9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemandirian 1. Pengertian Kemandirian berarti hal atau keadaan seseorang yang dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Kata kemandirian berasal dari kata dasar diri yang mendapat awalan ke dan akhiran an yang kemudian membentuk suatu kata keadaan atau kata benda. (Bahara, 2008). Kemandirian berasal dari kata dasar diri, maka pembahasan mengenai kemandirian tidak dapat dilepaskan dari perkembangan diri itu sendiri. Diri adalah inti dari kepribadian dan merupakan titik pusat yang menyelaraskan dan mengkoordinasikan seluruh aspek kepribadian. (Bahara, 2008). Kemandirian juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana seseorang tidak bergantung kepada otoritas dan tidak membutuhkan arahan secara penuh. (Parker, 2005). Kemandirian mencakup pengertian dari berbagai istilah seperti Autonomy, Independency dan Self Relience. Pada dasarnya kemandirian dapat dimanifestasikan dalam bentuk sikap maupun perbuatan, sebab sebenarnya sikap merupakan dasar dari terbentuknya suatu perbuatan. (Masrun, 1986). Menurut Yasin Setiyawan, kemandirian adalah keadaan seseorang yang dapat menentukan diri sendiri dimana dapat dinyatakan 9 10 dalam tindakan atau perilaku seseorang yang dapat dinilai. Berangkat dari definisi tersebut, maka dapat diambil pengertian kemandirian adalah keadaan seseorang yang dapat berdiri sendiri, tumbuh dan berkembang karena disiplin dan komitmen sehingga dapat menentukan diri sendiri yang dinyatakan dalam tindakan dan perilaku yang dapat dinilai. (Bahara, 2008). 2. Komponen Kemandirian Menurut Green dan Torensen (1986), Mereka menyebutkan istilah Self-Relience bagi individu mandiri dengan ciri – ciri antara lain tidak adanya kebutuhan yang menonjol untuk memperoleh pengakuan dari orang lain, mereka mampu mengontrol tindakannya sendiri dan penuh inisiatif. (Masrun, dkk, 1986). Menurut Beller (1986), kemandirian atau kesiapan dan kemampuan individu untuk berdiri sendiri yang ditandai dengan keberanian mengambil inisiatif, mencoba mengatasi masalah tanpa minta bantuan orang lain, memperoleh kekuatan dari usaha – usaha, berusaha dan mengarahkan tingkah laku menuju kesempurnaan. (Masrun,dkk, 1986). Masrun, dkk menyatakan bahwa lima komponen kemandirian yang utama yaitu bebas progresif, ulet, inisiatif, pengendalian dari dalam (internal focus of control) dan kemantapan diri (self esteem, self confidence). (Masrun,dkk, 1986). 11 Emil Durkheim melihat makna dan perkembangan kemandirian dari dua sudut pandang yang berpusat pada masyarakat. Dengan menggunakan sudut pandang ini, Durkheim berpendirian bahwa kemandirian merupakan elemen esensial dari moralitas yang bersumber pada masyarakat. (Bahara, 2008). Kemandirian tumbuh dan berkembang karena dua faktor yang menjadi prasyarat bagi kemandirian, yaitu disiplin dan komitmen terhadap kelompok. Oleh sebab itu,individu yang mandiri adalah individu yang berani mengambil keputusan yang dilandasi oleh pemahaman akan segala konsekuensi dari tindakannya, sehingga kemandirian merupakan suatu kekuatan internal individu yang diperoleh melalui proses individualisasi yaitu proses realisasi kedirian dan proses menuju kesempurnaan. (Bahara, 2008). 3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Menurut Parker (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian adalah sebagai berikut : a. Tanggung Jawab Tanggung jawab berarti memiliki tugas untuk menyelesaikan sesuatu dan diminta pertanggungjawaban atas hasil kerjanya. Anak – anak sebaiknya tumbuh dengan pengalaman tanggung jawab yang sesuai dan terus meningkat, misalnya anak – anak diberi tanggung jawab yang dimulai dengan tanggung jawab untuk mengurus dirinya sendiri. Anak – anak yang diberi tanggung 12 jawab sesuai dengan usianya akan merasa dipercaya, berkompeten dan dihargai. b. Mandiri Percaya diri dan dan mandiri adalah dua hal yang saling menguatkan. Semakin anak dapat mandiri, dia akan semakin mampu mengelola kepercayaan diri kemandirian, dan ketrampilan kemudian untuk mengukuhkan mengembangkan kemandirian. Mula – mula, anak didorong untuk menyelesaikan urusan mereka sendiri di rumah, mengerjakan keperluannya sendiri, tanpa pengarahan yang terus menerus, jadi ketika mereka pergi ke sekolah mereka akan mampu untuk melakukan dan hasilnya mereka bisa berkembang lebih cepat dan merasa percaya diri. Orang tua harus memberikan kesempatan dan waktu agar anak – anak bisa memiliki tugas – tugas praktis, mereka harus memahami metode atau cara bagaimana cara menyelesaikannya dan bagaimana menghadapi frustasi yang tidak bisa dihindarkan. c. Pengalaman Praktis dan Akal sehat yang Relevan Akal yang sehat berkembang melalui pengalaman yang praktis dan relevan. Seseorang yang memiliki kemandirian akan memahami diantaranya mampu untuk : 1) Memenuhi kebutuhan makan untuk dirinya sendiri, lebih – lebih tahu bagaimana cara memasaknya. 13 2) Membuat keputusan rasional bagaimana membelanjakan uang sesuai kebutuhan, bukan keinginan. 3) Menggunakan saranatransportasi umum dan menyeberang jalan. 4) Breaksi secara cepat dan tepat dalam berbagai situasi darurat. d. Otonomi Merupakan kemampuan untuk menentukan arah sendiri (self determination) yang berarti mampumengendalikan atau mempengaruhi apa yang terjadi pada dirinya. Dalam pertumbuhannya, anak – anak semestinya memakai pengalaman dalam menentuka pilihan tentunya dengan pilihan yang terbatas dan terjangkau yang dapat mereka selesaikan dan tidak membawa mereka menghadapi masalah yang besar. Sikap otonomi terkait adanya kontrol yang berlebihan dari orang dewasa maka jangkauan anak untuk memutuskan sesuatu yang menyangkut dirinya sendiri menjadi sangat terbatas. Ketika orang tua berdiri terlalu jauh di belakang dan melepaskan tanggung jawabnya untuk memberikan perhatian yang semestinya, anak – anak bisa menyalahgunakan tanggung jawab dan kontrol yang diberikan kepada mereka. Oleh karena itu, perlu adanya pengkajian dan pengamatan terhadap perkembangan dan kondisi anak supaya orang tua tidak terlalu menekan atau pun terlalu 14 melepaskan tanggung jawabnya sebagai proses upaya meningkatkan perkembangan kemandirian anak – anaknya. e. Kemampuan Memecahkan Masalah Dengan adanya dukungan dan arahan yang memadai, anak- anak akan terdorong untuk mencari jalan keluar bagi persoalan- persoalan yang praktis dan berhubungan dengan mereka sendiri.Misalnya ketika kita ditanya oleh anak- anak usia sekolah, apa yang bisa mereka lakukan ketika mereka bosan, maka kita bisa membantu mereka misalnya menulis daftar hal- hal yang ingin mereka kerjakan atau mainkan baik sendirian maupun bersama orang lain. Cukup dijelaskan saja jika mereka tidak bisa, sehingga mereka bisa mengingatnya agar dimasa mendatang mereka bisa menemukan jawaban sendiri dan membuat keputusan untuk diri mereka sendiri. f. Kebutuhan akan Kesehatan yang Baik Olahraga dan berbagai aktivitas fisik adalah penting untuk mengembangkan atau meningkatkan proses koordinasi yang baik dan kebugaran. Kita semua tahu bahwa latihan dapat memberi kita keuntungan dan berpengaruh terhadap kesehatan kita dan kebahagiaan secara umum. Latihan dapat memberi energi yang baru dan dianggap dapat meningkatkan sikap dan motifasi kita, maka jika tubuh kita bugar, kita akan memiliki stamina yang lebih baik. 15 4. Tingkatan Kemandirian Menurut pendapat Lovinger, tingkatan kemandirian adalah sebagai berikut : a. Tingkat Impulsif dan melindungi diri Adalah bersikap cepat bertindak secara tiba-tiba menurut gerak hati dan mencari keadaan yang mengamankan diri. Ciri – ciri tingkatan pertama ini adalah: 1) Peduli terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya dengan orang lain. 2) Mengikuti aturan oportunistik dan hedonistik. 3) Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu. 4) Cenderung melihat kehidupan sebagai zero sum game. 5) Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya. b. Tingkat komformistik Ciri – ciri tingkatan kedua ini adalah: 1) Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial 2) Cenderung berpikir stereotif dan klise. 3) Peduli akan komformitas terhadap aturan eksternal. 4) Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian. 5) Menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya introspeksi. 16 6) Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal. 7) Takut tidak diterima kelompok. 8) Tidak sensitif terhadap keindividualan. 9) Merasa berdosa jika melanggar aturan. c. Tingkat sadar diri Adalah merasa, tahu dan ingat pada keadaan diri yang sebenarnya. Ciri – ciri tingkatan ketiga ini adalah: 1) Mampu berpikir alternatif dan memikirkan cara hidup. 2) Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada. 3) Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi. 4) Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah. 5) Penyesuaian terhadap situasi dan peranan. d. Tingkat saksama (conscientious) Saksama berarti cermat, teliti. Ciri – ciri tingkatan keempat ini adalah: 1) Bertindak atas dasar nilai-nilai internal. 2) Mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan. 3) Mampu melihat keragaman emosi, motif dan perspektif diri sendiri maupun orang lain. 4) Sadar akan tanggung jawab dan mampu melakukan kritik dan penilaian diri. 17 5) Peduli akan hubungan mutualistik. 6) Memiliki tujuan jangka panjang. 7) Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial. 8) Berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis. e. Tingkat individualistis Adalah keadaan atau sifat-sifat khusus sebagai individu dari semua ciri-ciri yang dimiliki seseorang yang membedakannya dari orang lain. Ciri – ciri tingkatan kelima ini adalah: 1) Peningkatan kesadaran individualitas. 2) Kesadaran akan konflik emosional antara antara kemandirian dengan ketergantungan. 3) Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain. 4) Mengenal eksistensi perbedaan individual. 5) Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan. 6) Mampu membedakan kehidupan internal dengan eksternal dirinya. 7) Mengenal kompleksitas diri. 8) Peduli akan perkembangan dan masalah-masalah sosial f. Tingkat mandiri Adalah suatu sikap mampu berdiri sendiri. 18 Ciri – ciri tingkatan keenam ini adalah: 1) Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan. 2) Cenderung bersikap realistik dan obyektif terhadap diri sendiri maupun orang lain. 3) Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan sosial. 4) Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan. 5) Toleran terhadap ambiguitas 6) Peduli terhadap pemenuhan diri. 7) Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal 8) Responsif terhadap kemandirian orang lain. (Bahara, 2008) B. Personal Higiene Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yang berarti personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. (Tarwoto dan Wartonah, 2003). Upaya memelihara kebersihan pribadi anak tidak lepas dari upaya pendidikan secara keseluruhan dan pendidikan kesehatan pada khususnya, karena menjaga kebersihan pribadi secara optimal tidak mungkin dapat terwujud tanpa adanya penanaman sikap hidup bersih dan teladan dari orang tua dan masyarakat sekitarnya. Membiasakan hidup bersih dan sehat sebaiknya dimulai sejak dini karena kebiasaan yang baik maupun buruk, 19 biasanya terjadi tanpa disadari oleh yang memiliki kebiasaan itu. Hal ini disebabkan karena kebiasaan merupakan hal yang terbentuk dalam jangka waktu yang cukup lama, sehingga kebiasaan tersebut seolah – olah telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari orang yang memilikinya. Adapun yang diharapkan dari kebersihan pribadi adalah agar anak mengetahui akan manfaat dan pentingnya kebersihan pribadi , mampu membersihkan bagian – bagian tubuh serta mampu menerapkan perawatan kebersihan pribadi dalam upaya peningkatan kesehatan pribadi. (Purnomo, 2006). 1. Tujuan Perawatan Personal Hygiene a. Meningkatkan derajat kesehatan seseorang b. Memelihara kebersihan diri seseorang c. Memperbaiki personal hygiene yang kurang d. Pencegahan penyakit e. Meningkatkan percaya diri seseorang f. Menciptakan keindahan (Tarwoto dan Wartonah, 2003). 2. Faktor –faktor yang Mempengaruhi Personal Hygiene a. Body Image Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya karena adanya perubahan fisik, sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya. 20 b. Praktik Sosial Pada anak – anak yang selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene. c. Status Sosial – Ekonomi Personal Hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya. d. Pengetahuan Pengetahuan personal hygiene sangat penting, karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien Diabetes Melitus ia harus selalu menjaga kebersihan kakinya. e. Budaya Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka tidak boleh dimandikan. f. Kebiasaan Seseorang Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo, dan lain – lain. g. Kondisi Fisik Pada keadaan sakit tentu kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya. (Tarwoto dan Wartonah, 2003). 3. Macam – macam Personal Hygiene a. Perawatan Kulit Kepala dan Rambut 21 Menjaga kebersihan atau pemeliharaan rambut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1) Pencucian Rambut Frekuensi pencucian rambut sangat tergantung pada hal – hal berikut: a) Tebal atau tipisnya rambut, semakin tebal harus semakin sering dicuci. b) Lingkungan atau tempat tinggal seseorang, misalnya pada lingkungan yang berdebu orang tersebut harus sering mencuci rambutnya. c) Seseorang yang memakai minyak rambut harus sering mencuci rambutnya. Adapun cara – cara mencuci rambut adalah : a) Rambut dicuci dengan sampo, paling sedikit dua kali seminggu secara teratur. b) Rambut disiram dengan air yang bersih kemudian digosok dengan menggunakan bahan pembersih tersebut ( sampo ). c) Seluruh bagian rambut dan permukaan kulit kepala digosok dan dipijat – pijat agar kotoran yang melekat dapat terlepas dan selanjutnya dibilas dengan air bersih. d) Bila rambut masih dirasa kotor, gosok kembali dengan bahan pembersih, kemudian dibilas berkali – kali dengan 22 air bersih sampai rambut terasa bersih ( cirinya Rambur terasa kesat ). e) Selanjutnya rambut dikeringkan dengan handuk yang kering dan bersih. 2) Pemangkasan dan Penyisiran Rambut a) Untuk Anak Perempuan Pada waktu – waktu tertentu ( misalnya 3 bulan atau 6 bulan sekali ) rambut sebaiknya dipotong atau dipangkas sesuai dengan bentuk kepala dan selera atau model yang diinginkan. Kemudian disisir yang rapi supaya tidak kusut. b) Untuk Anak Laki – laki Pada anak laki – laki untuk memangkas rambutnya bisa 1 – 2 bulan sekali atau menurut keadaan. Selanjutnya rambut disisir dengan rapi supaya tidak kusut dan mudah dirawat b. Perawatan Kulit Seluruh Tubuh Kulit memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga dan memelihara kesehatan tubuh. Cara membersihkan kulit secara keseluruhan umumnya dengan mandi, karena mandi berguna untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada permukaan kulit, menghilangkan bau keringat, merangsang peredaran darah dan syaraf dan mengembalikan kesegaran tubuh. 23 Cara mandi yang benar : 1) Seluruh permukaan kulit disiram dengan air yang dipakai untuk mandi. 2) Seluruh permukaan tubuh atau kulit digosok dengan sabun untuk menghilangkan kotoran yang menempel di kulit terutama pada bagian yang lembab dan bagian yang berlemak ( lipatan telinga, mata kaki, ketiak, lipatan paha, jari kaki, jari tangan dan muka) sampai kotoran hilang. 3) Setelah digosok dengan sabun, seluruh permukaan kulit atau tubuh kemudian disiram dengan air bersih sampai semua sisia sabun yang menempel di kulit terbuang. 4) Keringkan seluruh permukaan tubuh dengan handuk pribadi yang bersih dan kering. c. Memelihara Kebersihan dan Kesehatan Mata 1) Mata sebaiknya dibersihkan setiap hari. 2) Sewaktu – waktu sebaiknya dibersihkan dengan boor water 3% atau air yang sudah dimasak. Caranya ialah dengan menyapukan kapas mulai dari pinggir mata menuju ke arah tengah ( menuju hidung ). Lakukan hal ini berulang – ulang sampai mata terasa bersih 3) Jangan menggosok mata dengan tangan yang kotor, kain atau sapu tangan yang kotor atau sapu tangan orang lain. 24 4) Periksakan mata ke setahun sekali ke dokter spesialis atau petugas kesehatan terdekat. 5) Biasakan membaca pada tempat yang cukup terang dengan jarak mata dan obyek yang dibaca tidak kurang dari 30 cm. (Purnomo,2006). d. Perawatan Gigi Menggosok gigi adalah cara yang umum dianjurkan untuk membersihkan deposit lunak pada permukaan gigi dan gusi. Terdapat tehnik – tehnik yang berbeda untuk membersihkan gigi dan memijat gusi dengan sikat gigi, diantaranya adalah : 1) Tehnik penyikatan gigi harus dapat membersihkan semua permukaan gigi dan gusi secara efisien. 2) Pergerakan dari sikat gigi tidak boleh menyebabkan kerusakan jaringan gusi dan abrasi gigi. 3) Tehnik penyikatan harus sederhana, tepat dan efisien dalam waktu. Frekuensi gosok gigi telah disetujui bahwa gigi sebaiknya dibersihkan 3X sehari. Namun, hal tersebut tidak selalu dapat dilakukan terutama di siang hari karena seseorang mempunyai kesibukan dalam pekerjaan. Lama penyikatan gigi dianjurkan lima menit. Cara menyikat gigi harus sistematis supaya tidak terjadi kerusakan pada gigi. (Depkes RI, 1994). 25 Tekhnik gosok gigi dapat dibedakan menjadi empat yaitu : 1) Tehnik Vertikal ( ke atas ke bawah ) Yaitu kedua rahang tertutup, kemudian permukaan gigi disikat dengan gerakan ke atas dan ke bawah. 2) Tehnik Roll ( menggulung ) Yaitu menempatkan ujung sikat gigi dengan akar dan gagang sikat sejajar occlusal, menempelkan ujung serabut sikat gigi pada gusi dengan sudut 45 , menekan ujung serabut sikat gigi tersebut dengan gerakan memutar ke arah permukaan pengunyah, gerakan ini dilakukan untuk tiap segmen cukup lima kali gerakan. 3) Tehnik Horisontal ( ke kanan ke kiri) Permukaan gigi yang terdekat dengan pipi dan dengan gerakan ke depan ke belakang untuk permukaan pengunyahan gerakan horisontal 4) Tehnik Vibratory ( getaran ) a) Metode Fones Sikat ditempelkan tegak lurus pada permukaan gigi dekat pipi dan bibir dengan gigi atas dan bawah mengatup, sikat digerakkan dalam lingkaran – lingkaran besar sehingga gigi dan gusi rahang atas dan bawah disikat sekaligus. 26 b) Metode Fisiologis Tungkai sikat gigi dipegang secara mendatar dengan bulu– bulu sikat tegak lurus dengan permukaan gigi gerahamnya dari permukaan pengunyahan ke arah gusi sesuai gerakan makanan yang dikunyah (Depkes RI, 1994). e. Perawatan Kuku Kaki dan Tangan Kuku yang kotor dapat menjadi sarang penyakit yang selanjutnya dapat ditularkan kepada bagian tubuh yang lain. Oleh karena itu, baik kuku jari tangan maupun kuku jari kaki harus selalu dipelihara kebersihannya. Ciri – ciri kuku yang baik adalah : 1) Kuku tumbuh dengan baik 2) Kuat 3) Bersih, dan 4) Halus Merawat kuku dapat dilakukan dengan memotong ujung kuku sampai beberapa milimeter dari tempat perlekatan antara kuku dan kulit, potongannya disesuaikan dengan bentuk ujung jari. Kemudian kikirlah tepi kuku yang telah dipotong agar menjadi rapi dan tidak tajam. Setelah kuku dipotong rapi, sebaiknya dilanjutkan dengan pencucian. (Bahara, 2008). Untuk mencuci kuku sebaiknya digunakan air hangat, kemudian kotoran yang ada di bawah kuku dibersihkan dengan 27 sikat sampai bersih seluruhnya setelah itu dikeringkan dengan lap atau handuk kecil yang kering dan bersih. (Purnomo, 2006). f. Perawatan Genetalia Untuk anak laki-laki, perawatan organ genetalia dengan mencuci bersih sewaktu mandi. Untuk anak perempuan, pada dasarnya sama dengan anak laki-laki. Namun, untuk anak perempuan yang sudah mendapatkan menstruasi, pembalut yang mereka pakai, sebaiknya tidak terlalu lama dipakai. Paling tidak empat kali ganti dalam sehari atau sesuai dengan kebutuhan dan kebersihan tetap dijaga. (Yudhia, 2007). 4. Dampak yang Sering Timbul pada Masalah Personal Hygiene : a. Dampak Fisik Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata, infeksi pada telinga dan gangguan fisik pada kuku. (Tarwoto dan Wartonah, 2003). b. Dampak Psikososial Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial. (Tarwoto dan Wartonah, 2003). 28 C. Perbedaan Tingkat Kemandirian Personal Higiene Anak di Panti Asuhan dengan Anak dalam Asuhan Keluarga Perkembangan kematangan fisik dan fisiologi bisa ditafsirkan berdasarkan usia skeletal, usia dental, usia sifat, kelamin sekunder dan usia morfologis. Diantara empat indikator tersebut, penilaian morfologis adalah yang paling dilakukan. Perkembangan kemampuan fisik yang tampak pada anak usia 6 sampai 12 tahun ini, selain kekuatan juga fleksibilitas dan keseimbangan. Perkembangan kemampuan gerak adalah sejalan dengan perkembangan koordinasi, fleksibilitas, keseimbangan serta gerak bisa diidentifikasikan berdasarkan peningkatan efisiensi, kelancaran, kontrol dan variasi gerakan serta besarnya tenaga yang bisa disalurkan melalui gerakan. Berbagai gerak dasar dan variasinya yang bisa dilakukan sebelumnya akan mengalami peningkatan kualitas atau mengalami penyempurnaan. Peningkatan kualitas sangat dipengaruhi oleh kesempatan untuk melakukannya. Pada umumnya anak usia ini, baik laki – laki maupum perempuan mengalami peningkatan yang besar dalam minatnya melakukan aktivitas fisik. Mereka memerlukan aktivitas gerak yang beragam yang bisa meningkatkan kemampuan fisik, ketrampilan, kreativitas dan sifat sosialnya. (Widayatun, 1999). Walaupun mengalami perkembangan yang sama, tetapi anak perempuan usia sekolah harus mempersiapkan diri untuk menjalankan peran kodratinya yang pertama yaitu menstruasi. Anak perempuan yang sudah memperoleh menstruasi, berarti Mereka sudah mengalami 29 kematangan organ seksualnya. Mereka membutuhkan perhatian dan pemberian pengertian yang lebih baik, dari segi moral, kesehatan maupun dari segi gizi dan pola makan. (Jatman, 2000). 1. Anak di Panti Asuhan Sepasang mata bening bersinar nakal, berlari riang menggapai harapan, terjatuh, bangun, terjatuh lagi dan bangun lagi. Tawa tangis datang silih berganti dari waktu ke waktu. (Prasetyo, 2007) Masa kanak – kanak datang hanya sekali dalam hidup anak manusia. Akan tetapi, memiliki peranan yang sangat luar biasa bagi pembentukan kualitasnya menginjak dewasa. Keluarga yang umumnya terdiri dari Ayah, Ibu, dan anak- anak merupakan wadah yang ideal bagi persiapan sosok manusia yang kelak akan melanjutkan tongkat estafet sebuah kehidupan. (Prasetyo, 2007) Setiap anak memiliki dambaan keluarga yang utuh. Kasih sayang yang melimpah dari kedua orang tua diiringi bimbingan dan tuntunan niscaya akan menjadikannya sebagai manusia dewasa yang bijaksana dan bermoral. (Prasetyo, 2007). Sosok seorang Ayah yang memiliki tenaga yang besar (kekuatan), kehebatan dan suara yang dalam, memberikan rasa aman pada anak. (Dharmais, 2008). Kehadiran seorang Ibu memberikan keteduhan sehingga dengan leluasa anak menumpahkan isi hati. Dengan kelembutannya, Ibu akan membalas keluh kesah sang anak dengan tutur kata yang lembut 30 dan hati anak pun merasa tentram. Namun, tidak semua anak merasakan keindahan itu. (Dharmais, 2008). Banyak diantara mereka merasakan pahit – getirnya hidup tanpa Ayah dan Ibu atau keduanya. Anak – anak yang kehilangan orang tua, memahami hidup sebelum waktunya. (Dharmais, 2008). Kenyataan di atas menjadikan Panti Asuhan memiliki makna yang mendalam. Panti Asuhan, dua kata sederhana dengan fungsi yang sangat luar biasa atau paling tidak memiliki sebuah terobosan memecahkan permasalahan masa depan bagi anak – anak terlantar dan tidak mampu. (Prasetyo, 2007). Di Panti Asuhan terdapat beberapa pengasuh, walau dengan jumlah yang terbatas, mereka mencurahkan waktu, tenaga, pikiran, dan harta untuk mengabdikan hidup mereka pada pembinaan yang memanusiakan manusia. Peran yang demikian harus dijalankan secara harmonis agar apa yang menjadi tujuan mereka tercapai. Salah satu yang melaksanakan peran itu adalah peran sebagai pengasuh panti asuhan dari yayasan sosial yang tersentuh dengan keadaan anak – anak yang sudah tidak mempunyai Ayah, Ibu, dhu’afa atau ketiganya. Panti asuhan menjadi salah satu alternatif tempat yang dapat menampung kehidupan mereka. (Dharmais, 2008). Hidup mandiri, penuh rahmat dan barokah menjadi impian masa depan setiap manusia, tak terkecuali anak – anak Panti Asuhan. Artinya, hari esok harus lebih baik dari hari ini. Maka pengasuh panti 31 pun berusaha sekuat tenaga memberi kesempatan belajar melalui pendidikan umum dan rohani, penuh disiplin dan semangat, tetapi tidak otoriter agar anak – anak siap menghadapi masa depannya. (Dharmais, 2008). Menghadapi anak – anak asuh tidak banyak berbeda dengan anak lainnya. Emosi, kenakalan dan kerewelan cukup membuat para pengasuh semakin belajar untuk bersikap lebih bijaksana. Mereka memberikan pengertian pada anak – anak bahwa jika para pengasuh mengingatkan dan memberi pengertian itu sebagai tanda kasih sayang agar mereka tahu mana yang benar dan mana yang salah. (Dharmais, 2008). 2. Anak dalam Asuhan Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama kali seorang anak memperoleh pendidikan. Pendidikan dalam keluarga memberikan keyakinan agama, nilai budaya, yang mencakup nilai moral dan aturan – aturan pergaulan serta pandangan, ketrampilan dan sikap hidup yang mendukung kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kepada anggota keluarga yang bersangkutan. (Shochib, 1998). Bagi banyak orang tua, usia sekolah merupakan usia yang menyulitkan. Yaitu suatu masa dimana anak tidak mau lagi menuruti perintah orang tua dan lebih banyak dipengaruhi oleh teman – teman sebaya. (Hurluck, 1980). 32 Tugas orang tua pada masa ini adalah untuk belajar menghadapi perpisahan atau lebih sederhana, membiarkan anak pergi bersama teman – temannya. Orang tua yang mempunyai perhatian di luar anak mereka, akan merasa lebih mudah membuat perpisahan yang perlahan – lahan. Akan tetapi, dalam contoh – contoh dimana peran Ibu merupakan peran sentral dan satu – satu nya peran yang signifikan dalam kehidupan wanita, maka proses pisah ini merupakan sesuatu yang menyakitkan dan dipertahankan. (Friedman, 1998). 3. Tingkat Kemandirian Personal Higiene Berdasarkan pemaparan pada kedua keadaan di atas terdapat perbedaan kemandirian pada personal higiene. Perbedaan kemandirian personal higiene tersebut disebabkan oleh: a. Latar belakang lingkungan keluarga dan Panti Asuhan Anak yang dibesarkan oleh keluarga lebih terjamin untuk pemenuhan kebutuhan secara individual karena fasilitas yang memadai dan tersedia mencukupi, sehingga setiap anak mempunyai kesempatan untuk tidak menyiapkan sendiri segala kebutuhannya. Sedangkan anak yang tinggal di Panti Asuhan penanganan kesehatan secara individual sangat terbatas. Oleh karena itu, secara individual mereka mengupayakan pemeliharaan kesehatan dimulai dengan adanya usaha mandiri dalam hal personal higiene, mengingat fasilitas dan kemampuan yang tersedia juga terbatas. (Dharmais, 2008). 33 b. Kondisi tempat tinggal yang berbeda Kondisi tempat tinggal yang berbeda sangat mempengaruhi kemandirian anak asuh dalam keluarga dan Panti Asuhan karena ruang gerak anak dalam keluarga lebih leluasa dibandingkan dengan anak yang dibesarkan di Panti Asuhan. Hal ini menjadi salah satu stimulus terhadap proses kemandirian personal higiene anak. (Dharmais, 2008). 34 D. Kerangka Teori Kemandirian Personal Higiene Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian : 1.Tanggun Jawab 2.Mandiri 3.Pengalaman praktis dan akal sehat yang relevan 4.Otonomi 5.Kemampuan memecahkan masalah. 6.Keterampilan praktis 7.Kebutuhan akan Kesehatan yang Baik Tingkat Kemandirian Personal Higiene Faktor-faktor yang mempengaruhi Personal Higiene: 1. Body Image 2. Praktik Sosial 3. Status sosial-ekonomi 4. Pengetahuan 5. Budaya 6. Kebiasaan seseorang 7. Kondisi Fisik Bagan 2.1 Kerangka Konsep Sumber : Parker (2005), Dharmais (2008), Friedman (1998), Hurluck (1995), Widayatun (1999), Prasetyo (2007), Shochib (1998). 35 E. Kerangka Konsep Variabel Bebas Variabel Terikat Anak di panti asuhan Tingkat kemandirian personal higiene Anak dalam asuhan keluarga Tingkat kemandirian personal higiene Bagan 2.2 Kerangka Teori F. Variabel Penelitian 1. Variabel Independent ( Variabel Bebas ) Variabel Independent dalam penelitian ini adalah anak di Panti Asuhan Ar-Rodiyah dan anak dalam Asuhan Keluarga. 2. Variabel Dependent ( Variabel Terikat ) Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat kemandirian personal higiene. G. Hipotesis Penelitian Sesuai dengan kerangka teori yang dikemukakan, maka hipotesis yang diajukan adalah : Ha : Ada perbedaan antara tingkat kemandirian personal higiene pada anak usia 6 – 12 tahun di panti asuhan dengan anak dalam asuhan keluarga di kelurahan sambiroto kecamatan Tembalang Kota Semarang. Ho : Tidak ada perbedaan antara tingkat kemandirian personal higiene pada anak usia 6 – 12 tahun di panti asuhan dengan anak dalam 36 asuhan keluarga di kelurahan sambiroto kecamatan Tembalang Kota Semarang.