hubungan antara persepsi siswa terhadap efektivitas mengajar guru

advertisement
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA
TERHADAP EFEKTIVITAS MENGAJAR GURU
FISIKA DENGAN SELF-EFFICACY BELAJAR
SISWA DI KELAS PADA SISWA KELAS X SMA
NEGERI 6 JAKARTA
Prathita Ramaniya
[email protected]
Dosen Pembimbing : Antonina Pantja Juni Wulandari S.Sos., M.Si
Binus University : Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27, Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11530.
Telp. (62-21) 535 0660 Fax. (62-21) 535 0644
ABSTRACT
This research was conducted in the classroom on 10th grade student of SMA 6 Jakarta. The purpose of this
research was to look at and analyse the relationship between perceptions of students on the effectiveness of
Teaching on Physics Teacher with self-efficacy learning of students in class in high school students of 10th
grade. The draft study used quantitative correlational non-experimental method. The study involved 167
students of 10th grade student in SMA Negeri 6 Jakarta. Data collection is carried out using a questionnaire
and then analyse using Pearson Product Moment. Based on the result of the study, noted that the perception
of students toward the effectiveness of teaching on Physics Teacher have a relationship to the self-efficacy of
students learning.
Keywords: effectiveness of teaching, self-efficacy, student perception
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan di kelas pada siswa kelas X SMA Negeri 6 Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk melihat dan menganalisis hubungan antara persepsi siswa mengenai Efektivitas Mengajar Guru Fisika
dengan Self-Efficacy Belajar Siswa di kelas pada siswa SMA kelas X. Rancangan penelitian yang
digunakan peneliti adalah penelitian kuantitatif korelasional. Sampel ini berjumlah 167 orang siswa pada
kelas X SMA Negeri 6 Jakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner kemudian data
di uji normalitas dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov. Setelah normalitas diuji kemudian uji analisis
data dengan menggunakan Pearson Product Moment. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa persepsi
siswa terhadap Efektivitas Mengajar Guru Fisika memiliki hubungan terhadap Self-Efficacy Belajar Siswa.
Kata kunci: efektivitas mengajar guru, self-efficacy, persepsi siswa
PENDAHULUAN
Dalam perkembangan remaja dalam pendidikan formal seperti di sekolah, pengajaran di kelas pada
sekolah menengah merupakan pengajaran yang diarahkan oleh guru. Menurut Stipek (2002; dalam Santrock,
2011: 227-228), mengatakan banyak anak yang tidak berprestasi baik di sekolah, mempunyai interaksi negatif
dengan guru mereka. Mereka sering mendapatkan masalah untuk tidak mengerjakan tugas, atau berkelakuan
buruk. Dalam banyak kasus, mereka layak dikritik dan didisiplinkan, tetapi terlalu sering ruang kelas menjadi
tempat yang sangat tidak menyenangkan bagi mereka. Menurut Crow & Crow (dalam Willis, 2012: 86-89),
peranan guru sangat penting karena selain berperan mentransfer ilmu pengetahuan ke peserta didik, guru juga
dituntut memberikan pendidikan karakter dan menjadi contoh karakter yang baik bagi anak didiknya. Guru
mampu membantu mengembangkan sikap-sikap yang positif pada murid-murid dan menghilangkan sikapsikap yang negatif pada dirinya dengan memperbaiki cara-cara mengajar dengan mempelajari metodik dan
didaktik pengajaran yang tidak melupakan pendekatan psikologi.
Berkaitan dengan pernyataan Ormrod (2008:151) bahwa siswa seperti tidak mempunyai kemauan
belajar di dalam kelas sebenarnya bukan karena pada mereka tidak ada kemauan, namun ada hal yang
menyebabkan anak seperti tidak dapat mengikuti pembelajaran di kelas dan harus dicari beberapa sumber
penyebabnya. Mungkin sekali guru sendiri sebagai sumbernya. Sehingga guru yang baik dapat melakukan
perencanaan terlebih dahulu. Sebuah pengajaran yang efektif dimulai jauh sebelum siswa memasuki ruang
kelas. Menurut Santrock (2011) guru-guru yang efektif memiliki perintah yang baik dari materi subjek dan
inti yang solid dari keterampilan mengajar. Mereka tahu bagaimana menggunakan strategi pengajaran yang
didukung oleh metode penetapan sasaran. Selain itu, mereka memahami bagaimana untuk memotivasi siswa
dan bagaimana untuk berkomunikasi dan bekerja secara efektif dengan orang-orang dari berbagai tingkat
keahlian dan latar belakang budaya.
Para peneliti (McCombs, 2001; Newman, 2002; Perry, Turner, & Meyer, 2006; Ryan & Deci, 2000;
Theobold, 2005) dalam Santrock (2011) telah menemukan bahwa siswa yang memiliki kesan yang positif
terhadap guru yang penuh perhatian dengan mereka sebagai manusia. Siswa juga mempertimbangkan perilaku
pembelajaran guru dalam mengevaluasi seberapa guru mereka memedulikan mereka. Menurut Stipek (1996;
2002) (dalam Santrock, 2011: 217) pemberian dukungan positif dengan mengatakan “Kamu dapat
melakukannya” dapat meningkatkan self-efficacy pada diri siswa. Self-ffficacy adalah penilaian seseorang
tentang kemampuannya sendiri untuk menjalankan perilaku tertentu atau mencapai tujuan tertentu. Dalam
Ormrod (2008: 21-23) Bandura (1982, 2000) serta Schunk & Pajares (2004) berpendapat perasaan selfefficacy siswa mempengaruhi pilihan aktivitas mereka, dengan demikian self-efficacy pun mempengaruhi
prestasi dan pembelajaran mereka di kelas. Siswa cenderung memilih tugas dan aktivitas yang mereka yakin
akan berhasil dan menghindari aktivitas yang mereka yakin akan gagal.
Pelajaran Fisika merupakan suatu mata pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan di
Indonesia mulai dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Fisika
menuntut intelektualitas yang relatif tinggi. Keterampilan berpikir sangat diperlukan ketika mempelajari
Fisika, di samping keterampilan berhitung, memanipulasi dan observasi, serta keterampilan merespon suatu
masalah secara kritis (Mundilarto, 2002:3-5). Materi Fisika dengan rumus yang banyak dan memerlukan
gambar-gambar yang sesuai dengan yang diajarkan, menuntut intelektualitas yang cukup tinggi sehingga
sebagian besar siswa SMA mengalami kesulitan dalam memahami pelajarannya. Siswa harus men-translate
bahasa soal yang biasanya dalam bentuk cerita ke bahasa fisika yang sebenarnya juga bahasa matematika.
Siswa harus bisa membayangkan bagiamana suatu kejadian itu terjadi seolah-olah ada di hadapannya.
Keadaan yang demikian, akan lebih parah lagi apabila menggunakan strategi pengajaran yang tidak sesuai
dengan karakteristik materi dan menimbulkan masalah pada saat proses pembelajaran Fisika berlangsung.
Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, tuntutan kompetensi yang harus dimiliki siswa pun
semakin meningkat. Demi peningkatan mutu lulusan siswa, Menteri Pendidikan Nasional menyetujui Ujian
Nasional tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) menjadi enam mata pelajaran dimulai dari tahun ajaran
2007/2008. Untuk siswa jurusan IPA akan menghadapi mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa
Inggris, Biologi, Fisika, dan Kimia untuk diuji. Namun menurut nilai rata-rata UN tahun ajaran 2011/2012
dari Puspendik (Pusat Penelitian Pendidikan), dibandingkan nilai rata-rata mata pelajaran IPA lainnya yaitu
Biologi dengan nilai 8,06 dan Kimia dengan nilai 8,54, Fisika berada pada peringkat paling rendah yaitu
dengan nilai 7,58 (http://litbang.kemdikbud.go.id/). Dalam Kompasiana (2012) menjelaskan apabila hari ini
kita bertanya ke siswa SMA, pelajaran yang tidak mereka sukai adalah Matematika, Fisika dan Kimia, tetapi
pelajaran Fisika sudah pasti menjadi monster yang menakutkan bagi mereka. Sedangkan kemampuan siswa
dalam pelajaran tersebut akan menentukan kelayakan lulus mereka di akhir masa studi SMA. Maka yang
menjadi tantangan terberat yang sering dihadapi guru fisika adalah pada proses pembelajarannya.
Pembelajaran fisika disinyalir berpengaruh dari kecintaan siswa kepada pelajaran fisika, banyak siswa tidak
menyukai fisika hanya karena guru fisika yang dianggap tidak bisa mengajar.
Peneliti melakukan survei awal dengan mewawancarai beberapa siswa SMA Negeri 6 kelas X tentang
pendapat mereka terhadap pelajaran fisika, diantaranya 75% siswa mengatakan tidak memiliki minat dalam
pelajaran fisika karena proses pembelajaran yang diberikan guru masih menekankan terhadap hafalan rumusrumus dan berhitung disampaikan dengan metode ceramah. Siswa tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran
di kelas sehingga membuat siswa kurang berminat untuk belajar lebih lanjut dan tidak memiliki keyakinan
untuk memahami materi lebih lanjut. Observasi terhadap siswa kelas X dikarenakan pada kelas X belum
terdapat penjurusan IPA dan IPS, sehingga semua siswa masih mendapatkan pelajaran fisika dari beberapa
guru fisika yang mengajar pada kelas X. Dari siswa kelas X yang diobservasi, terdapat beragam persepsi
siswa mengenai efektivitas mengajar dari berbagai guru fisika yang mengajar mereka.
Menurut Ashton dan Webb (dalam Santrock, 2007), siswa belajar dari guru yang merasa yakin pada
dirinya sendiri, dapat mengelola kelas, mengajar dan menyampaikan materi dengan baik dapat berpengaruh
pada kemampuan siswa terhadap materi yang diajarkan. Kurang optimalnya pembelajaran fisika pada kelas X
SMA Negeri 6 Jakarta tersebut diperkirakan karena adanya persepsi siswa mengenai kurangnya efektivitas
mengajar guru fisika di kelas. Hal ini mengindikasikan bahwa siswa tidak yakin untuk mampu menguasai
materi fisika yang diajarkan oleh guru fisika mereka. Apabila siswa memiliki persepsi yang baik terhadap
pengajaran yang diberikan guru di kelas, siswa akan merasa yakin untuk memahami semua materi yang diajar
dan dapat aktif dalam kegiatan pembelajaran di kelas karena merasa mampu menguasai dan mengembangkan
kemampuan mereka dalam pelajaran fisika.
Berdasarkan fenomena dan data-data tersebut di atas, maka penulis mengajukan penelitian dengan
judul “Hubungan Antara Persepsi Siswa terhadap Efektivitas Mengajar Guru Fisika dengan SelfEfficacy Belajar Siswa di Kelas pada Siswa Kelas X SMA Negeri 6 Jakarta”.
METODE PENELITIAN
Subjek Penelitian dan Teknik Sampling
Subjek penelitian adalah pihak yang dituju untuk diteliti oleh
peneliti baik manusia, benda
ataupun organisasi. Dengan populasi yang berusia 15-17 tahun yang duduk di kelas X, berstatus aktif,
dan terdaftar secara administrasi di sekolah SMA Negeri 6 Jakarta. Hal tersebut dipilih karena pada
jenjang tersebut siswa secara rata mendapat pengajaran mata pelajaran Fisika dengan beragam cara
pengajaran guru Fisika yang berbeda. Subjek penelitian ini memiliki beberapa karakteristik yang ditinjau
dari aspek demografi seperti jenis kelamin, usia, nilai fisika sebelumnya dan kepemilikan komputer di
rumah guna mengerjakan tugas fisika. Sampel untuk penelitian dilakukan di kelas 167 siswa. Teknik
simple random sampling adalah teknik yang digunakan dalam penelitian ini, pengambilan/pemilihan
secara random sembarang tanpa pilih bulu.
Desain Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian kuantitatif korelasional.
Penelitian korelasional untuk menentukan besar varians berkaitan dengan varians pada satu atau beberapa
faktor lain, yaitu mengetahui persepsi siswa terhadap peranan efektivitas mengajar guru fisika dalam
memprediksi self-efficacy belajar siswa di kelas.
Alat Ukur Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan kuesioner dengan skala sikap model likert yang berisi
pernyataan-pernyataan sikap (attitude statement), yaitu suatu pernyataan mengenai objek sikap.
Pernyataan sikap terdiri dari dua macam, yaitu pernyataan yang favourable (mendukung atau memihak
pada objek sikap) dan pernyataan unfavourable (tidak mendukung objek sikap).
Alat Ukur Efektivitas Mengajar Guru
Alat ukur efektivitas mengajar guru dalam penelitian ini berdasarkan kesimpulan dari teori Santrock
(2011) bahwa menjadi guru yang efektif terdapat beberapa keterampilan yang menjadi kunci keberhasilan
yaitu penguasaan materi pelajaran, strategi pengajaran, keterampilan berpikir, penetapan tujuan dan keahlian
perencanaan instruksional, praktik mengajar yang sesuai perkembangan, keterampilan manajemen kelas,
keterampilan memotivasi, keterampilan berkomunikasi, keterampilan mengajar ke beragam individu, beragam
latar belakang budaya siswa, keterampilan asesmen, serta keterampilan teknologi. Skala ini terdiri dari 30
butir pernyataan mengenai persepsi siswa terhadap efektivitas mengajar guru mereka. Contoh butir dari
efektivitas mengajar guru yaitu, “Guru saya tidak dapat menguasai kelas saat gaduh”. Pilihan skala dalam alat
ukur ini menggunakan 4 alternatif jawaban, yaitu: tidak pernah (TP) = 4, jarang (J) = 3, sering (SR) = 2, selalu
(SL) = 1.
Alat Ukur Self-Efficacy
Dimensi alat ukur psikologi self-efficacy dalam penelitian ini adalah pengembangan adaptasi alat ukur
penelitian Kathleen (2012) yang berjudul “Hubungan Antara Self Efficacy dengan Prokrastinasi Akademik
pada Mahasiswa Semester Dua Jurusan Psikologi Universitas X” yang dikonstruk oleh peneliti berdasarkan
kesimpulan dari teori Bandura. Bandura membedakan self-efficacy kedalam tiga dimensi yaitu, level,
generality, dan strength (Bandura, 1997: 42). Dimensi level mengacu pada taraf kesulitan tugas yang diyakini
individu akan mampu mengatasinya. Contoh butir dari dimensi level yaitu, “Saya yakin bisa menyelesaikan
tugas saya pada saat pertama kali saya mulai mengerjakannya”. Strength, dimensi ini terkait dengan derajat
kemantapan individu terhadap keyakinan akan kemampuannya. Contoh butir dari dimensi strength yaitu
“Tugas fisika yang sulit berhasil saya kerjakan”. Generality, dimensi ini mengacu pada variasi situasi dimana
penilaian tentang self-efficacy dapat diterapkan. Contoh butir dari dimensi generality yaitu “Saya menganalisa
sumber permasalahan tugas dengan tenang”. Pilihan skala dalam alat ukur ini menggunakan 4 alternatif
jawaban, yaitu: tidak pernah (TP) = 4, jarang (J) = 3, sering (SR) = 2, selalu (SL) = 1.
Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
Dalam pengujian alat ukur tiap variabel menggunakan face validity dan expert judgement. Setelah
instrumen dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu. Adapun
daya beda butir juga dihitung dari hubungan atau korelasi item tes terhadap skor total tes. Untuk menentukan
daya beda butir dapat dilakukan dengan digunakan rumus korelasi Product Moment dari Pearson. Menurut
Arikunto (2006: 178), reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat
dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik.
Instrumen yang baik tidak dapat mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tetentu. Bila
datanya benar sesuai dengan kenyataan, maka berapa kali pun data diambil akan diperoleh hasil yang sama.
Untuk memperoleh reliabilitas digunakan rumus Alpha Cronbach. Kedua analisis tersebut menggunakan
program computer Statitiscal Packages for Social Science (SPSS) versi 21. Peneliti melakukan uji reliabilitas
dengan menggunakan metode Alpha Cronbach yang diukur berdasarkan skala Alpha Cronbach 0 sampai 1.
Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti akan mengembangkan sebuah alat ukur yang baru, dimana peneliti
membuatnya dalam bentuk kuesioner yang dapat mengukur variabel penelitian hubungan antara persepsi
siswa terhadap efektivitas mengajar guru dan self-efficacy siswa. Alat ukur berupa kuesioner yang dikonstruk
sendiri oleh peneliti. Kuesioner ini mengacu pada teori self-efficacy Bandura (1997) dan efektivitas mengajar
guru Santrock (2011). Uji coba dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada 20 siswa kelas X SMA
Negeri 6 Jakarta setelah kegiatan ujian remedial selesai. Uji coba ini bertujuan untuk mengetahui seberapa
besar reliabilitas dan validitas kedua alat ukur. Uji coba dilaksanakan pada hari Jumat, 8 Juni 2013 di
pelataran parkiran SMA Negeri 6. Peneliti mengambil data uji coba sore hari sepulang sekolah karena peneliti
menunggu siswa selesai melaksanakan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Setelah mendapat hasil dari uji
coba, penelitian selanjutnya dilaksanakan pada Kamis 20 Juni 2013 didampingi oleh guru fisika dari SMA
Negeri 6 itu sendiri.
HASIL DAN PEMBAHASAN.
Analisa utama penelitian ini berfokus pada apakah ada hubungan antara persepsi siswa terhadap
efektivitas mengajar guru dan self-efficacy belajar siswa di kelas pada siswa kelas X SMA Negeri 6 Jakarta.
Self Efficacy
Efektivitas
Mengajar Guru
Tabel 1 Hasil Uji Korelasi Pearson Product Moment
Self Efficacy
Efektivitas Mengajar Guru
Pearson Correlation
1
.978**
Sig. (2-tailed)
.000
N
167
167
Pearson Correlation
.978**
Sig. (2-tailed)
.000
N
167
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
1
167
Berdasarkan data yang diperoleH, hipotesis penelitian terjawab melalui uji korelasi Pearson Product
Moment. Hasil statistika menunjukkan nilai signifikansi 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak sehingga ada
hubungan antara self-efficacy belajar siswa di kelas dan persepsi siswa terhadap efektivitas mengajar guru
Fisika di SMA Negeri 6. Korelasi antara self-efficacy dan efektivitas mengajar guru sebesar 0,978 atau sangat
tinggi karena mendekati angka 1. Kriteria korelasi yang sangat tinggi ini berdasarkan kriteria korelasi menurut
Priyatno (2013: 100).
Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa persepsi siswa terhadap efektivitas mengajar guru Fisika
mereka mempengaruhi self-efficacy belajar siswa di dalam kelas. Jika efektivitas mengajar guru fisika di
dalam kelas meningkat, maka self-efficacy belajar siswa akan meningkat sebesar 97,8%. Hal ini membuktikan
bahwa pernyataan Santrock (2011: 227-228) mengenai siswa yang tidak berprestasi baik dikarenakan
interaksi negatif dengan guru mereka adalah benar. Siswa yang memiliki self-efficacy tinggi, yang percaya
bahwa mereka dapat menguasai tugas-tugas dan meregulasi cara belajar mereka sendiri adalah yang paling
mungkin mencapai prestasi baik di sekolah.
Dalam Ormrod (2008: 23-27) telah menjelaskan faktor yang mempengaruhi self-efficacy yaitu pesan
dari orang lain, yang dalam pembahasan ini adalah efektivitas mengajar guru itu sendiri yang menjadi faktor
dalam pengaruh self-efficacy. Hal tersebut dibuktikan dengan apabila pengajaran yang diberikan guru sudah
efektif seperti contoh guru yang mendukung dan penuh perhatian dan selalu memberi umpan balik yang
positif maka siswa akan membentuk keyakinan diri yang tinggi pula. Ini menunjukkan bahwa efektivitas
mengajar guru menjadi variabel penting dalam membentuk self-efficacy belajar yang tinggi pada siswa.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, terdapat nilai signifikansi <0,05, maka Ho
ditolak, sehingga ada hubungan antara persepsi siswa terhadap efektivitas mengajar guru fisika dan selfefficacy belajar siswa di kelas pada siswa kelas X SMA Negeri 6 Jakarta. Hasil korelasi menunjukkan ada
korelasi yang sangat tinggi dan signifikan karena hasil yang terjadi antara kedua variabel sebesar 0.978 atau
sangat tinggi karena mendekati angka 1 dengan angka signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05.
Saran
Saran untuk Sekolah
Diharapkan agar guru dapat lebih meningkatkan efektivitas pengajaran demi pencapaian kompetensi
siswa. Guru menyusun strategi perencanaan pengajaran sebelum mengajar, memahami perbedaan siswa baik
dari segi perbedaan kemampuan berpikir siswa hingga perbedaan budaya yang dimiliki siswa. Guru juga
memperkaya variasi metode pengajaran yang menarik bagi siswa. Selain itu pihak sekolah dapat
meningkatkan efektivitas mengajar guru dengan memberikan seminar atau pelatihan pada guru bagaimana
mengajar yang efektif terhadap latar belakang diri siswa yang beragam. Guru mampu mendemostrasikan
langsung dan mendapat umpan balik (feedback).
Selain meningkatkan efektivitas mengajar, pihak sekolah memberikan pendalaman materi kepada guru
mengenai pentingnya self-efficacy guru yang tinggi terhadap level kesuksesan siswa yang diinginkan. Ketika
mereka sebagai kelompok, yakin bahwa mereka bisa memberikan sumbangan yang berarti bagi prestasi
siswanya, para siswa pun akan ikut memiliki perasaan self-efficacy yang sama yang pada gilirannya
membangkitkan motivasi untuk mencapai level kesuksesan yang lebih tinggi.
Saran untuk Peneliti
Peneliti menyadari terdapat kelemahan pada penelitian ini yaitu alat ukur variabel yang mengharuskan
peneliti membuat konstruk sendiri. Maka peneliti dapat memberikan saran untuk penelitian selanjutnya,
antara lain: peneliti selanjutnya dapat menambahkan subjek penelitian yang lebih luas tidak hanya pada satu
sekolah, namun dengan dengan menambahkan sampel dari sekolah lain sehingga mendapatkan populasi siswa
yang lebih banyak. Sehingga hasil penelitian selanjutnya dapat digeneralisasikan dan mendapatkan informasi
yang lebih dalam.
Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan alat ukur Efektivitas Mengajar Guru dan Self Efficacy yang
telah dikonstruk oleh peneliti guna mendukung hipotesis. Pengembangan alat ukur tersebut dapat berupa
penambahan jumlah item pada masing-masing indikator.
REFERENSI
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Mundilarto. (2002). Kapita Selekta Pendidikan Fisika. Yogyakarta: FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.
Ormrod, Jean E. (2008). Psikologi Pendidikan, edisi Keenam: Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang
Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Priyatno, D. (2013). Mandiri Belajar Analisis Data dengan SPSS Untuk Pemula. Yogyakarta: Mediakom.
Santrock, John W. (2007). Psikologi Pendidikan (2th ed.). Jakarta: Kencana.
Santrock, John W. (2011). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Salemba Humanika.
Santrock, John W. (2011). Educational Psychology 5th Ed. New York : McGraw-Hill.
Willis, Sofyan S. (2012). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Alfabeta.
Download