ANALISIS GRANGER CAUSALITY TERHADAP KINERJA SOSIAL DAN KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN Ayu Septi Anggraeni Dr. Endang Kiswara, SE., Msi., Akt. Universitas Diponegoro Semarang ABSTRACT This study aims to analyze the causal relationship between corporate social performance and financial performance, which refers to study by Makni, Francoeur, dan Bellavance (2008). In addition, this study also aims to analyze are there any significant social perormance differences between domestic companies and multinational companies operating in Indonesia, which refers to study by Fauzi (2008). This study only tests the differences of CSP between domestic companies and multinational companies simultaneously, contrary with study by Fauzi (2008) which also tested the differences of CSP partially . This study used quantitative method to financial statement of manufacturer industry that listed in Bursa Efek Indonesia period 2008-2009. Total samples in this study are 34 companies which contains of 17 domestic companies and 17 multinational companies, that selected with purposive sampling method. The examinations of hypothesis method using the difference t-test and double linear regretion. Result of this study in line with the result of study by Fauzi (2008) that indicate there is no significant differences CSP (Corporate Social Performace) between domestic companies and multinational companies operating in Indonesia, it means that the result of this study supports the social impact hypothesis by Preston and O’Bannon (1997). In addition, this study indicate that CSP causes all of the proxy of financial performance (ROA, ROE, and EPS). Although this study found any significant relationship between CSP to financial performance ROE. The result of this study is different with the study by Makni, Francoeur, and Bellavance (2008) that supported trade-off hypothesis, and in the part the negative synergy hypothesis. Keywords : multinational, corporate social performance, corporate financial performance, causality 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena mengenai isu pemanasan global semakin marak baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Kerusakan alam maupun lingkungan merupakan salah satu pendorong adanya pemanasan global. Kerusakan alam atau lingkungan dapat disebabkan salah satunya oleh perbuatan manusia itu sendiri. Kurangnya kesadaran manusia untuk menjaga dan melestarikan lingkungan membuat pemanasan global ini menjadi semakin cepat terjadi. Oleh karena itu, dibutuhkan kesadaran dan perhatian yang cukup tinggi terhadap lingkungan untuk menjaga dan melestarikannya. Wacana mengenai tanggung jawab sosial di Indonesia semakin berkembang. Menurut Ulfah (2008) sejak tahun 80-an, di Indonesia sendiri telah dibahas mengenai pertanggungjawaban sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) dan akuntansi sosial (Accounting Social). Hal ini didukung dengan ketentuan yang ada di Indonesia yaitu UU No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada pasal 66 ayat 2, pasal 74 dan UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal pada pasal 15 bagian b, pasal 16 bagian d dan e, dan pasal 17. Ketentuan tersebut menegaskan mengenai kewajiban perusahaan melakukan tanggung jawab sosial serta melaporkannya. Menurut Simerly dan Li (1999), berdasarkan interaksi dengan budaya, adat atau hukum negara tempat mereka beroperasi, perusahaan internasional dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori: perusahaan multidomestik dan perusahaan multinasional (Fauzi, 2008). Perusahaan memperluas cakupannya di luar negara asal mereka, langkah pertamanya adalah mengekspor produk dari markas mereka. Mereka dapat diklasifikasikan menjadi perusahaan internasional ketika terdapat kebutuhan yang relatif untuk berinteraksi dengan budaya, adat, atau hukum negara yang akan mereka ekspor. Adler (dalam Simerly dan Li, 1999) mengkasifikasikan perusahaan seperti multi-domestik. Ketika perusahaan memindahkan fasilitas produksi di luar perbatasan mereka, mereka dapat diklasifikasikan sebagai perusahaan multinasional (MNC). Kemudian mereka akan melakukan interaksi dengan perusahaan nasional (Fauzi,2008). MNC memiliki kekuatan pada teknologi know-how dan nama merek, kekuatan pasar dihasilkan dari lingkup dan skala ekonomi, peluang investasi yang lebih luas, pengeceran yang kompetitif, biaya faktor yang lebih rendah, dan sistematis yang lebih rendah, atau risiko beta (Grant, 1987). Hal ini beralasan untuk mengekspektasikan MNC memiliki tingkat profitabilitas yang lebih tinggi dari perusahaan nasional. Selain itu, karena pengalaman beroperasi di lingkungan bisnis yang beragam, MNC memiliki kemampuan yang lebih untuk mengembangkan beragam kemampuan, dan memiliki kesempatan pembelajaran yang lebih luas daripada mitra mereka pada negara yang sama (Fauzi, 2008). Nelling dan Webb (2006) menguji hubungan kausal antara kinerja sosial dan kinerja keuangan perusahaan dengan memperkenalkan teknik ekonometrika baru, yaitu pendekatan Granger Causality. Dengan menggunakan model regresi Ordinary Least Square (OLS), kinerja sosial dengan kinerja perusahaan berhubungan. Mereka menemukan hubungan yang rendah antara kinerja sosial dengan kinerja keuangan perusahaan ketika menggunakan pendekatan efek time series. Ditemukan hasil yang sama ketika memperkenalkan model Granger Causality. Selain itu, dengan fokus pada masing-masing pengukuran kinerja sosial, mereka menemukan kausalitas yang terjadi dari kinerja pasar saham pada kinerja sosial penilaian tentang hubungan karyawan (Makni et al, 2008) Penelitian yang dilakukan oleh Makni et al (2008) menguji hubungan kausalitas antara kinerja sosial dan kineja keuangan 179 perusahaan di Kanada dengan menggunakan pendekatan “Granger Causality”. Mereka menemukan tidak adanya hubungan antara gabungan pengukuran kinerja sosial dan kinerja keuangan perusahaan, kecuali untuk market returns. Menurut peneliti sejauh ini di Indonesia belum ditemukan penelitian kausalitas terhadap kinerja sosial dan kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan pendekatan Granger Causality. 2. TELAAH TEORI 2.1 Teori Stakeholder Menurut Ghozali dan Chariri (2007) stakeholder theory mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholdernya (shareholders, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis dan pihak lain). Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruh oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut. Gray et al (1994) dalam Ghozali dan Chariri (2007) mengatakan bahwa kelangsungan hidup perusahaan bergantung pada dukungan stakeholder dan dukungan tersebut harus dicari sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut. Makin powerful stakeholder, makin besar usaha perusahaan untuk beradaptasi. Pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari dialog antara perusahaan dengan stakehodernya (Ghozali dan Chariri, 2007). 2.2 Teori Legitimacy Teori legitimacy menegaskan bahwa perusahaan terus berupaya untuk memastikan bahwa mereka beroperasi dalam bingkai dan norma yang ada dalam masyarakat atau lingkungan dimana perusahaan berada, dimana mereka berusaha untuk memastikan bahwa aktivitas mereka (perusahaan) diterima oleh pihak luar sebagai suatu yang “sah” (Deegan, 2004). Pendapat yang sama diungkapkan juga oleh Tilt (1994) dalam Haniffa et al (2005) yang menyatakan bahwa perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan nilai-nilai justice, dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan. Teori legitimasi kaitannya dengan kinerja sosial dan kinerja keuangan adalah apabila jika terjadi ketidakselarasan antara sistem nilai perusahaan dan sistem nilai masyarakat, maka perusahaan dapat kehilangan legitimasinya, yang selanjutnya akan mengancam kelangsungan hidup perusahaan (Lindblom, 1994 dalam Haniffa et al 2005). Ghozali dan Chariri (2007) menyatakan bahwa hal yang melandasi teori legitimacy adalah “kontrak sosial” yang terjadi antara perusahaan dengan masyarakat dimana perusahaan beroperasi dan menggunakan sumber ekonomi. 2.3 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social ResponsibilityCSR) Ebert (2003) dalam Rosmasita (2007) mendefinisikan Corporate Social Responsibility sebagai usaha untuk menyeimbangkan komitmen-komitmennya terhadap kelompok-kelompok dan individual-individual dalam lingkungan perusahaan tersebut, termasuk didalamnya adalah pelanggan, perusahaanperusahaan lain, para karyawan, dan investor. CSR berusaha memberikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial kedalam operasinya. Sebagaimana dijelaskan Darwin (2004) dalam Anggraini (2006) pertanggungjawaban sosial adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial kedalam operasinya dan interaksinya dengan pihak-pihak yang berkepentingan, yang melebihi tanggung jawabnya dibidang hukum. Dengan demikian, operasi bisnis yang dilakukan perusahaan tidak hanya berkomitmen dengan ukuran keuntungan secara finansial saja, tetapi juga harus berkomitmen pada pembangunan sosial ekonomi secara menyeluruh dan berkelanjutan. 2.4 Kinerja Sosial Perusahaan (Corporate Social Performance-CSP) Menurut Orlitzky (2000), kinerja sosial perusahaan (Corporate Social Performance-CSP) didefinisikan sebagai “sebuah konfigurasi prinsip-prinsip organisasi bisnis dari tanggung jawab sosial, proses tanggapan sosial, dan kebijakan-kebijakan, program, dan hasil yang dapat diamati sebagai hubunganhubungan tersebut kepada hubungan perusahaan dalam bermasyarakat. Model “kinerja sosial perusahaan”, yang dikembangkan oleh Wood (Meehan, 2006), menawarkan perpaduan konseptual dari perkembangan yang ada, dalam usaha untuk memberikan akademis menempatkan konsep CSR dalam sebuah pengertian keseluruhan yang lebih luas. Akan tetapi, tujuan utama dari model CSP adalah untuk menempatkan perhatian Ackerman dan Bauer’s dengan fokus perhatian pada hasil: istilah kinerja berbicara mengenai tindakan dan hasil, bukan interaksi atau integrasi”. Carroll dalam Fauzi (2008) mendefinisikan CSP sebagai pertemuan pada saat tertentu dalam waktu dari tiga dimensi: prinsip-prinsip CSR, yang akan ditahan di empat level yang berbeda (ekonomi, hukum, etika, dan diskresioner); jumlah total dari masalah-masalah sosial yang dihadapi perusahaan (misalnya diskriminasi rasial, dll); dan filsafat yang mendasari responnya, yang dapat berkisar sepanjang kontinum pergi dari antisipasi masalah perusahaan kepada penolakan langsung yang dikenakan tanggung jawab di semua perusahaan. Sebagian besar pengertian, aspek lingkungan jarang sekali disinggung karena perspektif CSP sudah termasuk aspek lingkungan didalamnya. Berdasarkan pengertian di atas, CSP dapat diartikan sebagai tindakan dan hasil ketika perusahaan telah menjalankan CSR (aspek sosial dan lingkungan yang terdapat didalamnya). 2.5 Kinerja Keuangan Perusahaan (Corporate Financial Performance-CFP) Bird (2006) suatu proposisi bahwa manajemen yang baik akan menginvestasikan jangkauan yang lebih luas dalam aktivitas CSR untuk mencari kepuasan dari kepentingan kelompok stakeholder besar yang merupakan prasyarat untuk menciptakan kebutuhan lingkungan yang memungkinkan perusahaan untuk menghasilkan kinerja keuangan yang kuat. Fauzi (2008) tanggung jawab dari manajemen untuk meningkatkan kinerja keuangan, kinerja keuangan yang lebih tinggi menuju ke arah peningkatan kekayaan dari para stakeholder. Oleh karena itu, ditinjau dari aspek ekonomi tentunya perusahaan akan terus berusaha meningkatkan kinerja keuangan. Fauzi (2008) terdapat banyak pengukuran yang digunakan untuk mewakili kinerja keuangan. Mereka membagi pengukuran ke dalam tiga kategori: ROA (return on asset) dan ROE (return on equity) (Waddock, Graves, Mahoney, Roberts dalam Fauzi, 2008); profitabilitas (Stanwick dalam Fauzi, 2008); dan perkalian akuntansi berdasarkan pengukuran dengan indeks secara keseluruhan menggunakan skor 0-10 (Moore dalam Fauzi, 2008). Griffin, Mahon, Orlitzky et al. (Fauzi, 2008) dalam istilah pengukuran kinerja perusahaan, terdapat derajat tinggi dari konsensus mengenai dasar variabel-variabel yang mencerminkan kinerja keuangan: indikator yang berhubungan dengan profit, investasi aset, pertumbuhan, likuiditas dan risiko profitabilitas, menjadi paling fundamental. Kinerja keuangan dalam penelitian ini akan diukur dari ROA, ROE dan EPS (earning per share). ROA menunjukkan kemampuan atas modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan laba. ROE mengukur seberapa baik suatu perusahaan menggunakan pendapatan diinvestasikan kembali untuk menghasilkan pendapatan tambahan, memberikan indikasi umum efisiensi perusahaan (Brine, n.d.). Menurut PSAK No.56, Laba per saham (LPS) dasar adalah jumlah laba pada suatu periode yang tersedia untuk setiap saham biasa yang beredar selama periode pelaporan. LPS atau EPS adalah data yang banyak digunakan sebagai alat analisis keuangan. EPS dengan ringkas menyajikan kinerja perusahaan dikaitkan dengan saham beredar. EPS yang dikaitkan dengan harga pasar saham (price-earning ratio) bila memberikan gambaran tentang kinerja perusahaan dibanding dengan uang yang ditanam pemilik perusahaan. 2.6 Faktor-faktor Lain yang Mempengaruhi Kinerja Sosial dan Kinerja Keuangan 1. Company size Menurut Waddock, Graves dan Itkonen (Fauzi, 2008) ukuran perusahaan memiliki hubungan dengan kinerja sosial perusahaan, perusahaan yang lebih besar cenderung berperilaku lebih bertanggung jawab sosial daripada perusahaan yang lebih kecil. Menurut Orlitzky dan Itkonen (Fauzi, 2008), CSP adalah terkait dengan ukuran perusahaan sejak awal, strategi kewirausahaan fokus pada kelangsungan hidup ekonomi dasar dan bukan pada tanggung jawab etis dan filantropis. Berdasarkan argumen, diharapkan bahwa ukuran perusahaan dapat dikaitkan dengan CFP yang dihasilkan dari, misalnya skala ekonomi (Orlitzky dan Itkonen, dalam Fauzi, 2008). 2. Risk Menurut Moore dan Itkonen (Fauzi, 2008), agar perusahaan memiliki risiko rendah, mereka harus mempertimbangkan dan mengelola tanggung jawab sosial. Akibatnya, sebuah perusahaan dengan CSP rendah akan memiliki dampak yang berlawanan dalam hal risiko. Financial risk dapat dilihat dari financial leverage. Financial leverage menunjukkan proporsi atas penggunaan utang untuk membiayai investasinya. Perusahan yang tidak memiliki leverage berarti menggunakan modal sendiri 100% (Husnan, 2004). Beberapa industri memiliki nilai debt to equity ratio (DER) yang berbeda-beda, dapat lebih besar dibanding yang lain. Hal ini dikarenakan bahwa industri-industri tersebut mempunyai risiko usaha yang lebih kecil sehingga berani menggunakan proporsi hutang yang lebih besar (Husnan, 2004). Menurut Moore (2001) dan Itkonen (2003), agar perusahaan memiliki risiko rendah, mereka harus mempertimbangkan dan mengelola tanggung jawab sosial akibatnya sebuah perusahaan dengan CSP rendah akan memiliki dampak yang berlawanan dalam hal risiko (Fauzi, 2008). 3. Industry Penelitian ini menggunakan variabel dummy nilai 1 untuk perusahaan multinasional dan nilai 0 untuk perusahaan domestik, untuk menguji perbedaan CSP (Corporate Social Performance) antara perusahaan multinasional dengan perusahaan domestik (Hossain dan Kham, 2006; Bhuiyan dan Biswas, 2007). 2.7 Perusahaan Multinasional Menurut Grant (1987) MNC memiliki kekuatan pada teknologi know-how dan nama merek, kekuatan pasar dihasilkan dari lingkup dan skala ekonomi, peluang investasi yang lebih luas, pengeceran yang kompetitif, biaya faktor yang lebih rendah, dan sistematis yang lebih rendah, atau risiko. Hal ini beralasan untuk mengekspektasikan MNC memiliki tingkat profitabilitas yang lebih tinggi dari perusahaan nasional. Selain itu, karena pengalaman beroperasi di lingkungan bisnis yang beragam, MNC kemampuan lebih untuk mengembangkan beragam kemampuan, dan memiliki kesempatan pembelajaran yang lebih luas daripada mitra mereka pada negara yang sama (Fauzi, 2008) Menurut Nizamuddin (2007), perusahaan multinasional adalah perusahaan yang beroperasi tidak hanya pada satu negara. Perusahaan multinasional yang beroperasi di negara asal disebut perusahaan induk, sedangkan perusahaan multinasional yang beroperasi di negara lain disebut sebagai perusahaan anak. Ada empat karakteristik perusahaan multinasional yang digunakan untuk membedakan dengan perusahaan yang lain. Pertama, perusahaan multinasional memiliki birokrasi yang berkualitas dan terorganisasi. Dalam birokrasi ini terdapat aturan dan prosedur tersendiri untuk mengatur kegiatan perusahaan multinasional. Kedua, perusahaan multinasional mengoperasikan jenis kegiatan bisnis tertentu. Ketiga, perusahaan multinasional melakukan fungsi secara lintas batas nasional. Terakhir, terdapat integritas yang tinggi antar unit-unit perusahaan multinasional sebagai hasil dari komunikasi dan transportasi yang maju. 2.8 Kerangka Pemikiran Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Perusahaan Domestik Aspek-aspek Penilaian Tanggung Jawab Sosial (Global Reporting Initiative): Ekonomi Lingkungan Tenaga Kerja Hak Asasi Manusia, Masyarakat, Tanggung Jawab Produk Perusahaan Multinasional Return on Asset H1 Corporate Social Performance H2 Corporate Financial Performance Return on Equity Earning per Share Company Size Risk Industry 2.9 Pengembangan Hipotesis 1. Kinerja Sosial Perusahaan (CSP) Perusahaan Indonesia dan Perusahaan Multinasional yang Beroperasi di Indonesia Perusahaan multinasional mempunyai kekuatan yang lebih pada bidang teknologi dan pencitraan merk, lingkup dan skala ekonomi menghasilkan kekuatan pasar, peluang investasi yang lebih luas, dan biaya faktor yang lebih rendah. Berdasarkan hal-hal tersebut sangat beralasan jika mengekspektasikan perusahaan multinasional mempunyai level profitabilitas yang tinggi daripada perusahaan domestik. Dengan level profitabilitas yang lebih tinggi, perusahaan multinasional diharapkan memiliki level kinerja sosial yang lebih tinggi daripada perusahaan domestik. H1: ada perbedaan signifikan CSP antara perusahaan Indonesia dengan perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia 2. Kausalitas terhadap Kinerja Sosial dan Kinerja Keuangan Perusahaan Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nelling dan Webb (2006) yang menguji hubungan kausal antara CSP dan FP dengan menggunakan pendekatan Granger Causality, mereka menemukan bahwa dengan menggunakan model regresi Ordinary Least Square (OLS), CSP dan FP saling terkait. Mahoney dan Roberts (2007) telah meneliti hubungan antara CSP dan FP dalam konteks Kanada. Penelitian ini menguji hubungan antara konstruksi ini dengan menggunakan pengukuran CSID (Canadian Social Investment Database) pada CSP. Mereka menemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara ukuran gabungan dari CSP dan FP perusahaan. Namun, dengan menggunakan lag satu tahun, temuan mereka menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara masing-masing pengukuran CSP perusahaan tentang lingkungan dan aktivitas internasional dan FP. Penelitian ini menguji hanya kausalitas satu arah : dari CSP ke FP (dikutip dari Makni et.al, 2008). Dengan demikian dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2: lebih tinggi (lebih rendah) level kinerja keuangan (kinerja sosial) mengakibatkan kausalitas Granger pada level kinerja sosial (kinerja keuangan) yang lebih tinggi (lebih rendah) 3. METODE PENELITIAN a. Kinerja Sosial Perusahaan (Corporate Social Performance-CSP) Variabel CSP diukur dengan cara menggunakan item-item yang ada di dalam aspek penilaian tanggung jawab sosial dunia usaha yang dikeluarkan oleh GRI (Global Reporting Initiative). Kemudian kinerja sosial perusahaan akan dihitung dengan membandingkan berapa banyak item yang diungkapkan dengan total item pengungkapan sebanyak 79 item, meliputi; ekonomi, lingkungan, praktik tenaga kerja, hak asasi manusia, masyarakat, dan tanggung jawab produk. Apabila item informasi yang ditentukan diungkapkan dalam laporan tahunan maka diberi skor 1, dan jika item informasi yang ditentukan tidak diungkapkan dalam laporan tahunan maka diberi skor 0. Perhitungan Indeks Luas Pengungkapan CSR (CSRI) dirumuskan sebagai berikut : CSRI t = b. Total item yang diungkapkan 79 Kinerja Keuangan Perusahaan (Corporate Financial Performance-CFP) Variabel CFP yang digunakan adalah ROA (return on assets), ROE (return on equity) dan EPS (earning per share). Pengukuran kinerja keuangan perusahaan dengan ROA menunjukkan kemampuan atas modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan laba. ROA (Return On Asset) adalah rasio keuntungan bersih setelah pajak untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian dari asset yang dimiliki oleh perusahaan. Untuk menghitung ROA dapat dirumuskan sebagai berikut: ROA = Laba Bersih Total Aktiva x 100% ROE merupakan rasio yang mengukur seberapa banyak keuntungan yang menjadi hak pemilik modal sendiri. Yang dianggap modal sendiri adalah saham biasa, agio saham, laba ditahan, saham preferen dan cadangan-cadangan lain. ROE mengukur seberapa baik suatu perusahaan menggunakan pendapatan diinvestasikan kembali untuk menghasilkan pendapatan tambahan, memberikan indikasi umum efisiensi perusahaan (dikutip dari Brine, n.d.). untuk menghitung ROE dapat dirumuskan sebagai berikut: ROE = Laba Bersih Total Ekuitas x 100% EPS atau seringkali disebut sebagai laba bersih per saham dasar merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur besarnya laba yang didapatkan dari setiap jumlah saham yang beredar (IDX Statistic, 2008). Untuk menghitung EPS dapat dirumuskan sebagai berikut: EPS = 3.3 Net Income Total Outstanding Share x 100% Variabel Kontrol Variabel kontrol merupakan variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga pengaruh variabel independen terhadap dependen tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diamati di dalam penelitian ini. Variabel kontrol yang digunakan di dalam penelitian ini adalah company size (SIZE), risk; market dan financial, dan industry. a. Company Size (ukuran perusahaan-SIZE) Menurut Waddock, Graves dan Itkonen (dikutip oleh Fauzi, 2008) ukuran perusahaan memiliki hubungan dengan kinerja sosial perusahaan, perusahaan yang lebih besar cenderung berperilaku lebih bertanggung jawab sosial daripada perusahaan yang lebih kecil. Ukuran perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: SIZE = log Total Asset b. Risk Financial risk dapat dilihat dari financial leverage. Financial leverage menunjukkan proporsi atas penggunaan utang untuk membiayai investasinya. Financial risk yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: Leverage (LEV) = Total Utang Total Ekuitas x 100% c. Industry Penelitian ini menggunakan variabel dummy nilai 1 untuk perusahaan multinasional dan nilai 0 untuk perusahaan domestik, untuk menguji perbedaan CSP (Corporate Social Performance) antara perusahaan multinasional dengan perusahaan domestik (Hossain dan Kham, 2006; Bhuiyan dan Biswas, 2007). 3.4 Populasi dan Sampel Populasi penelitian yang digunakan yaitu seluruh perusahaan domestik dan mutinasional yang beroperasi di Indonesia yang go public dan listed di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perusahaan yang terdaftar di BEI digunakan sebagai populasi karena perusahaan tersebut mempunyai kewajiban untuk mengeluarkan laporan tahunan perusahaan kepada pihak luar perusahaan terutama stakeholder. Metode yang digunakan dalam pemilihan sampel pada penelitian ini yaitu metode purposive sampling, yaitu tipe pemilihan sampel secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan menggunakan kriteria tertentu. Penggunaan kriteria untuk pemilihan sampel bertujuan untuk menyempitkan area penelitian, sehingga hanya data yang benar-benar bisa terpakai saja yang akan ditelaah. Kriteria yang digunakan dalam menentukan sampel yaitu: 1. Perusahaan tercatat sebagai anggota di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008 dan 2009 2. Laporan tahunan tahun 2008 dan 2009 yang ter-publish. 3. Laporan tahunan mengandung informasi mengenai CSR yang dilakukan oleh perusahaan. 3.5 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dokumenter yang berupa laporan tahunan 2008 dan 2009 perusahaan domestik dan multinasional yang neroperasi di Indonesia go public yang listed di BEI. Sedangkan sumber data yang digunakan adalah data sekunder yaitu sumber data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari: a. Situs resmi Bursa Efek Indonesia www.idx.co.id b. Situs resmi perusahaan c. Indonesia Capital Market Directory 3.6 Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa dokumentasi dan kutipan langsung. Metode yang digunakan dalam mengukur kinerja sosial dalam laporan tahunan yaitu dengan metode content analysis. Pengembangan hipotesis dan kerangka pemikiran merupakan data kualitatif yang diperoleh dengan dokumentasi dan kutipan langsung dari beberapa buku, jurnal dan media internet. Metode content analysis adalah teknik penelitian untuk menghasilkan kesimpulan terhadap data yang dapat diulangi dan valid. Metode content analysis dalam penelitian ini dilakukan dengan cara melihat kandungan isi dari laporan tahunan yang disesuaikan dengan aspek-aspek penilaian tanggung jawab sosial dunia usaha yang dikeluarkan oleh GRI (Global Reporting Initiative) . Laporan tahunan ditelaah dengan menandakan checklist berdasarkan aspek penilaian. Setiap item yang laporkan akan diberi nilai 1 dan item yang tidak dilaporkan akan diberi nilai 0. Kemudian item yang diungkapan dijumlah dan dibagi dengan total item pengungkapan yang ada maka akan didapatkan indeks kinerja sosial perusahaan. 3.7 Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode analisis data kuantitatif. 3.8 Persamaan Regresi Linier Berganda Variabel dependen dan independen dalam penelitian ini adalah CSP dan FP. Penelitian ini juga menggunakan variable kontrol yaitu company size, risk, dan industry. Adapun persamaan untuk menguji hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut : FPROA,2009 = β0 + β1 FPROA,2008 + β2 CSP i,2008 + γ SIZE + δ RISK + ε1i…….... (1) CSPi,2009 = α0 + α1 CSPi,2008 + α2 FPROA,2008 + γ SIZE + δ RISK + ε2i……...…. (2) FPROE,2009 = β0 + β1 FPROE,2008 + β2 CSP i,2008 + γ SIZE + δ RISK + ε1i…….... (3) CSPi,2009 = α0 + α1 CSPi,2008 + α2 FPROE,2008 + γ SIZE + δ RISK + ε2i……….... (4) FPEPS,2009 = β0 + β1 FPEPS,2008 + β2 CSP i,2008 + γ SIZE + δ RISK + ε1i……..... (5) CSPi,2009 = α0 + α1 CSPi,2008 + α2 FPEPS,2008 + γ SIZE + δ RISK + ε2i……….... (6) Dimana : FPi,2009 : FP tahun 2009 untuk perusahaan i FPi,2008 : FP tahun 2008 untuk perusahaan i CSPi,2009 : CSP tahun 2009 untuk perusahaan i CSPi,2008 : CSP tahun 2008 untuk perusahaan i SIZE : company size RISK : risiko perusahaan ε : error term 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Data 4.1.1 Hipotesis 1 Uji Beda t-test Uji beda t-test digunakan untuk menentukan apakah dua sample yang tidak berhubungan memiliki nilai rata-rata yang berbeda (Ghozali, 2006). Hasil pengujian diperoleh sebagai berikut : Uji Beda t-test Sig Variabel Multinasional Domestik T Ket CSP tahun 2008 0.210 0.206 0.180 0.858 Tidak berbeda CSP tahun 2009 0.213 0.211 0.066 0.948 Tidak berbeda Sumber : Data sekunder yang diolah Hasil pengujian CSP pada perusahaan multinasional dengan perusahaan domestik menunjukkan nilai signifikansi di atas 0,05. Hal ini berarti tidak perbedaaan luas pengungkapan CSP yang dilakukan oleh perusahaan multinasional dan perusahaan domestik. Dengan demikian Hipotesis 1 ditolak. 4.1.2 Hipotesis 2 4.1.2.1 Model Kinerja Keuangan ROA Hasil Uji Regresi Dependen Variabel CSR 2009 Var Independen (Constant) Koef T ROA 2009 Sig Koef T sig -0.029 -1.107 0.277 -5.900 -0.550 0.587 CSR Indeks 08 1.004 17.798 0.000** 66.709 2.858 0.008** ROA 08 0.001 1.683 0.103 0.856 6.634 0.000** SIZE 09 0.004 1.194 0.242 -0.642 -0.418 0.679 RISK 09 -0.0001 -0.469 0.643 -0.036 -0.693 0.494 Sumber : Data sekunder yang diolah Berdasarkan Tabel5 tersebut diatas dapat diperoleh persamaan regresi untuk mengetahui kausalitas antara CSR dengan kinerja keuangan ROA sebagai berikut : ROA2009 = -5,900 + 0,856 ROA2008 + 66,709 CSP 2008 - 0,642 SIZE – 0,036 RISK + 10,726 dan CSP2009= -0,029 + 1,004 CSP2008 + 0,0001ROA 2008 + 0,004 SIZE – 0,0001 RISK + 0,026 Hasil persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa koefisien regresi variabel CSP2008 dan ROA2008 keduanya bertanda positif dalam pengaruhnya terhadap CSP maupun ROA. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan ROA yang lebih besar CSP yang lebih luas, dan sebaliknya perusahaan yang memiliki CSP yang lebih luas akan memiliki kinerja ROA yang lebih besar. Uji Hipotesis Uji statistik t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Dari hasil estimasi regresi pada lampiran diketahui nilai t hitung sebagai berikut : a. Pengaruh CSP terhadap ROA Pengujian hipotesis 2 dalam penelitian ini adalah untuk menguji apakah kinerja sosial mempengaruhi kinerja keuangan ROA. Hasil penelitan menunjukkan nilai t sebesar 2,858 dengan tingkat signifikan sebesar 0,002 berada lebih kecil dari = 0,05, sehingga hasil penelitian ini mendukung hipotesis yang diajukan. Dapat disimpulkan bahwa kinerja sosial mempengaruhi kinerja keuangan ROA. b. Pengaruh ROA terhadap CSP Pengujian hipotesis 2 dalam penelitian ini adalah untuk menguji apakah kinerja keuangan ROA mempengaruhi kinerja sosial. Hasil penelitan menunjukkan nilai t sebesar 1,683 dengan tingkat signifikan sebesar 0,103 berada lebih besar dari = 0,05, sehingga hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis yang diajukan. Dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan ROA tidak mempengaruhi kinerja sosial. 4.1.2.2 Model Kinerja Keuangan ROE Hasil Uji Regresi Dependen Variabel CSR 2009 Var Independen (Constant) Koef ROE 2009 T sig Koef T sig -0.007 -0.254 0.802 -4.980 -0.303 0.765 0.947 15.672 0.000** 73.277 1.898 0.069 ROE 08 0.0004 2.444 0.022* 0.451 4.397 .000** SIZE 09 0.003 0.764 0.452 -0.116 -0.051 0.960 RISK 09 -0.0001 -0.712 0.483 0.022 0.268 0.791 CSR Indeks 08 Sumber : Data sekunder yang diolah Berdasarkan Tabel5 tersebut diatas dapat diperoleh persamaan regresi untuk mengetahui kausalitas antara CSR dengan kinerja keuangan ROE sebagai berikut : ROE2009 = -4,980 + 0,451 ROE2008 + 73,277 CSP2008 - 0,116 SIZE + 0,022 RISK + 16,456 dan CSP2009 = -0,007 + 0,947 CSP2008 + 0,0004 ROE2008 + 0,003 SIZE – 0,0001 RISK + 0,026 Hasil persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa koefisien regresi variabel CSP2008 dan ROE2008 keduanya bertanda positif dalam pengaruhnya terhadap CSP maupun ROE. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan ROE yang lebih besar memiliki CSP yang lebih luas, dan sebaliknya perusahaan yang memiliki CSP yang lebih luas akan memiliki kinerja ROE yang lebih besar. Uji Hipotesis Untuk menentukan pengaruh masing – masing variabel bebas terhadap variabel tergantung digunakan uji t. Dari hasil estimasi regresi pada lampiran diketahui nilai t hitung sebagai berikut : a. Pengaruh CSP terhadap ROE Pengujian hipotesis 2 dalam penelitian ini adalah untuk menguji apakah kinerja sosial mempengaruhi kinerja keuangan ROE. Hasil penelitan menunjukkan nilai t sebesar 1,898 dengan tingkat signifikan sebesar 0,069 berada lebih besar dari 0,05 namun lebih kecil dari = 0,10, sehingga hasil penelitian ini mendukung hipotesis yang diajukan pada taraf 10%. Dapat disimpulkan bahwa kinerja sosial mempengaruhi kinerja keuangan ROE pada taraf 10%. b. Pengaruh ROE terhadap CSP Pengujian hipotesis 2 dalam penelitian ini adalah untuk menguji apakah kinerja keuangan ROE mempengaruhi kinerja sosial. Hasil penelitan menunjukkan nilai t sebesar 2,444 dengan tingkat signifikan sebesar 0,022 berada lebih kecil dari = 0,05, sehingga hasil penelitian ini mendukung hipotesis yang diajukan. Dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan ROE mempengaruhi kinerja sosial. 4.1.2.3 Model Kinerja Keuangan EPS Hasil Uji Regresi Dependen Variabel CSR 2009 Var Independen (Constant) Koef t EPS 2009 sig Koef T sig -0.019 -0.693 0.494 -225.029 -0.977 0.337 0.996 17.481 0.000** 1099.192 2.025 0.053 EPS 08 0.0002 1.361 0.185 0.937 6.733 .000** SIZE 09 0.003 0.883 0.385 14.702 0.396 0.696 RISK 09 -0.0001 -0.665 0.512 0.004 0.003 0.997 CSR Indeks 08 Sumber : Data sekunder yang diolah Berdasarkan Tabel tersebut diatas dapat diperoleh persamaan regresi untuk mengetahui kausalitas antara CSR dengan kinerja keuangan EPS sebagai berikut : EPS2009= -225,029 + 0,937 EPS2008+ 1099,192 CSP2008 +14,702 SIZE + 0,004RISK + 260,978 dan CSP2009= -0,019 + 0,996 CSP2008 + 0,0002 EPS2008 + 0,003 SIZE – 0,0001 RISK + 0,027 Hasil persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa koefisien regresi variabel CSR2008 dan EPS2008 keduanya bertanda positif dalam pengaruhnya terhadap CSP maupun EPS. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan EPS yang lebih besar memiliki CSP yang lebih luas, dan sebaliknya perusahaan yang memiliki CSP yang lebih luas akan memiliki kinerja EPS yang lebih besar. Uji Hipotesis Untuk menentukan pengaruh masing – masing variabel bebas terhadap variabel tergantung digunakan uji t. Dari hasil estimasi regresi pada lampiran diketahui nilai t hitung sebagai berikut : a. Pengaruh CSP terhadap EPS Pengujian hipotesis 2 dalam penelitian ini adalah untuk menguji apakah kinerja sosial mempengaruhi kinerja keuangan EPS. Hasil penelitan menunjukkan nilai t sebesar 2,025 dengan tingkat signifikan sebesar 0,053 berada lebih besar dari 0,05 namun lebih kecil dari = 0,10, sehingga hasil penelitian ini mendukung hipotesis yang diajukan pada taraf 10%. Dapat disimpulkan bahwa kinerja sosial mempengaruhi kinerja keuangan EPS pada taraf 10%. b. Pengaruh EPS terhadap CSP Pengujian hipotesis 2 dalam penelitian ini adalah untuk menguji apakah kinerja keuangan EPS mempengaruhi kinerja sosiall. Hasil penelitan menunjukkan nilai t sebesar 1,361 dengan tingkat signifikan sebesar 0,185 berada lebih besar dari = 0,05, sehingga hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis yang diajukan. Dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan EPS tidak mempengaruhi kinerja sosial. 4.2 4.2.1 Pembahasan Hipotesis 1 Hasil analisis pengujian hipotesis 1 dalam penelitian ini menunjukkan bahwa CSP perusahaan domestik dengan perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia tidak mempunyai perbedaan yang signifikan. Hal ini mendukung penelitian Fauzi (2008) yang menyatakan bahwa dari perusahaan Indonesia dengan MNC berada pada level yang sama. Hasil penelitian terdahulu yang berbeda diungkapkan oleh Lewis dan Minchev (2001) dan Simerly dan Li (1999) dan penelitian tidak langsung oleh Waddock dan Graves (1997), Orlitzky (2001) dan Itkonen (2003) yang menyatakan bahwa kinerja MNC pada CSP seharusnya lebih tinggi daripada perusahaan Indonesia. Sebagian, hasil penelitian ini sejalan dengan penemuan dari Ite (2004) yang menyatakan bahwa kesuksesan MNC dalam meningkatkan CSP dalam suatu negara juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah negara asal. 4.2.2 Hipotesis 2 Hasil analisis pengujian hipotesis 2 dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja sosial lebih mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Analisis menunjukkan bahwa proksi kinerja keuangan ROA signifikan terhadap CSP dengan tingkat signifikasi 0,05, sedangkan proksi kinerja keuangan ROE dan EPS signifikan terhadap CSP dengan tingkat signifikasi 0,10. Pada analisis kausalitas kinerja keuangan terhadap kinerja sosial perusahaan ditemukan hasil yang tidak signifikan pada proksi kinerja keuangan ROA dan EPS, dan signifikan pada proksi kinerja keuangan ROE. Waddock dan Graves (1997) menemukan hubungan positif yang signifikan antara indeks CSP dan tolok ukur kinerja, seperti ROA pada tahun berikutnya (dikutip oleh Tsoutsoura, 2004). Tsoutsoura menemukan adanya hubungan yang signifikan dan positif antara CSP dan FP. Pendapat yang mendukung pandangan ini adalah perusahaan yang mempunyai kinerja keuangan yang baik akan menginvestasikan ketersediaan sumber dayanya pada kinerja sosial, seperti hubungan karyawan, perhatian pada lingkungan, atau hubungan dengan masyarakat. Perusahaan dengan kinerja keuangan yang baik akan berinvestasi yang menghasilkan strategi jangka panjang, seperti menyediakan layanan untuk masyarakat atau karyawan mereka. Teori ini disebut dengan slack resource, dengan kata lain hasil penelitian Tsoutsoura bertentangan dengan hasil analisis penelitian yang dilakukan oleh penulis yang lebih mendukung pada social impact hypothesis. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Preston (1997) juga menguji hubungan dari kinerja keuangan ke kinerja sosial. Hasil yang didapatkan dari penelitian Preston, positive synergies atau dengan available funds menunjukkan hubungan yang paling baik antara kinerja keuangan dan kinerja sosial. Hal ini sesuai dengan teori slack resources yang menyatakan bahwa perusahaan akan berkontribusi pada kinerja sosial jika perusahaan memiliki posisi keuangan yang baik. Dapat dikatakan bahwa kinerja keuangan memiliki hubungan positif terhadap kinerja sosial. Hasil penelitian bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, yaitu kinerja sosial lebih mempengaruhi kinerja keuangan. Penelitian oleh Makni et al (2008) menguji kausalitas antara kinerja sosial dengan kinerja keuangan perusahaan Kanada menggunakan pendekatan “Granger causality”, dengan variabel kontrol: ukuran, resiko perusahaan dan industri. Mereka menemukan tidak ada hubungan antara sejumlah pengukuran CSP dan FP, kecuali untuk market returns. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian yang menemukan adanya hubungan kausalitas antara CSP dengan sejumlah proksi FP. Penelitian Nelling dan Webb (2006) menguji hubungan kausal antara CSP dan FP dengan memperkenalkan teknik ekonometrik baru, pendekatan kausalitas Granger. Penemuan mereka menyatakan bahwa, dengan menggunakan model regresi Ordinary Least Square (OLS), CSP dan FP saling terkait. Ketidaksetujuan dengan penelitian sebelumnya, mereka menemukan hubungan yang rendah antara CSP dan FP ketika menggunakan pendekatan efek time series. Hasil yang serupa juga ditemukan ketika memperkenalkan model kausalitas Granger. Selain itu, dengan berfokus pada masing-masing ukuran CSP, mereka menemukan kausalitas yang terjadi pada kinerja pasar saham terhadap rating CSP dalam hubungan karyawan (dalam Makni et al , 2008). Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis , yaitu EPS tidak signifikan terhadap CSP. Hasil penelitian ini sesuai dengan salah satu hipotesis yang diungkapkan oleh Preston dan O’Bannon (1997) yaitu Social Impact Hypothesis. Dalam hipotesis ini dinyatakan bahwa teori stakeholder yaitu pertemuan berbagai kebutuhan stakeholder akan berujung dengan kinerja sosial yang baik. Cornell dan Shapiro (1987) berpendapat bahwa kegagalan untuk mempertemukan harapan dari berbagai konstitusi kepemilikan non saham akan menghasilkan ketakutan pasar, yang mana pada akhirnya akan meningkatkan risiko premi perusahaan dan berujung pada harga yang lebih tinggi dan/atau kehilangan peluang laba. Berdasarkan analisis mereka,menyajikan klaim implisit stakeholder utama (seperti karyawan, pelanggan) meningkatkan reputasi perusahaan yang berdampak positif pada kinerja keuangannya; sebaliknya, mengecewakan kelompok ini akan berdampak negatif pada kinerja keuangan. Versi “social impact” dari teori stakeholder ini mengimplikasikan hubungan lead-lag antara CSP dan FP; reputasi eksternal (baik atau tidak baik) berkembang lebih dahulu, kemudian hasil keuangan (baik atau tidak baik) akan mengikuti (Preston dan O’Bannon, 1997). Selain itu, hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan teori slack resources yang menyatakan bahwa perusahaan harus memiliki posisi keuangan yang baik untuk berkontribusi pada kinerja sosial perusahaan. Dimana kinerja keuangan yang lebih baik memimpin manajemen ketersediaan peluang investasi, dan juga pengalokasian sumber daya untuk kegiatan yang bertanggung jawab sosial (Bird, 2006). Hal ini dapat disebabkan perusahaan tidak memiliki komitmen yang kuat serta paradigma mengenai tanggung jawab sosial. Sehingga walupun perusahaan memiliki posisi keuangan yang baik, dana yang dikeluarkan untuk kegiatan sosial dan lingkungannya merupakan sebagian kecil dari dana yang dimiliki. Artinya bahwa persentase dana yang dikeluarkan untuk kegiatan sosial dan lingkungan tidak mempengaruhi keuangan perusahaan secara keseluruhan (seperti sumbangan atau amal). Dapat dikatakan bahwa perusahaan tidak memiliki pendekatan strategis terhadap tanggung jawab sosial. Hal ini dapat dilihat dari salah satu item aspek penilaian seperti visi, misi, serta kebijakan perusahaan. Perusahaan yang tidak memiliki komitmen yang kuat terhadap CSR, dapat dilihat dari visi, misi serta kebijakannya yaitu tidak tercantumnya pendekatan strategis dalam visi, misi atau kebijakan yang kuat terhadap CSR. Sehingga walaupun perusahaan memiliki posisi keuangan yang baik, ketika melakukan tanggung jawab sosialnya hanya dalam rangka syarat untuk memenuhi peraturan. Jadi dana yang dikeluarkan hanya sedikit atau sebagian kecil dari dana yang terdapat dalam perusahaan secara keseluruhan. Dapat dikatakan bahwa masih rendahnya tekanan baik dari para stakeholder maupun masyarakat mengenai kinerja sosial yang dilakukan oleh perusahaan. Hal ini sesuai dengan Sudibyo (dikutip dari Ulfah, 2008) menyimpulkan bahwa terdapat dua hal yang menjadi kendala sulitnya penerapan akuntansi sosial di Indonesia yaitu lemahnya tekanan sosial yang menghendaki pertanggung jawaban sosial perusahaan dan rendahnya kesadaran perusahaan di Indonesia tentang pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan. Selain itu, hal ini dapat disebabkan belum adanya peraturan yang menegaskan perusahaan untuk menerbitkan laporan tahunannya. Sesuai dengan UU No.40 tahun 2007 tidak terdapat ketentuan perusahaan untuk menerbitkan mengenai laporan tanggung jawab sosialnya hanya mewajibkan perusahaan untuk melakukan tanggung jawab sosial serta melaporkannya tetapi tidak mem-publish (menerbitkan ke masyarakat luas). Berdasarkan data yang diperoleh dapat dikatakan masih rendahnya tingkat perusahaan untuk menerbitkan laporan tahunan. Oleh karena itu, peneliti tidak dapat melihat keseluruhan tanggung jawab sosial yang sudah dilakukan oleh perusahaan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap CSP dengan arah negatif. Alasan mendasar atas pengaruh negatif dan signifikan dari variable ROE terhadap pengungkapan sosial CSP adalah karena pengungkapan aktivitas sosial oleh perusahaan merupakan pengungkapan sukarela, sehingga manajer nampaknya memiliki pertimbangan bahwa dalam kondisi perolehan profitabilitas perusahaan yang baik, maka perusahaan akan memperkecil pengungkapan sosialnya. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan bahwa dengan melaporan CSR yang lebih luas, maka perusahaan cenderung memiliki profitabilitas yang rendah. Dalam kondisi demikian manajemen nampaknya akan menutupi rendahnya profitabilitas perusahaan dengan memperbanyak pengungkapan sosialnya. Hal ini memberikan satu fenomena bahwa CSR dapat menjadi satu bentuk alasan atau informasi kabar buruk perusahaan akibat memiliki profitabilitas yang rendah. 5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini dilakukan untuk menguji hubungan kausalitas terhadap kinerja sosial dan kinerja keuangan perusahaan. Perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini sebesar 17 perusahaan multinasional dan 17 perusahaan domestik. Dari hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut : 1. Perusahaan domestik dan perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia berada pada level kinerja sosial yang sama. 2. Hanya pada kinerja keuangan ROE saja yang menyebabkan kausalitas Granger terhadap kinerja sosial dengan arah positif. 3. Perusahaan yang mempunyai level kinerja sosial yang lebih tinggi menyebabkan kausalitas Granger pada kinerja keuangan ROA, ROE, dan EPS. 5.2 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang sekaligus dapat merupakan arah bagi penelitian yang akan datang antara lain : 1. Jumlah sampel yang digunakan terlalu kecil, yaitu hanya 34 perusahaan dari lebih dari 300 perusahaan yang terdaftar di BEI. 2. Terdapat unsur subjektivitas dalam menentukan indeks pengungkapan. Hal ini dikarenakan tidak adanya penentuan baku yang dapat dijadikan standar atau acuan, sehingga penentuan indeks untuk indikator dalam kategori yang sama akan berbeda untuk setiap peneliti. 5.3 Saran Demi kesempurnaan penelitian selanjutnya perlu diperhatikan beberapa faktor yang dapat meningkatkan validitas hasil penelitian, yaitu: 1. Pada penelitian masa mendatang disarankan untuk memperbanyak jumlah sampel. 2. Pada penelitian masa mendatang disarankan untuk mengevaluasi hubungan jangka panjang yang terjadi antara CSP dan FP. 3. Pada penelitian masa mendatang disarankan untuk mencari pengukuran CSP dan FP (ukuran akuntansi dan pasar) untuk meningkatkan konsistensi dari hubungan. REFERENSI Anggraini, Fr. R.R. 2006. “Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta)”. Simposium Nasional Akuntansi 9. Padang. 23-26 Agustus. Bhuiyan, Md Hamid Ullah dan P.K Biswas. 2007. ’’Corporate Governance and Reporting: An Empirical Study of the Listed Companies in Bangladesh”. Journal of Business Studies, Vol XXVIIII, No. 1. www.ssrn.com. Diakses 23 Mei 2011. Deegan, C. 2002. “The Legitimising effect of social and environmental disclosures: a theoretical foundation”. Accounting, Auditing and Accountability Journal, 15 (3): 282-312. ________ dan M. Rankin. 2006. “Do Australian companies report environmental news objectively? An analysis of environmental disclosures by firms prosecuted successfully by the Environmental Protection Authority”. Accounting, Auditing and Accountability Journal, Vol-9, lss 2, pp. 5269. Donaldson, T., dan L. Preston 1995. ’’The Stakeholder theory of the modern corporation: concepts, evidence and implications”. Academy of Management Review 20, 65-91. Fauzi, H. 2008. “Corporate Social and Environmental Performance: A Comparative Study of Indonesian Companies and Multinational Companies (MNCs) Operating in Indonesia”. Journal of Knowledge Globalization, Vol. 1, No.1 Fauzi, H., A.A Rahman, M. Hussain, dan A.A Priyanto. 2009. “Corporate Social Performance of Indonesian State-Owned and Private Companies”, http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1489772 diakses pada 2 November 2010 Ghozali, I. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Undip. ________., dan A. Chariri. 2007. Teori Akuntansi. Semarang: Badan Penerbit Undip. Haniffa, R.M., dan T.E Cooke. 2005. “The Impact of Culture and Governance on Corporate Social Reporting”. Journal of Acounting and Public Policy 24, pp. 391-430. Hossain, Dewan Mahboob dan Arthur Rahman Khan. 2006. „Disclosure on Corporate Governance Issues in Bangladesh: A Survey of The Annual Report”. The Bangladesh Accountant 50 (23): 95-99. www.ssrn.com. Diakses 23 Mei 2011. Husnan, S. dan Enny P. 2004. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Makni, Rim., Claude Francoeur, dan Franco Bellavance. 2008. “Causality Between Corporate Social Performance and Financial Performance: Evidence from Canadian Firms”, http://ssrn.com/abstract=1372389, diakses pada 15 November 2010 Nizamuddin, Ali. M. 2007. ’’Multinational Corporations and Economic Development: The Lesson of Singapore”. Forum: International Social Science Review. www.britannica.com. Diakses 23 Mei 2011. Orlitzky, M. 2000. “Corporate Social Performance: Developing Effective Strategies”. Established and supported under the Australian Research Council’s Research Centre Programs. Preston, L.E., dan D.P. O’Bannon. 1997. “The Corporate Social-Financial Performance Relationship”. Business and Society (36,4) Rosmasita. 2007. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Sosial (Social Disclosure) dalam Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta“. Simposium Nasional Akuntansi X. Makasar. Tsoutsoura, Margarita. 2004. “Corporate Social Responsibility and Financial Performance. Working Paper Series”. (University of California, Barkeley). http://repositories.cdlib.org, diakses tanggal 15 November 2010. Ulfah, M. 2008. “Analisis Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Akuntansi Sosial (Corporate Social Responsibility and Social Accounting) Studi Kasus pada PT. JAMSOSTEK (Persero) Kantor Cabang Surakarta.” Universitas Muhammadiyah Surakarta.