Proil Wilayah Sulawesi Selatan, begitu nama Provinisi yang berada di kawasan Indonesia Timur ini disebut banyak orang. Keakraban dan keramahan penduduknya membuat rasa penasaran mengetahui secara luas tentang daerah yang strategis ini. Karena terletak pada persimpangan jalur transportasi laut internasional, membuat daerah ini memiliki peluang besar guna memperluas jaringan perdagangan nasional dan internasional. Apalagi secara administrasi, Sulawesi Selatan memiliki luas wilayah ±45.000 km2 yang berbatasan langsung dengan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat di utara, Teluk Bone, dan Sulawesi Tenggara di timur, Selat Makassar di barat, dan Laut Flores di selatan. Pesatnya pembangunan yang sedang dilaksanakan di provinsi dengan jumlah penduduk sebanyak ±7.800.000 jiwa, tidak meninggalkan akar rumput daerah ini. Sulawesi Selatan, tetap tumbuh dan berkembang bersama keragaman suku penduduknya sendiri seperti, Suku Bugis, Makassar, Mandar, toraja, Duri, Pattinjo, maroangin, Endekan, Pattae, dan Kajang atau Konjo. Daratan Sulawesi Selatan terdiri dari pegunungan, perbukitan, dataran tinggi, dan dataran rendah. Beberapa danau besar seperti Danau Matana, Danau Towuti, Danau Tempe, dan Danau Sindereng, menjadi bagian keindahan daerah ini. Sedangkan untuk pegunungan, Sulawesi Selatan memiliki tujuh pegunungan, salah satunya Gunung Rantemario yang terletak di Perbatasan Kabupaten Enrekang dan Lawu dengan ketinggian ±3.400 m dpl Kehadiran Provinsi Sulawesi Selatan ditanah air ditandai dengan diterbitkannya UU No. 10 tahun 1960 yang mengesahkan terbentuknya Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Namun setelah disyahkannya UU No 13 Tahun 1964, provinisi Sulawesi Tengara berdiri sendiri. Seringin perkembangannya, Provinisi Sulawesi Selatan kembali harus melepas Kabupaten Majene, Mamasa, Mamuju, Mamuju Utara dan Polewali Mandar untuk menjadi Provinisi Sulawesi Barat sesuai dengan UU No. 26 tahun 2004. Hasilnya, kini Provinsi Sulawesi Selatan hanya memiliki 23 Kabupaten dan Kota salah satunya Kabupaten Toraja Utara yang baru terbentuk pada tahun 2008 sebagai hasil dari sebuah pemekaran wilayah Kontribusi Provinsi Sulawesi Selatan bagi Nasional, tidak bisa dipandang sebelah mata. Rencana Jangka Menengah Nasional (RPJMN) menyebutkan, provinsi dengan Gubernur DR. Syahrul Yasin Limpo, SH,M.Si, MH ini, telah menyumbang dua persen terhadap perekonomian nasional. Angka ini cukup baik dibanding daerah lain di wilayah Sulawesi yang hanya memberikan kontribusi kurang dari 1 persen. Hal ini memberikan gambaran bahwa Provinsi Sulawesi Selatan memiliki peranan sangat penting di dalam pertumbuhan wilayah, khususnya di Kawasan Timur Indonesia. Ragam Potensi Di Sulawesi Selatan Sama hal dengan daerah lain di Indonesia, terbitnya Undang-undang tentang Otonomi Daerah, memberikan peluang untuk membangun daerah lebih maju dan berdaya saing tinggi dengan daerah lainnya. Salah satu faktor yang digali untuk mendorong PAD adalah pemanfataan potensi yang dimiliki daerah itu sendiri. Di Sulawesi Selatan, banyak sektor yang bisa dijadikan bantalan perekonomian dan pembangunan secara menyeluruh. Beberapa potensi yang dikembangkan di daerah ini meliputi Ekonomi, Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Pertambangan, Perikanan, Industri dan Pariwisata. Pada bidang ekonomi, mengacu pada data yang dimiliki Bdan Pusat Statistik (BPS), Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2007, lebih dipengaruhi sektor pertanian dengan kontribusi sebesar 20.900,36 milyar rupiah. Sektor lainnya yang mempengaruhi PDRB antara lain, sektor perdagangan, restoran, hotel, dan sektor industri pengolahan. Sektor ini, diharapkan mampu menunjang sektor pertanian berorientasi pada agro industri. Sedangkan PDRB Kabupaten dan Kota yang memberikan kontribusi terbesar adalah Kota Makassar disusul Kab. Luwu Timur dan Kab. Bone. Di sektor pertanian, Provinsi Sulawesi Selatan sudah bisa membuktikan diri sebagai lumbung pangan nasional dan penghasil tanaman pangan untuk kawasan timur. Beragam varietas unggulan seperti padi, jagung, ubi jalar, ubi kayu, dan kacang-kacangan, menjadi produk unggulan yang bisa diandalkan untuk mendongkrak perekonomian masyarakat. Hasil produksi padi yang mencapai 63 persen dari total produksi wilayah dan 10, 3 persen produksi nasional, menempatkan Provinsi Sulawesi Selatan sebagai salah satu daerah penghasil padi terbesar. Keberhasilan dalam bidang pertanian ini, ditopang dengan banyak saluran irigasi nasional di daerah ini. Berdasarkan data tahun 2006, sekitar 69 persen irigasi nasional untuk wilayah Sulawesi berada di Sulawesi Selatan. Sisanya, 16 persen berada di Sulawesi Tengah, 7 persen di Sulawesi Tenggara, 6 persen di Sulawesi Utara dan 2 persen di Gorontalo. Potensi lainnya adalah sektor perkebunan. Sektor ini tetap menjadi sektor andalan bagi Provinsi Sulawesi Selatan. Dengan jenis komoditas yang dihasilkan seperti kelapa sawit, kelapa hibrida, kakao, kopi, lada, vanili, tebu, karet, teh, jambu mete, dan kapas, sektor perkebunan ini memberikan andil bagi peningkatan PDRB Provinsi. Komiditi yang paling diunggulkan pada sektor ini, adalah kopi dan kakao. Sentra produksi kakao terdapat di Kabupaten Luwu Timur, Luwu Utara, Luwu, Wajo, Pinrang, Bone dan Sinjai. Sedangkan sentra produksi kopi terdapat di Kabupaten Tana Toraja dan Enrekang. Keberhasilan dalam sektor perkebunan terutama dalam budidaya tanaman kakau, Provinsi Sulawesi Selatan bersama tiga daerah lainnya di sulawesi mendapat gelar sebagai penghasil kakau karena berkontribusi sebanyak 71 persen dari produksi nasional Di sektor kehutanan, Porvinsi Sulawesi Selatan memiliki area hutan seluas 46, 76 persen dari daratannya. Keberadaan hutan yang merupakan sumber daya alam bagi provinsi ini dibagi ke beberapa ungsi seperti dungsi hutan lindung, hutan proiduksi dan fungsi-fungsi khusus. Potensi sumber daya hutan yang ditetapkan sebagai fungsi lindung hanya sebesar 27,13%. Jelas klondisi ini tidak proposional dalam fungsinya terutama dikaitkan dengan bentang alam Sulawesi Selatan yang dipengaruhi oleh gunung yang membentang dari selatan – utara (Gunung Lompobattang, Bawakaraeng, Latimojong, Balease, Kambuno, Rante Mario dan Rantai Kombala). Kondisi hutan di Sulawesi Selatan pada saat ini, telah mengalami penipisan sumber daya hutan baik dalam fungsi lindungnya maupun fungsi produksinya. Ini terindikasi dengan kondisi kawasan hutan yang hanya 60,27% vegetasi berhutan dan sisanya kurang lebih sebesar 17,9 merupakan lahan kritis dalam hutan. Sementara pemanfaatan sumber daya hutan dalam fungsi produksi (ekonomi), belum memberikan sumbangan yang berarti dalam mendongkrak perekonomian Sulawesi Selatan baik sumbangan langsungnya (0,21% dari total PDRB 2004) maupun daya dukungannya terhadap industri pengolahan bahan hasil hutan. Terjadi penurunan daya dukung sumber daya hutan terhadap lingkungan khususnya terhadap Daerah Aliran Sungai (DAS), menyebabkan terjadinya erosi atau sedimentasi, banjir, longsor pada beberapa lokasi sungai dan bendung atau waduk yang menimbulkan dampak lebih luas. Kondisi ini menjadi salah satu masalah yang sekarang dihadapi Pemprov Sulawesi Selatan Daerah yang sangat merasakan dampak dari kondisi tersebut terjadi di sekitar DAS Jeneberang karena luas kawasan hutan yang tidak proporsional terhadap luas wilayah dengan kondisi vegetasi yang buruk, persentase lahan kritis dalam kawasan hutan yang besar dan pengaruh topografi Gunung Lompobattang dan Bawakaraeng yang mengakibatkan DAS Jeneberang rentan terhadap erosi, longsor, banjir dan pendangkalan pada bendung. Salah satu potesi yang dimiliki Sulawesi Selatan adalah pertambangan dengan hasil tambang berupa emas, mangan, besi, pasir besi, granit, timah hitam dan batu nikel. Keberadaan potensi tambang ini, sangat potensial bagi perkembangan ekonomi regional yang menjadi salah satu aktor mendorong tingginya PDRB. Di sektor perikanan, Provinsi Sulawesi Selatan memiliki beberapa garapan dari perikanan laut, darat dan umum. Sektor ini telah berkembang dengan komoditi perikanan ikan tuna segar dan beku, ikan kerapu, ikan kakap dan rumput laut. Khusus untuk rumput laut, saat ini Provinsi Sulawesi Selatan merupakan sentral pengembangan produksi rumput laut di Indonesia, khususnya untuk jenis glacillaria dan E Cottoni, masing-masing memberikan kontribusi 58% dan 36% terhadap produk rumput laut nasional. Namun sayang, potensi sumber daya pesisir dan laut terutama sumber daya hayati ikan dan sejenisnya telah dieksploitasi secara berlebihan baik melalui perikanan tangkap (laut) maupun budi daya ikan (tambak), sehingga terjadi penipisan sumber daya baik pesisir maupun laut. Akibatnya, daeerah subur dengan sumber daya laut ini kini mengahadapi masalah berupa keterbatasan dan berkurangnya potensi tangkap yang sangat mempengaruhi kondisi sosial – ekonomi masyarakat setempat. Potensi lahan tambak telah dimanfaatkan hampir sebanding dengan potensi tersedia, sehingga tidak layak lagi dilakukan perluasan areal tambak karena akan berdampak ekologis dan akan terjadi benturan fungsi-fungsi lahan. Upaya tetap menjadikan potensio bahari sebagai aset bernilai tinggi, masih bisa dilakukan dengan melakukan pengembangan ke sektor pariwisata. Tapi tetap saja, sektor ini juga dihadapkan pada kompleksitas masalah dalam pengelolaan dan eksploitasinya. Sementara di sektor indsutri, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulawesi Selatan, saat ini sedang merancang pembangunan Kawasan Industri Andalan di Kota Palopo yang akan dianggarkan dalam APBD Sulsel dan APBN 2010. Sementara pabrik cokelat di Kawasan Industri Gowa (KIWA) tepatnya di Dusun Biring Rumang, Desa Panaikang, Kecamatan Galesong yang dianggarkan pada APBD Sulsel dan APBN 2009 akan mulai beroperasi pada 2010. Tidak jauh berbede dengan daerah lainnya, sektor pariwisata merupakan potensi yang dianggap mampu untuk memberikan kontribusi besar bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Bagi Provinisi Sulawesi Selatan, beberapa objek wisata alam seperti Pulau Kayangan, Pantai Bira, Pantai Lumpus Goa Mampu, Pulau Lae Lae, Pantai Takalar, dan Taman Nasional serta Pemandian Bantimurung, merupakan daerah yang memiliki potensi cukup besar untuk menarik minat pengunjung luar dan dalam negeri. Sedangkan untuk wisata cagar budaya dan peninggalan sejarah yang dapat dikunjungi adalah Benteng Sombu Opu, Benteng Port Rotterdam, Makam Raja-Raja Tallo, Makam Pahlawan Sultan Hassanudin, Keraton Raja Gowa, Makam Raja-Raja Bugis Watang Lamuru, Tana Toraja, dan banyak lagi keindahan budaya yang bisa ditemui di daerah ini. Keunikan dan kekentalan adat, bisa dinikmati para pelancong wisata di Tana Toraja. Daerah yang merupakan daerah wisata yang sangat unik dengan tujuan wisata adalah makam para suku Toraja karena para jenazah disimpan di goa-goa batu yang tinggi. Wisata menarik lainnya adalah penguburan mayat Ramu Solo. Sebelum penyimpanan jenazah, dilakukan upacara adat yang sangat meriah yang berlangsung selama 2 – 6 hari dengan melakukan beberapa tradisi seperti tarian dan adu kerbau. Trans Studio Makassar menjadi daya tarik wisata paling anyar karena baru terbangun akhir tahun 2009. Trans Studio berlokasi di jalur utama Jalan Metro Tanjung Bunga, Makassar, sekitar 2 km barat daya atau 3 menit dari kawasan Pantai Losari. Theme Park seluas 2,7 hektar ini dapat ditempuh dalam waktu 30 menit dari pusat-pusat terpenting di kota Makassar. Trans Studio, yang dikembangkan oleh PT. Trans Kalla Makassar, dibangun di atas lahan seluas lebih kurang 24 hektar di wilayah Tanjung Bunga. Di lokasi lapang ini akan hadir sebuah proyek pembangunan terpadu bertaraf dunia, yang mencakup pusat hiburan keluarga, pusat perbelanjaan, hotel dan pemukiman. Setiap unit usaha saling melengkapi dan mampu merangkul pasar yang luas. Keberadaannya di kawasan pariwisata, yang dekat dengan wilayah pemukiman dan usaha, merupakan nilai tambah. Kawasan pemukiman kelas menengah dan kelas atas, serta kawasan bisnis di Kota Mandiri Tanjung Bunga yang berada dalam satu lokasi, adalah pasar potensial yang menjanjikan. Pantai Selat Makassar yang terdapat di sebelah utara dan barat lokasi menjadi daya tarik yang menguntungkan, dan akan menjadi bagian dari konsep pembangunan secara keseluruhan. KAWASAN METROPOLITAN MAMMINASATA Bicara daerah Sulawesiu Selatan, tidak lengkap kalau tidak menguupas tentang Kawasan Metropolitan Mamminasata. Kawasan yang dilatarbelakangi oleh perkembangan Kota Makassar yang sangat pesat sehingga menyatu dengan kawasan perkotaan Maros di Kab. Maros, kawasan perkotaan Sangguminasa di Kab. Gowa, dan kawasan perkotaan Takalar di kab. Takalar, merupakan kawasan yang menjadi satu kesatuan penataan ruang. Kawasan ini didasari oleh oleh satu kesatuan ekosistem, ekonomi, dan sosial budaya yang memerlukan penataan ruang terpadu dan membutuhkan pembangunan sebagai bagian dari sistem pengembangan perkotaan nasional. karenanya, kawasan ini perlu dikembangkan menjadi kawasan terkemuka di Kawasan Timur Indonesia yang mengandalkan potensi lokal dan wilayah sekitarnya. Kawasan Metropolitan Mamminasata merupakan kawasan yang telah ditetapkan di dalam PP No. 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sebagai kawasan Strategis Nasional (KSN). Sehingga di dalam penyusunan tata ruangnya, harus ditetapkan sebagai Perpres. Dalam penataan ruang KSN ini, komitmen daerah dirasakan cukup kuat sehingga pemerintah pusat juga harus menunjukkan komitmen yang sama terutama dalam mengawal implementasi struktur ruang dan pola ruang kawasan sesuai dengan sektor masing-masing. Pembangunan Kawasan Metropolitan Mamminasata didukung oleh JICA melalui studi banding di Curitiba, Brazil pada tahun 2005 yang memiliki kemiripan karakteristik dengan Mamminasata. Batas wilayah perencanaan Kawasan Metropolitan Mamminasata adalah kecamatankecamatan yang bersifat perkotaan di wilayah Mamminasata, yaitu seluruh wilayah Kota Makassar, sebagian wilayah Kab. Maros (Kec. Maros Baru, Turikale, Mandai, Moncongloe, Bontoa, Tanralili, Lau, Tompobulu, Bantimurung, Simbang, dan Cenrana), sebagian wilayah Kab. Gowa (Kec. Somba Opu, Bontomarannu, Pallangga, Bajeng, Parangloe, dan Bontonompo), serta seluruh wilayah Kab. Takalar. Untuk batas analisis ekologis adalah DAS Janeberang, DAS Tallo, dan DAS Maros. Beberapa proyek yang menjadi prioritas untuk dikembangkan di Kawasan Metropolitan Mamminasata antara lain, jaringan jalan arteri dengan melakukan studi kelayakan TransSulawesi dan Mamminasata Bypass, jaringan air bersih, pengolahan persampahan dengan membangun TPA baru di Pattalassang (Gowa) dengan menggantikan TPA eksisting di Tamangapa (Makassar), serta pembangunan Center Point of Indonesia yang berlokasi di Kota Makassar. Center Point of Indonesia (CPI) CPI merupakan areal yang dibangun melalui reklamasi pantai dengan luas sebesar 200 ha yang berlokasi di Kawasan Tanjung Bunga pantai losari dengan menggunakan desain green waterfront city dan berdasarkan raperda RTRW Kota Makassar ditetapkan sebagai Kawasan Bisnis Global Terpadu. Konsep dari CPI adalah satu titik impuls (akupuntur) yang mengakumulasikan Sembilan titik-titik keunggulan Indonesia dalam satu titik yang mampu merangsang percepatan pembentukan Indonesia yang unggul. Titik itu antara lain titik epicentrum kebangkitan Indonesia baru, titik akumulasi sejarah dan budaya Indonesia, titik sinergi keunggulan Indonesia, titik referensi mitigasi pesisir, titik bangkit keunggulan IPTEK Indonesia, titik picu percepatan kemajuan ekonomi KTI, titik tumbuh kota hijau Indonesia, titik kumulasi pemberdayaan masyarakat dan titik pacu pengentasan kemiskinan. Tahap pertama pembangunan CPI tahun 2009 dengan membangun center park sebagai fungsi ruang terbuka hijau seluas 16 ha. Sedangkan pembangunan yang direncanakan akan dibangun di CPI pada tahun 2011 melalui instansi Mensegneg dan Kementerian PU (Cipta Karya) adalah gedung wisma negara, gedung museum “1.000 Pahlawan Nusantara”, monumen “Dari Timur Indonesia Bangkit”, museum dan mesjid “Indonesia Rahimakumullah” yang ditargetkan selesai pada tahun 2013. Ibukota Provinsi Sulawesi selatan Makassar merupakan ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Dari tahun 1971 sampai dengan 1999. Kota Makassar dikenal dengan sebutan Ujung Pandang. Kota ini terkenal dengan pantai losarinya yang indah. Makassar berbatasan dengan Selat Makassar di sebelah barat, Kabupaten Kepulauan Pangkajene di sebelah utara, Kabupaten Maros di sebelah timur dan Kabupaten Gowa di sebelah selatan. Berbagai suku bangsa tinggal di kota ini, antara lain suku Makassar, Bugis, Toraja, Mandar, dan Tionghoa. Pantai Losari berada tepat di jantung Kota Makassar, yaitu di Jalan Penghibur, yang terletak di sebelah barat kota Makassar, Sulawesi Selatan Pantai Losari memiliki keunikan dan keistimewaan yang sangat mempesona. Salah satu keunikannya adalah para pengunjung dapat menyaksikan terbit dan terbenamnya matahari di satu posisi yang sama. Sarana Pendukung Sebagai sebuah Provinsi, Sulawesi Selatan tentunya memiliki beberapa saran penduklung dalam rangka mengembangkan wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Sarana pendukung tersebut antara lain adalah Bandara Hasanuddin di Makasar, Bandara Pongtiku di Tana Toraja, Bandara Andi Jemma di Masamba dan Bandara Tampa Padang di Mamuju serta memiliki Pelabuhan Awerange/Barru, Pelabuhan Sinjai, Pelabuhan Makassar, Pelabuhan Palopo dan Pelabuhan Pare-Pare. Bandara Sultan Hassanudin, merupakan sarana penting yang menunjang daerah Sulawesi Selatan dalam bidang transortasi udara. Bandara ini secara resmi akti pada tanggal 26 September 2008 diresmikan oleh Bapak Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Pada tahun 2009 diharapkan runway yang baru telah rampung dan bisa digunakan. Untuk 5 tahun ke depan bandara tersebut akan diperluas lagi dengan melakukan pembangunan tahap ke 2 dimana nantinya bandara tersebut akan menjadi salah satu bandara terbesar di Indonesia khususnya kawasan Timur Indonesia. Bandara ini berlokasi ± 30 km dari Kota Makassar Sementara Pelabuhan Soekarno Hatta merupakan pelabuhan pengumpul internasional untuk kepentingan lokal di kawasan barat dan timur Indonesia. Pemerintah Kota Makassar memberikan prioritas utama terhadap pembangunan dan pengembangan pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar New Port (MNP), yang proses pengerjaannya dijadwalkan mulai akhir tahun 2009. Pada tahap awal disiapkan lahan seluas 250 hektar yang direklamasi di pantai Buloa, dengan lahan seluas 50 hektar diantaranya diperuntukkan bagi areal pelabuhan STATUS PENYELESAIAN PERDA RTRW Sebagaimana yang telah diamanatkan UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang, bahwa pemda provinsi, kab/kota wajib untuk merevisi ataupun menyusun perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) terhitung UU Penataan Ruang disahkan. Dalam penyelesaian rancangan perda RTRW, Provinsi Sulawesi Selatan merupakan provinsi yang pertama kali di Indonesia yang menetapkan perda RTRWnya pada tahun 2009 dengan waktu yang cukup lama karena adanya permasalahan perbatasan antar kabupaten. Persetujuan perda RTRW ditandatangani Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo dan Ketua DPRD Muh Roem setelah mendapat persetujuan dari semua fraksi. Terlegalisasinya ini tentu menjadi contoh yang baik bagi provinsi lainnya di Indonesia untuk segera mempercepat proses pengesahan rancangan perda RTRW di masing-masing provinsi tersebut. Hingga saat ini di Provinsi Sulawesi Selatan, satu kabupaten sedang dalam tahap proses rekomendasi dari provinsi yaitu Kabupaten Takalar dan 19 kabupaten lainnya serta tiga kota sedang dalam tahap revisi Raperda RTRW (Kota Makassar, Pare-Pare, Palopo)