Identifikasi kandungan hemolimf ulat sutra (Bombyx

advertisement
5
Keterangan:
b = bobot labu setelah ekstraksi
c = bobot labu kosong
a = bobot sampel
Fraksinasi Protein dengan SDS-PAGE
(Laemmli 1970)
Penggumpalan protein pada hemolimf
dilakukan dengan cara supernatan hasil
sentrifugasi ditambahkan etanol sedikit demi
sedikit sambil diaduk dengan pengaduk
magnet lalu disentrifugasi pada 2417,04 x g
selama 10 menit. Endapan fraksi etanol
diarutkan dalam 10 mL air dan ditambahkan
amonium sulfat
hingga konsentrasinya
menjadi 60% lalu disentrifugasi dengan
kecepatan 2417,04 x g selama 10 menit
sehingga diperoleh fraksi amonium sulfat.
Sampel-sampel ini siap digunakan pada proses
elektroforesis.
Pemisahan protein dilakukan dengan SDSPAGE. Larutan gel pemisah 12% (akrilamida
40%, bis-akrilamida 2%, bufer Tris-HCl pH
8,8, akuades, APS, dan TEMED) dimasukkan
ke dalam cetakan gel dengan pipet mikro
kemudian ditambahkan dengan akuades
sampai penuh agar permukaan gel rata.
Setelah gel membeku, akuades dibuang dan
sisa airnya diserap dengan kertas saring.
Larutan gel penahan 4% (akrilamida 40%, bisakrilamida 2%, bufer Tris-HCl pH 6,8,
akuades, APS, dan TEMED) dimasukkan ke
dalam cetakan gel dan dipasang sisir
berlubang lalu didiamkan sampai mengeras.
Setelah gel sudah siap, dibuat sumur dalam
gel yang akan diisi dengan sampel.
Preparasi sampel protein dilakukan dengan
memanaskan 20 µL sampel yang telah ditambahkan dengan 10 µL bufer sampel (campuran
buffer Tris-HCl pH 6,8, gliserol, SDS, HCl, 2merkaptoetanol,
bromfenol
biru,
dan
akuadaes) pada suhu 100 °C selama 2–5
menit. Sampel dan standar yang telah
disiapkan dimasukkan ke dalam sumur dengan
volume 10 µL.
Elektroforesis dioperasikan pada tegangan
150 volt selama 2 jam dalam bufer
elektroforesis pH 8,3 (campuran tris, glisin,
SDS, HCl, dan akuades). Setelah selesai, gel
diwarnai dengan larutan coomassie brilliant
blue R-250 selama 15 menit. Setelah pita
terlihat, gel dicuci dengan larutan dekolorisasi
(campuran metanol, asam asetat glasial, dan
akuades) berulang kali hingga didapatkan pita
protein biru dengan latar belakang gel tidak
berwarna.
Identifikasi komponen penyusun protein
sampel dilakukan dengan membandingkan
pita yang diperoleh dengan pita protein
standar (marker jenis broad range molecular
weight). Bobot molekul dari pita protein
ditentukan
berdasarkan
kurva
standar
hubungan log BM dengan nilai Rm protein
standar.
Rm =
jarak tempuh pita
jarak tempuh pewarna protein
Metode Kultur (Muniaraj et al. 2007)
Media Grace (Gibco) disaring untuk
sterilisasi dengan kertas saring mikropori 0,22
µm. Media Grace ditambahkan dengan
campuran FBS dengan hemolimf pada suatu
tabung. Perbandingan FBS dengan hemolimf
yang digunakan bervariasi, yaitu 10:0;
7,5:,2,5; 5:5; 2,5:7,5; dan 0:10. Sebanyak 100
µL inokulum yang mengandung 106 sel
serangga/mL (Sf9) diinokulasikan pada 3 mL
media Grace. Sebagai perbandingan, hal
tersebut dilakukan juga pada media Grace
yang mengandung 10% FBS dan tanpa serum.
Tabung diinkubasi pada suhu 28°C hingga 9
hari. Pertumbuhan sel dimonitor pada hari ke3, 6, dan 9 pada mikroskop menggunakan
hemositometer.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hemolimf
Hemolimf yang diperoleh dari ulat sutera
berupa cairan berwarna kuning (Gambar 3).
Warna hemolimf akan berubah menjadi
kecokleatan setelah selang waktu tertentu
yang diakibatkan proses enzimatis. Polifenol
oksidase akan mengoksidasi senyawaan fenol
menjadi bentuk keton sehingga berwarna
cokelat. Peristiwa ini tidak diharapkan karena
dikhawatirkan akan merusak kandungan
hemolimf yang berfungsi sebagai suplemen
dalam kultur sel. Pencegahan pencokelatan
enzimatis pada hemolimf dilakukan dengan
menambahkan feniltiourea (PTU). Zat ini
merupakan inhibitor yang efektif dalam
pencegahan melanisasi hemolimf serangga
(Arakawa 1995). Ion tembaga yang
merupakan kofaktor pada fenol oksidase akan
diikat oleh PTU sehingga fenol oksidase
menjadi tidak aktif. Zat PTU akan dipisahkan
dengan sentrifugasi ketika hemolimf akan
digunakan, untuk menghindari pengaruh PTU
6
pada saat kultur sel. Zat PTU bersifat toksik
bagi sel (Wyatt 1956).
dengan nilai r2 0,9928. Kadar karbohidrat
hemolimf ini berada di antara kisaran kadar
karbohidrat yang telah dianalisis oleh Wyatt et
al. (1956) sebesar 1,66–6,35 mg/mL.
Karbohidrat pada hemolimf memiliki jumlah
yang sama dan dapat lebih besar dengan
karbohidrat pada FBS yang telah diukur oleh
Price & Gregory (1982) dengan kisaran 0,65–
2,47 mg/mL.
Kadar Protein
Gambar 3 Hemolimf hasil sentrifugasi.
Kadar Air
Penentuan kadar air hemolimf dilakukan
menggunakan metode gravimetri (AOAC
1984) pada suhu 105 ºC. Air yang terkandung
di dalam hemolimf akan menguap pada suhu
di atas 100 °C. Banyaknya air yang
terkandung diketahui dari selisih bobot
sebelum dan setelah pemanasan. Hasil
menunjukkan bahwa air merupakan penyusun
hemolimf yang terbesar. Kadar air rata-rata
pada hemolimf adalah 89,76%. Nilai kadar air
ini tidak jauh berbeda dengan pengukuran
kadar air hemolimf oleh Nakayama et al.
(1990) yang bernilai 89% pada hari ke-7 instar
V. Kadar air yang sangat tinggi ini sudah
dapat diduga dari wujud hemolimf yang
berupa cairan encer.
Kadar Karbohidrat
Karbohidrat pada hemolimf diukur
menggunakan pereaksi antron 0,1%. Antron
dalam asam sulfat akan membentuk senyawa
hidroksi furfural-antron jika bereaksi dengan
glukosa (Sukesi & Paramitha 2009). Warna
yang terbentuk dari reaksi antron dengan
standar gula adalah biru kehijauan yang khas
(Apriyantono et al. 1989). Warna hijau biru
akan menyerap radiasi pada panjang gelombang sekitar 680 nm (Nur & Adijuwana
1989b). Pengukuran absorbans dilakukan pada
panjang gelombang maksimum. Panjang
gelombang maksimum yang diperoleh adalah
681,6 nm. Panjang gelombang ini diperoleh
dengan memayarkan radiasi dari panjang
gelombang dari 500–700 nm.
Kadar karbohidrat hemolimf diperoleh
dengan memasukkan absorbans hemolimf
pada kurva standar. Kadar karbohidrat ratarata hemolimf 2,52 mg/mL. Persamaan kurva
standar glukosa adalah y = -0,0129 + 3,6164x
Pengukuran kadar protein hemolimf
dilakukan
dengan
metode
Bradford
menggunakan standar BSA. Pereaksi Bradford
yang berisikan Coomassie Blue G-250 akan
membentuk warna biru jika ditambahkan pada
protein. Ikatan nonkovalen akan terbentuk
antara bentuk anion Coomassie Blue G-250
dan protein (Mikkelsen & Corton 2004).
Penentuan panjang gelombang maksimum
dilakukan dengan memayarkan radiasi dari
panjang gelombang 500–700 nm. Pemayaran
menghasilkan panjang gelombang maksimum
pada 597 nm.
Persamaan garis kurva standar BSA yang
diperoleh y = 0,0752 + 0,9132x dan nilai r2
0,9602. Hasil pengukuran menunjukkan
bahwa kadar protein rata-rata pada hemolimf
adalah 55,61 mg/mL. Kadar protein yang
diperoleh jauh lebih besar dibandingkan
karbohidrat walaupun hemolimf merupakan
darah pada ulat yang berfungsi mengedarkan
makanan sehingga banyak mengandung
karbohidrat. Protein menyusun sekitar 1,2–5,3
% dari hemolimf pada instar V (Wyatt et al.
1956). Total protein pada hemolimf ini tidak
jauh berbeda dengan protein pada FBS. Total
protein pada FBS berkisar 32–70 mg/mL
(Price & Gregory 1982). Berdasarkan data
tersebut, protein pada hemolimf diduga
mampu menggantikan protein FBS dari segi
kuantitasnya.
Kadar Lemak
Kadar lemak hemolimf diukur dengan
menggunakan metode hidrolisis Weibull.
Lemak akan dihidrolisis dengan asam untuk
melepaskan lemak yang terikat lalu dilakukan
penghilangan sisa asam setelah disaring. Hasil
hidrolisis ini diekstraksi secara soxhlet
menggunakan pelarut n-heksana. Lemak yang
bersifat nonpolar akan terbawa oleh nheksana. Kadar lemak rata-rata hemolimf
adalah 2,57% atau 26,59 mg/mL dengan
massa jenis hemolimf menurut Ducceschi
(1902) sebesar 1,035 g/mL. Jika dibandingkan
7
dengan total lemak pada FBS yang telah
dianalisis oleh Caruso et al. (1972) berkisar
1,4–4,4 mg/mL maka kadar lemak hemolimf
melebihi jumlah kadar lemak FBS.
Fraksinasi Protein dengan SDS-PAGE
Protein pada hemolimf dicirikan komponen penyusunnya serta ditentukan bobot
molekulnya. Pemisahan dan penentuan bobot
molekul penyusun protein dilakukan dengan
SDS-PAGE. Pencirian pada protein hemolimf
dilakukan karena diduga bahwa zat faktor
pertumbuhan umumnya berupa protein. Selain
itu, jumlah protein yang cukup banyak bahkan
melebihi karbohidrat di dalam hemolimf
merupakan salah satu pertimbangan bahwa
yang akan berperan sebagai suplemen nutrisi
kultur sel adalah protein.
Pemisahan penyusun protein hemolimf
dengan SDS-PAGE menghasilkan 15 pita
(Gambar 4). Pola yang terbentuk dari berbagai
perlakuan (a,b,c,d, dan e) pada hemolimf tetap
menunjukkan pola yang sama. Perbedaannya
hanya terletak pada jelas atau tidaknya pemisahan. Penggunaan etanol dilakukan untuk
memisahkan protein dari lemak dan dilanjutkan dengan menambahkan amonium sulfat
untuk memisahkan protein dari karbohidrat.
a
b
c
d
e
f
Gambar 4 Hasil SDS-PAGE.
Keterangan:
(a) hemolimf pengenceran 20x (b)
pengenceran 20x endapan fraksi
etanol (c) pengenceran 10x endapan
fraksi etanol (d) pengenceran 20x
fraksi
amonium
sulfat
(e)
pengenceran 10x fraksi amonium
sulfat (f) marker
Pita yang terbentuk ditentukan bobot molekulnya dengan memasukkan nilai mobilitas
relatif (Rm) ke dalam persamaan kurva
standar protein yang telah diketahui boboot
molekul penyusunnya (marker). Bobot
molekul dari ke-15 pita tersebut berturut-turut
dari mobilitas relatif yang kecil menuju besar
adalah 151,4865; 144,8281; 100,9562;
80,5675; 73,6095; 64,2964; 56,1570; 51,3123;
46;8855; 42,8406; 34,1899; 31,2403; 27,2860;
24,9329; dan 22,7796 kDa. Bobot molekul
yang kecil akan bermigrasi lebih jauh (Rm
yang besar) dibandingkan dengan bobot
molekul yang lebih besar (Rm yang kecil)
(Mikkelsen & Corton 2004). Pita dengan
bobot molekul 100,9562 kDa dan 31,2403
kDa merupakan pita yang lebih besar dan
lebih tebal dibandingkan pita yang lain.
Diduga pita yang tebal ini diakibatkan sangat
banyaknya jumlah komponen tersebut dalam
hemolimf.
Pita dengan bobot 51,3123; 46,8855;
42,8406; 34,1899; 27,2860; 24,9329; 22,7796
kDa tidak dapat dilihat secara jelas pada fraksi
amonium sulfat dengan pengenceran 10x. Hal
ini dikarenakan konsentrasinya sangat kecil
dan diperkirakan jumlahnya mendekati limit
deteksi coomassie blue. Umumnya coomassie
blue mendeteksi protein dengan jumlah
terendah 50 ng tiap pita protein (Kappel et al.
2002).
Polipeptida yang terbentuk perlu diidentifikasi lebih lanjut mengenai penyusunnya. Terdapat 19 asam amino pada hemolimf,
yaitu glisin, alanin, β-alanin, valin, leusin,
isoleusin, prolin, fenilalanin, tirosin, serin,
treonin, asam aspartat, asparagin, asam
glutamat, glutamin, arginin, lisin, histidin, dan
metionin (Wyatt et al. 1955). Asam amino ini
akan bergabung menjadi polipeptida dengan
bobot molekul seperti yang diperoleh dari
pemisahan dengan SDS-PAGE.
Analisis lanjut terhadap fraksi protein
dilakukan untuk mengetahui jenis zat faktor
pertumbuhan di dalam hemolimf. Salah satu
contoh faktor pertumbuhan pada hemolimf
yang telah diidentifikasi adalah protein
pemacu dalam replikasi Bombyx mori
nucleopolyhedrovirus (BmNPV) (Kanaya &
Kobayashi 2000). Sebagai perbandingan, FBS
memiliki banyak hormon di antaranya adalah
insulin, kortison, hormon paratiroid (PTH),
prostaglandin E (PGE), dan protein gen product (PGP), follicle-stimulating hormone
(FSH), leutinizing hormone, hormon pertumbuhan, dan lainnya (Price & Gregory
1982).
Pengaruh Hemolimf terhadap
Pertumbuhan Sel Sf9
Hemolimf diujikan pada kultur sel dengan
dicampurkan atau tanpa FBS untuk melihat
8
kemampuan hemolimf sebagai suplemen
nutrisi. Jumlah sel dihitung setiap 3 hari
hingga hari ke-9 untuk melihat kemampuan
hemolimf sebagai suplemen nutrisi kultur sel.
Perkembangan jumlah sel selama 9 hari dari
berbagai perlakuan suplemen nutrisi dapat
dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Perkembangan jumlah sel Sf9
dengan media pada berbagai
campuran fetal bovine serum
(FBS) dan hemolimf (H)
Berdasarkan grafik uji perkembangan
jumlah sel (Gambar 5), pertumbuhan sel yang
paling baik adalah pada penggunaan FBS
10%.
Penggunaan
hemolimf
tidak
menunjukkan pengaruh yang baik dalam
pertumbuhan jumlah sel. Semakin banyak
hemolimf yang digunakan, pertumbuhan sel
menjadi lebih besar penurunannya. Bahkan
kultur sel tanpa penambahan serum
menunjukkan jumlah sel yang selalu
meningkat dan ini lebih baik dibandingkan
dengan adanya keberadaan hemolimf yang
menunjukkan
penurunan
jumlah
sel.
Campuran hemolimf yang paling baik adalah
FBS 7,5% : hemolimf 2,5%. Namun, campuran suplemen ini hanya memberikan
pertumbuhan sel sampai hari ke-6 dan setelah
hari ke-6 jumlah sel menurun.
Penggunaan hemolimf sebagai suplemen
nutrisi tidak menunjukkan hasil yang
diharapkan. Diduga ada beberapa penyebab
penggunaan hemolimf tidak menunjukkan
hasil yang diharapkan. Pertama adalah
ketidakmampuan sel Sf9 menyesuaikan
kondisi dengan keberadaan hemolimf sebagai
suplemen nutrisi. Hal ini disebabkan sel Sf9
yang digunakan merupakan hasil subkultur
dari kondisi media yang disuplementasi
nutrisinya oleh FBS sebesar 10%. Walaupun
kandungan karbohidrat, protein, dan lemak
hemolimf tidak jauh berbeda dengan FBS,
tetapi belum tentu jenis penyusunnya sama.
Oleh karena itu dibutuhkan adaptasi terlebih
dahulu pada kondisi sedikit nutrisi sehingga
sel Sf9 dapat menggunakan hemolimf sebagai
suplemen nutrisi.
Kedua adalah berubahnya warna hemolimf
pada saat inkubasi kultur sel Sf9 dari warna
kuning menjadi coklat kehitaman (Gambar 6).
Warna coklat kehitaman ini mengindikasikan
terjadinya oksidasi pada hemolimf sehingga
terbentuk senyawaan kuinon yang toksik bagi
sel sehingga menghambat pertumbuhan (Park
et al. 1998). Dibutuhkan suatu cara agar
hemolimf tidak teroksidasi, yaitu dengan
menggunakan penghambat kerja enzim
polifenol oksidase. Zat PTU yang berfungsi
sebagai penghambat proses oksidasi ini hanya
digunakan saat pengambilan hemolimf dari
ulat sutera. Dalam penggunaannya, hemolimf
dipisahkan dari PTU dengan sentrifugasi. Hal
ini dikarenakan PTU bersifat toksik bagi sel
(Wyatt 1955). Glutation merupakan salah satu
zat yang juga mampu menghambat reaksi
oksidasi ini. Akan tetapi, glutation hanya
mampu mencegah oksidasi selama 4 hari
sehingga diperlukan pemanasan hemolimf
pada suhu 60 °C selama 5 menit untuk
menggumpalkan enzim polifenol oksidase
(Wyatt 1955).
Gambar 6 Oksidasi hemolimf pada kultur sel
hari ke-3.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Jumlah
makrokomponen
penyusun
hemolimf adalah air 89,76%; karbohidrat 2,52
mg/mL; protein 55,61 mg/mL; dan lemak
2,57%. Kandungan karbohidrat, protein, dan
lemak hemolimf tidak jauh berbeda dengan
FBS. Protein hemolimf terdiri atas 15
komponen berdasarkan bobot molekulnya.
Bobot molekul komponen protein hemolimf
Download