DAMPAK MEDIA ELEKTRONIK DAN TEKNOLOGI TERHADAP KEKERASAN ANAK REMAJA Andi Ardiansyah* Abstract Where we as parents must play an active role in overseeing the development of teenagers. Advances in technology is something that we can not avoid in this life, because of advances in technology will be run in accordance with the progress of science. Technological development is very necessary. Each innovation was created to provide positive benefits for human life. Provides many facilities, as well as new ways of doing human activities. Especially in the field of community technology already enjoy many benefits brought by the innovations that have been produced in the last decade human ini.Namun tiudak can delude themselves to the fact that technology brings many negative effects for humans. Therefore, to prevent or reduce the negative consequences of technological progress, the government in a country should make the regulations or under an international convention that must be adhered to by users of technology. Kata Kunci: Media elektronik, teknologi, kekerasan, remaja PENDAHULUAN Pada jaman sekarang ini remaja dipengaruhi media elektronik dan teknologi, dimana media yang mampu meyebarkan berita secara cepat dan memiliki kemampuan mencapai khalayak dalam jumlah tak terhingga pada waktu yang bersamaan. Bahkan bagi anak remaja sekalipun sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas kesehariannya, bahkan media internet sudah menjadi agenda wajib bagi mereka. Tidak jarang sekarang ini banyak anak remaja lebih suka berlamalama didepan media elektronik maupun internet dari pada belajar, bahkan hampir-hampir lupa akan waktu makannya. Ini merupakan suatu 128 Musawa, Vol. 2, No. 2, Desember 2010:127-140 problematika yang terjadi dilingkungan kita sekarang ini, dan perlu perhatian khusus bagi setiap orang tua untuk selalu mengawasi aktivitas anaknya. 1 Dwyer menyimpulkan, sebagai media elektronik mampu merebut 94% saluran masuknya pesan – pesan atau informasi ke dalam jiwa manusia yaitu lewat mata dan telinga. Media elektronik mampu untuk membuat orang pada umumnya mengingat 50% dari apa yang mereka lihat dan dengar. Dengan demikian terutama bagi anak-anak yang pada umumnya selalu meniru apa yang mereka lihat, tidak menutup kemungkinan perilaku dan sikap anak tesebut akan mengikuti acara televisi yang ia tonton. Apabila yang ia tonton merupakan acara yang lebih kepada eduatif, maka akan bisa memberikan dampak positif tetapi jika yang ia tonton lebih kepada hal yang tidak memiliki arti bahkan yang mengandung unsur-unsur negatif atau penyimpangan bahkan sampai kepada kekerasan, maka hal ini akan memberikan dampak yang negatif pula terhadap prilaku anak yang menonton acara televisi tersebut. Oleh sebab itu, sudah seharusnya setiap orang tua mengawasi acara televisi yang menjadi tontonan anaknya dan sehingga dapat melakukan proteksi tehadap dampak-dampak yang akan ditimbulkan oleh acara tesebut. Dampak tayangan kekerasanTerhadap Anak Media elektronik adalah media yang sangat digemari hampir disegala jenjang usia, baik oleh anak-anak remaja maupun orang dewasa sekalipun.media elektronik sebenarnya sangat baik bagi anak-anak, remaja dan orang dewasa, dengan catatan apabila media elektronik tersebut tidak berlebihan, sesuai dengan usia, dan bagi anak-anak adanya kontrol/pengawasan dari orang tua. Namun kenyataan yang terjadi, banyak dari anak-anak menonton acara yang seharusnya belum pantas untuk ia saksikan serta kebiasaan menonton telah menjadi kebiasaan yang berlebihan tampa diikuti dengan sikap yang kreatif, bahkan bisa menyebabkan anak bersikap pasif. 1 Hadi Rukiyah, Dampak tayangan kekerasan terhadap anak, (on–line) (http://www.blogspot.com) diakses tanggal 14 Oktober 2010, 2 Andi Ardiansyah, Dampak Media Elektronik dan Teknologi 129 terhadap Kekerasan Anak Remaja Bagi anak-anak, kebiasaan menontontayangan kekerasan bisa mengakibatkan menurunnya minat baca anak-anak terhadap buku, serta masih banyak lagi dampak negatif lainnya jika dibandingkan dampak positifnya yang hanya sedikit sekali. Anak-anak cenderung lebih senang berlama-lama didepan televisi dibandingan harus belajar, atau membaca buku. Jika kita melihat acara-acara yang disajika olehmedia elektronik, banyak acara yang disajikan tidak mendidik malahan bisa dakatakan berbahaya bagi anak-anak untuk di tonton. Kebanyakan dari acaranya memutar acara yang berbau kekerasan dan masih banyak lagi deretan dampak negatif yang akan menggrogoti anak-anak yang masih belum mengerti dan mengetahui apa-apa. Mereka hanya tahu bahwa acara itu bagus, mereka merasa senang dan terhibur serta merasa penasaran untuk terus mengikuti acara demi acara selanjutnya. Sudah sepatutnya orang tua menyadari hal ini, mengingat betapa besarnya akibat dari menonton tayangan kekerasan.. Mungkin kita beranggapan dampak tayangan kekerasan tidaklah begitu teralu besar bagi anak-anak, malahan orang tua hanya melarang anak-anaknya untuk tidak menonton film yang berbau kekerasan, dan membiarkan mereka menonton film yang biasa-biasa saja atau memang film anak-anak, namun sebenarnya film anak-anak yang di tonton oleh anakanak pun tidak menutup kemungkinan bisa berdampak negatif bagi anak itu sendiri Dampak Tayangan Televisi Terhadap Prilaku Anak Tayangan televisi ditengarai telah mempengaruhi munculnya perilaku negatif (agresif dan konsumtif) di kalangan anak remaja. Hampir seluruh sajian acara di televisi disuguhkan untuk konsumsi penonton dewasa. Sementara acara untuk anak-anak boleh dibilang sangat minim. Selain itu, sebagian besar jam tayang televisi (terutama TV swasta) menyajikan tayangan-tayangan yang bersifat informasi dan hiburan (infotainment). Bahkan dapat dikatakan wajah tayangan televisi kita didominasi oleh sinetron dan informasi selebriti. Ironinya, alur cerita yang ada belum beranjak dari isu perselingkuhan, percintaan, dan kekerasan. Situasi ini 130 Musawa, Vol. 2, No. 2, Desember 2010:127-140 semakin diperparah oleh jam tayang yang “memaksa” anak-anak ikut menonton.2 Bila dicermati lebih mendalam ternyata dampak tayangan TV tidak hanya mempengaruhi pola tingkah laku tetapi juga mempengaruhi pola tutur kata anak. Ungkapan “papa jahat” atau “mama jahat” acap diucapkan seorang anak manakala orang tuanya tidak mengabulkan permintaan anaknya. Contoh lain, seorang anak juga sering mengatakan kata-kata yang mengandung unsur kekerasan atau kata-kata negatif seperti “bodoh”, “aku bunuh kau”, “aku benci kamu”, atau “emangnya gue pikirin” Tayangan televisi yang telah meresahkan masyarakat memang membutuhkan dimensi kepedulian moral bagi pengelola atau lembaga penyiaran. Pihak pengelola televisi memang sering dihadapkan pada dilematis antara dimensi idiil dan dimensi komersial. Meskipun secara filosopis idealisme (dimensi idiil) menjadi ciri hakiki pers tetapi realitas menunjukkan bahwa aspek komersial lebih menggejala. Pengelola penyiaran televisi masih terjebak pada upaya menayangkan siaran-siarannya yang mengarah pada unsur hiburan dan informasi semata (infotainment). Sementara televisi sebagai media massa memiliki fungsi di bidang pendidikan dan kontrol/perekat sosial. Agaknya pemahaman bahwa tayangan televisi sebagai media yang mampu menimbulkan atau mempengaruhi perilaku pemirsanya belum seutuhnya disadari. Berdasarkan kajian psikologi komunikasi tayangantayangan televisi menawarkan atau menyajikan pesan-pesan yang akan menstimulus organisme penontonnya. Stimulus pesan-pesan televisi ini sebelum menimbulkan respon akan mengendap di organisme penontonnya setelah melalui tahapan perhatian, pengertian, dan penerimaan. Bagi penonton dewasa tentu efek negatif yang ditimbulkan tidak begitu besar dibandingkan penonton anak-anak atau remaja.3 Penonton dewasa memiliki tingkat filterisasi yang baik dibandingkan anak-anak. Penonton dewasa bukanlah audience pasif. Artinya, organisme penonton dewasa sebagaimana konsepsi teori S-O-R (Stimulus Organisme 2 Sumartono, Dampak tayangan televisi terhadap prilaku anak, (on–line) (http://www. webcache.googleusercontent.com) diakses tanggal 17 Oktober 2010. 9 3 Ibid., 13 Andi Ardiansyah, Dampak Media Elektronik dan Teknologi 131 terhadap Kekerasan Anak Remaja Respon) yang telah dikembangkan Hovland lebih bersifat aktif dibandingkan penonton anak-anak. Penonton dewasa telah mampu memilah-milah mana yang baik dan mana yang buruk sementara penonton anak-anak belum mampu mengkritisi atau memfilter pesan tayangan televisi yang masuk ke otaknya (black box). Pada anak-anak komponen organisme (daya pikir) masih labil. Artinya, pesan-pesan tayangan televisi memberikan memori yang cepat atau lambat mempengaruhi perilaku yang ditimbulkan. Dengan kata lain sebagaimana karakter anak-anak, mereka akan meniru apa yang telah dilihatnya di televisi. Artinya, tayangan televisi sesuai dengan teori modeling akan menjadi model perilaku anak-anak.4 Mungkin masih segar dalam ingatan kita ketika tayangan smackdown membuat geger jagat nusantara. Aksi kekerasan yang diperagakan anakanak merupakan dampak negatif setelah menonton acara smackdown di televisi. Dengan polos dan lugu mereka mempraktekkan aksi membanting seperti adegan yang telah disaksikannya di layar kaca.Berdasarkan kajian, saat ini 6-7 jam televisi membombardir tayangan-tayangannya kepada anakanak. Dapat dibayangkan, bagaimana pesan-pesan televisi “meracuni” pikiran anak-anak yang secara psikologis masih pada tahap mencari jati diri dengan sifat ingin tahunya yang begitu besar. Melihat kondisi yang ada dapat disebutkan bahwa 1/3 hari anak-anak dihabiskan dengan “berpetualang” dengan tayangan televisi. Bahkan tidak salah jika disebutkan tayangan televisi telah menjadi “orang tua” bagi anak-anak. Celakanya, saat menonton TV tak jarang orang tua (terutama kaum ibu) larut dalam alur cerita yang disajikan. Saat menonton sinetron misalnya, orang tua yang semestinya harus menjadi komentator dalam mendampingi anaknya menonton TV justru terhipnosis oleh adegan-adegan yang ditonton. Akibatnya, selain tak kuasa melarang anak untuk menonton TV, tak jarang orang tua hanya duduk diam menikmati acara tanpa berkomunikasi dengan anaknya. 4 Jurnal Perempuan, Kekerasan terhadap Anak (Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2002), 7 132 Musawa, Vol. 2, No. 2, Desember 2010:127-140 Meskipun sulit untuk melarang anak untuk menonton TV, setidaknya kesadaran akan dampak negatif tayangan TV meski disikapi secara arif. Orang tua mesti mendampingi anak-anaknya saat menonton TV. Beri Komentar atau penjelasan kepada anak saat ada adegan atau informasi yang tidak patut dicontoh oleh anak. Bila perlu masyarakat dapat melakukan boikot terhadap tayangan-tayangan yang kurang mendidik. Setidaknya masyarakat harus secara aktif ikut mengawasi isi siaran TV. Laporkan kepada Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Barat kalau menyaksikan program acara TV yang tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Sementara itu, kita berharap pihak pengelola TV berkenan menyajikan tayangan-tayangan yang berkualitas. Meskipun kita menyadari bahwa TV harus survive. Tetapi hal ini tidak serta merta dengan menayangkan tayangan-tayangan yang kurang bermutu. Saatnya acara untuk anak-anak menjadi perhatian khusus. Sebab, anak-anak adalah korban tayangan-tayangan TV. Anak-anak belum memiliki kemampuan untuk mencerna pesan tayangan TV yang diterimanya. Artinya, anak-anak akan “menelan mentah-mentah” semua informasi yang diperolehnya. Semua yang ditontonnya dianggap sebagai sesuatu yang benar (legitimate). Di sinilah kepedulian moral dan tanggung jawab social pengelola TV dalam menyajikan tontonan yang sehat dan cerdas dipertaruhkan. Sebab, kreativitas yang merupakan kunci pengembangan TV tidak identik dengan penyajian tayangan-tayangan yang berdampak negatif pada perilaku anak. Peranan Orang Tua Dalam Mengatasi Dampak Negatif tayangan kekerasan Setiap orang tua memiliki tanggungjawab untuk selalu mengawasi anaknya dan memperhatikan perkembangannya, oeh sebab itu hal-hal yang sekecil apapun harus bisa diantisipasi oleh setiap orang tua mengenai dampak positif atau negatif yang akan ditimbulkan oleh hal yang bersangkutan. Begitu juga mengenai hal media elektromik ini, yang sudah nyata dampak negatifnya, sudah sepatutnya setiap orang tua mempersiapkan senjata untuk mengantisipasinya.5 5 Lukman Hakim Nainggolan, Kekerasan terhadap anak remaja, (on–line) (http://www.repository.com) diakses tanggal 18 September 2010, 6. Andi Ardiansyah, Dampak Media Elektronik dan Teknologi 133 terhadap Kekerasan Anak Remaja Faktor Timbulnya Kekerasan Faktor Intern Faktor intern adalah faktor-faktor yang terdapat pada diri individu. Faktor ini khusus dilihat dari individu serta dicari hal-hal yang mempunyai hubungan dengan kejahatan perkosaan. Hal ini dapat ditinjau dari: (a) Faktor Kejiwaan, yakni kondisi kejiwaan atau keadaan diri yang tidak normal dari seseorang dapat juga mendorong seseorang melakukan kejahatan. Misalnya, nafsu seks yang abnormal, sehingga melakukan perkosaan terhadap korban wanita yang tidak menyadari keadaan diri si penjahat, yakni sakit jiwa, psycho patologi dan aspek psikologis dari instink-seksuil. Dalam keadaan sakit jiwa, si penderita memiliki kelainan mental yang didapat baik dari faktor keturunan maupun dari sikap kelebihan dalam pribadi orang tersebut,sehingga pada akhirnya ia sulit menetralisir rangsangan seksual yang tumbuh dalam dirinya dan rangsangan seksual sebagai energi psikis tersebut bila tidak diarahkan akan menimbulkan hubungan- hubungan yang menyimpang dan dapat menimbulkan korban pada pihak lain. “Psycho-patologi ini mengandung arti bahwa pada diri seseorang tertentu yang memungkinkan seseorang tersebut, melakukan kejahatan/perbuatan tertentu yang menyimpang, walaupun ianya tidak sakit jiwa.” (Arrasyid Chainur, 1980). Dalam keadaan seperti ini sering dijumpai dalam perbuatan manusia itu terdapat kesilapan-kesilapan tanpa disadari. Jika terdapatnya perbuatan-perbuatan tidak sadar yang muncul dapat menimbulkan perbuatan yang menyimpang maupun cenderung pada perbuatan kejahatan. 6 Sedangkan aspek psikologis sebagai salah satu aspek dari hubungan seksual adalah aspek yang mendasari puas atau tidak puasnya dalam melakukan hubungan seksual dengansegala eksesnya. Jadi bukanlah berarti dalam mengadakan setiap hubungan seksual dapat memberikan kepuasan, oleh karena itu pula kemungkinan ekses-ekses tertentu yang merupakan aspek psikologis tersebut akan muncul akibat ketidakpuasan dalam melakukan hubungan seks. Dan aspek inilah yang dapat merupakan 6 Ibid., 7 134 Musawa, Vol. 2, No. 2, Desember 2010:127-140 penyimpangan hubungan seksual terhadap pihak lain yang menjadi korbannya. Orang yang mengidap kelainan jiwa, dalam hal melakukan perkosaan cenderung melakukan dengan sadis, sadisme ini terkadang juga termasuk misalnya melakukan di hadapan orang lain atau melakukan bersama-sama dengan orang lain. Kemudian disamping itu, zat-zat tertentu seperti alkohol dan penggunaan narkotika dapat juga membuat seseorang yang normal melakukan perbuatan yang tidak normal. Seseorang yang sudah mabuk akibat meminum minuman keras akan berani melakukan tindakan yang brutal. Dalam kondisi jiwanya yang tidak stabil ia akan mudah terangsang oleh hal-hal yang buruk termasuk kejahatan seksual. (b)Faktor Biologis. Di dalam kehidupannya manusia mempunyai berbagai macam kebutuhan yang harus dipenuhi. 7 Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, manusia menciptakan aktivitasnya. Kebutuhan pada satu pihak merupakan apa yang disebut motif dan pada ujung lain kebutuhan itu merupakan satu tujuan. Bila tujuan itu tercapai, maka kebutuhan akan terpenuhi, mungkin hanya untuk sementara dan merupakan batas penghentian aktivitasnya. Kebutuhan ini mungkin datangnya dari dalam yang disebut dengan kebutuhan biologis atau kebutuhan organis. Witherington membagi kebutuhan biologis itu atas tiga jenis, yakini kebutuhan akan makanan, kebutuhan seksuil dan proteksi. (Bawengan Gerson W., 1977). Kebutuhan akan seksuil ini juga sama dengan kebutuhan-kebutuhan yang lain yang menuntut pemenuhan. Sejak bayi manusia telah memiliki dorongan seks. Dorongan tersebut merupakan dasar dalam diri individu yang secara otomatis terbentuk sebagai akibat zat-zat hormon seks yang terdapat dalam diri manusia. Dorongan seks ini sangat kuat dan dorongan ini menuntut untuk selalu dipenuhi. Apabila kita tidak dapat mengendalikannya, maka akibatnya akan terjadi kehilangan keseimbangan yang hal ini akan mempengaruhi gerak tingkah laku kita masing- masing dalam aktivitas kehidupan kita sehari-hari. Pada tahap selanjutnya jika kebutuhan akan seks ini tidak tersalurkan secara normal, maka dapat terjadi penyimpanganpenyimpangan seperti halnya perkosaan. Kartini Kartono mendeskripsikan latar belakang perkosaan: 7 Ibid., 10. Andi Ardiansyah, Dampak Media Elektronik dan Teknologi 135 terhadap Kekerasan Anak Remaja “Pada peristiwa perkosaan, sang pemerkosa selalu disorong oleh nafsu-nafsu seks sangat kuat, dibarengi emosi-emosi yang tidak dewasa dan tidak mapan. Biasanya dimuati oleh unsur kekejaman dan sifat-sifat sadistis.” Dia lebih menekankan faktor kriminogen perkosaan yang bersumber pada kesalahan pelaku, yang gagal mengendalikan nafsu seksualnya. Hasrat seksualnya yang cukup besar tidak diikuti dengan upaya pelampiasan yang dibenarkan secara hukum dan agama. Ada potensi dalam diri pelakunya itu potensi distabilitas psikologis atau ketidakseimbangan kejiwaan, sehingga mencoba mencari kompensasi dan diagnosisnya melalui korban yang diperkosanya. Jadi faktor biologis dapat merupakan salah satu sebab timbulnya kejahatan perkosaan. (c) Faktor Moral. Moral merupakan faktor penting untuk menentukan timbulnya kejahatan. Moral sering disebut sebagai filter terhadap munculnya perilaku yang menyimpang, sebab moral itu adalah ajaran tingkah laku tentang kebaikan-kebaikan dan merupakan hal yang vital dalam menentukan tingkah laku. Dengan bermoralnya seseorang maka dengan sendirinya dia akan terhindar dari segala perbuatan yang tercela. Sedangkan orang yang tidak bermoral cenderung untuk melakukan kejahatan. Pada kenyataannya, moral bukan sesuatu yang tidak bisa berubah, melainkan ada pasang surutnya, baik dalam diri individu maupun masyarakat. Timbulnya kasus-kasus perkosaan, disebabkan moral pelakunya yang sangat rendah. Dari kasus-kasus tersebut banyak diantaranya terjadi, korbannya bukanlah orang asing lagi baginya bahkan saudara dan anak kandung sendiri. Kasus-kasus tersebut memberi kesan kepada kita bahwa pelakunya adalah orang-orang yang tidak bermoral sehingga dengan teganya melakukan perbuatan yang terkutuk itu terhadap putri kandungnya sendiri. Di lain kasus melakukan perbuatan yang tidak manusiawi itu secara bersama-sama dan di hadapan teman-temannya tanpa adanya rasa malu. Salah satu hal yang mempengaruhi merosotnya moral seseorang dipengaruhi oleh kurangnya pendidikan agama. Agama merupakan unsur pokok dalam kehidupan manusia yang merupakan kebutuhan spiritual yang sama. Norma-norma yang terdapat di dalamnya mempunyai nilai yang tertinggi dalam hidup manusia. Sebab norma-norma tersebut adalah norma-norma ketuhanan dan segala sesuatu yang digariskan 136 Musawa, Vol. 2, No. 2, Desember 2010:127-140 oleh agama adalah baik dan membimbing ke arah yang jalan yang baik dan benar, sehingga bila manusia benar-benar mendalami dan mengerti isi agama, pastilah ia akan menjadi manusia yang baik dan tidak akan berbuat hal-hal yang merugikan atau kejahatan walaupun menghadapi banyak godaan. “Tetapi bila agama hanya simbol saja, tidak akan ada artinya dan orang yang kurang atau tidak mengerti akan agama serta isinya maka akan lemah imannya, sehingga mudah melakukan hal-hal yang buruk. Agama juga berfungsi membentuk kepribadian seseorang dalam hidupnya.” Faktor Ekstern Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang berada di luar diri si pelaku. Faktor ekstern ini berpangkal pokok pada individu. Dicari hal-hal yang mempunyai hubungan dengan kejahatan kesusilaan. Hal ini dapat ditinjau dari: (a) Faktor Sosial Budaya, meningkatnya kasus-kasus kejahatan kesusilaan atau perkosaan terkait erat dengan aspek sosial budaya. Karena aspek sosial budaya yang berkembang di tengah-tengah masyarakat itu sendiri sangat mempengaruhi naik turunnya moralitas seseorang. Suatu kenyataan yang terjadi dewasa ini, sebagai akibat pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka tidak dapat dihindarkan timbulnya dampak negatif terhadap kehidupan manusia. Akibat modernisasi tersebut, berkembanglah budaya yang semakin terbuka pergaulan yang semakin bebas, cara berpakaian kaum hawa yang semakin merangsang, dan kadangkadang dan berbagai perhiasan yang mahal, kebiasaan bepergian jauh sendirian, adalah faktor- faktor dominan yang mempengaruhi tingginya frekuensi kasus perkosaan.8 Aspek sosial budaya yang berkembang di tengah-tengah masyarakat dapat mempengaruhi tinggi rendahnya moralitas masyarakat. Bagi orang yang mempunyai moralitas tinggi atau iman yang kuat dapat mengatasi diri sehingga tidak diperbudak oleh hasil peradaban tersebut, melainkan dapat menyaringnya dengan menyerap hal-hal yang positif. Salah satu contoh faktor sosial budaya yang dapat mendukung timbulnya perkosaan adalah 8 Ibid., 12. Andi Ardiansyah, Dampak Media Elektronik dan Teknologi 137 terhadap Kekerasan Anak Remaja remaja yang berpacaran sambil menonton film porno tanpa adanya rasa malu. Kebiasaan yang demikian pada tahap selanjutnya akan mempengaruhi pikiran si pelaku. Sehingga dapat mendorongnya untuk menirukan adegan yang dilihatnya, maka timbul kejahatan kesusilaan dengan berbagai bentuknya dan salah satu diantaranya adalah kejahatan perkosaan.(b)Faktor Ekonomi. Kondisi perekonomian juga dapat merupakan satu sebab seseorang melakukan kejahatan kesusilaan atau perkosaan. Keadaan ekonomi yang sulit akan membawa orang kepada pendidikan yang rendah dan pada tahap selanjutnya membawa dampak kepada baik atau tidak baiknya pekerjaan yang diperoleh. Secara umum, orang yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah cenderung mendapat pekerjaan yang tidak layak. Keadaan yang demikian menyebabkan seseorang dapat kehilangan kepercayaan diri dan menimbulkan jiwa yang apatis, frustasi serta hilangnya respek atas norma-norma yang ada di sekitarnya. Keadaan perekonomian merupakan faktor yang secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi pokok-pokok kehidupan masyarakat. Keadaan ini mempengaruhi pula cara-cara kehidupan seseorang. Dalam kondisi-kondisi pergolakan mudah sekali terjadi karena inalitas yang disebabkan adanya ketegangan maupun insecurity pada masyarakatnya, misalnya: penghasilan sosial yang rendah, keadaan perumahan yang buruk, dan sebagainya, kurang atau tidak mendapat perhatian. Akibatnya akan kita jumpai peningkatan kriminalitas umumya. Hal-hal yang berhubungan dengan masalah perekonomian adalah antara lain urbanisasi. Dalam negara yang sedang berkembang ke arah negara modern, terjadi perubahan dalam masyarakat. Salah satu perubahan tersebut adalah urbanisasi. Urbanisasi ini dapat menimbulkan hal-hal yang positif dan negatif. Dampak negatif yang dari urbanisasi adalah adanya pengangguran. Dapat dipastikan bahwa timbulnya niat jahat akan lebih besar karena menganggur dibanding sebaliknya. Situasi seperti tersebut di atas pada akhirnya juga merembet dalam hal pemenuhan kebutuhan biologisnya. Sebahagian dari mereka yang tidak mampu menyalurkan hasrat seksnya tersebut pada wanita tuna susila, akan menyalurkan dalam bentuk onani, sedangkan yang lain mencari kesempatan untuk dapat melakukan hubungan seksual secara langsung yaitu dengan jalan pintas mengintai korban untuk dijadikan pelampiasan 138 Musawa, Vol. 2, No. 2, Desember 2010:127-140 hasrat seksualnya tersebut. Pada akhirnya timbullah apa yang disebut dengan kejahatan seksual dengan berbagai bentuknya, dan salah satu diantaranya adalah kejahatan perkosaan. Tetapi sebaliknya golongan orang yang berada atau kaya tidak tertutup melakukan kejahatan susila, akibat kekayaannya sendiri. Perkosaan yang terjadi di hotel atau di tempat- tempat penginapan tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dan di dalam melakukan niatnya tersebut tidak jarang si pelaku yang berasal dari golongan yang berada mempergunakan alat perangsang yang kesemuanya ini diperoleh dengan uang yang tidak sedikit. (c) Faktor Media Massa. Media massa merupakan sarana informasi di dalam kehidupan sosial, misalnya seperti surat kabar, majalah, televisi dan sebagainya itu merupakan juga alat kontrol yang memegang peranan penting di dalam kehidupan bermasyarakat. Surat kabar berisikan publikasi yang memberitakan informasi kepada masyarakat tentang kejadian-kejadian atau peristiwaperistiwa dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi ada kemungkinan pemberitaan surat kabar menjadi faktor terjadinya kejahatan. Hal ini dapat dipahami, karena sering pemberitaan surat kabar sedemikian rupa sehingga sering penjahat dibeberkan sebagai pahlawan karena berhasil melarikan diri dari pengejaran penegak hukum, sehingga seorang yang telah bermental jahat meniru penjahattersebut. Demikian juga pemberitaan tentang kejahatan perkosaan yang serimg diberitahukan secara terbuka dan didramatisasi digambarkan tentang kepuasan pelaku. Hal seperti ini dapat merangsang para pembaca khususnya para orang yang bermental jahat yang dapat menimbulkan ide baginya untuk melakukan perkosaan. Banyak halhal yang memungkinkan anak menjadi korban pelampiasan seks orangorang dewasa yang seharusnya melindunginya. Alat media massa yang paling besar pengaruhnya terhadap timbulnya kejahatan kesusilaan atau perkosaan adalah pemutaran film- film porno, kaset video porno dan beredarnya bacaan-bacaan porno yang menimbulkan hasrat seks bagi yang melihat dan mendengarnya. Kemajuan Teknologi dan Pengaruhnya terhadap Anak Remaja Kemajuan teknologi saat ini tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Berbagai informasi yang terjadi di berbagai belahan dunia kini telah dapat langsung kita ketahui berkat kemajuan teknologi (globalisasi). Andi Ardiansyah, Dampak Media Elektronik dan Teknologi 139 terhadap Kekerasan Anak Remaja Kalau dahulu kita mengenal kata pepatah “dunia tak selebar daun kelor”, sekarang pepatah itu selayaknya berganti; dunia saat ini selebar daun kelor, karena cepatnya akses informasi di berbagai belahan dunia membuat dunia ini seolah semakin sempit dikarenakan kita dapat melihat apa yang terjadi di Amerika misalnya, meskipun kita berada di Indonesia.9 Media yang interaktif dapat mendorong munculnya pemahaman dan perilaku antisosial pada anak-anak dan remaja, terutama disebabkan kekerasan-kekerasan pada media baru ditemukan telah menjadi lazim dan umum. Analisis terbaru terhadap video game mengungkapkan bahwa lebih dari setengahnya didapati adegan kekerasan, termasuk lebih dari 90% masuk dalam kategori tidak cocok untuk anak-anak berusia 10 tahun lebih.10 Penutup Demikianlah secara garis besar tentang dampak media elektronik dan teknologi terhadap kekerasan anak remaja. Dimana kita sebagai orang tua mesti berperan aktif dalam mengawasi perkembangan anak remaja. Kemajuan teknologi adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari dalam kehidupan ini, karena kemajuan teknologi akan berjalan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Perkembangan teknologi memang sangat diperlukan. Setiap inovasi diciptakan untuk memberikan manfaat positif bagi kehidupan manusia. Memberikan banyak kemudahan, serta sebagai cara baru dalam melakukan aktifitas manusia. Khusus dalam bidang teknologi masyarakat sudah menikmati banyak manfaat yang dibawa oleh inovasiinovasi yang telah dihasilkan dalam dekade terakhir ini.Namun manusia tiudak bisa menipu diri sendiri akan kenyataan bahwa teknologi mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Oleh karena itu untuk mencegah atau mengurangi akibat negatif kemajuan teknologi, pemerintah di suatu negara harus membuat peraturanperaturan atau melalui suatu konvensi internasional yang harus dipatuhi oleh pengguna teknologi. 9 Raudhah el jannah, Kemajuan teknologi dan pengaruh terhadap kehidupan remaja, (on–line) (http://www. Bawean net.com), diakses pada tanggal 24 Oktober 2010, 5 10 Andre Noel, Dampak teknologi terhadap kekerasan anak remaja, (on–line) (http://www.Blogspot.com), diakses pada tanggal 18 November 2009, 23 140 Musawa, Vol. 2, No. 2, Desember 2010:127-140 Daftar Pustaka Alisyahbana, Iskandar. 1980. Teknologi dan perkembangan. Jakarta: Yayasan Idayu Andre Noel. Dampak teknologi terhadap kekerasan anak remaja, (on – line) http://www.blogspot.com. diakses tanggal 18 November 2009. Hadi Rukiyah, Dampak tayangan kekerasan terhadap anak, (on–line) http://www.blogspot.com. diakses tanggal 14 Oktober 2010. Jurnal Perempuan. 2002. Kekerasan terhadap Anak. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan. Lukman Hakim Nainggolan, Kekerasan terhadap anak remaja, (on–line) http://www. Repository.com. diakses tanggal 18 september 2010 Raudhah el jannah, Kemajuan teknologi dan pengaruh terhadap kehidupan remaja, (on–line) http://www. Bawean net.com. diakses pada tanggal 24 Oktober 2010. Sumartono, Dampak tayangan televisi terhadap prilaku anak, (on- line), http://www. webcache.googleusercontent.com. diakses tanggal 17 Oktober 2010. *Dosen tetap Jurusan Tarbiyah STAIN Datokarama Palu