Abhidhamma Tipiṭaka - Vinaya Piṭaka, Sutta Piṭaka dan Abhidhamma Piṭaka - berisi ajaran lengkap Buddha dengan ciri yang berbeda-beda untuk setiap piṭaka. Vinaya Piṭaka berisi ajaran yang disusun berdasarkan pelanggaran ; Sutta Piṭaka adalah ajaran yang diajarkan berdasarkan kecenderungan individual atau tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan; sedangkan Abhidhamma Piṭaka adalah ajaran tentang cara bekerjanya hukum alam. Dengan demikian, ajaran yang ada di dalam Abhidhamma Piṭaka tidak lagi mengikuti kecenderungan individual, melainkan menjelaskan Dhamma dari sudut pandang yang hakiki. Dengan pengecualian di buku keempat - Puggala Paññatti (Spesifikasi Individual), maka Abhidhamma adalah ajaran tertinggi, berbeda dengan ajaran konvensional yang terdapat pada piṭaka-piṭaka yang lain. Kalau di dua piṭaka lainnya Buddha menggunakan kata-kata yang bersifat konvensional seperti 'lelaki' atau 'perempuan', di dalam Abhidhamma Piṭaka Buddha meninggalkan semua hal tersebut dan sebagai gantinya Beliau menggunakan bahasa-bahasa yang menunjukkan realitas-realitas hakiki. Di dalam Abhidhamma, kita tidak akan lagi menemukan kata-kata seperti 'lelaki' atau 'perempuan'. Apa yang kita temukan hanyalah definisi dan uraian tentang realitas hakiki. Abhidhamma memberikan rincian lengkap tentang fenomena kedalam realitas tertingginya, yang secara detil dianalisa berdasarkan masing-masing kombinasi dan kelompoknya seperti lima agregat; dua-belas landasan; delapan-belas elemen, dsb. Bagi mereka yang tidak menemukan kepuasan pada penjelasan yang terdapat di Sutta Piṭaka, Abhidhamma Piṭaka memberikan materi yang cukup untuk memahami Dhamma secara tepat, khususnya tentang konsep ‘tanpa-Diri' atau Anattā, yang merupakan awal dan akhir dari semua yang diajarkan di dalam Abhidhamma. Setiap fenomena digambarkan ke dalam sebuah peta yang sangat detil dan canggih yang bisa menuntun murid Buddha menuju pencerahan. Oleh karena itu, apabila dimanfaatkan dengan benar, bukan hanya sebagai hiburan intelektual, ajaran Abhidhamma dapat membantu perkembangan spiritual kita. Lebih daripada itu, tidak diragukan lagi, Abhidhamma memperkuat pemahaman kita terhadap sifat alamiah yang sesungguhnya dari kehidupan ini, mulai dari pengalaman keduniawian yang sederhana sampai kepada pencapaian duniawi yang tertinggi, dimana semuanya semata-mata hanyalah merupakan fenomena murni – hanya merupakan kombinasi dari realitas-realitas hakiki yang senantiasa berubah tanpa adanya AKU yang solid yang mengaturnya. Ketika pemahaman ini berkembang, kita akan secara bertahap meninggalkan kebiasaan lama yang egosentris, – kebiasaan yang hanya akan menuntun kepada penderitaan tanpa akhir – dan memunculkan kebiasaan baru yang bersifat ‘tanpa-Aku', yakni kebiasaan untuk tidak mengindenfikasikan ke-Aku-an kedalam pengalaman kehidupan sehari-hari. Namun demikian, supaya hal ini menjadi suatu kebiasaan maka kita harus terampil dalam menerapkan pemahaman tersebut secara menyeluruh kedalam perilaku, ucapan, dan pikiran. Dilihat dengan cara pandang demikian, kita akan bisa menemukan ajaran Abhidhamma yang sangat dinamis, yang dapat digunakan di dalam kehidupan sehari-hari. Dan hanya pada saat itulah, kita dikatakan telah siap untuk mengakhiri penderitaan. Kata 'Abhi' berarti yang lebih tinggi atau yang lebih bagus dan 'dhamma' berarti ajaran. Maka, Abhidhamma dapat diartikan sebagai ajaran sang Buddha yang lebih tinggi atau ajaran yang lebih bagus. Tetapi, hal ini bukan berarti Abhidhamma adalah ajaran yang lebih tinggi dibandingkan piṭaka-piṭaka lainnya. Sesungguhnya apa yang diajarkan di dalam Sutta Piṭaka dan Abhidhamma Piṭaka adalah Dhamma yang sama. Perbedaannya hanya terletak di dalam metode pengajarannya. Ketika Buddha menjelaskan tentang lima agregat, di dalam Sutta Piṭaka mungkin hanya termuat dalam satu halaman; namun di dalam Abhidhamma, Buddha menjelaskannya secara sangat rinci sampai lebih dari lima puluh halaman, seperti yang ditemukan di Vibhaṅga (buku kedua dari Abhidhamma Piṭaka). Dengan demikian, Dhamma diajarkan secara lebih rinci, analitis, dan menyeluruh di dalam Abhidhamma dibandingkan dengan yang ada di dalam Sutta Piṭaka. Tradisi Theravāda mempertahankan asal mula dari Abhidhamma adalah dari Buddha sendiri. Keseluruhan ajaran Abhidhamma direnungkan secara mendalam pada minggu keempat setelah Pencerahan-Nya. Hanya pada saat itulah cahaya yang sangat terang terpancar dari tubuh Buddha dikarenakan kelembutan dan kedalaman Dhamma yang direnungkan. Di kemudian hari, Abhidhamma diajarkan di alam surga Tāvatiṃsa sebagai ungkapan terima kasih kepada ibundanya (Ratu Mahā Mayā Devī) yang telah terlahir di alam deva Tusita dan bernama Deva Santusita. Peristiwa ini terjadi sepanjang tiga bulan masa vassa di tahun ketujuh masa ke-Buddha-an beliau. Beruntunglah kita karena Buddha kemudian mengajarkan inti sarinya kepada Yang mulia Sāriputta yang kemudian, pada gilirannya mengajarkan Abhidhamma kepada lima ratus muridnya. 1 Tiga bulan setelah Buddha parinibbāna; keseluruhan ajaran Buddha di kumpulkan dan diperiksa oleh lima ratus murid-Nya yang kesemuanya adalah Arahat. Peristiwa ini dikenal sebagai Konsili Buddhis yang Pertama yang dipimpin oleh Mahā Kassapa.. Keseluruhan ajaran dikumpulkan kedalam 'Dhamma' dan 'Vinaya'. Dhamma (termasuk Abhidhamma) diresitasikan oleh Yang mulia Ānanda dan Vinaya diresitasikan oleh Yang mulia Upāli. Demikianlah kemunculan Abhidhamma. Dengan Metta, Bhikkhu Kheminda @2008 *Diterjemahkan dari teks aslinya oleh Mulyadi dan Grace. Untuk penjelasan lengkap tentang kelahiran Abhidhamma, silakan lihat Atthasāliṇī di bagian Pendahuluan. 1