BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori 2.1.1 Komunikasi

advertisement
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1
Kerangka Teori
2.1.1 Komunikasi
Komunikasi secara etimologis berasal dari bahasa latin “cummunicatio”.
Istilah ini bersumber dari kata “communis” yang berarti sama. Sama di sini
maksudnya adalah sama makna. Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan
antarmanusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan orang kepada
orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya.
Dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society,
Harold Laswell menyatakan bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan proses
komunikasi adalah menjawab pertanyaan: Who says what, in which channel, to
whom, with what effect. Paradigma Laswell tersebut menunjukkan bahwa
komunikasi meliputi lima unsur, yakni: sumber (source), pesan (message), media
(channel, media), penerima (receiver, recipient), efek (effect, impact).
Sumber atau komunikator adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai
kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber boleh jadi seorang individu, kelompok,
organisasi, perusahaan atau bahkan suatu negara. Untuk menyampaikan apa yang
ada dalam hatinya (perasaan) atau dalam kepalanya (pikiran), sumber harus
mengubah perasaan atau pikiran tersebut ke dalam seperangkat simbol verbal dan
atau nonverbal yang idealnya dipahami oleh penerima pesan. Pengalaman masa
lalu, rujukan nilai, pengetahuan, persepsi, pola pikir, dan perasaan sumber
mempengaruhinya dalam merumuskan pesan.
Kedua, pesan, yaitu apa yang dikomunikasikan sumber kepada penerima.
Pesan merupakan seperangkat simbol verbal dan atau noverbal yang mewakili
perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber tadi. Pesan mempunyai tiga
komponen: makna, simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna, dan
bentuk atau organisasi pesan.
Ketiga, saluran atau media, yakni alat atau wahana yang digunakan
sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. Pada dasarnya
komunikasi manusia menggunakan dua saluran, yakni cahaya dan suara,
meskipun kita bisa juga menggunakan kelima indra kita untuk menerima pesan
Universitas Sumatera Utara
dari orang lain. Saluran juga merujuk pada cara penyajian pesan: apakah langsung
(tatap muka) atau lewat media.
Keempat, penerima, yakni orang yang menerima pesan dari sumber.
Berdasarkan pengalaman masa lalu, rujukan nilai, pengetahuan, persepsi, pola
pikir dan perasaannya, penerima pesan ini menerjemahkan atau menafsirkan
seperangkan simbol verbal dan atau nonverbal yang ia terima menjadi gagasan
yang dapat ia pahami. Proses ini disebut penyandian-balik (decoding).
Kelima, efek, yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima
pesan tersebut, misalnya penambahan pengetahuan (dari tidak tahu menjadi tahu),
terhibur, perubahan sikap (dari tidak setuju menjadi setuju), perubahan perilaku,
dan sebagainya.
Shannon dan Weaver (1949) mengatakan komunikasi adalah bentuk
interaksi manusia yang saling pengaruh memengaruhi satu sama lainnya, sengaja
atau tidak disengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa
verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi. Everett
M. Rogers mendefinisikan komunikasi sebagai proses di mana suatu ide dialihkan
dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah
tingkah laku mereka (Mulyana, 2007: 69).
Tahun 1976 Frank Dance dan Carl Larson telah mengumpulkan 126
definisi komunikasi yang berlainan. Dance menemukan tiga dimensi konseptual
penting yang mendasari definisi-definisi komunikasi. Dimensi pertama adalah
tingkat observasi (level of observation), atau derajat keabstrakannya. Misalnya,
definisi komunikasi sebagai “proses yang menghubungkan satu sama lain bagianbagian terpisah dunia kehidupan” adalah terlalu umum, sementara komunikasi
sebagai “alat untuk mengirim pesan militer, perintah, dan lain sebagainya lewat
telepon, telegraf, radio, kurir, dan sebagainya” terlalu sempit.
Dimensi kedua adalah kesengajaan (intentionality). Sebagian definisi
mencakup hanya pengiriman dan penerimaan pesan yang disengaja; sedangkan
sebagian definisi lainnya tidak menuntut syarat ini. Contoh definisi yang
mensyaratkan kesengajaan ini dikemukakan Gerald R. Miller, yakni komunikasi
sebagai “situasi-situasi yang memungkinkan suatu sumber mentransmisikan suatu
pesan kepada seorang penerima dengan disadari untuk mempengaruhi perilaku
Universitas Sumatera Utara
penerima.” Sedangkan definisi komunikasi yang mengabaikan kesengajaan adalah
definisi yang dinyatakan oleh Alex Gode, yakni “suatu proses yang membuat
sama bagi dua orang atau lebih apa yang tadinya merupakan monopoli seseorang
atau sejumlah orang.”
Dimensi ketiga adalah penilaian normatif. Sebagian definisi, meskipun
secara implisit, menyertakan keberhasilan atau kecermatan; sebagian lainnya tidak
seperti itu. Definisi komunikasi dari John B. Hoben, misalnya mengasumsikan
bahwa komunikasi itu (harus) berhasil: “Komunikasi adalah pertukaran verbal
pikiran atau gagasan.” Asumsi di balik definisi tersebut adalah bahwa suatu
pikiran atau gagasan secara berhasil dipertukarkan. Sebagian definisi lainnya tidak
otomatis mensyaratkan keberhasilan ini, seperti definisi komunikasi dari Bernard
Berelson dan Gary Steiner: “Komunikasi adalah transmisi informasi.” Jadi
definisi tersebut tidak mensyaratkan bahwa informasi harus diterima atau
dimengerti (Mulyana, 2007: 60-62).
Sebagaimana dikemukakan John R. Wenburg dan William W. Wilmot
juga Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken, setidaknya ada tiga kerangka
pemahaman mengenai komunikasi, yakni komunikasi sebagai tindakan satu arah,
komunikasi sebagai interaksi, dan komunikasi sebagai transaksi.
Pemahaman komunikasi sebagai proses searah oleh Michael Burgoon
disebut “definisi berorientasi-sumber” (source-oriented definition). Misalnya,
seseorang
mempunyai
informasi
mengenai
suatu
masalah,
lalu
ia
menyampaikannya kepada orang lain, orang lain mendengarkan, dan mungkin
berperilaku sebagai hasil mendengarkan pesan tersebut, lalu komunikasi dianggap
telah terjadi. Jadi komunikasi dianggap suatu proses linier yang dimulai dengan
sumber atau pengirim dan berakhir pada penerima atau tujuannya.
Konseptualisasi kedua yang sering diterapkan pada komunikasi adalah
interaksi. Pandangan komunikasi sebagai interaksi menyetarakan komunikasi
dengan proses sebab-akibat atau aksi-reaksi, yang arahnya bergantian. Seseorang
menyampaikan pesan, baik verbal atau nonverbal, seorang penerima bereaksi
dengan memberi jawaban verbal atau menganggukkan kepala, kemudian orang
pertama bereaksi lagi setelah menerima respons atau umpan balik dari orang
kedua, dan begitu seterusnya. Komunikasi sebagai interaksi dipandang sedikit
Universitas Sumatera Utara
lebih dinamis daripada komunikasi sebagai tindakan satu arah, namun
pemahaman ini juga kurang memadai untuk menguraikan dinamika proses
komunikasi karena mengabaikan kemungkinan bahwa orang-orang dapat
mengirim dan menerima pesan pada saat yang sama.
Dalam komunikasi transaksional, komunikasi dianggap telah berlangsung
bila seseorang telah menafsirkan perilaku orang lain, baik perilaku verbal maupun
perilaku nonverbalnya. Ketika seorang dosen memberikan kuliah di depan
sejumlah mahasiswa, komunikasi terjadi bukan saja berdasarkan fakta bahwa
mahasiswa menafsirkan isi kuliah dosen, tetapi dosen juga menafsirkan perilaku
anak didiknya, misalnya mahasiswi yang menggigit kuku jarinya (mungkin ia
sedang stres), mengangguk-anggukkan kepala (tampaknya ia mengerti atau
setuju), mengerutkan kening (agaknya ia belum memahami topik yang
dibicarakan atau bingung). Dan itu berlangsung simultan atau spontan. Kelebihan
konseptualisasi komunikasi sebagai transaksi adalah bahwa komunikasi tersebut
tidak membatasi kita pada komunikasi yang disengaja atau respons yang diamati.
Artinya, komunikasi terjadi apakah para pelakunya sengaja atau tidak, dan bahkan
meskipun menghasilkan respons yang tidak dapat diamati. Berdiam diri,
mengabaikan orang lain di sekitar, bahkan meninggalkan orang lain di ruangan –
semuanya bentuk-bentuk komunikasi, semuanya mengirimkan sejenis pesan.
Komunikasi tidak berlangsung dalam ruang hampa-sosial, melainkan
dalam
konteks
atau
situasi
tertentu.
Indikator
paling
umum
untuk
mengklasifikasikan komunikasi berdasarkan konteksnya atau tingkatnya adalah
jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi.
Kelompok sarjana komunikasi Amerika yang menulis buku Human
Communication (1980) membagi komunikasi atas lima macam tipe, yakni
Komuniikasi
Antarpribadi
(Interpersonal
Communication),
Komunikasi
Kelompok Kecil (Small Group Communication), Komunikasi Organisasi
(Organizational Communication), Komunikasi Massa (Mass Communication) dan
Komunikasi Publik (Public Communication). Joseph A. DeVito dalam bukunya
Communicology (1982) membagi komunikasi atas empat macam, yakni
Komunikasi Antarpribadi, Komunikasi Kelompok Kecil, Komunikasi Publik dan
Komunikasi Massa (Cangara, 2008).
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Komunikasi Massa
Konsep komunikasi massa pertama kali diciptakan pada tahun 1920-an
atau 1930-an untuk diterapkan pada kemungkinan baru untuk komunikasi publik
yang muncul dari pers massa, radio, dan film. Media-media ini memperbesar
khalayak potensial melampaui minoritas yang melek huruf. Hal yang juga secara
esensial baru adalah gaya industrial dan skala organisasi produksi dan penyebaran.
Populasi yang besar dari negara bangsa dapat dijangkau secara kurang lebih
bersamaan dengan sebagian besar konten yang sama, sering kali konten yang
membawa cap persetujuan dari mereka yang memiliki kekuasaan politik dan
sosial. Media massa pers, film, dan radio yang waktu itu baru, bersama juga
dengan musik rekaman, juga memunculkan varian baru dari ‘budaya populer’, di
mana ideologi politik dan sosial sering kali menempel.
Severin (Komala, dalam Karlinah. 1999), mengemukakan bahwa
komunikasi massa pada intinya merupakan komunikasi yang menggunakan
saluran (media) untuk menghubungkan komunikator dengan komunikan secara
massal, bertempat tinggal jauh, heterogen, anonim dan menimbulkan efek-efek
tertentu.
Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh
Bittner (Rakhmat, seperti yang disitir Komala, dalam Karlinah, dkk. 1999), yakni:
komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada
sejumlah besar orang. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi
massa itu harus menggunakan media massa. Jadi sekalipun komunikasi
disampaikan kepada khalayak yang banyak, namun tidak menggunakan media
massa, maka itu bukan komunikasi massa.
Rakhmat merangkum definisi-definisi komunikasi massa menjadi:
“Komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada
sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau
elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat”
(Rakhmat, seperti yang dikutip Komala, dalam Karlinah, dkk. 1999).
Melalui definisi itu, kita dapat mengetahui karakteristik komunikasi massa.
Komunikasi massa berbeda dengan komunikasi lainnya dalam hal komponen
yang terlibat di dalamnya, juga proses berlangsungnya komunikasi tersebut. Denis
Universitas Sumatera Utara
McQuail menjelaskan proses komunikasi massa yang sekaligus menjelaskan ciri
atau karakteristik komunikasi massa sebagai berikut.
•
Ciri utama yang paling jelas yang dimiliki media massa adalah bahwa
institusi ini dirancang untuk dapat menjangkau masyarakat luas. Potensi
audiens dipandang sebagai kumpulan orang dalam jumlah besar yang
memiliki sifat tidak saling mengenal satu sama lain. Begitu pula hubungan
antara pengirim pesan (sender) dan penerima pesan (receiver), adalah
tidak saling mengenal.
•
Pengirim, dalam hal ini adalah organisasi media massa atau komunikator
profesional, seperti wartawan, penyiar, produser, artis, dan sebagainya
yang bekerja untuk organisasi media massa yang bersangkutan. Pengirim
dapat pula terdiri atas suara-suara di masyarakat yang diberikan
kesempatan untuk menggunakan saluran media massa, baik dengan cara
membayar ataupun gratis, seperti pemasang iklan, ataupun politisi,
pendakwah, pejabat, dan sebagainya.
•
Hubungan antara pengirim dan penerima bersifat satu pihak (one-sided)
dan tidak ditujukan kepada orang-orang tertentu saja (impersonal) dan
terdapat jarak sosial dan jarak fisik yang memisahkan kedudukan pengirim
dan penerima pesan.
•
Pengirim pesan biasanya memiliki lebih banyak otoritas, keahlian dan juga
gengsi (prestige) dibandingkan penerima pesan.
•
Hubungan antara pengirim dan penerima pesan tidak saja bersifat
asimetris, namun juga kalkulatif dan manipulatif. Pada dasarnya,
hubungan antara pengirim dan penerima pesan adalah bersifat non-moral,
yang didasarkan atas jasa yang dijanjikan atau diminta melalui kontrak
tidak tertulis, namun tidak ada keharusan untuk memenuhinya.
•
Pesan komunikasi massa memiliki ciri dirancang dengan cara yang sudah
distandarkan (produksi massa) dan kemudian diproduksi dalam jumlah
banyak.
•
Audiens media massa terdiri atas kumpulan besar orang yang terletak
tersebar dan bersifat pasif karena tidak memiliki kesempatan untuk
Universitas Sumatera Utara
memberikan respons atau berpartisipasi dalam proses komunikasi dengan
cara yang alami (orisinil).
•
Audiens media massa pada umumnya menyadari bahwa mereka adalah
bagian dari audiens yang lebih besar, namun mereka memiliki hubungan
atau pengetahuan yang terbatas dengan audiens lainnya.
•
Audiens yang bersifat massa itu terbentuk untuk sementara waktu karena
adanya hubungan yang bersifat serentak dengan pengirim (sumber),
sedangkan eksistensi audiens itu sendiri tidak pernah ada kecuali dalam
catatan industri media (Morissan, Wardhani dan Hamid, 2010).
Menurut Alexis S. Tan, fungsi komunikasi dapat beroperasi dalam empat
hal. Fungsi-fungsi tersebut dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut (Nurudin,
2009: 65).
Tabel 2.1
Fungsi Komunikasi Massa Alexis S. Tan
No. Tujuan komunikator
(Penjaga sistem)
1.
Memberi Informasi
Tujuan komunikan
(Menyesuaikan diri pada sistem: pemuasan kebutuhan)
Mempelajari
ancaman
dan
peluang,
memahami
lingkungan, menguji kenyataan, meraih keputusan.
2.
Mendidik
Memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang
berguna memfungsikan dirinya secara efektif dalam
masyarakatnya, mempelajari nilai, tingkah laku yang
cocok agar diterima dalam masyarakatnya.
3.
Mempersuasi
Memberi keputusan, mengadopsi nilai, tingkah laku,
dan
aturan
yang
cocok
agar
diterima
dalam
masyarakatnya.
4.
Menyenangkan,
Menggembirakan,
mengendorkan
urat
saraf,
memuaskan
menghibur, dan mengalihkan perhatian dari masalah
kebutuhan
yang dihadapi.
komunikan
Fungsi komunikasi massa bagi masyarakat menurut Dominick (2001),
terdiri dari surveillance (pengawasan), interpretation (penafsiran), linkage
Universitas Sumatera Utara
(keterkaitan), transmission of values (penyebaran nilai) dan entertainment
(hiburan) (Ardianto dan Erdinaya, 2004: 15).
Fungsi pengawasan komunikasi massa dibagi dalam bentuk utama: (1)
warning or beware surveillance (pengawasan peringatan), terjadi ketika media
massa menginformasikan tentang ancaman dari angin topan, meletusnya gunung
merapi, kondisi efek yang memprihatinkan, tayangan inflasi atau adanya serangan
militer; (2) instrumental surveillance (pengawasan instrumental), adalah
penyampaian atau penyebaran informasi yang memiliki kegunaan atau dapat
membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari, misalnya film apa yang sedang
dimainkan di bioskop, bagaimana harga-harga saham di bursa efek, produkproduk baru, resep makanan dan sebagainya.
Fungsi penafsiran hampir mirip dengan fungsi pengawasan. Media massa
tidak hanya memasok fakta dan data, tetapi juga memberikan penafsiran terhadap
kejadian-kejadian penting. Organisasi atau industri media memutuskan peristiwaperistiwa yang dimuat atau ditayangkan. Penafsiran media dapat dilihat pada
halaman tajuk rencana (editorial) surat kabar dan komentar radio siaran atau
televisi.
Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam,
sehingga membentuk linkage (pertalian) berdasarkan kepentingan dan minat yang
sama tentang sesuatu. Contohnya hubungan para pemuka partai politik dengan
pengikut-pengikutnya ketika membaca berita surat kabar mengenai partainya yang
dikagumi oleh para pengikutnya itu.
Fungsi penyebaran atau sosialisasi mengacu pada cara, di mana individu
mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Media massa yang mewakili gambaran
masyarakat itu ditonton, didengar dan dibaca. Media massa memperlihatkan
kepada kita bagaimana mereka bertindak dan apa yang diharapkan mereka.
Dengan kata lain, media mewakili kita dengan model peran yang kita amati dan
harapan untuk menirunya.
Tidak dapat dibantah bahwa kenyataannya hampir semua media
menjalankan fungsi hiburan. Melalui berbagai macam program acara yang
ditayangkan televisi, khalayak dapat memperoleh hiburan yang dikehendakinya.
Melalui berbagai macam acara di radio siaran pun masyarakat dapat menikmati
Universitas Sumatera Utara
hiburan. Sementara surat kabar dapat melakukan hal tersebut dengan memuat
cerpen, komik, TTS, dan berita yang mengandung human interest (sentuhan
manusiawi).
2.1.3 Uses and Gratifications Theory
Uses and Gratifications Theory disebut-sebut sebagai salah satu teori
paling populer dalam studi komunikasi massa. Teori ini mengajukan gagasan
bahwa perbedaan individu menyebabkan audiens mencari, menggunakan dan
memberikan tanggapan terhadap isi media secara berbeda-beda, yang disebabkan
oleh berbagai faktor sosial dan psikologis yang berbeda di antara individu audiens.
Perkembangan awal yang menjadi cikal bakal teori ini dimulai pada tahun
1940-an, ketika
sejumlah peneliti mencoba
mencari tahu
motif yang
melatarbelakangi audiens mendengarkan radio dan membaca surat kabar. Mereka
meneliti siaran radio dan mencari tahu mengapa orang tertarik terhadap program
yang disiarkan seperti kuis dan serial drama radio. Kepuasan apa yang diperoleh
sehingga mereka senang mendengarkan program tersebut atau apa motif orang
membaca surat kabar.
Herta Herzog (1944) dipandang sebagai orang pertama yang mengawali
riset penggunaan dan kepuasan ini. Ia mencoba mengelompokkan berbagai alasan
mengapa orang memilih mengonsumsi surat kabar daripada radio. Herzog
mempelajari peran keinginan dan kebutuhan audiens terhadap pilihan media, ia
mewawancarai sejumlah penggemar program sinetron (soap opera) di televisi
untuk mempelajari mengapa mereka begitu menyukai program tersebut. Ia
menemukan adanya tiga jenis atau tipe pemuasan, yaitu:
•
Sebagian orang menyukai sinetron karena berfungsi sebagai sarana
pelepasan emosi dengan cara melihat dan mendengarkan masalah orang
lain melalui pesawat TV;
•
Audiens dapat berangan-angan (wishful thinking) terhadap sesuatu yang
tidak mungkin mereka raih, mereka sudah cukup memperoleh kepuasan
hanya dengan melihat pengalaman orang lain di layar kaca;
•
Sebagian orang merasa mereka dapat belajar dari program sinetron karena
jika seseorang menonton program tersebut dan sesuatu terjadi dalam
Universitas Sumatera Utara
hidupnya, maka ia sudah tahu apa yang harus dilakukan berdasarkan
‘pelajaran’ yang diperoleh dari sinetron bersangkutan.
Penelitian Herzog ini merupakan langkah penting dalam perkembangan
teori penggunaan dan kepuasan karena ia orang pertama yang memberikan
penjelasan yang mendalam mengenai kepuasan media.
Wilbur
Schramm
(1954)
mengembangkan
suatu
formula
dalam
menentukan “apa yang akan dipilih individu dari apa yang ditawarkan komunikasi
massa.” Misalnya apa yang akan dipilih orang untuk menghibur dirinya? Apakah
menonton televisi atau membaca majalah di rumah atau pergi keluar menonton
bioskop bersama teman? Keputusan yang diberikan bergantung pada rumusan
yang dikemukakan Schramm sebagai berikut
Pilihan media =
Hasil (𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 ) yang diharapkan
Upaya yang dilakukan
Schramm berusaha menegaskan bahwa audiens media massa menilai
tingkat hasil (level of reward) atau kepuasan (gratifications) yang mereka
harapkan
dari
media
dan
pesan
yang
disampaikan
dengan
cara
membandingkannya dengan banyaknya pengorbanan yang harus mereka berikan
untuk mendapatkan hasil. Gagasan ini adalah elemen utama dari apa yang
kemudian dikenal sebagai teori penggunaan dan kepuasan, walaupun istilah ini
belum digunakan pada saat itu (Morissan, Wardhani dan Hamid, 2010: 82-83).
Herbert Blumer dan Elihu Katz adalah orang pertama yang mengenalkan
Uses and Gratifications Theory pada tahun 1974 dalam bukunya The Uses on
Mass Communications: Current Perspectives on Gratification Research. Teori ini
mengatakan bahwa pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan
menggunakan media tersebut. Dengan kata lain, pengguna media adalah pihak
yang aktif dalam proses komunikasi dengan berusaha mencari sumber media yang
paling baik dalam usaha memenuhi kebutuhannya. Artinya, uses and
gratifications theory mengasumsikan bahwa pengguna mempunyai pilihan
alternatif untuk memuaskan kebutuhannya (Nurudin, 2009: 191-192).
Teori penggunaan dan kepuasan ini lebih menekankan pada pendekatan
manusiawi dalam melihat media massa. Artinya, manusia itu mempunyai otonomi,
wewenang untuk memperlakukan media. Blumer dan Katz percaya bahwa tidak
hanya ada satu jalan bagi khalayak untuk menggunakan media. Sebaliknya, ada
Universitas Sumatera Utara
banyak alasan khalayak untuk menggunakan media. Menurut teori ini, konsumen
media mempunyai kebebasan untuk memutuskan bagaimana (lewat media mana)
mereka menggunakan media dan bagaimana media itu akan berdampak pada
dirinya. Pengguna teori ini dapat dilihat dalam kasus selektivitas musik personal.
Kita menyeleksi musik tidak hanya karena cocok dengan lagunya, tetapi juga
untuk motif-motif yang lain, misalnya untuk gengsi diri, kepuasan batin, atau
sekadar hiburan.
Kita bisa memahami interaksi orang dengan media melalui pemanfaatan
media oleh orang itu (uses) dan kepuasan yang diperoleh (gratifications).
Gratifikasi yang sifatnya umum antara lain pelarian dari rasa khawatir, peredaan
rasa kesepian, dukungan emosional, perolehan informasi, dan kontak sosial.
Sejumlah asumsi dasar yang menjadi inti gagasan Uses and Gratifications
Theory sebagaimana dikemukakan oleh Katz, Blumer, dan Gurevitch (1974), yang
mengembangkan teori ini, adalah sebagai berikut.
•
Audiens Aktif dan Berorientasi pada Tujuan Ketika Menggunakan Media
Dalam perspektif teori penggunaan dan kepuasan, audiens dipandang
sebagai partisipan yang aktif dalam proses komunikasi, namun tingkat
keaktifan setiap individu tidaklah sama. Dengan kata lain, tingkat
keaktifan audiens merupakan variabel. Perilaku komunikasi audiens
mengacu pada target dan tujuan yang ingin dicapai serta berdasarkan
motivasi; audiens melakukan pilihan terhadap isi media berdasarkan
motivasi, tujuan dan kebutuhan personal mereka.
•
Inisiatif untuk Mendapatkan Kepuasan Media Ditentukan Audiens
Asumsi kedua ini berhubungan dengan kebutuhan terhadap kepuasan yang
dihubungkan dengan pilihan media tertentu yang ditentukan oleh audiens
sendiri. Karena sifatnya aktif, maka audiens mengambil inisiatif. Kita
memilih menonton program komedi di televisi karena kita menyukai acara
yang membuat kita tertawa atau menonton program berita karena kita
ingin mendapatkan informasi. Tidak seorangpun dapat menentukan apa
yang kita inginkan terhadap isi media. Jadi, orang bisa saja mendapatkan
hiburan dari program berita atau sebaliknya, mendapatkan informasi dari
Universitas Sumatera Utara
program komedi. Dengan demikian, audiens memiliki kewenangan penuh
dalam proses komunikasi massa.
•
Media Bersaing dengan Sumber Kepuasan Lain
Media dan audiens tidak berada dalam ruang hampa yang tidak menerima
pengaruh apa-apa. Keduanya menjadi bagian dari masyarakat yang lebih
luas, dan hubungan antara media dan audiens dipengaruhi masyarakat.
Media bersaing dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya dalam hal
pilihan, perhatian dan penggunaan untuk memuaskan kebutuhan dan
keinginan seseorang. Misalnya, di awal hubungan yang romantis, banyak
pasangan memilih menonton bioskop daripada menonton televisi di rumah.
Seseorang yang jarang mengonsumsi media dan lebih suka berbincang
dengan keluarga atau teman – karena dirasa lebih bisa memberikan
kepuasan – akan menggunakan media lebih sering untuk mendapatkan
informasi mengenai pemilu karena ia ingin menjadi calon legislatif.
Penonton harus memberikan perhatian kepada pesan media untuk dapat
dipengaruhi, pilihan personal dan perbedaan individu merupakan pengaruh
kuat untuk mengurangi efek media. Individu yang tidak memiliki inisiatif
diri yang cukup kuat akan mudah dipengaruhi media.
•
Audiens Sadar Sepenuhnya terhadap Ketertarikan, Motif, dan Penggunaan
Media
Kesadaran diri yang cukup akan adanya ketertarikan dan motif yang
muncul dalam diri yang dilanjutkan dengan penggunaan media
memungkinkan peneliti mendapatkan gambaran yang tepat mengenai
penggunaan media oleh audiens. Audiens melakukan pilihan secara sadar
terhadap media tertentu yang akan digunakannya.
•
Penilaian Isi Media Ditentukan oleh Audiens
Menurut teori penggunaan dan kepuasan ini, isi media hanya dapat dinilai
oleh audiens sendiri. Program radio yang dianggap tidak bermutu bisa
menjadi berguna bagi audiens tertentu karena merasakan mendapatkan
kepuasan dengan mendengarkan program tersebut. Menurut J.D. Rayburn
dan Philip Palmgreen (1984), seseorang yang membaca surat kabar
tertentu tidak berarti ia merasa puas dengan surat kabar yang dibacanya
Universitas Sumatera Utara
karena mungkin hanya surat kabar itu saja yang tersedia, ia akan segera
beralih ke surat kabar lain jika ia mendapat kesempatan memperoleh surat
kabar lain (Morissan, Wardhani dan Hamid, 2010).
Katz
dan
kawan-kawan
(1974)
dan
Denis
McQuail
(1975)
menggambarkan logika yang mendasari penelitian uses and gratifications theory
sebagai berikut (Ardianto dan Erdinaya, 2004: 72):
Gambar 2.1
Logika Uses and Gratifications Theory
Faktor sosial
psikologis
menimbulkan (1)
Kebutuhan
yang
melahirkan (2)
Harapanharapan
terhadap media
massa atau
sumber lain
yang mengarah
pada (3-4)
Berbagai pola
penghadapan
media (5)
Menghasilkan
gratifikasi
kebutuhan (6)
Konsekuensi
lain yang tidak
diinginkan (7)
Uses and Gratifications Theory beroperasi dalam beberapa cara yang bisa
dilihat dalam bagan di bawah ini (Nurudin, 2009: 194):
Gambar 2.2
Uses and Gratifications Theory
Lingkungan
sosial:
1. ciri-ciri
demografis
2. afiliasi
kelompok
3. ciri-ciri
kepribadian
Kebutuhan
khalayak:
1. kognitif
2. afektif
3. integratif
personal
4. integratf
sosial
5. pelepasan
ketegangan
Sumber pemuasan
kebutuhan yang
berhubungan
dengan non
media:
1. keluarga,
teman-teman
2. komunikasi
interpersonal
3. hobi
4. tidur
Penggunaan
media massa:
1. jenis-jenis
media SK,
majalah, radio,
TV dan film
2. isi media
3. terpaan media
4. konteks sosial
dan terpaan media
Pemuasan media
(fungsi):
1. pengamatan
lingkungan
2. diversi/hiburan
3. identitas
personal
4. hubungan sosial
Universitas Sumatera Utara
Model ini memulai dengan lingkungan sosial yang menentukan kebutuhan
kita. Lingkungan sosial tersebut meliputi ciri-ciri afiliasi kelompok dan ciri-ciri
kepribadian. Kebutuhan individual dikategorikan sebagai kebutuhan kognitif,
afektif, integratif personal, integratif sosial, dan pelepasan. Kebutuhan kognitif
berkaitan dengan peneguhan informasi, pengetahuan dan pemahaman mengenai
lingkungan. Kebutuhan ini didasarkan pada hasrat untuk memahami dan
menguasai lingkungan, juga memuaskan rasa penasaran kita dan dorongan untuk
penyelidikan kita. Kebutuhan afektif adalah kebutuhan yang berkaitan dengan
peneguhan pengalaman-pengalaman yang estetis, menyenangkan, dan emosional.
Kebutuhan pribadi secara integratif berkaitan dengan peneguhan kredibilitas,
kepercayaan, stabilitas, dan status individual. Hal-hal tersebut diperoleh dari
hasrat akan harga diri. Kebutuhan sosial secara integratif berkaitan dengan
peneguhan kontak dengan keluarga, teman, dan dunia. Hal-hal tersebut didasarkan
pada hasrat untuk berafiliasi. Kebutuhan pelepasan berkaitan dengan upaya
menghindarkan tekanan, ketegangan, dan hasrat akan keanekaragaman.
Salah satu Model Uses and Gratifications yang banyak digunakan dalam
penelitian dapat dilihat pada bagan di bawah ini:
Gambar 2.3
Model Uses and Gratifications
Anteseden
Motif
Penggunaan Media
Efek
-Variabel Individu
- Kognitif
- Hubungan
- Kepuasan
-Variabel Lingkungan
- Personal Diversi
- Macam isi
- Pengetahuan
- Personal Identity
- Hubungan dengan isi
Anteseden meliputi variabel individual yang terdiri dari data demografis
seperti usia, jenis kelamin dan faktor-faktor psikologis komunikan, serta variabel
lingkungan seperti organisasi, sistem sosial, dan struktur sosial. Blumer
menyebutkan tiga orientasi motif, yaitu: orientasi kognitif (kebutuhan informasi,
surveillance, atau eksplorasi realitas), diversi (kebutuhan akan pelepasan dari
tekanan dan kebutuhan akan hiburan), serta identitas personal (menggunakan isi
media untuk memperkuat atau menonjolkan sesuatu yang penting dalam
kehidupan atau situasi orang itu sendiri). Penggunaan media terdiri dari jumlah
waktu yang digunakan dalam berbagai media, jenis isi media yang dikonsumsi
Universitas Sumatera Utara
dan berbagai hubungan antara individu konsumen media dengan isi media yang
dikonsumsi
atau
media
secara
keseluruhan.
Efek
media
dapat
dioperasionalisasikan sebagai evaluasi kemampuan media untuk memberi
kepuasan.
2.1.4 Radio Siaran
Dalam membicarakan radio siaran, kita perlu mengetahui secara sekilas
sejarah radio siaran di tempat lahirnya, yakni Amerika Serikat dan Inggris. Radio
siaran sebagai alat komunikasi ditemukan setelah mesin cetak ditemukan. Donald
McNicol dalam bukunya Radio’s Conquest of Space menyatakan bahwa
“terkalahkannya” ruang angkasa oleh radio siaran dimulai pada tahun 1802 oleh
Dane dengan ditemukannya suatu pesan (message) dalam jarak pendek dengan
menggunakan alat sederhana berupa kawat beraliran listrik.
Penemu kemajuan radio siaran berikutnya adalah tiga orang cendekiawan
muda, di antaranya bernama James Maxwell berkebangsaan Inggris pada tahun
1865. Ia mendapat julukan scientific father of wireless, karena berhasil
menemukan rumus-rumus yang diduga mewujudkan gelombang elektromagnetis,
yakni gelombang yang digunakan radio siaran dan televisi. Adanya gelombang
elektromagnetis
telah
dibuktikan
oleh
Heinrich
Hertz
dengan
melalui
eksperimennya pada tahun 1884.
Radio siaran yang digunakan sebagai alat atau media komunikasi massa
yang selanjutnya disebut sebagai radio siaran (broadcasting) mula-mula
diperkenalkan oleh David Sarnoff pada tahun 1915. Lee De Forest melalui radio
siaran eksperimennya pada tahun 1916 telah menyiarkan kampanye pemilihan
presiden Amerika Serikat antara Wilson dan Hughes kepada masyarakat umum,
sehingga ia dianggap sebagai pelopor radio siaran dan dijuluki Bapak radio siaran
juga yang mula-mula menyiarkan berita radio siaran, sedang yang melakukan
eksperimen menyiarkan musik ialah Dr. Frank Conrad pada tahun 1919. Mulai
tahun 1920 masyarakat Amerika Serikat telah dapat menikmati radio siaran secara
teratur dengan berbagai programnya (Mulyana, 2004: 117).
UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran mendefinisikan penyiaran radio
sebagai media komunikasi massa dengar, yang menyalurkan gagasan dan
Universitas Sumatera Utara
informasi dalam bentuk suara secara umum dan terbuka, berupa program yang
teratur dan berkesinambungan. Keberadaan radio siaran di Indonesia, mempunyai
hubungan erat dengan sejarah perjuangan bangsa, baik semasa penjajahan, masa
perjuangan proklamasi kemerdekaan, maupun di dalam dinamika perjalanan
bangsa memperjuangkan kehidupan masyarakat yang demokratis, adil dan
berkemakmuran.
Perkembangan radio siaran di Indonesia dimulai dari masa penjajahan
Belanda, penjajahan Jepang, zaman kemerdekaan dan zaman Orde Baru. Radio
siaran yang pertama di Indonesia (waktu itu bernama Nederlands Indie – Hindia
Belanda), ialah Bataviase radio siaran Vereniging (BRV) di Batavia (Jakarta
tempo dulu) yang resminya didirikan pada tanggal 16 Juni 1925 pada saat
Indonesia masih dijajah Belanda, dan berstatus swasta. Setelah BRV berdiri,
secara serempak berdiri pula badan-badan radio siaran lainnya di kota Yogyakarta,
Surakarta, Semarang, Surabaya, dan yang terbesar dan terlengkap adalah NIROM
(Nederlandsch Indische Radio Omroep Mij) di Jakarta, Bandung dan Medan,
karena mendapat bantuan dari pemerintah Hindia Belanda.
Ketika Belanda menyerah pada Jepang tanggal 8 Maret 1942, sebagai
konsekuensinya, radio siaran yang tadinya berstatus perkumpulan swasta
dinonaktifkan dan diurus oleh jawatan khusus bernama Hoso Kanri Kyoku,
merupakan pusat radio siaran yang berkedudukan di Jakarta, serta mempunyai
cabang-cabang yang dinamakan Hoso Kyoku di Bandung, Purwakarta,
Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Surabaya dan Malang. Rakyat Indonesia
pada masa ini hanya boleh mendengarkan siaran dari Hoso Kyoku saja.
Namun demikian di kalangan pemuda terdapat beberapa orang dengan resiko
kehilangan jiwa, secara sembunyi-sembunyi mendengarkan siaran luar negeri,
sehingga mereka dapat mengetahui bahwa pada tanggal 14 Agustus 1945
Jepang telah menyerah kepada sekutu (Ardianto dan Erdinaya, 2004: 118)
Teks proklamasi kemerdekaan Indonesia baru dapat disiarkan dalam
bahasa Indonesia dan Inggris pukul 19.00 WIB namun hanya dapat didengar oleh
penduduk di sekitar Jakarta. Baru pada tanggal 18 Agustus 1945, naskah
bersejarah itu dapat dikumandangkan ke luar batas tanah air dengan resiko
petugasnya diberondong senjata serdadu Jepang. Tak lama kemudian dibuat
Universitas Sumatera Utara
pemancar gelap dan berhasil berkumandang di udara radio siaran dengan stasiun
call “Radio Indonesia Merdeka”. Dari sinilah Wakil Presiden Mohammad Hatta
dan pemimpin lainnya menyampaikan pidato melalui radio siaran yang ditujukan
kepada rakyat Indonesia. Pada tanggal 11 September 1945 diperoleh kesepakatan
dari hasil pertemuan antara para pemimpin radio siaran untuk mendirikan sebuah
organisasi radio siaran. Tanggal 11 September itu menjadi hari ulang tahun RRI
(Radio Republik Indonesia).
Sampai akhir tahun 1966 RRI adalah satu-satunya radio siaran di
Indonesia yang dikuasai dan dimiliki oleh pemerintah. Selain berfungsi sebagai
media informasi dan hiburan, pada masa orde baru, radio siaran melalui RRI
menyajikan acara pendidikan dan persuasi. Sejalan dengan perkembangan sosial
budaya serta teknologi, maka bermunculan radio siaran – radio siaran amatir yang
diusahakan perorangan. Saat ini, radio siaran swasta di Indonesia tergabung dalam
organisasi Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI).
Sebagai media massa, radio siaran memiliki karakteristik unik dan khas,
yang juga tentunya mempunyai keunggulan dan kelemahannya, dalam
penyampaian pesan atau isi pernyataannya yang dikemas dalam suatu program,
radio mempunyai cara tersendiri yang disebut dengan gaya radio meliputi bahasa
kata-kata lisan, musik/lagu, dan efek suara yang menjadi kunci utama identitas
sebuah stasiun radio
dalam
menyajikan programmnya untuk
memikat
pendengarnya. Menurut Triartanto (2010), gaya radio secara karakteristiknya
mencakup:
•
Imajinatif
Karena radio siaran hanya bisa didengar, ketika penyiar berbicara di depan
microphone, maka ia dapat mengajak komunikannya untuk berimajinasi.
Radio dapat menciptakan theatre of mind. Pendengar bisa terhanyut
perasaannya saat ia mendengarkan drama radio yang disiarkan.
•
Auditori
Radio adalah bunyi atau suara yang hanya bisa dikonsumsi oleh telinga,
maka itu apa yang didengar oleh telinga kemampuannya cukup terbatas.
Dengan demikian, pesan radio siaran harus disusun secara singkat dan
Universitas Sumatera Utara
jelas (concise and clear) atau menurut istilah Mark W. Hall, pesan radio
siaran itu harus be crystal clear (1974: 51).
•
Akrab
Media radio siaran adalah intim karena penyiar menyampaikan pesannya
secara personal/individu, walaupun radio itu didengarkan oleh orang
banyak. Sapaan penyiar yang khas seolah ditujukan pada diri pendengar
secara seorang diri, menjadikan si penyiar seakan-akan berada di
sekitarnya. Sehingga radio bisa menjadi “teman” di kala seseorang sedang
sedih ataupun gembira.
•
Gaya Percakapan
Bahasa yang digunakan bukan tulisan, tapi gaya obrolan sehari-hari.
Bahasa-bahasa percakapan yang unik muncul dari dunia radio yang
diperkenalkan oleh penyiar menjadi sesuatu yang populer.
Sebagai media massa elektronik, radio siaran memiliki kekhasan sendiri,
berikut keunggulan radio menurut Helena Olii (2007):
•
Radio memengaruhi imajinasi pendengar. Radio mampu melibatkan dan
merangsang imajinasi, memiliki dimensi waktu dan ruang, serta ide yang
disampaikan oleh radio dapat dikembangkan. Radio membantu penemuan
ide yang kreatif. Radio juga memiliki kemampuan untuk mengilhami dan
memotivasi. Semua keunggulan tersebut dapat diperoleh dari hasil
program radio yang efektif.
•
Radio merupakan alat penerima program yang murah. Dengan sedikit
biaya, radio berpontensi menjangkau seluruh penduduk, bahkan penduduk
miskin dan terpencil.
•
Radio mudah dibawa. Karena bentuknya kecil, radio merupakan pesawat
penerima siaran yang mudah dibawa kemana-mana.
•
Produksi program radio tergolong murah. Radio memiliki banyak program,
banyak pesan dan banyak khalayak.
•
Program radio disebarluaskan secara massal dan populer. Radio mampu
mengatasi hambatan gregrafis, jarak jauh, dan kepekaan khalayak.
Universitas Sumatera Utara
•
Pesan komunikasi radio akan cepat sampai. Pesan komunikasi radio dapat
diterima dengar segera, dengan hitungan detik. Pesan tersebut harus
disajikan demi topik (topikal), terkini, memancing tanggapan yang segera.
•
Radio
diterima
sebagai
hiburan.
Pendengar
biasanya
tertarik
mendengarkan radio pada saat dia santai dan perlu teman, dia sedih
sehingga perlu pelipur lara, dan pada saat dia selesai bekerja untuk
menghilangkan rasa penat.
•
Radio dipercaya sebagai sumber berita. Untuk informasi yang tidak bias
(yang tidak berat sebelah), informasi dan petunjuknya dapat dipercaya dan
merupakan media massa yang dapat diterima langsung oleh masyarakat
pendengar.
•
Radio dapat digunakan oleh semua orang. Pendengar tidak harus pandai
baca tulis. Bahkan tuna netra pun dapat mendengar informasi melalui
radio.
•
Radio tidak memerlukan sajian visual. Berbeda dengan televisi, radio tidak
menyajikan gambar. Pada penyajian nilai informasi itulah radio memiliki
keunggulan.
2.1.5 Sistem Penyiaran di Indonesia
Salah satu hasil reformasi di Indonesia tahun 1998 adalah dikeluarkannya
UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. UU ini memberi ruang demokratisasi
dan kebebasan masyarakat untuk mengekspresikan aspirasinya melalui Sistem
Penyiaran Nasional Indonesia. Dalam UU No. 32 Tahun 2002 Pasal 13,
disebutkan bahwa:
(1) Jasa penyiaran terdiri atas:
a. jasa penyiaran radio; dan
b. jasa penyiaran televisi.
(2) Jasa penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan oleh:
a. Lembaga Penyiaran Publik;
b. Lembaga Penyiaran Swasta;
c. Lembaga Penyiaran Komunitas; dan
d. Lembaga Penyiaran Berlangganan.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini secara filosofis menjamin dua hal yang prinsipil dalam penyiaran,
yaitu: diversity of content (keragaman konten) dan diversity of ownership
(keragaman kepemilikan).
Sebagai wujud peran serta masyarakat, UU ini memberi kewenangan
kepada KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) baik di pusat maupun daerah untuk
mengawasi dan membina penyiaran radio dan televisi di daerah masing-masing.
Hal ini dimaksudkan agar kebutuhan masyarakat lokal dalam sistem penyiaran itu
dapat disalurkan melalui penyiaran radio dan televisi. Selanjutnya KPI mewakili
masyarakat, atas perintah UU Penyiaran mengeluarkan Pedoman Perilaku
Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) sebagai pedoman dan rujukan
untuk membuat konten radio dan televisi yang sesuai dengan kebebasan
berekspresi dan menyalurkan pendapat. Di dalam P3 dan SPS, khususnya Pasal 53
(3), menyatakan program siaran dapat menggunakan bahasa asing sebagai
pengantar:
Program siaran dapat menggunakan bahasa asing sebagai bahasa pengantar
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. bahasa asing dalam pemberitaan hanya boleh disiarkan paling banyak 30%
(tiga puluh per seratus) dari seluruh waktu siaran per hari;
b. wajib menyertakan teks dalam Bahasa Indonesia, dengan pengecualian
program khusus berita bahasa asing, pelajaran bahasa asing, pembacaan
kitab suci, siaran olahraga atau siaran langsung;
c. sulih suara paling banyak 30% (tiga puluh per seratus) dari jumlah
program siaran berbahasa asing dari seluruh waktu siaran per hari; dan
d. program yang disajikan dengan teknologi bilingual tidak termasuk sebagai
program yang disulihsuarakan.
2.2
Kerangka Konsep
Konsep adalah istilah yang mengekspresikan sebuah ide abstrak yang
dibentuk dengan menggeneralisasikan objek atau hubungan fakta-fakta yang
diperoleh dari pengamatan (Kriyantono, 2010: 17). Bungin (2005: 67)
mengartikan konsep sebagai generalisasi dari sekelompok fenomena yang sama.
Universitas Sumatera Utara
Jadi kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam
menguraikan rumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah
yang diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka
harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel Anteseden
Variabel Anteseden merupakan variabel yang biasanya digunakan untuk
memprediksi atau diasumsikan menjadi sebab. Variabel anteseden
mendahului variabel pengaruh. Variabel ini sangat berpengaruh pada motif.
Variabel Anteseden dalam penelitian ini adalah karakteristik responden
yang meliputi:
•
Jenis kelamin
•
Hobi
•
Usia
2. Variabel Bebas (X)
Variabel Bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat. Variabel Bebas dalam
penelitian ini adalah konsumsi program berbahasa Mandarin kategori
entertainment Radio 95.9 City FM.
3. Variabel Terikat (Y)
Variabel Terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat karena adanya variabel bebas. Variabel Terikat dalam penelitian ini
adalah pemenuhan kebutuhan dalam Bahasa Mandarin.
Berdasarkan kerangka konsep di atas, maka dapat disusun model teoritis
sebagai berikut:
Gambar 2.4
Model Teoritis
Variabel Anteseden
- Jenis kelamin
- Hobi
- Usia
Motif
- Kognitif
- Personal Diversi
- Personal Identity
Penggunaan Media
- Frekuensi
- Curahan waktu
- Intensitas
- Materi acara
- Kualifikasi penyiar
Efek
- Kepuasan
- Pengetahuan
Universitas Sumatera Utara
2.3
Variabel Penelitian
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan di
atas, maka untuk memudahkan penelitian, perlu dibuat variabel penelitian sebagai
berikut:
Tabel 2.2
Variabel Penelitian
Variabel Teoritis
1. Variabel Anteseden
Variabel Operasional
• Jenis kelamin
• Hobi
• Usia
2. Variabel Bebas (X)
Konsumsi Radio 95.9 City FM
1. Motif mendengarkan City FM:
• Kognitif
• Personal Diversi
• Personal Identity
2. Frekuensi mendengar
3. Curahan waktu mendengar
4. Intensitas mendengar
5. Materi acara
6. Kualifikasi penyiar
3. Variabel Terikat (Y)
Pemenuhan kebutuhan dalam Bahasa
• Kepuasan
• Pengetahuan
Mandarin
2.4
Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep
yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Definisi operasional adalah
suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara untuk mengukur suatu variabel.
Dengan kata lain, definisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang amat
membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama
(Singarimbun, 2006).
Definisi operasional dari variabel-variabel penelitian ini adalah:
Universitas Sumatera Utara
Anteseden
Variabel Individual, yakni terdiri dari:
a. Jenis kelamin: jenis kelamin responden mahasiswa Sastra China
STBA-PIA, yaitu laki-laki dan perempuan.
b. Hobi: hal yang disukai responden.
c. Usia: usia responden.
Variabel Bebas (X)
1. Motif: dioperasionalkan sebagai dorongan bagi responden untuk
mendengarkan program berbahasa Mandarin kategori entertainment di
Radio 95.9 City FM. Motif diklasifikasikan berdasarkan:
a. Kebutuhan Kognitif, yakni terdiri dari:
-
Informasi: informasi yang didapatkan mahasiswa Sastra China STBAPIA setelah mendengarkan Radio 95.9 City FM.
-
Surveillance (pengawasan): pengumpulan dan penyebaran informasi
mengenai hal-hal yang didapat saat mendengarkan Radio 95.9 City FM.
-
Eksplorasi realitas: melihat kesesuaian antara informasi yang didapat
dari mendengarkan Radio 95.9 City FM dengan realita.
Kebutuhan kognitif diukur dari pertanyaan sebagai berikut:
Apakah Anda mendengarkan Radio 95.9 City FM terdorong hal-hal
berikut?
-
Untuk memperoleh informasi dalam Bahasa Mandarin
-
Untuk memperoleh referensi dalam memecahkan masalah
b. Personal Diversi: kebutuhan akan pelepasan dari tekanan dan kebutuhan
akan hiburan dengan mendengarkan Radio 95.9 City FM.
Kebutuhan personal diversi diukur dari pertanyaan sebagai berikut:
Apakah Anda mendengarkan Radio 95.9 City FM terdorong hal-hal
berikut?
-
Untuk memperoleh hiburan atau kesenangan dalam Bahasa Mandarin
-
Untuk memperoleh sarana relaksasi atau penyaluran emosi
-
Untuk mengisi waktu luang
Universitas Sumatera Utara
c. Personal Identity: menggunakan isi media untuk memperkuat atau
menonjolkan sesuatu yang penting dalam kehidupan atau situasi orang itu
sendiri.
Kebutuhan personal identity diukur dari pertanyaan sebagai berikut:
Apakah Anda mendengarkan Radio 95.9 City FM terdorong hal-hal
berikut?
-
Untuk berbagi pengalaman dengan orang lain
-
Untuk memperkuat hubungan dengan orang lain
2. Frekuensi
mendengar:
tingkat
keseringan
mendengarkan
program
berbahasa Mandarin kategori entertainment di Radio 95.9 City FM.
3. Curahan waktu mendengar: waktu rata-rata dalam sehari yang digunakan
untuk mendengarkan program tersebut.
4. Intensitas mendengar: apakah responden ketika mendengarkan program
tersebut sambil melakukan kegiatan lain.
5. Materi acara: sesuatu yang menjadi bahan untuk dipikirkan, dibicarakan,
dsb. Dalam penelitian ini, apa saja bahan yang diangkat dalam program
berbahasa Mandarin kategori entertainment Radio 95.9 City FM.
6. Kualifikasi penyiar: keahlian atau kecakapan penyiar ketika membawakan
acara radio. Dalam penelitian ini, yaitu penyiar program berbahasa
Mandarin kategori entertainment Radio 95.9 City FM.
Variabel Terikat (Y)
Kepuasan dan pengetahuan
Kepuasan dan pengetahuan dalam hal ini berkaitan dengan kepuasan
mendengarkan Radio 95.9 City FM terhadap penambahan pengetahuan
dalam Bahasa Mandarin. Indikator dari kepuasan dan pengetahuan adalah
sebagai berikut:
-
Memperoleh informasi dalam Bahasa Mandarin
-
Memperoleh referensi dalam memecahkan masalah
-
Memperoleh hiburan atau kesenangan dalam Bahasa Mandarin
-
Memperoleh sarana relaksasi atau penyaluran emosi
-
Mengisi waktu luang
-
Berbagi pengalaman dengan orang lain
Universitas Sumatera Utara
-
Memperkuat hubungan dengan orang lain
-
Merasa puas dengan materi yang disiarkan
-
Suka dengan cara atau gaya penyiar dalam menyampaikan materi
tersebut.
2.5
Hipotesis
Hipotesis adalah perndapat atau pernyataan yang masih belum tentu
kebenarannya, masih harus diuji lebih dahulu dan karenanya bersifat sementara
atau dugaan awal (Kriyantono, 2006:28).
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ho:
Tidak ada pengaruh konsumsi Radio 95.9 City FM terhadap pemenuhan
kebutuhan dalam Bahasa Mandarin mahasiswa Sastra China STBA-PIA.
Ha:
Ada pengaruh konsumsi Radio 95.9 City FM terhadap pemenuhan
kebutuhan dalam Bahasa Mandarin mahasiswa Sastra China STBA-PIA.
Universitas Sumatera Utara
Download