9 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemandirian 1. Pengertian

advertisement
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kemandirian
1. Pengertian
Kemandirian berarti hal atau keadaan seseorang yang dapat
berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Kata kemandirian
berasal dari kata dasar diri yang mendapat awalan ke dan akhiran an
yang kemudian membentuk suatu kata keadaan atau kata benda.
(Bahara, 2008).
Kemandirian berasal dari kata dasar diri, maka pembahasan
mengenai kemandirian tidak dapat dilepaskan dari perkembangan diri
itu sendiri. Diri adalah inti dari kepribadian dan merupakan titik pusat
yang menyelaraskan dan mengkoordinasikan seluruh aspek kepribadian.
(Bahara, 2008). Kemandirian juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi
dimana seseorang tidak bergantung kepada otoritas dan tidak
membutuhkan arahan secara penuh. (Parker, 2005).
Kemandirian mencakup pengertian dari berbagai istilah seperti
Autonomy,
Independency
dan
Self
Relience.
Pada
dasarnya
kemandirian dapat dimanifestasikan dalam bentuk sikap maupun
perbuatan, sebab sebenarnya sikap merupakan dasar dari terbentuknya
suatu perbuatan. (Masrun, 1986).
Menurut
Yasin
Setiyawan,
kemandirian
adalah
keadaan
seseorang yang dapat menentukan diri sendiri dimana dapat dinyatakan
9
10
dalam tindakan atau perilaku seseorang yang dapat dinilai. Berangkat
dari definisi tersebut, maka dapat diambil pengertian kemandirian
adalah keadaan seseorang yang dapat berdiri sendiri, tumbuh dan
berkembang karena disiplin dan komitmen sehingga dapat menentukan
diri sendiri yang dinyatakan dalam tindakan dan perilaku yang dapat
dinilai. (Bahara, 2008).
2. Komponen Kemandirian
Menurut Green dan Torensen (1986), Mereka menyebutkan
istilah Self-Relience bagi individu mandiri dengan ciri – ciri antara lain
tidak adanya kebutuhan yang menonjol untuk memperoleh pengakuan
dari orang lain, mereka mampu mengontrol tindakannya sendiri dan
penuh inisiatif. (Masrun, dkk, 1986).
Menurut Beller (1986), kemandirian atau kesiapan dan
kemampuan individu untuk berdiri sendiri yang ditandai dengan
keberanian mengambil inisiatif, mencoba mengatasi masalah tanpa
minta bantuan orang lain, memperoleh kekuatan dari usaha – usaha,
berusaha dan mengarahkan tingkah laku menuju kesempurnaan.
(Masrun,dkk, 1986).
Masrun, dkk menyatakan bahwa lima komponen kemandirian
yang utama yaitu bebas progresif, ulet, inisiatif, pengendalian dari dalam
(internal focus of control) dan kemantapan diri (self esteem, self
confidence). (Masrun,dkk, 1986).
11
Emil Durkheim melihat makna dan perkembangan kemandirian
dari dua sudut pandang yang berpusat pada masyarakat. Dengan
menggunakan sudut pandang ini, Durkheim
berpendirian bahwa
kemandirian merupakan elemen esensial dari moralitas yang bersumber
pada masyarakat. (Bahara, 2008).
Kemandirian tumbuh dan berkembang karena dua faktor yang
menjadi prasyarat bagi kemandirian, yaitu disiplin dan komitmen
terhadap kelompok. Oleh sebab itu,individu yang mandiri adalah
individu yang berani mengambil keputusan yang dilandasi oleh
pemahaman akan segala konsekuensi dari tindakannya, sehingga
kemandirian merupakan suatu kekuatan internal individu yang diperoleh
melalui proses individualisasi yaitu proses realisasi kedirian dan proses
menuju kesempurnaan. (Bahara, 2008).
3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kemandirian
Menurut Parker (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi
kemandirian adalah sebagai berikut :
a. Tanggung Jawab
Tanggung
jawab
berarti
memiliki
tugas
untuk
menyelesaikan sesuatu dan diminta pertanggungjawaban atas hasil
kerjanya. Anak – anak sebaiknya tumbuh dengan pengalaman
tanggung jawab yang sesuai dan terus meningkat, misalnya anak –
anak diberi tanggung jawab yang dimulai dengan tanggung jawab
untuk mengurus dirinya sendiri. Anak – anak yang diberi tanggung
12
jawab sesuai dengan usianya akan merasa dipercaya, berkompeten
dan dihargai.
b. Mandiri
Percaya diri dan dan mandiri adalah dua hal yang saling
menguatkan. Semakin anak dapat mandiri, dia akan semakin
mampu
mengelola
kepercayaan
diri
kemandirian,
dan
ketrampilan
kemudian
untuk
mengukuhkan
mengembangkan
kemandirian.
Mula – mula, anak didorong untuk menyelesaikan urusan
mereka sendiri di rumah, mengerjakan keperluannya sendiri, tanpa
pengarahan yang terus menerus, jadi ketika mereka pergi ke
sekolah mereka akan mampu untuk melakukan dan hasilnya
mereka bisa berkembang lebih cepat dan merasa percaya diri.
Orang tua harus memberikan kesempatan dan waktu agar anak –
anak bisa memiliki tugas – tugas praktis, mereka harus memahami
metode atau cara bagaimana cara menyelesaikannya dan
bagaimana menghadapi frustasi yang tidak bisa dihindarkan.
c. Pengalaman Praktis dan Akal sehat yang Relevan
Akal yang sehat berkembang melalui pengalaman yang
praktis dan relevan. Seseorang yang memiliki kemandirian akan
memahami diantaranya mampu untuk :
1) Memenuhi kebutuhan makan untuk dirinya sendiri, lebih –
lebih tahu bagaimana cara memasaknya.
13
2) Membuat keputusan rasional bagaimana membelanjakan uang
sesuai kebutuhan, bukan keinginan.
3) Menggunakan saranatransportasi umum dan menyeberang
jalan.
4) Breaksi secara cepat dan tepat dalam berbagai situasi darurat.
d. Otonomi
Merupakan kemampuan untuk menentukan arah sendiri
(self determination) yang berarti mampumengendalikan atau
mempengaruhi
apa
yang
terjadi
pada
dirinya.
Dalam
pertumbuhannya, anak – anak semestinya memakai pengalaman
dalam menentuka pilihan tentunya dengan pilihan yang terbatas
dan terjangkau yang dapat mereka selesaikan dan tidak membawa
mereka menghadapi masalah yang besar.
Sikap otonomi terkait adanya kontrol yang berlebihan dari
orang dewasa maka jangkauan anak untuk memutuskan sesuatu
yang menyangkut dirinya sendiri menjadi sangat terbatas. Ketika
orang tua berdiri terlalu jauh di belakang dan melepaskan
tanggung jawabnya untuk memberikan perhatian yang semestinya,
anak – anak bisa menyalahgunakan tanggung jawab dan kontrol
yang diberikan kepada mereka. Oleh karena itu, perlu adanya
pengkajian dan pengamatan terhadap perkembangan dan kondisi
anak supaya orang tua tidak terlalu menekan atau pun terlalu
14
melepaskan
tanggung
jawabnya
sebagai
proses
upaya
meningkatkan perkembangan kemandirian anak – anaknya.
e. Kemampuan Memecahkan Masalah
Dengan adanya dukungan dan arahan yang memadai,
anak- anak akan terdorong untuk mencari jalan keluar bagi
persoalan- persoalan yang praktis dan berhubungan dengan
mereka sendiri.Misalnya ketika kita ditanya oleh anak- anak usia
sekolah, apa yang bisa mereka lakukan ketika mereka bosan, maka
kita bisa membantu mereka misalnya menulis daftar hal- hal yang
ingin mereka kerjakan atau mainkan baik sendirian maupun
bersama orang lain. Cukup dijelaskan saja jika mereka tidak bisa,
sehingga mereka bisa mengingatnya agar dimasa mendatang
mereka bisa menemukan jawaban sendiri dan membuat keputusan
untuk diri mereka sendiri.
f. Kebutuhan akan Kesehatan yang Baik
Olahraga dan berbagai aktivitas fisik adalah penting untuk
mengembangkan atau meningkatkan proses koordinasi yang baik
dan kebugaran. Kita semua tahu bahwa latihan dapat memberi kita
keuntungan dan berpengaruh terhadap kesehatan kita dan
kebahagiaan secara umum. Latihan dapat memberi energi yang
baru dan dianggap dapat meningkatkan sikap dan motifasi kita,
maka jika tubuh kita bugar, kita akan memiliki stamina yang lebih
baik.
15
4. Tingkatan Kemandirian
Menurut pendapat Lovinger, tingkatan kemandirian adalah sebagai
berikut :
a. Tingkat Impulsif dan melindungi diri
Adalah bersikap cepat bertindak secara tiba-tiba menurut
gerak hati dan mencari keadaan yang mengamankan diri.
Ciri – ciri tingkatan pertama ini adalah:
1) Peduli terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh
dari interaksinya dengan orang lain.
2) Mengikuti aturan oportunistik dan hedonistik.
3) Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu.
4) Cenderung melihat kehidupan sebagai zero sum game.
5) Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta
lingkungannya.
b. Tingkat komformistik
Ciri – ciri tingkatan kedua ini adalah:
1) Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial
2) Cenderung berpikir stereotif dan klise.
3) Peduli akan komformitas terhadap aturan eksternal.
4) Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh
pujian.
5) Menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya
introspeksi.
16
6) Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal.
7) Takut tidak diterima kelompok.
8) Tidak sensitif terhadap keindividualan.
9) Merasa berdosa jika melanggar aturan.
c. Tingkat sadar diri
Adalah merasa, tahu dan ingat pada keadaan diri yang
sebenarnya.
Ciri – ciri tingkatan ketiga ini adalah:
1) Mampu berpikir alternatif dan memikirkan cara hidup.
2) Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada.
3) Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi.
4) Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah.
5) Penyesuaian terhadap situasi dan peranan.
d. Tingkat saksama (conscientious)
Saksama berarti cermat, teliti.
Ciri – ciri tingkatan keempat ini adalah:
1) Bertindak atas dasar nilai-nilai internal.
2) Mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku
tindakan.
3) Mampu melihat keragaman emosi, motif dan perspektif diri
sendiri maupun orang lain.
4) Sadar akan tanggung jawab dan mampu melakukan kritik dan
penilaian diri.
17
5) Peduli akan hubungan mutualistik.
6) Memiliki tujuan jangka panjang.
7) Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial.
8) Berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis.
e. Tingkat individualistis
Adalah keadaan atau sifat-sifat khusus sebagai individu
dari semua ciri-ciri yang dimiliki seseorang yang membedakannya
dari orang lain.
Ciri – ciri tingkatan kelima ini adalah:
1) Peningkatan kesadaran individualitas.
2) Kesadaran akan konflik emosional antara antara kemandirian
dengan ketergantungan.
3) Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.
4) Mengenal eksistensi perbedaan individual.
5) Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan
dalam
kehidupan.
6) Mampu membedakan kehidupan internal dengan eksternal
dirinya.
7) Mengenal kompleksitas diri.
8) Peduli akan perkembangan dan masalah-masalah sosial
f. Tingkat mandiri
Adalah suatu sikap mampu berdiri sendiri.
18
Ciri – ciri tingkatan keenam ini adalah:
1) Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan.
2) Cenderung bersikap realistik dan obyektif terhadap diri sendiri
maupun orang lain.
3) Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan sosial.
4) Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan.
5) Toleran terhadap ambiguitas
6) Peduli terhadap pemenuhan diri.
7) Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal
8) Responsif terhadap kemandirian orang lain.
(Bahara, 2008)
B. Personal Higiene
Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yang berarti personal
yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan
adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan
seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. (Tarwoto dan Wartonah,
2003).
Upaya memelihara kebersihan pribadi anak tidak lepas dari upaya
pendidikan secara keseluruhan dan pendidikan kesehatan pada khususnya,
karena menjaga kebersihan pribadi secara optimal tidak mungkin dapat
terwujud tanpa adanya penanaman sikap hidup bersih dan teladan dari
orang tua dan masyarakat sekitarnya. Membiasakan hidup bersih dan sehat
sebaiknya dimulai sejak dini karena kebiasaan yang baik maupun buruk,
19
biasanya terjadi tanpa disadari oleh yang memiliki kebiasaan itu. Hal ini
disebabkan karena kebiasaan merupakan hal yang terbentuk dalam jangka
waktu yang cukup lama, sehingga kebiasaan tersebut seolah – olah telah
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari orang yang memilikinya.
Adapun yang diharapkan dari kebersihan pribadi adalah agar anak
mengetahui akan manfaat dan pentingnya kebersihan pribadi , mampu
membersihkan bagian – bagian tubuh serta mampu menerapkan perawatan
kebersihan pribadi dalam upaya peningkatan kesehatan pribadi. (Purnomo,
2006).
1. Tujuan Perawatan Personal Hygiene
a. Meningkatkan derajat kesehatan seseorang
b. Memelihara kebersihan diri seseorang
c. Memperbaiki personal hygiene yang kurang
d. Pencegahan penyakit
e. Meningkatkan percaya diri seseorang
f. Menciptakan keindahan (Tarwoto dan Wartonah, 2003).
2. Faktor –faktor yang Mempengaruhi Personal Hygiene
a. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya karena adanya perubahan fisik, sehingga
individu tidak peduli terhadap kebersihannya.
20
b. Praktik Sosial
Pada anak – anak yang selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status Sosial – Ekonomi
Personal Hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta
gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting, karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
Diabetes Melitus ia harus selalu menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka tidak
boleh dimandikan.
f. Kebiasaan Seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo, dan lain – lain.
g. Kondisi Fisik
Pada keadaan sakit tentu kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya. (Tarwoto dan
Wartonah, 2003).
3. Macam – macam Personal Hygiene
a. Perawatan Kulit Kepala dan Rambut
21
Menjaga kebersihan atau pemeliharaan rambut dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1) Pencucian Rambut
Frekuensi pencucian rambut sangat tergantung pada hal – hal
berikut:
a) Tebal atau tipisnya rambut, semakin tebal harus semakin
sering dicuci.
b) Lingkungan atau tempat tinggal seseorang, misalnya pada
lingkungan yang berdebu orang tersebut harus sering
mencuci rambutnya.
c) Seseorang yang memakai minyak rambut harus sering
mencuci rambutnya.
Adapun cara – cara mencuci rambut adalah :
a) Rambut dicuci dengan sampo, paling sedikit dua kali
seminggu secara teratur.
b) Rambut disiram dengan air yang bersih kemudian digosok
dengan menggunakan bahan pembersih tersebut ( sampo ).
c) Seluruh bagian rambut dan permukaan kulit kepala
digosok dan dipijat – pijat agar kotoran yang melekat dapat
terlepas dan selanjutnya dibilas dengan air bersih.
d) Bila rambut masih dirasa kotor, gosok kembali dengan
bahan pembersih, kemudian dibilas berkali – kali dengan
22
air bersih sampai rambut terasa bersih ( cirinya Rambur
terasa kesat ).
e) Selanjutnya rambut dikeringkan dengan handuk yang
kering dan bersih.
2) Pemangkasan dan Penyisiran Rambut
a) Untuk Anak Perempuan
Pada waktu – waktu tertentu ( misalnya 3 bulan atau 6
bulan sekali ) rambut sebaiknya dipotong atau dipangkas
sesuai dengan bentuk kepala dan selera atau model yang
diinginkan. Kemudian disisir yang rapi supaya tidak kusut.
b) Untuk Anak Laki – laki
Pada anak laki – laki untuk memangkas rambutnya bisa
1 – 2 bulan sekali atau menurut keadaan. Selanjutnya
rambut disisir dengan rapi supaya tidak kusut dan mudah
dirawat
b. Perawatan Kulit Seluruh Tubuh
Kulit memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga
dan memelihara kesehatan tubuh. Cara membersihkan kulit secara
keseluruhan umumnya dengan mandi, karena mandi berguna
untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada permukaan kulit,
menghilangkan bau keringat, merangsang peredaran darah dan
syaraf dan mengembalikan kesegaran tubuh.
23
Cara mandi yang benar :
1) Seluruh permukaan kulit disiram dengan air yang dipakai
untuk mandi.
2) Seluruh permukaan tubuh atau kulit digosok dengan sabun
untuk menghilangkan kotoran yang menempel di kulit
terutama pada bagian yang lembab dan bagian yang berlemak
( lipatan telinga, mata kaki, ketiak, lipatan paha, jari kaki, jari
tangan dan muka) sampai kotoran hilang.
3) Setelah digosok dengan sabun, seluruh permukaan kulit atau
tubuh kemudian disiram dengan air bersih sampai semua sisia
sabun yang menempel di kulit terbuang.
4) Keringkan seluruh permukaan tubuh dengan handuk pribadi
yang bersih dan kering.
c. Memelihara Kebersihan dan Kesehatan Mata
1) Mata sebaiknya dibersihkan setiap hari.
2) Sewaktu – waktu sebaiknya dibersihkan dengan boor water
3% atau air yang sudah dimasak. Caranya ialah dengan
menyapukan kapas mulai dari pinggir mata menuju ke arah
tengah ( menuju hidung ). Lakukan hal ini berulang – ulang
sampai mata terasa bersih
3) Jangan menggosok mata dengan tangan yang kotor, kain atau
sapu tangan yang kotor atau sapu tangan orang lain.
24
4) Periksakan mata ke setahun sekali ke dokter spesialis atau
petugas kesehatan terdekat.
5) Biasakan membaca pada tempat yang cukup terang dengan
jarak mata dan obyek yang dibaca tidak kurang dari 30 cm.
(Purnomo,2006).
d. Perawatan Gigi
Menggosok gigi adalah cara yang umum dianjurkan untuk
membersihkan deposit lunak pada permukaan gigi dan gusi.
Terdapat
tehnik
–
tehnik
yang
berbeda
untuk
membersihkan gigi dan memijat gusi dengan sikat gigi,
diantaranya adalah :
1) Tehnik penyikatan gigi harus dapat membersihkan semua
permukaan gigi dan gusi secara efisien.
2) Pergerakan dari sikat gigi tidak boleh menyebabkan kerusakan
jaringan gusi dan abrasi gigi.
3) Tehnik penyikatan harus sederhana, tepat dan efisien dalam
waktu.
Frekuensi gosok gigi telah disetujui bahwa gigi sebaiknya
dibersihkan 3X sehari. Namun, hal tersebut tidak selalu dapat
dilakukan terutama di siang hari karena seseorang mempunyai
kesibukan dalam pekerjaan. Lama penyikatan gigi dianjurkan lima
menit. Cara menyikat gigi harus sistematis supaya tidak terjadi
kerusakan pada gigi. (Depkes RI, 1994).
25
Tekhnik gosok gigi dapat dibedakan menjadi empat yaitu :
1) Tehnik Vertikal ( ke atas ke bawah )
Yaitu kedua rahang tertutup, kemudian permukaan gigi disikat
dengan gerakan ke atas dan ke bawah.
2) Tehnik Roll ( menggulung )
Yaitu menempatkan ujung sikat gigi dengan akar dan gagang
sikat sejajar occlusal, menempelkan ujung serabut sikat gigi
pada gusi dengan sudut 45 , menekan ujung serabut sikat gigi
tersebut dengan gerakan memutar ke arah permukaan
pengunyah, gerakan ini dilakukan untuk tiap segmen cukup
lima kali gerakan.
3) Tehnik Horisontal ( ke kanan ke kiri)
Permukaan gigi yang terdekat dengan pipi dan dengan gerakan
ke depan ke belakang untuk permukaan pengunyahan gerakan
horisontal
4) Tehnik Vibratory ( getaran )
a) Metode Fones
Sikat ditempelkan tegak lurus pada permukaan gigi dekat
pipi dan bibir dengan gigi atas dan bawah mengatup, sikat
digerakkan dalam lingkaran – lingkaran besar sehingga
gigi dan gusi rahang atas dan bawah disikat sekaligus.
26
b) Metode Fisiologis
Tungkai sikat gigi dipegang secara mendatar dengan bulu–
bulu sikat tegak lurus dengan permukaan gigi gerahamnya
dari permukaan pengunyahan ke arah gusi sesuai gerakan
makanan yang dikunyah (Depkes RI, 1994).
e. Perawatan Kuku Kaki dan Tangan
Kuku yang kotor dapat menjadi sarang penyakit yang
selanjutnya dapat ditularkan kepada bagian tubuh yang lain. Oleh
karena itu, baik kuku jari tangan maupun kuku jari kaki harus
selalu dipelihara kebersihannya.
Ciri – ciri kuku yang baik adalah :
1) Kuku tumbuh dengan baik
2) Kuat
3) Bersih, dan
4) Halus
Merawat kuku dapat dilakukan dengan memotong ujung
kuku sampai beberapa milimeter dari tempat perlekatan antara
kuku dan kulit, potongannya disesuaikan dengan bentuk ujung jari.
Kemudian kikirlah tepi kuku yang telah dipotong agar menjadi
rapi dan tidak tajam. Setelah kuku dipotong rapi, sebaiknya
dilanjutkan dengan pencucian. (Bahara, 2008).
Untuk mencuci kuku sebaiknya digunakan air hangat,
kemudian kotoran yang ada di bawah kuku dibersihkan dengan
27
sikat sampai bersih seluruhnya setelah itu dikeringkan dengan lap
atau handuk kecil yang kering dan bersih. (Purnomo, 2006).
f. Perawatan Genetalia
Untuk anak laki-laki, perawatan organ genetalia dengan
mencuci bersih sewaktu mandi.
Untuk anak perempuan, pada dasarnya sama dengan anak
laki-laki. Namun, untuk anak perempuan yang sudah mendapatkan
menstruasi, pembalut yang mereka pakai, sebaiknya tidak terlalu
lama dipakai. Paling tidak empat kali ganti dalam sehari atau
sesuai dengan kebutuhan dan kebersihan tetap dijaga. (Yudhia,
2007).
4. Dampak yang Sering Timbul pada Masalah Personal Hygiene :
a. Dampak Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik
yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan
membran mukosa mulut, infeksi pada mata, infeksi pada telinga
dan gangguan fisik pada kuku. (Tarwoto dan Wartonah, 2003).
b. Dampak Psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah
gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai, kebutuhan
harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial. (Tarwoto
dan Wartonah, 2003).
28
C. Perbedaan Tingkat Kemandirian Personal Higiene Anak di Panti
Asuhan dengan Anak dalam Asuhan Keluarga
Perkembangan kematangan fisik dan fisiologi bisa ditafsirkan
berdasarkan usia skeletal, usia dental, usia sifat, kelamin sekunder dan usia
morfologis. Diantara empat indikator tersebut, penilaian morfologis adalah
yang paling dilakukan.
Perkembangan kemampuan fisik yang tampak pada anak usia 6
sampai 12 tahun ini, selain kekuatan juga fleksibilitas dan keseimbangan.
Perkembangan kemampuan gerak adalah sejalan dengan perkembangan
koordinasi, fleksibilitas, keseimbangan serta gerak bisa diidentifikasikan
berdasarkan peningkatan efisiensi, kelancaran, kontrol dan variasi gerakan
serta besarnya tenaga yang bisa disalurkan melalui gerakan. Berbagai gerak
dasar dan variasinya yang bisa dilakukan sebelumnya akan mengalami
peningkatan kualitas atau mengalami penyempurnaan. Peningkatan kualitas
sangat dipengaruhi oleh kesempatan untuk melakukannya.
Pada umumnya anak usia ini, baik laki – laki maupum perempuan
mengalami peningkatan yang besar dalam minatnya melakukan aktivitas
fisik. Mereka memerlukan aktivitas gerak yang beragam yang bisa
meningkatkan kemampuan fisik, ketrampilan, kreativitas dan sifat sosialnya.
(Widayatun, 1999). Walaupun mengalami perkembangan yang sama, tetapi
anak perempuan usia sekolah harus mempersiapkan diri untuk menjalankan
peran kodratinya yang pertama yaitu menstruasi. Anak perempuan yang
sudah
memperoleh
menstruasi,
berarti
Mereka
sudah
mengalami
29
kematangan organ seksualnya. Mereka membutuhkan perhatian dan
pemberian pengertian yang lebih baik, dari segi moral, kesehatan maupun
dari segi gizi dan pola makan. (Jatman, 2000).
1.
Anak di Panti Asuhan
Sepasang mata bening bersinar nakal, berlari riang menggapai
harapan, terjatuh, bangun, terjatuh lagi dan bangun lagi. Tawa tangis
datang silih berganti dari waktu ke waktu. (Prasetyo, 2007)
Masa kanak – kanak datang hanya sekali dalam hidup anak
manusia. Akan tetapi, memiliki peranan yang sangat luar biasa bagi
pembentukan kualitasnya menginjak dewasa. Keluarga yang umumnya
terdiri dari Ayah, Ibu, dan anak- anak merupakan wadah yang ideal bagi
persiapan sosok manusia yang kelak akan melanjutkan tongkat estafet
sebuah kehidupan. (Prasetyo, 2007)
Setiap anak memiliki dambaan keluarga yang utuh. Kasih
sayang yang melimpah dari kedua orang tua diiringi bimbingan dan
tuntunan niscaya akan menjadikannya sebagai manusia dewasa yang
bijaksana dan bermoral. (Prasetyo, 2007). Sosok seorang Ayah yang
memiliki tenaga yang besar (kekuatan), kehebatan dan suara yang
dalam, memberikan rasa aman pada anak. (Dharmais, 2008).
Kehadiran seorang Ibu memberikan keteduhan sehingga
dengan leluasa anak menumpahkan isi hati. Dengan kelembutannya, Ibu
akan membalas keluh kesah sang anak dengan tutur kata yang lembut
30
dan hati anak pun merasa tentram. Namun, tidak semua anak merasakan
keindahan itu. (Dharmais, 2008).
Banyak diantara mereka merasakan pahit – getirnya hidup
tanpa Ayah dan Ibu atau keduanya. Anak – anak yang kehilangan orang
tua, memahami hidup sebelum waktunya. (Dharmais, 2008).
Kenyataan di atas menjadikan Panti Asuhan memiliki makna
yang mendalam. Panti Asuhan, dua kata sederhana dengan fungsi yang
sangat luar biasa atau paling tidak memiliki sebuah terobosan
memecahkan permasalahan masa depan bagi anak – anak terlantar dan
tidak mampu. (Prasetyo, 2007).
Di Panti Asuhan terdapat beberapa pengasuh, walau dengan
jumlah yang terbatas, mereka mencurahkan waktu, tenaga, pikiran, dan
harta untuk mengabdikan hidup mereka pada pembinaan yang
memanusiakan manusia. Peran yang demikian harus dijalankan secara
harmonis agar apa yang menjadi tujuan mereka tercapai. Salah satu yang
melaksanakan peran itu adalah peran sebagai pengasuh panti asuhan dari
yayasan sosial yang tersentuh dengan keadaan anak – anak yang sudah
tidak mempunyai Ayah, Ibu, dhu’afa atau ketiganya. Panti asuhan
menjadi salah satu alternatif tempat yang dapat menampung kehidupan
mereka. (Dharmais, 2008).
Hidup mandiri, penuh rahmat dan barokah menjadi impian
masa depan setiap manusia, tak terkecuali anak – anak Panti Asuhan.
Artinya, hari esok harus lebih baik dari hari ini. Maka pengasuh panti
31
pun berusaha sekuat tenaga memberi kesempatan belajar melalui
pendidikan umum dan rohani, penuh disiplin dan semangat, tetapi tidak
otoriter agar anak – anak siap menghadapi masa depannya. (Dharmais,
2008).
Menghadapi anak – anak asuh tidak banyak berbeda dengan
anak lainnya. Emosi, kenakalan dan kerewelan cukup membuat para
pengasuh semakin belajar untuk bersikap lebih bijaksana. Mereka
memberikan pengertian pada anak – anak bahwa jika para pengasuh
mengingatkan dan memberi pengertian itu sebagai tanda kasih sayang
agar mereka tahu mana yang benar dan mana yang salah. (Dharmais,
2008).
2. Anak dalam Asuhan Keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama kali seorang anak
memperoleh pendidikan. Pendidikan dalam keluarga memberikan
keyakinan agama, nilai budaya, yang mencakup nilai moral dan aturan –
aturan pergaulan serta pandangan, ketrampilan dan sikap hidup yang
mendukung kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kepada
anggota keluarga yang bersangkutan. (Shochib, 1998).
Bagi banyak orang tua, usia sekolah merupakan usia yang
menyulitkan. Yaitu suatu masa dimana anak tidak mau lagi menuruti
perintah orang tua dan lebih banyak dipengaruhi oleh teman – teman
sebaya. (Hurluck, 1980).
32
Tugas orang tua pada masa ini adalah untuk belajar
menghadapi perpisahan atau lebih sederhana, membiarkan anak pergi
bersama teman – temannya. Orang tua yang mempunyai perhatian di
luar anak mereka, akan merasa lebih mudah membuat perpisahan yang
perlahan – lahan. Akan tetapi, dalam contoh – contoh dimana peran Ibu
merupakan peran sentral dan satu – satu nya peran yang signifikan
dalam kehidupan wanita, maka proses pisah ini merupakan sesuatu yang
menyakitkan dan dipertahankan. (Friedman, 1998).
3. Tingkat Kemandirian Personal Higiene
Berdasarkan pemaparan pada kedua keadaan di atas terdapat
perbedaan kemandirian pada personal higiene. Perbedaan kemandirian
personal higiene tersebut disebabkan oleh:
a. Latar belakang lingkungan keluarga dan Panti Asuhan
Anak yang dibesarkan oleh keluarga lebih terjamin untuk
pemenuhan kebutuhan secara individual karena fasilitas yang
memadai dan tersedia mencukupi, sehingga setiap anak mempunyai
kesempatan untuk tidak menyiapkan sendiri segala kebutuhannya.
Sedangkan anak yang tinggal di Panti Asuhan penanganan kesehatan
secara individual sangat terbatas. Oleh karena itu, secara individual
mereka mengupayakan pemeliharaan kesehatan dimulai dengan
adanya usaha mandiri dalam hal personal higiene, mengingat
fasilitas dan kemampuan yang tersedia juga terbatas. (Dharmais,
2008).
33
b. Kondisi tempat tinggal yang berbeda
Kondisi tempat tinggal yang berbeda sangat mempengaruhi
kemandirian anak asuh dalam keluarga dan Panti Asuhan karena
ruang gerak anak dalam keluarga lebih leluasa dibandingkan dengan
anak yang dibesarkan di Panti Asuhan. Hal ini menjadi salah satu
stimulus terhadap proses kemandirian personal higiene anak.
(Dharmais, 2008).
34
D. Kerangka Teori
Kemandirian
Personal
Higiene
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kemandirian :
1.Tanggun Jawab
2.Mandiri
3.Pengalaman praktis dan
akal sehat yang relevan
4.Otonomi
5.Kemampuan
memecahkan
masalah.
6.Keterampilan praktis
7.Kebutuhan akan
Kesehatan yang Baik
Tingkat Kemandirian
Personal Higiene
Faktor-faktor yang
mempengaruhi Personal
Higiene:
1. Body Image
2. Praktik Sosial
3. Status sosial-ekonomi
4. Pengetahuan
5. Budaya
6. Kebiasaan seseorang
7. Kondisi Fisik
Bagan 2.1 Kerangka Konsep
Sumber : Parker (2005), Dharmais (2008), Friedman (1998), Hurluck (1995),
Widayatun (1999), Prasetyo (2007), Shochib (1998).
35
E.
Kerangka Konsep
Variabel Bebas
Variabel Terikat
Anak di panti asuhan
Tingkat kemandirian
personal higiene
Anak dalam asuhan
keluarga
Tingkat kemandirian
personal higiene
Bagan 2.2 Kerangka Teori
F.
Variabel Penelitian
1. Variabel Independent ( Variabel Bebas )
Variabel Independent dalam penelitian ini adalah anak di Panti
Asuhan Ar-Rodiyah dan anak dalam Asuhan Keluarga.
2. Variabel Dependent ( Variabel Terikat )
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat kemandirian
personal higiene.
G.
Hipotesis Penelitian
Sesuai dengan kerangka teori yang dikemukakan, maka hipotesis
yang diajukan adalah :
Ha : Ada perbedaan antara tingkat kemandirian personal higiene pada
anak usia 6 – 12 tahun di panti asuhan dengan anak dalam asuhan
keluarga di kelurahan sambiroto kecamatan Tembalang Kota
Semarang.
Ho : Tidak ada perbedaan antara tingkat kemandirian personal higiene
pada anak usia 6 – 12 tahun di panti asuhan dengan anak dalam
36
asuhan keluarga di kelurahan sambiroto kecamatan Tembalang Kota
Semarang.
Download