ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN DENGAN KETUBAN PECAH DINI DI RUANG VK RSUD CIAMIS LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan Guna Melengkapi Sebagai Syarat Mencapai Gelar Ahli Madya Kebidanan Disusun Oleh : ANDINI DAFITRI NIM: 13DB277049 PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016 ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN DENGAN KETUBAN PECAH DINI (KPD) DI RUANG VK RSUD CIAMIS1 Andini Dafitri2 Dini Ariani3 Ayu Endang Purwati4 INTISARI Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila Ketuban Pecah Dini (KPD) terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut Ketuban Pecah Dini pada kehamilan prematur. Berdasarkan data ibu bersalin yang diperoleh dari rekam medik di RSUD Ciamis pada tahun 2015 dengan kasus Ketuban Pecah Dini (KPD) pada tahun 2015 sejumlah 238 persalinan, pada tahun 2016 jumlah kasus KPD bulan Januari sebanyak 29 persalinan, dan bulan Februari sebanyak 15 persalinan, karenanya penulis tertarik untuk mengambil kasus ini untuk menerapkan asuhan kebidanan menurut Varney. Dengan penanganan yang cepat dan tepat diharapkan ibu bersalin tidak mengalami masalah potensial pada kasus dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) Tujuan penyusunan Laporan Tugas Akhir ini untuk memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada persalinan dengan ketuban pecah dini menggunakan pendekatan proses manajemen kebidanan. Asuhan kebidanan pada persalinan dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) ini dilakukan selama 2 hari di ruang VK RSUD Ciamis. Dari hasil penyusunan Laporan Tugas Akhir ini mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata dalam pembuatan asuhan persalinan kebidanan pada Ketuban Pecah Dini (KPD). Kesimpulan dari hasil pelaksanaan asuhan kebidanan pada persalinan dengan Ketuban Pecah Dini di RSUD Ciamis dilaksanakan dengan cukup baik. Kata Kunci : : Persalinan dengan Ketuban Pecah Kepustakaan : 21 Buku ( 2006-2013), 2 Jurnal (2013 I Halaman Dini -2016) 3 internet (2014-2016) : i-xi, 47 halaman 1 Judul Penulisan Ilmiah2Mahasiswa STIKes Muhammadiyah Ciamis3Dosen STIKes Muhammadiyah4Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kematian ibu adalah kematian seorang wanita terjadi saat hamil, bersalin, atau 42 hari setelah persalinan dengan penyebab yang berhubungan langsung atau tidak langsung terhadap persalinan. World Health Organization (WHO) memperkirakan 800 perempuan meninggal setiap harinya akibat komplikasi kehamilan dan proses kelahiran. Sekitar 99% dari seluruh kematian ibu terjadi di negara berkembang. Sekitar 80% kematian maternal merupakan akibat meningkatnya komplikasi selama kehamilan, persalinan dan setelah persalinan (WHO, 2014). Jumlah kematian Ibu relatif menurun pada tahun 2014 dan 2015 dibandingkan pada tahun 2013. Saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup, sementara Target RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) pada tahun 2019 angka kematian ibu adalah 306 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) pada tahun 2012 adalah 32 per 1000 kelahiran hidup dan target RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) yang ingin dicapai pada tahun 2019 nanti adalah 24 kematian setiap 1000 kelahiran hidup (DepKes RI, 2016). Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Indina Istiyantari menyatakan Angka Kematian Ibu dan Bayi di Jawa Barat pada 2013 hingga 2014 menurun. Angka kematian ibu di Jawa Barat pada 2013 adalah 781 kasus dan pada tahun 2014 turun menjadi 747 kasus. Penurunan angka kematian ibu dan bayi di Jawa Barat tersebut, menurut dia, tidak terlepas dari upaya Pemprov Jawa Barat dalam peningkatan kesehatan dan pelayanan kesehatan untuk masyarakat. "Salah satunya adalah melalui 'Gerakan Penyelamatan Ibu dan Bayi Baru Lahir' dengan program Emas atau Expanding Maternal dan Neonatal Survival ini” (DinKes Prov Jabar, 2014). 1 2 Sementara menurut laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis pada tahun 2014 Angka Kematian Ibu pada kasus persalinan sejumlah 21 orang, angka ini menurun pada tahun 2015 yaitu 15 orang (Dinkes Kabupaten Ciamis, 2015). Kebijakan Departemen Kesehatan dalam upaya menurunkan AKI pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis “Empat pilar Safe Motherhood”. Salah satunya adalah pilar ketiga yaitu persalinan yang bersih dan aman dikategorikan sebagai pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sekitar 80%. Penyebab kematian ibu adalah komplikasi obstetrik, menurut DepKes RI tahun 2013 menjelaskan sekitar 30% kejadian pada ibu yang mengalami Ketuban Pecah Dini (KPD) di Indonesia adalah akibat infeksi. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) kira-kira 90% kematian ibu yaitu terjadi di saat persalinan. Angka Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) cukup tinggi yaitu 30% dari 100 persalinan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Rekam Medik di RSUD Ciamis jumlah persalinan dengan kasus Ketuban Pecah Dini (KPD) pada tahun 2015 sejumlah 238 persalinan, pada tahun 2016 jumlah kasus KPD bulan Januari sebanyak 29 persalinan, dan bulan Februari sebanyak 15 persalinan. Banyaknya menunjukan Angka bagaimana Kematian Ibu akibat proses persalinan, perjuangan ibu selama proses persalinan. Seperti yang di sebutkan dalam H.R Ahmad dan Al- Qur’an surat Al-Ahqaf ayat 15 : س َررهِ إلَى ا ْل َجنَّ ِة َ ََوالنُّف ُ سا ُِء يَ ُج ُّر َها َولَ ُد َهِا ب Artinya : “Wanita yang meninggal karena melahirkan anaknya, anaknya menariknya dengan tali pusar untuk masuk ke surga” (H.R. Ahmad). Allah SWT berfirman dalam surat Al – Ahqaf ayat 15 : َ س َح َملَتْهُ ا ُ ُّمهُ ك ُْر ًها,ًسانا َّ َو َو َ ان ِب َوا ِل َد ْي ِه ا ِْح َ ص ْينَا اْ ِإل ْن َ َو َو ش ْه ًرا َ صالُهُ ثَالَ ث ُ ْو َن َ ِ َو َح ْملُهُ َوف,ضعَتْهُ ك ُْر ًها Artinya: Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah 3 payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan………. (QS. Al-Ahqaf/36:15) Ayat tersebut menjelaskan bahwa salah satu alasan kenapa Allah memberi wasiat pada manusia agar berbakti pada kedua orang tua adalah karena proses persalinan yang dialami ibu merupakan suatu proses yang sangat berat. Pengaruh kontraksi rahim ketika bayi mau lahir, menyebabkan ibu merasakan sangat kesakitan, bahkan dalam keadaan tertentu, dapat menyebabkan kematian. Karena perjuangan ibu ketika melahirkan dan resiko yang sangat berat yang ditanggung seorang ibu, Nabi cukup bijaksana dan memberi empati pada ibu yang meninggal karena melahirkan sebagai syahid, setara dengan perjuangan jihad di medan perang. Menurut ayat tersebut jelas disebutkan bahwa proses persalinan merupakan suatu proses yang sangat berat sehingga dapat memicu kematian kepada ibu. Salah satu komplikasi pada proses persalinan yaitu Ketuban Pecah Dini (KPD). Ketuban Pecah Dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan (Fadlun dkk, 2011). Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal. Penyebab Ketuban Pecah Dini (KPD) masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktorfaktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predisposisi adalah infeksi. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya Ketuban Pecah Dini (KPD) (Norma & Dwi, 2013). Faktor yang disebutkan memiliki kaitan dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) yaitu riwayat kelahiran prematur, merokok, dan perdarahan selama kehamilan. Beberapa faktor risiko dari Ketuban Pecah Dini (KPD), antara lain inkompetensi serviks (leher rahim), polihidramnion (cairan ketuban berlebih), riwayat Ketuban Pecah Dini (KPD) sebelumya, kelainan atau kerusakan 4 selaput ketuban, kehamilan kembar, trauma dan infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis (Norma & Dwi, 2013) Melihat uraian diatas, penulis merasa tertarik untuk melakukan “Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Ny. E 32 tahun G4P3A0 hamil 39 minggu dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) di Ruang VK RSUD Ciamis”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang di rumuskan pada kasus komprehensif ini adalah “Bagaimanakah Asuhan Kebidanan Ibu Bersalin dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) di Ruang VK RSUD Ciamis?” C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mampu melaksanakan Asuhan Kebidanan pada ibu bersalin dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) di Ruang VK RSUD Kabupaten Ciamis sesuai standar dengan pendekatan manajemen kebidanan menurut Helen Varney, yang di dokumentasikan dalam bentuk SOAP. 2. Tujuan Khusus a. Melakukan pengkajian data secara lengkap pada ibu hamil dengan Ketuban Pecah Dini (KPD). b. Menginterprestasikan data pada ibu hamil dengan Ketuban Pecah Dini (KPD). c. Menentukan diagnosa atau masalah potensial pada pada ibu hamil dengan Ketuban Pecah Dini (KPD). d. Merencanakan asuhan pada ibu hamil dengan Ketuban Pecah Dini (KPD). e. Melaksanakan perencanaan pada ibu hamil dengan Ketuban Pecah Dini (KPD). f. Mengevaluasi semua tindakan pada ibu hamil dengan Ketuban Pecah Dini (KPD). g. Mengaplikasikannya apakah terdapat kesenjangan antara teori dan kewenangan bidan pada ibu hamil dengan Ketuban Pecah Dini (KPD). 5 D. Manfaat 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan pengetahuan di bidang ilmu kebidanan. Khususnya tentang asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan Ketuban Pecah Dini di ruang VK RSUD Ciamis. 2. Manfaat Praktis a. Manfaat Bagi D III Kebidanan STIKes Muhammadiyah Ciamis Kasus komprehensif ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi belajar terhadap materi yang telah diberikan, dan dapat dijadikan sebagai bahan bacaan serta acuan bagi mahasiswi Kebidanan khususnya dalam materi Asuhan Kebidanan pada ibu hamil dengan Ketuban Pecah Dini (KPD). b. Manfaat Bagi RSUD Ciamis Dapat mempertahankan semua pelayanan yang sudah maksimal dan dapat meningkatkan pelayanan kebidanan pada klien secara komprehensif, sehingga klien dapat merasa puas dan senang atas pelayanan yang telah diberikan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Persalinan 1. Persalinan Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (Manuaba, 2010). Persalinan adalah proses pergerakan keluarnya janin, plasenta, dan membran dari dalam rahim melalui jalan lahir. Proses ini berawal dari pembekuan dan dilatasi serviks akibat kontraksi uterus dengan frekuensi,durasi, dan kekuatan yang teratur ( Rohani, 2011). Proses persalinan merupakan bagian paling berat yang harus dihadapi oleh seorang ibu, dibutuhkan pengorbanan yang sangat luar biasa dari seorang ibu, bahkan mereka harus mempertaruhkan nyawa untuk melahirkan anaknya. Seperti dalam Hadist Riwayat Ahmad dan Al- Qur’an surat AlAhqaf ayat 15 yang menjelaskan mengenai perjuangan selama proses persalinan oleh seorang ibu : ِس َررهِ إلَى ا ْل َجنَّة َ ََوالِنُّف ُ سا ُِء يَ ُج ُّر َها َولَ ُد َها ب Artinya : “Wanita yang meninggal karena melahirkan anaknya, anaknya menariknya dengan tali pusar untuk masuk ke surga” (H.R. Ahmad). Allah SWT berfirman dalam surat Al – Ahqaf ayat 15 : ُ َح َملَتْهُ ا ُ ُّمه,ًسانا َ س َّ َو َو َ ان ِب َوا ِل َد ْي ِه ا ِْح َ ص ْينَا اْ ِإل ْن َ ك ُْر ًها َو َو صالُهُ ثَالَ ث ُ ْو َن َ ِ َو َح ْملُهُ َوف,ضعَتْهُ ك ُْر ًها ش ْه ًرا َ Artinya : Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan………. (QS. AlAhqaf/36:15) 6 7 Ayat tersebut menjelaskan bahwa salah satu alasan kenapa Allah memberi wasiat pada manusia agar berbakti pada kedua orang tua adalah karena proses persalinan yang dialami ibu merupakan suatu proses yang sangat berat. Pengaruh kontraksi rahim ketika bayi mau lahir, menyebabkan ibu merasakan sangat kesakitan, bahkan dalam keadaan tertentu, dapat menyebabkan kematian. Karena perjuangan ibu ketika melahirkan dan resiko yang sangat berat yang ditanggung seorang ibu, Nabi cukup bijaksana dan memberi empati pada ibu yang meninggal karena melahirkan sebagai syahid, setara dengan perjuangan jihad di medan perang. 2. Macam – macam persalinan Menurut Baety (2011), persalinan dapat di bedakan menjadi 3 berdasarkan cara pengeluarannya yaitu : a. Persalinan spontan atau partus biasa (normal) Yaitu proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala melalui jalan lahir yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri tanpa bantuan alat-alat dan tidak melukai ibu maupun bayinya, umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. b. Persalinan buatan atau partus luar biasa (abnormal) Persalinan pervaginam atau persalinan melalui dinding perut ibu dengan bantuan alat-alat dan tenaga dari luar, misalnya sectio caesarea (SC), forcep, dan vakum. c. Persalinan anjuran Persalinan dengan kekuatan yang diperlukan ditimbulkan dari luar dengan pemberian obat-obatan atau rangsangan baik disertai pemecahan ketuban atau tanpa pemecahan ketuban atau tanpa pemecahan ketuban. 3. Tanda – tanda Persalinan Manuaba (2010) menyatakan tanda – tanda persalinan adalah sebagai berikut : a. Kekuatan his makin sering dan teratur dengan jarak kontraksi yang semakin pendek. b. Dapat terjadi pengeluaran pembawa tanda, yaitu : 1) Pengeluaran Lendir 8 2) Lendir bercampur darah 3) Dapat di sertai ketuban pecah 4) Pada pemeriksaan dalam dapat dijumpai perubahan serviks seperti perlunakan serviks, perdarahan dan pembukaan serviks. 4. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan, meliputi 5 P yaitu : a. Kekuatan (Power), yaitu merupakan kekuatan mengejan ibu untuk mengeluarkan janin dan plasenta dari uterus. b. Jalan Lahir (Passage) yang Meliputi keadaan jalan lahir ibu, yaitu lebar panggul, vagina, dan introitus. Ukuran dan bentuk paggul harus ditentukan sebelum persalinan dimulai. c. Janin dan Plasenta (Passanger), meliputi Keadaan janin (letak, presentasi, ukuran/berat janin, ada/tidak kelainan anatomi dan posisi janin). d. Posisi ibu, Posisi ibu mempengaruhi adaptasi persalinan. Posisi yang menguntungkan bagi ibu adalah posisi tegak yang meliputi posisi berdiri, berjalan, duduk dan jongkok. e. Psikologis, tingkat kecemasan wanita selama bersalin akan meningkat jika ia tidak memahami apa yang terjadi pada dirinya. Dengan kondisi psikologis yang positif proses persalinan akan berjalan mudah (Sumarah, 2008). 5. Proses Terjadinya Persalinan Secara klinis dapat dinyatakan akan mulai melahirkan bila timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan lendir bercampur darah (bloody show). Lendir yang bersemu darah ini berasal dari lendir kanalis servikalis yang mulai membuka atau mendatar. Beberapa mekanisme yang di anggap sebagai penyebab terjadinya persalinan antara lain mekanisme peregangan uterus dan stimulasi hormonal ibu maupun bayi. Peningkatan kontraksilitas uterus tersebut semakin meningkat akibat peningkatan produksi oksitosin yang menyebabkan terjadinya persalinan. Sementara itu stimulasi hormonal yang di anggap berkontribusi terhadap omset 9 persalinan merupakan interaksi hormonal ibu, bayi dan plasenta. Hormon – hormon tersebut meliputi oksitosin, prostalglandin, kortison pada bayi, esterogen dan progesterone (Yuliatun, 2008). Proses terjadinya persalinan ditandai dengan hal – hal berikut : a. Terjadinya His Persalinan Pada saat hamil muda sering terjadi kontraksi braksto hicks. Kontraksi ini dapat dikatakan sebagai keluhan, karena dirasakan sakit dan mengganggu. Kontraksi brakston hicks terjadi karena perubahan keseimbangan estrogen, progesteron dan memberikan kesempatan rangsangan oksitosin. Dengan makin tua umur hamil, pengeluaran estrogen dan progesteron makin berkurang sehingga oksitosin dapat menimbulkan kontraksi yang lebih sering sebagai his palsu. Sifat his palsu/his permulaan adalah rasa nyeri ringan dibagian bawah, datangnya tidak teratur, tidak ada perubahan pada serviks atau pembawa tanda, durasinya pendek, dan tidak bertambah bila aktifitas. Sedangkan His persalinan mempunyai sifat rasa tidak nyaman mulai dipunggung menjalar ke abdomen, sifatnya teratur, interval makin pendek dan kekuatannya makin besar, mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks, serta semakin beraktivitas kekuatan his semakin bertambah. b. Pengeluaran Lendir dan Darah ( Pembawa Tanda ) Keluarnya terlepasnya lendir / darah (bloody sumbat mukus (mucous plug) show) akibat yang selama kehamilan menumpuk dikanalis servikalis, akibat terbukanya vaskular kapiler serviks, dan akibat pergeseran antara selaput ketuban dengan dinding dalam uterus dan pecahnya pembuluh darah kapiler c. Pengeluaran Cairan Ketuban Pada beberapa kasus terjadi ketuban pecah yang menimbulkan pengeluaran cairan. Sebagian besar ketuban baru pecah menjelang pembukaan lengkap. Dengan pecahnya 10 ketuban diharapkan persalinan berlangsung dalam waktu 24 jam d. Terjadinya Pembukaan Persalinan. B. Ketuban Pecah Dini 1. Pengertian Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila Ketuban Pecah Dini (KPD) terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut Ketuban Pecah Dini pada kehamilan prematur. Dalam keadaan normal 8 – 10% perempuan hamil aterm akan mengalami Ketuban Pecah Dini (Prawiorohardjo 2010) Ketuban Pecah Dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan (Fadlun dkk, 2011). Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan penyebab terbesar persalinan prematur dengan berbagai akibatnya. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan setelah ditunggu satu jam belum dimulainya tanda persalinan. Waktu sejak pecah ketuban sampai terjadi kontraksi rahim disebut kejadian ketuban pecah dini periode laten (Manuaba, 2010). Ketuban Pecah Dini dapat terjadi dikarenakan berbagai penyebab dan pada berbagai usia kehamilan. Akibat dari ketuban pecah dini sangat berpengaruh pada janin, dikarenakan fungsi cairan ketuban sebagai tempat bergerak, perlindungan terhadap benturan dan infeksi serta menunjang pertumbuhan janin selama masa kehamilan, jika terjadi kekurangan atau infeksi cairan ketuban maka janin akan mengalami gangguan dan infeksi, akibat paling buruk janin dapat meninggal. Keadaan ini dapat membahayakan keselamatan ibu, sehingga diperlukan penanganan yang tepat dan pemantauan keadaan ibu dan janin yang mengalami ketuban pecah dini. Selaput Ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan korion yang sangat erat ikatannya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel seperti sel epitel, sel mesenkim, dan sel trofoblas yang 11 terikat erat dalam matriks kolagen. Selaput ketuban Berfungsi menghasilkan air ketuban dan melindungi janin terhadap infeksi (Prawirohardjo, 2010). 2. Etiologi Walaupun banyak publikasi tentang ketuban pecah dini, namun penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui (Fadlun dkk, 2011). Adapun beberapa etiologi dari penyebab kejadian ketuban pecah dini menurut beberapa ahli yaitu: a. Serviks inkompeten (leher rahim) Pada wanita dalam presentasi kecil dengan kehamilan yang jauh dari aterm, serviks yang inkompeten dapat menipis dan berdilatasi bukan sebagai akibat dari peningkatan aktifitas uterus melainkan akibat dari kelemahan intrinsik uterus sehingga menyebabkan ketuban pecah (Fadlun dkk, 2011). Keadaan ini ditandai oleh dilatasi servik tanpa rasa nyeri dalam trimester kedua atau awal trimester ketiga kehamilan yang disertai prolapsus membran amnion lewat serviks dan penonjolan membrane tersebut kedalam vagina, peristiwa ini diikuti oleh pecahnya ketuban dan selanjutnya ekspulsi janin imatur sehingga kemungkinan janin akan meninggal. Tanpa tindakan yang efektif rangkaian peristiwa yang sama cenderung berulang dengan sendirinya dalam setiap kehamilan. Meskipun penyebabnya masih meragukan namun trauma sebelumnya pada serviks, khususnya pada tindakan dilatasi, kateterisasi dan kuretasi (Krisnadi dkk, 2009). b. Ketegangan rahim berlebihan Ketegangan rahim berlebihan maksudnya terjadi pada kehamilan kembar dan hidramnion. Etiologi hidramnion belum jelas, tetapi diketahui bahwa hidramnion terjadi bila produksi air ketuban bertambah, bila pengaliran air ketuban terganggu atau kedua-duanya. Dicurigai air ketuban dibentuk 12 dari sel-sel amnion. Di samping itu ditambah oleh air seni janin dan cairan otak pada anensefalus. Air ketuban yang dibentuk, secara rutin dikeluarkan dan diganti dengan yang baru. Salah satu cara pengeluaran ialah ditelan oleh janin, diabsorpsi oleh usus kemudian dialirkan ke plasenta untuk akhirnya masuk peredaran darah ibu (Sujiyatini dkk, 2009). Ekskresi air ketuban akan terganggu bila janin tidak bisa menelan seperti pada atresia esophagus atau tumor-tumor plasenta. Hidramnion dapat memungkinkan ketegangan rahim meningkat, sehingga membuat selaput ketuban pecah sebelum waktunya (Manuaba, 2010). c. Kelainan letak janin dalam rahim Kelainan letak janin dalam rahim maksudnya pada letak sungsang dan letak lintang. Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap ruangan dalam uterus. Pada kehamilan <32 minggu, jumlah air ketuban relatif lebih banyak sehingga memungkinkan janin bergerak dengan bebas, dan demikian janin dapat menempatkan diri dalam letak sungsang atau letak lintang (Fadlun dkk, 2011). Pada kehamilan trimester akhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai yang terlipat lebih besar daripada kepala maka bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas difundus uteri, sedangkan kepala berada dalam ruangan yang lebih kecil disegmen bawah uterus. Letak sungsang dapat memungkinkan ketegangan rahim meningkat, sehingga membuat selaput ketuban pecah sebelum waktunya (Manuaba, 2010). d. Kelainan jalan lahir Kelainan jalan kemungkinan terjadi kesempitan lahir panggul maksudnya yang terjadi pada perut gantung, bagian terendah belum masuk PAP, disporposi sefalopelvik. Kelainan letak dan kesempitan panggul 13 lebih sering disertai dengan ketuban pecah dini namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti (Manuaba, 2010). e. Kelainan bawaan dari selaput ketuban Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan atau terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion, di samping juga ada kelainan selaput ketuban itu sendiri. Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-Danlos, dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa dan struktur kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan sendi, termasuk pada selaput ketuban yang komponen utamanya adalah kolagen. 72% penderita dengan sindroma Ehlers-Danlos ini akan mengalami persalinan preterm setelah sebelumnya mengalami ketuban pecah dini preterm (Fadlun dkk, 2011). f. Infeksi Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah. Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri patogen di dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan meningkat 10 kali (Fadlun dkk, 2011). Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada membran melepaskan substrat seperti protease yang menyebabkan melemahnya membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks metaloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi (Manuaba, 2010). Sedangkan Menurut jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia oleh Muntoha, Suhartono dan Nur Endah W dengan 14 Judul “Hubungan antara Riwayat Paparan Asap Rokok dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini pada Ibu Hamil di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal”. Bahwa Berdasarkan hasil analisa multivariate kejadian ketuban pecah dini dalam hasil penelitian ini lebih dipengaruhi oleh paparan asap rokok dibandingkan dengan paritas dan riwayat polihidramnion. Paparan asap rokok yang ditunjukkan dengan kandungan kotinin dalam urin pada kelompok kasus dan kelompok kontrol terdapat perbedaan jumlah yang bermakna, sehingga paparan asap rokok berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya KPD. 3. Patofisiologi Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat kesinambungan antara sintesis dan degradasi ekstraselular matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. 4. Faktor Resiko untuk Terjadinya Ketuban Pecah Dini a. Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen b. Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat penumbuhan struktur normal karena antara lain merokok. Degradasi kolagen dimediasi oleh Matriks Metaloproteinase (MMP) yang dihambatan oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease (Prawirohardjo, 2010). Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraselular dam membran janin. Aktivitas degrasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit periodontitis di mana terdapat peningkatan Matriks Metaloproteinase Ketuban Pecah Dini (Prawirohardjo, 2010). (MMP), cenderung terjadi 15 Selaput Ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trimester terakhir, terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis (Prawirohardjo, 2010). c. Faktor ibu 1) Umur Ibu Umur yang dianggap optimal untuk kehamilan adalah antara 20-35 tahun kondisi tubuh seseorang semakin bertambah usia (tua) semakin berkurang faal di anatomi fisiologisnya, begitu pula bagi seorang wanita hamil. Manuba (2010) mengemukakan bahwa ibu hamil dengan usia reproduksi sehat (20-35 tahun) jauh lebih baik dibandingkan dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. Menurut Wiknjosastro (2007) bahwa kehamilan pada usia lebih dari 35 tahun secara biologis jaringan dan sistem tubuhnya sudah menurun, sehingga faktor resiko terjadinya komplikasi obstetri meningkat diantaranya dapat terjadi ketuban pecah sebelum waktunya. Manuaba (2010) mengemukakan pada primi dengan usia muda kurang dari 20 tahun merupakan faktor resiko sehingga sulit diramalkan persalinannya karena belum ada pengalaman dan kurang memahami tanda bahaya persalinan, secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap peningkatan frekuensi ketuban pecah dini. 2) Paritas Wiknjosastro (2011) mengemukakan kehamilan yang optimal adalah kehamilan 2-3 ditinjau dari sudut kematian matenal. Paritas 1 (primipara) dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Resiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan resiko pada paritas tinggi dapat dikurangi dengan keluarga berencana. 16 3) Penyakit Infeksi Genetalia Adanya hypermotillitas uterus yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah merupakan faktor yang diduga menyebabkan ketuban pecah dini. Hypermotillitas uterus ini dapat disebabkan karena adanya penyakit-penyakit infeksi setempat seperti : pyelonefisitis, sistitis, serviisitis, vaginitis. Sehingga penyakit-penyakit ini dapat menembus selaput ketuban yang akhirnya bisa mengakibatkan infeksi amnion dan corioamnion. Sehingga mengakibatkan berkurangnya membran. 4) Selaput ketuban terlalu tipis. 5) Serviks incompeten Dimana keadaan serviks tidak mempunyai daya yang cukup untuk menahan berat rahim. 6) Ketuban pecah dini artifisial, dimana ketuban dipecahkan terlalu dini. 7) Panggul sempit Menurut Wiknjosastro (2011) kesempitan panggul mengakibatkan komplikasi persalinan salah satunya partus lama seringkali disertai pecahnya ketuban pada pembukaan kecil. d. Faktor Janin Ketuban pecah dini dengan komplikasi obstetri yang berpengaruh terhadap hasil akhir perinatal, termasuk : 1) Makrosomia Makrosomia adalah berat badan neonatus lebih dari 4000 gram (Wiknjosastro, 2011). Kehamilan dengan makrosomia menimbulkan adanya distensi uterus yang meningkat (over distensi) dan menyebabkan tekanan intra uterin juga bertambah sehingga menekan pada selaput ketuban, sehingga selaput ketuban teregang tipis dan berkurang kekuatan membran. 17 2) Gemeli Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dengan dua janin atau lebih (Wiknjosastro 2011). Pada kehamilan kembar distensi uterus berlebihan. Sehingga meliputi batas toleransinya terjadi partus prematurus, karena isi rahim yang relatif besar dan selaput ketuban relatif tipis sedangkan dibagian segmen bawah uterus tak ada tahanan sehingga mengakibatkan selaput mudah pecah. Selain itu komplikasi dari kehamilan kembar salah satunya adalah ketuban pecah dini. 3) Umur kehamilan Umur kehamilan 37 minggu atau kurang, mempunyai berat janin yang cenderung kecil sehingga mudah menekan segmen bawah rahim. Pada beberapa persalinan preterm yang di dahului ketuban pecah dini. Kurang lebih dua pertiga dari semua persalinan preterm merupakan akibat dari ketuban pecah dini (Cuningham, 2006). 5. Mekanisme Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut: selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi, bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban (Fadlun dkk, 2011). 6. Tanda dan Gejala Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan air ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban barbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila anda duduk atau berdiri, kepala janin yang terletak di bawah biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin 18 betambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi (Fadlun dkk,2011). 7. Dasar Diagnosis Ketuban Pecah Dini Diagnosa KPD ditegakan dengan cara: a. Anamnesa Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna, keluarnya cairan tersebut tersebut his belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah (Fadlun dkk, 2011). b. Inspeksi Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas (Sujiyatini dkk, 2009). c. Pemeriksaan dengan spekulum Pemeriksaan dengan spekulum pada ketuban pecah dini akan tampak keluar cairan dari orificium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, mengejan atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan trekumpul pada forniks anterior (Sujiyatini dkk, 2009). d. Pemeriksaan dalam Cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan pada ketuban pecah dini yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin (Fadlun dkk, 2011). 8. Pemeriksaan Penunjang Ketuban Pecah Dini a. Pemeriksaan labolatorium 1) Uji pakis positif : pemakisan (ferning) disebut juga percabangan halus (arborization), pada kaca objek (slide) mikroskop yang 19 disebabkan keberadaan natrium klorida dan protein dalam cairan amnion. Infeksi kaca objek di bawah mikroskop untuk memerikasa pola pakis (Fadlun dkk, 2011). 2) Uji kertas nitrazin positif: kertas berwarna mustard-emas yang sensitif terhadap pH ini akan berubah warna menjadi biru gelap jika kontak berubah warna menjadi biru gelap jika kontak dengan bahan bersifat basa. Nilai pH vagina normal adalah ≤4,5. Selama kehamilan terjadi peningkatan jumlah sekresi vagina akibat eksfoliasi epitelium dan bakteri, sebagian besar lactobacillus asam. yang Cairan menyebabkan amnion memiliki pH pH vagina 7,0 sampai lebih 7,5 (Varney, 2007). b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus ketuban pecah dini terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita diagnosis ketuban oligohidramnion. Walaupun pecah dini cukup banyak pendekatan macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana (Sujiyatini dkk, 2009). 9. Komplikasi Ketuban Pecah Dini Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal diantaranya: a. Komplikasi paling sering terjadi pada ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindrom distress pernapasan (RDS = Respiratory Distress Syndrome), yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. b. Resiko infeksi meningkat pada kejadian ketuban pecah dini. c. Semua ibu hamil dengan ketuban pecah dini prematur sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitas (radang pada korion dan amnion). 20 d. Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada ketuban pecah dini. e. Resiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada ketuban pecah dini preterm. f. Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada ketuban pecah dini preterm, kejadiannya mencapai hampir 100% apabila ketuban pecah dini preterm ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu (Fadlun dan Feryanto, 2010). Pengaruh ketuban pecah dini terhadap ibu dan janin adalah sebagai berikut : 1. Prognosis Ibu a. Infeksi inpartal atau dalam persalinan. Jika terjadi infeksi dan kontraksi saat ketuban pecah, dapat menyebabkan sepsis yang selanjutnya dapat mengakibatkan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas. 2. b. Infeksi puerperalis atau masa nifas c. Partus lama d. Perdarahan postpartum e. Meningkatkan tindakan operatif obstetri (khususnya sc) f. Morbiditras dan moralitas maternal Prognosis janin a. Prematur Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu. Masalah yang dapat terjadi pada persalinan prematur diantaranya adalah respiratory distress sindrome, hipotermia, anemia gangguan makan neonatus, gangguan otak, spesis, dan hiperbilirubenemia. b. Prolaps funiulli atau penurunan tali pusat. c. Hipoksia dan asfiksia sekunder 21 Dengan Pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia (kekurangan oksigen pada bayi) mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, partus lama, AFGAR skor rendah, cerebral palsy, perdarahan intrakranial, dan gagal ginjal. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat. d. Sindrom deformitas janin Ketuban Pecah Dini yang terjadi menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, terjadi akibat oligohidramnion. Kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, diantaranya terjadi hipoplasia paru, deformitas ekstremitas. e. Morbiditas dan mortalitas perinatal (Fadlun dan Feryanto, 2011). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ninik azizah pada tahun 2013 di jombang, ada hubungan antara ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir, petugas kesehatan dapat melakukan penatalaksanaan yang tepat pada kasus ketuban pecah dini, sehingga angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi bisa berkurang. 10. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini a. Pastikan diagnosis b. Tentukan umur kehamilan c. Evaluasi dan tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin Riwayat keluarnya air ketuban berupa cairan jernih keluar dari vagina yang kadang-kadang disertai tanda-tanda lain dari persalinan. Diagnosis KPD prematur dengan inspekulo dilihat adanya cairan ketuban keluar dari kavum uteri. Pemeriksaan pH vagina perempuan hamil sekitar 4,5;bila ada cairan ketuban pHnya sekitar 7,1 – 7,3. Antiseptik yang alkalin akan menaikan pH vagina. 22 Dengan pemeriksaan ultrasound adanya KPD dapat dikonfirmasikan dengan adanya oligohidramnion. Bila air ketuban normal agaknya ketuban pecah dapat di gunakan. Penderita dengan kemungkinan ketuban pecah dini harus masuk rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut. Jika pada perawatan air ketuban berhenti keluar, pasien dapat pulang untuk rawat jalan. Bila terdapat persalinan dalam kala aktif, korioamnionitis, gawat janin, persalinan determinasi. Bila KPD pada kehamilan prematur, diperlukan penatalaksanaan yang komprehensif. Secara umum penatalaksanaan pasien KPD yang tidak dalam persalinan serta tidak ada infeksi dan gawat janin, penatalaksanaannya bergantung pada usia kehamilan. 11. Penanganan Ketuban Pecah Dini Penanganan Ketuban Pecah Dini menurut (Prawirohardjo, 2010) adalah sebagai berikut : a. Konservatif 1) Rawat dirumah sakit. 2) Beri antibiotika : bila ketuban pecah > 6 jam berupa Ampisilin 4×500 mg atau Gentamycin 1×80 mg. 3) Umur kehamilan < 32-34 minggu : dirawat salama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi. 4) Bila usia kehamilan masih 32-34 minggu, masih keluar air ketuban, maka usia kehamilan 35 minggu perlu dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan (hal tergantung pada kemampuan perawatan bayi premature). 5) Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, lekosit, tanda-tanda infeksi intrauterine).Pada usia kehamilan 32-34 mingggu, berikan steroid untuk kematangan paru-paru janin. b. Aktif Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal SC. Dapat pula diberikan misoprostol 25µg – 50µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali (Prawirohardjo, 2009). Bila skor pelvic < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, 23 akhiri persalinan dengan SC. Bila skor pelvic > 5, induksi persalinan (Prawirohardjo, 2010). 12. Pencegahan Ketuban Pecah Dini Pencegahan yang dapat dilakukan pasien adalah dengan meminimalkan faktor resiko yang telah disebutkan di atas, seperti tidak merokok, mengkonsumsi makanan dengan gizi yang baik dan sesuai, dan memeriksakan kandungan secara teratur sehingga predisposisi kandungan untuk mengalami ketuban pecah dini dapat ditangani dengan baik dikarenakan diketahui secara pasti pemicunya sehingga pasien dapat lebih berhati hati dan cepat tanggap bila Ketuban Pecah Dini terjadi maka komplikasi yang membahayakan bagi ibu dan janin dapat di hindari. Beberapa pencegahan dapat dilakukan namun belum ada yang terbukti cukup efektif. Mengurangi aktifitas atau istirahat pada akhir triwulan kedua atau awal triwulan ketiga sangat dianjurkan (Fadlun dkk, 2011). C. Teori Manajemen Kebidanan 1. Pengertian Manajemen Kebidanan Manajemen kebidanan adalah pendekatan dan kerangka pikir yang digunakan oleh bidan dalam menetapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengumpulan data, analisis data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. (Permenkes,2007) Manajemen kebidanan adalah adalah bentuk pendekatan yang digunakan bidan dalam memberikan alur pikir bidan, pemecahan masalah atau pengambilan keputusan klinis. Asuhan yang dilakukan harus dicatat secara benar, sederhana, jelas, logis sehingga perlu sesuatu metode pendokumentasian (Varney, 2008). Tujuh langkah manajemen kebidanan menurut Helen Varney Pengkajian merupakan metode pengumpulan semua informasi (data) yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara 24 anamnesa dan pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital (Soepardan, 2008). a. Langkah I ( Pengumpulan Data Dasar) Pada langkah ini, dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap yaitu : 1) Riwayat Kesehatan 2) Pemeriksaan fisik sesuai kebutuhannya 3) Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya 4) Meninjau data laboratorium dan membandingkan dengan hasil studi Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua data yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi pasien. Bidan mengumpulkan data dasar awal yang lengkap. b. Langkah II ( Interpretasi Data Dasar) Menurut teori Soepardan, (2008) Interprestasi Data merupakan metode identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan interprestasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian diinterprestasikan sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Baik rumusan diagnosis maupun masalah, keduanya harus ditangani. Meskipun masalah tidak dapat diartikan diagnosis, tetapi tetap membutuhkan penanganan. Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosis. Interprestasi data terdiri dari masalah atau diagnosa dan kebutuhan. Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interprestasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang telah dikumpulkan diinterprestasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik. Kata masalah dan diagnosa keduanya digunakan karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan seperti diagnosa tetapi sungguh 25 membutuhkan penanganan yang dituangkan ke dalam sebuah rencana asuhan terhadap klien. c. Langkah III ( Identifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial) Menurut teori soepardan (2008), diagnosa potensial merupakan identifikasi diagnosis/masalah membutuhkan yang yang sudah antisipasi bila dilakukan diidentifikasi. berdasarkan Langkah memungkinkan ini dilakukan pencegahan agar tidak terjadi kegawatdaruratan. Pada langkah ini penting sekali melakukan asuhan yang aman. Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial lain berdasarkan rangkaian maslah dan diagnosis yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien, Bidan dapat diharapkan bersiap-siap bila diagnosa/masalah potensial ini benar-benar terjadi. Pada langkah ini penting sekali melakukan asuhan yang aman. d. Langkah IV (Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera) Menurut Teori Soepardan (2008), tindakan segera merupakan tindakan yang dilakukan dengan cara menetapkan kebutuhan tentang perlunya tindakan segera oleh bidan/dpkter untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain dengan kondisi klien. Langkah ke empat ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan. e. Langkah V (Perencanaan) Menurut Soepardan (2008), perencanaan merupakan rencana asuhan menyeluruh yang ditentukan berdasarkan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen untuk masalah atau diagnosis yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data tidak lengkap dapat dilengkapi. 26 Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan. Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi, pada langkah ini informasi/data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien merupakan bagian dari pelaksanaan rencana tersebut. f. Langkah IV (Pelaksanaan) Menurut Soepardan (2008), Pelaksanaan merupakan rencana asuhan menyeluruh dan dilakukan dengan efisein dan aman. Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah sebelumnya dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini dapat dilakukan seluruhnya oleh bian atau sebagian oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Dalam situasi ketika Bidan berkolaborasi dengan Dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, keterlibatan Bidan dalam manajemen asuhan bagi klien adalah bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu dan menghemat biaya serta meningkatkan mutu asuhan klien. g. Langkah VII (Evaluasi) Menurut Soepardan (2008), evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang tidak efektif untuk mengetahui faktor mana yang menguntungkan atau menghambat keberhasilan asuhan yang diberikan. Langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan, meliputi kebutuhan terhadap masalah yang diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosis. Menurut Helen Varney, alur berfikir bidan saat menghadapi klien meliputi tujuh 27 langkah, agar diketahui orang lain apa yang telah dilakukan seorang bidan melalui proses berfikir sistematis, maka dilakukan pendokumentasian dalam bentuk SOAP yaitu : a. S: Subjektif data, menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien dan keluarga melalui anamnesa sebagai langkah 1 Varney. b. O: Objektif data yaitu menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan diagnostic lain yang dirumuskan dalam data focus untuk mendukung asuhan sebagai langkah 1 Varney. c. A: Assessment atau analisa data yaitu menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interprestasi data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi, diagnosa atau masalah, antisipasi diagnosa atau masalah potensial, perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultan atau kolaborasi dan rujukan sebagai langkah 2, 3, dan 4 Varney. d. P: Planning atau penatalaksanaan yaitu menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan, tindakan implementasi (I) dan evaluasi (E) berdasarkan assessment sebagai langkah 5,6 dan 7 Varney (Salmah, 2006) D. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) Asuhan kebidananan adalah pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup prakteknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan. Mulai dari pengkajian, perumusan diagnosa, atau masalah kebidanan, perencanaan, implementasi, pencatatan asuhan kebidanan (Walsh 2008). Sebagai pelaksana, bidan memberikan asuhan kebidanan dengan menerapkan manajemen kebidanan secara langsung kepada ibu bersalin dengan Ketuban Pecah Dini berdasarkan standart dan protokol. Menurut Ratna (2012) langkah-langkah Asuhan Kebidanan pada Ketuban Pecah Dini antara lain : 28 1. Observasi tanda-tanda vital, DJJ, HIS, kemajuan persalinan, deteksi dini adanya komplikasi dan TTV. 2. Lakukan kolaborasi dengan dokter 3. Lakukan inform consent atas tindakan yang akan dilakukan 4. Hadirkan suami atau keluarga untuk memberikan dukungan moral. 5. Anjurkan ibu untuk berkemih jika kandung kemih terasa penuh 6. Observasi pengeluaran pervaginam 7. Jelaskan pada ibu tentang keadaan diri dan janinnya 8. Ajari ibu untuk menarik nafas panjang saat ada his, minta ibu untuk tidak meneran sebelum pembukaan lengkap 9. Berikan dukungan moral pada ibu supaya tenang dalam menghadapi persalinan 10. Berikan makanan dan minum yang cukup 11. Bantu ibu memilih posisi yang nyaman. 12. Saat pembukaan lengkap, jelaskan pada ibu untuk hanya meneran apabila ada dorongan kuat untuk meneran 13. Atur posisi ibu saat melahirkan 14. Lakukan pencegahan laserasi 15. Lahirkan kepala bayi 16. Periksa tali pusat pada leher 17. Lahirkan bahu 18. Lahirkan sisa tubuh bayi 19. Keringkan dan beri rangsangan pada bayi 20. Potong tali pusat 21. Lakukan penatalaksanaan manajemen aktif kala III 22. Beritahu ibu bahwa ia akan di suntik 23. Beri suntikan oxytocin 24. Lakukan penegangan tali pusat terkendali 25. Lakukan massage fundus uteri 26. Observasi jumlah pendarahan pervaginam, laserasi jalan lahir, TFU, kontraksi uterus, kandung kemih, keadaan umum ibu dan TTV. 27. Bersihkan tubuh ibu, serta ganti pakaian yang bersih. 28. Anjurkan ibu makan, minum dan istirahat 29. Isi partograf 29 30. Beri obat : Amoxilin 3 x 500 mg, Paracetamol 3 x 500 mg, Sulfas Ferossus 3 x 350 mg. E. Landasan Hukum Landasan hukum yang mendasari bidan di dalam melakukan asuhan kebidanan pada klien dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan keputusan Peraturan Mentri Kesehatan (Permenkes) Nomor 900/Menkes/SK/XII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan meliputi : Pasal 16 Pelayanan kebidanan pada ibu meliputi pertolongan persalinan abnormal; yang mencakup letak sungsang, partus macet, kepala di dasar panggul, ketuban pecah dini tanpa infeksi, perdarahan post partum, laserasi jalan lahir, distosia karena inersia uteri primer, post aterm dan preterm. Pasal 18 Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 berwenang untuk pemberian infus, intramuskular uterotonika, antibiotika dan sedativa. pemberian suntikan DAFTAR PUSTAKA Al- Qur’an surah Al- Ahqaf ayat 15 dan H.R Ahmad Arikunto, Suharsimi. 2007. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta. Baety, AN. (2011) Biologi Reproduksi Kehamilan dan Persalinan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Cuningham, F. G. (2006). Obstetri Williams. Jakarta : EGC. DepKes RI (2013). Kebidanan Patologis. Yogyakarta: In Media DepKes RI (2016), Perencanaan kegiataan prioritas kesehatan terpadu dan kebutuhan sumberdaya untuk pelaksanaan program percepatan penurunan AKI dan AKB serta gizi buruk pada tahun 2016. Available from : www.gizikia.depkes.go.id/ [diakses 7 April 2016 DinKes Prov Jabar (2014), Angka Kematian Ibu dan Bayi Turun. Available from: http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah [diakses 10 April 2016 Dinkes. (2015). Profil Kesehatan 2015 Kabupaten Ciamis Fadlun & Feryanto, (2011). Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika Fadlun & Feryanto, (2010). Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika Hidayat, A. Alimul Aziz, (2010). Metode Penelitian Kebidanan dan Tehnik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika Krisnadi. (2009). Prematuritas. Bandung: Refika Aditama Kusmiyati, Y. 2010. Asuhan Kehamilan. Titramaya. Yogyakarta. Manuaba, (2010) Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, EGC, Jakarta Norma D, S. (2013). Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta : Nuha Medika Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Prawirohardjo, S. (2009) Ilmu Kebidanan. Jakarta : P.T Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Prawirohardjo, S. (2010) Ilmu Kebidanan. Jakarta : P.T Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Rahardjo, Susilo dan Gudnanto. (2011). Pemahaman Individu Tehnik Non Tes. Kudus: Nora Media Enterprise. Ratna, D. (2012). Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin Patologi. Yogyakarta : Nuha Medika Rekam Medik RSUD Kabupaten Ciamis, 2015 Rohani.dkk. (2011). Asuhan Pada Masa Persalinan. Jakarta : Salemba Medika Rukiyah & Yuliyanti, (2010). Asuhan Kebidanan 4 Patologi. Jakarta : Trans Info Jakarta Salmah. (2006). Asuhan Kebidanan Antenatal. Jakarta : EGC. Soepardan, Suryani. (2008). Konsep Kebidanan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran Sumarah. (2008). Perawatan Ibu Bersalin. Asuhan Kebianan Pada Ibu Bersalin. Yogyakarta : Penerbit Fitramaya Sujiyatini, dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Jakarta: Nuha Medika Varney, H. (2008) Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC. Walsh, L. V. (2008). Buku ajar kebidanan komunitas alih bahasa, Handayani Wilda Ika (2th ed). Jakarta : EGC. Winknjosastro, H. (2007). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Winknjosastro, H. (2011). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo World Health Organization (WHO), (2016). Angka Kematian ibu masih tinggi. Available from: http://wartakesehatan.com/mobile/ diakses 12 April 2016 Yuliatun, L. 2008. Penanganan Nyeri persalinan Nonfarmakologi. Malang: Bayumedia Publishing Dengan Metode