1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini telah

advertisement
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini telah terjadi peningkatan kesadaran dan penerimaan dari
masyarakat terhadap pengobatan tradisional pada praktek kedokteran. Tidak hanya
di negara-negara Asia seperti Cina, Korea, India, dan Indonesia, peningkatan ini
juga terjadi di negara maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa
dengan sebutan pengobatan komplementer/alternatif (complementary and
alternative medicine). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010,
59,12% penduduk Indonesia usia ≥15 tahun mempunyai kebiasaan mengonsumsi
jamu dan sebanyak 95,60 % merasakan manfaatnya.
Penggunaan bahan alam sebagai obat terbagi menjadi tiga bagian, yaitu
sebagai obat tradisional/jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Menurut
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) (2005), obat
tradisional/jamu adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan
tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman; obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah
dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan
bakunya telah distandarisasi; fitofarmaka adalah obat herbal terstandar yang telah
menjalani dan lulus uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi.
Sediaan fitofarmaka inilah yang dapat disejajarkan dengan obat sintetis dalam
sistem layanan kesehatan formal.
Sirih merah adalah salah satu tumbuhan di Indonesia yang memiliki
berbagai manfaat kesehatan. Sirih merah diketahui dapat menyembuhkan hepatitis,
tuberkulosis, diabetes melitus, hipertensi, dan tumor (Manoi, 2007). Ekstrak etanol
sirih merah memiliki kemampuan antibakteri terhadap Staphylococcus aureus
ATCC 25923 dan Escheria coli ATCC 35218 secara in vitro (Rachmawaty et al.,
2009). Ekstrak air sirih merah dapat menurunkan kadar gula tikus yang diinduksi
menjadi diabetes (Safithri dan Fahma, 2005).
Berdasarkan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran, dokter/dokter gigi dalam memberikan pelayanan kesehatan harus
1
2
memenuhi standar pelayanan medis, yang pada prinsipnya harus memenuhi kaidah
praktik kedokteran berbasis bukti (evidence based medicine). Dengan demikian
perlu adanya penelitian yang berkelanjutan agar sirih merah dapat menjadi
fitofarmaka. Salah satu syarat menuju fitofarmaka adalah terlah diuji efek toksisitas
baik akut, subkronik, maupun kronik (BPOM RI, 2014).
Uji toksisitas akut ekstrak etanol daun sirih merah telah dilakukan oleh
Rachmawaty (2014) dengan hasil lethal dose 50 (LD50) 18.000 mg/kgBB sehingga
aman untuk dikonsumsi. Penelitian oleh Safithri et al. (2012) menunjukkan bahwa
tidak terdapat tikus yang mati setelah pemberian dekokta sirih merah pada semua
kelompok dosis (0, 5, 10, dan 20 g/kgBB). Selain itu penelitian oleh Yulinta et al.
(2013) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun sirih merah dosis 50 mg/kg bb
dan 100 mg/kg bb tidak memberikan perubahan patologi terhadap gambaran
mikroskopis ginjal.
Ginjal
mempunyai
fungsi
yang
penting
bagi
tubuh
karena
mengekskresikan produk sampah metabolik dan bahan kimia yang tidak dikenal
oleh tubuh; meregulasi keseimbangan cairan dan elektrolit; meregulasi tekanan
arteri; meregulasi keseimbangan asam basa; meregulasi produksi eritrosit;
meregulasi produksi bentuk aktif vitamin D, 1,25-dihidroksivitamin D3 (kalsitriol);
dan mensintesis glukosa dari asam amino atau prekursor lain, yang disebut sebagai
proses glukoneogenesis (Guyton dan Hall, 2006), sehingga penting untuk menilai
perubahan histopatologi ginjal pada pemberian ekstrak etanol daun sirih merah
selama 90 hari. Selain itu, ginjal merupakan salah satu organ utama yang harus diuji
secara histopatologi dalam uji toksikologi menurut BPOM RI (2014).
3
1.2 Perumusan Masalah
Adakah perbedaan gambaran histopatologi ginjal mencit strain DDY yang
terpapar dan tidak terpapar ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) selama
90 hari?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
gambaran histopatologi ginjal mencit strain DDY yang terpapar dan tidak terpapar
ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) selama 90 hari.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.
Diperoleh herbal terstandar dari ekstrak daun sirih merah.
2.
Memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai efek pemberian ekstrak
etanol daun sirih merah pada organ ginjal mencit strain DDY.
3.
Sebagai dasar penelitian lebih lanjut mengenai gambaran histopatologi ginjal
mencit strain DDY pada pemberian ekstrak etanol daun sirih merah.
1.5 Keaslian Penelitian
Penelitian dengan judul “Gambaran Histopatologi Ginjal Mencit Strain
DDY pada Pemberian Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah (Piper crocatum) Selama
90 Hari” belum pernah dilakukan. Penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini
adalah:
1.
Uji Toksisitas Akut Minyak Atsiri Daun Sirih Merah (Piper crocatum) pada
Mencit Galur DDY oleh Rachmawaty dan Nahdliyyah (2010). Didapatkan
LD50 9,51 g/kgBB sehingga aman untuk dikonsumsi hingga lebih 100 kali
dosis terapi. Pada dosis tersebut tidak ditemukan kelainan histopatologis pada
ginjal, hati, dan lambung. Perbedaan antara penelitian oleh Rachmawaty dan
Nahdliyyah (2010) dengan penelitian ini adalah pada penggunaan minyak atsiri
daun sirih merah dan banyaknya dosis yang diberikan, serta lamanya
perlakuan.
4
2.
Analisis Proksimat dan Toksisitas Akut Ekstrak Daun Sirih Merah yang
Berpotensi sebagai Antidiabetes oleh Safithri et al. (2012). Hasil uji toksisitas
menunjukkan bahwa tidak terdapat tikus yang mati setelah pemberian dekokta
sirih merah pada semua kelompok dosis (0, 5, 10, dan 20 g/kgBB). Perbedaan
antara penelitian oleh Safithri et al. (2012) dengan penelitian ini adalah pada
penggunaan dekokta daun sirih merah dan banyaknya dosis yang diberikan,
hewan coba, lamanya perlakuan, dan variabel tergantung yang diamati
(kematian).
3.
Efek Toksisitas Ekstrak Daun Sirih Merah terhadap Gambaran Mikroskopis
Ginjal Tikus Putih Diabetik yang Diinduksi Aloksan oleh Yulinta et al. (2013).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun sirih merah
(Piper crocatum) dosis 50 mg/kg bb dan 100 mg/kg bb selama 30 hari tidak
menunjukkan perubahan patologi terhadap gambaran mikroskopis ginjal. Hal
ini menunjukkan ekstrak daun sirih merah dosis 50 mg/kgbb dan dosis 100
mg/kgbb tidak toksik terhadap jaringan ginjal tikus putih diabetes melitus.
Perbedaan antara penelitian oleh Yulinta et al. (2013) dengan penelitian ini
adalah pada hewan coba yang diinduksi aloksan dan lamanya perlakuan.
4.
Rachmawaty et al. (2014) yang meneliti uji toksisitas akut ekstrak etanol daun
sirih merah menunjukkan nilai lethal dose 50 (LD50) 18.000 mg/kgBB
sehingga aman untuk dikonsumsi. Perbedaan antara penelitian oleh
Rachmawaty (2014) dengan penelitian ini adalah pada dosis yang diberikan,
lamanya perlakuan dan organ yang diamati.
Download