usul penelitian fundamental

advertisement
USUL PENELITIAN FUNDAMENTAL
KADAR IFN-ɤ PADA KONTAK SERUMAH PENDERITA
TB PARU SEBAGAI INDIKATOR DETEKSI DINI
INFEKSI Mycobacterium tuberculosa
Dr. dr. Sri Andarini Indreswari, M.Kes
Suharyo, M.Kes
UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG
MEI, 2011
I. Identitas Dan Uraian Umum
1. Judul Usulan
: Kadar IFN-ɤ Pada Kontak Serumah Penderita Tb Paru
Sebagai Indikator Deteksi Dini Infeksi Mycobacterium
Tuberculosa
2. Ketua Peneliti
a. Nama lengkap
: Dr. dr. Sri Andarini Indreswari, M.Kes
b. Jabatan
: Dekan
c. Jurusan/Fakultas
: Kesehatan Masyarakat/Kesehatan
d. Perguruan Tinggi
: Universitas Dian Nuswantoro Semarang
e. Alamat Surat
: Jl. Nakula I No. 5-11 Semarang 50131
f. Telpon/faks
: 0818292 788 / 024-3549948
g. E-mail
:[email protected]/
[email protected]
3. Anggota Peneliti
a. Nama lengkap
: Suharyo, S.KM, M.Kes
b. Jabatan
: Dosen
c. Jurusan/Fakultas
: Kesehatan Masyarakat/Kesehatan
d. Perguruan Tinggi
: Universitas Dian Nuswantoro Semarang
e. Alamat Surat
: Jl. Nakula I No. 5-11 Semarang 50131
f. Telpon/faks
: 08122562818 / 024-3549948
g. E-mail
: [email protected]
4. Teknisi
No
1
2
Nama dan Gelar
Keahlian
Institusi
Farida
Martyaningsih, Amd
Laboran
UNDIP
biomolekuler
Semarang
Nurjani, Amd
Laboran
Balai Kesehatan
Mikrobiologi
Paru Semarang
Curahan waktu
(jam/minggu)
6
4
5. Objek Penelitian:
Material yang akan diteliti berupa darah sebanyak 5 cc yang diambil dari vena
mediana cubiti dari orang yang kontak serumah dengan penderita TB paru. Orang
yang akan diambil darah adalah orang yang sudah dewasa (berumur di atas 15
tahun)
6. Masa Pelaksanaan
• Mulai
: Mei 2011
• Berakhir : Agustus 2012
7. Lokasi Penelitian : Kota Semarang Propinsi Jawa Tengah
8. Temuan yang ditargetkan:
Penelitian ini akan menghasilkan suatu metode diagnosa dini infeksi bakteri TB
paru pada orang yang kontak serumah dengan penderita TB paru. Saat ini belum
diketahui bagaimana perkembangan kadar interferon gamma (IFN-ɤ) pada orang
yang kontak serumah dengan penderita TB paru. Kelompok tersebut sangat rentan
tertular penyakit tersebut dan orang yang kontak tersebut belum menunjukkan
gejala dan tanda klinis TB paru sehingga diperlukan suatu metode diagnosis dini
dengan mengukur IFN-ɤ dalam darahnya.
9. Jurnal Ilmiah yang menjadi sasaran
Jurnal
: Kesmas
ISSN
: 1907-7505
Akreditasi
:B
No. & Tgl SK
: 83/DIKTI/Kep/2009 dan 06 Juli 2009
Berlaku s.d
: Juli 2012
Penerbit
: Fakultas Kesehatan Masyarakat FKM UI Depok
10. Instansi lain yang terlibat:
Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) belum memiliki
laboratorium biomolekuler sehingga dalam penelitian ini akan dilakukan kerjasama
dengan laboratorium biologi molekuler Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro sebagai tempat pemeriksaan IFN-ɤ. Laboratorium tersebut terletak di
Kota Semarang sehingga sangat terjangkau dari lokasi penelitian.
11. Keterangan lain yang dianggap perlu:
Usul kegiatan penelitian ini merupakan rekomendasi dari hasil penelitian yang
dilakukan pengusul pada saat menyelesaikan program Doktor di bidang
Biomolekuler di Universitas Diponegoro tahun 2007. Penelitian ini tidak akan
menimbulkan kerugian (dampak negatif) pada probandus/sampel) karena tidak ada
intervensi yang bersifat eksperimental.
12. Kontribusi mendasar pada bidang Ilmu :
Hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat dalam kajian diagnosa penyakit
menular khususnya TB Paru. Hasil penelitian ini akan menjadi dasar pengambilan
keputusan dilakukan pencegahan lebih dini pada orang yang kontak serumah
dengan penderita TB paru setelah diketahui grafik perkembangan dari kadar IFN-ɤ
II. Substansi Usul Penelitian
ABSTRAK RENCANA PENELITIAN
Tuberkulosis
adalah
suatu
penyakit
infeksi
yang
disebabkan
oleh
Mycobacterium tuberkulosa dan bersifat menular. WHO menyatakan bahwa sepertiga
penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis. Setiap detik ada satu orang yang
terinfeksi tuberkulosis. Program pengobatan dan pencegahan secara dini masih
terkendala oleh deteksi dini pada orang yang mempunyai riwayat kontak serumah
dengan penderita penyakit tuberkulosis. Jika diketahui lebih dini pada orang yang
kontak serumah dengan penderita tuberkulosis maka upaya pengobatan pencegahan
dapat dilakukan dengan efektif sehingga penyakit tersebut tidak berkembang menjadi
klinis. Deteksi infeksi penyakit tuberkulosis saat ini masih mengandalkan pemeriksaan
BTA positif dan tes tuberkulin yang masih mempunyai keterbatasan dalam hal
sensitifitas dan spesifitasnya untuk orang dewasa sehingga belum dipakai dalam
program tb paru di Indonesia. Secara teori produksi Interferon Gamma (IFN-ɤ) dapat
digunakan sebagai parameter untuk mengamati perjalanan penyakit infeksi, dalam hal
ini khususnya TBC paru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola kadar IFN-ɤ
pada orang yang kontak serumah dengan penderita penyakit tuberkulosis sebagai
acuan penentuan waktu pengobatan pencegahan penyakit tuberkulosis.
Metode penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan
pendekatan kohor. Populasi penelitian yang digunakan adalah orang yang kontak
serumah dengan penderita penyakit tuberkulosis (umur lebih dari 15 tahun). Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling dan jumlah
sampel yang akan digunakan sebanyak 17 orang kontak serumah dan 17 orang tidak
kontak serumah. Penelitian akan dilaksanakan melalui 4 tahap yaitu tahap identifikasi
responden, observasi follow up kadar IFN-ɤ dan status klinis, sert observasi klinis
tahap akhir serta analisis data. Penyajian data akan dibuat baik dengan menggunakan
narasi, tabel, grafik, dan pemetaan dari sampel Analisis data yang akan digunakan
adalah uji T test.
I. MASALAH PENELITIAN
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobakterium
tuberkulosis dan bersifat menular. WHO menyatakan bahwa
sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis. Setiap detik ada satu
orang yang terinfeksi tuberkulosis (WHO, 2000). Di Indonesia pemberantasan
penyakit tuberkulosis telah dimulai sejak tahun 1950 dan sesuai rekomendasi
WHO sejak tahun 1986 regimen pengobatan yang semula 12 bulan diganti dengan
pengobatan selama 6-9 bulan. Strategi pengobatan ini disebut DOTS (Directly
Observed Treatment Short Course Chemotherapy). Cakupan pengobatan dengan
strategi DOTS tahun 2000 dengan perhitungan populasi 26 juta, baru mencapai
28% (Depkes RI, 1997).
Salah satu pilar penanggulangan penyakit tuberkulosis dengan startegi
DOTS adalah dengan penemuan kasus sedini mungkin. Hal ini dimaksudkan untuk
mengefektifkan pengobatan penderita dan menghindari penularan dari orang
kontak yang termasuk subclinical infection. Kenyataannya di Kota Semarang, data
menunjukkan jumlah penemuan kasus suspect (tersangka) masih jauh dari target.
Sejak tahun 2007 sampai tahun 2009 kuartil ke 1, angka pencapaian penemuan
suspect hanya berkisar 53%. Angka tersebut sangat jauh dari target sehingga
diperkirakan penularan penyakit tuberkulosis akan semakin meluas (Dinas
Kesehatan Kota Semarang, 2010).
Penegakkan diagnosis tuberkulosis dilakukan secara bersama-sama, yaitu :
anamnesa, gejala klinis dari penyakit tuberkulosis, pemeriksaan bakterologis
ditunjang pemeriksaan radiologi dan tes tuberkulin. Namun tes-tes tersebut kurang
sensitif dan spesifik untuk penegakan diagnosis bagi orang yang sudah kontak
serumah dengan penderita tuberkulosis. Deteksi infeksi penyakit tuberkulosis saat
ini masih mengandalkan pemeriksaan BTA positif dan tes tuberkulin yang masih
mempunyai keterbatasan dalam hal sensitifitas dan spesifitasnya. Oleh karena itu
diperlukan suatu indikator penegakan diagnosis bagi orang yang kontak dengan
penderita tuberkulosis, dalam hal ini adalah kadar IFN-ɤ.
Secara teori produksi Interferon Gamma (IFN-ɤ) dapat digunakan sebagai
parameter untuk mengamati perjalanan penyakit infeksi, dalam hal ini khususnya
TBC paru (Singh MM. 1999). Penelitian terdahulu di Yogyakarta menyebutkan
rendahnya produksi IFN-ɤ pada penderita tuberkulosis aktif sebelum pengobatan
kemoterapi apabila dibandingkan dengan individu sehat dan penderita penyakit
paru non tuberkulosis. Namun penelitian tentang pola kadar IFN- ɤ pada orang
yang kontak serumah dengan penderita penyakit tuberkulosis belum pernah
dilakukan.
Rumusan masalah penelitian yang akan dijawab pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana pola kecenderungan kadar IFN-ɤ pada orang yang kontak serumah
dengan penderita penyakit tuberkulosis?
2. Apakah terdapat perbedaan pola kecenderungan kadar IFN-ɤ antara orang yang
kontak serumah bersama penderita penyakit tuberkulosis dengan orang yang
sehat (tidak kontak dengan penderita TB Paru)?
II. KAJIAN PUSTAKA YANG SUDAH DILAKSANAKAN
1.
Penyakit Tuberkulosis
Tuberkulosis dikenal sebagai penyakit infeksi yang bersifat menular
yang
disebabkan
oleh
Mycobacterium
Tuberculosis,
sebagian
besar
menyerang paru tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya.
Tuberkulosis dapat memasuki tubuh barsama butir-butir debu atau percikan
dahak (Droplet) yang menyebar keudara sewaktu penderita tuberkulosis batuk
atau bersin (Yoga. Tjandra, 1999).
Mycobacterium Tuberculosis berbentuk batang ramping, lurus atau
sedikit bengkok dengan kedua ujungnya membulat. Basil ini sulit sekali
diwarnai, tetapi sekali terwarnai maka ia akan menahan zat warna itu dengan
baik sekali dan tidak dapat lagi dilunturkan walaupun dengan asam alkohol.
Oleh karena itu disebut juga sebagai Basil Tahan Asam ( BTA). Zat lilin yang
ada di dinding selnya yang menyebabkan sulit diwarnai dan kesulitan ini
dapat diatasi bila digunakan zat warna yang melunturkan lilin sambil
dilakukan pemanasan. Untuk mewarnai kuman ini lazimnya digunakan zat
warna Zeihl-Neelsen (ZN). Basil ini cepat mati dengan sinar matahari
langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan
lembab. Dalam jaringan tubuh, Mycobacterium Tuberculisis dapat dormant
(tertidur/ tidak aktif)selama beberapa tahun (Jawetz. 1996).
2.
Penularan Kontak Serumah dan Patofisiologi Penyakit Tuberkulosis
Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif, pada
waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk droplet (percikan dahak). Beberapa faktor yang mengakibatkan
menularnya penyakit itu adalah kebiasaan buruk pasien TB paru yang
meludah sembarangan. Selain itu, kebersihan lingkungan juga dapat
mempengaruhi penyebaran virus. Misalnya, rumah yang kurang baik dalam
pengaturan ventilasi. Kondisi lembab akibat kurang lancarnya pergantian
udara dan sinar matahari dapat membantu berkembangbiaknya virus (Singh
MM. 1999). Oleh karena itu orang sehat yang serumah dengan penderita TB
paru merupakan kelompok sangat rentan terhadap penularan penyakit
tersebut. Lingkungan rumah, Lama kontak serumah dan perilaku pencegahan
baik oleh penderita maupun orang yang rentan sangat mempengaruhi proses
penularan penyakit TB paru.
Bila penderita baru pertama kali tertular kuman tuberkulosis terjadi
suatu proses dalam paru-parunya yang disebut infeksi primer. Droplet yang
terhirup sangat kecil ukurannya sehingga dapat melewati sistem pertahanan
mukosiler bronkus dan terus berjalan sampai alveolus. Infeksi dimulai saat
kuman tuberkulosis berhasil berkembangbiak dengan pembelahan diri di
paru-paru yang berakibat peradangan di dalam paru-paru. Terjadi sel eksudasi
dari sel karena proses dimakannya kuman tuberkulosis oleh sel makrofag.
Lesi dapat terjadi pada kelenjar limfe yang disebabkan lepasnya kuman pada
saluran limfe, saluran limfe akan membawa kuman tuberkulosis ke kelenjar
limfe disekitar hilus paru, dan ini disebut komplek primer (Crevel RV, et al.
2001).
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman
yang masuk dan besar respon daya tahan tubuh. Pada umumnya reaksi daya
tahan tubuh dapat menghentikan perkembangan kuman tuberkulosis,
meskipun demikian ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman
dormant. Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan
perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan
akan menjadi penderita tuberkulosis. Masa inkubasi yaitu waktu yang di
perlukan mulai terinfeksi kuman tuberkulosis sampai dengan timbulnya gejala
penyakit, diperkirakan 6 bulan. Proses pemusnahan kuman tuberkulosis oleh
sel makrofag menimbulkan kekebalan spesifik terhadap kuman tuberkulosis.
Memperhatikan proses patofisiologi tersebut maka dibutuhkan suatu
standar deteksi dini bagi
3.
Diagnosis Tuberkulosis
Diagnosa
tuberkulosis
adalah
upaya
untuk
menegakkan
atau
mengetahui jenis penyakit yang diderita seseorang. Untuk menegakkan
diagnosis tuberkulosis dilakukan secara bersama-sama, yaitu : anamnesa,
gejala klinis dari penyakit tuberkulosis, pemeriksaan bakterologis ditunjang
pemeriksaan radiologist dan tes tuberkulin (Yoga. Tjandra. 1999).
a. Anamnesa
Penderita biasanya mengeluh batuk terus menerus dan berdahak
selama tiga minggu atau lebih, dahak bercampur darah, rasa nyeri dada
dan sesak nafas.
b. Gejala klinis penyakit tuberkulosis
Gejala klinis pada penderita tuberkulosis adalah wajah tampak
pucat, batuk berdahak, badan lemah, berat badan turun, badan berkeringat
pada malam hari walaupun tanpa kegiatan, malaise, suhu badan sedikit
meningkat siang atau sore hari yang berlangsung selama empat minggu.
c
Pemeriksaan Bakteriologis
Diagnosa yang paling pasti untuk penyakit tuberkulosis adalah
dengan cara mengisolasi kumannya. Bahan spesimen dapat berupa dahak
segar, cairan lambung, urine, cairan pleura, cairan otak, cairan sendi dan
biopsi (Crevel RV, et al.).
Pemeriksaan bahan sampel dahak penderita tersangka secara
mikroskopis dilakukan dengan menggunakan pewarna Ziel Neelsen.
Pemeriksaan mikroskopis untuk diagnosis adalah cara termudah, tercepat
dan termurah.
Konfirmasi
bakteriologis
tidak
mungkin
dilakukan
untuk
menegakkan diagnosis tuberkulosis primer karena kuman tuberkulosis
belum ada dalam dahak penderita. Pada tuberkulosis milier sulit
dilakukan konfirmasi bakteriologis tetapi dapat dilakukan dengan cara
usap tenggorokan sedangkan pada tuberkulosis pasca primer. Hal ini
merupakan salah satu upaya yang penting untuk konfirmasi diagnosis
(Kresno SB. 2001).
d. Pemeriksaan Radiologis
Apabila dari tiga kali pemeriksaan dahak hasilnya negatif
sedangkan secara klinis mendukung sebagai tersangka penderita
tuberkulosis, perlu dilakukan pemeriksaan radiologis (Kresno SB. 2001).
e. Tes Tuberkulin
Pada tes tuberkulin diagnosis ditegakkan dengan melihat luasnya
daerah indurasi pada kulit tetapi saat ini di Indonesia, tes tidak
mempunyai arti dalam menentukan diagnosis tuberkulin pada orang
dewasa sebab sebagian besar masyarakat sudah terinfeksi dengan
Mycobakterium tuberculosis karena tingginya prevalensi tuberkulosis.
Hasil tes tuberkulin positif hanya menunjukkan bahwa yang dites pernah
terpapar dengan kuman tuberkulosis dan tes bisa negatif meskipun orang
tersebut menderita penyakit tuberkulosis, misalnya pada penderita
HIV/AIDS, malnutrisi berat, tuberkulosis milier dan morbili (Yoga.
Tjandra. 1999).
4.
Interferon Gamma
Limfosit T hanya dapat mengenali antigen asing apabila molekul
tersebut diekspresikan bersama molekul MHC. Penyajian antigen oleh MHC
kelas I atau kelas II menentukan jenis limfosit yang bereaksi. Antigen peptida
dipresentasikan bersama molekul MHC kelas I kepada sel T CD8⁺,
sedangkan MHC kelas II kepada sel T CD4⁺. Sel Th CD4⁺ yang telah
mengenal peptida tersebut akan diaktifkan menuju jalur yang berbeda
berdasarkan konsep proliferasi Th1 dan Th2. Jenis penyakit karena infeksi
mikroorganisme tertentu mempengaruhi fenotip respon tertentu pula. Infeksi
dengan mikobakterium tuberkulosis cenderung mengaktifkan jalur Th1 dari
pada Th2. Namun dalam perjalanan penyakit TBC fenotipe Th1 dan Th2
dapat saling bergeser (switching) tergantung dari berbagai kondisi, misalnya
keparahan penyakit, pengaruh pengobatan dan sebagainya. Aktivasi fenotipe
Th1 menghasilkan pola produksi sitokin antara lain IFN-ɤ, sedangkan
fenotipe Th2 menghasilkan sitokin antara lain IL-4. Pada penelitian ini
dikaitkan dengan kesembuhan dalam pengobatan dengan strategi DOTS
selama 2 bulan awal (Chackerian AA, Perera TV, Behar SM. 2001).
Hubungan produksi atau kadar sitokin di dalam serum dengan pengobatan
telah banyak diteliti, di Indonesia telah diteliti di Yogyakarta dengan hasil
produksi IFN-ɤ pada PBMC penderita TBC paru aktif yang distimulasi
dengan PPD dan mikobakterium sonicate jauh lebih rendah dibanding kontrol
sehat dan penyakit paru non tuberkulosis. Tidak terdapat perbedaan pada
stimulasi dengan PHA, hal ini menunjukkan penderita tuberkulosis
mempunyai
defisiensi
yang
sifatnya
spesifik
dalam
kapasitasnya
memproduksi IFN-ɤ. Ditemukan produksi IL-13 tidak terdapat perbedaan
dengan kontrol. Pada evaluasi terhadap penderita dengan pengobatan strategi
DOTS didapatkan produksi IFN-ɤ yang rendah sebelum terapi, menjadi
normal secara cepat setelah pengobatan, sejalan dengan perkembangan
penyakit secara klinis, tetapi tidak terdapat perbedaan secara signifikan pada
produksi IL-13 (Chackerian AA, Perera TV, Behar SM. 2001).
Penelitian yang telah dilakukan oleh pengusul berkenaan dengan penyakit
tuberkulosis adalah peran faktor imunogenetika terhadap kesembuhan pengobatan
pada penderita TB paru. Penelitian tersebut bertujuan menjelaskan hubungan faktor
HLA-DRB dengan kesembuhan klinis, dalam hal ini terjadinya konversi BTA
pasca 2 bulan pengobatan dengan strategi DOTS dan bagaimana hubungannya
dengan kapasitas produksi IFN-ɤ dan IL-4 di dalam supernatan kultur PBMC.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan nested case control, pada
pasien baru tuberkulosis paru dengan pemeriksaan sputum BTA positip yang
mendapat pengobatan strategi DOTS selama 2 bulan. Jenis alel (HLA-DRB) yang
ditemukan dengan pemeriksaan PCR dinyatakan sebagai variabel paparan, variabel
efek adalah hasil pemeriksaan sputum (BTA) dengan pengecatan Ziehl Neelsen
yang diteruskan dengan tes Niacin pasca 2 bulan pengobatan, serta produksi IFN-ɤ
dan IL-4 (diperiksa dengan metoda ELISA). Sebagai variabel perancu ditetapkan
BMI dan jenis kelamin. Analisis dilakukan dengan menghitung rasio odds dengan
chi-square dan logistic regression. Untuk hubungannya dengan produksi sitokin
dilakukan analisis dengan T- test.
Penelitian dilakukan pada sampel sejumlah 73, diperoleh dari 158 pasien
baru berobat jalan yang diikuti selama 2 bulan, terdiri dari 34 kasus (tidak terjadi
konversi/BTA +) dan 39 kontrol (terjadi konversi/BTA -). Penelitian dilakukan di
BP4, 12 Puskesmas dan RSUD Kota Semarang. Hasil penelitian adalah alel HLADRB1*1502 dan HLA-DRB5*01 merupakan alel yang bersifat risiko pada kasus
dibandingkan kontrol terhadap tidak terjadinya konversi BTA pasca 2 bulan
pengobatan dengan
OR = 3,2 (95% CI: 1,103-9,287). Sedangkan alel HLA-
DRB1*1201 dan alel HLA-DRB3*01 merupakan alel yang bersifat protektif pada
kasus dibandingkan kontrol, dengan OR= 0,305 (95%CI: 0,117-0,798), alel
HLADRB3*01 dengan OR= 0,214 (95%CI: 0,077-0,592). Apabila dilakukan
penggabungan, alel HLA-DRB1*1502 bersama dengan alel HLA-DRB5*01
dengan OR 4,21 (95% CI: 1,312-13,510), sedangkan alel HLA-DRB1*1201
bersama alel HLA-DRB3*01 dengan OR 0,201 (95% CI: 0,64-0,628). Population
Attributable Risk (PAR) untuk alel HLA-DRB1*1502 bersama dengan HLADRB5*01 sebesar 63,99%. Apabila variabel perancu dimasukkan ke dalam
analisis, maka hanya alel HLA-DRB1*1502 yang secara signifikan merupakan
faktor risiko untuk tidak terjadinya konversi BTA dengan OR= 4,9 (95% CI: 1,234
-15,617). Probabilitas untuk HLA-DRB1*1502 adalah sebesar 70,57%. Kapasitas
produksi IFN-ɤ dan IL-4 tidak berhubungan dengan timbulnya kekebalan maupun
kerentanan terhadap konversi BTA yang diakibatkan oleh alel HLA-DRB1*1502,
HLA-DRB5*01, HLA-DRB1*1201, dan HLA-DRB3*01. Rerata produksi IFN- ɣ
di dalam kultur PBMC dengan stimulasi 0,5 ug/mL adalah sebesar 22,51 ± 26,17
pg/mL, dengan stimulasi PPD 5 ug/mL : 24,70 ± 26,15pg/mL. Dengan stimulasi
PHA 50 ug/mL sebesar 152,92 ± 54,55 pg/mL, sedangkan tanpa stimulasi sebesar
3,15 ± 6,19 pg/mL. Produksi IL-4 hanya terdeteksi dengan stimulasi PHA sebesar
15,78 ± 18,70 pg/mL
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah Alel HLA-DRB1*1502
merupakan faktor risiko bagi pasien untuk tidak terjadinya konversi BTA pasca 2
bulan pengobatan strategi DOTS, dengan probabilitas cukup besar. Tidak terdapat
hubungan antara kapasitas produksi IFN-ɤ dan IL-4 di dalam supernatan kultur
PBMC pasien dengan faktor HLA-DRB. Sehingga disarankan perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut tentang pola produksi IFN-ɤ pada orang yang kontak
serumah dengan penderita TB paru dan juga perlu dilakukan penelitian pada aspek
farmakogenetik dalam upaya pemberantasan penyakit tuberkulosis paru di
Indonesia.
Oleh karena itu pada kesempatan ini, peneliti mengusulkan tema penelitian
tentang pola produksi IFN-ɤ pada orang yang kontak serumah dengan penderita
tuberkulosa.
IV. DESAIN DAN METODE PENELITIAN
A. Kerangka Pikir Penelitian
Sumber Penularan
Penderita penyakit
Tuberkulosis
Riwayat kontak
serumah
(lama dan pola
kontak)
TB paru klinis positif
Kelompok terpapar
Tes Tuberkulin
Positif
Orang Kontak
serumah dengan
penderita tuberkulosis
TB paru klinis negatif
Tes Tuberkulin
Negatif
TB paru klinis positif
TB paru klinis negatif
Kelompok tak terpapar
TB paru klinis positif
Tes Tuberkulin
Positif
Orang sehat (negatif
TB Paru secara klinis)
dan tidak serumah
dengan penderita
tuberkulosis
TB paru klinis negatif
Tes Tuberkulin
Negatif
Tes pertama
Anamnese klinis,
Tes kadar IFN-ɤ
dan Tuberkulin
TB paru klinis positif
TB paru klinis negatif
Tes kedua dan
ketiga
Anamnese klinis,
Tes kadar IFN-ɤ
Pola Kadar IFN-ɤ
Bagan 1
Kerangka Pikir Penelitian
B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah orang yang kontak serumah dengan penderita
penyakit tuberkulosis (dibatasi dengan umur yang lebih dari 15 tahun) sebagai
kelompok terpapar dan yang tidak kontak serumah sebagai kelompok tidak
terpapar. Laporan tahun 2009 Dinas Kesehatan Kota Semarang menyebutkan
bahwa tedapat 1593 orang yang positif TB paru dengan 9657 orang yang kontak
serumah. Oleh karena itu teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
simple random sampling dengan rumus besar sampel adalah sebagai berikut:
Zα x s
n=
2
d
Tingkat kepercayaan yang dipilih adalah 95%, ketepatan perbedaan kadar IFN-ɤ
antar kelompok adalah 2 ug/mL dengan simpangan baku sebesar 6 (hasil penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh ketua pengusul). Hasil perhitungan menunjukkan
jumlah sampel minimal yang harus dipenuhi adalah sebesar 34 (17 responden yang
kontak serumah dan 17 responden yang tidak kontak serumah).
C. Rancangan Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian analitik
observasional dengan pendekatan kohort (follow up) selama 2 tahun. Tahap-tahap
penelitiannya adalah sebagai berikut:
1. Tahap I (Tahap Identifikasi)
Pada tahap ini dilakukan persiapan penelitian (pembuatan instrumen kuesioner
riwayat kontak serta kartu kohort) dan identifikasi terhadap anggota keluarga
dari penderita tuberkulosis yang hidup serumah. Kegiatan identifikasi ini
meliputi identifikasi penderita dan riwayat kontak serumah. Identifikasi
penderita dilakukan dengan menggunakan catatan medis pengobatan penderita
sedangkan penelusuran riwayat kontak dari anggota keluarga dengan penderita
dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Penelusuran riwayat kontak
dilakukan untuk mengetahui lama waktu kontak dan pola kontak dengan
penderita Pada akhir tahap ini, peneliti akan mendapatkan populasi studi yaitu
orang yang kontak serumah dengan penderita penyakit tuberkulosis serta yang
tidak kontak serumah. Tahap ini diperkirakan memerlukan waktu kurang lebih
3 bulan.
2. Tahap II (Tes tuberkulin dan kadar IFN-ɤ)
Kegiatan pada tahap ke dua adalah pemeriksaan status penyakit tuberkulosis
dari orang kontak serumah maupun tidak kontak serumah dengan
menggunakan anamnese, tes kadar IFN-ɤ serta tes tuberkulin. Anamnese
dilakukan untuk mengetahui gejala dan tanda klinis dari sampel. Untuk
pemeriksaan kadar IFN-ɤ digunakan Kit PeliKine Compact human IFN-ɣ
ELISA kit (Sanquin) Cat. No. M 1933 - 288 test. Pada tes tuberkulin diagnosis
ditegakkan dengan melihat luasnya daerah indurasi pada kulit. Pada tahap ini
merupakan permulaan pengukuran dan pengamatan pola kadar IFN-ɤ. Pada
tahap ini akan diketahui status orang kontak serumah dengan penderita tersebut
sudah terinfeksi Micobacterium tuberculosa atau belum. Kegiatan pada tahap
ini diperkirakan akan dilaksanakan selama 3 bulan.
3. Tahap III (observasi follow up kadar IFN-ɤ dan status klinis)
Kegiatan pada tahap ini adalah observasi follow up kadar IFN-ɤ selama 8 bulan
terhadap sampel yang telah ditetapkan. Metode pengamatan dilakukan dengan
melakukan pengukuran kadar IFN-ɤ sebanyak 2 kali dengan interval 4 bulan.
Selain itu, juga dilakukan observasi klinis untuk mengetahui status infeksi dari
sampel jika terdeteksi positif pada tahap II. Tahap ini akan menghasilkan
informasi kecenderungan atau fluktuasi kadar IFN-ɤ dan durasinya.
4. Tahap IV (Observasi klinis dan analisa data)
Pada tahap akhir ini dilakukan observasi secara klinis terhadap sampel setelah
dilakukan observasi follow up. Observasi klinis dilakukan untuk mengetahui
hasil akhir perkembangan status klinis dari orang yang kontak serumah dengan
melihat gejala dan tanda penyakit tuberkulosisnya. Setelah mendapatkan datadata dari tahap satu sampai empat, maka dilakukan analisis data secara
menyeluruh sesuai tujuan penelitian. Tahap ini diperkirakan memerlukan waktu
2 bulan.
D. Penyajian dan Analisa data
Penyajian data akan dibuat baik dengan menggunakan narasi, tabel, grafik, dan
pemetaan dari sampel. Tabel digunakan untuk menyajikan data karakteristik
termasuk riwayat kontak, status penyakit/infeksi, dan data kadar
IFN-ɤ.
Sedangkan grafik dibuat untuk menunjukkan kecenderungan atau fluktuasi kadar
IFN-ɤ. Pemetaan, dengan menggunakan alat bantu sistem informasi geografis,
digunakan untuk mendeskripsikan distribusi sampel secara spasial. Analisis secara
statistik akan digunakan dengan uji T- test untuk mengetahui perbedaan rata-rata
kadar IFN-ɤ pada orang kontak serumah berdasarkan status tes tuberkulin. T- test
juga digunakan untuk menguji perbedaan rata-rata kadar IFN- ɤ pada orang kontak
serumah berdasarkan lama durasi infeksi sampai muncul tanda klinis.
E. Jadwal Penelitian
Kegiatan
Bulan Ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Tahap I
Identifikasi
X X X
responden
Tahap II (Tes
tuberkulin dan
X X X
kadar IFN-ɤ)
Tahap III
(observasi follow
X X X
up kadar IFN-ɤ
X
X
X
X
X
dan status klinis)
Tahap IV
(Observasi klinis
dan analisa data)
Penulisan
X X X X X X X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
V. LUARAN PENELITIAN
Tahap I : luaran pada tahap ini adalah tersedianya instrumen penelitian
(kuesioner riwayat kontak serta kartu kohort) dan teridentifikasinya
responden yaitu kelompok yang tidak kontak serumah dan yang kontak
serumah (tetapi belum menunjukkan gejala klinis TB Paru) beserta
riwayat kontaknya termasuk riwayat imunisasi BCGnya.
Tahap II : luaran pada tahap ini (tes IFN-ɤ ke satu) adalah teridentifikasinya
kadar
IFN-ɤ pada kedua kelompok (kelompok terpapar dan tidak
terpapar) sehingga di ketahui perbedaan rata-rata kadarnya.
Tahap III: luaran pada tahap ini (tes IFN-ɤ ke dua dan tiga) adalah hampir sama
pada tahap II. Selain itu juga sudah mulai dilihat fluktuasi kadar IFN-ɤ
dan insiden TB paru secara klinis.
Tahap IV: pada tahap akhir ini, selain diketahui fluktuasi kadar IFN-ɤ, juga akan
diketahui cut off point kadar IFN-ɤ antara kelompok terpapar dengan
kelompok tidak terpapar. Cut off point kadar IFN-ɤ ini yang akan
dijadikan patokan pengembangan penelitian selanjutnya yang berkaitan
dengan pencegahan dini pada orang kontak serumah dengan penderita
TB paru.
X
VI. RINCIAN BIAYA PENELITIAN
JENIS PENGELUARAN
Pelaksana (Gaji dan upah)
Peralatan
Bahan material penelitian
Bahan Habis Pakai (material penelitian)
Perjalanan
Pertemuan/seminar
Publikasi
penggandaan
Bahan Pustaka
Dokumentasi
Total Anggaran
ANGGARAN
TAHUN 1
Bulan ke 1 s/d 08
10.000.000
3.500.000
3.600.000
15.360.000
3.400.000
1.500.000
300.000
500.000
200.000
100.000
38.460.000
ANGGARAN
TAHUN 2
Bulan ke 09 s/d 17
10.000.000
3.200.000
3.400.000
18.000.000
3.400.000
1.000.000
300.000
500.000
100.000
100.000
40.000.000
DAFTAR PUSTAKA
Crevel RV, et al. 2001. Mycobacterium tuberculosis Beijing genotype associated with
febrile response to treatment. Emerging infectious disease:; Vol.7, No. 5: 880-3.
Chackerian AA, Perera TV, Behar SM. 2001. Gamma interferon- producing CD4⁺ T
lymphocytes in the lung correlate with resistance to infection with
mycobacterium tuberculosis. American Society of Microbiology: Infection and
Immunity;
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pemberantasan
Penyakit Menular.1997. Modul Pelatihan Program Pemberantasan Penyakit
Tuberkulosis Tingkat Puskesmas. Depkes RI. Jakarta
Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2010, Profil Kesehatan Kota Semarang 2009,
Semarang
Ditjen PPM & PLP Depkes RI. 1997. Tatalaksana Pengobatan. Jakarta: pelatihan
Program Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis tingkat Puskesmas.; modul 4: 141
Jawetz. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. ECG, Jakarta,
Kresno SB. 2001. Diagnosis dan prosedur laboratorium. Balai Penerbit Universitas
Indonesia. Jakarta;: 83-95
M. Sopiyudin Dahlan, 2002. Statistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan, Arkans,
Jakarta.
Singh MM. 1999. Immunology of tuberculosis an update. New Delhi: Ind J Tub;
Yoga. Tjandra. 1999. Tuberkulosis Diagnosis, Terapi dan Permasalahannya, Lab.
Mikrobiologi RSUP Persahabatan. Jakarta
Sudigdo S. & Sofyan ismael. 2002. Dasar-dasar Metodologi Penelitian klinis. Edisi ke
2. Sagung Seto Jakarta
World Health Organization (WHO). 2000. Global Tuberculosis Control. WHO Report
WHO. Geneva
I. Pertimbangan Alokasi Biaya
SISTEM KERJA PEMERIKSAAN IFN-Ɣ
Kit yang dipergunakan PeliKine Compact human IFN-ɣ ELISA kit ( Sanquin)
Cat. No. M 1933
288 tests
Reagen
 1 vial coating antibody
100-fold concentrated
 1 vial blocking reagent
50-fold concentrated
375 ul
2 ml
 2 vial IFNɣ standard
4400 pg/ml
500 ul
 1 vial biotinylated IFNɣ antibody
100-fold concentrated
375 ul
 1 bottle dilution buffer
5-fold concentrated
60 ml
10.000-fold concentrated
20ul
 3 pcs microtiter plates + lid
 10 pcs plate seals
 1 vial streptavidin-HRP conjugate
Pembuatan larutan bufer
Coating buffer : 0,1 M Carbonate/bicarbonat buffer pH 9,6
Larutan A : 1,24 g Na ₂CO₃. H₂ O dalam 100 aquades steril
Larutan B : 1,68 gNaHCO₃ dalam 200 aquades steril
75 ml larutan A ditambah 175 ml larutan B ( pH 9,6)
PBS stock solution [20x] 0,2 M Phosphate Buffer Saline (PBS)
Tambahkan 32 g Na₂ HPO₄.2H₂O
6 g NaH₂PO₄.2 H₂O
164 g NaCL kedalam 900 aquades steril
Washing buffer PBS with 0,005% TWEEN 20
Buat 1 liter PBS stock 20-fold dengan aquades steril , tambahkan 50 ul TWEEN 20
Substrate buffer 0,11 acetate buffer pH 5,5
Campur 15,0 sodium acetate ( CH₃COONa.3H₂O) dalam 800ml aquades steril
Buat pH 5,5 dengan glacial acetic acid, tambahkan aquades steril sampai volume
menjadi 1 liter.
3,5,3',5' - tetramethylbenzidine (TMB) stock solution 6 mg/ml TMB dalam DMSO
Campur 30 mg TMB dalam 5 ml dimethylsulfoxide (DMSO)
Hydrogen peroxide stock solution 3% H₂O₂ solution dalam aquades steril
Substrate solution
Untuk setiap plate campurkan
12ml substrate buffer
200 ul TMB stock solution
12 ul H₂O₂ stock solution
Stop solution 1.8 M H₂SO₄ solution dalam aquades steril
Cara kerja IFN ɣ
1. Tempatkan semua reagen pada temperatur ruang , kecuali streptavidin- HRP
conyugate, kontrol positip dan standar pada temperatur –18 ºsampai –32º C.
Sentrifus semua vial sebelum dipergunakan .
2. Dilution buffer
Kit berisi satu botol dengan konsentrasi 5- fold dilution buffer. Agar hasil assay
optimal tambahkan sampel dan standar dengan working strenght dilution buffer
Hitung jumlah yang diperlukan dari dilution buffer ( lebih kurang 15 ml undiluted
buffer per microtiter plate) Siapkan working strength solution dengan
mengencerkan concentrate buffer 5x dengan aquades steril. Kocok perlahan.
Dilution buffer dapat disimpan selama 1 minnggu pada temperatur 2-8º C
3. Microtiter plates
Coating
Kit berisi 3 microtiter plates masing2 berisi 96 tes, termasuk standard curve dan
control samples.
Siapkan coating buffer. Pada setiap microtiter plate tambahkan 120 ul coating
antibody kedalam 12 ml coating buffer. Masukkan 100 ul kedalam semua wells.
Tutup microtiter plate dengan lid dan inkubasi selama semalam pada temperatur
ruang (18-25º C)
Prosedur pencucian
Siapkan washing buffer . aspirasi supernatan dari well
dan isi well dengan
working strength PBS/TWEEN (>300ul) dan aspirasi. Ulangi kegiatan ini 4x . Pada
akhir aspirasi well harus kering.
Prosedur blocking
Kit berisi 2 ml reagen blocking
Tambahkan 500ul blocking reagent dengan 25 ml working strength PBS.
Tambahkan 200 ul blocking buffer kedalam semua well. Tutup mikrotiter.inkubasi
1 jam pada temperatur ruang (18-25º C)
4. IFNɣ standar
Standar IFN ɣ telah dikalibrasi oleh WHO (IFNɣ 88/606, National institute for
Biological Standards and Control, Poters Bar, Hertfordshire, U.K. 1 WHO Unit=
53 pg IFNɣ ). Kit berisi 2 lyophilized vial dengan 4400 pg/ml natural IFNɣ .
Lyophilized standar ditambah 500 ul aquades steril, inkubasi 10 menit pada
temperatur ruang dan campur dengan seksama . Simpan pada temperatur < -18º C
setelah dipakai.
Siapkan 7 tabung, setiap tabung untuk setiap pengenceran 500, 200, 80, 32, 12.8,
5.1, dan 2.0 pg/ml. Pipet 585 ul working strength dilution buffer kedalam
masing2 tabung. Pindahkan 75 ul IFN standar (4400 pg/ml ) kedalam tabung
pertama yang berlabel 500 pg/ml , campur rata, transfer 200 ul kedalam tabung
kedua yang berlabel 200 pg/ml. Ulangi serial dilution ini 6x dengan
menambahkan 200 ul standar yang telah diencerkan dengan 300 ul dilution
buffer. Standar curve akan berisi 500, 200, 80, 12.8, 5.1, 2.0 dan 0 pg/ml.
5.Samples
Direkomendasikan mencampur sampel dengan working strength dilution buffer
dengan perbandingan 1 : 2, apabila diharapkan kadar yang tinggi dari IFNɣ ( >500
pg/ml)
6.Pencucian pertama
Siapkan washing buffer. Mikrotiter plate dicuci 5x dengan washing buffer .
Tambahkan pada setiap well >300 ul dengan washing buffer dan aspirasi. Ulangi
pekerjaan ini 4x. Setelah pencucian terakhir well harus kering.
7.Inkubasi pertama
Biarkan kosong substrate blank wells. Tambahkan 100ul preparat standar, kontrol
dan sampel secara duplo pada well yang tersedia. Tutup plate dengan adhesive
seal, secara perlahan mikrotiter digoyang selama beberapa detik agar tercampur isi
setiap well. Inkubasi 1 jam pada temperatur ruang ( 18- 25º C)
8.Pencucian kedua
Aspirasi supernatan dari well, cuci mikrotiter late seperti langkah no.6.
9.Inkubasi kedua
Kit berisi vial dengan concentrated antibody- biotin conyugate
Tambahkan 120 ul biotinylated antibody kedalam 12 ml working strength kit buffer
sebelum digunakan. Biarkan substrate blak wells kosong, tambahkan 100 ul
biotnylated antibody yang telah diencerkan kedalam semua wells. Tutup mikrotiter
dengan adhesive seal, secara perlahan
goyang agar tercampur isi well, inkubasi
selama 1 jam pada suhu ruang. (18-25 Cº)
10.Pencucian ketiga
Aspirasi supernatan dari wells cuci mikrotiter seperti langkah no. 6
11.Inkubasi ketiga
Tambahkan 3 ul streptavidin-poly- HRP conyugate kedalam 30 ml
strength buffer
working
sebelum digunakan . Biarkan substrate blank wells kosong.
Tambahkan 100 ul streptavidin –poly-HRP kedalam semua wells. Tutup mikrotiter
plate, perlahan goyang supaya campur semua isi well. Inkubasi selama 30 menit
pada suhu ruang
12.Pencucian keempat
Aspirasi supernatan dari setiap well, cuci mikrotiter plate seperti langkah no. 6
13.Inkubasi keempat
Siapkan substrate solution lebih kurang 10 menit sebelum dipakai. Letakkan pada
suhu ruang. Tanbahkan 100 ul substrate solution kedalam semua wells termasuk
substrate blank wells. Tutup mikrotiter. Perlahan goyang agar campur selama
beberapa detik. Inkubasi 30 menit pada suhu ruang ditempat gelap.
14.Stop enzymatic reaction
Tambahkan 100 ul stop solution dalam semua wells. Perubahan warna stabil
maksimal dalam waktu 30 menit.
15.Plate dapat dibaca
Baca pada 450 nm ELISA reader.
BIODATA PENELITI
Identitas
Nama
: Dr. dr. Sri Andarini Indreswari, M.Kes
NPP
: 0686.20.2007.346
Tempat/ Tgl Lahir
: Blitar, 12 Nopember 1946
Alamat Rumah
: Jl. Pamularsih Raya 34 Semarang
Telp
: 024/ 7602150, HP. 0818 292 788
Alamat Kantor
: F. Kesehatan UDINUS Jl. Nakula I No.5-11 Semarang
Pendidikan
1. Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta lulus (19965/66-1972/73)
2. Magister Manajemen Pelayanan Kesehatan UGM Yogyakarta lulus (19961998)
3. Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran UNDIP Semarang (2001/02- 2006/07),
dengan hasil: cumlaude terbaik.
Riwayat Penelitian
No
1.
:
Judul Riset
Tahun
Perencanaan Tenaga Kesehatan di RS tipe C di Jawa 1997
Tengah
2.
Hubungan faktor HLA dengan produksi IL-4 , IFN 2004
gamma pada penderita Tuberkulosis Paru yang
mendapatkan pengobatan strategi DOTS
Riwayat Publikasi
No
1.
:
Judul Publikasi – media publikasi
Tahun
Pemeriksaan genetika pada penderita Tuberkulosis 2007 jurnal Visikes
Paru
2.
Dian Nuswantoro
Produksi IL-4, IFN-ɣ (gamma) pada penderita 2007 jurnal Visikes
Tuberkulosis Paru yang mendapatkan pengobatan Dian Nuswantoro
strategi DOTS
3.
Hubungan faktor HLA dengan kesembuhan penderita 2011, Jurnal Media
tuberkulosis paru yang mendapatkan pengobatan Medika
strategi DOTS
4.
Indonesiana
(MMI), vol 45 No.1
Faktor2 yang berhubungan dengan kunjungan pasien
rawat
jalan jamsostek pada PT. Hutama Karya 2008
Semarang.
pemakalah,
pada seminar nasional
peningkatan
akses
pelayanan kesehatan
melalui
jamkesmas
sebagai
upaya
peningkatan
kesehatan masyarakat
di Semarang
Riwayat hidup ini dibuat dengan sebenarnya
Semarang 21 September 2011
Dr. dr. Sri Andarini Indreswari, M.Kes
BIODATA ANGGOTA PENELITI
Identitas
Nama
: Suharyo, S.KM, M.Kes
NPP
: 0686.11.2002.299
Tempat/ Tgl Lahir
: Pekalongan, 18 Mei 1979
Alamat Rumah
: Patemon RT 04 RW II Gunungpati Semarang
Telp
: HP. 081 225 628 18
Alamat Kantor
: F. Kesehatan UDINUS Jl. Nakula I No.5-11 Semarang
Pendidikan
1. Program Sarjana, Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP Peminatan
Epidemiologi (1997-2001)
2. Program Magister Promosi Kesehatan Konsentrasi Kesehatan Reproduksi dan
HIV&AIDS Program Pascasarjana UNDIP (2007-2009)
Riwayat Penelitian
No
1.
Judul Riset
Hubungan Kejadian
:
gondok
dengan
Tahun
tingkat 2000
konsentrasi dan presentasi belajar pada anak SD kelas
2.
Hubungan antara Faktor-Faktor Eksternal dengan 2005
Kebugaran Jasmani pada Manusia Usia lanjut Di
Jawa Tengah (Studi Kasus di panti Wreda Kota
Semarang)
3.
Faktor-Faktor yang berhubungan dengan kejadian TB 2007
paru pada anak di Kota Semarang
Riwayat Publikasi
No
1.
:
Judul Publikasi – media publikasi yang relevan
Tahun
Hubungan antara Faktor-Faktor Eksternal dengan 2005
Kebugaran Jasmani pada Manusia Usia lanjut Di
Jawa Tengah (Studi Kasus di panti Wreda Kota
Semarang) Majalah ilmiah,dipublikasikan dalam
Jurnal Kesehatan VISIKES, Vol 4 No. 1, Maret 2005,
ISSN 1412-3746
2.
Hubungan
antara
Kadar
Kolesterol
dengan 2005
Kebugaran Jasmani pada Manusia Usia lanjut Di
Jawa Tengah (Studi Kasus di panti Wreda Kota
Semarang) Majalah ilmiah,dipublikasikan dalam
majalah Ilmiah DIAN, vol. 4,
ISSN 1412-3088
Riwayat hidup ini dibuat dengan sebenarnya
Semarang Maret 2011
Suharyo, S.KM, M.Kes
No. 2, Juli 2005,
Download