BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori 2.1.1 Komunikasi Komunikasi secara etimologis berasal dari bahasa latin “cummunicatio”. Istilah ini bersumber dari kata “communis” yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna. Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antarmanusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan orang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya. Dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society, Harold Laswell menyatakan bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah menjawab pertanyaan: Who says what, in which channel, to whom, with what effect. Paradigma Laswell tersebut menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur, yakni: sumber (source), pesan (message), media (channel, media), penerima (receiver, recipient), efek (effect, impact). Sumber atau komunikator adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber boleh jadi seorang individu, kelompok, organisasi, perusahaan atau bahkan suatu negara. Untuk menyampaikan apa yang ada dalam hatinya (perasaan) atau dalam kepalanya (pikiran), sumber harus mengubah perasaan atau pikiran tersebut ke dalam seperangkat simbol verbal dan atau nonverbal yang idealnya dipahami oleh penerima pesan. Pengalaman masa lalu, rujukan nilai, pengetahuan, persepsi, pola pikir, dan perasaan sumber mempengaruhinya dalam merumuskan pesan. Kedua, pesan, yaitu apa yang dikomunikasikan sumber kepada penerima. Pesan merupakan seperangkat simbol verbal dan atau noverbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber tadi. Pesan mempunyai tiga komponen: makna, simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna, dan bentuk atau organisasi pesan. Ketiga, saluran atau media, yakni alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. Pada dasarnya komunikasi manusia menggunakan dua saluran, yakni cahaya dan suara, meskipun kita bisa juga menggunakan kelima indra kita untuk menerima pesan Universitas Sumatera Utara dari orang lain. Saluran juga merujuk pada cara penyajian pesan: apakah langsung (tatap muka) atau lewat media. Keempat, penerima, yakni orang yang menerima pesan dari sumber. Berdasarkan pengalaman masa lalu, rujukan nilai, pengetahuan, persepsi, pola pikir dan perasaannya, penerima pesan ini menerjemahkan atau menafsirkan seperangkan simbol verbal dan atau nonverbal yang ia terima menjadi gagasan yang dapat ia pahami. Proses ini disebut penyandian-balik (decoding). Kelima, efek, yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut, misalnya penambahan pengetahuan (dari tidak tahu menjadi tahu), terhibur, perubahan sikap (dari tidak setuju menjadi setuju), perubahan perilaku, dan sebagainya. Shannon dan Weaver (1949) mengatakan komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh memengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak disengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi. Everett M. Rogers mendefinisikan komunikasi sebagai proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka (Mulyana, 2007: 69). Tahun 1976 Frank Dance dan Carl Larson telah mengumpulkan 126 definisi komunikasi yang berlainan. Dance menemukan tiga dimensi konseptual penting yang mendasari definisi-definisi komunikasi. Dimensi pertama adalah tingkat observasi (level of observation), atau derajat keabstrakannya. Misalnya, definisi komunikasi sebagai “proses yang menghubungkan satu sama lain bagianbagian terpisah dunia kehidupan” adalah terlalu umum, sementara komunikasi sebagai “alat untuk mengirim pesan militer, perintah, dan lain sebagainya lewat telepon, telegraf, radio, kurir, dan sebagainya” terlalu sempit. Dimensi kedua adalah kesengajaan (intentionality). Sebagian definisi mencakup hanya pengiriman dan penerimaan pesan yang disengaja; sedangkan sebagian definisi lainnya tidak menuntut syarat ini. Contoh definisi yang mensyaratkan kesengajaan ini dikemukakan Gerald R. Miller, yakni komunikasi sebagai “situasi-situasi yang memungkinkan suatu sumber mentransmisikan suatu pesan kepada seorang penerima dengan disadari untuk mempengaruhi perilaku Universitas Sumatera Utara penerima.” Sedangkan definisi komunikasi yang mengabaikan kesengajaan adalah definisi yang dinyatakan oleh Alex Gode, yakni “suatu proses yang membuat sama bagi dua orang atau lebih apa yang tadinya merupakan monopoli seseorang atau sejumlah orang.” Dimensi ketiga adalah penilaian normatif. Sebagian definisi, meskipun secara implisit, menyertakan keberhasilan atau kecermatan; sebagian lainnya tidak seperti itu. Definisi komunikasi dari John B. Hoben, misalnya mengasumsikan bahwa komunikasi itu (harus) berhasil: “Komunikasi adalah pertukaran verbal pikiran atau gagasan.” Asumsi di balik definisi tersebut adalah bahwa suatu pikiran atau gagasan secara berhasil dipertukarkan. Sebagian definisi lainnya tidak otomatis mensyaratkan keberhasilan ini, seperti definisi komunikasi dari Bernard Berelson dan Gary Steiner: “Komunikasi adalah transmisi informasi.” Jadi definisi tersebut tidak mensyaratkan bahwa informasi harus diterima atau dimengerti (Mulyana, 2007: 60-62). Sebagaimana dikemukakan John R. Wenburg dan William W. Wilmot juga Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken, setidaknya ada tiga kerangka pemahaman mengenai komunikasi, yakni komunikasi sebagai tindakan satu arah, komunikasi sebagai interaksi, dan komunikasi sebagai transaksi. Pemahaman komunikasi sebagai proses searah oleh Michael Burgoon disebut “definisi berorientasi-sumber” (source-oriented definition). Misalnya, seseorang mempunyai informasi mengenai suatu masalah, lalu ia menyampaikannya kepada orang lain, orang lain mendengarkan, dan mungkin berperilaku sebagai hasil mendengarkan pesan tersebut, lalu komunikasi dianggap telah terjadi. Jadi komunikasi dianggap suatu proses linier yang dimulai dengan sumber atau pengirim dan berakhir pada penerima atau tujuannya. Konseptualisasi kedua yang sering diterapkan pada komunikasi adalah interaksi. Pandangan komunikasi sebagai interaksi menyetarakan komunikasi dengan proses sebab-akibat atau aksi-reaksi, yang arahnya bergantian. Seseorang menyampaikan pesan, baik verbal atau nonverbal, seorang penerima bereaksi dengan memberi jawaban verbal atau menganggukkan kepala, kemudian orang pertama bereaksi lagi setelah menerima respons atau umpan balik dari orang kedua, dan begitu seterusnya. Komunikasi sebagai interaksi dipandang sedikit Universitas Sumatera Utara lebih dinamis daripada komunikasi sebagai tindakan satu arah, namun pemahaman ini juga kurang memadai untuk menguraikan dinamika proses komunikasi karena mengabaikan kemungkinan bahwa orang-orang dapat mengirim dan menerima pesan pada saat yang sama. Dalam komunikasi transaksional, komunikasi dianggap telah berlangsung bila seseorang telah menafsirkan perilaku orang lain, baik perilaku verbal maupun perilaku nonverbalnya. Ketika seorang dosen memberikan kuliah di depan sejumlah mahasiswa, komunikasi terjadi bukan saja berdasarkan fakta bahwa mahasiswa menafsirkan isi kuliah dosen, tetapi dosen juga menafsirkan perilaku anak didiknya, misalnya mahasiswi yang menggigit kuku jarinya (mungkin ia sedang stres), mengangguk-anggukkan kepala (tampaknya ia mengerti atau setuju), mengerutkan kening (agaknya ia belum memahami topik yang dibicarakan atau bingung). Dan itu berlangsung simultan atau spontan. Kelebihan konseptualisasi komunikasi sebagai transaksi adalah bahwa komunikasi tersebut tidak membatasi kita pada komunikasi yang disengaja atau respons yang diamati. Artinya, komunikasi terjadi apakah para pelakunya sengaja atau tidak, dan bahkan meskipun menghasilkan respons yang tidak dapat diamati. Berdiam diri, mengabaikan orang lain di sekitar, bahkan meninggalkan orang lain di ruangan – semuanya bentuk-bentuk komunikasi, semuanya mengirimkan sejenis pesan. Komunikasi tidak berlangsung dalam ruang hampa-sosial, melainkan dalam konteks atau situasi tertentu. Indikator paling umum untuk mengklasifikasikan komunikasi berdasarkan konteksnya atau tingkatnya adalah jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi. Kelompok sarjana komunikasi Amerika yang menulis buku Human Communication (1980) membagi komunikasi atas lima macam tipe, yakni Komuniikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication), Komunikasi Kelompok Kecil (Small Group Communication), Komunikasi Organisasi (Organizational Communication), Komunikasi Massa (Mass Communication) dan Komunikasi Publik (Public Communication). Joseph A. DeVito dalam bukunya Communicology (1982) membagi komunikasi atas empat macam, yakni Komunikasi Antarpribadi, Komunikasi Kelompok Kecil, Komunikasi Publik dan Komunikasi Massa (Cangara, 2008). Universitas Sumatera Utara 2.1.2 Komunikasi Massa Konsep komunikasi massa pertama kali diciptakan pada tahun 1920-an atau 1930-an untuk diterapkan pada kemungkinan baru untuk komunikasi publik yang muncul dari pers massa, radio, dan film. Media-media ini memperbesar khalayak potensial melampaui minoritas yang melek huruf. Hal yang juga secara esensial baru adalah gaya industrial dan skala organisasi produksi dan penyebaran. Populasi yang besar dari negara bangsa dapat dijangkau secara kurang lebih bersamaan dengan sebagian besar konten yang sama, sering kali konten yang membawa cap persetujuan dari mereka yang memiliki kekuasaan politik dan sosial. Media massa pers, film, dan radio yang waktu itu baru, bersama juga dengan musik rekaman, juga memunculkan varian baru dari ‘budaya populer’, di mana ideologi politik dan sosial sering kali menempel. Severin (Komala, dalam Karlinah. 1999), mengemukakan bahwa komunikasi massa pada intinya merupakan komunikasi yang menggunakan saluran (media) untuk menghubungkan komunikator dengan komunikan secara massal, bertempat tinggal jauh, heterogen, anonim dan menimbulkan efek-efek tertentu. Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner (Rakhmat, seperti yang disitir Komala, dalam Karlinah, dkk. 1999), yakni: komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa. Jadi sekalipun komunikasi disampaikan kepada khalayak yang banyak, namun tidak menggunakan media massa, maka itu bukan komunikasi massa. Rakhmat merangkum definisi-definisi komunikasi massa menjadi: “Komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat” (Rakhmat, seperti yang dikutip Komala, dalam Karlinah, dkk. 1999). Melalui definisi itu, kita dapat mengetahui karakteristik komunikasi massa. Komunikasi massa berbeda dengan komunikasi lainnya dalam hal komponen yang terlibat di dalamnya, juga proses berlangsungnya komunikasi tersebut. Denis Universitas Sumatera Utara McQuail menjelaskan proses komunikasi massa yang sekaligus menjelaskan ciri atau karakteristik komunikasi massa sebagai berikut. • Ciri utama yang paling jelas yang dimiliki media massa adalah bahwa institusi ini dirancang untuk dapat menjangkau masyarakat luas. Potensi audiens dipandang sebagai kumpulan orang dalam jumlah besar yang memiliki sifat tidak saling mengenal satu sama lain. Begitu pula hubungan antara pengirim pesan (sender) dan penerima pesan (receiver), adalah tidak saling mengenal. • Pengirim, dalam hal ini adalah organisasi media massa atau komunikator profesional, seperti wartawan, penyiar, produser, artis, dan sebagainya yang bekerja untuk organisasi media massa yang bersangkutan. Pengirim dapat pula terdiri atas suara-suara di masyarakat yang diberikan kesempatan untuk menggunakan saluran media massa, baik dengan cara membayar ataupun gratis, seperti pemasang iklan, ataupun politisi, pendakwah, pejabat, dan sebagainya. • Hubungan antara pengirim dan penerima bersifat satu pihak (one-sided) dan tidak ditujukan kepada orang-orang tertentu saja (impersonal) dan terdapat jarak sosial dan jarak fisik yang memisahkan kedudukan pengirim dan penerima pesan. • Pengirim pesan biasanya memiliki lebih banyak otoritas, keahlian dan juga gengsi (prestige) dibandingkan penerima pesan. • Hubungan antara pengirim dan penerima pesan tidak saja bersifat asimetris, namun juga kalkulatif dan manipulatif. Pada dasarnya, hubungan antara pengirim dan penerima pesan adalah bersifat non-moral, yang didasarkan atas jasa yang dijanjikan atau diminta melalui kontrak tidak tertulis, namun tidak ada keharusan untuk memenuhinya. • Pesan komunikasi massa memiliki ciri dirancang dengan cara yang sudah distandarkan (produksi massa) dan kemudian diproduksi dalam jumlah banyak. • Audiens media massa terdiri atas kumpulan besar orang yang terletak tersebar dan bersifat pasif karena tidak memiliki kesempatan untuk Universitas Sumatera Utara memberikan respons atau berpartisipasi dalam proses komunikasi dengan cara yang alami (orisinil). • Audiens media massa pada umumnya menyadari bahwa mereka adalah bagian dari audiens yang lebih besar, namun mereka memiliki hubungan atau pengetahuan yang terbatas dengan audiens lainnya. • Audiens yang bersifat massa itu terbentuk untuk sementara waktu karena adanya hubungan yang bersifat serentak dengan pengirim (sumber), sedangkan eksistensi audiens itu sendiri tidak pernah ada kecuali dalam catatan industri media (Morissan, Wardhani dan Hamid, 2010). Menurut Alexis S. Tan, fungsi komunikasi dapat beroperasi dalam empat hal. Fungsi-fungsi tersebut dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut (Nurudin, 2009: 65). Tabel 2.1 Fungsi Komunikasi Massa Alexis S. Tan No. Tujuan komunikator (Penjaga sistem) 1. Memberi Informasi Tujuan komunikan (Menyesuaikan diri pada sistem: pemuasan kebutuhan) Mempelajari ancaman dan peluang, memahami lingkungan, menguji kenyataan, meraih keputusan. 2. Mendidik Memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang berguna memfungsikan dirinya secara efektif dalam masyarakatnya, mempelajari nilai, tingkah laku yang cocok agar diterima dalam masyarakatnya. 3. Mempersuasi Memberi keputusan, mengadopsi nilai, tingkah laku, dan aturan yang cocok agar diterima dalam masyarakatnya. 4. Menyenangkan, Menggembirakan, mengendorkan urat saraf, memuaskan menghibur, dan mengalihkan perhatian dari masalah kebutuhan yang dihadapi. komunikan Fungsi komunikasi massa bagi masyarakat menurut Dominick (2001), terdiri dari surveillance (pengawasan), interpretation (penafsiran), linkage Universitas Sumatera Utara (keterkaitan), transmission of values (penyebaran nilai) dan entertainment (hiburan) (Ardianto dan Erdinaya, 2004: 15). Fungsi pengawasan komunikasi massa dibagi dalam bentuk utama: (1) warning or beware surveillance (pengawasan peringatan), terjadi ketika media massa menginformasikan tentang ancaman dari angin topan, meletusnya gunung merapi, kondisi efek yang memprihatinkan, tayangan inflasi atau adanya serangan militer; (2) instrumental surveillance (pengawasan instrumental), adalah penyampaian atau penyebaran informasi yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari, misalnya film apa yang sedang dimainkan di bioskop, bagaimana harga-harga saham di bursa efek, produkproduk baru, resep makanan dan sebagainya. Fungsi penafsiran hampir mirip dengan fungsi pengawasan. Media massa tidak hanya memasok fakta dan data, tetapi juga memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting. Organisasi atau industri media memutuskan peristiwaperistiwa yang dimuat atau ditayangkan. Penafsiran media dapat dilihat pada halaman tajuk rencana (editorial) surat kabar dan komentar radio siaran atau televisi. Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga membentuk linkage (pertalian) berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu. Contohnya hubungan para pemuka partai politik dengan pengikut-pengikutnya ketika membaca berita surat kabar mengenai partainya yang dikagumi oleh para pengikutnya itu. Fungsi penyebaran atau sosialisasi mengacu pada cara, di mana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Media massa yang mewakili gambaran masyarakat itu ditonton, didengar dan dibaca. Media massa memperlihatkan kepada kita bagaimana mereka bertindak dan apa yang diharapkan mereka. Dengan kata lain, media mewakili kita dengan model peran yang kita amati dan harapan untuk menirunya. Tidak dapat dibantah bahwa kenyataannya hampir semua media menjalankan fungsi hiburan. Melalui berbagai macam program acara yang ditayangkan televisi, khalayak dapat memperoleh hiburan yang dikehendakinya. Melalui berbagai macam acara di radio siaran pun masyarakat dapat menikmati Universitas Sumatera Utara hiburan. Sementara surat kabar dapat melakukan hal tersebut dengan memuat cerpen, komik, TTS, dan berita yang mengandung human interest (sentuhan manusiawi). 2.1.3 Uses and Gratifications Theory Uses and Gratifications Theory disebut-sebut sebagai salah satu teori paling populer dalam studi komunikasi massa. Teori ini mengajukan gagasan bahwa perbedaan individu menyebabkan audiens mencari, menggunakan dan memberikan tanggapan terhadap isi media secara berbeda-beda, yang disebabkan oleh berbagai faktor sosial dan psikologis yang berbeda di antara individu audiens. Perkembangan awal yang menjadi cikal bakal teori ini dimulai pada tahun 1940-an, ketika sejumlah peneliti mencoba mencari tahu motif yang melatarbelakangi audiens mendengarkan radio dan membaca surat kabar. Mereka meneliti siaran radio dan mencari tahu mengapa orang tertarik terhadap program yang disiarkan seperti kuis dan serial drama radio. Kepuasan apa yang diperoleh sehingga mereka senang mendengarkan program tersebut atau apa motif orang membaca surat kabar. Herta Herzog (1944) dipandang sebagai orang pertama yang mengawali riset penggunaan dan kepuasan ini. Ia mencoba mengelompokkan berbagai alasan mengapa orang memilih mengonsumsi surat kabar daripada radio. Herzog mempelajari peran keinginan dan kebutuhan audiens terhadap pilihan media, ia mewawancarai sejumlah penggemar program sinetron (soap opera) di televisi untuk mempelajari mengapa mereka begitu menyukai program tersebut. Ia menemukan adanya tiga jenis atau tipe pemuasan, yaitu: • Sebagian orang menyukai sinetron karena berfungsi sebagai sarana pelepasan emosi dengan cara melihat dan mendengarkan masalah orang lain melalui pesawat TV; • Audiens dapat berangan-angan (wishful thinking) terhadap sesuatu yang tidak mungkin mereka raih, mereka sudah cukup memperoleh kepuasan hanya dengan melihat pengalaman orang lain di layar kaca; • Sebagian orang merasa mereka dapat belajar dari program sinetron karena jika seseorang menonton program tersebut dan sesuatu terjadi dalam Universitas Sumatera Utara hidupnya, maka ia sudah tahu apa yang harus dilakukan berdasarkan ‘pelajaran’ yang diperoleh dari sinetron bersangkutan. Penelitian Herzog ini merupakan langkah penting dalam perkembangan teori penggunaan dan kepuasan karena ia orang pertama yang memberikan penjelasan yang mendalam mengenai kepuasan media. Wilbur Schramm (1954) mengembangkan suatu formula dalam menentukan “apa yang akan dipilih individu dari apa yang ditawarkan komunikasi massa.” Misalnya apa yang akan dipilih orang untuk menghibur dirinya? Apakah menonton televisi atau membaca majalah di rumah atau pergi keluar menonton bioskop bersama teman? Keputusan yang diberikan bergantung pada rumusan yang dikemukakan Schramm sebagai berikut Pilihan media = Hasil (𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 ) yang diharapkan Upaya yang dilakukan Schramm berusaha menegaskan bahwa audiens media massa menilai tingkat hasil (level of reward) atau kepuasan (gratifications) yang mereka harapkan dari media dan pesan yang disampaikan dengan cara membandingkannya dengan banyaknya pengorbanan yang harus mereka berikan untuk mendapatkan hasil. Gagasan ini adalah elemen utama dari apa yang kemudian dikenal sebagai teori penggunaan dan kepuasan, walaupun istilah ini belum digunakan pada saat itu (Morissan, Wardhani dan Hamid, 2010: 82-83). Herbert Blumer dan Elihu Katz adalah orang pertama yang mengenalkan Uses and Gratifications Theory pada tahun 1974 dalam bukunya The Uses on Mass Communications: Current Perspectives on Gratification Research. Teori ini mengatakan bahwa pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media tersebut. Dengan kata lain, pengguna media adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi dengan berusaha mencari sumber media yang paling baik dalam usaha memenuhi kebutuhannya. Artinya, uses and gratifications theory mengasumsikan bahwa pengguna mempunyai pilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhannya (Nurudin, 2009: 191-192). Teori penggunaan dan kepuasan ini lebih menekankan pada pendekatan manusiawi dalam melihat media massa. Artinya, manusia itu mempunyai otonomi, wewenang untuk memperlakukan media. Blumer dan Katz percaya bahwa tidak hanya ada satu jalan bagi khalayak untuk menggunakan media. Sebaliknya, ada Universitas Sumatera Utara banyak alasan khalayak untuk menggunakan media. Menurut teori ini, konsumen media mempunyai kebebasan untuk memutuskan bagaimana (lewat media mana) mereka menggunakan media dan bagaimana media itu akan berdampak pada dirinya. Pengguna teori ini dapat dilihat dalam kasus selektivitas musik personal. Kita menyeleksi musik tidak hanya karena cocok dengan lagunya, tetapi juga untuk motif-motif yang lain, misalnya untuk gengsi diri, kepuasan batin, atau sekadar hiburan. Kita bisa memahami interaksi orang dengan media melalui pemanfaatan media oleh orang itu (uses) dan kepuasan yang diperoleh (gratifications). Gratifikasi yang sifatnya umum antara lain pelarian dari rasa khawatir, peredaan rasa kesepian, dukungan emosional, perolehan informasi, dan kontak sosial. Sejumlah asumsi dasar yang menjadi inti gagasan Uses and Gratifications Theory sebagaimana dikemukakan oleh Katz, Blumer, dan Gurevitch (1974), yang mengembangkan teori ini, adalah sebagai berikut. • Audiens Aktif dan Berorientasi pada Tujuan Ketika Menggunakan Media Dalam perspektif teori penggunaan dan kepuasan, audiens dipandang sebagai partisipan yang aktif dalam proses komunikasi, namun tingkat keaktifan setiap individu tidaklah sama. Dengan kata lain, tingkat keaktifan audiens merupakan variabel. Perilaku komunikasi audiens mengacu pada target dan tujuan yang ingin dicapai serta berdasarkan motivasi; audiens melakukan pilihan terhadap isi media berdasarkan motivasi, tujuan dan kebutuhan personal mereka. • Inisiatif untuk Mendapatkan Kepuasan Media Ditentukan Audiens Asumsi kedua ini berhubungan dengan kebutuhan terhadap kepuasan yang dihubungkan dengan pilihan media tertentu yang ditentukan oleh audiens sendiri. Karena sifatnya aktif, maka audiens mengambil inisiatif. Kita memilih menonton program komedi di televisi karena kita menyukai acara yang membuat kita tertawa atau menonton program berita karena kita ingin mendapatkan informasi. Tidak seorangpun dapat menentukan apa yang kita inginkan terhadap isi media. Jadi, orang bisa saja mendapatkan hiburan dari program berita atau sebaliknya, mendapatkan informasi dari Universitas Sumatera Utara program komedi. Dengan demikian, audiens memiliki kewenangan penuh dalam proses komunikasi massa. • Media Bersaing dengan Sumber Kepuasan Lain Media dan audiens tidak berada dalam ruang hampa yang tidak menerima pengaruh apa-apa. Keduanya menjadi bagian dari masyarakat yang lebih luas, dan hubungan antara media dan audiens dipengaruhi masyarakat. Media bersaing dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya dalam hal pilihan, perhatian dan penggunaan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan seseorang. Misalnya, di awal hubungan yang romantis, banyak pasangan memilih menonton bioskop daripada menonton televisi di rumah. Seseorang yang jarang mengonsumsi media dan lebih suka berbincang dengan keluarga atau teman – karena dirasa lebih bisa memberikan kepuasan – akan menggunakan media lebih sering untuk mendapatkan informasi mengenai pemilu karena ia ingin menjadi calon legislatif. Penonton harus memberikan perhatian kepada pesan media untuk dapat dipengaruhi, pilihan personal dan perbedaan individu merupakan pengaruh kuat untuk mengurangi efek media. Individu yang tidak memiliki inisiatif diri yang cukup kuat akan mudah dipengaruhi media. • Audiens Sadar Sepenuhnya terhadap Ketertarikan, Motif, dan Penggunaan Media Kesadaran diri yang cukup akan adanya ketertarikan dan motif yang muncul dalam diri yang dilanjutkan dengan penggunaan media memungkinkan peneliti mendapatkan gambaran yang tepat mengenai penggunaan media oleh audiens. Audiens melakukan pilihan secara sadar terhadap media tertentu yang akan digunakannya. • Penilaian Isi Media Ditentukan oleh Audiens Menurut teori penggunaan dan kepuasan ini, isi media hanya dapat dinilai oleh audiens sendiri. Program radio yang dianggap tidak bermutu bisa menjadi berguna bagi audiens tertentu karena merasakan mendapatkan kepuasan dengan mendengarkan program tersebut. Menurut J.D. Rayburn dan Philip Palmgreen (1984), seseorang yang membaca surat kabar tertentu tidak berarti ia merasa puas dengan surat kabar yang dibacanya Universitas Sumatera Utara karena mungkin hanya surat kabar itu saja yang tersedia, ia akan segera beralih ke surat kabar lain jika ia mendapat kesempatan memperoleh surat kabar lain (Morissan, Wardhani dan Hamid, 2010). Katz dan kawan-kawan (1974) dan Denis McQuail (1975) menggambarkan logika yang mendasari penelitian uses and gratifications theory sebagai berikut (Ardianto dan Erdinaya, 2004: 72): Gambar 2.1 Logika Uses and Gratifications Theory Faktor sosial psikologis menimbulkan (1) Kebutuhan yang melahirkan (2) Harapanharapan terhadap media massa atau sumber lain yang mengarah pada (3-4) Berbagai pola penghadapan media (5) Menghasilkan gratifikasi kebutuhan (6) Konsekuensi lain yang tidak diinginkan (7) Uses and Gratifications Theory beroperasi dalam beberapa cara yang bisa dilihat dalam bagan di bawah ini (Nurudin, 2009: 194): Gambar 2.2 Uses and Gratifications Theory Lingkungan sosial: 1. ciri-ciri demografis 2. afiliasi kelompok 3. ciri-ciri kepribadian Kebutuhan khalayak: 1. kognitif 2. afektif 3. integratif personal 4. integratf sosial 5. pelepasan ketegangan Sumber pemuasan kebutuhan yang berhubungan dengan non media: 1. keluarga, teman-teman 2. komunikasi interpersonal 3. hobi 4. tidur Penggunaan media massa: 1. jenis-jenis media SK, majalah, radio, TV dan film 2. isi media 3. terpaan media 4. konteks sosial dan terpaan media Pemuasan media (fungsi): 1. pengamatan lingkungan 2. diversi/hiburan 3. identitas personal 4. hubungan sosial Universitas Sumatera Utara Model ini memulai dengan lingkungan sosial yang menentukan kebutuhan kita. Lingkungan sosial tersebut meliputi ciri-ciri afiliasi kelompok dan ciri-ciri kepribadian. Kebutuhan individual dikategorikan sebagai kebutuhan kognitif, afektif, integratif personal, integratif sosial, dan pelepasan. Kebutuhan kognitif berkaitan dengan peneguhan informasi, pengetahuan dan pemahaman mengenai lingkungan. Kebutuhan ini didasarkan pada hasrat untuk memahami dan menguasai lingkungan, juga memuaskan rasa penasaran kita dan dorongan untuk penyelidikan kita. Kebutuhan afektif adalah kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan pengalaman-pengalaman yang estetis, menyenangkan, dan emosional. Kebutuhan pribadi secara integratif berkaitan dengan peneguhan kredibilitas, kepercayaan, stabilitas, dan status individual. Hal-hal tersebut diperoleh dari hasrat akan harga diri. Kebutuhan sosial secara integratif berkaitan dengan peneguhan kontak dengan keluarga, teman, dan dunia. Hal-hal tersebut didasarkan pada hasrat untuk berafiliasi. Kebutuhan pelepasan berkaitan dengan upaya menghindarkan tekanan, ketegangan, dan hasrat akan keanekaragaman. Salah satu Model Uses and Gratifications yang banyak digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada bagan di bawah ini: Gambar 2.3 Model Uses and Gratifications Anteseden Motif Penggunaan Media Efek -Variabel Individu - Kognitif - Hubungan - Kepuasan -Variabel Lingkungan - Personal Diversi - Macam isi - Pengetahuan - Personal Identity - Hubungan dengan isi Anteseden meliputi variabel individual yang terdiri dari data demografis seperti usia, jenis kelamin dan faktor-faktor psikologis komunikan, serta variabel lingkungan seperti organisasi, sistem sosial, dan struktur sosial. Blumer menyebutkan tiga orientasi motif, yaitu: orientasi kognitif (kebutuhan informasi, surveillance, atau eksplorasi realitas), diversi (kebutuhan akan pelepasan dari tekanan dan kebutuhan akan hiburan), serta identitas personal (menggunakan isi media untuk memperkuat atau menonjolkan sesuatu yang penting dalam kehidupan atau situasi orang itu sendiri). Penggunaan media terdiri dari jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai media, jenis isi media yang dikonsumsi Universitas Sumatera Utara dan berbagai hubungan antara individu konsumen media dengan isi media yang dikonsumsi atau media secara keseluruhan. Efek media dapat dioperasionalisasikan sebagai evaluasi kemampuan media untuk memberi kepuasan. 2.1.4 Radio Siaran Dalam membicarakan radio siaran, kita perlu mengetahui secara sekilas sejarah radio siaran di tempat lahirnya, yakni Amerika Serikat dan Inggris. Radio siaran sebagai alat komunikasi ditemukan setelah mesin cetak ditemukan. Donald McNicol dalam bukunya Radio’s Conquest of Space menyatakan bahwa “terkalahkannya” ruang angkasa oleh radio siaran dimulai pada tahun 1802 oleh Dane dengan ditemukannya suatu pesan (message) dalam jarak pendek dengan menggunakan alat sederhana berupa kawat beraliran listrik. Penemu kemajuan radio siaran berikutnya adalah tiga orang cendekiawan muda, di antaranya bernama James Maxwell berkebangsaan Inggris pada tahun 1865. Ia mendapat julukan scientific father of wireless, karena berhasil menemukan rumus-rumus yang diduga mewujudkan gelombang elektromagnetis, yakni gelombang yang digunakan radio siaran dan televisi. Adanya gelombang elektromagnetis telah dibuktikan oleh Heinrich Hertz dengan melalui eksperimennya pada tahun 1884. Radio siaran yang digunakan sebagai alat atau media komunikasi massa yang selanjutnya disebut sebagai radio siaran (broadcasting) mula-mula diperkenalkan oleh David Sarnoff pada tahun 1915. Lee De Forest melalui radio siaran eksperimennya pada tahun 1916 telah menyiarkan kampanye pemilihan presiden Amerika Serikat antara Wilson dan Hughes kepada masyarakat umum, sehingga ia dianggap sebagai pelopor radio siaran dan dijuluki Bapak radio siaran juga yang mula-mula menyiarkan berita radio siaran, sedang yang melakukan eksperimen menyiarkan musik ialah Dr. Frank Conrad pada tahun 1919. Mulai tahun 1920 masyarakat Amerika Serikat telah dapat menikmati radio siaran secara teratur dengan berbagai programnya (Mulyana, 2004: 117). UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran mendefinisikan penyiaran radio sebagai media komunikasi massa dengar, yang menyalurkan gagasan dan Universitas Sumatera Utara informasi dalam bentuk suara secara umum dan terbuka, berupa program yang teratur dan berkesinambungan. Keberadaan radio siaran di Indonesia, mempunyai hubungan erat dengan sejarah perjuangan bangsa, baik semasa penjajahan, masa perjuangan proklamasi kemerdekaan, maupun di dalam dinamika perjalanan bangsa memperjuangkan kehidupan masyarakat yang demokratis, adil dan berkemakmuran. Perkembangan radio siaran di Indonesia dimulai dari masa penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, zaman kemerdekaan dan zaman Orde Baru. Radio siaran yang pertama di Indonesia (waktu itu bernama Nederlands Indie – Hindia Belanda), ialah Bataviase radio siaran Vereniging (BRV) di Batavia (Jakarta tempo dulu) yang resminya didirikan pada tanggal 16 Juni 1925 pada saat Indonesia masih dijajah Belanda, dan berstatus swasta. Setelah BRV berdiri, secara serempak berdiri pula badan-badan radio siaran lainnya di kota Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Surabaya, dan yang terbesar dan terlengkap adalah NIROM (Nederlandsch Indische Radio Omroep Mij) di Jakarta, Bandung dan Medan, karena mendapat bantuan dari pemerintah Hindia Belanda. Ketika Belanda menyerah pada Jepang tanggal 8 Maret 1942, sebagai konsekuensinya, radio siaran yang tadinya berstatus perkumpulan swasta dinonaktifkan dan diurus oleh jawatan khusus bernama Hoso Kanri Kyoku, merupakan pusat radio siaran yang berkedudukan di Jakarta, serta mempunyai cabang-cabang yang dinamakan Hoso Kyoku di Bandung, Purwakarta, Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Surabaya dan Malang. Rakyat Indonesia pada masa ini hanya boleh mendengarkan siaran dari Hoso Kyoku saja. Namun demikian di kalangan pemuda terdapat beberapa orang dengan resiko kehilangan jiwa, secara sembunyi-sembunyi mendengarkan siaran luar negeri, sehingga mereka dapat mengetahui bahwa pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang telah menyerah kepada sekutu (Ardianto dan Erdinaya, 2004: 118) Teks proklamasi kemerdekaan Indonesia baru dapat disiarkan dalam bahasa Indonesia dan Inggris pukul 19.00 WIB namun hanya dapat didengar oleh penduduk di sekitar Jakarta. Baru pada tanggal 18 Agustus 1945, naskah bersejarah itu dapat dikumandangkan ke luar batas tanah air dengan resiko petugasnya diberondong senjata serdadu Jepang. Tak lama kemudian dibuat Universitas Sumatera Utara pemancar gelap dan berhasil berkumandang di udara radio siaran dengan stasiun call “Radio Indonesia Merdeka”. Dari sinilah Wakil Presiden Mohammad Hatta dan pemimpin lainnya menyampaikan pidato melalui radio siaran yang ditujukan kepada rakyat Indonesia. Pada tanggal 11 September 1945 diperoleh kesepakatan dari hasil pertemuan antara para pemimpin radio siaran untuk mendirikan sebuah organisasi radio siaran. Tanggal 11 September itu menjadi hari ulang tahun RRI (Radio Republik Indonesia). Sampai akhir tahun 1966 RRI adalah satu-satunya radio siaran di Indonesia yang dikuasai dan dimiliki oleh pemerintah. Selain berfungsi sebagai media informasi dan hiburan, pada masa orde baru, radio siaran melalui RRI menyajikan acara pendidikan dan persuasi. Sejalan dengan perkembangan sosial budaya serta teknologi, maka bermunculan radio siaran – radio siaran amatir yang diusahakan perorangan. Saat ini, radio siaran swasta di Indonesia tergabung dalam organisasi Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI). Sebagai media massa, radio siaran memiliki karakteristik unik dan khas, yang juga tentunya mempunyai keunggulan dan kelemahannya, dalam penyampaian pesan atau isi pernyataannya yang dikemas dalam suatu program, radio mempunyai cara tersendiri yang disebut dengan gaya radio meliputi bahasa kata-kata lisan, musik/lagu, dan efek suara yang menjadi kunci utama identitas sebuah stasiun radio dalam menyajikan programmnya untuk memikat pendengarnya. Menurut Triartanto (2010), gaya radio secara karakteristiknya mencakup: • Imajinatif Karena radio siaran hanya bisa didengar, ketika penyiar berbicara di depan microphone, maka ia dapat mengajak komunikannya untuk berimajinasi. Radio dapat menciptakan theatre of mind. Pendengar bisa terhanyut perasaannya saat ia mendengarkan drama radio yang disiarkan. • Auditori Radio adalah bunyi atau suara yang hanya bisa dikonsumsi oleh telinga, maka itu apa yang didengar oleh telinga kemampuannya cukup terbatas. Dengan demikian, pesan radio siaran harus disusun secara singkat dan Universitas Sumatera Utara jelas (concise and clear) atau menurut istilah Mark W. Hall, pesan radio siaran itu harus be crystal clear (1974: 51). • Akrab Media radio siaran adalah intim karena penyiar menyampaikan pesannya secara personal/individu, walaupun radio itu didengarkan oleh orang banyak. Sapaan penyiar yang khas seolah ditujukan pada diri pendengar secara seorang diri, menjadikan si penyiar seakan-akan berada di sekitarnya. Sehingga radio bisa menjadi “teman” di kala seseorang sedang sedih ataupun gembira. • Gaya Percakapan Bahasa yang digunakan bukan tulisan, tapi gaya obrolan sehari-hari. Bahasa-bahasa percakapan yang unik muncul dari dunia radio yang diperkenalkan oleh penyiar menjadi sesuatu yang populer. Sebagai media massa elektronik, radio siaran memiliki kekhasan sendiri, berikut keunggulan radio menurut Helena Olii (2007): • Radio memengaruhi imajinasi pendengar. Radio mampu melibatkan dan merangsang imajinasi, memiliki dimensi waktu dan ruang, serta ide yang disampaikan oleh radio dapat dikembangkan. Radio membantu penemuan ide yang kreatif. Radio juga memiliki kemampuan untuk mengilhami dan memotivasi. Semua keunggulan tersebut dapat diperoleh dari hasil program radio yang efektif. • Radio merupakan alat penerima program yang murah. Dengan sedikit biaya, radio berpontensi menjangkau seluruh penduduk, bahkan penduduk miskin dan terpencil. • Radio mudah dibawa. Karena bentuknya kecil, radio merupakan pesawat penerima siaran yang mudah dibawa kemana-mana. • Produksi program radio tergolong murah. Radio memiliki banyak program, banyak pesan dan banyak khalayak. • Program radio disebarluaskan secara massal dan populer. Radio mampu mengatasi hambatan gregrafis, jarak jauh, dan kepekaan khalayak. Universitas Sumatera Utara • Pesan komunikasi radio akan cepat sampai. Pesan komunikasi radio dapat diterima dengar segera, dengan hitungan detik. Pesan tersebut harus disajikan demi topik (topikal), terkini, memancing tanggapan yang segera. • Radio diterima sebagai hiburan. Pendengar biasanya tertarik mendengarkan radio pada saat dia santai dan perlu teman, dia sedih sehingga perlu pelipur lara, dan pada saat dia selesai bekerja untuk menghilangkan rasa penat. • Radio dipercaya sebagai sumber berita. Untuk informasi yang tidak bias (yang tidak berat sebelah), informasi dan petunjuknya dapat dipercaya dan merupakan media massa yang dapat diterima langsung oleh masyarakat pendengar. • Radio dapat digunakan oleh semua orang. Pendengar tidak harus pandai baca tulis. Bahkan tuna netra pun dapat mendengar informasi melalui radio. • Radio tidak memerlukan sajian visual. Berbeda dengan televisi, radio tidak menyajikan gambar. Pada penyajian nilai informasi itulah radio memiliki keunggulan. 2.1.5 Sistem Penyiaran di Indonesia Salah satu hasil reformasi di Indonesia tahun 1998 adalah dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. UU ini memberi ruang demokratisasi dan kebebasan masyarakat untuk mengekspresikan aspirasinya melalui Sistem Penyiaran Nasional Indonesia. Dalam UU No. 32 Tahun 2002 Pasal 13, disebutkan bahwa: (1) Jasa penyiaran terdiri atas: a. jasa penyiaran radio; dan b. jasa penyiaran televisi. (2) Jasa penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan oleh: a. Lembaga Penyiaran Publik; b. Lembaga Penyiaran Swasta; c. Lembaga Penyiaran Komunitas; dan d. Lembaga Penyiaran Berlangganan. Universitas Sumatera Utara Hal ini secara filosofis menjamin dua hal yang prinsipil dalam penyiaran, yaitu: diversity of content (keragaman konten) dan diversity of ownership (keragaman kepemilikan). Sebagai wujud peran serta masyarakat, UU ini memberi kewenangan kepada KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) baik di pusat maupun daerah untuk mengawasi dan membina penyiaran radio dan televisi di daerah masing-masing. Hal ini dimaksudkan agar kebutuhan masyarakat lokal dalam sistem penyiaran itu dapat disalurkan melalui penyiaran radio dan televisi. Selanjutnya KPI mewakili masyarakat, atas perintah UU Penyiaran mengeluarkan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) sebagai pedoman dan rujukan untuk membuat konten radio dan televisi yang sesuai dengan kebebasan berekspresi dan menyalurkan pendapat. Di dalam P3 dan SPS, khususnya Pasal 53 (3), menyatakan program siaran dapat menggunakan bahasa asing sebagai pengantar: Program siaran dapat menggunakan bahasa asing sebagai bahasa pengantar dengan ketentuan sebagai berikut: a. bahasa asing dalam pemberitaan hanya boleh disiarkan paling banyak 30% (tiga puluh per seratus) dari seluruh waktu siaran per hari; b. wajib menyertakan teks dalam Bahasa Indonesia, dengan pengecualian program khusus berita bahasa asing, pelajaran bahasa asing, pembacaan kitab suci, siaran olahraga atau siaran langsung; c. sulih suara paling banyak 30% (tiga puluh per seratus) dari jumlah program siaran berbahasa asing dari seluruh waktu siaran per hari; dan d. program yang disajikan dengan teknologi bilingual tidak termasuk sebagai program yang disulihsuarakan. 2.2 Kerangka Konsep Konsep adalah istilah yang mengekspresikan sebuah ide abstrak yang dibentuk dengan menggeneralisasikan objek atau hubungan fakta-fakta yang diperoleh dari pengamatan (Kriyantono, 2010: 17). Bungin (2005: 67) mengartikan konsep sebagai generalisasi dari sekelompok fenomena yang sama. Universitas Sumatera Utara Jadi kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah yang diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Anteseden Variabel Anteseden merupakan variabel yang biasanya digunakan untuk memprediksi atau diasumsikan menjadi sebab. Variabel anteseden mendahului variabel pengaruh. Variabel ini sangat berpengaruh pada motif. Variabel Anteseden dalam penelitian ini adalah karakteristik responden yang meliputi: • Jenis kelamin • Hobi • Usia 2. Variabel Bebas (X) Variabel Bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat. Variabel Bebas dalam penelitian ini adalah konsumsi program berbahasa Mandarin kategori entertainment Radio 95.9 City FM. 3. Variabel Terikat (Y) Variabel Terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel Terikat dalam penelitian ini adalah pemenuhan kebutuhan dalam Bahasa Mandarin. Berdasarkan kerangka konsep di atas, maka dapat disusun model teoritis sebagai berikut: Gambar 2.4 Model Teoritis Variabel Anteseden - Jenis kelamin - Hobi - Usia Motif - Kognitif - Personal Diversi - Personal Identity Penggunaan Media - Frekuensi - Curahan waktu - Intensitas - Materi acara - Kualifikasi penyiar Efek - Kepuasan - Pengetahuan Universitas Sumatera Utara 2.3 Variabel Penelitian Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas, maka untuk memudahkan penelitian, perlu dibuat variabel penelitian sebagai berikut: Tabel 2.2 Variabel Penelitian Variabel Teoritis 1. Variabel Anteseden Variabel Operasional • Jenis kelamin • Hobi • Usia 2. Variabel Bebas (X) Konsumsi Radio 95.9 City FM 1. Motif mendengarkan City FM: • Kognitif • Personal Diversi • Personal Identity 2. Frekuensi mendengar 3. Curahan waktu mendengar 4. Intensitas mendengar 5. Materi acara 6. Kualifikasi penyiar 3. Variabel Terikat (Y) Pemenuhan kebutuhan dalam Bahasa • Kepuasan • Pengetahuan Mandarin 2.4 Definisi Operasional Definisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Definisi operasional adalah suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, definisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang amat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 2006). Definisi operasional dari variabel-variabel penelitian ini adalah: Universitas Sumatera Utara Anteseden Variabel Individual, yakni terdiri dari: a. Jenis kelamin: jenis kelamin responden mahasiswa Sastra China STBA-PIA, yaitu laki-laki dan perempuan. b. Hobi: hal yang disukai responden. c. Usia: usia responden. Variabel Bebas (X) 1. Motif: dioperasionalkan sebagai dorongan bagi responden untuk mendengarkan program berbahasa Mandarin kategori entertainment di Radio 95.9 City FM. Motif diklasifikasikan berdasarkan: a. Kebutuhan Kognitif, yakni terdiri dari: - Informasi: informasi yang didapatkan mahasiswa Sastra China STBAPIA setelah mendengarkan Radio 95.9 City FM. - Surveillance (pengawasan): pengumpulan dan penyebaran informasi mengenai hal-hal yang didapat saat mendengarkan Radio 95.9 City FM. - Eksplorasi realitas: melihat kesesuaian antara informasi yang didapat dari mendengarkan Radio 95.9 City FM dengan realita. Kebutuhan kognitif diukur dari pertanyaan sebagai berikut: Apakah Anda mendengarkan Radio 95.9 City FM terdorong hal-hal berikut? - Untuk memperoleh informasi dalam Bahasa Mandarin - Untuk memperoleh referensi dalam memecahkan masalah b. Personal Diversi: kebutuhan akan pelepasan dari tekanan dan kebutuhan akan hiburan dengan mendengarkan Radio 95.9 City FM. Kebutuhan personal diversi diukur dari pertanyaan sebagai berikut: Apakah Anda mendengarkan Radio 95.9 City FM terdorong hal-hal berikut? - Untuk memperoleh hiburan atau kesenangan dalam Bahasa Mandarin - Untuk memperoleh sarana relaksasi atau penyaluran emosi - Untuk mengisi waktu luang Universitas Sumatera Utara c. Personal Identity: menggunakan isi media untuk memperkuat atau menonjolkan sesuatu yang penting dalam kehidupan atau situasi orang itu sendiri. Kebutuhan personal identity diukur dari pertanyaan sebagai berikut: Apakah Anda mendengarkan Radio 95.9 City FM terdorong hal-hal berikut? - Untuk berbagi pengalaman dengan orang lain - Untuk memperkuat hubungan dengan orang lain 2. Frekuensi mendengar: tingkat keseringan mendengarkan program berbahasa Mandarin kategori entertainment di Radio 95.9 City FM. 3. Curahan waktu mendengar: waktu rata-rata dalam sehari yang digunakan untuk mendengarkan program tersebut. 4. Intensitas mendengar: apakah responden ketika mendengarkan program tersebut sambil melakukan kegiatan lain. 5. Materi acara: sesuatu yang menjadi bahan untuk dipikirkan, dibicarakan, dsb. Dalam penelitian ini, apa saja bahan yang diangkat dalam program berbahasa Mandarin kategori entertainment Radio 95.9 City FM. 6. Kualifikasi penyiar: keahlian atau kecakapan penyiar ketika membawakan acara radio. Dalam penelitian ini, yaitu penyiar program berbahasa Mandarin kategori entertainment Radio 95.9 City FM. Variabel Terikat (Y) Kepuasan dan pengetahuan Kepuasan dan pengetahuan dalam hal ini berkaitan dengan kepuasan mendengarkan Radio 95.9 City FM terhadap penambahan pengetahuan dalam Bahasa Mandarin. Indikator dari kepuasan dan pengetahuan adalah sebagai berikut: - Memperoleh informasi dalam Bahasa Mandarin - Memperoleh referensi dalam memecahkan masalah - Memperoleh hiburan atau kesenangan dalam Bahasa Mandarin - Memperoleh sarana relaksasi atau penyaluran emosi - Mengisi waktu luang - Berbagi pengalaman dengan orang lain Universitas Sumatera Utara - Memperkuat hubungan dengan orang lain - Merasa puas dengan materi yang disiarkan - Suka dengan cara atau gaya penyiar dalam menyampaikan materi tersebut. 2.5 Hipotesis Hipotesis adalah perndapat atau pernyataan yang masih belum tentu kebenarannya, masih harus diuji lebih dahulu dan karenanya bersifat sementara atau dugaan awal (Kriyantono, 2006:28). Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Ho: Tidak ada pengaruh konsumsi Radio 95.9 City FM terhadap pemenuhan kebutuhan dalam Bahasa Mandarin mahasiswa Sastra China STBA-PIA. Ha: Ada pengaruh konsumsi Radio 95.9 City FM terhadap pemenuhan kebutuhan dalam Bahasa Mandarin mahasiswa Sastra China STBA-PIA. Universitas Sumatera Utara