S-Lina Ninditya

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
UJI EFEKTIVITAS PRODUK PANGAN DARURAT BPPT DALAM
MENINGKATKAN RESPON IMUN HEWAN COBA YANG
DIBERIKAN PAJANAN TETANUS TOKSOID
SKRIPSI
LINA NINDITYA
0806315080
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN UMUM
JAKARTA
AGUSTUS 2011
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
UJI EFEKTIVITAS PRODUK PANGAN DARURAT BPPT DALAM
MENINGKATKAN RESPON IMUN HEWAN COBA YANG
DIBERIKAN PAJANAN TETANUS TOKSOID
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran
LINA NINDITYA
0806315080
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN UMUM
JAKARTA
AGUSTUS 2011
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Lina Ninditya
NPM
: 080615080
Tanda Tangan :
Tanggal
: 9 Agustus 2011
ii
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh:
Nama
: Lina Ninditya
NPM
: 0806315080
Program Skripsi : Pendidikan Dokter Umum
Judul Skripsi
: Uji Efektivitas Produk Pangan Darurat BPPT Dalam
Meningkatkan Respon Imun Hewan Coba yang Diberikan
Pajanan Tetanus Toksoid
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
sarjana pada Program Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Dr. Alida Roswita Harahap DMM, SpPK, PhD(
)
Penguji
: Dr. Alida Roswita Harahap DMM, SpPK, PhD(
)
Penguji
: Prof.DR.Dr.Rianto Setiabudy, Sp.FK
)
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal
: 11 Agustus 2011
iii
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
(
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan
skripsi ini dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana
kedokteran pada Program Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Penyusunan skripsi ini tidaklah mudah. Karena itu penulis
mendapatkan banyak bantuan dari pihak lain. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Alida Roswita Harahap DMM, SpPK, PhD sebagai dosen pembimbing
yang telah memberikan bantuan dan membimbing penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini;
2. Prof. Dr. Dr. Purwantyastuti, Sp.FK, sebagai dosen narasumber yang telah
memberikan bantuan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan
penelitian ini;
3. Dr. dr. Saptawati Bardosono, MSc sebagai Ketua Modul Riset FKUI yang
telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian ini;
4. Para staf pekerja di Departemen Farmako dan Lembaga Eijkmann yang
turut membantu dalam penelitian ini;
5. Orangtua dan keluarga penulis yang telah banyak memberikan dukungan
moral maupun material;
6. Pihak-pihak lain yang membantu dalam menyelesaikan tugas ini yang
tidak dapat namanya disebutkan satu per satu.
Akhir kata, penulis berharap semoga Tuhan membalas kebaikan semua pihak
yang berkenan membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu di masa mendatang.
Jakarta, 11 Agustus 2011
Lina Ninditya
iv
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama
: Lina Ninditya
NPM
: 0806315080
Program Studi : Pendidikan Dokter Umum
Fakultas
: Kedokteran
Jenis karya
: Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive
Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
” Uji Efektivitas Produk Pangan Darurat BPPT Dalam Meningkatkan Respon
Imun Hewan Coba yang Diberikan Pajanan Tetanus Toksoid”
beserta perangkat yang ada (bila diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti NonEksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelolah dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal :
11 Agustus 2011
Yang menyatakan,
Lina Ninditya
v
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
ABSTRAK
Nama
Program Studi
Judul
: Lina Ninditya
: Pendidikan Dokter Umum
:Uji Efektivitas Produk Pangan BPPT dalam Meningkatkan
Respon Imun Hewan Coba yang Diberikan Pajanan
Tetanus Toksoid
Bencana alam yang banyak terjadi mengakibatkan banyaknya korban kelaparan,
yang dapat menurukan sistem imun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
efektivitas produk pangan darurat BPPT dalam meningkatkan respon imun pada
hewan coba mencit dalam keadaan lapar dengan pajanan tetanus toksoid.
Penelitian ini menggunakan metode true experimental design. Penelitian
dilakukan mulai dari bulan Februari tahun 2009 hingga bulan Juli tahun 2010 di
Animal House, Tidak ada perbedaan bermakna perubahan jumlah leukosit, hitung
jenis leukosit, jumlah IgG spesifik antara kelompok hewan coba dengan pajanan
tetanus toksoid yang diberikan pakan biasa dengan hewan coba dengan pajanan
tetanus toskoid yang diberikan produk pangan BPPT Perbedaan bermakna hanya
pada perubahan jumlah IgG total dari minggu ke -4 sampai minggu ke-8.
Disimpulkan produk pangan BPPT memiliki efektivitas lebih baik dibandingkan
produk pangan biasa dilihat dari pengaruhnya terhadap kadar IgG total.
Kata kunci:
mencit, imunitas, IgG total, IgG spesifik, leukosit, hitung jenis leukosit,produk
pangan darurat BPPT,pakan biasa
vi
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name
Study Program
Title
: Lina Ninditya
: General Medicine
: Test Of effectivity Of Food Product Of BPPT in increasing
immune response of experimental animals given tetanus toxoid
In mostt disaster, most of victims are malnutritive causing decreasing of immune
response. The aim of this research is to know the effectivity of food product of BPPT in
increasing immune response of hungry mice given tetanus toxoid The method of This
research is true experimental design.The research was started frrom February 2009 until
July 2010 in Animal House There are no diffrences in the changes of total amount and
differential count of leucocyte, IgG specific between mice ( with exposure of tetanus
toxoid)given food product of BPPT and mice (with exposure of tetanus toxoid) given
usual food. There is diffrence in changes of IgG tota from the fourth week until the eighth
week between the two groups of mice. In conclusion, the effectivity of food product of
BPPT in increasing the immune response is better than usual food because the effect of
food product of BPPT in IgG total.
Keywords:
mice, immunity, IgG total,IgG specific,leucocyte,white blood count,food product of
BPPT, usual food
vii
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .................................................v
ABSTRAK ............................................................................................................. vi
ABSTRACT ............................................................................................................ vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................x
1.PENDAHULUAN ................................................................................................1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah .......................................................................................2
1.3. Hipotesis................................................ .....................................................3
1.4. Tujuan Penelitian ........................................................................................3
1.5. Manfaat Penelitian ......................................................................................4
2. TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................5
2.1. Imunitas.......................................................................................................5
2.1.1. Pengertian dan Klasifikasi. ...............................................................5
2.1.2. Imunitas Non Spesifik ......................................................................5
2.1.3. Imunitas Adaptif ...............................................................................6
2.2. Hewan Coba ................................................................................................9
2.2.1. Mencit BALB-C ...............................................................................9
2.2.2. .Hematologi Mencit ..........................................................................9
2.2.3. Jumlah dan Jenis Kelamin ..............................................................10
2.2.4. Kondisi Kandang ............................................................................10
2.3. Pemeriksaan Hematologi ........................................................................11
2.4. Tetanus ......................................................................................................11
2.4.1. Sejarah Singkat ...............................................................................11
2.4.2. Patofisiologi ................................................................................12
2.4.3. Imunitas Terhadap Tetanus ..............................................................12
2.5. Tetanus Toksoid ........................................................................................13
2.5.1 Deskripsi Toksoid ...........................................................................13
2.5.2 Dosis dan Rute Pemberian ..............................................................14
2.5.3 Respon Imunitas Terhadap Tetanus Toksoid ..................................14
2.6 Dasar Vaksinologi ......................................................................................16
2.7 Malnutrisi dan Imunitas .............................................................................18
2.8 Produk Pangan BPPT .................................................................................18
2.9 Polifenol dan Imunitas ...............................................................................18
2.10 Kerangka Konsep .....................................................................................20
viii
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas indonesia
3. METODE PENELITIAN ................................................................................21
3.1. Desain Penelitian ......................................................................................21
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................................21
3.3. Jenis dan Besar Sampel .............................................................................21
3.4. Pengelolaan Kandang Hewan ...................................................................22
3.5. Cara Kerja .................................................................................................22
3.5.1. Identifikasi Variabel .......................................................................22
3.5.2. Pengumpulan Data dan Manajemen Penelitian..............................22
3.6. Analisis Data .............................................................................................24
3.7. Batasan Operasional..................................................................................25
3.8. Etika Penelitian .........................................................................................25
3.9. Kerangka Alur Penelitian ..........................................................................25
4. HASIL PENELITIAN ...................................................................................26
4.1. Data Utama ...............................................................................................26
4.2 Data Gambaran Umum Sampel ................................................................35
5. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................51
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................53
ix
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 12.5-6. Kisaran jumlah hewan coba dalam satu kandang ............................10
Tabel 4.1 Uji Normalitas Selisih Jumlah Sel darah putih antara Minggu ke -0
dengan Mingggu ke- 4 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa............26
Tabel 4.2 Uji Normalitas Logaritma Selisih Jumlah Sel darah putih
antara
Minggu ke -0 dengan Mingggu ke- 4 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan
Biasa.......................................................................................................................27
Tabel 4.3 Sebaran Nilai Selisih Jumlah Sel darah putih antara Minggu ke- 0
dengan minggu ke-4 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa.................27
Tabel 4.4 Uji Normalitas Selisih Jumlah Sel darah putih antara Minggu ke -4
dengan Mingggu
ke- 8 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan
Biasa.......................................................................................................................28
Tabel 4.5 Sebaran Selisih Jumlah Sel darah putih antara Minggu ke -4 dengan
Minggu ke-8 pada Kelompok Pakan Uji dan Kelompok Pakan
Biasa......................................................................................................................28
Tabel 4.6 Uji Normalitas Selisih Basofil antara Minggu ke -0 dengan Mingggu
ke- 4 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa..........................................29
Tabel 4.7 Sebaran Nilai Selisih Basofil antara Minggu ke- 0 dengan minggu ke-4
pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa...................................................30
Tabel 4.8 Uji Normalitas Selisih Basofil antara Minggu ke -4 dengan Mingggu
ke- 8 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa..........................................30
Tabel 4.9 Sebaran Selisih Jumlah Basofil antara Minggu ke -4 dengan Minggu ke8 pada Kelompok Pakan Uji dan Kelompok.........................................................30
Tabel 4.10 Uji Normalitas Selisih Jumlah Eosinofil antara Minggu ke -0 dengan
Mingggu ke- 4 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa........................31
Tabel 4.11 Sebaran Nilai Selisih Jumlah Eosinofil antara Minggu ke- 0 dengan
minggu ke-4 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa..........................31
Tabel 4.12 Uji Normalitas Selisih Eosinofil antara Minggu ke -4 dengan Minggu
ke- 8 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa.......................................32
Tabel 4.13 Sebaran Selisih Eosinofil antara Minggu ke -4 dengan Minggu ke- 8
pada Kelompok Pakan Uji dan Kelompok Pakan Biasa.....................................32
Tabel 4.14 Uji Normalitas Selisih Batang antara Minggu ke -0 dengan Mingggu
ke- 4 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa........................................33
Tabel 4.15 Sebaran Nilai Selisih Batang antara Minggu ke- 0 dengan minggu ke-4
pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa...................................................33
x
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas indonesia
Tabel 4.16 Uji Normalitas Selisih Batang antara Minggu ke -4 dengan Mingggu
ke- 8 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa..........................................34
Tabel 4.17 Sebaran Selisih Batang antara Minggu ke -4 dengan Minggu ke-8
pada Kelompok Pakan Uji dan Klompok Pakan Biasa.........................................34
Tabel 4.18 Uji Normalitas Selisih Segmen antara Minggu ke -0 dengan Mingggu
ke- 4 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa.........................................35
Tabel 4.19 Sebaran Nilai Selisih Segmen antara Minggu ke- 0 dengan minggu
ke-4 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa...........................................35
Tabel 4.20 Uji Normalitas Selisih Segmen antara Minggu ke -4 dengan Mingggu
ke- 8 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa..........................................36
Tabel 4.21 Sebaran Selisih Segmen antara Minggu ke -4 dengan Minggu ke-8pada
Kelompok Pakan Uji dan Kelompok Pakan Biasa................................................36
Tabel 4.22 Uji Normalitas Selisih Limfosit antara Minggu ke -0 dengan Mingggu
ke- 4 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa..........................................37
Tabel 4.23 Sebaran Nilai Selisih Limfosit antara Minggu ke- 0 dengan minggu ke4 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa................................................37
Tabel 4.24 Uji Normalitas Selisih Limfosit antara Minggu ke -4 dengan Mingggu
ke- 8 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa..........................................38
Tabel 4.25 Sebaran Selisih Limfosit antara Minggu ke -4 dengan Minggu ke-8
pada Kelompok Pakan Uji dan Kelompok Pakan Biasa........................................38
Tabel 4.26 Uji Normalitas Selisih Monosit antara Minggu ke -0 dengan Mingggu
ke- 4 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa..........................................39
Tabel 4.27 Sebaran Nilai Selisih Monosit antara Minggu ke- 0 dengan minggu ke4 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa................................................39
Tabel 4.28 Uji Normalitas Selisih Monosit antara Minggu ke -4 dengan Mingggu
ke- 8 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa..........................................40
Tabel 4.29 Sebaran Selisih Monosit antara Minggu ke -4 dengan Minggu ke-8
pada Kelompok Pakan Uji dan Kelompok Pakan Biasa.......................................40
Tabel 4.30 Uji Normalitas Selisih IgG Total antara Minggu ke -0 dengan
Mingggu ke- 4 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa.......................41
Tabel 4.31 Sebaran Nilai Selisih IgG total antara Minggu ke- 0 dengan minggu
ke-4 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa...........................................41
Tabel 4.32 Uji Normalitas Selisih IgG Total antara Minggu ke -4 dengan
Mingggu ke- 8 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa........................42
Tabel 4.33 Sebaran Selisih IgG Total antara Minggu ke -4 dengan Minggu ke-8
pada Kelompok Pakan Uji dan Kelompok Pakan Biasa........................................42
xi
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas indonesia
Tabel 4.34 Uji Normalitas Selisih IgG Spesifik antara Minggu ke -0 dengan
Mingggu ke- 4 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa.......................43
Tabel 4.35 Sebaran Selisih IgG Spesifik antara Minggu ke – 0 dengan Minggu ke4 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pangan Biasa..............................................43
Tabel 4.36 Uji Normalitas Selisih IgG Spesifik antara Minggu ke -4 dengan
Mingggu ke- 8 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa........................44
Tabel 4.37 Sebaran Selisih IgG Spesifik antara Minggu ke – 4 dengan Minggu ke8 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pangan Biasa............................................45
Tabel 4.46 Uji Normalitas Selisih Berat Badan antara Minggu ke-0 dengan
Mingggu ke- 4 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa.......................45
Tabel 4.47 Sebaran Selisih Berat Badan antara Minggu ke – 0 dengan Minggu ke4 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pangan Biasa............................................46
Tabel 4.48 Uji Normalitas Selisih Berat Badan antara Minggu ke -4 dengan
Mingggu ke- 8 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa........................46
Tabel 4.49 Sebaran Selisih Berat Badan antara Minggu ke – 4 dengan Minggu ke8 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pangan Biasa.............................................46
xii
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas indonesia
Uji LLIN................................................................................................................23
Tabel 4.1. Sebaran Responden Berdasarkan Usia, Tingkat Pendidikan, dan Jenis
Kelamin ..................................................................................................................36
Tabel 4.2. Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Informasi .............................36
Tabel 4.3. Sebaran Responden Berdasaran Perilaku Menggunakan Kelabu........37
Tabel4.4. Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Penggunaan Kelambu untuk
Mencegah Malaria ..................................................................................................38
xiii
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas indonesia
xiv
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sistem imun adalah kemampuan tubuh untuk menahan atau mengeliminasi benda
asing atau sel abnormal yang berbahaya bagi tubuh. 1 Berdasarkan mekanismenya,
sistem imun terdiri atas pertahanan spesifik dan pertahanan nonspesifik.1,2
Mekanisme pertahanan nonspesifik (nonadaptif, innate, atau imunitas alamiah)
adalah mekanisme yang ditujukan untuk mengeliminasi antigen dan sudah ada sejak
lahir.2 Mekanisme ini meliputi permukaan tubuh (kulit, mukosa, serta kelenjar dan
enzim yang disekresikannya), fagositosis oleh netrofil dan makrofag, sekresi internal
dan eksternal senyawa kimia tubuh (lisozim dalam mucus jaringan, air mata,
laktoperoksidase dalam saliva, dan sebagainya), protein darah (interferon, sistem kinin,
dan komplemen), serta aktivasi sel NK (natural killer).1,2
Mekanisme pertahanan spesifik (adaptif atau imunitas didapat) adalah
mekanisme pertahanan yang ditujukan khusus terhadap suatu epitope antigen sehingga
tidak dapat berperan terhadap epitope antigen lainnya. Berbeda dengan pertahanan
nonspesifik, pertahanan tubuh spesifik harus didahului dengan kontak atau ditimbulkan
oleh antigen tertentu. Responnya meliputi respon imun humoral yang diperankan oleh
sel limfosit B (mengenal benda asing yang bebas atau tidak melekat pada sel) dan
respon imun seluler yang diperankan oleh limfosit T (mengenal benda asing yang
melekat pada sel).2
Berbagai upaya dapat ditempuh untuk meningkatkan kemampuan respon imun,
seperti dengan melakukan imunisasi atau dengan mengusahakan imunopotensiasi.2
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan
memasukkan sesuatu ke dalam tubuh sehingga tubuh menjadi tahan terhadap penyakit.
Imunisasi terdiri dari dua jenis, yaitu imunisasi aktif dan pasif. 3 Imunisasi aktif
merupakan cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang dengan memasukkan
mikroorganisme yang telah dilemahkan sehingga tubuh akan membuat antibodi
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
2
terhadap mikoorganisme tersebut. Pada pemaparan mikoorganisme yang sama
selanjutnya, seseorang yang telah menerima antibodi aktif tidak akan terkena penyakit
karena telah memiliki antibodi mikroorganisme tersebut. Imunisasi pasif merupakan
cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang dengan memasukkan antibodi terhadap
suatu mikroorganisme. Jenis imunisasi ini biasanya tidak bertahan lama.2, Antibodi
dapat diinduksi secara aktif dengan pemberian antigen yang sesuai atau preparasi yang
mengandung antigen yang sesuai tersebut misalnya tetanus atau difteri toksoid 3.
World Vision Asia Pasifik melakukan survey terhadap bencana alam yang
dilakukan di Indonesia, tercatat Indonesia menduduki peringkat 37 dari 204 negara di
dunia dengan risiko ekstrim. Pada sebagian besar kasus terjadinya bencana alam, korban
bencana alam mengalami kelaparan atau bahkan malnutrisi. Salah satu komplikasi
malnutrisi yaitu penurunan sistem imunitas tubuh. 4 Berawal dari hal tersebut,
pemerintah, dalam hal ini BPPT, mengeluarkan produk pangan baru yang di dalamnya
terdapat zat aktif yaitu polifenol yang diduga mampu meningkatkan respon imun tubuh
pada manusia. Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk menguji efektivitas produk
pangan BPPT tersebut dalam meningkatkan imunitas.
Respon imunitas lebih jelas
terlihat setelah diberikan suatu pajanan salah satunya yaitu tetanus toksoid. Adapun
penelitian tersebut perlu dilakukan dahulu pada hewan coba sebelum diberikan pada
manusia.
1.2.Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana respon pertahanan tubuh dilihat dari perubahan jumlah lekosit
jika terdapat patogen yang merangsang sistem imun?
1.2.2. Bagaimana respon pertahanan tubuh dilihat dari perubahan hitung jenis
lekosit jika terdapat patogen yang merangsang sistem imun?
1.2.3. Bagaimana respon pertahanan tubuh dilihat dari perubahan jumlah IgG total
dan IgG spesifik jika terdapat patogen yang merangsang sistem imun?
1.3.Hipotesis
1.3.1. Perubahan jumlah lekosit pada hewan coba yang diberikan produk pangan
BPPT dengan pajanan tetanus toksoid berbeda secara bermakna dibandingkan
2
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
3
dengan perubahan jumlah lekosit pada hewan coba yang diberikan pangan
kontrol dengan pajanan tetanus toksoid.
1.3.2. Perubahan hitung jenis lekosit pada hewan coba yang diberikan produk
pangan BPPT dengan pajanan tetanus toksoid berbeda secara bermakna
dibandingkan dengan perubahan hitung jenis lekosit pada hewan coba yang
diberikan pangan kontrol dengan pajanan tetanus toksoid.
1.3.3. Perubahan kadar IgG total dan IgG spesifik pada hewan coba yang diberikan
produk pangan BPPT dengan pajanan tetanus toksoid berbeda secara
bermakna dibandingkan dengan perubahan jumlah lekosit pada hewan coba
yang diberikan pangan kontrol dengan pajanan tetanus toksoid.
1.4.Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana respon pertahanan tubuh hewan coba yang diberikan
produk pangan BPPT dengan pajanan tetanus toksoid dibandingkan dengan hewan
coba yang diberikan pangan kontrol dengan pajanan tetanus toksoid.
1.5.Tujuan Khusus
1.5.1. Diketahuinya perbandingan perubahan jumlah lekosit pada hewan coba
yang telah diberikan pajanan tetanus toksoid dengan pemakaian produk
pangan BPPT dan hewan coba kelompok kontrol dengan pajanan tetanus
toksoid.
1.5.2. Diketahuinya perbandingan perubahan hitung jenis lekosit pada hewan coba
yang telah diberikan pajanan tetanus toksoid dengan pemakaian produk
pangan BPPT dan hewan coba kelompok kontrol dengan pajanan tetanus
toksoid.
1.5.3. Diketahuinya perbandingan perubahan kadar IgG spesifik anti-tetanus dan
kadar IgG total pada hewan coba yang telah diberikan pajanan tetanus
toksoid dengan pemakaian produk pangan BPPT dan hewan coba kelompok
kontrol dengan pajanan tetanus toksoid.
1.6.Manfaat Penelitian
3
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
4
1.6.1. Manfaat Bagi Peneliti
a. Memperoleh pengalaman belajar dan pengetahuan dalam menganalisis
masalah kesehatan dan melakukan penelitian.
b. Mengembangkan daya nalar, analisis, minat, dan kemampuan dalam
bidang penelitian.
c. Mengaplikasikan ilmu tentang penelitian yang didapat selama ini.
1.6.2. Manfaat Bagi Universitas
a. Mengamalkan Tri Darma Perguran Tinggi dalam melaksanakan
fungsinya sebagai lembaga pendidikan, penelitian, dan pengabdian
masyarakat
b. Ikut beperan dalam mewujudkan visi FKUI 2010 sebagai universitas
riset.
c. Meningkatkan kerjasama dan komunikasi antara mahasiswa dan staf
pengajar FKUI
1.6.3. Manfaat Bagi Masyarakat
a. Masyarakat mendapat informasi mengenai hasil penelitian yaitu manfaat
produk pangan sebagai imunomodulator
4
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Imunitas
2.1.1
Pengertian dan Klasifikasi
Sistem imun adalah kemampuan tubuh untuk menahan atau mengeliminasi
benda asing atau sel abnormal yang berbahaya bagi tubuh. 1 Reaksi imun secara
umum terbagi menjadi imunitas natural (innate immunity) dan imunitas adaptif
(aqcuired immunity). Imunitas natural merupakan pertahanan pertama tubuh
untuk melawan agen asing yang sifatnya nonspesifik, termasuk agen
penginfeksi, bahan kimia, serta kerusakan jaringan akibat trauma dan terbakar.
Setiap orang memiliki imunitas natural yang sama sejak lahir, meskipun ada
yang secara genetik berbeda. Imunitas adaptif berhubungan dengan respon
imun spesifik yang secara selektif melawan benda asing tertentu yang pernah
dikenali oleh tubuh sebelumnya. Kedua jenis imunitas bekerja dengan saling
melengkapi untuk mengeliminasi agen asing berbahaya.1
2.1.2
Imunitas Natural (Sistem Imun Nonspesifik)
Komponen dari imunitas natural adalah penjaga dan pengatur sistem
pertahanan tubuh dari berbagai jenis serangan dari luar. Sel imun efektor, yaitu
neutrofil dan makrofag yang bersifat fagositik sangat berperan dalam imunitas
natural. Plasma membran protein (TLRs) juga berperan dalam mengenali benda
asing yang masuk hingga akhirnya difagosit. TLRs akan teraktivasi saat zat
patogen masuk dan menginduksi sel fagositik untuk menyelubungi dan
merusak zat patogen penginfeksi tersebut. Imunitas natural memberikan
gambaran yang jelas tentang respon yang cepat dan tidak selektif bagi tiap
benda asing yang masuk ke dalam tubuh untuk mencegah infeksi meluas
sampai akhirnya imunitas adaptif bekerja.1
Secara umum, imunitas natural terdiri dari:1
5
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
6
 pertahanan fisik yang mencegah masuknya kuman patogen dalam tubuh.
Misalnya kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk, dan bersin.
 pertahanan larut. Terdiri dari pertahanan biokimia yang disekresikan sebagai
alat pertahanan tubuh, seperti lisozim dalam keringat, ludah, air mata, dan air
susu, serta asam hidroklorida (HCl) pada cairan lambung. Bahan-bahan
biokimia ini dapat melindungi tubuh terhadap kuman gram positif dengan
menghancurkan dinding kuman tersebut. Lisozim yang dilepas makrofag
dapat menghancurkan kuman gram negatif dengan menggunakan sistem
komplemen. Sistem komplemen sendiri mengaktifkan sel-sel fagositik untuk
membantu destruksi bakteri atau parasit, baik dengan menghancurkan
membran selnya, maupun dengan mengikat permukaannya. Hal ini akan
memudahkan mengarahkan makrofag untuk mengenali dan memakan bakteri
atau parasit tersebut. Interferon juga menghasilkan glikoprotein yang
mengandung nukleus dan dilepas sebagai respon terhadap infeksi virus.
Interferon berperan menginduksi sel-sel sekitar yang terserang virus dan
mengaktifkan sel NK.
 pertahanan selular melalui proses fagositosis yang dilakukan oleh sel
mononuklear (monosit dan makrofag) dan sel polimorfonuklear (neutrofil).
Selain itu sel NK yang disebut Large Granular Lymphocyte (LGL) berperan
dalam merespon IL-12 yang dihasilkan oleh makrofag dan melepas IFN-
yang mengaktifkan makrofag untuk membunuh zat patogen yang sudah
dimakannya. Sel Mast berperan dalam reaksi alergi dan dalam pertahanan
tubuh pejamu yang menderita imunodefisiensi.
2.1.3
Imunitas Adaptif (Sistem Imun Spesifik)
Sistem imun spesifik merupakan imunitas yang diperoleh karena
induksi dan pemaparan substansi asing (antigen). Dalam menghancurkan
benda asing yang berbahaya bagi tubuh, sistem imun dapat bekerja sendiri
dan, umumnya, juga dapat bekerja sama dengan antibodi, komplemen,
fagosit, dan makrofag T.1
6
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
7
Sistem imun spesifik terdiri atas:1
2.1.3.1 Sistem Imun Spesifik Humoral
Dalam sistem imun ini, yang berperan adalah sel limfosit B atau sel B
yang berasal dari sel multipoten sumsum tulang. Bila terdapat benda asing,
sel B akan berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang
membentuk
antibodi
dalam
serum.
Fungsi
utamanya
adalah
mempertahankan tubuh terhadap infeksi bakteri, virus, dan menetralisisasi
toksin. Antibodi atau immunoglobulin terdiri dari:1

IgG: merupakan Ig terbanyak dan biasa terdapat di cairan saraf sentral dan
urin. IgG dapat menembus plasenta dan dapat ditemukan pada janin yang
berusia 6-9 bulan. IgG memiliki sifat seperti komplemen yang membantu
makrofag dalam mengenali sel sasarannya.

IgA: ditemukan sedikit dalam serum dan memiliki kadar lebih tinggi pada
cairan sekresi saluran napas, saluran cerna, saluran kemih, air mata, keringat,
ludah, dan kolostrum. IgA berfungsi untuk menetralisisasi toksin atau virus
dan mencegah kontak antara toksin atau virus dengan alat sasarannya.

IgM: merupakan Ig terbesar dan kebanyakan sel B mengandung IgM. IgM
merupakan respon imun primer yang dibentuk terlebih dahulu. IgM tidak
dapat menembus plasenta, namun janin dapat membentuknya pada usia 12
minggu jika mendapatkan rangsangan. IgM merupakan komponen utama
penyusun antibodi alamiah seperti isoaglutinin, golongan darah AB, dan
antibodi heterofil.

IgD: terdapat dalam darah dengan kadar yang sangat rendah (1% dari total
serum) dan mempunyai aktivasi antibodi terhadap antigen berbagai makanan
dan komponen nukleus.

IgE: ditemukan sangat sedikit dalam serum. IgE mudah diikat sel mast,
basofil, eosinofil, makrofag, dan trombosit. Kadar IgE tinggi ditemukan
pada infeksi cacing, skistosomiasis, penyakit hidatid, trikinosis, dan alergi.
7
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
8
IgE diduga berperan sebagai imunitas parasit. Pada alergi dikenal sebagai
antibodi reagin.
2.1.3.2 Sistem Imun Spesifik Selular
Dalam sistem imun ini, yang berperan adalah sel limfosit T atau sel T.
Fungsi utamanya antara lain membantu sel B memproduksi antibodi,
mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus, mengaktifkan
makrofag dalam proses fagositosis, serta mengontrol ambang dan kualitas
sistem imun. Sel T dibentuk dalam sumsum tulang, kemudian diproliferasi
dan didiferensiasikan dalam kelenjar timus. Terdiri atas beberapa sel T: 1

sel T Naif (virgin): sel limfosit yang meninggalkan timus tanpa mengalami
diferensiasi dan terdapat dalam limfoid perifer. Setelah terpajan antigen, sel
ini akan berubah menjadi Th0 kemudian berkembang sebagai sel efektor
Th1 dan Th2.

sel T CD4 (Th1 dan Th2): sel ini masuk ke sirkulasi dan menetap dalam
organ limfoid seperti kelenjar getah bening untuk bertahun-tahun. Th1
berperan dalam reaksi hipersensitivitas lambat, sedangkan Th2 berperan
dalam meningkatkan produksi antibodi.

sel T CD8 (CTL/Tc): sel ini ditemukan pada semua sel tubuh yang
bernukleus. Fungsi utamanya adalah menyingkirkan sel yang terinfeksi virus
dengan cara menghancurkannya. Sel ini juga menghancurkan sel ganas dan
sel histoimkompatibel yang menimbulkan penolakan pada transplantasi.

sel Ts/Tr: sel Ts dikenal juga sebagai Th3 yang berperan dalam menekan
aktivitas efektor sel T yang lain dan sel B. Ts ini diduga dapat mencegah
respon Th1 dengan mengeluarkan sitokin imunosupresif untuk menghambat
APC (berperan dalam mengubah sel T naif CD4 menjadi Th1)
Kedua sistem imun spesifik ini memiliki beberapa sifat dasar, antara
lain:1
8
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
9

specificity: respon imun bersifat spesifik terhadap antigen tertentu. Antibodi
atau limfosit dapat mengenal, secara spesifik, bagian protein kompleks atau
molekul besar lainnya yang disebut sebagai determinan atau epitop.

diversity: tubuh manusia mempunyai sistem imun yang berpotensi mengenal
antigen di lingkungan hidupnya, terutama limfosit yang mempunyai
spesifitas terhadap antigen di dalam tubuh seluruhnya yang disebut dengan
lymphocyte repertoir. Hal inilah yang menyebabkan limfosit dapat
mendeferensiasi menjadi 109 determinan.

memory: respon imun terhadap antigen akan meningkat efektivitasnya
apabila terpapar antigen yang sama untuk kedua kali dan seterusnya. Hal ini
disebut memori imunologikal yang diperankan oleh sel memori.

self limitation: respon imun yang normal akan menurun dan menghilang
beberapa waktu setelah stimulasi dihentikan.

descrimination of self from nonself: sel pertahanan tubuh dapat
membedakan antigen asing dari komponen tubuh sendiri. Limfosit akan
bereaksi terhadap stimulasi antigen asing tetapi tidak memberi respon pada
molekul dan komponen sendiri (immune tolerance).
2.2 Hewan Percobaan
2.2.1 Hewan Percobaan (BALB-C)
Mencit Balb/c merupakan ruminasia albino berukuran kecil. Mencit ini
dihasilkan pertama kali oleh McDowell tahun 1923. Mencit ini banyak
digunakan dalam berbagai bidang penelitian, yaitu kardiovaskular, produksi
antibodi monoclonal, toksikologi, farmakologi, penuaan, teratologi, dan
penelitian umum lainnya. Selain itu, mencit ini merupakan hewan model yang
baik untuk uji reaksi imun. Mencit untuk penelitian diproduksi melalui
pemasangan kakak beradik sehingga memiliki sifat gen yang homogen. Ratarata menghasilkan 5-7 anak setiap melahirkan dan berhenti menyusui anaknya
saat berusia 19 hari.5,6
9
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
10
2.2.2 Hematologi Mencit (mice)
Lekosit total dan hitung jenis lekosit sangat bervariasi tergantung dari
genetik, faktor lingkungan, dan metode pemeliharaan. Sebagian besar tipe
lekosit yang ditemukan pada darah manusia juga ditemukan pada mencit.
Proporsi limfosit terhadap lekosit total lebih tingga pada mencit dibandingkan
pada manusia dan pada darah mencit dewasa tidak pernah ditemukan basofil. 7
2.2.3
Jumlah dan Jenis Kelamin
Besar sampel hewan coba mencit diperoleh dengan menggunakan rumus
Federer, sebagai berikut:
(t-1) (n-1) >15
Dengan: t = jumlah perlakuan; n = jumlah mencit untuk setiap kelompok
perlakuan.
Jenis kelamin sampel sebaiknya digunakan baik jantan maupun betina untuk
setiap kelompok perlakuan. Namun mengingat keterbatasan biaya dan norma
etik penelitian eksperimental hewan coba dapat digunakan salah satu jenis
kelamin.
Tabel 2.1 Kisaran jumlah hewan coba dalam satu kandang. 8
Hewan
Berat (gram)
Luas Area/Hewan
Tinggi Kandang (cm)
(cm2)
10
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
11
Mencit
< 10
38,71
12,70
10-15
51,62
12,70
15-25
77,42
12,70
> 25
96,78
12,70
Sumber: ILAR (Institute of Laboratory Animal Resources)
2.2.3.Kondisi Kandang
Suhu ruangan tempat merawat hewan percobaan harus 18-26oC dan
kelembaban relatif sebesar 40-70%.10-12 Jika menggunakan cahaya buatan, harus
diset menjadi 12 jam terang dan 12 jam gelap. Untuk pemberian makan,
digunakan diet laboratorium konvensional dengan penyediaan air minum tidak
terbatas. Digunakan satu kandang untuk setiap ekor mencit agar setiap mencit
mendapat porsi pakan yang sama.9,10
2.2 Pemeriksaan Hematologi
Untuk uji efektivitas, akan diperiksa jumlah dan jenis lekosit, serta jumlah
IgG total dan spesifik. Pengambilan darah mencit dilakukan dengan cara
dekapitasi.11 Cara ini dipilih karena dengan cara dekapitasi, jumlah darah yang
dibutuhkan dapat tercapai. Sebelum dekapitasi, mencit akan dianestesi dengan
menggunakan eter.12
Darah yang terkumpul akan dibagi menjadi dua bagian, yaitu untuk
penghitungan jumlah dan jenis lekosit, serta penghitungan jumlah IgG total dan
spesifik. Dalam menghitung jumlah lekosit total, digunakan metode manual. Dalam
menghitung differential leucocyte, digunakan pembuatan dan pewarnaan sediaan
hapus darah tepi dengan pewarnaan Wright.13-16 Dalam menghitung jumlah IgG
total dan spesifik, digunakan metode ELISA.17
2.3 Tetanus
2.4.1
Sejarah Singkat
11
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
12
Tetanus adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan adanya
hipertonia, nyeri akibat kontraksi otot pada leher dan rahang, dan kram otot
secara menyeluruh tanpa sebab medis yang jelas. Pada tahun 1884, Carle dan
Rattone pertama kali memberikan tetanus pada hewan dengan menginjeksikan
hewan – hewan tersebut pus. Pus tersebut berasal dari kasus tetanus yang fatal
pada manusia. Ternyata pada tahun yang sama, Nicolaier juga memberikan
tetanus pada hewan dengan menginjeksikan hewan – hewan tersebut dengan
tanah. Pada tahun 1889, Kitasato mengisolasi bakteri tetanus dari manusia yang
terinfeksi. Dari penelitiannya, diperoleh kesimpulan bahwa organism yang telah
diisolasi tersebut dapat menimbulkan penyakit setelah diinjeksikan ke dalam
tubuh hewan. Selain itu, juga diperoleh informasi bahwa toksin tersebut dapat
dinetralisasi oleh antibodi yang spesifik.18
2.4.2 Patofisiologi
Clostridium tetani, bakteri gram positif yang menyebabkan tetanus.
Bakteri ini membentuk spora yang resistan terhadap panas dan disinfektan.
Spora dari Clostridium tetani terdapat di mana- mana dan biasa ditemukan
di tanah, debu rumah, usus hewan, dan feses manusia. Spora yang masuk
ke dalam tubuh manusia dapat bertahan dalam jaringan normal selama
berbulan – bulan atau bahkan bertahun- tahun. Pada kondisi yang
anaerobik,spora menghasilkan tetanospamin dan tetanolysin. Tetanolysin
belum dibuktikan berkaitan dengan manifestasi klinik dari tetanus.
Tetanospamin merupakan neurotoksin
dan menyebabkan manifestasi
klinik dari tetanus. Tetanospamin dikeluarkan oleh basilus yang telah
matang kemudian didistribusikan melalui system limfe dan sirkulasi
pembuluh darah menuju end – plate atau cakram seluruh saraf.
Tetanospamin kemudian memasuki system saraf perifer pada myoneural
junction dan ditransportasikan ke dalam neuron pada sistem saraf pusat. 18
12
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
13
Neuron yang telah diintoksinasi oleh tetanospamin menjadi tidak dapat
mengeluarkan neurotransmitter. Neuron yang mengeluarkan kedua
neurotransmitter penghambat yaitu gamma- aminobutyric acid ( GABA)
dan glysin sangat sensitive terhadap tetanospamin. Hal inilah yang
menyebabkan gagalnya respon refleks motorik terhadap stimulasi sensorik.
Kondisi ini menyebabkan kontraksi agonis dan antagonis otot dari kram
otot. Saraf perifer yang terpendek pertama kali mengantarkan toksin ke
SSP, yang akan menimbulkan gejala awal dari kejang pada punggung dan
leher serta wajah. Antitoksin tidak dapat menetralisasi toksin apabila
toksin telah terfiksasi pada neuron. Penyembuhan dari fungsi saraf
membutuhkan pertumbuhan baru dari terminal saraf dan pembentukan
sinaps baru.18
2.4.3 Imunitas terhadap Tetanus18
Imunitas terhadap tetanus menurun pada usia:
o Tes serum untuk imunitas menunjukkan level imunitas yang rendah pada
individu dengan umur yang lebih tua di USA
o Sekitar 50% dari orang dewasa dengan usia di atas 50 tahun tidak
memiliki imunitas yang baik karena mereka tidak divaksinasi dan tidak
mendapat dosis yang sesuai
o Prevalensi imunitas terhadap tetanus di USA lebih besar dari 80% untuk
usia 6-39 tahun tetapi hanya 28% untuk orang dengan usia di atas 70
tahun.
2.4 Tetanus Toksoid
2.5.1 Deskripsi Toksoid
Saat ini, Clostridium tetani dikultur pada medium cair dengan kapasitas
fermenter yang besar ( sampai dengan 1000L) untuk menghasilkan toksoid
komersial. Medium yang dimodifikasi oleh Latham dari Mueller dan Miller,
terdiri dari tryptic yang mencerna kasein, free of Berna dan Witte pepton dan
substansi alergeniuk lainnya. Toksin ektraseluler dikumpulkan dengan filtrasi,
purifikasi, dan detoksifikasi dengan 40% formaldehyde pada suhu 37 0C.
13
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
14
Beberapa produsen mendetoksifikasi toksin sebelum melakukan purifikasi
untuk meningkatkan keamanan proses produksi.19
Pada tahun 1965, WHO melakukan standardisasi terhadap kalibrasi
dari potensi tetanus toxoid yang mengandung vaksin dan membuat standar
internasional pertama untuk tetanus toksoid. Preparasi standar dengan
menggunakan mouse bioassay kemudian diikuti dengan penetapan satuan
International Unit (UI) untuk potensi toksoid. Akan tetapi, standard assay
tersebut tidak digunakan di Amerika Serikat untuk lisensi dan standarisasi
untuk kandungan tetanus toksoid karena hasil yang diperoleh dari mice assay
dinilai tidak konsisten terutama respon serologi persisten ( yaitu lebih dari 6
bulan) pada manusia. Respon imun pada mencit (mice) sangat bervariasi
tergantung dari jenis (strain) yang digunakan. Di Amerika serikat, regulasi
potensi terhadap tetanus toksoid membutuhkan induksi antitoksin sedikitnya
2 IU/mL pada tes potensi pada babi guinea. Pada tahun 2000, standar
internasional ketiga dibuat untuk menggantikan standar internasional kedua
1981. Studi kolaborasi untuk menilai kesesuaian calon preparasi dengan
standar kedua juga membuktikan bahwa tes potensi yang menggunakan babi
guinea memberikan hasil yang lebih konsisten dibandingkan mencit (mice)
19
Pada tahun 1979, WHO menetapkan standar potensi untuk tetanus
toksoid. Sampai tahun 1982, satu dosis manusia yaitu 30 IU, Pada tahun
1982 menjadi 40 IU ( 60 IU pada preparasi dengan difteri, tetanus toksoid,
dan vaksin pertusis). Beberapa penulis menggunakan istilah limit of
flocculation (Lf) sebagai ukuran pengganti terhadap potensi. Produsen
tetanus toksoid lisensinya di Amerika Serikat menggunakan konten Lf untuk
kuantitas preparasi tetanus toksoid dan kemurnian dengan Lf per milligram
dari protein nitrogen ( toksoid murni memiliki 3000Lf/mg). Akan tetapi, Lf
assay mengukur keseluruhan kandungan antigen, yang tidak secara
sempurna menggambarkan antibodi yang dihasilkan.19
2.5.2 Dosis dan Rute Pemberian
14
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
15
Seperti vaksin yang diinaktifkan dan toksoid lainnya, respon imunologi
terhadap tetanus toksoid memerlukan lebih dari satu dosis untuk membangun
suatu proteksi dan menimbulkan suatu imunitas. Di Amerika Utara, preparasi
yang tersedia yaitu dosis 0,5 mL Adsorbed toxoid diberikan secara intramuscular
sedangkan preparasi toksoid dalam bentuk cairan diberikan secara subkutaneus.
Kandungan toksoid dari produk komersial dinyatakan dengan satuan Lf .20
DTaP ( tetanus toksoid yang dikombinasikan dengan vaksin aseluler
pertusis) dan DT ( tetanus toksoid yang dikombinasikan dengan difteri toksoid)
biasanya diberikan untuk bayi dan anak – anak di bawah usia 7 tahun. Banyak
preparasi tetanus toksoid adsorbed menggunakan zat tambahan untuk presipitasi
garam. Di Amerika Serikat. Alumunium hidroksida, alumunium poptassium
sulfat, atau alumunium fosfat digunakan sebagai bahan tambahan tersebut.
Bahan tambahan ini menginduksi respon imunitas yang adekuat dengan dosis
yang lebih sedikit dibandingkan dengan tetanus toksoid dengan preparasi dalam
bentuk cair. Selain itu, adsorbed tetanus toxoid mengiduksi antitoksin yang
lebih lama. 20
2.4.3 Respon Imunitas Terhadap Tetanus Toksoid
Imunisasi aktif yang menginduksi imunitas terhadap tetanus dengan
menstimulasi produksi antitoksin. Imunisasi primer dengan tetanus toksoid juga
menginduksi respon imunitas seluler ( T-helper tipe I atau Th 1) atau
hipersensitivitas tipe IV pada 74% sampai 90% resipien. Standar emas untuk
menilai respon imunitas terhadap tetanus toksoid yaitu toxin neutralization test
yang mengukur antitoksin yang aktif secara biologis di dalam serum. Tes
tersebut dilakukan pada mencit dengan dilusi serial yang preinkubasi dengan
lethal dose dari toksin tetanus dan distandarisasi dengan serum specimen. Tes
ini dapat mendeteksi antitoksin serendah – rendahnya 0,001 IU/mL. Karena tes
yang dilakukan secara in vivo banyak memakan waktu dan mahal, tes serologis
secara in vitro dikembangkan. Di antara Passive hemagglutination (PHA),
ELISA, radioimmunoassay, immunofluorescent assays, latex agglutination dan
metode – metode lain yang menggunakan agar preseipitasi. Secara umum,
15
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
16
teknik in vitro untuk mendeteksi antitoksin tetanus berguna. Akan tetapi, teknik
secara in vitro tidak dapat membedakan antibodi aktif secara biologis dengan
non-neutralizing antibodi. PHA dan ELISA merupakan metode yang paling
sering digunakan saat ini untuk menilai antitosin terhadap tetanus. 21
PHA merupakan teknik pertama yang digunakan. Walaupun hasil yang
diperoleh sering bervariasi di antara penggunaan teknik PHA, ada korelasi yang
baik antara neutralisasi toksin pada kadar tinggi dengan titer antibodi. Teknik ini
mengukur kadar IgG dan IgM,mungkin lebih cenderung ke IgM. Hanya IgG
yang secara biologis relevan dengan aktivitas neutralisasi. Jadi, antibodi yang
terdeteksi pada titer yang rendah dengan teknik PHA, merupakan reaksi
terhadap imunisasi primer dan bukan merepresentasi antitoksin neutralisasi. 21
ELISA mengukur kadar antibodi sebagai respon terhadap toksin tetanus
atau toksoid yang secara pasif ditaruh pada microtiters plates ( antigen fase
solid). Penelitian yang membandingkan hasil ELISA terhadap neutralization
assay pada mencit (mice) menunjukkan korelasi yang baik antara dua tes ketika
titer ELISA di atas 0,16 sampai 0,2 IU/mL. Titer ELISA yang di bawah level
tersebut secara signifikan tidak tepat jika dikorelasikan dengan konsentrasi
antibodi. 21
Tetanus Toksoid (TT) berperan sebagai antigen yang dikenal dapat
menginduksi respon imun spesifik dari sel T pada manusia setelah vaksinasi.
Respon imun dalam melawan tetanus toksoid dapat dianalisis dengan
menggunakan teknik Elispot assay. Teknik Elispot assay digunakan untuk
menentukan jumlah TT-specific-interferon-g (IFN-g) yang disekresikan oleh sel
T yang ada pada individu. Selain menentukan jumlah IFN-g, teknik ini juga
dapat memonitor jumlah TT spesifik sel T yang ada pada donor selama dua
tahun terakhir. Jumlah TT-specific-interferon-g (IFN-g) ini mencapai puncaknya
dalam 4 minggu setelah vaksinasi. Sekresi TT-specific-IFN-g dimediasi secara
ekslusif oleh CD4 sel T. Selain itu, produksi IFN-g juga dilakukan oleh HLA
kelas II.22
16
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
17
Observasi mengenai respon imun terhadap tetanus toksoid juga dilakukan
oleh Eibi et al pada tahun 1984. Untuk mempelajari efek vaksinasi pada sel
limfosit T helper atau rasio supresor, 11 orang sehat diberikan tetanus. Ternyata,
terjadi penurunan yang bermakna pada rasio T4/T8. Pada 4 pasien, rasio turun
sampai menjadi 1 atau lebih rendah. Situasi ini biasanya dijumpai pada pasien
dengan AIDS. Penyakit tetanus itu sendiri tidak menginduksi imunitas. Level
antibodi tidak meningkat sampai 4 hari setelah vaksinasi sehingga pemberian
vaksin saat terinfeksi tidak berguna. 22
2.5 Dasar Vaksinologi
Vaksin adalah suatu produk biologic yang terbuat dari kuman (
bakteri maupun virus), komponen kuman, maupun racun kuman yang telah
dilemahkan atau dimatikan, atau tiruan kuman dan berguna untuk merangsang
pembentukan kekebalan tubuh seseorang. Imunisasi adalah upaya untuk
memberikan bahan untuk merangsang produksi daya tahan tubuh. Sebagai
akibat selanjutnya, orang yang diberi vaksin akan memiliki kekebalan spesifik
terhadap penyakit yang disebabkan kuman tersebut. 23
Teknik vaksin dikembangkan dengan memasukkan sejenis kuman yang
sudah dilemahkan atau dimatikan agar sistem kekebalan mempelajarinya,
kemudian diharapkan tubuh memproduksi antibodi yang sesuai dengan kuman
yang dimasukkan tersebut. Adaptive reponse dapat berbentuk system seluler
dan system humoral(cairan). Peran ini terutama dibebankan kepada limfosit.
Baik innate maupun adaptive merupakan system yang saling melengkapi.
Pada adaptive response, tubuh mengenal antigen atau benda asing yang
diperkenalkan dan jika suatu saat antigen tersebut masuk kembali ke tubuh
kita, tubuh kita telah memiliki kemampuan anti atau sudah memiliki
kekebalan terhadap benda khusus tersebut.24
Proses pengenalan terhadap benda asing yang masuk memerlukan waktu
beberapa minggu hingga bulan secara perlahan- lahan, namun pasti. Apabila
17
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
18
dalam proses tersebut berlangsung berulang- ulang, maka pertahanan yang
bersifat spesifik tersebut akan makin bertambah kuat.24
Tugas pengamatan dan mempelajari sifat musuh diberikan kepada B cell
lymphocyte memory ( sel limfosit B), bekerja sama denagn sel limfosit T,
dengan cara berkeliling mengamati benda asing seperti virus dan bakteri, dan
juga mengeluarkan antibodi yang cocok dan sesuai untuk menangkal virus dan
bakteri yang bersangkutan. Struktur antigen-antibodi untuk jenis tertentu tepat
ikatannya, bagaikan lubang kunci dengan anak kunci. Setelah melakukan
pengamatan, system kekebalam memproduksi anak kuncinya.24
Imunisasi memiliki dasar yang identik dengan proses infeksi yakni
masuknya bakteri dan virus ke dalam tubuh manusia yang akan menimbulkan
proses inflamasi. Berbeda dengan infeksi di mana tubuh benar- benar
menghadapi bakteri atau virus yang masih virulen, imunisasi yaitu hanya
untuk merangsang zat antibodi spesifik di mana zat yang dimasukkan sudah
tidak virulen. Setiap benda yang dimasukkan ke dalam tubuh disebut sebagai
antigen. Antigen yang dimasukkan untuk merangsang antibodi spesifik
disebut imunogen. Namun, tidak semua antigen adalah immunogenic. Proses
vaksinasi pada dasarnya merupakan induksi memasukkan antigen untuk
mendapatkan respon imun. Imunisasi mengharapkan respon imun dengan
segera. Semakin sering menghadapi musuh tanpa bagian genome yang
menentukan keganasan atau virulensi, maka akan semakin meningkatkan titer
antibodi atau zat anti terhadap kuman maupun virus yang bersangkutan.
Dengan demikian imunisasi lebih dari satu kali akan menimbulkan kekebalan
yang lebih tinggi.24
2.6 Malnutrisi dan Imunitas25
Pada saat terjadi malnutrisi, lean body mass akan dihancurkan untuk
pelepasan asam amino yang akan digunakan untuk glukoneogenesis. Asam
amino dan protein penting bagi tubuh untuk sistem imunitas dan proses
penyembuhan penyakit. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa dalam
18
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
19
keadaan malnutrisi seseorang akan mengalami penurunan mental, kekuatan
ototnya menurun, fungsi jantung terganggu, dan penurunan imunitas.
2.8 Produk Pangan BPPT
Produk pangan BPPT mengandung, antara lain:
Protein
7,1%
Karbohidrat
66,6%
Lemak
15,8%
Abu
4,5%
Serat
3,12%
Polifenol
8,32 mg/gram
Energi
437 kal/100gr
2.9 Polifenol dan Imunitas
Sereal dengan kandungan polifenol memiliki efek yang menguntungkan
bagi fisiologis secara in vivo maupun in vitro. Salah satunya yaitu
meningkatkan fungsi dan status redoks pada sel imun pada individu yang kurang
sehat atau pada individu yang telah lanjut usia. Seperti telah kita ketahui bahwa
individu yang kurang sehat atau telah lanjut usia memiliki kecenderungan yang
lebih besar untuk mengalami infeksi yaitu adanya gangguan fungsi dan status
redoks pada sel imunitas. Gangguan fungsi dan status redoks pada sistem imun
ini dapat diatasi dengan pemberian antioksidan. Akan tetapi, apakah polifenol
dapat meningkatkan fungsi dan status redoks pada individu sehat masih belum
jelas.Polifenol yang terkandung dalam sereal juga terbukti dalam penelitian yang
dilaporkan dalam Europe Journal Nutrition dapat meningkatkan fungsi lekosit.
Dalam penelitian tersebut dilaporkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan
kemotaksis yang signifikan pada limfosit dan makrofag, peningkatan respon
limfoproliferatif ketika terpajan radikal bebas, serta peningkatan sekresi IL-2
pada mencit yang diberikan sereal yang mengandung polifenol selama 5 minggu
(Alvarez P, Alvarado C, Mathieu F, Jimenez L, Fuente M) 2Sereal yang
mengandung berbagai macam polifenol, seperti asam hidroksisinamat, ferulat,
19
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
20
valinat, dan asam p- koumarat, menunjukkan adanya aktivitas antioksidan yang
dapat melindungi dari stress oksidatif sehingga mengurangi risiko terjadinya
penyakit. Mekanisme kerja polifenol yaitu dengan memodulasi jalur stress
oksidatif. Sereal yang mengandung fitokemikal ini memiliki beberapa efek
positif antara lain meningkatkan sistem imun dan hormonal, memfasilitasi
transitnya substansi pada saluran gastrointestinal, metabolisme, modulasi, dan
memiliki aktivitas antioksidan, antiviral, dan antibakterial. 23 Namun, pada
penelitian lain polifenol memiliki efek menghambat produksi oksigen reaktif
(ROS) dengan mengaktivasi sel granulosit dan limfosit. Akan tetapi, polifenol
ternyata juga dapat menyebabkan keadaan imunosupresi (Vinardell MP, Mitjans
M). Polifenol dapat menghambat proliferasi limfosit dan sel mononuklear
perifer; serta menghambat sekresi Immunoglobulin oleh sel B dan produksi IL2. Menurunnya fungsi limfosit terjadi akibat terhambatnya aktivitas protein
kinase C (PKC). Polifenol, sebagai antioksidan, menghambat produksi ROS
yang berperan sebagai second messenger dalam mengaktivasi limfosit.27
2.10
Kerangka Konsep
20
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
21
Pangan
Usia
Imunitas jumlah
leukosit,hitung jenis
leukosit,IgG
spesifik, IgG total
Jenis Kelamin
Rangsang
Patogen
BAB III
METODE PENELITIAN
21
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
22
3.1.Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah penelitian eksperimental pada hewan coba mencit
(mouse), yaitu dengan true experimental design.
3.2.Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Februari tahun 2009 hingga bulan Juli
tahun 2010 di Animal House, Laboratorium Departemen Farmakologi, Ruang
Praktikum Biologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dan Lembaga
Eijkman.
3.3.Jenis dan Besar Sampel
Sampel penelitian adalah mencit strain BALB-C betina, yang berusia ± 20
minggu (usia dewasa). Strain tikus ini selain memiliki usia yang relatif sama, juga
memiliki berat badan yang relatif sama pula, sekitar 28 gram. Pengambilan sampel
dilakukan secara random alokasi untuk setiap perlakuan. Besar sampel hewan coba
mencit diperoleh dengan menggunakan rumus Federer, sebagai berikut:
(t-1) (n-1) >15
(4-1) (n-1) > 15
3 (n-1) > 15
n-1 > 5
n>6
Keterangan :
t = jumlah perlakuan = 4 perlakuan (perlakuan produk pangan BPPT, perlakuan
kontrol dengan pangan biasa, perlakuan pembanding dengan menggunakan
Phyllanthus niruri, dan perlakuan produk pangan BPPT yang tidak mengandung
zat aktif).
n = jumlah mencit untuk setiap kelompok perlakuan.
22
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
23
3.4 Pengelolaan Kandang Hewan
Suhu ruangan tempat merawat hewan percobaan 18-26oC. Setiap kandang
ditinggali oleh 6 hewan coba agar tidak mengganggu observasi. Cahaya yang
digunakan adalah cahaya artificial dan diset ± 12 jam terang dan ± 12 jam gelap.
Untuk pemberian makan, digunakan diet laboratorium konvensional dengan
penyediaan air minum tidak terbatas.
3.5 Cara Menghitung Nilai IgG Total dan IgG Spesifik
Nilai IgG total dengan menghitung nilai IgG total pada minggu ke-4 sebelum
diberikan pajanan tetanus toksoid dan minggu ke-8 setelah diberikan pajanan
tetanus toksoid. Mula-mula hasil spektofotometri dari pemeriksaan jumlah
immunoglobulin G total dikonversi menjadi angka dengan bantuan kurva standar
IgG dengan rumus yang didapatkan dari program SPSS. Dengan rumus tersebut
kemudian didapatkan hasil perkiraan jumlah IgG total.
Nilai IgG spesifik dengan menghitung nilai IgG spesifik pada minggu ke-4
dan minggu ke -8 untuk melihat nilai IgG yang spesifik terhadap pajanan tetanus
toksoid. Hasil spektofotometri dari pemeriksaan jumlah immunoglobulin IgG
spesifik tidak dikonversikan ke dalam bentuk angka karena merupakan pemeriksaan
yang semi kualitatif.
3.6 Penghitungan Dosis Tetanus Toksoid
Dosis tetanus toksoid yang digunakan disesuaikan dengan dosis yang
diberikan pada anak yaitu 0,5ml/10kg BB. Pada hewan coba dengan daya tahan
tubuh yang lebih tinggi dosis tersebut dikalikan dengan koefisien (20) sehingga
didapatkan dosis 1 ml/kgBB. Setiap mencit memiliki berat badan kurang lebih 20
gram, sehingga dosis yang diberikan sebesar 0,01 ml/ekor
3.7 Cara Kerja
3.7.1 Identifikasi Variabel

Variabel bebas: jenis produk pangan yang diberikan.

Variabel terikat: jumlah dan jenis lekosit, serta jumlah total dan spesifik
IgG.

Variabel perancu: seks.
23
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
24
3.7.2 Pengumpulan Data dan Manajemen Penelitian
Subyek penelitian dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok yang
mendapat pakan uji dan kelompok yang mendapat pakan biasa. Selama satu
minggu pertama kedua kelompok ini diaklimatisasi. Setelah diaklimatisasi,
kedua kelompok ini dibuat dalam kondisi lapar dengan diberikan makanan
dengan jumlah setengah dari yang seharusnya. Jadi, dalam penelitian ini
kelompok pakan uji dan pakan biasa dalam keadaan lapar.
Keadaan lapar dikondisikan dengan memberikan produk pangan BR2
dengan dosis 3 gram/ekor dalam satu hari dalam dua kali pemberian yaitu
pada pukul 09.00 dan pukul 15.00 dengan dosis sekali pemberian yaitu 1,5
gram/ ekor . Pada minggu – minggu penelitian selanjutnya, Kelompok pakan
uji diberikan produk pangan BPPT dengan menggunakan sonde pada pukul
09.00 dan diberikan produk pangan biasa pada pukul 11.00 dan pukul 15.00.
Mencit dikorbankan untuk diperiksa data hematologi dan ELISA pada akhir
minggu ke-4, dan
minggu ke-8 .Pemberian suntikan tetanus toksoid
dilakukan pada minggu ke-4 dan dievaluasi hasilnya (IgG spesifik) pada akhir
minggu ke-8.
Pengambilan darah dilakukan dengan cara dekapitasi. Dilakukan
penghitungan jumlah dan jenis lekosit, serta jumlah total dan spesifik IgG.
Pada manusia, jumlah pangan darurat BPPT sebagai pangan
tambahan yang dianjurkan setiap harinya sebesar 400 gr. Bila dikonversikan
pada hewan coba, dosis yang dianjurkan:
K x 400gr/hari = 1,04 gram/ hari ≈ 1 gram/hari
K= koefisien mencit 0,0026
Data yang diperoleh yaitu mengenai respon imunitas yang dinilai dari
jumlah dan hitung jenis lekosit, kadar IgG spesifik anti- tetanus dan kadar
IgG non-spesifik. Data tersebut diperoleh dari darah mencit (mouse)yang
dibunuh
secara
dekapitasi
dengan
sebelumnya
dianestesi
dengan
menggunakan eter. Jumlah lekosit dan data hematologi lainnya yang
24
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
25
menunjang seperti red blood count dan hemoglobin dikirim ke laboratorium
Ragunan, sedangkan untuk hitung jenis digunakan metode menghitung
secara
manual
dengan menggunakan mikroskop binocular dengan
menggunakan sediaan apus per 100 lapangan pandang. Kadar IgG spesifik
anti-tetanus dan kadar IgG non-spesifik diperoleh dengan menggunakan
metode ELISA seperti yang telah dijelaskan dalam proposal.
3.8 Analisis Data
3.8.1 Data kasar mengenai respon imunitas tubuh dikelompokkan berdasarkan
variabel
3.8.2 Data diolah menggunakan SPSS for Windows versi 11,5
3.8.3
Data diuji normal atau tidak distribusinya,jika normal maka pada statistik
deskriptif dilaporkan mean dan standar deviasi. Jika data tidak terdistribusi
normal, maka pada statistik deskriptif dilaporkan median dan nilai
maksimum-minimum
3.8.4
Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan t-test jika data terdistribusi
normal, jika data tidak terdistribusi normal maka uji hipotesis yang
digunakan yaitu Mann- Whitney.
3.8.5
Data disajikan dalam bentuk tabel disertai penjelasan yang bersifat
deskriptif.
3.8.6
Hasil penelitian akan dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian dengan
format skripsi baku ditentukan oleh Universitas Indonesia.
3.9 Definisi Operasional
3.9.1 Respon imunitas adalah data utama mengenai respon imunitas hewan coba
yang diperoleh dalam penelitian yaitu meliputi jumlah dan hitung jenis
lekosit, IgG total dan IgG spesifik.
3.9.2
Produk pangan BPPT adalah bahan pangan padat gizi yang mengandung
zat aktif polifenol
3.9.3
Jumlah lekosit adalah kadar lekosit yang dihitung dengan cara manual,
yaitu darah
diencerkan dengan larutan Turk yaitu larutan asam asetat 2%
25
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
26
ditambah Gentian Violet 1% sebanyak 1 ml sehingga warnanya ungu
muda.
3.9.4 kadar IgG adalah nilai IgG yang dihitung dengan cara manual, yaitu darah
diencerkan dengan larutan Turk yaitu larutan asam asetat 2% ditambah
Gentian Violet 1% sebanyak 1 ml sehingga warnanya ungu muda.
3.10 Masalah Etika
Untuk penelitian ini tidak dibutuhkan informed consent karena kami tidak
menggunakan manusia sebagai subjek penelitian dan dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan jumlah hewan coba yang sesuai dengan perhitungan
sebenarnya.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Jumlah Lekosit
26
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
27
Tabel 4.1 Sebaran Perubahan Jumlah Lekosit pada Kelompok Uji dan
Kelompok Pakan Biasa
Minggu 0-4
MinKelompok
Median
Minggu 4-8
*p
Max
Pakan
Biasa
0,8 0,6-1,4
0,197
1. L
Median
Min -Max *p
e
t
a
-0,15
-14,2 0,810
k
Mean
K
Mean ±SD
o
n
Pakan Uji
1,66±3,1,3
-0,96±2,7
t
*Nilai p diperoleh dengan menggunakan uji Mann-Whitney
a
i
Dengan uji Kruskal Wallis tidak didapatkan perbedaan
bermakna jumlah lekosit
n
e pada kelompok pakan biasa
pada minggu ke-0, minggu ke-4, dan minggu ke-8
r
(p=0,11). Hal ini berati bahwa perubahan jumlah lekosit pada kelompok pakan biasa
J
baik antara minggu ke- 0 dengan minggu ke-4 2.maupun
antara minggu ke-4 dengan
e
minggu ke-8 tidak bermakna secara signifikan.Dengan
uji one way annova yang
n
diikuti oleh LSD, diperoleh perbedaan yang tidaki bermakna jumlah lekosit pada
s
minggu ke-0, minggu ke-4 dan minggu ke-8 pada kelompok pakan uji.Hal ini berarti
K
bahwa perubahan jumlah lekosit pada kelompok pakan
uji tidak bermakna secara
o
signifikan.
n
Terjadi peningkatan jumlah lekosit yang tidak tbermakna secara signifikan pada
a
kedua kelompok dari minggu ke-0 sampai minggu
ke-4. Uji Mann- Whitney
i
menunjukkan bahwa perubahan jumlah lekosit ntersebut tidak berbeda secara
e
bermakna antara kelompok pakan uji dengan kelompok
r pakan biasa.
Terjadi penurunan yang tidak bermakna secara signifikan jumlah lekosit pada
±SD
kelompok pakan uji maupun kelompok pakan biasa dari minggu ke-4 sampai minggu
ke-8.
Uji Mann- Whitney menunjukkan bahwa penurunan jumlah lekosit tidak
berbeda bermakna antara kelompok pakan uji dengan kelompok pakan biasa.
27
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
28
4.2 Basofil
Tidak ditemukan basofil pada darah mencit.
4.3 Eosinofill
Tabel 4.2 Sebaran Nilai Selisih Jumlah Eosinofil pada Kelompok Uji dan
Kelompok Pakan Biasa
Minggu 0-4
Kelompok
Minggu 4-8
Mean ±SD
*p
Mean ±SD
*p
Biasa
-0,33±2,16
0,88
-0,167±1,72
0,85
Uji
-0,50±1,5
0,00±1,26
Dengan uji Kruskal Wallis tidak didapatkan perbedaan bermakna jumlah
eosinofil pada minggu ke-0, minggu ke-4, dan minggu ke-8 pada kelompok pakan
biasa (p=0,75). Hal ini berati bahwa perubahan jumlah eosinofil pada kelompok
pakan biasa baik antara minggu ke- 0 dengan minggu ke-4 maupun antara minggu
ke-4 dengan minggu ke-8 tidak bermakna secara signifikan.
Dengan uji Kruskal Wallis tidak didapatkan perbedaan bermakna jumlah
eosinofil pada minggu ke-0, minggu ke-4, dan minggu ke-8 pada kelompok pakan
uji (p=0,745). Hal ini berati bahwa perubahan jumlah eosinofil pada kelompok
pakan uji baik antara minggu ke- 0 dengan minggu ke-4 maupun antara minggu
ke-4 dengan minggu ke-8 tidak bermakna secara signifikan.
Terjadi penurunan yang tidak bemakna secara signifikan pada kelompok
pakan biasa sedangkan pada kelompok pakan uji tidak terjadi perubahan jumlah
eosinofil dari minggu ke-0 sampai minggu ke-4. Uji t-test menunjukkan tidak ada
28
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
29
perbedaan bermakna perubahan jumlah eosinofil antara kelompok pakan uji
dengan kelompok pakan biasa dari minggu ke -0 sampai minggu ke-4. Dari
minggu ke-4 sampai minggu ke-8 juga terjadi penurunan jumlah eosinofil yang
tidak bermakna secara signifikan pada kelompok pakan biasa dan tidak terjadi
perubahan jumlah eosinofil pada kelompok pakan uji. Uji t-test menunjukkan tidak
ada perbedaan bermakna perubahan jumlah eosinofil antara kelompok pakan uji
dengan kelompok pakan biasa dari minggu ke-4 sampai minggu ke-8.
4.4 Sel batang
Tabel 4.3 Sebaran Nilai Selisih Sel batang pada Kelompok Uji dan
Kelompok Pakan Biasa
Minggu 0-4
Minggu 4-8
Kelompok Mean±SD
*p
Median
Min- Max
**p
Uji
0,536
1,00
0,00-1,00
0,2
-0.500±1,50
Mean±SD
Biasa
Mean±SD
0,500±3,50
-0,33
3,01
*p diperoleh dengan uji t- test
*p diperoleh dengan uji Mann-Whitney
Dengan uji Kruskal Wallis tidak didapatkan perbedaan bermakna jumlah sel
batang pada minggu ke-0, minggu ke-4, dan minggu ke-8 pada kelompok pakan
biasa (p=0,832).
Hal ini berati bahwa perubahan jumlah sel batang pada
kelompok pakan biasa baik antara minggu ke- 0 dengan minggu ke-4 maupun
antara minggu ke-4 dengan minggu ke-8 tidak bermakna secara signifikan.
Dengan uji Kruskal Wallis tidak didapatkan perbedaan bermakna jumlah sel
batang pada minggu ke-0, minggu ke-4, dan minggu ke-8 pada kelompok pakan
uji (p=0,194). Hal ini berati bahwa perubahan jumlah sel batang pada kelompok
pakan uji baik antara minggu ke- 0 dengan minggu ke-4 maupun antara minggu
ke-4 dengan minggu ke-8 tidak bermakna secara signifikan.
29
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
30
Pada kelompok pakan uji, terjadi penurunan yang tidak bermakna jumlah
sel batang antara minggu ke -0 sampai minggu ke -4 sedangkan pada kelompok
pakan biasa terjadi peningkatan yang juga tidak bermakna.
Uji t-test
menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna perubahan jumlah sel batang
antara kelompok pakan uji dengan kelompok pakan biasa dari minggu ke- 0
sampai minggu ke-4.
Hal yang sebaliknya terjadi dari minggu ke-4 sampai
minggu ke-8 terjadi penurunan yang tidak bermakna jumlah sel batang pada
kelompok pakan biasa. Dan peningkatan yang tidak bermakna jumlah sel batang
pada kelompok pakan uji . Akan tetapi, tidak ada perbedaan bermakna perubahan
jumlah sel sel batang kelompok pakan uji dengan kelompok pakan biasa.
4.5 Segmen
4.5.1 Nilai Persentase Segmen
Tabel 4.4 Sebaran Nilai Selisih Segmen pada Kelompok Uji dan Kelompok
Pakan Biasa
Minggu 0-4
Kelompok
Minggu 4-8
Mean ±SD
*p
Mean ±SD
Biasa
-13,1±13,5
0,487 3,00±11,00
Uji
-0,800±11,13
*p
0,355
9,33±11,57
*p diperoleh dengan uji t-test
Dengan uji Kruskal Wallis tidak didapatkan perbedaan bermakna jumlah
segmen pada minggu ke-0, minggu ke-4, dan minggu ke-8 pada kelompok pakan
biasa (p=0,81). Hal ini berati bahwa perubahan jumlah segmen pada kelompok
pakan biasa baik antara minggu ke- 0 dengan minggu ke-4 maupun antara minggu
ke-4 dengan minggu ke-8 tidak bermakna secara signifikan.
Dengan uji one-way annova yang diikuti dengan LSD, diperoleh perbedaan
yang tidak bermakna nilai logaritma dari jumlah segmen pada minggu ke-0,
30
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
31
minggu ke- 4, dan minggu ke-8. Hal ini berarti bahwa perubahan jumlah segmen
yang terjadi antara minggu ke-0 dengan minggu ke-4 maupun antara minggu ke-4
dengan minggu ke-8 pada kelompok uji tidak bermakna secara signifikan.
Terjadi penurunan yang tidak bermakna secara signifikan pada kelompok
pakan uji maupun kelompok pakan biasa dari minggu ke-0 sampai minggu ke-4.
Perubahan jumlah segmen antara kelompok pakan uji dengan pakan biasa tidak
ada berbeda secara bermakna. Dari minggu ke-4 sampai minggu ke-8 terjadi
peningkatan yang tidak bermakna secara signifikan jumlah segmen baik pada
kelompok pakan uji maupun kelompok pakan biasa. Perubahan jumlah segmen
antara kedua kelompok tersebut tidak berbeda bermakna
4.5.2 Nilai Absolut Segmen
Tabel Sebaran Nilai Absolut Selisih Segmen antara Minggu ke- 0 dengan
Minggu ke-4 pada Kelompok Pakan Uji dan Pakan biasa
Minggu 0-4
Kelompok
Mean±SD
*p
Pakan Biasa
0,35±0,65
0,752
Pakan Uji
0,24±0,52
*nilai p diperoleh dengan uji t-test
Tabel Sebaran Logaritma Nilai Absolut Selisih Segmen antara Minggu ke- 4
dengan Minggu ke-8 pada Kelompok Pakan Uji dan Pakan biasa
Kelompok
Minggu 0-4
31
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
32
Mean±SD
*p
Pakan Biasa
-1,15±0,50
0,281
Pakan Uji
-0,70±0,45
*nilai p diperoleh dengan uji t-test
Dengan uji Kruskal Wallis tidak didapatkan perbedaan bermakna jumlah
Absolut segmen pada minggu ke-0, minggu ke-4, dan minggu ke-8 pada
kelompok pakan biasa (p=0,81). Hal ini berati bahwa perubahan jumlah absolut
segmen pada kelompok pakan biasa baik antara minggu ke- 0 dengan minggu ke4 maupun antara minggu ke-4 dengan minggu ke-8 tidak bermakna secara
signifikan.Dengan uji Kruskal Wallis tidak didapatkan perbedaan bermakna
jumlah absolut segmen pada minggu ke-0, minggu ke-4, dan minggu ke-8 pada
kelompok pakan uji (p=0312). Hal ini berati bahwa perubahan jumlah absolut
segmen pada kelompok pakan uji baik antara minggu ke- 0 dengan minggu ke-4
maupun antara minggu ke-4 dengan minggu ke-8 tidak bermakna secara
signifikan
Nilai absolut perubahan segmen dari minggu ke-0 sampai minggu ke-4
menunjukkan adanya peningkatan yang tidak bermakna secara signifikan. Pada
kelompok pakan uji dan kelompok pakan biasa.Dengan uji t-test diketahui bahwa
perubahan tidak berbeda secara bermakna antara kelompok mencit yang diberi
produk pangan BPPT dengan kelompok mencit yang diberi pakan biasa.
Terjadi penurunan yang juga tidak bermakna secara signifikan nilai
logaritma absolut segmen antara minggu ke-4 dengan minggu ke-8 pada
kelompok pakan uji dan kelompok pakan biasa. Uji t-test menunjukkan bahwa
penurunan tersebut tidak berbeda bermakna antara antara kelompok mencit yang
diberi produk pangan BPPT dengan kelompok mencit yang diberi pakan biasa.
4.6 Limfosit
4.6.1 Nilai Persentase Limfosit
32
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
33
Tabel 4.23 Sebaran Nilai Selisih Limfosit pada Kelompok Uji dan
Kelompok Pakan Biasa
Minggu 0-4
Kelompok
Minggu 4-8
Mean ±SD
*p
Mean ±SD
Biasa
8,16±12,33
0,672 2,67±10,34
Uji
5,33±10,07
*p
0,197
-6,83±13,25
Dengan uji Kruskal Wallis didapatkan perbedaan bermakna jumlah persentase
limfosit pada minggu ke-0, minggu ke-4, dan minggu ke-8 pada kelompok pakan
biasa (p=0,031). Hal ini berati bahwa perubahan jumlah limfosit pada kelompok
pakan biasa baik antara minggu ke- 0 dengan minggu ke-4 maupun antara minggu
ke-4 dengan minggu ke-8 bermakna secara signifikan.Dengan uji one-way
annova yang diikuti dengan LSD, diperoleh perbedaan yang tidak bermakna
jumlah limfosit pada minggu ke-0, minggu ke-4, dan minggu ke-8 pada kelompok
pakan uji. Hal ini berarti perubahan jumlah limfosit pada kelompok pakan uji
tidak bermakna secara signifikan.
Terjadi peningkatan jumlah limfosit baik pada kelompok pakan uji maupun
kelompok pakan biasa. Peningkatan jumlah limfosit tersebut bermakna secara
signifikan pada kelompok pakan biasa sedangkan pada kelompok pakan uji
peningkatan jumlah limfosit tidak bermakna secara signifikan. Uji t-test
menunjukkan bahwa perubahan jumlah limfosit tidak berbeda bermakna antara
kelompok pakan uji dengan kelompok pakan biasa.
Dari minggu ke-4 sampai minggu ke-8 , terjadi penurunan yang tidak
bermakna jumlah limfosit pada kelompok pakan uji dan terjadi peningkatan yang
bermakna pada kelompok pakan biasa. Perubahan jumlah limfosit antara
kelompok pakan uji dengan kelompok pakan biasa tidak berbeda bermakna
4.6.2 Nilai Absolut Limfosit
33
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
34
Tabel Sebaran Logaritma Nilai Absolut Selisih Limfosit antara
Minggu ke- O dengan Minggu ke-4 pada Kelompok Pakan Uji dan
Pakan Biasa
Minggu 0-4
Kelompok
Mean±SD
*p
Pakan Biasa
0,071±0,56
0,95
Pakan Uji
0,047±0,57
*nilai p diperoleh dengan uji t-test
Tabel Sebaran Nilai Absolut Selisih Limfosit antara Minggu ke- 4
dengan Minggu ke-8 pada Kelompok Pakan Uji dan Pakan Biasa
Minggu 4-8
Kelompok
Median
Min- Max
*p
Pakan Biasa
-1,385
-(10,23)-0,80
0,873
Pakan Uji
-(56,20)
-(4,26)-2,16
*nilai p diperoleh dengan uji Mann-Whitney
Dengan uji Kruskal Wallis tidak didapatkan perbedaan bermakna jumlah
absolut limfosit pada minggu ke-0, minggu ke-4, dan minggu ke-8 pada
kelompok pakan biasa (p=0,062).Hal ini berati bahwa perubahan jumlah absolut
limfosit pada kelompok pakan biasa baik antara minggu ke- 0 dengan minggu ke4 maupun antara minggu ke-4 dengan minggu ke-8 tidak bermakna secara
signifikan.
Dengan uji one-way annova yang diikuti dengan LSD diperoleh perbedaan
yang tidak bermakna (p=0,233) jumlah absolut limfosit pada minggu ke-0, minggu
ke-4, dan minggu ke-8 pada kelompok pakan uji. Hal ini berarti perubahan nilai
absolut limfosit pada kelompok pakan uji tidak bermakna secara signifikan.
34
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
35
Terjadi peningkatan yang tidak bermakna secara signifikan jumlah absolut
limfosit pada kelompok pakan uji maupun kelompok pakan biasa dari minggu ke-0
sampai minggu ke-4. Perubahan jumlah absolut limfosit tidak berbeda bermakna
antara kelompok pakan uji dengan kelompok pakan biasa.Dari minggu ke-4 sampai
minggu ke-8 terjadi penurunan yang tidak bermakna jumlah absolut limfosit pada
kedua kelompok.
Perubahan tersebut tidak berbeda bermakna antara kedua
kelompok.
4.7 Monosit
Tabel Sebaran Nilai Selisih Monosit pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan
Biasa
Minggu 0-4
Kelompok
Minggu 4-8
Mean ±SD
*p
Mean ±SD
Biasa
4,83±3,25
0,570 -5,33±5,04
Uji
3,50±4,05
-3,16±4,26
*p
0,44
Dengan uji one-way annova yang diikuti oleh LSD diperoleh adanya perbedaan
bermakna jumlah monosit antara minggu ke-0, minggu ke-4, dan minggu ke-8
(p=0,027). Dengan uji LSD diperoleh perbedaan bermakna jumlah monosit antara
kelompok pakan biasa minggu ke-0 dan minggu ke-4, dan antara minggu ke-4 dan
minggu ke -8.
Dengan uji one-way annova diperoleh perbedaan yang tidak bermakna jumlah
monosit pada kelompok pakan uji minggu ke-0, minggu ke-4, dan minggu ke-8.
Hal ini berarti bahwa perubahan jumlah monosit pada kelompok pakan uji tidak
bermakna secara signifikan.
Dari minggu ke-0 sampai minggu ke-4 terjadi peningkatan jumlah monosit
baik pada kelompok pakan uji maupun kelompok pakan biasa. Peningkatan jumlah
Universitas Indonesia
35
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
36
monosit tersebut bermakna secara signifikan pada kelompok pakan biasa. Akan
tetapi pada kelompok pakan uji, peningkatan tersebut tidak bermakna secara
signifikan.Perubahan jumlah monosit tidak berbeda bermakna antara kelompok
pakan uji dengan kelompok pakan biasa.
Terjadi penurunan jumlah monosit baik pada kelompok pakan uji maupun
kelompok pakan biasa dari minggu ke-4 sampai minggu ke-8. Penurunan jumlah
monosit pada kelompok pakan biasa bermakna sedangkan pada kelompok pakan
uji tidak bermakna secara signifikan. Perubahan jumlah monosit tersebut tidak
berbeda bermakna antara kedua kelompok tersebut.
4.8
Imunoglobulin G
Tabel 4.31 Sebaran Nilai Selisih IgG total pada Kelompok Uji dan
Kelompok Pakan Biasa
Minggu 0-4
Kelompok
Minggu 4-8
Mean ±SD
*p
Mean ±SD
Biasa
87,69±73,71
0,394 -147,04±100,03
Uji
33,30±130,06
*p
0,046
-1,50±120,68
Dengan uji one-way annova yang diikuti oleh LSD diperoleh adanya perbedaan
bermakna jumlah IgG total antara minggu ke-0, minggu ke-4, dan minggu ke-8
(p=0,015) pada kelompok pakan biasa. Dengan uji LSD diperoleh bahwa ada
perbedaan bermakna jumlah IgG total pada kelompok pakan biasa minggu ke-4
dengan minggu ke-8. Hal ini berarti bahwa perubahan jumlah IgG total dari
minggu ke-4 sampai minggu ke-8 bermakna secara signifikan.
Dengan uji one-way annova yang diikuti oleh LSD diperoleh tidak adanya
perbedaan bermakna jumlah IgG total antara minggu ke-0, minggu ke-4, dan
minggu ke-8 (p=0,772) pada kelompok pakan uji. Hal ini berari bahwa perubahan
36
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
37
jumlah IgG total pada minggu ke-0, minggu ke-4, dan minggu ke-8 tidak bermakna
secara sigifikan.
Terjadi peningkatan jumlah IgG total dari minggu ke- 0 sampai minggu ke-4
pada kelompok pakan uji dan kelompok pakan biasa. Walaupun pada kedua
kelompok jumlah IgG total meningkat, peningkatan pada kelompok pakan biasa
bermakna secara signifikan sedangkan pada kelompok pakan uji tidak bermakna
secara signifikan. Perubahan jumlah IgG total tidak berbeda bermakna antara
kedua kelompok tersebut.Dari minggu ke- 4 sampai minggu ke-8 terjadi penurunan
jumlah IgG total pada kedua kelompok dan penurunan yang tidak bermakna pada
kelompok pakan uji dan penurunan yang bermakna pada kelompok pakan biasa.
Perubahan jumlah IgG total dari minggu ke-4 sampai minggu ke-8 berbeda secara
bermakna, yaitu pada kelompok uji penurunan jumlah IgG lebih kecil
dibandingkan kelompok pakan biasa.
4..8
Imunoglobulin G Spesifik
Tabel 4.35 Sebaran Selisih IgG Spesifik pada Kelompok Uji dan Kelompok
Pangan Biasa
Minggu 0-4
Kelompok
Minggu 4-8
Mean ±SD
*p
Mean ±SD
*p
Biasa
0,05±0,12
0,58
-0,006±0,124
0,142
Uji
0,01±0,18
0,14±0,188
Dengan uji one-way annova yang diikuti oleh LSD diperoleh tidak adanya
perbedaan bermakna jumlah IgG spesifik antara minggu ke-0, minggu ke-4, dan
minggu ke-8 (p=0,542) pada kelompok pakan biasa.Hal ini berarti bahwa
perubahan jumlah IgG spesifik tidak bermakna secara signifikan pada kelompok
pakan biasa.
37
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
38
Dengan uji one-way annova yang diikuti oleh LSD diperoleh adanya perbedaan
bermakna jumlah IgG spesifik antara minggu ke-0, minggu ke-4, dan minggu ke-8
(p=0,022) pada kelompok pakan uji. Dengan uji LSD diketahui bahwa jumlah IgG
spesifik berbeda bermakna antara kelompok pakan uji minggu ke-4 dengan minggu
ke-8 dan antara minggu ke-0 dengan minggu ke-8. Hal ini berarti bahwa perubahan
jumlah IgG spesifik dari minggu ke- 4 sampai minggu ke-8 dan dari minggu ke- 0
sampai minggu ke-8 pada kelompok uji bermakna secara signifikan.
Terjadi peningkatan jumlah IgG spesifik yang bermakna pada kelompok uji dari
minggu ke-0 sampai minggu ke-4. Pada kelompok pakan biasa juga terjadi
peningkatan, akan tetapi, peningkatan yang terjadi tidak bermakna secara
signifikan. Perubahan jumlah IgG spesifik tersebut tidak berbeda bermakna antara
kelompok pakan uji dengan kelompok pakan biasa. Dari minggu ke- 4 sampai
minggu ke-8, terjadi penurunan yang bermakna jumlah IgG spesifik pada
kelompok pakan biasa sedangkan kelompok pakan uji mengalami peningkatan
yang tidak bermakna. Akan tetapi setelah dilakukan uji t-test perbedaan tersebut
tidak berbeda bermakna walaupun pada kelompok uji terjadi peningkatan
sedangkan pada kelompok biasa mengalami penurunan.
4.9 Berat Badan
Tabel 4.47 Sebaran Selisih Berat Badan pada Kelompok Uji dan Kelompok
Pangan Biasa
Minggu 0-4
Kelompok
Minggu 4-8
Mean ±SD
*p
Biasa
0,10±3,14
0,210 0,51±2,75
Uji
2,10±1,87
2,08±1,93

Mean ±SD
*p
0,28
p diperoleh dengan uji t-test
Dengan uji one-way annova yang diikuti oleh LSD diperoleh tidak adanya
perbedaan bermakna rata – rata berat badan antara minggu ke-0, minggu ke-4, dan
38
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
39
minggu ke-8 (p=0,847) pada kelompok pakan uji. Hal ini berarti perubahan ratarata berat badan pada kelompok pakan biasa tidak bermakna secara signifikan.
Dengan uji one-way annova yang diikuti oleh LSD diperoleh adanya perbedaan
bermakna rata – rata berat badan antara minggu ke-0, minggu ke-4, dan minggu
ke-8 (p=0,003). Dengan uji LSD diperoleh perbedaan bermakna antara kelompok
pakan uji minggu ke- 0 dengan minggu ke-8, yang berarti bahwa perubahan ratarata berat badan antara minggu ke-0 dengan minggu ke-8 bermakna secara
signifikan.
Dari minggu ke-0 sampai minggu ke-4, terjadi peningkatan yang bermakna berat
badan pada kelompok pakan uji dan peningkatan yang tidak bermakna pada
kelompok pakan biasa. Uji t-test menunjukkan bahwa perubahan berat badan
tersebut tidak berbeda bermakna antara kelompok pakan uji dengan kelompok
pakan biasa. Begitu juga yang terjadi dari minggu ke-4 sampai minggu ke-8,
terjadi peningkatan berat badan pada kedua kelompok dan tidak berbeda bermakna
peningkatan berat badan antara kedua kelompok.
Dari pembahasan di atas terlihat bahwa hanya perubahan jumlah IgG total yang
berbeda secara bermakna antara kelompok hewan coba yang diberi produk pangan
BPPT dengan kelompok hewan coba yang diberi pakan biasa.
Dalam suatu penelitian (Alvarez P, Alvarado C, Mathieu F, Jimenez L, Fuente
M), polifenol meningkatkan fungsi lekosit. Dalam penelitian tersebut dilaporkan
bahwa terjadi peningkatan kemampuan kemotaksis yang signifikan pada limfosit
dan makrofag, peningkatan respon limfoproliferatif ketika terpajan radikal bebas,
serta peningkatan sekresi IL-2. Penelitian ini menggunakan 150 ekor mencit betina
strain CD-1 yang diacak secara random menjadi 5 kelompok. Satu kelompok
diberikan pakan kontrol dan empat kelompok lainnya masing – masing diberikan
sereal. Sereal yang diberikan kepada kelompok lainnya terbuat dari bahan berbeda
tetapi tetap mengandung polifenol. Dalam satu minggu, masing- masing hewan
coba diberi 50 gram sereal yang mengandung 10 gram polifenol.
39
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
40
Jika polifenol dapat meningkatkan kemotaksis limfosit dan makrofag maka
akan terjadi penurunan jumlah limfosit dan monosit di darah tepi. Hal ini terlihat
dari minggu ke-4 sampai minggu ke-8, terjadi penurunan yang tidak bermakna
secara signifikan jumlah limfosit pada kelompok pakan uji Terjadi penurunan
jumlah monosit yang tidak bermakna secara signifikan pada kelompok uji dari
minggu ke-4 sampai minggu ke-8. Penurunan jumlah monosit yang bermakna
secara signifikan justru terjadi pada kelompok hewan coba yang mendapat pakan
biasa. Dari minggu ke-4 sampai minggu ke-8, terjadi penurunan yang tidak
bermakna secara signifikan jumlah persentase limfosit pada kelompok hewan coba
yang mendapat produk pangan BPPT dan peningkatan jumlah persentase limfosit
yang bermakna secara signifikan pada kelompok hewan coba yang mendapat
pakan biasa. Sedangkan jumlah limfosit absolut mengalami penurunan yang tidak
bermakna pada kedua kelompok.
Hasil yang diperoleh tidak menggambarkan polifenol lebih meningkatkan
imunitas dibandingkan pakan biasa, dalam hal ini meningkatkan kemotaksis
makrofag dan limfosit serta meningkatkan proliferasi limfosit. Hal ini berbeda
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Alvarez P, Alvarado C, Mathieu F,
Jimenez L, Fuente M),
yang menggunakan sampel jauh lebih banyak yaitu
menggunakan 150 ekor mencit betina dengan jumlah mencit 30 ekor untuk setiap
kelompoknya. Dosis polifenol yang digunakan pada penelitian yang dilaporkan
oleh Alvarez,dkk juga menggunakan dosis polifenol yang jauh lebih besar yaitu 10
gram polifenol dalam seminggu sedangkan penelitian ini hanya menggunakan
polifenol dengan dosis 58,24 mg dalam seminggu. Pengaruh dosis polifenol
terhadap parameter respon imun dilaporkan dalam suatu penelitian yang dilakukan
oleh Arumugam Gnanamania, Munusamy Sudhaa, G. Deepaa, M. Sudhaa, K.
Deivanaib, dan Sadullaa diperoleh bahwa polifenol dalam konsentrasi tinggi dapat
menurunkan profil lipid mencapai 81% yang diikuti oleh perubahan pada kadar
glukosa, jumlah sel darah merah, jumlah lekosit, dan gambaran hematologi
40
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
41
lainnya, sedangkan pada konsentrasi rendah, polifenol tidak mengakibatkan
perubahan yang berarti pada parameter- parameter tersebut.
Jumlah IgG total mengalami penurunan pada kelompok hewan coba yang
diberi pakan biasa dan kelompok hewan coba yang diberi produk pangan BPPT.
Akan tetapi, penurunan jumlah IgG total bermakna secara signifikan pada
kelompok hewan coba yang diberi pakan biasa sedangkan pada kelompok hewan
coba yang diberi produk pangan BPPT penurunan ini tidak bermakna.Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilaporkan dalam Phytotherapy Research, 2007 oleh
Hikosaka, El-Abasy, Motobu, Koge, Isobe Matsumura dan kawan – kawan.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa sugar cane extracts (SCE) or polyphenolrich fraction (PRF) memiliki efek imunostimulan pada ayam yang diberikan SCE
atau PRF dengan dosis 500 mg/kg/hari secara oral dalam waktu 3 hari berturutturut. Adanya efek imunostimulan terlihat dengan meningkatnya aktivitas fagosit
dari lekosit perifer pada kelompok ayam yang diberikan SCE atau PRF secara oral
dibandingkan dengan kelompok ayam kontrol. Selain itu, kelompok ayam yang
diberikan SCE atau PRF tersebut juga mengalami respon antibodi yang lebih tinggi
secara signifikan dalam melawan pajanan sel darah merah sapi dan Brucella
abortus dibandingkan kelompok ayam kontrol, juga terjadi peningkatan IgG dan
IgM.
Dari minggu ke-4 sampai minggu ke-8, terjadi penurunan jumlah lekosit,
limfosit, IgG total pada kelompok pakan uji dan kelompok pakan biasa, mungkin
terkait dengan usia mencit..Selain itu, berdasarkan literatur (Melayer S, Laumer M,
Mackensen A, Andreesen R, Krause SW. Analysis of immune response against
tetanus toxoid: enumeration of specific T helper cells by the elispot assay.
Immunobiology.
2002;205:282-9),jumlah
TT-specific-interferon-g
(IFN-g)
mencapai puncaknya dalam 4 minggu setelah vaksinasi tetanus toksoid, atas dasar
literatur inilah jangka waktu dari pemberian pajanan tetanus toksoid 4 minggu
yaitu dari minggu keempat sampai minggu ke-8. Sedangkan literatur lain (Stabley
A, Walter AO. Vaccines. Fourth Edition. Philadelphia: Saunders;2004.h.757)
41
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
42
mengatakan bahwa kadar antitoksin terhadap tetanus toksoid mencapai kadar
puncaknya setelah dua minggu vaksin diinjeksikan dan mengalami penurunan
secara cepat dalam waktu dua bulan, dan kemudian menurun secara bertahap
dalam beberapa tahun kemudian. Literatur yang pertama mengatakan 4 minggu
terjadi kadar puncak TT-specific-interferon-g (IFN-g, tetapi pada penelitian ini
yang diukur adalah respon antibodi yaitu jumlah IgG total dan jumlah IgG spesifik.
Hal ini mungkin yang menyebabkan penurunan kadar antibodi dari minggu ke-4
sampai minggu ke-8. Penurunan tersebut menunjukkan kadar antibodi yang terukur
telah melewati titik puncaknya dan sudah mencapai tahap penurunan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
42
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
43
5.1 Kesimpulan
1. Perubahan jumlah lekosit antara kelompok hewan coba dengan pajanan tetanus
toksoid yang diberi produk pangan BPPT yang didalamnya terkandung bahan
aktif polifenol dengan kelompok hewan coba dengan pajanan tetanus toksoid
yang diberi pakan biasa tidak berbeda secara bermakna, baik dari minggu ke-0
sampai ke-4 maupun dari minggu ke-4 sampai ke-8.
2.
Perubahan hitung jenis lekosit ( basifil, eosinofil, sel batang,segmen,limfosit dan
monosit) antara kelompok hewan coba dengan pajanan tetanus toksoid yang
diberi produk pangan BPPT yang didalamnya terkandung bahan aktif polifenol
dengan kelompok hewan coba dengan pajanan tetanus toksoid yang diberi pakan
biasa tidak berbeda secara bermakna, baik dari minggu ke-0 sampai ke-4 maupun
dari minggu ke-4 sampai ke-8.
3. Perubahan jumlah IgG total antara kelompok hewan coba dengan pajanan tetanus
toksoid yang diberi produk pangan BPPT yang didalamnya terkandung bahan
aktif polifenol dengan kelompok hewan coba dengan pajanan tetanus toksoid
yang diberi pakan biasa berbeda secara bermakna dari minggu ke-4 sampai ke-8.
4.Perubahan jumlah IgG spesifik antara kelompok hewan coba dengan pajanan
tetanus toksoid yang diberi produk pangan BPPT yang didalamnya terkandung
bahan aktif polifenol dengan kelompok hewan coba dengan pajanan tetanus
toksoid yang diberi pakan biasa tidak berbeda secara bermakna, baik dari minggu
ke-0 sampai ke-4 maupun dari minggu ke-4 sampai ke-8.
5. Perubahan rata – rata berat badan antara kelompok hewan coba dengan pajanan
tetanus toksoid yang diberi produk pangan BPPT yang didalamnya terkandung
bahan aktif polifenol dengan kelompok hewan coba dengan pajanan tetanus
toksoid yang diberi pakan biasa tidak berbeda secara bermakna, baik dari minggu
ke-0 sampai ke-4 maupun dari minggu ke-4 sampai ke-8.
43
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
44
- -5.2 Saran
1.Menggunakan jumlah sampel yang lebih banyak, kandang yang dijaga agar tetap
steril, dan menggunakan dosis polifenol yang lebih besar.
2.Rentang waktu antara pemberian pajanan tetanus toksoid dengan pengukuran
parameter imunologi dan hematologi, sebaiknya diukur pada minggu ke-6 dan juga
pada minggu ke-8.
3. Menggunakan dosis tetanus toksoid yang lebih besar atau menggunakan sistem
booster.
4.Menggunakan parameter respon imun yang lebih spesifik misalnya indeks
kemotaksis untuk mengukur kemampuan kemotaksis makrofag dan limfosit, status
redoks, dan kadar interleukin.
44
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood L. Human physiology: from cells to system. Edisi VI. Belmont:
Thomson Brooks/Cole; 2007. h. 409-47.
2. Matondang CS. Perkembangan sistem imun. Dalam: Akib AA, Munasir Z, Kurniati
N, editor. Buku ajar alergi imunologi. Edisi II. Jakarta: IDAI; 2008. h. 7-13.
3. Geo FB,Karen CC,Janet SB,Stephen AM.Jawetz, Melnick,&Adelberg’s Medical
Microbiology.Edisi 24.New York: Mc Graw Hill Companies;2007.h.342
4. Syam AF. Malnutrisi. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,Simadibrata
S,Setiati S,editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta:Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam;2009.h.354
5. Harlan’ Laboratorium. Bagg’s Albino: BALB/C. Harlan Laboratories [artikel
internet].
2008
(diakses
tanggal
24
April
2010).
Diunduh
di
dari:
http://www.harlan.com/download.axd/bbfa4d65a7914e2e8359ff4bf1bbc252.pdf?d=
Balbc.
45
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
46
6. The Staff Of The Jackson Laboratory.Biology of The Laboratory Mouse.Second
Edition.New York:Dover Publication,Inc;1966,h.2487
7. ILAR (Institute of Laboratory Animal Resources) Committee on Care and Use of
Laboratory Animals. Guide for the care and use of laboratory animals. NIH Pub.
1985;86:23.
8. ILAR (Institute of Laboratory Animal Resources) Committee on Standards.
Standards for the breeding, care, and management of laboratory rabbits.
Washington DC: National Academy of Science/National Research Council; 1965.
9. OECD. Guideline for testing of chemicals. 408: subchronic oral toxicity-rodent: 90day study. 1981:408.
10. Gay WI. Methods of animal experimentation. Volume I. New York: Academic
Press; 1965. h. 174-91
11. Gay WI. Methods of animal experimentation. Volume I. New York: Academic
Press; 1965. h. 50-62
12. Lu FC. Basic toxicology: fundamentals, target Organs, and risk assessment:
conventional toxicity studies. Edisi II. Washington: Hemisphere; 1991. h. 77-83
13. Henry, John B. Henry's clinical diagnosis and management by laboratory methods:
basic examination of blood and bone marrow [e-book]. Edisi XXI. China: Elsevier;
2006
14. Wirawan, Riadi, Silman E. Pemeriksaan laboratorium: hematologi sederhana. Edisi
II. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI; 2000. h. 15-23
15. Wirawan, Riadi, Silman E. Pemeriksaan laboratorium: hematologi sederhana. Edisi
II. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI; 2000. h. 31-6
16. Life Diagnostic. Mouse IgG kit. Catalog number: 5010-1
17. Daniel DJ. Tetanus.Medscape Journal (updated 17 March, 2009).http://
/www.medscape.com/public/copyright) ( accessed 26 September, 2009)
18. Stabley
A,
Walter
AO.
Vaccines.
Fourth
Edition.
Philadelphia:
Saunders;2004.h.755
19. Stabley A, Walter AO. Vaccines. Fourth Edition. Philadelphia: Saunders;2004.h.756
46
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
47
20. Stabley A, Walter AO. Vaccines. Fourth Edition. Philadelphia: Saunders;2004.h.757
21. Melayer S, Laumer M, Mackensen A, Andreesen R, Krause SW. Analysis of
immune response against tetanus toxoid: enumeration of specific T helper cells by
the elispot assay. Immunobiology. 2002;205:282-9
22. .Achmadi UF.Imunisasi Mengapa Perlu: Apa Itu Vaksin?. Jakarta : Penerbit
Buku
Kompas;2006.h.36
23. Achmadi UF.Imunisasi Mengapa Perlu: Dasar Vaksinologi. Jakarta : Penerbit
Buku Kompas;2006.h.32-4
24. Chandra RK,Kumari S.Nutrition dan Immunity:An Overview. Journal Of
Nutrition,1994;1-3,diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8064398
(1 Februari 2011,pukul 13.00 WIB)
25. Syam AF. Malnutrisi. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,Simadibrata
S,Setiati S,editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta:Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam;2009.h.354
26. Alvarez P,Alvarado C,Mathieu F,Jimenez L,De La Fuente M. Diet supplementation
for 5 weeks with polyphenol – rich cereals improves several functions and the redox
state of mouse leucocyte. European Journal of Nutrition.2009;45:430
27. Vinardell MP, Mitjans M.Immunomodulatory Effects of Polyphenols.Electronic
Journal of Environtmental, Agricultural, and Chemistry..2008;8:3357
47
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
48
48
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Universitas Indonesia
Lampiran 1.Uji Normalitas
1. Uji Normalitas Jumlah Lekosit
Tabel 4.1 Uji Normalitas Selisih Jumlah Lekosit antara Minggu ke -0 dengan Mingggu
ke- 4
pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa
Kelompok Lapar
Nilai Normalitas ( Shapiro-Wilk)
Pakan Biasa
0,002
Pakan Uji
0,081
Uji normalitas yang dilakukan terhadap selisih jumlah lekosit pada mencit antara minggu ke 0
dengan minggu ke -4 menunjukkan adanya persebaran data yang tidak merata (p<0,05) yaitu kelompok
lapar pakan biasa. Oleh karean itu, jumlah lekosit diubah menjadi nilai logaritma. Nilai uji normalitas
nilai logaritma selisih jumlah lekosit antara minggu ke-0 dan minggu ke- 4 yaitu terlihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 4.2 Uji Normalitas Logaritma Selisih Jumlah Lekosit
antara Minggu ke -0 dengan
Mingggu ke- 4 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa
Kelompok Lapar
Nilai Normalitas ( Shapiro-Wilk)
Pakan Biasa
0,044
Pakan Uji
0,430
Uji normalitas terhadap logaritma selisih jumlah lekosit antara minggu ke -0 dan minggu ke-4
menunjukkan adanya persebaran yang tidak merata pada kelompok lapar pakan biasa sehingga uji
hipotesis yang digunakan yaitu Mann- Whitney.
Tabel 4.4 Uji Normalitas Selisih Jumlah Lekosit antara Minggu ke -4 dengan Mingggu ke- 8
pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa
Kelompok Lapar
Nilai Normalitas ( Shapiro-Wilk)
Pakan Biasa
0,009
Pakan Uji
0,467
Uji normalitas yang dilakukan terhadap selisih jumlah lekosit pada mencit antara minggu ke 4
dengan minggu ke -8 menunjukkan adanya persebaran data yang tidak merata (p<0,05) yaitu kelompok
lapar pakan uji. Selisih jumlah lekosit tidak dapat dicari logaritmanya sehingga uji hipotesis yang
digunakan yaitu Mann- Whitney.
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
2. Uji Normalitas Eosinofil
Dari data kasar yang didapatkan melalui penelitian dilakukan uji normalitas selisih jumlah
eosinofil antara minggu ke- 0 dengan minggu ke- 4 dan antara minggu ke -4 dan minggu ke-8
digambarkan seperti tabel di bawah ini.
Tabel 4.10 Uji Normalitas Selisih Jumlah Eosinofil antara Minggu ke -0 dengan Mingggu ke- 4
pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa
Kelompok Lapar
Nilai Normalitas ( Shapiro-Wilk)
Pakan Biasa
0,964
Pakan Uji
0,389
Uji normalitas menunjukkan bahwa data memiliki persebaran yang merata sehingga uji hipotesis yang
digunakan yaitu t-test.
Tabel 4.12 Uji Normalitas Selisih Eosinofil antara Minggu ke -4 dengan Minggu
ke- 8 pada
Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa
Kelompok Lapar
Nilai Normalitas ( Shapiro-Wilk)
Pakan Biasa
0,830
Pakan Uji
0,110
Uji normalitas eosinofil menunjukkan data terdistribusi normal sehingga uji hipotesis yang
digunakan yaitu t-test.
3. Uji Normalitas Batang
Dari data kasar yang didapatkan melalui penelitian dilakukan uji normalitas selisih jumlah batang
antara minggu ke- 0 dengan minggu ke- 4 dan antara minggu ke -4 dan minggu ke-8 digambarkan
seperti tabel di bawah ini.
Tabel 4.14 Uji Normalitas Selisih Batang antara Minggu ke -0 dengan Mingggu
ke- 4 pada
Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa
Kelompok Lapar
Nilai Normalitas ( Shapiro-Wilk)
Pakan Biasa
0,735
Pakan Uji
0,389
Uji normalitas selisih batang antara minggu ke-0 dengan minggu ke-4 menunjukkan data terdistribusi
merata sehingga uji hipotesis yang digunakan yaitu t-test.
Tabel 4.16 Uji Normalitas Selisih Batang antara Minggu ke -4 dengan Mingggu
Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa
Kelompok Lapar
Nilai Normalitas ( Shapiro-Wilk)
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
ke- 8 pada
Pakan Biasa
0,075
Pakan Uji
0,000
Uji normalitas batang menunjukkan data tidak terdistribusi normal yaitu pada kelompok lapar
pakan uji. Selisih batang antara minggu ke-4 dengan minggu ke-8 tidak dapat dicari nilai logaritmanya
sehingga uji hipotesis yang digunakan yaitu uji Mann- Whitney.
4. Uji Normalitas Segmen
Tabel 4.18 Uji Normalitas Selisih Segmen antara Minggu ke -0 dengan Mingggu
ke- 4 pada
Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa
Kelompok Lapar
Nilai Normalitas ( Shapiro-Wilk)
Pakan Biasa
0,669
Pakan Uji
0,280
Uji normalitas selisih segmen antara minggu ke-0 dengan minggu ke-4 menunjukkan data terdistribusi
merata sehingga uji hipotesis yang digunakan yaitu t-test.
Tabel 4.20 Uji Normalitas Selisih Segmen antara Minggu ke -4 dengan Mingggu
ke- 8 pada
Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa
Kelompok Lapar
Nilai Normalitas ( Shapiro-Wilk)
Pakan Biasa
0,307
Pakan Uji
0,661
Uji normalitas selisih segmen antara minggu ke- 4 dengan minggu ke -8 menunjukkan data
terdistribusi normal sehingga uji hipotesis yang digunakan yaitu t-test.
5. Uji Normalitas Nilai Absolut Segmen
Tabel Uji Normalitas Selisih Nilai Absolut Segmen antara Minggu ke -0 dengan Mingggu ke- 4
pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa
Kelompok Lapar
Nilai Normalitas ( Shapiro-Wilk)
Pakan Biasa
0,052
Pakan Uji
0,578
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Tabel Uji Normalitas Selisih Nilai Absolut Segmen antara Minggu ke -4 dengan Mingggu ke8 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa
Kelompok Lapar
Nilai Normalitas ( Shapiro-Wilk)
Pakan Biasa
0,025
Pakan Uji
0,505
Uji normalitas yang dilakukan terhadap selisih nilai absolut segmen pada mencit antara minggu ke 4
dengan minggu ke -8 menunjukkan adanya persebaran data yang tidak merata (p<0,05) yaitu kelompok
pakan biasa. Oleh karena itu, selisih nilai absolut segmen antara minggu ke-4 dengan minggu ke-8 dicari
nilai logaritmanya.
Tabel Uji Normalitas Logaritma dari Selisih Nilai Absolut Segmen antara Minggu ke -4 dengan
Minggu ke-8 pada Kelompok Pakan Uji dengan Kelompok Pakan Biasa
Kelompok Lapar
Nilai Normalitas ( Shapiro-Wilk)
Pakan Biasa
0,271
Pakan Uji
0,999
Setelah diubah menjadi nilai logaritma, data terdistribusi normal maka uji yang dilakukan yaitu t-test dari
nilai logaritma.
6. Uji Normalitas Limfosit
Tabel 4.22 Uji Normalitas Selisih Limfosit antara Minggu ke -0 dengan Mingggu
ke- 4 pada
Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa
Kelompok Lapar
Nilai Normalitas ( Shapiro-Wilk)
Pakan Biasa
0,798
Pakan Uji
0,168
Uji normalitas selisih limfosit antara minggu ke-0 dengan minggu ke-4 menunjukkan data terdistribusi
merata sehingga uji hipotesis yang digunakan yaitu t-test.
Tabel 4.24 Uji Normalitas Selisih Limfosit antara Minggu ke -4 dengan Mingggu
Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa
Kelompok Lapar
Nilai Normalitas ( Shapiro-Wilk)
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
ke- 8 pada
Pakan Biasa
0,563
Pakan Uji
0,788
Uji normalitas selisih limfosit antara minggu ke- 4 dengan minggu ke -8 menunjukkan data
terdistribusi normal sehingga uji hipotesis yang digunakan yaitu t-test.
7. Tabel Uji Normalitas Nilai Absolut Selisih Limfosit antara Minggu ke -0 dengan
Mingggu ke- 4 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa
Kelompok Lapar
Nilai Normalitas ( Shapiro-Wilk)
Pakan Biasa
0,003
Pakan Uji
0,039
Uji normalitas yang dilakukan terhadap selisih nilai absolut selisih limfosit pada mencit antara minggu
ke 0 dengan minggu ke -4 menunjukkan adanya persebaran data yang tidak merata (p<0,05) yaitu kelompok
pakan biasa dan pakan uji. Oleh karean itu, selisih nilai absolut selisih limfosit diubah menjadi nilai
logaritma. Nilai uji normalitas nilai logaritma selisih nilai absolut limfosit antara minggu ke-0 dan minggu
ke- 4 yaitu terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel Uji Normalitas Logaritma Selisih Nilai Absolut Limfosit antara Minggu ke -0 dengan
Mingggu ke- 4 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa
Kelompok Lapar
Nilai Normalitas ( Shapiro-Wilk)
Pakan Biasa
0,704
Pakan Uji
0,495
Uji yang dilakukan yaitu uji t-test dengan menggunakan nilai logaritma dari selisih nilai absolut limfosit
Tabel Uji Normalitas Nilai Absolut Selisih Limfosit antara Minggu ke -4 dengan
Mingggu ke- 8 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa
Kelompok Lapar
Nilai Normalitas ( Shapiro-Wilk)
Pakan Biasa
0,009
Pakan Uji
0,519
Uji normalitas yang dilakukan terhadap selisih nilai absolut selisih limfosit pada mencit antara minggu
ke 4 dengan minggu ke -8 menunjukkan adanya persebaran data yang tidak merata (p<0,05) yaitu kelompok
pakan biasa. Dengan SPSS, nilai normalitas logaritma dari nilai absolut selisih limfosit antara minggu ke-4
dengan minggu ke-8 tidak diperoleh nilainya. Oleh karena itu, uji yang dilakukan adalah Mann- Whitney.
8. Uji Normalitas Monosit
Tabel 4.26 Uji Normalitas Selisih Monosit antara Minggu ke -0 dengan
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Mingggu ke- 4 pada Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa
Kelompok Lapar
Nilai Normalitas ( Shapiro-Wilk)
Pakan Biasa
0,407
Pakan Uji
0,174
Uji normalitas selisih monosit antara minggu ke-0 dengan minggu ke-4 menunjukkan data terdistribusi
merata sehingga uji hipotesis yang digunakan yaitu t-test.
Tabel 4.28 Uji Normalitas Selisih Monosit antara Minggu ke -4 dengan Mingggu
ke- 8 pada
Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa
Kelompok Lapar
Nilai Normalitas ( Shapiro-Wilk)
Pakan Biasa
0,206
Pakan Uji
0,762
Uji normalitas selisih monosit antara minggu ke- 4 dengan minggu ke -8 menunjukkan data
terdistribusi normal sehingga uji hipotesis yang digunakan yaitu t-test.
9. Uji Normalitas IgG Total
Tabel 4.30 Uji Normalitas Selisih IgG Total antara Minggu ke -0 dengan Mingggu
ke- 4 pada
Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa
Kelompok Lapar
Nilai Normalitas ( Shapiro-Wilk)
Pakan Biasa
0,764
Pakan Uji
0,986
Uji normalitas selisih IgG total antara minggu ke-0 dengan minggu ke-4 menunjukkan data
terdistribusi merata sehingga uji hipotesis yang digunakan yaitu t-test.
Tabel 4.32 Uji Normalitas Selisih IgG Total antara Minggu ke -4 dengan Mingggu
ke- 8 pada
Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa
Kelompok Lapar
Nilai Normalitas ( Shapiro-Wilk)
Pakan Biasa
0,894
Pakan Uji
0,588
Uji normalitas selisih IgG total antara minggu ke- 4 dengan minggu ke -8 menunjukkan data
terdistribusi normal sehingga uji hipotesis yang digunakan yaitu t-test.
10. Uji Normalitas IgG Spesifik
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Tabel 4.34 Uji Normalitas Selisih IgG Spesifik antara Minggu ke -0 dengan Mingggu ke- 4 pada
Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa
Kelompok Lapar
Nilai Normalitas ( Shapiro-Wilk)
Pakan Biasa
0,071
Pakan Uji
0,632
Uji normalitas selisih IgG spesifik antara minggu ke- 0 dengan minggu ke – 4 menunjukkan data
terdistribusi normal sehingga uji hipotesis yang digunakan yaitu t-test.
Tabel 4.36 Uji Normalitas Selisih IgG Spesifik antara Minggu ke -4 dengan Mingggu ke- 8 pada
Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa
Kelompok Lapar
Nilai Normalitas ( Shapiro-Wilk)
Pakan Biasa
0,665
Pakan Uji
0,749
Uji normalitas selisih IgG spesifik antara minggu ke- 4 dengan minggu ke -8 menunjukkan data
terdistribusi normal sehingga uji hipotesis yang digunakan yaitu t-test.
11. Uji Normalitas Berat Badan
Tabel 4.46 Uji Normalitas Selisih Berat Badan antara Minggu ke-0 dengan Mingggu ke- 4 pada
Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa
Kelompok Lapar
Nilai Normalitas ( Shapiro-Wilk)
Pakan Biasa
0,78
Pakan Uji
0,89
Uji normalitas selisih berat badan antara minggu ke- 0 dengan minggu ke -4 menunjukkan data
terdistribusi normal sehingga uji hipotesis yang digunakan yaitu t-test.
Tabel 4.48 Uji Normalitas Selisih Berat Badan antara Minggu ke -4 dengan Mingggu ke- 8 pada
Kelompok Uji dan Kelompok Pakan Biasa
Kelompok Lapar
Nilai Normalitas ( Shapiro-Wilk)
Pakan Biasa
0,98
Pakan Uji
0,25
Uji normalitas selisih berat badan antara minggu ke- 4 dengan minggu ke -8 menunjukkan data
terdistribusi normal sehingga uji hipotesis yang digunakan yaitu t-test.
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Uji efektivitas..., Lina Ninditya, FK UI, 2011
Download