1 PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA Kultur sel atau kultur jaringan adalah perbanyakan sel atau jaringan secara in vitro. Kondisi lingkungan pada kultur sel harus disesuaikan dengan kondisi pada tempat asalnya. Kondisi dan pengaturan lingkungan kultur terdiri atas media, komposisi udara, dan suhu. Media tempat pertumbuhan sel memiliki peran penting sebagai salah satu syarat kultur sel dan mengandung komponen-komponen yang dibutuhkan dalam kultur. Media ditambahkan dengan serum yang berperan sebagai suplemen nutrisi dalam kultur sel. Serum berfungsi sebagai perangsang terjadinya proliferasi sel. Serum yang sering digunakan sebagai suplemen kultur sel adalah serum janin sapi atau fetal bovine serum (FBS). Harga FBS cukup mahal sehingga biaya untuk mengultur suatu sel menjadi tinggi. Pembuatan FBS sintetik dengan menggabungkan berbagai komponen yang dibutuhkan juga sangat mahal dan tidak mudah dalam proses pembuatannya (Muniaraj et al. 2007). Beberapa produksi FBS kurang baik dalam prosesnya dan mendapat pertentangan dari berbagai pihak terutama pencinta binatang. Akan tetapi, kebutuhan terhadap FBS akan semakin tinggi dengan semakin banyaknya penggunaan atau kegiatan kultur sel. Serum yang diproduksi untuk setiap tahunnya diperkirakan sekitar 500.000 liter dan lebih dari 1.000.000 janin sapi harus digunakan setiap tahunnya (Gstraunthaler 2003, Jochems et al. 2003). Hemolimf ulat sutera mengandung protein yang cukup tinggi sehingga dapat menjadi alternatif dalam mengurangi jumlah pemakaian FBS. Park dan Kim (1999) telah membuktikan bahwa hemolimf ulat sutera dapat menjadi campuran FBS dalam kultur sel serangga. Hal ini merupakan suatu peluang dalam mengurangi pemakaian FBS. Kajian lebih lanjut pada protein perlu dilakukan untuk mengetahui keberhasilan hemolimf sebagai campuran FBS pada kultur sel serangga. Hal ini dikarenakan zat pertumbuhan umumnya terdapat dalam bentuk protein. Melalui pemahaman kandungan atau komposisi hemolimf diharapkan dapat diperoleh informasi dalam pendugaan mengenai sebab hemolimf dapat berfungsi sebagai suplemen FBS dalam kultur sel serangga. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan identifikasi komponen atau kan-dungan pada hemolimf dan menguji hemolimf sebagai suplemen nutrisi dalam kultur sel serangga. Ulat sutera Ulat sutera (Bombyx mori) adalah larva yang memiliki nilai ekonomi tinggi karena dapat menghasilkan sutera untuk bahan dasar kain. Selain sebagai penghasil sutera, ulat ini juga digunakan dalam pengobatan. Sebagai contoh, kotoran ulat sutera banyak dimanfaatkan sebagai obat jerawat (Fahas 2010). Ulat sutera banyak ditemukan di daerah Asia. Dalam klasifikasi taksonomi, ulat sutera termasuk ke dalam ordo Lepidoptera, subordo Bombycoidea, dan famili Bombycidae (Stehr 1987). Umumnya, makanan ulat sutera adalah daun mulberry (Gambar 1) (Sonthisombat & Speakman 2004). Gambar 1 Ulat sutera dan daun mulberry. Secara keseluruhan, hidup ulat sutera terbagi atas 4 tahap (Sonthisombat & Speakman 2004) (Gambar 2). Tahap pertama, telur akan menjadi ulat muda setelah 9–12 hari. Tahap kedua, ulat berkembang dengan instar I (3–4 hari), instar II (2–3 hari), instar III (3–4 hari), instar IV (5–6 hari), dan instar V (7–6 hari). Tahap ketiga, ulat menjadi kepompong dan membentuk kupu-kupu pada tahap keempat. Gambar 2 Siklus hidup ulat sutera.(Sonthisombat & Speakman 2004)