ANALISA KUALITATIF FORMALIN PADA CUMI KERING ASIN

advertisement
ANALISA KUALITATIF FORMALIN
PADA CUMI KERING ASIN YANG DIJUAL DI PASAR SEKTOR 2
WILAYAH KOTA BANJARMASIN
Hidayatulah1, Eka Kumalasari S. Farm.,Apt.2, Amaliyah Wahyuni S.Si., Apt.3
INTISARI
Cumi kering asin merupakan produk pangan yang mempunyai protein yang
sangat tinggi dan rentan terhadap kerusakan. Oleh karena itu, perlu penambahan bahan
pengawet agar cumi kering asin dapat bertahan lebih lama. Penggunaan formalin
sebagai pengawet ternyata telah disalahgunakan dalam industri makanan seperti halnya
pada pengolahan cumi kering asin. Formalin dalam tubuh dapat menyebabkan iritasi
lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen
(menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan), serta dapat menimbulkan efek muntah,
diare bercampur darah, dan kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran
darah. Oleh karena itu, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui ada atau
tidaknya formalin dalam cumi kering asin yang dijual di pasar sektor 2 kota
Banjarmasin.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Analisis kualitatif formalin
dalam cumi kering asin dilakukan dengan penambahan pereaksi KMnO4 0,0004 M dan
pereaksi perak ammoniakal. Teknik penentuan sampel yang digunakan adalah sampling
insidental. Penelitian sampel dilakukan di laboratorium kimia Akademi Farmasi ISFI
Banjarmasin.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa dari 16 pasar di seluruh sektor
2 kota Banjarmasin ditemukan sebanyak 12 pedagang yang menjual cumi kering asin
dan dari pedagang tersebut terdapat 12 sampel cumi kering asin. Setelah dilakukan
pengujian di laboratorium, sebanyak 83,33% sampel positif mengandung formalin dan
16,67% sampel negatif mengandung formalin.
Kata Kunci: Analisis Kualitatif, Formalin, Cumi Kering Asin
QUALITATIVE ANALYSIS FORMALDEHYDE ON DRY SALTED SQUID SOLD
IN THE MARKET SECTOR 2 REGION CITY BANJARMASIN
Hidayatulah1, Eka Kumalasari S. Farm.,Apt.2, Amaliyah Wahyuni S.Si., Apt.3
ABSTRACT
Dried salted squid is a food product that has a very high protein and susceptible
to damage. Therefore, the addition of preservatives necessary in order to dried salted
squid can last longer. The use of formalin as a preservative turns out to have been
misused in the food industry as well as in the processing of dried salted squid.
Formaldehyde in the body can cause stomach irritation, allergy, are carcinogenic
(cancer causing) and mutagenic (cause changes in the function of cells / tissues), and
can cause effects vomiting, diarrhea mixed with blood, and death due to circulatory
failure. Therefore, the research aimed to determine the presence or absence of
formaldehyde in dried salted squid sold in the market sector 2 Banjarmasin city.
This research is a descriptive study. Qualitative analysis of formaldehyde in
dried salted squid is done with the addition of KMnO4 0,0004 reagent and reagent
ammoniakal silver. Sampling technique used is incidental sampling. Research
conducted in the chemical laboratory samples Academy of Pharmaceutical ISFI
Banjarmasin.
Based on this research, it is known that from 16 markets around Banjarmasin
city sector 2 is found as many as 12 vendors selling salted and dried squid from the
merchants there are 12 samples of dried salted squid. After testing in the laboratory, as
many as 83.33% of positive samples containing formaldehyde and 16.67% negative
samples contain formaldehyde.
Keyword: Qualitative Analysis, Formalin, Dried Salted squid
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Makanan adalah kebutuhan pokok yang diperlukan oleh tubuh manusia yang
mempunyai pengaruh terhadap kondisi kesehatan manusia secara langsung. Bila
makanan tidak memenuhi standar keamanan, mutu, dan gizi akan memberikan efek
negatif dalam tubuh (Yuniati, 2008). Bahan tambahan makanan adalah bahan yang
ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan
mutu bahan-bahan tersebut diantaranya pewarna, penyedap rasa dan aroma,
antioksidan, pengawet dan lain-lain (Novriani, 2008).
Bahan pengawet kimia adalah bahan tambahan yang ditambahkan dengan
sengaja ke dalam bahan pangan agar makanan tidak cepat rusak atau busuk dan
makanan jadi lebih awet. Dewasa ini, sering ditemukan penyalahgunaan bahan
pengawet yaitu penambahan formalin dalam produk pangan. Hal ini menjadi persoalan
yang serius karena formalin bukan bahan tambahan untuk makanan, tapi dengan
sengaja ditambahkan dalam makanan (Novriani, 2008).
Formalin merupakan larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk.
Formalin mengandung sekitar 37% formaldehid dalam air biasanya ditambahkan
metanol hingga 15% sebagai pengawet.
Formalin sering digunakan sebagai pembunuh hama,pengawet mayat, bahkan
desinfektan pada industri plastik, busa, dan resin untuk kertas (Afrianti, 2010)
Penggunaan formalin dalam makanan jelas dilarang sesuai Peraturan Menteri
Kesehatan nomor 33 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Makanan. Hal ini
mengingat bahaya serius yang akan dihadapi bila formalin masuk ke dalam tubuh
manusia. Gejala kronis orang yang mengkonsumsi makanan yang mengandung
formalin antara lain iritasi saluran pernapasan, muntah, pusing, rasa terbakar pada
tenggorokan, serta dapat memicu kanker (Afrianti, 2010).
Menurut International Programme on Chemical Safety (IPCS), lembaga
khusus dari tiga organisasi PBB yaitu ILO, UNEP, dan WHO yang peduli pada
keselamatan penggunaan bahan-bahan kimiawi, secara umum ambang batas aman
formaldehid dalam tubuh manusia adalah 1 mg per kilogram berat badan (Santoso,
2006).
Formalin sering disalahgunakan sebagai pengawet makanan, karena mudah
didapat dan harganya yang murah. Maraknya penggunaan formalin dalam produk
pangan mengundang berbagai isu yang buruk tentang kualitas pangan yang beredar di
Indonesia. Hal ini akan berdampak buruk terhadap produsen dan akan membuat
konsumen agar lebih berhati-hati dalam memilih produk pangan yang baik dan sehat.
Produk pangan yang sering disalahgunakan yaitu tahu, ikan asin, cumi kering dan mie
basah (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Cumi-cumi merupakan salah satu binatang laut dengan nutrisi yang tinggi.
Oleh karena sifatnya yang tidak tahan lama, maka diperlukan penggunaan pengawet.
Namun, di masyarakat sering ditemukan penyalahgunaan formalin sebagai
pengawetnya (Astawan, 2008). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2005, penggunaan formalin
pada ikan dan hasil laut menempati peringkat teratas yaitu 66 persen dari total 786
sampel di seluruh Indonesia.
Hasil temuan Dinas Kelautan dan Perikanan DKI Jakarta dan Dinas Kelautan
dan Perikanan Jawa Timur serta Dinas Kelautan dan Perikanan lainnya juga
menunjukkan bahwa ikan asin dan cumi-cumi kering yang dijual di banyak pasar
mengandung formalin. Temuan ini disampaikan pada acara Sosialisasi Pengawasan
Usaha Pengolahan, Pengangkutan dan Pemasaran di Lokasi Industrialisasi Perikanan
pada tanggal 8 Mei 2013 di Garuda Plaza Hotel Medan (Muchtar, 2013).
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
keberadaan formalin dalam cumi kering asin yang dijual secara eceran di pasar
sektor 2 kota Banjarmasin, yang diharapkan nantinya dapat digunakan sebagai bahan
acuan bagi penelitian-penelitian mengenai formalin selanjutnya, bukan hanya dalam
cumi kering asin, tapi juga dalam bahan makanan lainnya, sehingga memberikan
pengetahuan bagi masyarakat luas.
Download