Segi Hukum Kartu Kredit - Zaini Munawir, SH. M.Hum

advertisement
a. Segi Hukum Perdata
Pada setiap kegiatan usaha pembiayaan, termasuk juga
kartu kredit, inisiatif mengadakan hubungan kontraktual
berasal dari para pihak terutama konsumen sbg pembeli. Dgn
demikian, kehendak para pihak pula menjadi sumber
hukumnya. Kehendak para pihak tersebut dituangkan dlm
bentuk tertulis berupa rumusan perjanjian yang menetapkan
hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam hubungan
penerbitan dan penggunaan kartu kredit. Dalam perundangundangan juga diatur mengenai hak dan kewajiban para pihak
dan hanya akan berlaku sepanjang para pihak tidak
menentukan lain secara khusus dalam kontrak yang dibuat.
Dengan demikian, ada dua (2) sumber hukum perdata yang
mendasari kartu kredit, yaitu asas kebebasan berkontrak dan
perundang-undangan bidang hukum perdata.
1. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan hukum perjanjian dapat diklasifikasikan
menjadi (dua) jenis, yaitu asas kebebasan berjanji dalam arti
yang luas (secara lisan dan tertulis). Hubungan hukum kartu
kredit selalu dibuat tertulis sebagai dokumen hukum yang
menjadi dasar kepastian hukum (legal certainty). Dalam
hubungan hukum kartu kredit selalu terdapat 2 (dua)
perjanjian, yaitu perjanjian penerbitan kartu kredit dan
perjanjian penggunaan kartu kredit. Kedua perjanjian
tersebut dibuat berdasarkan asas kebebasan berkontrak.
Perjanjian penerbitan kartu kredit adalah persetujuan
bilateral antara Bank/Perusahaan Pembiayaan sbg Penerbit
dan Pemegang Kartu sbg pihak peminjam uang. Sebelum
terjadi persetujuan, calon pemegang kartu mempelajari lebih
dahulu syarat-syarat yang berlaku thd kartu kredit.
2. Undang-undang Bidang Hukum Perdata
Perjanjian kartu kredit adalah salah satu bentuk perjanjian
khusus yang tunduk pada ketentuan Buku III KUHPdt. Sumber
hukum utama kartu kredit adalah perjanjian pinjam pakai
habis dan perjanjian jual beli bersyarat yang diatur dalam
Buku III KUHPdt. Kedua sumber hukum utama tersebut akan
dibahas dalam konteksnya dengan kartu kredit.
a. Perjanjian Pinjam Pakai Habis
Perjanjian penerbitan kartu kredit antara penerbit dan
pemegang kartu dapat digolongkan kedalam “perjanjian
pinjam pakai habis” yang diatur dalam Pasal 17541773KUHPdt.
“ Pinjam pakai habis adalah perjanjian, dengan mana pemberi
pinjaman menyerahkan sejumlah barang pakai habis kepada
peminjam dengan syarat bahwa peminjam akan
mengembalikan barang tersebut kepada pemberi pinjaman
dalam jumlah dan keadaan yang sama”.
b. Perjanjian Jual Beli Bersyarat
Perjanjian penggunaan kartu kredit adalah perjanjian 3
(tiga) pihak antara pemegang kartu sebagai pembeli,
perusahaan dagang sebagai penjual dan penerbit sebagai
pembayar. Perjanjian ini merupakan perjanjian accessoir dari
perjanjian penerbitan kartu kredit sebagai perjanjian pokok.
Perjanjian ini digolonkan kedalam perjanjian jual beli yang
diatur dalam Pasal 1457-1518KUHPdt tetapi pelaksanaan
pembayaran digantungkan pada syarat yang disepakati dalam
perjanjian pokok, yaitu perjanjian penerbitan kartu kredit.
Dalam Pasal 1513 KUHPdt ditentukan, pembeli wajib
membayar harga pembelian pada waktu dan ditempat yang
ditetapkan menurut perjanjian.
c. Segi Perdata diluar KUHPdt
Selain dari ketentuan-ketentuan dalam Buku III KUHPdt
yang relevan dengan kartu kredit, ada juga ketentuanketentuan dalam berbagai undang-undang diluar KUHPdt
yang mengatur aspek perdata perjanjian penerbitan dan
penggunaan kartu kredit. Undang-undang yang dimaksud
adalah
:
1. UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan
peraturan
pelaksanaannya.
Berlakunya
undang-undang
ini
apabila perusahaan kartu kredit berbentuk perusahaan
perseroan
(persero).
2. UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas
dan peraturan pelaksananya. Berlakunya undangundang ini apabila perusahaan kartu kredit berbentuk
perseroan
terbatas (PT).
3. UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Berlakunya undang-undang ini
apabila
perusahaan
kartu kredit melanggar kewajiban
dan
larangan yang secara perdata merugikan konsumen.
b. Segi Hukum Publik
Sebagai usaha yang bergerak dibidang jasa pembaiayaan,
kartu kredit juga banyak menyangkut kepentingan publik
(negara/pemerintah) terutama yang bersifat administratif.
Oleh karena itu, kepentingan publik banyak diatur dalam
berbagai peraturan perundang-undangan administrasi negara.
1. Undang-undang Bidang Hukum Publik
a. UU No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan dan peraturan pelaksanaannya. Berlakunya
undang-undang ini karena perusahaan kartu kredit
melakukan pendaftaran, pendaftaran ulang, dan
pendaftaran
likuidasi
perusahaan.
b. UU No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan.
Berlakunya undang-undang ini karena perusahaan kartu
kredit wajib melaksanakan pembukuan dan
pemeliharaan
dokumen
perusahaan.
c. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Berlakunya
undang-undang ini apabila perusahaan kartu kredit adalah
bank
atau
berurusan
dengan
bank.
2. Peraturan tentang Lembaga Pembiayaan
Peraturan tentang Lembaga Pembiayaan mengatur bidang
usaha, pendirian dan perijinan, modal usaha, kepemilikan
saham, pembatasan kegiatan usaha pengawasan dan
pembinaan, sanksi karena pelanggaran
a.Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988
Keputusan Presiden ini mengatur tentang Lembaga
Pembiayaan. Dalam keputusan presiden tersebut, kartu
kredit merupakan salah satu jenis usaha dari lembaga
pembiayaan yang berbentuk perusahaan kartu kredit. BH
perusahaan kartu kredit adalah PT atau Koperasi.
b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251 Tahun 1988
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251 Tahun 1988
mengatur tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan
pembiayaan. Kemudian keputusan tersebut diubah dan
disempurnakan oleh Keputusan Menteri Keuangan Nomor
468
Tahun
1995.
KEWAJIBAN PENERBIT KARTU KREDIT
Pasal 16 Peraturan Bank Indonesia No. 11/11/PBI/2009
mencantumkan bahwa penerbit kartu kredit wajib memberikan
informasi secara tertulis kepada pemegang kartu kredit, sekurangkurangnya meliputi :
1. prosedur dan tata cara penggunaan kartu kredit
2. hal-hal penting yang harus diperhatikan oleh pemegang kartu dalam
penggunaan kartunya dan konsekuensi atau risiko yang mungkin
timbul dari penggunaan kartu kredit.
3. hak dan kewajiban pemegang kartu.
4. tata cara pengajuan pengaduan atas kartu kredit yang diberikan dan
perkiraan lamanya waktu penanganan pengaduan tersebut.
5. komponen dalam penghitungan bunga.
6. komponen dalam penghitungan denda, dan
7. jenis dan besarnya biaya administrasi yang dikenakan.
• Selanjutnya pada Pasal 18 Peraturan Bank
Indonesia No. 11/11/
• PBI/2009 tersebut dicantumkan bahwa penerbit
kartu kredit dilarang memberikan fasilitas yang
mempunyai dampak tambahan biaya kepada
pemegang kartu dan/ atau memberikan fasilitas
lain di luar fungsi utama kartu kredit, tanpa
persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang
kartu.
• Ketentuan tersebut sejalan dengan Pasal 10 butir
a UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen yang melarang pelaku usaha
menawarkan atau membuat pernyataan yang
tidak benar atau menyesatkan mengenai harga
• atau tarif suatu barang dan/ atau jasa.
• Pasal 17 ayat (5) PBI No. 11/11/PBI/2009
menyebutkan bahwa penerbit kartu kredit
wajib menjamin bahwa penagihan atas
transaksi kartu kredit, baik penagihan yang
dilakukan sendiri oleh penerbit kartu maupun
dengan menggunakan jasa pihak lain, harus
Dilakukan sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan Bank Indonesia.
• Bertitik tolak dari ketentuan ini maka dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat peraturan
perundang-undangan yang melarang penyerahan
tagihan saldo kartu kredit kepada pihak ketiga
untuk ditindak-lanjuti. Meskipun penyerahan hak
untuk menagih saldo kartu kredit kepada pihak
ketiga (debt collector) diperkenankan, namun
harus diingat bahwa terdapat batasan langkahlangkah yang dapat ditempuh pihak ketiga
tersebut. Pada dasarnya timbulnya hak pihak
ketiga untuk menagih saldo kartu kredit
didasarkan pada pemberian kuasa dari penerbit
kartu kredit.
• Mengenai pemberian kuasa ini, Pasal 1792
KUHPerdata menyebutkan bahwa:
• “Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan
mana seorang memberikan kekuasaan kepada
seorang yang lain, yang menerimanya, untuk atas
namanya menyelenggarakan suatu urusan”.
• Adanya pemberian kuasa untuk bertindak demi dan
atas nama pemberi kuasa merupakan hal yang lazim
dalam transaksi perdata. Tentunya pemberian kuasa
disertai dengan klausula tindakan-tindakan apa yang
dapat diperkenankan (positive covenants) dan
tindakan-tindakan apa yang tidak dapat dilakukan
pemegang kuasa (negative covenants).
• Pengawasan penyelenggaraan kegiatan kartu
kredit dilakukan oleh Bank Indonesia dengan
tujuan untuk memastikan bahwa
penyelenggaraan kegiatan kartu kredit tersebut
dilakukan secara efisien, cepat, aman dan andal,
dengan memperhatikan prinsip perlindungan
kepada nasabah. Obyek dari pengawasan yang
dilakukan mencakup kegiatan prinsipal, penerbit,
acquirer, penyelenggara kegiatan kliring kartu
kredit, dan penyelenggara kegiatan penyelesaian
akhir kartu kredit.
• Pengawasan yang dilakukan Bank Indonesia
• difokuskan pada :
1. penerapan aspek manajemen risiko.
2. kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku,
termasuk kebenaran dan ketepatan
penyampaian informasi berikut laporan, dan
3. penerapan aspek perlindungan nasabah.
Adapun metode pengawasan Bank Indonesia atas
penyelenggaraan kegiatan kartu kredit dilakukan melalui :
a. Penelitian, analisis dan evaluasi, antara lain yang
didasarkan pada laporan berkala, laporan insidentil, data
dan/ atau informasi lainnya yang diperoleh Bank
Indonesia dari pihak lain, serta diskusi dengan pihakpihak prinsipal, penerbit, acquirer, penyelenggara
kegiatan kliring kartu kredit, dan penyelenggara kegiatan
penyelesaian akhir kartu kredit.
b. Pemeriksaan ( on site visit ) terhadap pihak-pihak yang
menjadi obyek pengawasan untuk mencocokkan
kebenaran data dengan fakta di lapangan, serta melihat
sarana fisik, sistem, aplikasi pendukung dan database.
Dalam hal diperlukan, pemeriksaan ( on site visit ) dapat
juga dilakukan terhadap pihak-pihak yang melakukan
kerjasama dengan obyek pengawasan.
c. Pertemuan konsultasi ( consultative meeting )
dengan pihak-pihak yang menjadi obyek
pengawasan dalam rangka untuk mendapatkan
informasi mengenai penyelenggaraannya dan
menyampaikan saran-saran yang dianggap perlu.
d. Pembinaan terhadap pihak - pihak prinsipal,
penerbit, acquirer, penyelenggara kegiatan kliring
kartu kredit, dan penyelenggara kegiatan
penyelesaian akhir kartu kredit.
• Kartu kredit merupakan alat pembayaran, yang
diberikan penerbit kepada pemegang kartu
kredit, dan hubungan hukum di antara kedua
belah pihak didasarkan atas perjanjian. Baik
pihak penerbit maupun pemegang kartu kredit
sama-sama mempunyai hak dan kewajibannya
masing-masing.
• Apabila di antara kedua belah pihak tidak
menunaikan kewajibannya dengan baik, maka
hal itu harus dianggap sebagai suatu perbuatan
ingkar janji ( wanprestasi ).
Download