Kajian Pemenuhan Persyaratan Penerimaan Klas BKI: Studi kasus pembelian kapal Self Unloading Vessel dari China Muswar Muslim, Danny Faturachman Fakultas Teknologi Kelautan, Universitas Darma Persada ABSTRAK The implementation of the principle of cabotage (presidential instruction number 5 in 2005) about the empowerment of the cruise industry nationwide, the Government issued new rules for the shipping industry operating in Indonesia, is causing an increase in the number of national fleets where it takes the role of the institutions associated with ship classification safety and security of the cruise. The instruction is for all vessels operating in the region of Indonesia and obliged to use the flag of Indonesia, its consequences to be classed in the domestic ship classification and, in this case is the Bureau of classification of Indonesia (BKI). In addition to this mandatory ship classification is done for the sake of safety and as one of the tools to measure the worth or not to sail. Requirements classification more focus to the technical requirements and calculations of a hull construction, stability, electrical machinery, and the supporting system of the vessel operating systems such as boilers, steering system, and others KATA KUNCI: BKI,kapal asing, pemenuhan klas, reparasi 1 PENDAHULUAN Seiring dengan pelaksanaan azas cabotage (INPRES Nomor 5 Tahun 2005) menyebabkan peningkatan jumlah armada nasional dimana diperlukan peran lembaga klasifikasi kapal terkait dengan keselamatan dan keamanan pelayaran. Dan sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM. 20 Tahun 2006 tentang Kewajiban bagi kapal berbendera Indonesia untuk masuk klas pada Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) menyatakan bahwa Kapal berbendera Indonesia dengan ukuran panjang antar garis tegak depan dan belakang 20 meter atau lebih atau tonase kotor GT. 100 atau lebih atau yang digerakkan dengan tenaga penggerak utama 250 PK atau lebih wajib diklaskan pada Biro Klasifikasi Indonesia. Dalam pasal 3 UU N. 17 tahun 2008 dijelaskan bahwa pelayaran diselenggarakan dengan tujuan antara lain: - Memperlancar arus perpindahan orang dan/ atau barang melalui perairan denga mengutamakan dan melindungi angkutan di perairan dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomian nasional. - Menciptakan daya saing dengan mengembangkan industri angkutan perairan nasional. Dengan aturan ini Pemerintah terus berupaya untuk terus mengangkat dan menguatkan peran armada nasional. Hal ini dibuktikan dengan adanya penerapan asas cabotage dengan tujuan agar dapat mengupayakan untuk mengangkat/membangkitkan pelayaran nasional akibat keterpurukan dan perannya yang masih kecil dalam angkutan luar negeri (hanya berkisar 3%) maupun angkutan dalam negeri (hanya berkisar 46%), sedangkan sisanya diangkut oleh kapal-kapal asing. Hal mana menunjukkan bahwa kapal-kapal asing mendominasi baik angkutan dalam negeri maupun angkutan laut luar negeri Oleh karena itu pemenuhan persyaratan penerimaan klas bagi kapal asing yang telah dibeli dan beroperasi di wilayah Indonesia menjadi concern penting sehingga semua kapal yang berlayar di dalam wilayah Negara Indonesia sudah terdaftar klasnya di Biro Klasifikasi Indonesia. 2 METODOLOGI PENELITIAN Menggunakan metode kajian literatur berupa data-data yang diambil di kantor pusat pemilik kapal di Jakarta dan kajian data lapangan. Metode pengumpulan data dilakukan di lapangan dengan melakukan peninjauan langsung ke 3 tempat yaitu Merak, Pelabuhan Ratu dan Bengkulu. Di Merak adalah pengecekan kapal dengan melihat reparasi perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan untuk memenuhi persyaratan klas, di Pelabuhan Ratu adalah tempat di mana kapal melakukan operasi awal setelah dilakukan reparasi dan terakhir di Bengkulu adalah tempat operasi kapal dan merupakan wilayah dimana kapal beroperasi melakukan pekerjaan setiap hari sampai sekarang. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat mengetahui prosedur pemenuhan klas BKI bagi kapal asing yang beroperasi di wilayah Indonesia. 3 PERMASALAHAN Kegiatan klasifikasi adalah pengklasifikasian kapal sesuai dengan konstruksi lambung, mesin dan listrik kapal dengan tujuan untuk memberikan penilaian terhadap laik tidaknya suatu kapal dapat berlayar. Kapal secara teknis terikat oleh banyaknya peraturan yang tujuannya adalah untuk menjaga tingkat kelaiklautan kapal tersebut dan diharapkan kapal akan berada dalam kondisi tingkat keselamatan yang layak sesuai dengan batasan teknis operasional kapal. Klasifikasi kapal adalah salah satu elemen di dalam jaringan maritim sebagai partner dalam keselamatan kapal. Elemen-elemen lain, seperti pemilik kapal. Awak kapal, galangan kapal, Flag State, Port State, Penjamin (asuransi), institusi finansial dan pencharter adalah pihak-pihak terlibat dan memiliki andil dalam jaminan keselamatan kapal. Dasar hukum kegiatan klasifikasi kapal 1. Undang-undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, pasal 124 dan 129: - Pasal 124 menjelaskan: Setiap pengadaan, pembangunan dan pengerjaan kapal termasuk perlengkapannya serta pengoperasian kapal di perairan Indonesia harus memenuhi persyaratan keselamatan kapal. Persyaratan keselamatan kapal sebagaimana dimaksud pada ayat di atas meliputi: material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan alat penolong dan radio, dan elektronika kapal. - Pasal 129 menjelaskan: Kapal berdasarkan jenis dan ukuran tertentu wajib diklasifikasikan pada badan klasifikasi untuk keperluan persyaratan keselamatan kapal. Badan klasifikasi nasional atau badan klasifikasi asing yang diakui dapat ditunjuk melaksanakan pemeriksaan dan pengujian terhadp kapal untuk memenuhi persyaratan keselamatan kapal. Pengakuan dan penunjukan badan klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat di atas dilakukan oleh Menteri. Badan klasifikasi yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat di atas wajib melaporkan kegiatannya kepada Menteri. 2. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2002 tentang Perkapalan. Bagian ketiga tentang Klasifikasi Kapal, pasal 59 menyatakan bahwa: - Untuk keperluan persyaratan kapal, kapal berdasarkan jenis dan ukuran tertentu, wajib diklasifikasikan pada badan klasifikasi. - Badan klasifikasi nasional atau badan klasifikasi asing yang diakui dapat ditunjuk untuk melaksanakan pemeriksaan dan pengujian terhadap kapal dengan jenis dan ukuran tertentu yang berkenaan dengan pemenuhan persyaratan keselamatan kapal. - Penunjukan dan pengakuan badan klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat di atas dilakukan oleh Menteri, - Menteri dapat menggunakan hasil pemeriksaan tersebut dalam proses penerbitan sertifikat keselamatan kapal. - Badan klasifikasi yang melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan keselamatan kapal wajib melaporkan kegiatannya kepada Menteri. - Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan ukuran kapal yang wajib diklasifikasikan, tata cara pemanfaatan hasil pengujian dan pemerikasaan yang dilakukan oleh badan klasifikasi dan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat di atas diatur dengan Keputusan Menteri. 3. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 20 tahun 2006 tanggal 2 Mei 2006 tentang Kewajiban Bagi Kapal Berbendera Indonesia Untuk Masuk Klas Pada Biro Klasifikasi Indonesia. Klasifikasi kapal merupakan kewajiban para pemilik kapal berbendera Indonesia sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan yang menyatakan bahwa kapal yang wajib klas mengikuti ketentuan sebagai berikut: Panjang > 20 m, Tonase > 100 m3, Mesin Penggerak > 100 PK, Yang melakukan pelayaran Internasional meskipun telah memiliki Sertifikat dari Biro Klasifikasi Asing wajib mengganti dengan klasifikasi Indonesia. Lingkup klasifikasi kapal meliputi : Lambung kapal, instalasi mesin, instalasi listrik, perlengkapan jangkar,Instalasi pendingin yang terpasang permanen dan merupakan bagian dari kapal, Semua perlengkapan dan permesinan yang di pakai dalam operasi kapal, Sistem konstruksi dan perlengkapan yang menentukan tipe kapal. Kelaiklautan kapal menurut UU 19.2008 adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, pemuatan, kesehatan dan kesejahteraan awak kapal, serta penumpang dan status hukum kapal untuk berlayar di perairan tertentu. Peraturan-peraturan teknis yang mengikat kapal antara lain adalah peraturan badan klasifikasi dan peraturan pemerintah flag state administration yang biasanya adalah adopsi dari konvensi internasional seperti Safety of Live At Sea (SOLAS), Mrine Pollution Prevention (MARPOL), International Convention on Collision Prevention (COLREG), dan banyak lagi konvensi internasional yang diadopsi dalam konvensi tersebut, sehingga perlu pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah atau lembaga klasifikasi kapal yang ditunjuk baik nasional maupun internasional untuk melaksanakan pengklasifikasian kapal. Sejak kapal mulai dibangun hingga dioperasikan, selalu ada aturan yang harus dipatuhi, dan dalam proses pembangunannya ada badan independen yang melakukan pengawasan. Pada saat kapal dirancang kemudian pemilihan bahan, dan selama proses pembangunannya, selain pemikil kapal, pihak galangan kapal, dan pihak pemerintah selaku administrator ada pihak klasifikasi yang akan melakukan pengawasan dalam rangka pemberian klas bagi kapal jika selesai dibangun. Ketika kapal beroperasi mereka juga akan melalkukan survey dan audit atas pelaksanaan semua aturan keselamatan yang perlu dipenuhi karena semuanya mesti dapat meyakinkan bahwa kapal tetap dalam kondisi laik laut (seaworthiness). Klasifikasi kapal wajib dilakukan untuk kepentingan keselamatan pelayaran dan sebagai salah satu alat ukur kapal layak atau tidak untuk berlayar. Persyaratan klasifikasi lebih fokus kepada persyaratan dan kalkulasi teknis terhadap suatu konstruksi lambung kapal, stabilitas, permesinan, kelistrikan, dan sistem penunjang operasi kapal yang lain, seperti sistem boiler, system kemudi, dan lain-lain. Peraturan IMO sendiri lebih bertitik berat kepada peraturan tentang keselamatan jiwa di laut atau Safety of Life At Sea (SOLAS) dan pencegahan pencemaran di laut yang mengacu kepada Marine Pollution Prevention (MARPOL) dan beberpa peraturan internasional lain yang diadopsi, seperti peraturan garis muat (International Load Line Convention/ ILLC), pencegahan tabrakan di laut (Convention on the International Regulation for Preventing Collisions at Sea/ COLREG). Dan peraturan yang secara spesifik berlaku untuk tipe kapal tertentu, seperti IGG Code (International Gas Carrier Code) untuk kapal-kapal pengangkut gas,dalam bentuk cair (liquefied gas). IBC Code (International Bulk Carrier Code) untuk kapal curah, International Safety Management Code (ISM Code) dan International Ship and Port facility Security Code (ISPS Code). 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 DATA KAPAL: Kapal awalnya bernama Yue Jian Hang 03 berasal dari China, dibuat tahun 1997 dengan klasifikasi China Classification Society (CCS), setelah dibeli di Indonesia berubah nama menjadi MV MSE 42. SHIP PARTICULAR MV.MSE 42 NAME OF SHIP : MSE 42 (EX.TITAN 42) TYPE OF SHIP : BULK CARRIER WITH CONVEYOR & SUCTION / SELF UN-LOADING VESSEL OWNER & OPERATOR : PT.NUSANTARA TERMINAL TERPADU FLAG : INDONESIA SHIP CLASS : BIRO KLASIFIKASI INDONESIA (BKI) PORT OF REGISTRY : JAKARTA TANDA SELAR : GT. 1393 NO.3743 / Ba IMO NUMBER : 8664474 CALL SIGN : JZOR DWT : 2796 T GRT / NRT : 1393 GT / 784 GT LENGTH (LBP) : 64.80 METER LENGTH (LOA) : 67.80 METER BREADTH : 14.60 METER DEPTH : 3.98 METER TOTAL CREW : 9 CREWS INCLUDE MASTER SHIP YARD : GALANGAN BAIMIAO, FUNCHENG KOTA QINGYUAN YEAR BUILD : 2007 LAUNCHING DATE : 26 SEPTEMBER 2007 KEEL LAYING DATE : 04 MARET 2007 MAIN ENGINE : CUMMINS KTA 19-M 375 KW /1744 RPM 2 UNITS (502 HP x2) AUXILIARY ENGINE : MARINE GENSET TFX-280S4-H 90 KW X 2 UNITS PROPELLER : 3 BLADE MANGANESE BRONZE FIXED PROPELLER DIAMETER 1854 MM X 2 UNITS MARINE GEARBOX : 2 UNITS RATIO 6 : 1 RUDDER & BLADE : RUDDER STOCK STREAMLINE x 2 SETS STEARING GEAR : STERN RUDDER ELECTRO HYDROULIC STEERING HAIKEWEI YD-1-50/20 SHAFT : DIAMETER 140 MM OWS : HUAN SHUI CYF-0.25 CAPACITY 0.25 M3/H ANCHOR WINDLASS : 1 UNIT RCQMJ-26A DAYA 11 KW DI HALUAN, 1 UNIT ELEKTRIK DAYA 7,5 KW DI BURITAN ANCHOR : 2 UNITS 800 KG DOUBLE FLUKE DI HALUAN, 1 UNIT J S 270 KG DOUBLE FLUKE DI BURITAN COMMUNICATION : ICOM VHF-RT FM TRANCEIVER, SSB RADIO MARINE TYPE NAVIGATION : MAGNETIC COMPASS CPT-130 D, NAVIGATION RADAR MR-1000RII, CLINOMETER QB55-200, SEARCHLIGHT CTGQ3 DECK EQUIPMENT : ECHO SOUNDER DS606A, LIFE RAFT 6 PERSONS FRESH WATER TANK : CAPACITY 24,99 m3 FUEL OIL TANK : CAPACITY 41,113 m2 BOTTOM PLATE : 10 KEEL PLATE : 10 MM MAIN DECK PLATE : 10 MM SIDE SHELL PLATE : 10 MM BULKHEAD PLATE : 10 MM HATCH GRAIN CAPACITY : 1650 CBM OF SAND CONVEYOR DISCHARGE CAPACITY : 1000 CBM PER-HOURS MM LENGTH OF BOOM : 28 METER ANGLE OF ELEVATION : 30 DEGREE BREADTH OF BELT : 120 CM THICKNES OF BELT : 150 MM MAXIMUM HIGHT : APPROXIMATELY 12 METER FROM WATER LINE ENGINE CONVEYOR : 150 KW (200 HP) GENSET CONVEYOR : 115 KW (154 HP) SUCTION PIPE SUCTION CAPACITY : 800 CBM PER-HOURS LENGTH OF PIPE : 25 METER MAXIMUM DEPTH : APPROXIMATELY 12 METER FROM WATER LINE ENGINE SUCTION : 600 KW (804 HP) 4.2 PROSEDUR PENERIMAAN KLAS BANGUNAN KAPAL SUDAH JADI DI BKI: Pemilik mengajukan permohonan klasifikasi dan permohonan survey ke BKI cabang terdekat. Mengirim dokumen pendukung dan gambar-gambar (rangkap 3) sebagai berikut: Kapal berbendera asing: o Tonnage Measurement Certificate 1969, Bill of Sale/ Nationality registry, Builder Certificate. IMO Number o Copy certificate klas terdahulu. Lambung: o General Arrangements, Capacity Plan, Hydrostatic Curves and Cross Curve, loading manual untuk kapal yang mempunyai panjang lebih besar atau sama dengan 65 m, Midship section, Longitudinal and Transverse Bulkheads, Profile and Deck, Shell Expansion, Engine and Steam Foundations, Stem and stern frames, Rudder and rudder stock, Hatch Covers, Fore and Aft End Structures o Loading Instrument (bila ada) user manual and test conditions Mesin o Machinery Arrangements, Intermediate Thrust and Screw shafts, Stern Tube and Glands, Propeller, Main Engines, Propulsion Gears and clutch systems, Compressed air piping system, Starting Air Receivers, Main Boiler, Super heaters, Economizers and Steam Piping, Fuel Oil Burning System, Cooling Water and Lubricating Oil Systems, Turbines, Bilge and Ballast Piping Diagram, Fire Fighting System, Fuel Oil and Starting Air Systems, Air and Sounding Pipes Systems, Wiring Diagram, Electric Power Balance Calculation, Steering Gear Systems, Piping System and Arrangements. o Torsional Vibration Calculations untuk kapal yang berumur kurang dari 2 tahun. Melaksanakan survey di atas dok dengan lingkup pemeriksaan sesuai dengan survey pembaruan klas keempat (pengukuran ketebalan pelat, overhaul seluruh instalasi mesin, pencabutan poros propeller, dan lain-lain). Item-item survey yang dilaksanakan sesuai dengan survey pembaharuan klas yang disesuaikan dengan umur kapal. Setelah semua pelaksanaan survey selesai maka diadakan sea trial. Bila hasil sea trial memuaskan, maka kapal diterbitkan sertifikat klas dalam huruf timbul. Sertifikat klas sementara berlaku maksimum 1 tahun, sertifikat lambung timbul (ILLC 1966) berlaku 3 bulan maksimum 5 bulan. Kapal yang pernah mempunyai klasifikasi asing yang diakui internasional, maka BKI dapat melanjutkan pemeriksaan dalam rangka penerimaan klas sesuai survey status kapal tersebut dengan melaksanakan pemeriksaan tertentu dari lambung, instalasi mesin dan listrik. Setelah kapal memenuhi persyaratan BKI maka sertifikat klasifikasi dapat dikeluarkan dan selanjutnya berlaku ketentuan yang sama seperti kapal yang dibangun di bawah pengawasan BKI. Surveyor BKI menerbitkan Sertifikat Klasifikasi Sementara yang berlaku satu tahun dan Sertifikat Garis Muat Sementara yang berlaku tiga bulan. Hasil yang didapat di lapangan: Sudah ada Sertifikat Klasifikasi Sementara dan Sertifikat Garis Muat Sementara dari kapal MSE-42. 4.3 PROSEDUR GANTI BENDERA KE RI: Permohonan Nota Dinas ke Direktur Perkapalan dan Pelayaran Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dengan melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut: - Deletion certificate - Bill of Sale (dilegalisir Notaris) - Builder Certificate - Protocol and Delivery Certificate - General Arrangement (drawing) - Class Certificate - Registry Kapal Hasil yang didapat di lapangan: Sudah ada Surat Laut dan Surat Ukur Internasional, beserta Surat Penggantian Bendera, Penggantian Nama, Pengukuran, Pemeriksaan dan Call Sign Kapal serta Surat Pengesahan Gambar Kapal. 4. REPARASI YANG DILAKUKAN DALAM RANGKA PEMENUHAN KLAS: Berdasarkan hasil rekomendasi dari surveyor BKI terdapat beberapa hal yang harus dipenuhi berupa reparasi bagian-bagian kapal dan untuk memenuhi persyaratan maka dilakukanlah reparasi sesuai rekomendasi dari BKI. Hasil yang didapat di lapangan: Ada rekomendasi dari BKI berupa perbaikan yang harus dilakukan. 5 KESIMPULAN Setelah mengerjakan penelitian ini dapat diambil suatu kesimpulan mengenai penelitian ini sebagai berikut: 1. Klasifikasi kapal merupakan kewajiban bagi para pemilik kapal berbendera Indonesia sesuai dengan UU NO. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, PP No. 51 tahun 2002 tentang Perkapalan, Inpres No. 5 tahun 2005 tentang Peningkatan Peran Lembaga Klasifikasi Indonesia dan Peraturan Menteri Perhubungan No. KM.20/2006 yang mengatur tentang Lembaga Klasifikasi Indonesia. 2. Karena penelitian ini objeknya adalah kapal asing yang dibeli dari China, dalam hal klasifikasi kapal asing yang dibeli dan kemudian dioperasikan di wilayah Indonesia, maka wajib melakukan klasifikasi di Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) dan memenuhi persyaratan prosedur penerimaan klas bangunan kapal yang sudah jadi, dan kemudian BKI mengeluarkan Sertifikast Klasifikasi Sementara dan Sertifikat Garis Muat Sementara. 3. Selain itu kapal asing juga wajib melakukan ganti bendera dengan mendaftarkan diri ke Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementrian Perhubungan dan mendapat Surat Laut dan Surat Ukur Internasional, beserta Surat Penggantian Bendera, Penggantian Nama, Pengukuran, Pemerikasaan dan Call Sign Kapal serta Surat Pengesahan Kapal. 4. Pada penelitian terhadap kapal MSE 42 ternyata banyak hal yang harus dilakukan reparasi perbaikan dalam hal pemenuhan klas BKI, hasil dari penelitian ini telah didapatkan datadata perbaikan dan sekarang kapal telah beroperasi di Bengkulu. 6 DAFTAR PUSTAKA INPRES Nomor 5 tahun 2005, tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional. Khafendi, Kajian Pemenuhan Persyaratan Klasifikasi Kapal Berbendera Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Laut, Kementrian Perhubungan, 2012. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2002 tentang Perkapalan. Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1964, tentang BKI. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM.20 tahun 2006 tanggal 2 Mei 2006 tentang Kewajiban Bagi Kapal Berbendera Indonesia untuk Masuk Klas pada Biro Klasifikasi Indonesia. Undang-Undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.Biro Hukum dan KSLN Dephub, Jakarta, 2008.