MEMBEDAH PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN WANPRESTASI (Sebuah Kajian Elementer Hukum Normatif) -------------------------------------------------------------Drs.H.A.Mukhsin Asyrof, SH.,MH. ◊ Pendahuluan. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 yang merubah dan menambah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, telah memberikan kewenangan baru , disamping memantapkan kewenangan yang lama, kepada Badan Peradilan Agama. Kewenangan baru itu ialah kewenangan untuk mengadili dan menyelesaikan sengketa di bidang ekonomi syari‟ah termasuk di dalamnya sengketa perbankkan syari‟ah. Dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 disebutkan: “Pengadilan agama bertugas dan berwenang meme-riksa, memutus, dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orangyang bergama Islam di bidang: a. Perkawinan; b. Waris; c. Wasiat; d. Hibah; e. Wakaf; f. Zakat; g. Infak; h. Shadaqah; dan i. Ekonomi syari‟ah.” Disampaikan pada Penyegaran Tehnis Judisial Hakim Pengadilan Agama Se Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Pekanbaru di Tanjungpinang, Kepulauan Riau tgl. 16-18 Januari 2008 dan di Tembilahan, Riau, tgl. 11- 13 Februari 2008, dengan sedikit perubahan. ◊ KPTA Pekanbaru Dalam penjelasan terhadap Pasal 49 tersebut ditegaskan bahwa: “Penyelesaian sengketa tidak hanya dibatasi di bidang perbankkan syari‟ah, melainkan juga di bidang ekonomi syari‟ah lainnya”. Yang dimaksud dengan “antara orang-orang yang beragama Islam” adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan ketentuan Pasal ini. Selanjutnya, dalam Penjelasan Pasal 49 huruf (i) dijelaskan: Yang dimaksud dengan “ekonomi syari‟ah” adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari‟ah, antara lain meliputi: bank syari‟ah; lembaga keuangan mikro syari‟ah; asuransi syari‟ah; reasuransi syari‟ah; reksadana syari‟ah; obligasi syari‟ah dan surat berharga berjangka menengah syari‟ah; sekuritas syari‟ah; pembiayaan syari‟ah; pegadaian syari‟ah; dana pensiun lembaga keuangan syari‟ah;dan bisnis syari‟ah. Sudah seharusnya, kewenangan baru ini dipelajari dan difahami benar oleh para hakim Peradilan Agama secara bersungguh sungguh. Pemilihan materi penyegaran dengan pokok bahasan perbuatan melawan hukum dan wanprestasi, adalah dalam rangka mengawali kegiatan studi ekonomi syari‟ah, sebagai langkah persiapan mengemban kewenangan baru tersebut. Seperti diketahui, sengketa ekonomi syari‟ah, khusus nya perbankkan syar‟iah, dalam sistimatika hukum perdat a terutama berada dalam lingkup Buku III Kitab UndangUndang Hukum Perdata (KUHPdt= Burgerlijke Wetboek= BW) tentang perikatan (van Verbintenissen) disamping Buku II H.A.Mukhsin Asyrof : Membedah Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt= Burgerlijke Wetboek= BW) tentang benda (van Zaken), serta Buku III Kitab Undang- Undang Hukum Dagang (KUHD= Wetboek van Kophandel) tentang Kepailitan. Sedangkan bagian pokok dari hukum perikatan khususnya yang berkaitan dengan sengketa ekonomi syari‟ah adalah tentang perbuatan melawan hukum (PMH) dan wanprestasi. Sistimatika Hukum Perdata Materiel. Sebelum mengkaji lebih lanjut, tentang perbuatan melawan hukum dan wanprestasi, dipandang perlu mengkaji ulang sistimatika hukum perdata, agar pengetahuan kita tentang perbuatan melawan hukum dan wanprestasi berada dalam suatu bingkai yang utuh dan sistimatis. Menurut Prof. Dr. Ny. Sri Soedewi,SH, (Hukum Perdata, Hu-kum Benda, hal. 1) , hukum perdata adalah hukum yang meng-atur kepentingan antara warganegara perseorangan yang satu dengan warganegara perseorangan yang lain. Dapat pula disebutkan bahwa, hukum perdata (hukum privat /hukum sipil) adalah aturan-aturan atau norma-norma yang mengatur hubungan antar perorangan dalam masyarakat dalam bentuk hak dan kewajiban yang pemenuhannya dapat dipaksakan dengan bantuan penguasa. Hukum perdata mempunyai dua pengertian: luas dan sempit. Dalam pengertian yang luas dia mencakup hukum perdata dalam arti sempit ditambah hukum dagang. Hukum dagang sumber utamanya adalah KUHD (Wetboek van Kophandel= W.v.K.). Selanjutnya hukum perdata dalam arti sempit hanya mencakup hukum perdata saja sebagai lawan dari hukum dagang, yang dapat dibedakan kepada hukum perdata materiel yang bersumber pokok pada KUHPdt (Kitab UndangH.A.Mukhsin Asyrof : Membedah Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi 3 Undang Hukum Perdata= Burgerlijke Weboek= BW); dan hukum perdata formeel (hukum acara perdata) yang bersumber pada HIR (Herziene Indo-nesische Reglement) dan RBg. (Reglement Buiten Gewesten) . Pokok bahasan kita ada pada hukum perdata materiel. Dalam sisitimatika KUHPdt. (BW) hukum perdata materiel terbagi dalam empat buku, yakni: a. Buku I tentang orang (van personen) yang berisi hukum perorangan (personen recht) dan hukum keluarga (familie recht) b. Buku II tentang benda (van zaken) yang berisi hukum kebendaan (zakenrecht) dan hukum kewarisan (erfrecht); c. Buku III tentang perikatan/ perutangan (van verbintenissen); d. Buku IV tentang bukti dan kedaluwarsa (van bewijs en verjaring) 2. Menurut materiel sistimatika ilmu hukum, hukum perdata terdiri dari: a. Hukum perorangan/ badan pribadi (personenrecht) yakni hukum yang mengatur segala sesuatu tentang pribadi/ manusia sebagai subjek hukum, seperti tentang subjek hukum, kecakapan bertindak dalam hukum (melaksanakan hak), kedewasaan, tempat tinggal/ domisili dll b. Hukum Keluarga (familierecht), yakni hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukum yang timbul dari kehidupan keluarga/rumahtangga, seperti: hukum perkawinan termasuk hubungan hukum kekayaan antara suami1 Menurut Vollmar (I/ 1983), hukum Acara Perdata masuk dalam kelompok Hukum Perdata dalam arti luas (hal. 4), sedangkan menurut Ridwan Halim (1986; hal. 12) masuk dalam kelompok Hukum Perdata dalam arti sempit. 2 Sebenarnya bukti dan kedaluwarsaan ini masuk hukum perdata formel. H.A.Mukhsin Asyrof : Membedah Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi 4 isteri, kekuasaan orangtua (hubungan antara orangtua dan anak), perwalian, curatele3, perceraian dan sebagainya. c. Hukum Harta Kekayaan (vermogensrecht) yakni hukum yang mengatur hubungan hukum yang berkaitan dengan harta kekayaan dan yang berkaitan dengan itu (hukum perikatan). Dengan kata lain mengatur hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Jadi mencakup zakenrecht dan verbintenissen-recht. d. Hukum kewarisan (erfrecht) yakni hukum yang mengatur peralihan harta kekayaan berkaitan dengan adanya kematian. Jadi sebenarnya hukum kewarisan berkaitan erat dengan hukum harta kekayaan (vermogensrecht) yang dihubungkan dengan hukum kekeluargaan (familierecht) dan kematian. Dapat juga disebutkan bahwa, hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur akibat hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.4 Hukum Perikatan (Perutangan/ Verbintenissenrecht) Dalam bahasa Indonesia, Verbintenissenrecht sering disebut hukum perikatan atau hukum perutangan. Hukum peri-katan adalah aturan yang mengatur hubungan hukum dalam lapangan hukum harta kekayaan (vermogen recht) antara dua orang atau lebih, yang memberi hak (recht) pada salah pihak (schuldeiser= kreditur) dan memberi kewajiban (plicht) pada pihak yang lain (schuldenaar= debitur) atas sesuatu prestasi. 5 3 Curatele= pengampuan terhadap orang dewasa yang dianggap tidak cakap bert indak hukum, misalnya karena gila, boros dsb. 4 Sri Sudewi; Hukum Perdata : Hu ku m Benda, 1981, hal. 2; Subekti: Pokok -Pokok Hukum Perdata; 2003, cet. XXXI, PT. Intermasa, hal. 16- 17. 5 Bandingkan: R.Setiawan, Pokok- Pokok Hukum Perikatan, 1977, hal. 1-2.; Yahya Harahap: `Segi- Segi Hukum Perjanjian, 1986, II, Alumni, Bandung, hal. 6. H.A.Mukhsin Asyrof : Membedah Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi 5 Subjek perikatan adalah mereka yang memperoleh hak (schuldeiser= kreditur) dan mereka yang dibebani kewajiban (schuldenaar= debitur) atas suatu prestasi. Pada prinsipnya, semua orang, baik natuurlijke persoon maupun rechts persoon (badan hukum), dapat menjadi subjek perikatan. Objek perikatan (voorwerp der verbintenissen) adalah hak pada kreditur dan kewajiban pada debitur yang dinamakan prestasi. Prestasi tersebut dapat berupa: (a). tindakan memberikan sesuatu (misalnya penyerahan hak milik dalam jual beli, sewa menyewa dll), (b). melakukan suatu perbuatan (misalnya melaksanakan pekerjaan tertentu, dll) atau; (c). tidak berbuat (misal: tidak akan membangun suatu bangunan pada suatu bidang tanah tertentu, dll.) (Baca: Pasal 1234 KUHPdt.). Pasal 1233: Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, maupun karena undang-undang. Pasal 1234: Tiap-tiap perikatan adalah untuk membe rikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu. 6 Dalam suatu perikatan pasti terdapat hak dan kewajiban, namun tidak semua hak dan kewajiban merupakan perikatan dalam arti hukum. Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang diatur dan diakui hukum (dalam Buku II) yang berkaitan dengan lingkup hukum kekayaan (vermogenrecht). Hubungan hukum yang bersifat hukum keluarga (familierecht) seperti kewajiban suami isteri, tidak termasuk dalam perikatan.7 6 Subekti, Tjitrosudibio; Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, 1990, cet. Ke 23; Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 269) 7 Dalam suatu diskusi kecil, diajukan suatu pertanyaan, apakah seorang suami yang tidak membayar nafkah isteri dapat d isebut melakukan suatu perbuatan melawan hukum (PMH). Jawaban sementara, secara yuridis, tidak. Karena kewajiban suami isteri berada dalam lingkup familie recht (Buku I), sedangkan perbuatan melawan hukum berada dalam lingkup hukum perikatan (verbintenissen recht= Buku II). H.A.Mukhsin Asyrof : Membedah Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi 6 Namun ada beberapa hubungan hukum dalam hukum keluarga yang mempunyai sifat hukum harta kekayaan, misalnya wasiat, sehingga memungkinkan penerapan ketentuan umum hukum perikatan (verbintenissen recht).8 Untuk menentukan apakah hubungan hukum itu masuk dalam hukum perikatan atau tidak, pada umumnya para sarjana menggunakan ukuran apakah hubungan hukum itu dapat dinilai dengan sejumlah kerugian yang diakibatkan uang, yakni apakah wanprestasi atau akibat suatu perbuatan melawan hukum itu dapat diukur dengan sejumlah uang atau tidak, (bernilai ekonomis atau tidak). Namun demikian dalam perikatan ada hubungan hukum yang tidak dapat dinilai dengan uang, dan hal ini dianggap sebagai suatu pengecualian. 9 Sumber perikatan. Hubungan hukum dalam perikatan tidak bisa timbul dengan sendirinya, melainkan harus didahului oleh adanya tindakan hukum (rech-handeling) yang dilakukan pihak-pihak, sehingga menimbulkan hak di satu sisi dan kewajiban pada pihak lain. Suatu perikatan terjadi karena adanya perjanjian / persetujuan atau karena tindakan yang sesuai atau tidak sesuai dengan undang-undang. Dengan demikian, sumber perikatan itu ada dua, yakni: perjanjian dan undang-undang (Baca: Pasal 1233 KUHPdt.di atas). Perikatan yang timbul karena undang-undang dibedakan kepada dua macam: a. karena undang-undang saja, adalah perikatan yang timbul oleh hubungan kekeluargaan, yang terdapat pada Buku I KUHPdt., seperti kewajiban alimentasi (biaya /tunjangan nafkah hidup seperti dimaksud Pasal 8 9 Setiawan: op cit, hal. 2 Setiawan: op cit, hal. 2 – 3. H.A.Mukhsin Asyrof : Membedah Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi 7 227 KUHPdt. atau biaya pemeliharaan dalam Pasal 45 UU.No.1/ 1974, nafkah cerai dll.), atau kewajiban seorang anak yang mampu untuk memberi nafkah kepada orangtuanya yang miskin, dll. 10 dan buren-recht (hukum berketetanggaan= Pasal 625 dst, Buku II Bab ke empat KUHPdt.). Pasal 227KUHPdt.: Kewajiban memberi tunjangan naf kah berakhir dengan meninggalnya si suami atau si isteri. Pasal 625 KUHPdt.: Antara sesama pemilik- pemilik pekarangan yang satu dengan yang lain bertetanggaan, berlaku beberapa hak dan kewajiban, baik yang berpangkal pada letak pekarangan mereka karena alam, maupun yang berdasar atas ketentuan-ketentuan undang-undang. b. Karena perbuatan manusia, yang dibagi dua, yakni: (1).Perbuatan menurut hukum (misal: zaakwarneming11 = perwakilan sukarela Psl. 1354-1358 KUHPdt; onvershuldigde betaling=pembayaran yang tidak diwajibkan. (2). Perbuatan melawan hukum (PMH). 12 Sedangkan perikatan atas dasar persetujuan atau atas dasar perjanjian juga pada dasarnya terbagi dua: yakni yang dipenuhi, dan yang tidak dipenuhi (=wanprestasi). Dalam bahasan kita sekarang ini yang akan dibicarakan adalah, perbuatan melawan hukum dan wanprestasi karena kedua hal inilah yang menjadi sebab terjadinya sengketa di pengadilan dalam hukum perikatan. 10 Subeki, Pokok-Pokok Hukum Perdata, op cite, hal. 132. Zaakwarneming adalah suau perbuatan, dimana seseorang secara suka rela menyediakan dirinya untuk mengurus kepentingan oranglain, dengan perhitungan dan resiko untuk orang lain tersebut (Pasal 1354 KUHPdt).. 12 Vollmar: Pengantar Studi Hukum Perdata, II, cet. I, 1984, Rajawali, Jakar-ta, hal. 71- 72. Vide: Setiawan: Pokok- Pokok Hukum Perikatan, cet. I, 1977, Bina-cipta, Bandung, hal. 12- 13. 11 H.A.Mukhsin Asyrof : Membedah Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi 8 Perbuatan Melawan Hukum (Onrechmatigedaad= o.d) Perkembangan Pengertian PMH. Meskipun Pasal 1365 dan Pasal 1366 KUHPdt. mengatur tentang tuntutan ganti rugi akibat adanya perbuatan melawan hukum, namun, kedua pasal tersebut tidak menyebutkan apa yang dimaksud dengan „perbuatan melawan hukum‟ itu. Pengertian „per- buatan melawan hukum‟ diperoleh melalui yurisprudensi, yang menunjukkan adanya perkembangan penafsiran yang sangat penting dalam sejarah hukum perdata. Karena hukum perdata kita berasal dari hukum perdata Nederland/ Belanda, maka dalam penafsiran ini, kitapun masih harus berkiblat kesana. Kedua pasal tersebut berbunyi sebagai berikut: Pasal 1365: ”Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Pasal 1366 : “Setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya”13 Menurut para ahli dalam Pasal 1365 di atas, mengatur per-tanggungjawaban yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hu-kum baik karena berbuat (positif = culpa in committendo) atau karena tidak berbuat (pasif= culpa in ommittendo). Sedangkan Pasal 1366 mengatur pertanggungjawaban yang diakibatkan oleh kesalahan karena kelalaian (onrechtmatige nalaten).14 13 Subekti dan Tjitrosudibio: op cit, hal. 288- 289. Moegni Djojodirdjo: Perbuatan Melawan Hukum , cet. II, 1982, Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 27. 14 H.A.Mukhsin Asyrof : Membedah Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi 9 PERIKATAN (Psl. 1233 KUHPdt.) UNDANG-UNDANG PERJANJIAN (Psl. 1352KUHPdt.) DIPENUHI UNDANG-UNDANG DAN PERBUATAN MANUSIA (Psl. 1253KUHPdt.) PERBUATAN MENURUT HUKUM WANPRESTASI UNDANG-UNDANG SAJA PERBUATAN MELAWAN HUKUM (Psl. 1365 KUHPdt.) Moegni Djojodirjo dalam bukunya „Perbuatan Melawan Hukum‟ menyebutkan bahwa, perkembangan penafsiran penger-tian „perbuatan melawan hukum‟ terbagi dalam tiga fase, sebagai berikut: a) masa antara tahun 1838 sampai tahun 1883. b) Masa antara tahun 1883 sampai tahun 1919. c) Masa sesudah tahun 1919. 15 Adanya kodifikasi sejak tahun 1838 membawa perubahan besar terhadap pengertian perbuatan melawan hukum (onrecht-matigedaad) yang diartikan pada waktu itu sebagai on wetmatigedaad (perbuatan melanggar undang-undang) yang berarti bahwa suatu perbuatan baru dianggap melanggar hukum, bilamana per-buatan tersebut bertentangan dengan 15 Moegni Djojodirdjo: op cit, hal. 28 – 30. H.A.Mukhsin Asyrof : Membedah Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi 10 undang-undang.16 Pengertian sempit ini sangat dipengaruhi oleh aliran legisme dalam filsafat hukum. Setelah tahun 1883 sampai sebelum tahun 1919, pengertian perbuatan melawan hukum diperluas sehingga mencakup juga pelanggaran terhadap hak subjektif orang lain17. Dengan kata lain, perbuatan melawan hukum (PMH) adalah berbuat atau tidak berbuat yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku atau melanggar hak subjektif orang lain. Dalam hal ini, Pasal 1365 KUHPdt. diartikan sebagai perbuatan/ tindakan melawan hukum (culpa in committendo) sedangkan Pasal 1366 difahami sebagai perbuatan melawan hukum dengan cara melalaikan (culpa in ommittendo), meskipun juga diakui dalam Pasal 1365 juga terdapat pengertian culpa in ommittendo .18 Apabila suatu perbuatan (berbuat atau tidak berbuat) tidak melanggar hak subjektif orang lain atau tidak melawan kewajiban hukumnya/ tidak melanggar undang-undang, maka perbuatan tersebut tidak termasuk perbuatan melawan hukum. Pendirian seperti ini terlihat dalam Putusan Hoge Raad (Mahkamah Agung Belanda) tentang Singernaiimachine Mij Arrest tanggal 6 Januari 1905 dan Waterkraan Arrest tanggal 10 Juni 1910. Singernaaimachine Mij Arrest, 6 Januari 1905. Maatschappij Singer yang menjual mesin jahit merk Singer tersaingi oleh toko lain yang menjual mesin jahit merk lain yang berada diseberang jalan, dengan cara memasang reklame di depan tokonya berbunyi “Verbeterde Singernaaimachine Mij” (Tempat Perbaikan Mesin Jahit Singer). Akibat reklame ini, orang menyangka bahwa toko tersebut menjual 16 Moegni Djojodirdjo: op cit, hal. 28, 17 Apa yang dimaksud dengan ‘hak subjektif’ lihat di bawah. 18 Moegni Djojodirdjo: op cit, hal. 28- 30, vide: Rachmat Setiawan: Tinjauan Elem enter Perbuatan Melanggar Hukum , cet. I, 1991, Binacipta, Bandung, hal. 7. H.A.Mukhsin Asyrof : Membedah Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi 11 mesin jahit merk Singer yang asli, sehingga toko Singer asli menjadi sepi pembeli. Toko Singer asli menuntut toko penjual mesin jahit palsu tersebut berdasarkan Pasal 1401 NBW/ Pasal 1365 KUHPdt., tetapi Hooge Raad menolak gugatan tersebut karena berpendirian toko Singer palsu tersebut tidak melanggar undang- undang maupun hak subjektif orang lain. 19 Waterkraan Arrest tanggal 10 Juni 1910. Pada suatu malam yang sangat dingin, di bulan Januari 1909 kran air di gudang bawah milik Nijhof di Kota Zutphen, pecah. Gudang itu berisi dagangan berupa sejumlah kulit. Kran induk ada di ruang atas yang disewa dan ditempati Nona de Vries. Nona de Vries menolak menutup kran tersebut, sehingga gudang Nijhof kebanjiran dan barang dagangannya rusak. Asuransi menutup kerugian Nijhof, tetapi kemudian pihak asuransi menuntut ganti kerugian kepada Nona de Vries atas dasar perbuatan melawan hukum. Nona de Vries menolak pendirian bahwa dia telah melakukan perbuatan melawan hukum. Gugatan tersebut ditolak di tingkat kasasi, karena Hoge Raad berpendirian sikap pasif Nona de Vries bukan merupakan pelanggaran terhadap hak subjektif Nijhof, dan bukan pula sebagai perbuatan melanggar undang-undang/ melawan hukum. Putusan ini juga sering disebut sebagai Zutphense Juffrouw Arrest. 20 Perkembangan yang spektakuler dan monumental terhadap pengertian „perbuatan melawan hukum‟ terjadi pada 19 Moegni Djojodirdjo: op cit, hal. 20; Setiawan, op cit, 1977, hal. 75.; Rachmat Setiawan: op cit, hal.8 – 9. 20 Setiawan: Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata,cet. I, 1992, Alumni, Bandung, hal. 248; Moegni Djojodirdjo, op cit, hal.20. Mahkamah Agung R.I.: Rangkum an Sidang Paripurna Penem uan Hukum dan Pem ecahan Masalah Hukum ; 1995, hal.20 H.A.Mukhsin Asyrof : Membedah Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi 12 tahun 1919 dengan Putusan Hoge Raad dalam kasus Lindenbaum lawan Cohen pada tanggal 31 Januari 1919, yang terkenal dengan nama Standaard Arrest atau Drukkers Arrest (Putusan tentang Percetakan) , sebagai berikut. Samuel Cohen dan Max Lindenbaum masing-masing pengusaha percetakan. Pada suatu ketika, Cohen membujuk salah seorang pegawai Lindenbaum untuk membocorkan daftar nama pelanggan Lindenbaum dan daftar harga-harga, dan menggunakan daftar tersebut untuk kemajuan usahanya sendiri. Akibatnya usaha Lindenbaum mundur dan mengalami kerugian. Kecurangan ini akhirnya diketahui Lindenbaum dan dia menuntut ganti rugi kepada Cohen atas dasar perbuatan melawan hukum. Akan tetapi Cohen membantah gugatan itu atas dasar pendapat bahwa dia tidak melakukan perbuatan melawan hukum karena undang-undang tidak melarangnya. Pengadilan tingkat pertama (Rechtbank) memenangkan gugatan Lindenbaum, tetapi di tingkat banding dia dikalahkan oleh Pengadilan Tinggi (Gerechtshof). Ditingkat kasasi kembali Lindenbaum dimenangkan oleh Hoge Raad dengan alasan bahwa pengadilan tinggi telah menafsirkan pengertian perbuatan melawan hukum dalam arti yang sempit, yakni hanya sekedar melawan undang-undang. Sedangkan menurut Hoge Raad, pengertian perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) harus diartikan sebagai berbuat atau tidak berbuat yang memperkosa hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat, atau kesusilaan, atau kepatutan dalam masyarakat, baik terhadap diri atau benda orang lain.21 21 Setiawan: Pokok- Pokok Hukum Perikatan, op cit, hal. 77- 78.; Moegni Djojo-dirdjo, op cit, hal.25- 26.; Rachmad Setiawan: op cit, hal. 10- 11.; Mahkamah Agung R.I.: op cit; 1995, hal.21 H.A.Mukhsin Asyrof : Membedah Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi 13 Putusan Hoge Raad ini merupakan momentum terpenting dalam sejarah perkembangan BW sejak berlakunya pada tahun 1883, sehingga oleh Meijers putusan tersebut dinilai sama bobotnya dengan menambahkan satu Buku pada BW 22. Unsur-Unsur PMH. Berdasarkan perkembangan pengertian tentang perbuatan melawan hukum (PMH= onrechtmatigedaad), di atas, maka terdapat empat kriteria dari perbuatan melawan hukum itu, yakni : (a) bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku (b) melanggar hak subjektif orang lain. (c) Melanggar kaidah kesusilaan (d) Bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian, serta kehati-hatian (pa-ti-ha).23 Kriteria pertama di atas menentukan bahwa perbuatan melawan hukum itu adalah perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban si pelaku. Tetapi tidak semua perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban si pelaku dapat dituntut ganti kerugian. Untuk dapat dituntut ganti kerugian, disyaratkan: (a). kepentingan penggugat benar-benar terkena/ terancam oleh pelanggaran (PMH) tersebut. Seseorang yang menerobos lampu merah, dia telah melakukan pelanggaran undang - undang secara pidana, tetapi belum dapat disebut melakukan PMH secara perdata selama tidak ada orang yang dirugikan secara materiel. (b). ke dua: kepentingan penggugat memang dilindungi oleh kaidah / peraturan perundang-undangan yang dilanggar itu (schutz-norm theorie). Untuk memahami ini, perhatikan putusan Hoge Raad yang 22 23 terkenal dengan nama Tandartsen Arrest Setiawan: Ibid, hal. 247. Setiawan: Ibid,, hal. 251 H.A.Mukhsin Asyrof : Membedah Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi 14 (Putusan doker gigi) tanggal 17 Januari 1958 sebagai berikut: Di kota Tilburg, Belanda, pada waktu itu ada 15 orang dokter gigi yang berpraktek di suatu jalan dengan izin resmi pemerintah. Pada suatu waktu datang berpraktek di jalan tersebut, seorang tukang gigi yang berpraktek sebagai dokter gigi tanpa izin resmi. Praktek tukang gigi ini laris yang mengakibatkan praktek dokter gigi resmi menjadi sepi. Ketika ketahuan bahwa tukang gigi ini berpraktek tanpa izin, maka dia diadukan secara pidana dan digugat secara perdata. Berdasar Pasal 436 NWvS (Pasal 512 KUHP) tukang gigi tersebut dipidana karena terbukti bersalah menjalankan pekerjaan tanpa izin yang menurut peraturan perundang-undangan harus pakai izin. Bagaimana dengan gugatan ganti rugi yang diajukan para dokter gigi itu?. Pengadilan Tinggi menghukum tukang gigi itu untuk mengganti kerugian karena dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan pelanggaran terhadap Pasal 436 NWvS (Pasal 512 KUHP) di atas. Namun putusan ini dibatalkan oleh Mahkamah Agung (Hoge Raad) dengan alasan bahwa peraturan yang dilanggar oleh tukang gigi tersebut (Pasal 512 KUHP) diadakan dengan tujuan untuk melindungi kesehatan masyarakat umum, bukan untuk melindungi para dokter gigi tersebut terhadap per- saingan curang. Seorang dokter gigi yang menurun jumlah pasiennya karena praktek tak berizin dari si tukang gigi tersebut, tidak dapat mengajukan tuntutan ganti rugi atas dasar perlindungan yang diberikan oleh Pasal 512 KUHP di atas. H.A.Mukhsin Asyrof : Membedah Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi 15 (c). kepentingan tersebut masuk dalam lingkup kepentingan yang dimaksud untuk dilndungi oleh ketentuan Pasal 1365 KUHPdt. tersebut; (d). pelanggaran kaidah tersebut bertentangan dengan kepatutan terhadap penggugat dengan juga memperhatikan sikap dan kelakuan si penggugat itu sendiri; (e). tidak ada alasan pembenar maupun alasan pemaaf menurut hukum. 24 Selanjutnya, mengenai hak subjektif orang lain, berdasar yurisprudensi mencakup: (a). hak-hak kebendaan serta hak-hak absolute lainnya seperti hak eigendom (hak milik), erfpacht (hak guna usaha), hak oktroi (hak yang diberikan atas permohonan kepada seseorang yang menemukan sesuatu/ hal yang baru), dan sebagainya. (b). hak-hak pribadi (hak integritas pribadi dan integritas badaniah, kehormatan serta nama baik, dsb.). (c). hak-hak khusus, seperti hak penghunian yang dimiliki seorang penyewa. Kriteria ke tiga dari PMH adalah pelanggaran terhadap kaidah kesusilaan, yakni kaidah-kaidah moral sejauh yang diterima oleh masyarakat sebagai kaidah hukum tidak tertulis (perhatikan kasus Lindenbaum versus Cohen di atas). Kriteria ke empat juga diambil dari kaidah tidak tertulis, suatu perbuatan atau tidak berbuat digolongkan kepada perbuatan melawan hukum jika bertentangan dengan kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulannya dengan sesama warga masyarakat atau terhadap barang milik orang lain. 24 Setiawan: Ibid, hal. 253 H.A.Mukhsin Asyrof : Membedah Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi 16 Untuk memahami kriteria ke empat ini, marilah diperhatikan kasus sebagai berikut. Pada suatu hari tanggal 6 Juni 1975, de Rijk seorang petugas pemungut sampah Kotamadya Kamerik, Belanda, seperti biasa mengumpulkan kantong-kantong sampah dari pinggir-pinggir jalan dan melemparkannya ke atas truk yang dikemudikan oleh temannya. Malang baginya ketika mesin pengepres di atas t ruk bekerja, dari salah satu kantong sampah tersebut menyembur cairan yang mengenai matanya yang mengakibatkannya buta sebelah. Ternyata dalam salah satu kantong sampah tersebut ada ember plastik kecil berisi cairan natroonlog, sejenis zat kimia untuk pembersih yang berbahaya bagi mata manusia. Hasil penyelidikan menemukan bahwa ember cairan ter-sebut berasal kantor Balaikota yang sehari sebelumnya mela-kukan pembersihan. Petugas kebersihan kantor tersebut mene-mukan sebuah ember plastik kecil berisi cairan yang telah berada disana kurang lebih dua tahun dan tidak pernah dipergunakan. Petugas kebersihan tersebut menyangka ember tersebut berisi soda dan meminta izin kepada pengawas di balaikota tersebut untuk membuangnya. Pengawas itu memberi izin. Pengawas tersebut baru bekerja di kantor itu sejak November 1974, dan juga tidak tahu apa isi ember plastik tersebut. Petugas memasukkan kebersihan ember tersebut setelah ke memperoleh kantong sampah izin, dan meletakkannya di halaman kantor seperti biasanya. Dalam persidangan, Hoge raad menyatakan petugas keber-sihan dan pengawas kantor Balaikota tersebut telah melakukan perbuatan melawan hukum karena tindakannya dianggap berten-tangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian. 25 25 Setiawan; Aneka m asalah…; op cit, hal. 267- 268. H.A.Mukhsin Asyrof : Membedah Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi 17 Berdasarkan uraian di atas, dan bunyi Pasal 1365 KUHPdt. maka suatu tuntutan ganti rugi akibat perbuatan melawan hukum (PMH= onrechtmatigedaad), haruslah memenuhi unsur- unsur sebagai berikut: (1) adanya perbuatan melawan hukum (2) harus ada kerugian yang ditimbulkan (3) harus ada hubungan kausalitas (sebab akibat) antara perbuatan melawan hukum dan kerugian. (4) harus ada kesalahan (5) Schutznorm. Alasan 26 Pembenar (Rechtvaardigingsgronden). Seperti juga dalam tindakan pidana, meskipun terbukti melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) seseorang tidak dapat dituntut jika ada alasan yang membenarkan tindakannya. Alasan pembenar yang menghilangkan sifat melawan hukum dari perbuatan itu, yakni: (1) Keadaan memaksa (overmacht) (Pasal 1245 KUHPdt.). (2) Pembelaan terpaksa (noodweer) (3) Melaksanakan undang- undang; (4) Perintah atasan.27 Alasan Pemaaf (Schulduitsluitingsgronden). Adalah hal-hal yang menghilangkan sifat bersalah dari pelaku, sehingga pelaku tidak dapat dapat dimintai pertanggung-jawaban. Alasan pembenar di atas juga dapat menjadi alasan pemaaf. 26 Setiawan: Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Mahkamah Agung R.I.: op cit; 1995, hal.21 27 Rachmat Setiawan, op cit, hal. 15- 17 op cit, hal. 73; H.A.Mukhsin Asyrof : Membedah Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi 18 Perbuatan Melawan Hukum oleh Badan Hukum. Praktek peradilan menerima bahwa badan hukum (recht- persoon) dapat melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) oleh karenanya dapat dimintai pertanggungjawaban berdasar Pasal 1365 KUHPdt. Dalam berbuat , tindakan badan hukum dilakukan oleh orang-orangnya atau organnya. Tetapi tidak semua tindakan orang dari badan hukum tersebut merupakan tindakan badan hukum, bergantung pada bentuk hubungan antara orang tersebut dengan badan hukum itu28 Secara singkat, pertanggungjawaban tersebut dapat dirinci sebagai berikut: (1) Untuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh organ badan hukum, pertanggungjawabannya didasarkan pada Pasal 1365 KUHPdt. (2) Untuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seorang wakil dari badan hukum yang mempunyai hubungan kerja dengan badan hukum itu, dapat dipertanggungjawabkan berdasar Pasal 1367 KUHPdt. (3) Untuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh organ yang memunyai hubungan kerja dengan badan hukum, untuk pertanggungjawabannya dapat dipilih Pasal 1365 atau Pasal 1367 di atas.29 Wanprestasi (hasil yang buruk= breach of contract). Sebagaimana telah disebutkan bahwa salah satu sumber terjadinya perikatan adalah adanya persetujuan atau perjanjian. Prestasi yang diharapkan dalam suatu perjanjian 28 29 Setiawan: Pokok- Pokok Hukum Perikatan, op cit, hal. 86 Setiawan: Pokok- Pokok Hukum Perikatan, op cit, hal. 87 H.A.Mukhsin Asyrof : Membedah Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi 19 sebagaimana telah disebutkan (Pasal 1234 KUHPdt) dapat berbentuk: (1) tindakan memberikan sesuatu (misalnya penyerahan hak milik dalam jual beli, sewa menyewa dll), (2) melakukan suatu perbuatan (misalnya melaksanakan peker-jaan tertentu, dll) atau (3) untuk tidak berbuat (misal: tidak akan membangun suatu bangunan pada suatu bidang tanah tertentu, dll.). Pasal 1234 KUHPdt.: Tiap- tiap perikatan adalah untuk : memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu Pasal 1313 KUHPdt.: Suatu persetujuan (perjanjian) adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikat kan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Pasal 1320 KUHPdt.:Untuk sahnya persetujuan-persetujuan (perjanjian- perjanjian) diperlukan empat syarat: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Pasal1321 KHPdt: Tiada suatu kesepakatan yang sah apabila kesepakatan itu diberikan karena kekhilafan,atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan. Pasal 1313 KUHPdt. menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Sedangkan tentang syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KHPdt. yaitu: 1). Adanya kesepakatan. Untuk adanya kesepakatan diperlukan kemauan yang bebas. Dalam Pasal 1321 KUHPdt. dinyatakan bahwa suatu perjanjian tidak mempunyai kekuatan mengikat jika terkandung di dalamnya kekhilafan (dwaling), paksaan (dwang) dan penipuan (bedrog). Dalam hal ini berlaku asas kebebasan berkontrak ( beginsel der contractsvrijheid) yang diserap dalam Pasal 1338 KUHPdt. H.A.Mukhsin Asyrof : Membedah Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi 20 2). Kecakapan bertindak. Artinya keduabelah pihak yang melakukan pernjanjian haruslah orang yang menurut hukum dipandang cakap untuk bertindak sendiri. Dalam Pasal 1130 KUHPdt. disebutkan orang-orang yang dipandang tidak cakap bertindak hukum, adalah: orang di bawah umur (minderjarig), orang yang dibawah pengawasan (curatele) dan perempuan yang telah kawin30. 3). Atas suatu hal tertentu. Artinya, apa yang diperjanjikan haruslah dinyatakan dengan cukup jelas atau tertentu. Hal ini diperlukan untuk menetapkan kewajiban yang berhutang jika terjadi perselisihan. 4). Sebab (kausa= tujuan= oorzaak) yang halal. Menurut Subekti, berdasarkan riwayat, yang dimaksud dengan kausa atau sebab yang dimaksudkan disini adalah „tujuan’ dari perjanjian itu sendiri. Yakni apa yang dikehendaki oleh kedua belah pihak dengan mengadakan perjanjian itu sendiri31. Pasal 1335 KUHPdt. menyebutkan bahwa suatu perjanjian yang tidak mempunyai kausa atau dibuat dengan suatu kausa yang palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan hukum. Kausa yang tidak diperbolehkan (tidak halal) adalah kausa yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum. Selanjutnya, apabila suatu perjanjian tidak terpenuhi, maka terjadilah apa yang disebut wanprestasi . Wanprestasi adalah pelaksanaan perjanjian yang tidak tepat waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya atau tidak dilaksanakan sama sekali.32 30 Ketentuan tentang perempuan yang telah nikah dianggap tidak cakap bertindak (khusus bagi mereka yang tunduk pada BW), telah hapus dengan lahirnya UU.No. 1 Tahun 1974. 31 Subekti, Pokok, op cite, hal.136-137. 32 Yahya Harahap: op cit., hal. 60. H.A.Mukhsin Asyrof : Membedah Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi 21 Dengan demikian wanprestasi dapat berbentuk: a. debitur tidak memenuhi prestasi pada waktunya (terlambat); b. debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali; c. debitur memenuhi prestasi dengan tidak baik (tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.33 Apabila debitur melakukan wanprestasi, maka dia dapat dituntut untuk: 1) pemenuhan perjanjian; 2) pemenuhan perjanian ditambah ganti rugi; 3) ganti rugi 4) pembatalan perjanjian timbal balik; 5) pembatalan dengan ganti rugi. 34 Kewajiban membayar ganti rugi (schade vergoeding) tersebut tidak timbul seketika terjadi kelalaian, melainkan baru efektif setelah debitur dinyatakan lalai (ingebrekestelling) dan tetap tidak melaksanakan prestasinya. Hal ini diatur dalam Pasal 1243 KHPdt. Sedangkan bentuk pernyataan lalai tersebut diatur dalam Pasal 1238 KUHPdt. yang pada pokoknya menyatakan: a. Pernyataan lalai tersebut harus berbentuk surat perintah atau akta lain yang sejenis , yaitu suatu salinan daripada tulisan yang telah dibuat lebih dahulu oleh juru sita dan diberikan kepada yang bersangkutan. b. Berdasarkan kekuatan perjanjian itu sendiri. c. Jika tegoran kelalaian sudah dilakukan barulah menyusul peringatan atau aanmaning yang biasa disebut sommasi. 33 34 Setiawan: Pokok- Pokok Hukum Perikatan, op cit, hal. 13, 15. Setiawan: Ibid, hal. 14. H.A.Mukhsin Asyrof : Membedah Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi 22 Somasi adalah peringatan agar debitur melaksanakan kewajibannya sesuai dengan tegoran kelalaian yang telah disampaikan kreditur kepadanya. Dalam somasi tersebut kreditur menyatakan kehendaknya bahwa perjanjian harus dilaksanakan dalam batas waktu yang tertentu.35 Selanjutnya, dalam Pasal 1246 KUHPdt. diatur ganti rugi apa saja yang dapat diminta kreditur atas dasar wanprestasi tersebut; yakni: (a) Ongkos (biaya) (b) kerugian nyata yang diderita kreditur; (c) keuntungan yang seharusnya akan diperoleh. Pasal 1246 KUHPdt.: Biaya, kerugian dan bunga yang boleh dituntut penggantiannya oleh orang yang punya pihutang, pada umumnya terdiri atas kerugian yang dideritanya dan keu ntungan yang sedianya harus dapat dinikmatinya, dengan tidak mengurangi pengecualianpengecualian serta perubahan-perubahan yang disebut di bawah ini Yang dimaksud dengan ganti rugi adalah ganti dari kerugian yang nyata yang diakibatkan langsung oleh wan- prestasi berupa ongkos (kosten), kerugian (schaden) dan bunga (interessen) (lihat Pasal 1246 dan Pasal 1248 KUHPdt). Ganti rugi yang dapat dituntut adalah kerugian berupa sejumlah uang, dan bentuk ganti ruginya haruslah berbentuk sejumlah uang, tidak bisa lain.36 Menurut Yahya Harahap, kerugian yang tidak bersifat ekonomis, juga dapat dituntut dalam bentuk biaya pemulihan berupa biaya pengobatan dan sejumlah uang bayaran sesuai dengan cacat yang diderita, yang jumlah besarannya diukur berdasarkan kedudukan dan kemampuan kedua belah fihak.37 35 Yahya Harahap: op cit., hal. 62. Setiawan: Ibid, hal. 15-17. Yahya Harahap: Ibid, hal. 66 - 67 37 Yahya Harahap: Ibid, hal. 68 36 H.A.Mukhsin Asyrof : Membedah Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi 23 Selanjutnya, disyaratkan kerugian yang dapat dituntut haruslah kerugian yang menjadi akibat langsung dari wanprestasi. Artinya antara kerugian dan wanprestasi harus ada hubungan sebab akibat. Dalam hal ini kreditur harus dapat membuktikan: a. besarnya kerugian yang dialami; b. bahwa faktor penyebab kerugian tersebut adalah wanprestasi karena kelalaian krediur, bukan karena faktor diluar kemampuan debitur. 38 Apabila objek perjanjian berupa pembayaran sejumlah uang, maka kerugian yang dapat dituntut akibat wanprestasi adalah bunga menurut undang-undang (moratorium inte- resse) sebagaimana disebut dalam Pasal 1250 KUHPdt., yang besarnya berdasarkan Stb. 1848 n0. 22 jo. 1849 No. 63 sebesar 6 persen per tahun; dan dalam hal ini kreditur tidak perlu/ tidak dibebani kewajiban pembuktian. Cukup jika debi tur telah nyata terlambat membayar, kreditur dapat menuntut ganti rugi berupa bunga.39 Pasal 1250 KUHPdt. Dalam tiap-tiap perikatan yang semata-mata berkaitan dengan pembayaran sejumlah uang , penggantian biaya, kerugian dan bunga sekedar disebabkan kare na keterlamabatan pelaksanaannya, hanya terdiri atas bunga yang ditentukan undang-undang dengan tidak mengurangi peraturan perundangan yang khusus. Hapusnya perikatan. Dalam Bab Keempat Pasal 1381 KUHPdt. disebutkan bahwa suatu perikatan itu hapus karena: a). pembayaran b). penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penyimpanan atau penitipan (konsignasi). 38 39 Yahya Harahap: Ibid, hal. 71 Yahya Harahap: Ibid, hal. 65- 74 H.A.Mukhsin Asyrof : Membedah Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi 24 c). pembaharuan hutang (novasi). d). perjumpaan hutang atau kompensasi. Kompensasi terjadi jika dua orang saling bertemu masing-masing sebagai debitur satu terhadap yang lain, sehingga keduanya saling melunasi. Manfaat kompensasi adalah untuk peyederhanaan pembayaran, serta kepastian pembayaran dalam keadaan salah seorang debitur pailit.40 e). percampuran hutang (konfusio), yakni bercampur atau bertemunya kreditur dan debitur pada diri satu orang, sehingga karenanya semua tagihan secara yuridis terhapus (Pasal 1436 KUHPdt.). Konfusio terjadi karena kewarisan (debitur menjadi ahli waris kreditur), karena hibah wasiat (legataris) , atau karena persetujuan jual beli antara pewaris dengan ahli waris.41 Pasal 1436 KUHPdt.).: Apabila kedudukan-kedudukan sebagai orang yang berpihutang dan orang yang berhutang berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran hutang, dengan mana pihutang dihapuskan. f). penghapusan/pembebasan hutang; yakni tindakan (handeling) kreditur yang membebaskan kewajiban debitur untuk memenuhi pelaksanaan perjanjian42 g). lenyapnya barang yang menjadi hutang, seperti diatur lebih lanjut dalam Pasal 1444 dan 1445 KUHPdt. : Pasal 1444 KUHPdt,: Jika barang tertentu yang menjadi bahan (objek) persetujuan, musnah, tak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang, sedemikian sehingga sama sekali tidak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya, asalkan barang itu musnah atau hilang di luar salahnya si berhutang (debitur) dan sebelum dia dianggap lalai menyerahkannya. Bahkan meskipn si berhutang (debitur) lalai menyerahkan sesuatu barang sedangkan ia tidak telah menanggung terhadap kejadian-kejadian yang tak terduga, perikatan menjadi hapus jika 40 41 42 Yahya Harahap; Ibid; hal. 150. Yahya Harahap; Ibid; hal. 157. Yahya Harahap; Ibid; hal. 159.. H.A.Mukhsin Asyrof : Membedah Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi 25 barangnya akan musnah secara yang sama ditangan si empunya pihutang (kreditur), seandainya sudah diserah kan kepadanya. Si berhutang (debitur) diwajibkan membuktikan kejadian tak terduga yang diajukannya itu. Dengan cara bagaimanapun suatu barang yang telah dicuri, musnah atau hilang, maka hilangnya barang tersebut tidak sekalikali membebaskan orang yang mencuri barang tersebut dari kewajibannya mengganti harganya. Pasal 1445 KUHPdt.: Jika barang yang terhutang musnah, tak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang, diluar salahnya si berhutang (debitur), maka si berhutang (debitur) jika dia mempunyai hak-hak atau tuntutan-tuntuan gati rugi mengenai barang tersebut, diwajibkan memberikan hak-hak dan tuntutan-tuntutan itu kepada orang yang menghutangkan padanya (kreditur) Berdasar ketentuan di atas, maka lenyapnya barang yang menjadi objek hutang baru dapat menghapuskan perikatan, apabila sesuai ketentuan Pasal 1444 di atas, yakni: - musah atau lenyapnya barang bukan karena kesalahan debitur melainkan karena suatu sebab diluar kekuasaan debitur (overmacht). - Kemusnahan terjadi sebelum jatuh tempo, jika sudah jatuh tempo, maka ini menjadi masalah wan-prestasi. - Menyimpang dari hal tersebut ialah jika seandainya barang itu sudah diserahkan juga akan lenyap/ musnah/ rusak karena hal yang sama. - Debitur berkewajiban membuktikan sebab kemusnahan barang tersebut. - Jika barang itu musnah ditangan pencuri, maka pencuri tetap berkewajiban mengganti harga barang tersebut. - Jika atas barang yang hilang/musnah melekat hak-hak dan tuntutan-tuntutan ganti rugi (tagihan asuransi),maka debitur berkewajiban menyerahkan hak-hak dan tuntutan- tuntutan ganti rugi tersebut kepada kreditur43 h). Hapusnya perjanjian karena lampau waktu (verjaring). Perbedaan PMH dan Wanprestasi. 43 Yahya Harahap; Ibid; hal. 164- 167.. H.A.Mukhsin Asyrof : Membedah Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi 26 (1). PMH lahir dari perikatan karena undang-undang, sedangkan wanprestasi lahir dari perikatan karena perjanjian. (2). Akibat akhir dari PMH adalah pemulihan keadaan seperti semula dan ganti rugi, sedangkan akibat akhir dari wanprestasi adalah pelaksanaan prestasi dan ganti rugi. (3). Bentuk PMH adalah perbuatan melawan kewajiban hukumnya, atau melanggar hak subjektif orang lain, atau melanggar kesusilaan atau melanggar kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian. Sedangkan bentuk wanprestasi adalah keterlambatan, tidak sesuai dengan isi perjanjian atau tidak melaksanakan perjanjian. Penutup Demikianlah uraian dasar dari pengertian perbuatan melawan hukum dan wanprestasi, yang diakui masih banyak kekurangannya. Namun dengan uraian yang masih elementer ini, diharapkan dapat merangsang para hakim untuk mempelajarinya lebih mendalam, sebagai persiapan memahami dan mengadili sengketa di bidang ekonomi syariah. Semoga. ◊◊◊ H.A.Mukhsin Asyrof : Membedah Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi 27 DAFTAR RUJUKAN Mahkamah Agung R.I: Rangkuman Sidang Paripurna Pene-muan Hukum dan Pemecahan masalah Hukum, 1995, MARI, Jakarta. Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum, cet. II., 1982, Pradnya Paramita, Jakarta. Paul Scholten, Mr.C.Accer, Penuntun dalam Mempelajari Hukum Perdata Belanda, Bagian Umum, 1992, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Rachmat Setiawan, Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum, cet. I, 1991, Binacipta, Bandung. Setiawan, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, cet. I, 1992, Alumni, Bandung. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, cet. I, 1977, Bina-cipta, Bandung. Soedaryo Soimin, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, cet. I, 1996, Sinar Grafika, Jakarta. Sri Soedewi, Hukum Perdata: Huku Benda, cet. Ke 4, 1981 Liberty, Ygyakarta. Subekti, Pokok- PokokHukum Perdata, cet. ke -31 ,2003, PT. Intermasa, Jakarta. Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Per-data, cet. Ke 23, 1990, Pradnya Paramita, Jakarta. Yahya Harahap, Segi- Segi Hukum Perjanjian, cet. II, 1986, Alumni, Bandung. Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, jilid II, cet. I, 1984, Rajawali, Jakarta. ◊ ◊◊◊ H.A.Mukhsin Asyrof : Membedah Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi 28