada membran sinovial. Pengobatan RA di masyarakat menggunakan Disease Modifying Anti Rheumatic (DMARDs) dan Nonsteroidal AntiInflammatory Drug (NSIDs) dalam jangka panjang memiliki efek samping yaitu reaksi hipersensitivitas, gangguan fungsi hati dan ginjal, serta penekanan sistem hematopoetik. Kecenderungan masyarakat beralih dari pengobatan sintetik menjadi herbal memungkinkan eksplorasi Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia, seperti sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.). Terapi herbal diduga tidak memiliki efek samping pada kesehatan, dan pembiayaan yang lebih murah. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh ekstrak sirih merah terhadap kadar IL-6. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini berlangsung selama bulan September-Nopember 2015 di Laboratorium Biologi, kandang pemeliharaan Universitas Negeri Malang, dan Laboratorium Faal Universitas Brawijaya. Sampel yang digunakan 30 mencit jantan galur swiss berumur 8 minggu dengan berat 28-30 g. Mencit dibagi menjadi 6 kelompok yaitu normal, RA, terapi aspirin, terapi ekstrak sirih merah dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, 200 mg/kgBB/hari, dan 400 mg/kgBB/hari. Mencit model RA dibuat dengan menyuntikan Complete Freund’s Adjuvant (CFA) 0,01 ml secara intraperitonial, setelah 7 hari di booster dengan menyuntikkan Incomplete Freund’s Adjuvant (IFA) 0,03 ml di ekstremitas posterior kiri, kemudian mencit diberi perlakuan selama 3 minggu. Pada akhir perlakuan mencit didislokasi dan diambil darah dari jantung. Serum darah di Uji dengan metode indirect ELISA. Hasil penelitian menunjukkan pemberian ekstrak daunsirih merah menunjukkan kecenderungan penurunan kadar IL-6. Dosis 400 mg/kgBB/hari menunjukkan kecenderungan penurunan terbesar kadar IL-6, yaitu 141,5 pg/ml. Kata Kunci: Ekstrak Sirih Merah, IL-6, Rheumatoid Arthristis 1 2 ABSTRACT: Rheumatoid arthritis (RA) is characterized by inflammation that cause swelling in joints. Inflammation that occurs in the joints was begin when proliferation of T cells into T helper that stimulate macrophages to produce interleukin 6 (IL-6). Expression of IL-6 increase proliferation endothelial cells, vascular permeability, and release of free radicals and cause cell damage in the synovial membrane. Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs (NSIDs) is one of synthetic drug which side effect if used a long time. Tendency to switch from synthetic became herbal medicine allows exploration of Natural Resources of Indonesia, such as red betel (Piper crocatum Ruiz & Pav.) Herbal therapy is expected to have adverse effects on health, and cheaper financing. The purpose of this study was to determine the effect of the extract of red betel against a decrease levels of IL-6. This research was an experimental study using a Completely Randomized Design. The research have been done in SeptemberNopember 2015 at the sub lab Animal Physiologi, Biology Departement, State University of Malang and Laboratory of Physiology Brawijaya University. Thirty male mice, ages 8 weeks old, weight 28-30 gr devided into 6 groups: normal, RA mice model without treatment, RA mice model treated with aspirin, red betel extract at a dose of 100 mg/kgBW/day, 200 mg/kg BW/day and 400 mg/kg/day respectively. RA mice model was made by injecting Complete Freund's Adjuvant (CFA) 0.01 ml in intraperitoneal, after 7 days was booster to inject Incomplete Freund's Adjuvant (IFA) 0.03 ml in the left posterior extremities. Aspirin and red betel extract were given by oral administration every day until 21 days. At the end of the treatment, mice were sacrified and blood was taken from the heart. Blood serum analyzed by indirect ELISA method. The results showed red betel extract have a tendency to decrease in the levels of IL-6. Level IL-6 in RA mice model treated red betel extract dose 400 mg/kgBW/day have lowest, 141,5 pg/ml. Keyword: Piper crocatum Ruiz & pav Extract, IL-6, Rheumatoid Arthristis PENDAHULUAN Rheumatoid Arthritis (RA) merupakan penyakit peradangan kronik yangmenyebabkan inflamasi dan pembengkakan pada membran sinovial.Inflamasi ditandai dengan kemerahan, rasa panas, rasa sakit, dan pembengkakan(Cooles & Isaacs, 2011).Prevalensi RA di Amerika mencapai 7% yang dengan jumlah tertinggi di dunia, sedangkan di Afrika dan Asia yang menunjukkan prevalensi lebih rendah sekitar 0,2%-0,4%. Indonesia memiliki prevalensi penyakit RA yaitu 0,4% (Prabowo, 2005). Berdasarkan data tersebut prevalensi RA di Indonesia relatif tinggi di Asia.Penyakit RA banyak ditemukan pada lansia. Penderita RA di Indonesia tahun 2004 mencapai dua juta orang, dengan perbandingan pasien wanita tiga kali lebih banyak dari pria. Angka ini diperkirakan terus meningkat hingga tahun 2025 dengan indikasi lebih dari 25% akan mengalami kelumpuhan (Prabowo, 2005). Penyakit RA disebabkanolehautoimunataudariluar yang menyebabkan inflamasi di membran sinovial sendi. Interleukin 6 (IL-6) dapat digunakan sebagai penanda untuk aktivasi sistemik dari sitokin proinflamasi (Emery et al., 2008). Pengobatan RA yang umum digunakan di masyarakat adalah Disease Modifying Anti Rheumatic (DMRADs) sebagai immuno supresif, kortikosteroid, dan klorokuin dengan cara kerja memperlambat perkembangan penyakit, pengubah respons biologis untuk mengurangi peradangan, kerusakan struktural sendi, dan obat antiinflamasi. Pemberian obat dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan efek samping yaitu reaksi hipersensitivitas, gangguan fungsi hati dan ginjal, serta penekanan sistem hematopoetik (Wilmana, 2012). Penggunakan obat kimia sintesis dapat merusak fungsi organ yaitu ginjal dan hati yang berdampak pada kesehatan. 3 Penderita RA saat ini mulai mencoba terapi komplementer atau Complementary and Alternative Medicine (CAM) sebagai pilihan dalam mengatasi penyakit tersebut dan diperkirakan 60-90% penderita Rheumatoid Arthritis telah menggunakan terapi komplementer (Ernst, 2003). Penggunaan obat herbal memberikan manfaat yang besar dalam pemakaiannya. Secara umum, obat herbal dipercaya lebih aman digunakan dan efisien (Maat, 2001). Pengobatan komplementer dengan obat herbal diduga tidak memiliki efek samping pada kesehatan dan pembiayaan yang lebih murah. Daun sirih merah diduga memiliki kandungan kimia yang dapat digunakan sebagai alternatif penghambat inflamasi. Daun sirih merah memiliki aktif seperti flavonoid, alkaloid, terpenoid, sianogenik, glukosida, isoprenoid, nonprotein amino acid, dan eugenol (Dalimartha, 2003).Senyawa flavonoid memiliki sifat antioksidan, antidiabetik, antikanker, antiseptik, dan antiinflamasi (Sudewo, 2010). Salah satu tanaman obat yang secara empiris biasa digunakan sebagai obat tradisional adalah sirih merah.BerdasarkanpenelitianSudewo (2010) Sirih merah dapat digunakan sebagai antiinflamasi dan imuno modulator. Dalimartha (2003) menyebutkan bahwa isolasi kandungan minyak daun sirih berkhasiat sebagai antiplateled dan antiinflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) terhadap kadar Interleukin 6 (Il-6) mencit (Mus musculus) galur swiss model Rheumatoid Arthritis. METODE Penelitian yang akan dilakukan ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Persiapan Hewan Uji Mencit di aklimatisasi dalam kandang selama 1 minggu. Pemberian pakan setiap hari 5 g dan minum yang diberikan secara ad libitum, setelah mencit di aklimatisasi selama 1 minggu, mencit dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu normal dan model RA. Proses pembuatan mencit model RA adalah menyuntikan CFA 0,01 ml di intraperitonial, setelah 7 hari di booster dengan menyuntikkan IFA 0,03 ml di ekstremitasposterior kiri. Metode ini bertujuan untuk menghasilkan reaksi imun yang akan menyebabkan inflamasi. Pembuatan Ekstrak Sirih Merah Simplisia sirih merah sebanyak 100 gditambahkan 500 ml etanol 70%, kemudian diperkolasi dan diuapkan dengan rotary evaporator sampai mendapatkan hasil semi solid. Pembuatan larutan stok adalah mengambil 1g larutan ekstraksi yang di tambahkan aquabidest sampai 10 ml, kemudian di sentrifuse 10.000 rpm selama 5 menit, sehingga didapatkan larutan stok dengan konsentrasi 100 mg/ml. Perlakuanpada HewanUji Pemberianperlakuandilakukanpadamencit yang telah di model RA. Mencit model RA di kelompokkanmenjadi 6 kelompok, setiapkelompokterdiriatas 5 mencitjantan, dengankelompokperlakuansebagaiberikut. N = kontrol negatif (-) K= kontrol + (induksi CFA dan IFA) K+ = induksi CFA + IFA dan aspirin P1 = induksi CFA + IFA dan ekstrak daun sirih merah sebanyak 100 mg/kgBB/hari mencit P2 =Induksi CFA + IFA dan ekstrak daun sirih merah sebanyak 200mg/kgBB/hari mencit P3 =Induksi CFA + IFA dan ekstrak daun sirih merah sebanyak 400 mg/kgBB/hari mencit 4 Pemberianperlakuaninimelalui sonde lambung dilakukanselama21 hari, kemudian hewan coba didislokasi leher. Pembedahan dilakukan dan diambil darah melalui jantung. Sampel darah ditampung dalam tabung reaksi dan didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar untuk mengendapkan sel darah. Tahap berikutnya dilakukan sentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Serum darah dipisahkan dari sel darah dan diambil dengan mikropipet sebanyal 100 μl. Serum tersebut dilakukan uji kadar IL-6 dengan metode indirect ELISA. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pada kelompok K- yaitu mencit model RA tanpa pemberian ekstrak sirih merah didapatkan rata-rata kadar IL-6 yaitu 399,75 ± 127,21, kemudian pada kelompok perlakuan K+, mencit RA yang diberikan obat kimia yaitu aspirin dengan dosis 0,13 ml/kgBB/hari memiliki rata-rata kadar IL-6 463,22 ± 197,36. Kelompok perlakuan ekstrak sirih merah yaitu kelompok P1 yaitu mencit RA diberiekstrak sirih merah 100 mg/kgBB/hari sebagai terapi memiliki rata-rata 566,62 ± 188,95. Kelompok perlakuan P2 mencit RA diberikan ekstrak sirih merah 200 mg/kgBB/hari didapatkan rata-rata IL-6 528,62 ± 138,84. Kelompok perlakuan P3 memiliki rata-rata kadar IL-6 yaitu 536,62 ± 104,01. Berdasarkan hasil tes Shapiro-wilk, diketahui taraf signifikasi pada semua perlakuan > 0,05 sehingga Ho diterima yang berarti data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi secara normal. Berdasarkan uji homogenitas pada signifikasi based on mean diperoleh hasil sebesar 0,676 > 0,05 sehingga Ho diterima yang berarti variansi pada setiap kelompok adalah homogen. Analisis Varian (ANAVA) dilakukan untuk mengetahui pengaruh ekstrak sirih merah terhadap kadar Interleukin 6 (IL-6) pada mencit galur swiss model RA.Hasil Analisis Varian (ANAVA) tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Data Analisis Varian Pengaruh Ekstrak Sirih Merah terhadap Kadar Interleukin 6 (IL-6) Jumlah Derajat bebas Rata-rata Antar Kelompok 196512,02 5 39302,40 Dalam kelompok 425035,80 18 23613,10 Total 621547,82 23 F 1,66 Sig 0,19 Kadar IL-6 (pg/ml) Berdasarkan Tabel1 ringkasan ANAVA, didapatkan 0,19 > a, a = 0,05 dengan demikian kesimpulan yang didapat yaitu tidak terdapat pengaruh pemberian ekstrak sirih merah terhadap kadar IL-6, sehingga tidak dilakukan uji lanjut. 800,00 600,00 400,00 200,00 0,00 N K- K+ P1 P2 P3 Perlakuan Gambar 1. Grafik Kadar IL-6 Mencit Berdasarkan grafik pada Gambar 1 kadar IL-6 mencit (Mus musculus) rerata kadar Interleukin 6 (IL-6) pada perlakuan ekstrak sirih merah menunjukkan kecenderungan 5 penurunan. Dosis tertinggi dari ekstrak sirih merah pada kelompok perlakuan P3 dengan dosis 400 mg/kgBB/hari dibandingkan dengan kelompok perlakuan K- menunjukkan penurunan sebesar 141,5 pg/ml, sehingga dapat disimpulkan ekstrak sirih merah menunjukkan kecenderungan penurunan kadar IL-6. Penelitian ini menunjukkan adanya kecenderungan penurunan kadar IL-6 dengan perlakuan ekstrak daun sirih merah pada mencit model RA. Kelompok perlakuan P3 memiliki nilai kadar mendekati kontrol negatif, yaitu 536,62 ± 104,01 yang menunjukkan kecenderungan penurunan. Mencit dibuat model RA dengan di injeksi Complete Freund’s Adjuvant (CFA) dan Incomplete Freund’s Adjuvant (IFA) secara intradermal digunakan untuk induksi pada hewan model artritis (Prabowo, 2005). Induksi CFA dan IFA secara intradermal dapat menimbulkan inflamasi dan memproduksi Reactive Oxygen Species (ROS) berlebih (Aulanni’am et al., 2012). Zeng (2008) mendefinisikan stres oksidatif adalah suatu keadaan ketidakseimbangan antara radikal bebas dengan antioksidan, dimana jumlah radikal bebas lebih banyak apabila dibandingkan dengan antioksidan. Produksi radikal bebas melebihi dari kemampuan antioksidan intrasel untuk menetralkannya maka kelebihan radikal bebas sangat potensial menyebabkan kerusakan sel. Kerusakan ini merupakan kerusakan oksidatif, yaitu kerusakan biomolekul penyusun sel yang disebabkan oleh reaksinya dengan radikal bebas. Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen penyusun membran sel, yaitu kerusakan pada lipid membran membentuk malonaldehida. Radikal bebas juga dapat menyebabkan sekresi mediator inflamasi, yaitu IL-6 yang berperan sebagai sitokin proinflamasi dan dapat menstimulasi diferensiasi sel T dan sel B. Diferensiasi sel T dan sel B dapat memicu pelepasan mediator inflamasi lainnya yang menyebabkan inflamasi yang meningkat (Linda, 2009). Mekanisme ektrak sirih merah dalam menurunkan kadar IL-6 disebabkan kemampuan antioksidan dari senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam sirih merah. Senyawa metabolit sekunder sirih merah yang memiliki kandungan antioksidan yaitu flavonoid, tanin, saponin, dan terpenoid (Sudewo, 2010). Kandungan fitokimia flavonoid berasal dari ekstrak sirih merah yang berfungsi sebagai antioksidan dan antiinflamasi. Flavonoid bersifat sebagai antioksidan dengan cara menangkap radikal bebas, sehingga sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan antara oksidan dengan antioksidan di dalam tubuh (Nemeth et al., 2004). Flavonoid juga berfungsi untuk menetralisir efek toksik dari radikal bebas seperti ROS. Mekanisme flavonoid untuk menetralisir ROS adalah dengan cara mendonorkan ion hidrogen sehingga ion-ion yang mengalami radikal bebas berubah menjadi stabil. Keadaan ion yang telah stabil menyebabkan menurunnya keadaan stres oksidatif di dalam jaringan. Antioksidan tidak hanya penting untuk menghalangi terjadinya tekanan oksidatif dan kerusakan jaringan, tetapi juga penting dalam mencegah peningkatan produksi proinflamatori sitokin, yang merupakan hasil pengaktifan dari respons pertahanan tubuh yang terjadi terus menerus (Valko et al., 2007). Mekanisme flavonoid dalam mengikat radikal bebas terlihat pada Gambar 2. Gambar 2 Reaksi Pengikatan Radikal Bebas oleh Flavonoid (Aulanni’am et al., 2012) 6 Flavonoid mampu mendonasikan atom hidrogen (H) dari gugus hidroksil (OH) kepada radikal bebas (R-) sehingga radikal bebas berubah menjadi radikal fenoksil flavonoid (FIO-). Radikal fenoksil flavonoid yang pertama terbentuk akan diserang kembali oleh radikal bebas (R-) sehingga membentuk radikal fenoksil flavonoid yang kedua (FIO-) (Aulanni’am et al., 2012). Radikal fenoksil flavonoid memiliki ikatan rangkap terkonjugasi sehingga dapat menyeimbangkan strukturnya dengan cara delokalisasi elektron sehingga menghilangkan efek radikal bebas (Sofia et al., 2013). Flavonoid sebagai antioksidan juga dapat menyebabkan peningkatan sintesis enzim antioksidan yaitu enzim Superoxide Dismutase (SOD). Enzim superoksida dismutase merupakan enzim antioksidan intrasel yang diproduksi dalam tubuh yang berfungsi penting bagi tubuh untuk meredam radikal bebas sehingga dapat mencegah kerusakan sel. Enzim superoksida dismutase sebagai salah satu enzim antioksidan intrasel bekerja dengan cara membersihkan radikal bebas atau spesies oksigen reaktif dengan reaksi enzimatis dan mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil. SOD mengkatalisis reaksi dismutasi radikal bebas anion superoksida (O2-) menjadi hidrogen peroksida dan molekul oksigen sehingga tidak berbahaya bagi sel (Bykerk et al., 2011). Mekanisme kerja flavonoid sebagai antioksidan diduga mampu menekan jumlah mediator proinflamasi seperti IL-6. Aktivitas antiinflamasi oleh flavonoid yaitu penghambatan COX atau lipoooksigenase. Mekanisme flavonoid dalam menghambat terjadinya radang melalui dua cara yaitu menghambat asam arakhidonat dan sekresi enzim lisosom dari endothelial sehingga menghambat proliferasi dan eksudasi dari proses radang. Terhambatnya pelepasan asam arakhidonat dari sel inflamasi akan menyebabkan kurang tersedianya subtrat arakhidonat bagi jalur siklooksigenase dan jalur lipooksigenase (Maat, 2001). Mekanisme kerja antiinflamasi flavonoid melalui penghambatan pelepasan sitokin proinflamasi flavonoid yang juga merupakan pencetus terjadinya aktivasi sistem imun (Scheett & Ian, 2011). Volume edema yang terjadi akibat induksi dari CFA dan IFA pada ekstremitas kiri akan meningkatkan kadar COX-2 dan menyebabkan edema lokal pada kaki mencit, apabila permeabilitas kapiler turun akan mengakibatkan protein plasma menuju ke jaringan yang rusak sehingga terjadi udem. Inflamasi ditandai oleh adanya vasodilatasi pembuluh darah lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan, dan peningkatan permeabilitas kapiler. Inflamasi menyebabkan pembekuan cairan di dalam ruang interstisial yang disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler dalam jumlah yang besar. Inflamasi juga menyebabkan migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan pembengkakan sel jaringan (Walker & Rapley, 2008). Inflamasi sinovial pada jaringan sendi dapat terjadi karena terdapat pembuluh darah yang menyebabkan hiperplasia sel endotel pembuluh darah kecil, fibrin, dan platelet sehingga dapat menurunkan aktivitas jaringan sinovial. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi darah dan berakibat pada peningkatan metabolisme yang memacu terjadinya hipertropi (bengkak) dan hiperplasia sel dalam keadaan hipoksia. Sel yang hipoksia dalam sinovium berkembang menjadi edema dan menyebabkan multiplikasi sel sinovial. Sel sinovium tumbuh dan membelah secara abnormal membuat lapisan sinovium menebal, sehingga sendi membesar dan bengkak (Ackerman & Rosai, 2004). Kemampuan menurunkan persentase edema pada ekstremitas posterior mencit pada penelitian ini diduga karena aktivitas senyawa aktif yang terdapat dalam sirih merah yaitu flavonoid. Efek flavonoid yang terkandung dalam sirih merah dapat menghambat akumulasi leukosit di daerah inflamasi. Leukosit pada kondisi normal bergerak bebas sepanjang dinding endotel, tetapi selama inflamasi berbagai mediator radang menyebabkan adhesi leukosit ke dinding endotel sehingga menyebabkan leukosit menjadi terkumpul dan menstimulasi degranulasi neutrofil (Bykerk et al., 2011). Adanya kemampuan flavonoid dalam menghambat sintesi mediator inilah yang berperan dalam mengurangi edema. 7 Senyawa saponin yang terkandung dalam sirih merah diduga dapat menghambat dehidrogenase jalur protaglandin yang akan menghambat pengaktifan prostaglandin (Xie, 2011). Mekanisme antiinflamasi saponin adalah dengan menghambat pembentukan eksudat dan menghambat kenaikan permeabilitas vaskular (Zeng, 2008). Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan dan menghambat pembentukan edema (Katzung, 2007). Flavonoid berperan penting dalam menjaga permeabilitas serta meningkatkan resistensi pembuluh darah kapiler. Senyawa lain yang dapat menekan adanya inflamasi yaitu saponin dan tanin. Saponin terdiri dari steroid atau gugus triterpen yang mempunyai aksi seperti detergen. Mekanisme antiinflamasi yang paling mungkin adalah saponin mampu berinteraksi dengan banyak membran lipid seperti fosfolipid yang merupakan prekursor prostaglandin dan mediator inflamasi lainnya (Sudewo, 2010). Tanin berperan sebagai scavenger radikal bebas dapat menghambat produksi radikal bebas O2- dan mengubahnya menjadi produk stabil sehingga dapat meningkatkan aktivas enzim SOD (Zhouet al., 2011). Kelompok perlakuan K+ juga menunjukkan adanya kecenderungan penurunan kadar IL-6. Aspirin adalah obat yang biasa digunakan untuk meredakan rasa nyeri dan termasuk golongan obat nonsteroid. Aspirin cepat dideasetilasi oleh esterase dalam tubuh menghasilkan salisilat yang mempunyai efek antiinflamasi, antipiretik dan analgesik (Mycek, 2001). Struktur kimia aspirin tertera pada Gambar 3. Gambar 3. Struktur Kimia Aspirin (Kertia et al., 2005) Mekanisme antiinflamasi aspirin yaitu gugus asetilnya dipotong esterase sehingga akan menghasilkan salisilat. Salisilat ini akan menghambat sintesis prostaglandin di pusat pengatur panas dalam hipotalamus dan perifer di daerah target. Salisilat juga mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang mekanik dan kimiawi oleh karena itu aspirin dapat berfungsi sebagai antiinflamasi. Aspirin menghambat aktivitas siklooksigenase, maka aspirin mengurangi pembentukan prostaglandin dan juga memodulasi beberapa aspek inflamasi dan prostaglandin bertindak sebagai mediator inflamasi. Aspirin menghambat siklooksigenase yang mengubah asam arakidonat menjadi PGG2 dan PGH2 (Mycek, 2001). Kerja dari aspirin menghambat enzim sikloogsigenase secara ireversibel yang mengkatalisis perubahan asam arakhidonat menjadi senyawa endoperoksida. Jenis obat ini menghambat siklooksigenase (COX), terbagi dalam dua isoform yaitu COX-1 dan COX-2. Ekspresi COX-2 meningkat seiring dengan beratnya proses inflamasi. Siklooksigenase yang terhambat menyebabkan konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin yang menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas terganggu (Kamiensky & Keogh, 2006). Pengobatan Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs (NSIDs) sejauh ini bersifat simtomatik yaitu menghilangkan rasa sakit dan radang, sedangkan pengobatan untuk penghilang penyebab utama belum distandarisasi. Mekanisme kerja obat nonsteroid antiinflamasi dengan memblokade pembentukan leukotrien dan prostaglandin dalam proses inflamasi (Kertia et al., 2005). Penggunaan aspirin sebagai antiinflamasi dapat berkerja secara baik dan efektif, namun terdapat efek samping jangka pendek dan panjang yang ditimbulkan. Efek samping jangka pendek dari aspirin yaitu pendarahan saluran cerna, tukak lambung, munculnya simptom yang berlebihan pada penderita tukak lambung, gastritis erosif dan nyeri lambung atau nyeri peptik yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat 8 penghambatan biosintesis tromboksan (Mycek, 2001). Pemberian obat dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan efek samping yaitu reaksi hipersensitivitas, gangguan fungsi hati dan ginjal, serta penekanan sistem hematopoetik (Jacklyn et al., 2012). Penggunaan NSAIDs dapat menyebabkan tukak lambung, sedangkan aktivitas inflamasi dari flavonoid dengan penghambatan COX dan lipooksigenase dapat menyebabkan penghambatan sintesis leukotrien dan prostagalandin yang dapat menyebabkan penghambatan sekresi mukus yang berfungsi menjaga dinding lambung (Wilmana& Gan, 2012). Pengobatan RA mengunakan NSAIDs menimbulkan efek jangka pendek dan panjang, untuk itu digunakan alternatif pengobatan melalui pemberian terapi herbal (Messonniers, 2011). Terapi herbal yang digunakan dapat berasal dari buah yang mengandung senyawa bioaktif salah satunya sirih merah. Sirih merah yang memiliki metabolit sekunder yaitu flavonoid, saponin, tanin, terpenoid yang berperan sebagai antioksidan untuk menghambat adanya radikal bebas. Kandungan sirih merah juga dapat meredam inflamasi yang ditunjukkan dengan penurunan kadar IL-6 sebagai indikator inflamasi pada RA. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui kadar IL-6 pada perlakuan ekstrakdaun sirih merah kelompok P3 dengan dosis 400 mg/kgBB/hari menunjukkan penurunan kadar IL-6 daripada pada kelompok K+ yaitu pemberian aspirin. Hal ini menunjukkan sirih merah dapat menjadi antinflamasi dan digunakan sebagai terapi RA tanpa adanya efek samping yang berbahaya bagi kesehatan. PENUTUP Kesimpulan Ekstrak daun sirih merah(Piper crocatum Ruiz & pav.) menunjukkan kecenderungan penurunan kadar Interleukin 6 (IL-6) mencit (Mus musculus) galur swiss model RA. Dosis tertinggi pada kelompok P3 dengan konsentrasi 400 mg/kgBB/hari menunjukkan kecenderungan penurunan IL-6 tertinggi yaitu 141,5 pg/ml. Saran 1. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai deteksi IL-6 dari cairan sendi yang mengalami pembengkakan. 2. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh ekstrak sirih merah terhadap kadar Interleukin 6 (IL-6) mencit (Mus musculus) galur swissmodel RA dengan variasi dosis yang lebih tinggi. 3. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh ekstrak sirih merah (Piper crocatum Ruiz & pav.) terhadap kadar Interleukin 6 (IL-6) mencit (Mus musculus) galur swiss model RA dengan rentang waktu terapi lebih lama yaitu 27 hari. 9 DAFTAR PUSTAKA Ackerman&Rosai. 2004. Surgical bone and joint: Rheumatoid arthritis. 9th. NewYork. Aulanni’am, A., Roosdiana, K., Rahmah, L., 2012. The Potency of Sargassum duplicatum Bory Extracton Inflammatory Bowel DiseaseTherapy in Rattus norvegicus. Journal of Life Sciences, 6:144-154. Bykerk, P., Pooneh, A., Glen,S., Hazlewood, S., Schieir, O., Dooley, A., 2011. Canadian Rheumatology Association Recommendations for Pharmacological Management of Rheumatoid Arthritis with Traditional and Biologic Disease-Modifying Antirheumatic Drugs. Journal of Rheumatology.39 (8):218-225. Cooles, F.,& Isaacs, D. 2011.Pathophysiology of Rheumatoid Arthritis.CurrOpinRheumatol. 23(5):233-240. Dalimartha S. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Trubus Agriwidya. Jakarta 178-18. Emery, P., Keystone E., Tony H.P., Cantagrel A., van Vollenhoven R., Sanchez A., 2008. IL6 Receptor Inhibition with Tocilizumab Improves Treatment Outcomes in Patients with Rheumatoid Arthritis Refractory to Anti-Tumour Necrosis Factor Biologicals: Results from a 24-Week Multicentre Randomised Placebo-Controlled Trial. Ann Rheum Dis. 67: 1516–1523. Ernst E. 1999. The Efficacy of Phytodolorfor the Treatment of Musculoskeletal Paina Systematic Review of Randomized Clinical Trials. Natural Med J;2:14–7. Jacklyn, A., Liron, J., JinoosY.2012. Rheumatoid Arthritis Disease Activity Measures: American College of Rheumatology Recommendations for Use in Clinical Practice.Arthritis Care & Research.; 64(5): 640-647. Kamiensky M, Keogh J.2006. VitaminandMinerals..In: Pharmacology Demystified. USA : Mc.GrawHill Companies Inc. Katzung, B. G. 2007. Basic and Clinical Pharmacology, 10th Edition. United States: Lange Medical Publications, 63(4):333-489. Kertia, N., Sudarsono, Imono, A., Mufrod, Catur, E.,Rahardjo, P., Asdie, A. 2005. Pengaruh Pemberian Kombinasi Minyak Atsiri Temulawak dan Ekstrak Kunyit Dibandingkan dengan Piroksikam terhadap Angka Leukosit Cairan Sendi Penderita Osteoartritis Lutut. Majalah Farmasi Indonesia. 16(3):155-161. Linda W. 2009. BukuAjar IlmuPenyakitDalamEdisi 5. Jakarta: Penerbit FKUB. Maat S. 2001. Manfaat Tanaman Obat Asli Indonesia bagi Kesehatan. Bogor: Departemen Pertanian Press.13-15. 10 Messonniers, S. 2011. The Natural Vet’s Guide to Preventing and Treating Arthritis in Dogs and Cats. Canada: New World Library. Mycek. J. 2001. Farmakologi. Edisi ke-2. Penerbit: Widya Madika. Nemeth, E., Rivera, S., Gabayan, V., Keller, V., Taudorf, S., Pedersen, B. 2004. IL-6 Mediates Hypoferremia of Inflammation by Inducing the Synthesis of the Iron Regulatory Hormone Hepcidin. Invest Rheumatoid Arthristis.113 (9):127-135. Prabowo, S. 2005. Pengaruh Stresor Dingin terhadap Proses Keradangan pada Arthritis Adjuvant: Penelitian Ekspresi Mental pada Arthritis Adjuvant (Model Hewan Untuk AR). [Tesis]. Iptunair J. Pharm. Scheett, G., and Ian B, M. 2011. The Pathgenesis of Rheumathoid Arthritis. The New England. Journal of Medicine. 365:2205-19. Sofia, V, Aulanni’am dan C. Mahdi. 2013. Studi Pemberian Ekstrak Rumput Laut Coklat (Sargassum prismaticum) terhadap Kadar Malondialdehida dan Gambaran Histologi Jaringan Ginjal pada Tikus (Rattus Norvegicus) Diabetes Melitus Tipe 1. Chemistry Student Journal 1(1):119-125. Sudewo, B. 2010.BasmiPenyakitdenganSirihMerah. Jakarta: AgromediaPustaka. Walker, J.M. &Rapley., R. 2008.Molecular BiomethodsHandbook.Springer Science. New York: New York Press. Wilmana, P.,F. & Gan, S. 2012. Analgesik-Antiparetik, Analgesik Anti- Inflamasi Nonsteroid, dan Obat gangguan Sendi Lainnya. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Valko, M., Leibfritz, D., Moncola J., Cronin, M., Mazura, M., and Telser I. 2007. Free Radicals and Antioxidants in Normal Physiological Functions and Human Disease. Int J Biochem Cell Biol. 39(1):44-84. Zeng, Q.Y. 2008. Effect of Tumor Necrosis Factor a on Disease Arthritis Reumatoid. Journal of Experimental Medicine, 180:995-1004. Zhou, C., Zhao, D., Sheng, Y., Tao, J., and Yang, Y. 2011. Carotenoids in Fruits of Different Persimmon Cultivars. J. Molecules. 16: 624-636.