KOMUNITAS BUDHA DHARMA DI DESA TIMO KEREP Niken Wulandari, Tri Widiarto, Emy Wuryani Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ABSTRAK Agama Buddha memang minoritas di Indonesia, tetapi agama ini mempunyai latar belakang sejarah yang mencapai masa kejayaan di era kerajaan Sriwijaya. Dalam perkembangannya ajaran Buddha Dharma masih bertahan meskipun ada agama lain yang lebih banyak penganutnya. Contohnya di Desa Timo Kerep, Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang dapat mempertahankan agama Budha dan mereka optimis mampu melestarikan Budha Dharma yang telah dikenalkan secara turun-temurun dari leluhur mereka. Komunitas Buddha Dharma di desa ini memiliki keunikan tersendiri, dimana pelaksanaan sembahyangnya menghadap arah yang berbeda dari Gohonzon yang merupakan benda untuk pemujaan. Dikatakan unik sebab berbeda dengan tempat lain yang tidak mengenal adanya Gohonzon. Kepercayaan tentang Anitya (tidak kekal) dan Dukkha (selalu menderita) menjadi prinsip hidup sehari-hari masyarakat desa Timo Kerep dan prinsip tersebut dapat membantu melestarikan agama mereka. Hal ini menarik diteliti oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Deskriptif Kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunitas Budha Dharma di Desa Timo Kerep adalah umat Budha yang tetap mempertahankan ciri keunikannya sebagai bentuk pelestarian agama warisan leluhur mereka melalui pengamalan ajaran Dharma dan percaya terhadap Gohonzon. Kata kunci: Komunitas, Buddha Dharma, Gohonzon PENDAHULUAN Di Indonesia banyak sekali agama yang berkembang yaitu Islam, Kristen, Khatolik, Hindu, Budha, Konghuchu, juga agama tradisional lain yang sekarang ini menjadi minoritas. Walaupun agama Islam menduduki peringkat pertama untuk jumlah penganutnya, tetapi agama-agama yang lain dapat tumbuh dengan penuh toleransi. Agama Buddha termasuk minoritas di Indonesia, tetapi agama ini mempunyai latar sejarah yang mencapai masa kejayaan di era masa kerajaan Sri Wijaya dan menyebar ke seluruh Indonesia. Dalam Agama Buddha terdapat 200 lebih sekte di dunia dan di Indonesia terdapat 9 sekte, yang di pelajari antara lain yaitu sekte Buddhi Dharma yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Ajaran Buddhi Dharma tersebut memberikan pengaruh terhadap masyarakat di sekitarnya, yang mencakup aspek sosial, aspek budaya dan aspek agama. Komunitas Budha Dharma di Desa Timo Kerep ini memiliki keunikan tersendiri. Mereka mengadakan kegiatan bersih desa dan dilanjutkan dengan sembayang pagi sebanyak dua kali pada minggu pagi. Sembayang ini dilaksanan menghadap arah yang berbeda dari Gohonzon. Gohonzon adalah benda yang digunakan untuk pemujaan. Pada komunitas umat Buddha yang lain, tidak mengenal adanya Gohonzon contohnya di Desa Bedono Kecamatan Jambu Kabupaten Semarang tidak mengenal adanya Gohonzon. Hal inilah yang menarik untuk diteliti. Dusun Timo Kerep adalah salah satu dusun yang ada di kelurahan Ngajaran dan kecamatan Tuntang. Dusun Timo 40 Widya Sari Edisi Khusus Vol. 16, No. 3, Juni 2014: 40-44 Kerep berada di tengah-tengah yang wilayahnya berupa tegalan, ladang, sawah, dan perkampungan. Terdapat 3 buah Rukun Tetangga dan 2 rukun warga. Dusun Kerep berbatasan langsung dengan Sebelah Utara yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Air Timo Kerep, Sebelah Selatan Dusun Nalirojo dan Dusun Petet Lor, Sebelah Timur Dusun Kroyo, Sebelah Barat berbatasan dengan sawah dan kebun milik warga. warisan yang harus delestarikan dan baik jika dikenalkan ke generasi yang akan datang. Indonesia mencapai kemerdekaan pada tahun 1945 memang lebih banyak yang menganut agama Budha daripada agama lain seperti Islam, Kristen dan Khatolik di Dusun Timo Kerep ini. Namun seiring perkembangan jaman sampai pada akhirnya sekarang ini hanya beberapa penduduk saja yang memeluk agama Budha. Toleransi beragama juga sangat terlihat harmonis di dusun ini, terlihat dari kegiatan seperti kerja bakti dalam pembuatan jalan, dan merayakan hari-hari besar pada masing-masing agama. Mereka juga saling membantu jika ada kegiatan keagamaan seperti lebaran. Banyaknya persawahan, kebunkebun, juga ternak yang dibiarkan berada diladang mencerminkan wajah-wajah kehidupan sehari-hari mengenai pekerjaan masyarakat dusun Timo Kerep ini. Sedangkan bangunan-bangunan rumah yang masih asri dengan bangunan kayu dan berlantaikan semen cor biasa menandakan masyarakat sekitar masih sangat sederhana. Terlebih adanya kali di sudut-sudut kampung menambah keasrian pemandangan dusun Timo Kerep ini. Sebagian dari apa yang mereka punya dan mereka aplikasikan pada rumah mereka dapat dijadikan tolo ukur bahwa gaya hidup masyarakat masih sangat sederhana dan tradisional. Mereka lebih memilih hidup sederhana tetapi menimbun kekayaan pada alam. Seperti misalnya, persawahan yang luas, ternak yang banyak, dan pategalan yang rimbun dengan pohon-pohon yang bernilai jual tinggi. Awalnya sebelum masuknya agama Islam di dusun ini semua warga beragama Buddha. Agama ini diwariskan dari nenek moyang hingga ke generasi penerus. Dari tahun ke tahun setelah dibangunnya sebuah langgar (Masjid Kecil) pada tahun 1995 yakni Langgar Baiturrahman banyak warga yang berpindah agama menjadi Islam dan saat ini hanya 10 kepala keluarga yang masih beragama Buddha. Wolak-walik ing jaman Edan, kabeh wong kelangan jati suksmane (perputaran jaman yang semua orang kehilangan jati dirinya). Namun warga yang tersisa yang masih beragama Buddha ini akan percaya terhadap agama yang mereka kenal sejak mereka masih kecil dari orang tua mereka. Mereka berfikir bahwa inilah yang harus dilestarikan, Buddha adalah budi bektine awak e dewe (Buddha adalah sifat kita sendiri). Buddha juga berarti harus bangun dan bangkit, harus berupaya memperoleh pencerahan, mengetahui dan mengerti. Sang Buddha mengajarkan lewat jalan hidup yang ditempuh, dibuang, diasingkan hingga ingin dibunuh dengan dipenggal kepalanya haruslah tetap ikhlas dan Kesederhanaan yang mereka pupuk hingga sekarang tidak terlepas dari ajaran nenek moyang mereka yang mempunyai prinsip “Ojo Dumeh” yakni jangan sok artinya jangan terlalu menyombongkan apa yang telah dimiliki. Karena semua itu hanyalah titipan yang Maha Kuasa dan kapanpun bisa diambil dari kita sebagai manusia. Maka dari itu, gaya hidup masyarakat dusun Timo Kerep selalu mencerminkan hidup yang sederhana. Mereka menganggap kesederhanaan adalah watak 41 Komunitas Budha Dharma di Desa Timo Kerep (Niken Wulandari, Tri Widiarto, Emy Wuryani) percaya bahwa akan ada kebaikan dan pertolongan datang dari alam atau manapun. Buddha di Dusun Timo Kerep ini, kesederhanaan yang sangat jelas tampak yakni dari bangunan rumah dan cara berpakaian mereka. Para warga juga terbiasa pergi berkebun, ke ladang dan sawah tanpa menggunakan alas kaki. Menggunakan pakaian yang sopan dan jarang sekali menggunakan wewangian. Mereka berfikir bahwa hidup yang seperti itu lah yang membawa kedamaian tidak mengundang nafsu juga yang lainnya. Para leluhur mereka juga menerapkan hidup yang tidak kalah jauh seperti warga yang beragama Buddha di Dusun Timo Kerep ini. Para leluhur mereka selalu berpesan “dadi wong kudu iso niten niteni” (jadi manusia harus pandai-pandai melihat sesuatu dan membaca situasi). Mereka harus melihat alam sekitar, alam memberikan apapun yang manusia butuhkan. Jadi tidak semestinya mereka berlaku melebihi kemewahan alam. Para umat Buddha di Dusun Timo Kerep menerapkan ajaran, dasar dan pedoman hidup sebagaimana mestinya yang diajarkan dalam agama Buddha. Dalam kehidupan sehari-hari umat Buddha menerapkan yang diajarkan dalam konsep Pancasila ini meliputi: a. Ora keno nganiyoyo lan mateni liyan (tidak boleh menganiyaya atau membunuh sesama manusia), b. Tidak boleh mengambil atau memiliki sesuatu yang bukan haknya, c. Akan melaksanakan hidup susila, d. Tidak seorang, tidak berzina, tidak dusta, tidak menipu atau memfitnah yang lain, e. Harus berkata benar dan menjauhi percakapan yang tidak berguna. Kehidupan sang Buddha selama hidupnya menuliskan beberapa catatan perjalanan hidup yang akhirnya ditiru umat Buddha di dunia. Seperti yang tertulis dalam riwayat Buddha Gotama. Pangeran Siddhattha memiliki watak yang terpuji juga memiliki keberanian. Dia tidak takut menerima berbagai macam gemblengan fisik dan pertarungan. Sejak kecil dia telah dibina menjadi seorang ksatria perkasa yang berhati lembut. Dia juga sangat terampil dalam mengendarai kereta perang. Gaya hidup sang Buddha yang demikian sangat diamalkan oleh umat Buddha di Dusun Kerep, berhati lembut dan tidak pernah takut menerima ujian dari Tuhan. Termasuk ujian hidup yang mereka lalui hingga kini mereka hidup dalam suatu kesederhanaan. Sing kuat ora bakal mlarat (yang kuat tidak akan sengsara), sengsara dalam ungkapan itu bukan sengsara kekurangan harta dan benda selama di dunia. Tetapi lebih ke kemakmuran hati yang dapat dicapai ketika seseorang berani Umat Buddha juga harus menerapkan dan tidak boleh melanggar janji agar menjauhi perbuatan yang terlarang sebagai berikut: a. Tidak akan membunuh atau menganiyaya b. Tidak akan mengambil atau mengambil atau memiliki sesuatu yang bukan haknya, c. Tidak akan berzina, d. Tidak berdusta e. Menjauhi minuman keras, makanan yang memabukkan atau merusak kesadaran, f. Tidak akan makan diatas jam 12, g. Tidak menyanyi, menari, bermain musik, melihat pertunjukan, tidak memakai wangi-wangian perhiasan dan sebagainya, h. Tidak akan memakai tempat tidur yang tinggi dan mewah lam Ajaran tersebut akan tampak dakehidupan sehari-hari para umat 42 Widya Sari Edisi Khusus Vol. 16, No. 3, Juni 2014: 40-44 bertahan dalam hidup yang serba sederhana. akan tenggelam karena berat dan gagak akan ikut tenggelam karena terus mematuk daging gajah). Tidak boleh sesorang mengejar harta di dunia yang nantinya akan mendatangkan kesengsaraan yang begitu banyak jika salah mempergunakan hartanya itu. Banyaknya ajaran dan gaya hidup sang pangeran memberikan petunjuk agar supaya bisa mencapai Ke-Buddhaan yang sejati kepada seluruh umat Buddha di dunia. Tentu ada hal-hal yang menjadi pantangan atau tidak boleh dilakukan dalam hidup manusia seperti: a. Lima karma buruk dalam kehidupan, “molimo” (Lima M) yakni, madon (Bermain wanita atau Zina), main (Berjudi dan taruhan), madat (Menggunakan obat-obat terlarang termasuk narkoba), maling (Merampok, suap, korupsi, dan mengambil yang bukan haknya), mabuk (Minum-minuman keras yang memabukan). Jika seseorang memiliki kehidupan yang demikian, maka akan mengalami penderitaan di kehidupan selanjutnya karena itu adalah karma yang sangat terlarang. Pesan yang selalu dituturkan oleh banyak Pandhita di dunia saat memimpin kotbah dan berasal dari pesan sang Buddha, jika terlahir sebagai manusia maka pergunakan kehidupan dengan baik. Jika terlahir sebagai hewan, maka tidak akan ada perasaan dan pikiran suka cita untuk berbuat baik dalam kehidupan. b. “Koyo asu ngutun-utun balung” (seperti anjing yang berebut tulang) pepatah yang memiliki makna kiasan jika hidup hanya mencari kesenangan jasmani maka selamanya tak akan memperoleh kebahagiaan sejati. c. “koyo gagak ngentekake gajah mati nang nduwur d. “Bancet mangan lemut di mplok ulo welang” (katak yang sedang memakan serangga tetapi katak itu ternyata juga akan dipatuk dan diakan ular). Tidak diperbolehkan saling menjatuhkan sesame anusia dalam hal apapun. Karena manusia itu sendiri menjadi sasaran kematian. e. Komunitas Ke-Buddhaan Timo Kerep adalah orang-orang yang memeluk Agama Buddha dari turunan Agama nenek moyang mereka yang dulu pemeluknya hampir satu Desa meskiun kini tinggal sepuluh Kepala kelurga. Mereka bertahan hingga sekarang karena memegang teguh prinsip hidup kebudhaan yang diperoleh dari ajaran sang Buddha. KESIMPULAN Komunitas Buddha Dharma Di Desa Timo Kerep adalah orang-orang yang memeluk Agama Buddha dari turunan Agama nenek moyang mereka yang dulu pemeluknya hampir satu Desa meskiun kini tinggal sepuluh Kepala kelurga. Mereka bertahan hingga sekarang karena memegang teguh prinsip hidup kebudhaan yang diperoleh dari ajaran sang Buddha. Terutama tentang Anitya yang artinya tidak ada yang kekal di dunia ini dan Dukkha yang memuat arti bahwa segala sesuatu itu adalah menderita. samudro” (seperti gagak yang rakus akan daging gajah yang berada diatas lautan yang diinjak oleh gagak tetapi gagak tidak sadar gajah Konsep hidup masyarakat Agama Buddha Di Desa Timo Kerep ini adalah penerapan hidup yang diajarkan dalam 43 Komunitas Budha Dharma di Desa Timo Kerep (Niken Wulandari, Tri Widiarto, Emy Wuryani) Pancasila yang pertama, dan Gohonzon adalah Tuhan dalam diri manusia Robert, Brow.1998. Asal Mula Agama. Tonis: Bandung. konsep yang memberikan pertolongan yang selalu tepat pada waktunya yang seperti diajarkan dalam Theravada. Ajaran Theravada didasarkan pada apa yang dikatakan Sang Buddha kepada murid-muridnya. Gaya hidup Kebudhaan didapat dari riwayat hidup Buddha Gautama. Dan pepatah hidup orang Jawa itu seng kuat ora bakal plarat (yang kuat tidak akan sengsara), sengsara dalam ungkapan itu bukan sengsara kekurangan harta dan benda selama di dunia. Tetapi lebih ke kemakmuran hati yang dapat dicapai ketika seseorang berani bertahan dalam hidup yang serba sederhana. Nilai yang dicerminkan oleh masyarakat yang beragama Buddha di Dusun Timo Kerep adalah nilai kesederhanaan hidup, dan etika menghargai alam. Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. PT Radja Grafindo. Jakarta. Pengantar Sosiologi. Lembaga Penerbit FE-UI, Soenarno, 2002. Jakarta. Tedjo, Tony. 2011. Mengenal Agama Hindu, Buddha, Khong Hu Cu. Pionir Jaya: Bandung Wojowasito S. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Penerbit CV Pengarang, Malang. Wuryanto, Joko. 2007. Riwayat Hidup Buddha Gotama. Yanwreko Wahana Karya: Jakarta. B. Sumber Majalah Senosoenoto, Keiko. Prajna Pundarika. Seri No. 352. Edisi Perenungan Jiwa. Indonesia DAFTAR PUSTAKA A. Sumber Buku Alex Krik, Jay Anderson & Dkk. 2010. Komunitas yang Diubahkan. Jakarta: Literatur Perkantas 2004. Printer: Jakarta. Surya, Rudi. 2007. Prajna Pundarika. Seri No.454. Edisi Membersihkan Jiwa. Indonesia Printer: Jakarta. Hadikusuma, Hilman. 1993. Antropologi Agama (Pendekatan Budaya Terhadap Aliran Kepercayaan, Agama Hindu, Buddha, Kong Hu Cu di Indonesia). PT. Citra Aditya Bakti: Bandung Hadiwijono, Harun.2010. Agama Hindu dan Buddha. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Ikeda Daisaku. 1997. Buddhise Seribu Tahun Pertama. Jakarta: PT Indira. Koentjaraningrat.2002.Pengantar Antropologi. Jakarta: P.D Aksara. Metta, Kamanto. Dharmasaputra.1994.Wahana Kehendak Buddha:30 Tahun Agama Buddha Niciren Syosyu Di Indonesia.Jakarta: Yayasan Amerta. 44