bab ii tinjauan pustaka

advertisement
 D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pendahuluan
Berdasarkan Pasal 3.25 SNI 03 – 2847 – 2002 elemen struktural kolom
merupakan komponen struktur dengan rasio tinggi terhadap dimensi lateral
terkecil
melebihi tiga, yang digunakan untuk mendukung beban aksial tekan.
Kolom termasuk struktur utama untuk meneruskan berat bangunan dan
beban lain seperti beban hidup (manusia dan barang-barang), serta beban angin
atau gempa. Fungsi kolom adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke
pondasi.
Pada studi ini, penampang kolom direncanakan berbentuk penampang
melintang kolom persegi dan penampang melintang kolom ekivalen. Berdasarkan
kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) arti dari ekivalen sendiri adalah
mempunyai nilai (ukuran, arti atau efek) yang sama, sebanding, sepadan.
Berkaitan dengan studi, kolom ekivalen mempunyai pengertian dimana nilai
kapasitas kolom dengan bentuk penampang ‘L’, ‘T’ dan ‘+’ memiliki kapasitas
yang sama dengan kapasitas kolom berbentuk persegi.
2.2
Jenis – Jenis Kolom
2.2.1 Jenis kolom berdasarkan penampang melintang
Dalam konstruksi beton bertulang jenis kolom dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Kolom dengan sengkang lateral (gambar 2.1.a)
2. Kolom menggunakan pengikat spiral (gambar 2.1.b)
3. Struktur kolom komposit (gambar 2.1.c)
Eulis Nuraeni Syamsiah, Mira Sriyulianti, STUDI KAPASITAS PENAMPANG…..2-1
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Gambar 2.1 Jenis- Jenis Kolom
(sumber: http://muharrikyanuar.wordpress.com/2009/07/14)
2.2.2 Jenis kolom berdasarkan posisi beban
Sedangkan berdasarkan posisi beban pada penampang kolom, kolom dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Kolom dengan beban sentris, yaitu kolom yang mengalami gaya aksial saja
2. Kolom dengan beban eksentris, yaitu kolom mengalami gaya aksial dan
momen lentur. Momen lentur tersebut dapat berupa:
a. Bersumbu tunggal (pada kolom eksterior)
b. Bersumbu rangkap / biaksial (pada kolom pojok)
2.2.3 Jenis kolom berdasarkan penampang longitudinal
Berdasarkan arah longitudinal kolom, kolom dapat diklasifikasikan kedalam
2 jenis yaitu :
1. Kolom pendek
2. Kolom langsing
Pada studi ini penggunaan kolom dibatasi hanya pada kolom pendek saja. Yang
termasuk kepada kolom pendek adalah :
1. Klu / r <34 – (12
), untuk komponen struktur tekan yang ditahan
terhadap goyangan kesamping.
Eulis Nuraeni Syamsiah, Mira Sriyulianti, STUDI KAPASITAS PENAMPANG…..2-2
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2. Klu < 22, untuk komponen struktur tekan yang tidak ditahan terhadap
goyangan ke samping.
Keterangan :
M1b = Nilai yang lebih kecil dari momen ujung terfaktor pada komponen
struktur tekan akibat beban yang tidak menimbulkan goyangan ke
samping yang berarti.
M2b = Nilai yang lebih besar dari momen ujung terfaktor pada komponen
struktur tekan akibat beban yang tidak menimbulkan goyangan ke
samping yang berarti.
Lu =
Panjang bebas dari komponen struktur tekan atau jarak bersih diantara
pelat lantai, balok atau komponen struktur lainnya yang mampu
memberikan dukungan lateral terhadap komponen struktur tekan
tersebut. Bila terdapat kepala kolom atau voute harus diukur hingga
ujug bawah dari kepala kolom pada bidang yang ditinjau.
K=
Faktor panjang efektif,
K = 1, untuk komponen struktur tekan yang ditahan terhadap
goyangan kesamping
K > 1, untuk komponen struktur tekan yang tidak ditahan terhadap
goyangan kesamping
r =
2.3
Radius girasi
Dasar - Dasar Perhitungan
Pasal 10.8 SNI-03-2847-2002 menyatakan bahwa ada empat ketentuan
terkait perencanaan kolom:
1. Kolom harus direncanakan untuk memikul beban aksial terfaktor yang bekerja
pada semua lantai atau atap dan momen maksimum yang berasal dari beban
terfaktor pada satu bentang terdekat dari lantai atau atap yang ditinjau.
Kombinasi pembebanan yang menghasilkan rasio maksimum dari momen
terhadap beban aksial juga harus diperhitungkan.
Eulis Nuraeni Syamsiah, Mira Sriyulianti, STUDI KAPASITAS PENAMPANG…..2-3
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2. Pada konstruksi rangka atau struktur menerus pengaruh dari adanya beban tak
seimbang pada lantai atau atap terhadap kolom luar atau dalam harus
diperhitungkan. Demikian pula pengaruh dari beban eksentris karena sebab
lainnya
juga harus diperhitungkan.
3. Dalam menghitung momen akibat beban gravitasi yang bekerja pada kolom,
ujung-ujung terjauh kolom dapat dianggap jepit, selama ujung-ujung tersebut
menyatu (monolit) dengan komponen struktur lainnya.
4. Momen-momen yang bekerja pada setiap level lantai atau atap harus
didistribusikan
pada kolom di atas dan di bawah lantai tersebut berdasarkan
kekakuan relative kolom dengan juga memperhatikan kondisi kekekangan pada
ujung kolom.
2.4
Kekuatan Kolom Pendek dengan Beban Sentris
Kolom dengan beban sentris adalah kolom yang menerima beban aksial
tepat pada as atau sumbu kolom. Sehingga, kolom tidak mengalami momen
lentur. Perhitungan kekuatan kolom pendek terhadap beban aksial sentris yang
bekerja pada kolom diasumsikan bahwa beton bekerja sebesar
0,85f’c
dan
tulangan telah mengalami leleh (fs = fy). Kapasitas beban sentris maksimum
dinyatakan sebagai berikut :
Po = 0,85f’c (Ag-Ast) + Ast.fy
(2.1)
Keterangan:
Po
= kuat beban aksial nominal atau teoritis tanpa eksentrisitas (kN)
Ag
= luas kotor penampang kolom (mm2)
Ast
= luas total penampang penulangan memanjang (mm2)
Eulis Nuraeni Syamsiah, Mira Sriyulianti, STUDI KAPASITAS PENAMPANG…..2-4
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Gambar 2.2 Kolom dengan Beban Sentris
Berdasarkan pasal 11.3 ayat 2 SNI 03-2847-2002 bahawa beban yang
bekerja pada kolom dengan kekuatan penampang kolom
dinyatakan dengan
persamaan :
Pu≤ØPn
(2.2)
Pasal 12.3 ayat 5 SNI 03 – 2487 – 2002 menyatakan bahwa dalam aplikasi
di lapangan tidak akan ada kolom yang dibebani dengan eksentrisitas. Dengan
demikian perlu adanya suatu eksentrisitas minimum dalam arah tegak lurus sumbu
lentur. Selain itu, disyaratkan pula reduksi pada beban aksial untuk mengantisipasi
eksentrisitas tersebut. Untuk kolom dengan sengkang lateral reduksi beban aksial
sebesar 20% dan untuk kolom dengan sengkang spiral nilai reduksi sebesar 15
%. Dengan menggunakan faktor-faktor ini kapasitas beban aksial nominal pada
kolom, tidak boleh diambil lebih besar dari nilai reduksi tersebut. Nilai reduksi
tersebut dapat dinyatakan dengan persamaan:

Untuk kolom bersengkang
(

)
(
(2.3)
)
Untuk kolom berspiral
(
)
(
)
(2.4)
Eulis Nuraeni Syamsiah, Mira Sriyulianti, STUDI KAPASITAS PENAMPANG…..2-5
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 Perencanaan kolom pendek dengan beban sentris
Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan
rasio penulangan
minimum adalah 1 % dan rasio penulangan maksimum adalah 8%. Nilai rasio
penulangan
didapatkan dari luas tulangan dibagi luas penampang kolom
(ρg=Ast/Ag), maka untuk perencanaan kolom pendek dengan eksentrisitas kecil
dapat disederhanakan dengan mensubstitusikan menjadi persamaan berikut :

Untuk kolom dengan pengikat sengkang lateral
Ag perlu =

(
)
]
(2.5)
Untuk kolom dengan pengikat sengkang spiral
Ag perlu =
2.5
[
[
(
)
]
(2.6)
Kekuatan Kolom Pendek dengan Beban Eksentris
Selain menerima beban aksial, kolom juga mengalami momen lentur.
Momen ini dapat dikonversikan menjadi suatu beban P dengan eksentrisitas e.
Momen lentur ini dapat bersumbu tunggal (uniaxial) seperti pada kolom eksterior
kolom pada bangunan bertingkat.
atau
Gambar 2.3 Kolom dengan Beban Aksial dengan Momen Satu Sumbu (Uniaksial)
Eulis Nuraeni Syamsiah, Mira Sriyulianti, STUDI KAPASITAS PENAMPANG…..2-6
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Persamaan keseimbangan gaya dan momen dari Gambar 2.3 untuk kolom
pendek
dapat dinyatakan sebagai gaya tahan aksial nominal dengan rumus :
(2.7)
(
(
)
)
(
)
(2.8)
Gambar 2.4 Penampang Melintang Kolom Beton Bertulang
Gambar 2.5 Tegangan dan Gaya-Gaya pada Kolom
Dari diagram tegangan pada gambar 2.5 didapat :
fs’=Esεs’ = Es
fs =Esεs = Es
(
)
(
)
(2.9)
(2.10)
Eulis Nuraeni Syamsiah, Mira Sriyulianti, STUDI KAPASITAS PENAMPANG…..2-7
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2.6
Kolom Biaksial
Kolom biaksial adalah kolom yang dibebani oleh momen Mx dengan
eksentrisitas ey = Mx/P dan My dengan eksentrisitas ex = My/P yang diakibatkan
oleh adanya eksentrisitas beban aksial pada sumbu utama yaitu sumbu x dan y.
atau
Gambar 2.6 Kolom dengan Beban Aksial dengan Momen Biaksial
Metode yang umum digunakan untuk mendesain kolom persegi yang
dibebani dengan beban-beban biaksial antaralain :
1.
Metode eksentrisitas ekivalen
Pada metoda ini, eksentrisitas biaksial ex dan ey dapat diganti dengan
eksentrisitas uniaksial ekivaln eox, dan kolom di desain untuk beban aksial dan
lentur uniaksial. Dimana ex didefinisikan sebagai komponen eksentrisitas pararel
terhadap sisi x dan sumbu y. sehingga momen My pada sumbu y adalah:
Jika
Muy= Pu.ex
(2.11)
Mux=Pu.ey
(2.12)
≥
Maka kolom dapat didesain untuk Pu dan momen terfaktor Moy =PuXeox,
dimana:
eox =ex
(2.13)
Eulis Nuraeni Syamsiah, Mira Sriyulianti, STUDI KAPASITAS PENAMPANG…..2-8
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dimana untuk
α = [0,5 +
(2.14)
α= [1,3 +
(2.15)
dan untuk
Metoda ini terbatas untuk kolom yang simetris terhadap dua sumbu dengan
rasio sisi-sisi panjang x/y antar 0,5 dan 2,0 dan penulangan harus pada keempat
sisi kolom.
2.
Metoda Bresler
Metode ini ditemukan oleh bresler, dan metoda ini yang digunakan ACI
untuk mendesain kolom yang dibebani beban biaksial. Seperti yang tercantum
pada ACI untuk menghitung kapasitas kolom yang dibebani lentur biaksial adalah
sebagai berikut :
(2.16)
Po = 0,85f’c (Ag-Ast) + Ast.fy
Mux =Puxex
ex =
2.7
(2.17)
(2.18)
(2.19)
Kegagalan Material pada Kolom
Berdasarkan besarnya regangan pada tulangan baja yang tertarik penampang
kolom dapat dibagi menjadi tiga kondisi awal keruntuhan yaitu :
a.
Keruntuhan tarik, yang diawali dengan lelehnya tulangan yang tertarik
b.
Keruntuhan tekan, yang diawali dengan hancurnya beton yang tertekan
Eulis Nuraeni Syamsiah, Mira Sriyulianti, STUDI KAPASITAS PENAMPANG…..2-9
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
c.
Keruntuhan seimbang terjadi apabila keruntuhan diawali dengan lelehnya
tulangan yang tertarik sekaligus juga hancurnya beton yang tertekan.
Apabila Pn adalah beban aksial dan Pnb adalah beban aksial pada kondisi
seimbang maka:
Pn < Pnb keruntuhan tarik
Pn > Pnb keruntuhan tekan
Pn = Pnb keruntuhan seimbang
εc = 0,003
εs = εy
εc = 0,003
Gambar 2.7 Jenis Keruntuhan
εc = 0,003
2.7.1 Kondisi seimbang pada penampang kolom segiempat
Jika eksentrisitas semakin kecil, maka akan ada suatu transisi dari
keruntuhan tarik utama ke keruntuhan tekan utama. Kondisi keruntuhan seimbang
terjadi apabila tulangan tarik mengalami regangan lelehnya εy dan pada saat itu
beton mengalami regangan batasnya (0,003.) dan mulai hancur. Dari segitiga yang
sebangun (gambar 2.7) dapat diperoleh persamaan tinggi sumbu netral pada
kondisi seimbang, cb yaitu :
Eulis Nuraeni Syamsiah, Mira Sriyulianti, STUDI KAPASITAS PENAMPANG…..2-10
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
(2.20)
29 x 106 psi :
dengan menggunakan
Atau
(2.21)
(2.22)
Beban aksial nominal pada kondisi seimbang (Pnb) dan eksentrisitasnya (eb)
dapat ditentukan dengan menggunakan ab dengan persamaan :
(2.23)
(
(
)
)
(
) (2.24)
Dimana,
–
(2.25)
2.7.2 Keruntuhan Tarik pada Penampang Kolom Segiempat
Keadaan awal menjelang keruntuhan dengan beban eksintrisitas yang besar
terjadi dengan lelehnya tulangan pada bagian tarik dimana e > eb atau Pn < Pnb,
maka keruntuhan yang terjadi adalah keruntuhan tarik.
Apabila tulangan tekan diasumsikan telah leleh dan A’s = As maka
persamaannya dapat ditulis sebagai berikut :
Pn = (0,85 f’c ba) + (Asfs) – (Asfy)
Pn = (0,85 f’c ba)
(2.26)
(
)
(
)
(
(
)
)
(
)
(2.27)
Eulis Nuraeni Syamsiah, Mira Sriyulianti, STUDI KAPASITAS PENAMPANG…..2-11
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Karena
maka :
(
(
)
(
(
)
(2.29)
)
(
√(
)
(2.28)
)
(
)
)
(2.30)
Jika, = ’=
m=
Maka persamaan dapat ditulis :
(
)
√(
)
(
(2.31)
)
Jika e persamaan diatas dirubah menjadi e’ dimana
e’=[e + (d - h/2] dan
=
√(
)
]
(2.32)
maka,
(
)
(
)
(2.33)
2.7.3 Kegagalan tekan pada penampang kolom segiempat
Keruntuhan tekan terjadi jika serat tekan beton εc = εcu = 0,003, sedangkan
serat tarik baja εs < εy. Keruntuhan dimulai dari beton terlebih dahulu sedangkan
tulangan baja masih dalam batas elastis (fs < fy), jenis keruntuhan ini sifatnya getas
(tiba – tiba) tanpa didahului oleh lendutan yang cukup besar khususnya bila beton
tidak diberi tulangan pengekangan yang cukup. Agar dapat terjadi keruntuhan
yang diawali dengan hancurnya beton, eksentrisitas e gaya normal harus lebih
kecil daripada eksentrisitas balanced eb dan tegangan pada tulangan tariknya harus
lebih kecil daripada tegangan leleh, yaitu fs<fy.
Eulis Nuraeni Syamsiah, Mira Sriyulianti, STUDI KAPASITAS PENAMPANG…..2-12
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2.8
Diagram Interaksi Gaya Aksial-Momen
Kolom adalah elemen struktur yang mengalami gaya aksial dan momen
lentur. Gaya aksial dan momen
tersebut dapat digambarkan dalam sebuah
diagram
interaksi. Diagram interaksi menunjukan kombinasi gaya nominal Pn dan
kekuatan momen nominal Mn. Diagram interaksi juga dapat menunjukan jenis
keruntuhan dari sebuah penampang kolom.
Gambar 2.8 Diagram Interaksi Kekuatan M-P
Diagram dengan
interaksi diatas dibagi menjadi dua daerah dengan
keruntuhan tarik dan daerah keruntuhan tekan dengan pembatasnya adalah titik
seimbang.
Langkah-langkah dalam menentukan koordinat titik-titik tersebut di atas
antaralain :
a.
Menentukan koordinat titik A (0,Po). Besar Po ditentukan berdasarkan
pembahasan kolom pendek dengan beban sentries. Sedangkan Pn(maks)=
0,8.Po (untuk kolom bersengkang). Pnb dan Mnb ditentukan berdasarkan
pembahasan keruntuhan seimbang.
Eulis Nuraeni Syamsiah, Mira Sriyulianti, STUDI KAPASITAS PENAMPANG…..2-13
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
b.
Menentukan koordinat titik D, yang mengalami keruntuhan tekan, pilih harga
e<eb, kemudian analisis dengan prosedur coba-coba. Maka harga Mn dan Pn
yang menghasilkan harga e sama dengan yang dipilih.
c. Menentukan koordinat titik E, yang mengalami keruntuhan tarik, sehingga
harga Pn dan Mn didapat.
Menentukan koordinat titik C (0,Mn). Harga Mn ditentukan seperti pada
d.
perencanaan balok. Untuk menyederhanakan, anggap kontribusi tulangan
tekan tidak ada. Jadi seperti perencanaan balok bertulang tunggal.
2.9
Pembebanan
2.9.1 Beban mati
Berdasarkan Pasal 3.10 SNI 03-2847-2002 beban mati adalah berat semua
bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap termasuk segala beban tambahan,
finishing, mesin – mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari gedung tersebut. Berat elemen struktural dan non struktural
diambil dari peraturan pembebanan indonesia untuk gedung 1983.
2.9.2 Beban hidup
Berdasarkan Pasal 3.8 SNI 03-2847-2002 beban hidup adalah semua beban
yang terjadi akibat pemakaian dan penghunian suatu gedung, termasuk beban –
beban pada lantai yang berasal dari barang – barang yang dapat berpindah
dan/atau beban akibat air hujan pada atap. Untuk studi ini beban hidup lantai dan
atap diambil dari peraturan pembebanan indonesia untuk gedung 1983.
2.9.3 Beban gempa
Beban gempa adalah beban yang bekerja pada suatu struktur akibat dari
pergerakan tanah yang disebabkan karena adanya gempa bumi (baik itu gempa
tektonik atau vulkanik) yang mempengaruhi struktur tersebut. Parameter yang
menentukan besarnya beban gempa adalah :
Eulis Nuraeni Syamsiah, Mira Sriyulianti, STUDI KAPASITAS PENAMPANG…..2-14
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
- wilayah gempa seperti tertera pada gambar 2.9
Gambar 2.9 Peta Wilayah Gempa ( SNI 03-1726-2002)
- waktu getar alami
- jenis tanah dan berat struktur
Untuk waktu getar alami dan jenis tanah akan dijelaskan lebih detail pada
poin selanjutnya.
Beban gempa diklasifikasikan menjadi dua :
1.
Beban Geser Dasar Nominal
Beban geser dasar nominal statik ekivalen V (base shear) yang tejadi di
tingkat dasar dapat dihitung menurut persamaan:
V=
Wt
(2.34)
Keterangan :
C1
= Nilai faktor respon gempa
I
= Faktor keutamaan
Wt
= Berat total struktur
R
= Faktor reduksi gempa
Eulis Nuraeni Syamsiah, Mira Sriyulianti, STUDI KAPASITAS PENAMPANG…..2-15
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2.
Beban Gempa Nominal
Beban geser dasar nominal V tersebut harus dibagikan sepanjang tinggi
struktur gedung menjadi beban beban gempa nominal statik ekuivalen Fi
pada pusat massa lantai tingkat ke i menurut persamaan :
Fi =∑
Keterangan:
Wi
= Berat lantai tingkat ke-i
Zi
= Ketinggian lantai tingkat ke-i
V
= Beban geser dasar nominal
V
(2.35)
Hal- hal lain yang mempengaruhi besarnya gaya gempa adalah :
 Kategori Gedung
Untuk berbagai kategori gedung, bergantung pada probilitas terjadinya
keruntuhan struktur gedung, selama umur gedung dan umur gedung tersebut yang
diharapkan, pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan faktor
Keutamaan I menurut persamaan :
I = I1 .I2
(2.36)
dimana I1 adalah faktor Keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang gempa
berkaitan dengan penyesuaian probalitis terjadinya gempa itu selama umur
gedung, sedangkan I2 adalaha Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan perioda
ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian umur gedung tersebut. Tabel nilai I
tertera pada tabel 2.1.
Eulis Nuraeni Syamsiah, Mira Sriyulianti, STUDI KAPASITAS PENAMPANG…..2-16
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Tabel 2.1 Faktor Keutamaan Struktur ( Tabel 1 Pasal 4.2 SNI 03 – 1726 – 2002)
Sumber: [SNI 03-1726-2003, hal. 8]
 Daktalitas Struktur
Daktilitas adalah kemampuan suatu struktur untuk mengalami simpangan
pasca-elastik yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa
dengan mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur
gedung tersebut tetap berdiri walaupun sudah di ambang keruntuhan.
Faktor daktilitas adalah rasio antara simpangan maksimum struktur gedung
pada saat mencapai kondisi diambang keruntuhan dan simpangan struktur gedung
pada saat terjadi pelelehan pertama dalam struktur gempa. Untuk nilai faktor
daktilitas tetera pada tabel 2.2.
Eulis Nuraeni Syamsiah, Mira Sriyulianti, STUDI KAPASITAS PENAMPANG…..2-17
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Tabel 2.2 Faktor daktilitas maksimum, faktor reduksi gempa maksimum dan faktor
tahanan lebih total bangunan gedung ( Tabel 2 Pasal 4.4.6 SNI 03 – 1726 – 2002)
Sistem dan subsistem
struktur
bangunan gedung
μm
Rm
pers.
(5)
a. Baja
5,2
8,5
b. Beton bertulang
5,2
8,5
3,3
5,5
a. Baja
2,7
4,5
b. Beton bertulang
2,1
3,5
4,0
6,5
Uraian sistem pemikul beban gempa
F
1. Rangka pemikul momen khusus
(SRPMK)
1. Sistem rangka pemikul
momen ( sistem struktur
yang
pada dasarnya memiliki
rangka ruang pemikul beban
gravitasi secara lengkap.
Beban lateral dipikul rangka
pemikul momen terutama
melalui mekanisme lentur).
Sumber: [SNI 03-1726-2003, hal. 12]
2. Rangka pemikul momen menengah
beton (SRPMM) (tidak untuk wilayah 5
& 6)
3. Rangka pemikul momen biasa
(SRPMB)
2. Rangka batang baja pemikul momen
khusus (SRPBMK)
2,8
2,8
2,8
2,8
2,8
2,8
 Waktu Getar Alami
Analisa waktur getar alami pada umumnya digunakan untuk mengetahui
besarnya gaya gempa yang akan diterima oleh bangunan tersebut.
Syarat waktu getar alami fundamental T1 berdasarkan pasal 5.6 SNI 031726-2003:
T1 = ξ. H3/4
(2.37)
Keterangan:
T1
= Waktu getar alami fundamental
H
= Tinggi total struktur
ξ
= Koefisien
Eulis Nuraeni Syamsiah, Mira Sriyulianti, STUDI KAPASITAS PENAMPANG…..2-18
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Tabel 2.4 Koefisien ξ yang Membatasi Waktu Getar Alami Struktur Bangunan Gedung ( Tabel 7
Pasal 5.6 SNI 03 – 1726 – 2002)
Sumber: [SNI 03-1726-2003, hal. 22]
Waktu getar alami (T) dari struktur bangunan gedung (dalam detik) dapat
ditentukan dengan rumus pendekatan atau rumus empiris sebagai berikut :
a. Struktur portal baton bertulang
T = 0,06 H 0,75
(2.38)
T = 0,085 H 0,75
(2.39)
b. Struktur portal baja
c. Struktur portal lain
(2.40)
Apabila waktu getar alami T1 bangunan gedung untuk menentukan faktor
respons gempa C yang ditentukan dengan rumus empiris nilainya tidak boleh
menyimpang 20 % dari persamaan T1 reyligh. Persamaan reyligh tersebut terlihat
pada persamaan 2.41.
T1 =
√
∑
∑
(2.41)
Keterangan :
g = percepatan gravitasi sebesar 9,810 (mm/det2)
di = simpangan horizontal lantai tingkat ke-i (mm)
Eulis Nuraeni Syamsiah, Mira Sriyulianti, STUDI KAPASITAS PENAMPANG…..2-19
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2.9.4 Kombinasi pembebanan
Kombinasi pembebanan yaitu gabungan dari beban – beban yang akan
diterima oleh sebuah bangunan yang sudah dikalikan dengan faktor reduksi. Hal
tersebut
berdasarkan bahwa struktur harus direncanakan mampu memikul semua
beban – beban yang mungkin bekerja. Untuk kombinasi pembebanan diambil dari
SNI 03-2847-2002 mengenai struktur beton bertulang.
2.10 Studi Terdahulu Penampang Kolom Ekivalen
Dalam studi terdahulu yang dilakukan oleh Solihatina dan Sindiyani (2004)
mengenai peninjauan penampang kolom persegi empat terhadap penampang
kolom ‘L’, ‘T’, dan ‘+’ pada bangunan rumah tinggal dua lantai. Untuk
menghitung beban yang bekerja pada bangunan, dibuat tiga buah denah tipikal
bangunan gedung rumah tinggal dua lantai dengan asumsi bentang 3 m, 5 m, dan
8 m. Konstruksi bangunan tersebut diasumsikan konstruksi beton bertulang.
Dengan konstruksi atap merupakan dak beton dengan tebal asumsi 100 mm. Mutu
beton yang digunakan 15 MPa, mutu baja 360 MPa untuk tulangan utama dan 240
MPa untuk tulangan geser.
Pembebanan diasumsikan hanya beban gravitasi dan beban hidup dengan
kombinasi beban 1,2DL + 1,6 LL sedangkan beban gempa diabaikan. Untuk
menghitung gaya – gaya dalam digunakan perangkat lunak SAP 2000.
Perencanaan penampang kolom diasumsikan dengan beban biaksial. Perencanaan
awal dilakukan pada penampang kolom persegi empat. Setelah didapatkan
dimensi, tulangan, serta kapasitas penampang kolom, selanjutnya dilakukan
perencanaan kolom dengan penampang tak beraturan ( T, L, +) dengan metode
diagram interaksi. Dari hasil studi tersebut dibuat tabel yang menunjukan
perbandingan kapasitas penampang persegi empat terhadap penampang (L,T,+)
untuk bentang 3m, 5m, dan 8m. (tertera pada lampiran 1).
Dari hasil studi penampang kolom ekivalen pada bangunan 2 lantai
didapatkan output sebagai berikut :
Eulis Nuraeni Syamsiah, Mira Sriyulianti, STUDI KAPASITAS PENAMPANG…..2-20
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 Untuk bentang 3 meter baik kolom lantai 1 dan lantai 2, dan bentang 5 meter
kolom tengah lantai 2 tidak dibutuhkan ekivalensi penampang kolom
dikarenakan beban yang ada masih dapat diterima oleh penampang kolom
dengan
dimensi 0,15 x 0,15 meter atau tidak akan terjadi tonjolan pada
dinding.
 Terdapat angka koreksi apabila ditinjau dari luas tulangan yang dibutuhkan,
luas penampang kotor, kapasitas penampang, dan rasio tulangan yang
digunakan penampang kolom persegi ke penampang kolom ekivalen. Angka
koreksi
tersebut digunakan dalam melakukan redesain penampang melintang
ekivalen. Sehingga, kolom ekivalen memiliki ketepatan dimensi maupun luas
tulangan dengan kolom persegi empat. Namun demikian, dari hasil studi yang
telah dilakukan Solihatina dan Sindiyani (2004) jumlah penampang kolom
yang didapatkan tidak mewakili untuk menentukan angka koreksi tersebut.
Eulis Nuraeni Syamsiah, Mira Sriyulianti, STUDI KAPASITAS PENAMPANG…..2-21
Download