universitas indonesia asuhan keperawatan pada bayi prematur

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI PREMATUR YANG
MENGALAMI NYERI PROSEDURAL MELALUI INTERVENSI
FACILITATED TUCKING DISERTAI “HADIR-BERBICARA”
BERBASIS TEORI COMFORT KOLCABA
KARYA ILMIAH AKHIR
NOPI NUR KHASANAH
NPM. 1306431526
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI SPESIALIS KEPERAWATAN
DEPOK, JUNI 2016
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
UNIVERSITAS INDONESIA
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI PREMATUR YANG
MENGALAMI NYERI PROSEDURAL MELALUI INTERVENSI
FACILITATED TUCKING DISERTAI “HADIR-BERBICARA”
BERBASIS TEORI COMFORT KOLCABA
KARYA ILMIAH AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Spesialis Keperawatan Anak
NOPI NUR KHASANAH
NPM. 1306431526
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN
DEPOK, JUNI 2016
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya Iimiah Aliirir ini adaiah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang
dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
Nopi Nur Khasanah
NPM
Tanda Tangan
Tanggai
l1
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISN,IE
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
Nopi Nur Kltasanalt
Tempat, Tanggal Lahir
Purbalingga, 30 November 1987
NIDN
06301 I 8701
Unit Kerja
Universitas Islam Sultan Agung Semarang
No. HP
085640256378
Alamat email
nopi.khasanah@unissula.
ac.
id
Dengan ini menyatakan dengan sebenarnl'a bahrna Karya Ilmiah Akhir saya yang
berjudul 'oAsuhan Keperawatan pada Bayi Prematur yang Mengalami Nyeri
Prosedural melalui Intervensi Fucilitutetl Tucking disertai 'Hadir-Berbicara'
berbasis Teori Comfort Kolcaba". betras dari plagiarisme dan bukan hasil karva
orang lain.
Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian dari Karya llmiah
Akhir tersebut terdapat indikasi plagiarisme, saya bersedia menerima
sanksi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Demikan pernyataan
ini
saya buat dalam keadaan sadar tanpa paksaan dari
siapapun.
Dibuat di Depok
Mengetahui:
Pada tanggal2S Juni2A1,6
Pembimbing Karya Ilmiah Akhir
Yang Membuat Pemyataan
k
Kliasanah)
(Yeni Rustina. S.Kp.. lvl.App.Sc.. Ph.D)
lll
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
HALAMAN PENGESAIIAN
Karya Ilmiah Akhir iai diajukan oleh:
Nopi Nur Khasanah
Nama
:
NPM
:1306431526
Program studi
: Spesialis Keperawatan
Judul Karya Ilmiah
Akhir
:
Asuhan Keperawatan pada Bayi Prematur yang
Mengalami Nyeri Prosedural melalui Intervensi
Facilitated Tucking disertai "Hadit-Berbicma"
Berbasis T ean Comfor t Kolcaba
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dalam Sidang Karya Ilmiah
Akhir sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Spesialis
Keperawatan Anak pada Program Studi Spesialis Keperawatan Fakultas Ilmu
. ::::i:::ti!:iii;::!.i:::::i.::::ii:,
Keperaw@Univ
:::::i5::::"''
taslndoneSia;,..,.. ".
:t::.r
"
:r,:::t:::.:.:.:i:.
.::::::-::_:i::.=i
t,
DEWAI TENGUJI
.....
Supervisor Utama
Yeni Rustina"
Supervisor
Fajar,Tti
S6-,
Wil.ry#;
U.epp.$c,.n.Ph.D.
r-''
Xs., Sp'Keo An., IBCLa
..:
dr..&
Penguji I
Penguji
II
Teguh Perma Iskandar,,Sp. A.
Nurhayati, Ns. Sp.Kep.An.
di
Tanggal
Disetujui
'l
: Depok
: ..&?.... Juni 2016
1V
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
AAMflT,
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat dan
ridho-Nya saya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini. Penulisan Karya Ilmiah
Akhir ini disusun sebagai Tugas Akhir dan syarat untuk mendapatkan gelar Ners
Spesialis Keperawatan Anak. Karya Ilmiah Akhir ini berjudul “Asuhan Keperawatan
pada Bayi Prematur yang Mengalami Nyeri Prosedural melalui Intervensi Facilitated
Tucking disertai “Hadir-Berbicara” Berbasis Teori Comfort Kolcaba”.
Penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai
pihak. Saya menyadari bahwa tanpa dukungan sangatlah sulit menyelesaikan Karya
Ilmiah Akhir ini. Saya ucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Yeni Rustina, SKp., M.App.Sc., Ph.D., selaku Supervisor Utama yang
dengan sabar telah memberikan dukungan, bimbingan dan arahan dalam
penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini.
2. Ibu Fajar Tri Waluyanti, Ns., Sp.Kep.An., IBCLC, selaku supervisor yang
dengan sabar telah banyak memberikan motivasi dan arahan dalam penyusunan
Karya Ilmiah Akhir ini.
3. Bapak dr. R. Adhi Teguh Perma Iskandar, Sp. A., selaku penguji I yang telah
banyak memberikan masukan Karya Ilmiah Akhir ini.
4. Ibu Nurhayati, Ns., Sp.Kep.An., selaku penguji II yang telah memberikan saran
dalam Karya Ilmiah Akhir ini.
5. Dra. Junaiti Sahar, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.
6. Dr. Novy Helena CD, S.Kp., M.Sc., selaku Ketua Program Studi Magister dan
Spesialis FIK UI yang telah memberikan pengarahan sehingga saya termotivasi
untuk menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini.
7. Seluruh Dosen dan Staf Program Studi Spesialis Keperawatan yang telah
membantu dan memfasilitasi saya selama menjalani proses pendidikan.
8. Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Unissula Semarang yang telah memfasilitasi
untuk melanjutkan studi di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
9. Teman-teman Peminatan Perina yang selalu saling menguatkan.
v
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
10. Suami tercinta, Ns. Iskim Luthfa, S.Kep., M.Kep atas setiap pengorbanan,
dukungan, kesabaran, pengertian dan cinta kasihnya sehingga saya mampu
menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini.
11. Ayah dan Ibu terkasih, Nurhadi dan Rumyati yang selalu mendoakan kemudahan
untuk saya, mendukung setiap langkah saya, dan senantiasa mengingatkan pada
kebaikan.
12. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan Karya Ilmiah
Akhir ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas kebaikan semua pihak
yang telah membantu. Semoga Karya Ilmiah Akhir ini bermanfaat bagi
pengembangan ilmu keperawatan. Aamiin.
Depok,
Juni 2016
Penyusun
vi
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
HALAMAN PERNYATAAN PERSBTUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPH,NTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akaciemik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:
Nama
NPM
Program Studi
Kekhususan
Fakultas
Jenis Karya
Nopi Nur Khasanah
I 30643 1 5
Spesialis Keperawatan
Keperawatan Anak
Ilmu Keperawatan
Karya llmiah Akhir
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan
kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Nonexclusive Royulty-Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Asuhan Keperawatan pada Bayi Prematur yang Mengalami Nyeri Prosedural
melalui Intervensi Facilitated Tucking disertai "Hadir-Berbicara" Berbasis
Teori Comfort Kolcaba
beserta perangkat yang acia ljika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti ini
Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola
dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir
saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat ciengan sebenarnya.
dibuat di : Depok
Pada tanggal : Juni 2016
Yang menyatakan
$
(Nopi Nur Khasanah)
vl1
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
ABSTRAK
Nama
: Nopi Nur Khasanah
Program Studi : Spesialis Keperawatan
Judul
: Asuhan Keperawatan pada Bayi Prematur yang Mengalami Nyeri
Prosedural melalui Intervensi Facilitated Tucking disertai “HadirBerbicara” Berbasis Teori Comfort Kolcaba
Karya ilmiah ini merupakan analisis pelaksanaan praktik residensi keperawatan anak
selama dua semester. Kegiatan utama yang dilakukan antara lain memberikan asuhan
keperawatan pada bayi prematur dan praktik keperawatan berbasis pembuktian.
Asuhan keperawatan pada bayi prematur menggunakan teori comfort Kolcaba.
Diagnosis keperawatan yang sering muncul pada bayi prematur adalah nyeri
prosedural, gangguan termoregulasi, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan risiko
infeksi. Intervensi dengan teknik mengukur kenyamanan, edukasi pada orangtua, dan
melalui tindakan menenangkan jiwa. Praktik keperawatan berbasis pembuktian
dilakukan melalui facilitated tucking disertai ‘hadir-berbicara’ untuk menurunkan
skor nyeri prosedural. Hasil menunjukkan bahwa intervensi berbasis teori comfort
Kolcaba efektif untuk meningkatkan kenyamanan. Disarankan agar teori comfort
Kolcaba dapat diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan pada bayi prematur.
Kata kunci: bayi prematur, nyeri prosedural, facilitated tucking, hadir-berbicara,
teori comfort
ABSTRACT
Name
: Nopi Nur Khasanah
Study Program: Specialist on Nursing
Title
: Nursing Care on Premature’s infant with Pain Procedural by
Facilitated Tucking and ‘Being with-Talking to’ interventions based
on Kolcaba Comfort’s Theory.
This scientific paper is an analysis of the implementation of pediatric nursing
practice residency during two semesters. Main activities were providing nursing care
to premature’s infant and doing evidence based nursing practice. Nursing care had
been premature’s infant using a Kolcaba comfort’s theory. Nursing problem usually
occured in premature’s infant were acute procedural pain, ineffective
thermoregulation, imbalanced nutrition: less than body, risk for infection.
Intervention done by technical comfort measures, parent’s coaching, and comfort
food the soul. Evidence done by doing facilitated tucking and ‘talking to-being with’
to decrease score of acute procedural pain. The result showed the evidence based on
Kolcaba comfort’s theory effective to increase comfort. It is suggested that Kolcaba
comfort’s theory can applied in the provision of nursing care to premature’s infant.
Key words: premature’s infant, procedural pain, facilitated tucking, being withtalking to, comfort’s theory
viii
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME .................................. iii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ......................... vii
ABSTRAK ........................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
DAFTAR SKEMA ............................................................................................... x
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv
1. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penulisan ........................................................................................ 7
1.3 Sistematika Penulisan ................................................................................. 7
2. APLIKASI TEORI KEPERAWATAN
PADA ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................ 8
2.1 Gambaran Kasus ......................................................................................... 8
2.2 Tinjauan Teoritis......................................................................................... 13
2.3 Integrasi Teori dan Konsep Keperawatan dalam Proses Keperawatan ...... 26
2.4 Aplikasi Teori Keperawatan pada Kasus Terpilih ...................................... 34
3. PENCAPAIAN KOMPETENSI ................................................................... 54
3.1 Pencapaian Kontrak Belajar ....................................................................... 54
3.2 Implementasi Evidence Based Nursing Practice........................................ 61
4. PEMBAHASAN.............................................................................................. 68
4.1 Pembahasan Penerapan Teori Keperawatan
dalam Asuhan Keperawatan ....................................................................... 68
4.2 Pembahasan Praktik Spesialis Keperawatan Anak
dalam Pencapaian Target ............................................................................ 87
5. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 90
5.1 Simpulan ..................................................................................................... 90
5.2 Saran ........................................................................................................... 91
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 92
LAMPIRAN
ix
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1
Skema 2.2
Hubungan antar Konsep dari Teori Comfort Kolcaba ............... 29
Integrasi Teori Comfort Kolcaba dalam Asuhan Keperawatan
pada Bayi Prematur yang Mengalami Nyeri Prosedural ........... 33
x
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
DAFTAR GRAFIK
Grafik 3.1
Grafik 3.2
Rerata Frekuensi Nadi Bayi yang Mendapatkan
Prosedur Penusukan Tumit di Perina RSCM (n=20) ................ 66
Rerata Saturasi Oksigen Bayi yang Mendapatkan Prosedur
Penusukan Tumit di Perina RSCM (n=20)................................ 66
xi
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3
Tabel 2.4
Tabel 2.5
Tabel 2.6
Tabel 2.7
Tabel 2.8
Tabel 2.9
Tabel 2.10
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.4
Tabel 3.5
Tabel 4.1
Struktur Taksonomi Comfort Kolcaba pada Kasus Lima.......... 37
Intervensi Keperawatan untuk Masalah Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh ...................................... 39
Intervensi Keperawatan untuk Masalah Hipotermia Grade I.... 40
Intervensi Keperawatan untuk Masalah Perilaku Bayi
Tidak Terorganisir ..................................................................... 41
Intervensi Keperawatan untuk Masalah Risiko Infeksi ............. 42
Intervensi Keperawatan untuk Masalah Nyeri Akut ................. 43
Intervensi Keperawatan untuk Masalah Gangguan
Menelan ..................................................................................... 43
Intervensi Keperawatan untuk Masalah Kesiapan
Meningkatkan Perilaku Terorganisir ......................................... 44
Intervensi Keperawatan untuk Masalah Inefektif
Pertahanan Tubuh ...................................................................... 45
Catatan Perkembangan Kasus Lima .......................................... 47
Distribusi Rerata Responden yang Mendapatkan Prosedur
Penusukan Tumit di Perina RSCM (n=20)................................ 62
Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Bayi yang Mendapatkan Prosedur Penusukan
Tumit di Perina RSCM (n=20) .................................................. 63
Perbedaan Respon Nyeri Bayi yang Mendapatkan
Prosedur Penusukan Tumit di Perina RSCM (n=20) ................ 63
Perbedaan Frekuensi Nadi Bayi yang Mendapatkan
Prosedur Penusukan Tumit di Perina RSCM (n=20) ................ 64
Perbedaan Saturasi Oksigen Bayi yang Mendapatkan
Prosedur Penusukan Tumit di Perina RSCM (n=20) ................ 65
Evaluasi Keperawatan berdasarkan Struktur Taksonomi
Kolcaba ...................................................................................... 87
xii
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 4.1
Posisi Facilitated Tucking untuk Prosedur Isap Lendir ............ 20
Posisi Facilitated Tucking untuk Prosedur Penusukan Tumit ... 21
Tingkatan Anastesi pada Manajemen Nyeri Neonatus ............. 77
xiii
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Asuhan Keperawatan pada By Ny Sam
Asuhan Keperawatan pada By Ny En
Asuhan Keperawatan pada By Ny Et
Asuhan Keperawatan pada By Ny St
Laporan Proyek Inovasi
Pemantauan Risiko Trauma pada Neonatus Preterm-Aterm
Menggunakan Neonatal Skin Risk Assessment Scale (NSRAS)
Pemantauan Nyeri Neonatus Menggunakan Premature Infant Pain
Profile (PIPP)
Lembar Observasi Komunikasi Interaksi Modifikasi 2007
Daftar Riwayat Hidup
xiv
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tujuan utama dilakukan perawatan pada bayi baru lahir adalah mengurangi
terjadinya stress akibat lingkungan dan nyeri pada bayi baru lahir terutama
bayi yang lahir prematur (Aita, Oberlander, Snider, Johnston, & Ed, 2015).
Intervensi dari asuhan perkembangan merekomendasikan bahwa untuk
mengurangi stress akibat lingkungan pada bayi prematur dapat dilakukan
dengan meminimalkan bayi terpapar cahaya dan kebisingan.
Stress yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada bayi prematur juga
dapat diminimalkan dengan mengurangi berbagai prosedur yang menyakitkan
untuk mengurangi respon nyeri bayi prematur. Namun bayi prematur
seringkali mendapatkan pengalaman nyeri secara periodik dari berbagai
prosedur menyakitkan yang seringkali dilakukan untuk menentukan diagnosis
maupun sebagai tindakan perawatan (Roofthooft, Simons, Anand, Tibboel, &
van Dijk, 2014). Prosedur menyakitkan yang sering dilakukan antara lain
prosedur penusukan tumit, pemeriksaan Retinophaty of Prematurity (ROP),
pemasangan infus dan berbagai prosedur perawatan luka. Gomella,
Cunningham, dan Eyal (2013) menambahkan bahwa fokus praktik
manajemen nyeri pada ruang perawatan bayi antara lain mengurangi
frekuensi prosedur isap lendir melalui endotracheal tube (ETT) dan
penusukan tumit, mengembangkan protokol manajemen nyeri yang
terstandar, melakukan pengkajian nyeri secara rutin, melakukan strategi untuk
memenuhi kebutuhan rasa nyaman bayi misalnya pendampingan selama
prosedur penusukan tumit dan pemasangan infus perifer.
Nyeri didefinisikan sebagai sebuah pengalaman sensorik dan emosional yang
tidak menyenangkan berkaitan dengan terjadinya kerusakan jaringan maupun
yang berpotensi mengalami kerusakan jaringan (Mathew & Mathew, 2003).
Pengalaman nyeri pada bayi prematur yang berada di ruang perawatan
intensif terjadi setiap hari selama perawatan berlangsung. Kondisi
1
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
2
menyakitkan setiap hari yang dirasakan oleh bayi prematur tidak dirasakan
oleh bayi normal yang tidak menjalani hospitalisasi. Selain itu perilaku
distress yang sering muncul pada bayi prematur dapat menjadi tanda adanya
nyeri yang dirasakan oleh bayi prematur. Perbedaan ini dapat menjadi dasar
perlunya memperluas cakupan definisi nyeri pada bayi prematur.
Ditinjau secara anatomi, fisiologi dan biokimia, persepsi nyeri telah ada pada
tahap awal kehidupan intrauterin. Pernyataan ini sejalan dengan Mathew &
Mathew (2003) yang menjelaskan bahwa sistem endokrin pada bayi baru
lahir berkembang dengan baik. Endokrin mampu melepaskan kortisol dan
katekolamin untuk menanggapi pengalaman menyakitkan, selanjutnya
menghasilkan perubahan fisiologis-biokimia sehingga tim kesehatan dapat
menilai respon bayi terhadap nyeri secara objektif. Namun terdapat beberapa
perbedaan mendasar dalam neurofisiologis pada persepsi nyeri bayi.
Impuls nosiseptif mulai aktif dan berfungsi sejak usia gestasi 25 minggu.
Impuls ini pada bayi lebih banyak yang berjalan ke tulang belakang melalui
serabut saraf yang tidak bermielin daripada serabut mielin dan cenderung
kekurangan inhibisi neurotransmitter. Bayi juga memiliki bidang reseptif
yang lebih besar dan konsentrasi substansi P reseptor yang lebih tinggi. Selain
itu, bayi memiliki batas bawah untuk eksitasi dan sensitasi, sehingga
mengalami efek yang lebih sentral dari nosiseptif stimuli. Faktor-faktor ini
diyakini membuat bayi prematur merasa nyeri yang lebih parah dibandingkan
dengan bayi cukup bulan (AAP, 2016).
Pengalaman nyeri pada bayi prematur tidak hanya karena faktor fisiologis
bayi. Faktor lain seperti prosedur tindakan medis maupun keperawatan, serta
lingkungan Neonatal Intensive Care Unit (NICU) dapat meningkatkan
terjadinya nyeri bayi. Jeong, Park, Lee, Choi, dan Lee (2014) menyebutkan
beberapa prosedur yang sering dilakukan dan menimbulkan nyeri bayi antara
lain intubasi dan ekstubasi endotrakeal (ET), pengisapan lendir pada ETT,
hidung atau mulut, fisioterapi dada, pengambilan darah vena maupun arteri,
pemasangan dan pelepasan infus, injeksi, penusukan tumit, perawatan luka,
pemasangan Orogastric tube (OGT), pemeriksaan ROP, dan pemasangan
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
3
nasal kanul. Bayi prematur dapat mengalami dua atau lebih prosedur
menyakitkan setiap hari (Badr, 2013). Lingkungan NICU yang kurang
kondusif untuk perkembangan bayi prematur juga akan menambah
pengalaman nyeri bayi.
Prosedur tindakan menyakitkan dan terus berulang yang terjadi pada tahap
awal kehidupan dapat merusak perkembangan sistem saraf pusat secara
permanen (Hatfield, Myers, & Messing, 2013). Manajemen nyeri yang tidak
memadai dan distress yang terjadi selama prosedur invasif pada bayi secara
permanen dapat menurunkan toleransi nyeri, meningkatkan respon nyeri
sejalan dengan bertambahnya usia dan berkontribusi pada perkembangan
nyeri kronis. Tenaga kesehatan perlu melakukan manajemen nyeri pada saat
prosedur tindakan sejak saat bayi dilahirkan. Manajemen nyeri pada bayi saat
prosedur tindakan dapat dilakukan oleh perawat, dokter, fisioterapis maupun
petugas laboratorium. Bayi berbeda dengan anak maupun orang dewasa yang
dapat memverbalisasi ketika merasa nyeri. Oleh karena itu untuk dapat
memberikan manajemen nyeri dengan tepat, seluruh tim kesehatan perlu
melakukan pengkajian nyeri pada bayi prematur, termasuk status perilaku
bayi. de Aymar, de Lima, dos Santos, Moreno, dan Coutinho (2014) dalam
penelitiannya merekomendasikan untuk melakukan pembelajaran dengan
metode kelompok kerja pada profesional kesehatan tentang pengkajian dan
penatalaksanaan nyeri agar dapat lebih efektif dalam memberikan manajemen
nyeri pada bayi.
Teknik manajemen nyeri dapat dilakukan dengan metode farmakologi
maupun non-farmakologi. Namun dalam konteks prosedur rutin di ruang
perawatan bayi, metode farmakologi untuk menurunkan nyeri pada bayi
prematur digunakan hanya jika pengkajian skor nyeri bayi dalam kategori
nyeri berat (Gomella, Cunningham, & Eyal, 2013). Beberapa prosedur yang
memerlukan manajemen nyeri dengan teknik farmakologi antara lain
prosedur intubasi, ventilasi mekanik, lumbal pungsi, sirkumsisi, ligasi Patent
Ductus Arteriosus (PDA) dan pemasangan selang peritonium. Oleh karena
itu, penggunaan intervensi non-farmakologis untuk manajemen nyeri bayi
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
4
prematur banyak dilakukan pada berbagai prosedur rutin yang menyebabkan
nyeri ringan sampai nyeri sedang. Tindakan-tindakan non-farmakologis
menawarkan profilaksis dan pendekatan komplementer untuk mengurangi
nyeri akut. Intervensi ini mengaktifkan perhatian bayi baru lahir, mengalihkan
perhatian bayi dari rasa sakit sehingga dapat mengubah persepsi nyeri.
Hasil telusur jurnal menunjukkan beberapa metode non-farmakologi untuk
menurunkan nyeri maupun ketidaknyamanan yang dialami oleh bayi
prematur. Metode non-farmakologi ini antara lain nonnutritive sucking
(NNS), perawatan metode kanguru (PMK), pembedongan, sentuhan,
pemberian
sukrosa,
dan
facilitated
tucking
(fasilitasi
menyelipkan
ekstremitas/memposisikan fleksi fisiologis) (Liaw et al., 2013; Riddell et al.,
2011). Upaya non-farmakologi yang dilakukan oleh residen keperawatan
anak untuk menurunkan nyeri bayi prematur yang digunakan pada pasienpasien kelolaan adalah metode facilitated tucking karena beberapa alasan,
antara lain belum diaplikasikan oleh tim kesehatan, tidak memerlukan alat
dan keluarga tidak harus hadir pada saat intervensi, sehingga lebih mungkin
dilakukan untuk berbagai prosedur yang membutuhkan hasil cepat dan
berulang. Selain itu, intervensi ini tidak memerlukan biaya, sehingga tidak
memberatkan dan membebani keluarga pasien. Gomella, Cunningham, dan
Eyal (2013) menyebutkan bahwa metode facilitated tucking dilakukan dengan
memegang lembut tangan dan kaki bayi pada posisi fleksi, metode ini efektif
pada awal pemasangan infus, pemeriksaan ROP dan pengisapan lendir pada
ETT, serta terbukti menurunkan waktu penyembuhan dan denyut nadi
cenderung lebih stabil dalam rentang normal (120-160 kali per menit).
Intervensi dengan biaya yang efektif dapat menjadi alternatif yang
menguntungkan, terutama bagi keluarga. Menurut Zwimpfer dan Elder
(2012) intervensi non-farmakologi saat melakukan prosedur menyakitkan
pada bayi prematur dengan biaya efektif dapat juga dilakukan dengan
intervensi yang berbasis hubungan, yaitu “hadir-berbicara” pada bayi
prematur. Intervensi ini memungkinkan kebutuhan emosional bayi yang harus
dipenuhi lebih efektif di NICU. Bidang kesehatan mental menekankan
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
5
pentingnya interaksi yang selaras antara pengasuh dengan bayi untuk
pengembangan kapasitas regulasi emosi yang sehat pada bayi. Hawthorne
(2005) menyebutkan bahwa kapasitas regulasi emosi ini dapat dinilai
menggunakan instrumen Neonatal Behavioral and Assessment Scale (NBAS)
yaitu pada item status regulasi, yang diantaranya dinilai dari kemampuan
fleksi sendiri, dapat dihibur, tenang dan tangan ke mulut. Selain itu, kehadiran
emosional merupakan elemen kunci dari pendekatan psikoanalitik untuk
mengelola psikis rasa sakit (Zwimpfer & Elder, 2012).
Intervensi “hadir-berbicara” dilakukan oleh perawat dengan mengajak bicara
bayi secara lembut dan secara emosional hadir untuk bayi selama prosedur
menyakitkan sebagai alat manajemen nyeri. Perawat harus dalam keadaan
selaras, berpikir tentang bayi dan berempati terhadap bayi tersebut. Pada saat
observasi di Ruang Perawatan Bayi Baru Lahir, hanya sebagian kecil perawat
yang sudah mengaplikasikan intervensi ini. Namun selama observasi, perawat
yang mendampingi bayi saat pelaksanaan prosedur menyakitkan tidak disertai
‘hadir-berbicara’. Oleh karena itu, agar dapat optimal dilakukan oleh semua
perawat maka residen keperawatan anak telah melakukan proyek inovasi
dengan mengkombinasikan intervensi facilitated tucking disertai “hadirberbicara” pada bayi prematur dalam upaya mengurangi nyeri bayi, pada
proyek inovasi residen keperawatan anak hanya membatasi saat tindakan
penusukan tumit. Hasil intervensi lebih efektif dan dapat dilanjutkan untuk
diaplikasikan seterusnya agar perawatan terstandar dan seluruh perawat
menyadari pentingnya meningkatkan empati pada pasien-pasien bayi
prematur. Selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan maupun asuhan perkembangan pada bayi-bayi prematur yang
berada di ruang perawatan bayi baru lahir untuk memperoleh kenyamanan.
Kenyamanan merupakan kebutuhan dasar pasien yang merupakan tujuan
pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut sejalan dengan konsep
teori Comfort yang dikemukakan oleh Kolcaba yang menyatakan bahwa
kenyamanan adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia (Kolcaba & Dimarco, 2005). Terkait dengan peran ners spesialis
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
6
keperawatan
anak,
residen
keperawatan
anak
mengembangkan
profesionalisme dalam memberikan asuhan keperawatan dengan menerapkan
teori Comfort yang dikemukakan oleh Kolcaba untuk mengatasi masalah
nyeri dan/atau ketidaknyaman pada bayi prematur yang dirawat di NICU.
Kolcaba dalam teorinya menjelaskan bahwa kenyamanan didefinisikan
sebagai pengalaman manusia yang segera dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan relief, ease dan transcendence bertemu dalam empat konteks
pengalaman
(fisik,
psikospiritual,
sosial
dan
lingkungan).
Kolcaba
menjelaskan bahwa intervensi untuk memberikan kenyamanan pada pasien
dapat diterapkan pada berbagai kondisi pasien dengan masalah nyeri, cemas
dan takut. Pemberian kenyamanan setidaknya memerlukan tiga jenis
intervensi, yaitu teknik pengukuran kenyamanan, pelatihan/bimbingan dan
memberikan kenyamanan pada hati/jiwa.
Teori Comfort telah diterapkan dan diuji coba pada lingkup keperawatan bayi
baru lahir di ruang Neonatal Intensive Care Unit (Williamson, 2013).
Kolcaba juga telah menyusun kerangka kerja untuk dapat dipahami dan
diimplementasikan dalam penelitian dan praktik keperawatan anak (Kolcaba
& DiMarco, 2005). Tenaga kesehatan, terutama perawat bertanggung jawab
dalam memberikan rasa nyaman dan aman di lingkungan Perawatan bayi baru
lahir yang masih merupakan bagian dari keperawatan anak. Bayi prematur
memerlukan rasa nyaman dari lingkungan dan rasa aman dalam menjalani
pengalaman nyeri dari berbagai prosedur terapi agar dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal. Pendekatan keperawatan turut berperan aktif
dalam memberikan rasa nyaman dan aman untuk mengatasi masalah
nyeri/ketidaknyamanan yang dialami oleh bayi prematur. Aplikasi teori
keperawatan Comfort yang dikembangkan oleh Kolcaba dapat dijadikan
pedoman dalam melakukan pengkajian, penegakan diagnosis dan perumusan
intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah nyeri/ketidaknyamanan.
Melalui pendekatan teori Comfort diharapkan bayi prematur dapat mencapai
kenyamanan dari aspek fisik, psikospiritual, lingkungan dan sosiokultural.
Hal ini menjadi latar belakang residen keperawatan anak menerapkan teori
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
7
Comfort untuk mengatasi masalah keperawatan nyeri/ketidaknyamanan pada
bayi prematur di ruang perawatan bayi baru lahir.
1.2. Tujuan Penulisan
1.2.1. Tujuan Umum
Menganalisis aplikasi teori Comfort Kolcaba sebagai upaya menurunkan
ketidaknyamanan: Nyeri pada bayi prematur yang mengalami nyeri
prosedural melalui intervensi facilitated tucking disertai ‘hadir-berbicara’.
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Diperolehnya analisis penerapan asuhan keperawatan pada bayi dengan
masalah nyeri akut prosedural.
b. Diperolehnya analisis lima kasus terpilih berdasarkan aplikasi teori
Comfort Kolcaba pada bayi prematur yang mengalami nyeri prosedural
dengan pendekatan proses keperawatan.
c. Diperolehnya analisis pencapaian target kompetensi dalam praktik
spesialis keperawatan anak.
1.3. Sistematika Penulisan
Karya ilmiah akhir ini terdiri dari lima bab yang setiap bab berisi pokok
bahasan tertentu. Bab satu pendahuluan mencakup latar belakang, tujuan, dan
sistematika penulisan. Bab dua berisi aplikasi teori keperawatan pada asuhan
keperawatan yang meliputi gambaran kasus, tinjauan teoritis, integrasi teori
dalam proses keperawatan, serta aplikasi teori keperawatan pada kasus
terpilih. Bab tiga mencakup pencapaian kompetensi meliputi pencapaian
kompetensi dan implementasi evidence based nursing practice. Bab empat
adalah pembahasan dari analisa penerapan teori Comfort pada kelima kasus
terpilih sesuai tahapan proses keperawatan, serta pembahasan praktik
spesialis keperawatan anak dalam pencapaian kompetensi. Bab lima
mencakup simpulan dan saran.
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
BAB 2
APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN
2.1. Gambaran Kasus
Gambaran kasus merupakan ringkasan riwayat asuhan keperawatan yang
diberikan pada lima pasien kelolaan yang terpilih selama praktik residensi.
Kasus-kasus yang terpilih ini meliputi asuhan keperawatan pada bayi yang
lahir prematur dengan berbagai latar belakang masalah medis yang berbeda.
Namun memiliki masalah keperawatan yang sama yaitu ketidaknyamanan:
nyeri akut.
Kasus Satu
By. Ny. Sam, laki-laki usia 3 hari, dengan diagnosis Respiratory Distress
Syndrom,
Hyalin
Membran
Disease,
trombositopenia,
sepsis
dan
hiperbilirubinemia. Bayi dilahirkan secara Sectio Caesaria atas indikasi
gawat janin dan polihidramnion dengan faktor risiko keputihan, ketuban
pecah 8 jam, Ibu bayi ada riwayat menderita Diabetes Mellitus tipe 2 sejak 3
tahun yang lalu dan hasil Cardiotocography bayi adalah Reassuring Fetal
State kategori II. Pemeriksaan APGAR Score didapatkan hasil 4/5/8.
Pemeriksaan fisik didapatkan berat lahir 3.740 gram, usia gestasi 35
minggu, bayi termasuk dalam Neonatus Kurang Bulan - Besar Masa
Kehamilan (NKB-BMK).
Pengkajian awal pada kasus ini bayi mengalami instabilitas suhu sampai
39oC, hasil laboratorium darah menunjukkan adanya trombositopenia
(73.000/mm3), hipokalsemia (0,92 mEq/L) yang sudah dikoreksi satu kali,
dan hasil foto thorax menunjukkan adanya kardiomegali. Pola napas
dangkal dan cepat, frekuensi napas 72 kali per menit, saturasi oksigen 90%,
bayi terpasang alat bantu napas Non Invasive Ventilation dengan Peak
Inspiratory Pressure (PIP) 40, Positive End Expiratory Pressure (PEEP) 6
dan Fraction of inspired Oxygen (FiO2) 21%. Prosedur penusukan tumit
untuk mendapatkan sampel darah perifer sebagai pemantauan gas darah
dilakukan setiap pagi dengan rata-rata denyut jantung 186 kali per menit dan
saturasi oksigen 89% pada setiap kali penusukan. Sejak hari pertama
8
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
9
produksi mukus berlebih, terdengar ronkhi terutama di paru kiri dan terlihat
adanya retraksi dinding dada. Pada usia 6 hari kasus satu terlihat kuning
pada area kepala, leher, badan dan tungkai atas (Derajat Kremer III) dengan
nilai bilirubin 10 mg/dl.
Masalah keperawatan yang muncul dari data pengkajian yang didapatkan
oleh residen keperawatan anak antara lain bersihan jalan napas tidak efektif,
gangguan pertukaran gas, nyeri akut, hipertermia, gangguan kenyamanan,
kerusakan integritas kulit, ikterik neonatus, dan perilaku bayi tidak
terorganisir,. Selama perawatan, residen keperawatan anak melakukan
prosedur isap lendir minimal satu kali setiap shift. Residen keperawatan
anak juga mendampingi prosedur penusukan tumit dengan menggunakan
metode facilitated tucking disertai “hadir-berbicara” dan didapatkan ratarata skor nyeri menggunakan Premature Infant Pain Profile (PIPP) selama
lima hari prosedur penusukan tumit adalah 10 (nyeri sedang, rentang 0-21).
Evaluasi hasil interpretasi analisa gas darah pada hari kelima pemantauan
analisa gas darah menunjukkan hipoksemia. Pada hari perawatan ke-13
keadaan bayi mulai stabil kemudian dipindahkan ke ruang perawatan level I.
Kasus Dua
By. Ny. En, perempuan usia 63 hari dengan diagnosis unproven sepsis,
riwayat Necrotizing Enterocolitis Grade I, riwayat Apnea of Prematurity,
riwayat hiperbilirubinemia, dermatitis kontak iritan et causa hipafix di dagu,
pipi, tangan dan kaki, dermatitis kontak iritan et causa urin dan feses di
glutea dengan diagnosis pembanding eksodermatik enteropathy. Bayi
dilahirkan secara Sectio Caesaria dengan indikasi impending eklampsia
pada usia gestasi 30 minggu dengan berat lahir 1.450 gram (NKB-SMK).
Saat pengkajian awal kondisi kesadaran bayi kompos mentis, motorik aktif
dan mampu menangis kuat. Luka dermatitis tampak mengelupas basah dan
berdarah, dilakukan prosedur perawatan luka setiap hari. Hasil pemeriksaan
suhu 36,9oC, frekuensi napas 65 kali per menit, denyut jantung 187 kali per
menit, saturasi oksigen 98%, akral teraba hangat. Bayi minum ASI melalui
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
10
oral sebanyak 27 ml setiap 3 jam, berat badan sekarang 2.390 gram, tidak
ada muntah, tidak ada kembung, toleransi minum baik, dan abdomen supel.
Pada hari rawat ke-65 terjadi instabilitas suhu sampai 38,4oC.
Masalah keperawatan yang muncul pada kasus ini adalah nyeri akut,
kerusakan integritas kulit, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh, inefektif pertahanan tubuh, gangguan kenyamanan, risiko gangguan
perlekatan orangtua-bayi, dan hipertermia. Intervensi pada masalah nyeri
akut dan kerusakan integritas kulit dilakukan melalui prosedur perawatan
luka dermatitis yang secara rutin memberikan kompres NaCl 0,9% selama
15 menit dengan frekuensi 2 kali sehari, mupirocin 2% di semua lesi erosi,
daktarin diapers setiap ganti popok, area bokong dibersihkan dengan air dan
sabun setiap BAB serta mandi dengan sabun batang bayi. Selama empat hari
mendampingi prosedur perawatan luka, residen keperawatan anak
menggunakan metode facilitated tucking disertai “hadir-berbicara” dan
didapatkan rata-rata skor nyeri dengan menggunakan PIPP adalah 13 (nyeri
berat, rentang 0-21).
Evaluasi nyeri yang dialami pada kasus dua tidak hanya terjadi saat
perawatan luka, jika lesi tersentuh saat pemberian minum melalui oral bayi
menangis kuat, alis menonjol, nasolabial mengerut, mata menutup sehingga
residen keperawatan anak perlu berhati-hati saat pemberian minum.
Evaluasi pada hari perawatan ke-67 lesi mulai kering, prosedur perawatan
luka hanya dilakukan pemberian mupirocin, nyeri telah berkurang.
Kasus Tiga
By. Ny. Et, laki-laki usia 2 jam, usia gestasi 34 minggu, berat lahir 1.840
gram (NKB-SMK), diagnosis Gemelli II, Respiratory Distress, Hyalin
Membran Disease, Sepsis Neonatorum Awitan Dini, unproven sepsis, risiko
Apnea of Prematurity. Bayi lahir spontan atas indikasi inpartu kala I fase
aktif, APGAR Score 6/8. Bayi dilahirkan menangis lemah, setelah
dihangatkan dan dirangsang bayi merintih, retraksi berat, menggunakan alat
bantu napas Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) dengan PEEP 7
FiO2 21%.
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
11
Saat pengkajian retraksi dada minimal, saturasi oksigen 95% masih
terpasang CPAP dengan PEEP 7 FiO2 21%. Bayi kemudian dilakukan
prosedur penusukan tumit untuk evaluasi Gula Darah Sewaktu. Hasil
pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, kondisi bayi aktif,
nadi 152 kali per menit, suhu 36,8oC, napas 48 kali per menit, saturasi
oksigen 97%. Pada hari rawat ke-6 bayi tampak kuning di area di kepala,
leher, badan atas-bawah, dan tungkai atas (Derajat Kramer III) dengan nilai
bilirubin 11 mg/dl. Pada hari rawat ke-8 berat badan mengalami penurunan
menjadi 1.670 gram.
Masalah keperawatan yang muncul antara lain pola napas tidak efektif,
nyeri akut, perilaku bayi tidak terorganisir, gangguan rasa nyaman,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, risiko infeksi,
risiko gangguan termoregulasi, dan ikterik neonatus. Metode facilitated
tucking disertai “hadir-berbicara” digunakan selama prosedur penusukan
tumit. Hasil gula darah sewaktu 97 mg/dL, skor nyeri 11 (nyeri sedang,
rentang 0-21) menggunakan alat pengkajian nyeri PIPP.
Evaluasi masalah nyeri teratasi pada hari rawat pertama. Pada umur 9 hari
kondisi bayi stabil, bayi masih mengalami masalah nutrisi, risiko infeksi dan
risiko gangguan termoregulasi meskipun selama perawatan tidak terjadi
instabilitas suhu pada kasus tiga, rencana bayi akan dipindahkan ke level I.
Kasus Empat
By. Ny. St, perempuan usia 18 jam, usia gestasi 36 minggu, berat lahir 2700
gram (NKB-SMK). Diagnosis medis hiperbilirubinemia, inkompatibilitas
ABO, dan Anemia. Bayi dilahirkan secara Sectio Caesaria dengan indikasi
ketuban pecah 20 jam. Bayi rujukan dari RS A, hasil pemeriksaan darah
sebelumnya antara lain: Golongan darah ibu O, golongan darah bayi A+,
pemeriksaan haemoglobin hasilnya 10,4 g/dL, setelah 6 jam perawatan
haemoglobin turun menjadi 9,3 g/dL dengan nilai bilirubin total 15,03 mg%.
Saat pengkajian awal berat badan turun menjadi 2690 gram, Haemoglobin
7,7 g/dL, bilirubin total 14,38 mg% dengan bilirubin direk 0,4 mg%. Hasil
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
12
pemeriksaan coomb’s test indirect positif yang artinya terdapat antibodi
pada permukaan eritrosit dan anti-antibodi eritrosit pada serum. Hari rawat
kedua berat badan turun 50 gram (2640 gram), akses intra vena perifer
bengkak kemudian perawat melakukan prosedur pemasangan infus ulang.
Kesadaran kompos mentis, tampak lemah, malas minum, tidak ada muntah,
abdomen supel, bising usus ada.
Masalah keperawatan yang muncul antara lain ikterik neonatus, kerusakan
integritas kulit, gangguan kenyamanan, nyeri akut, ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, dan inefektif pertahanan tubuh.
Residen keperawatan anak mendampingi perawat dengan menggunakan
metode facilitated tucking disertai “hadir-berbicara” saat pemasangan infus.
Rerata skor nyeri menggunakan PIPP dalam empat kali penusukan adalah
12 (nyeri sedang, rentang skor 0-21). Terapi sinar diberikan dengan tiga
lampu fototerapi, nutrisi diberikan secara enteral dan parenteral.
Evaluasi pada hari rawat ke-3 berat badan naik 5 gram (2685 gram), hasil
pemeriksaan bilirubin total 10,37 mg% sehingga lampu fototerapi dikurangi
satu. Hari rawat ke-14 bayi tidak ikterik, tidak terjadi instabilitas suhu, berat
badan naik secara progresif dengan rata-rata kenaikan 15 gram/hari.
Kasus Lima
By. Ny. Cla, laki-laki, usia 13 hari, usia gestasi 30 minggu, berat lahir 1524
gram (NKB-SMK), riwayat Respiratory Distress Syndrom, riwayat Hyalin
Membran Disease Grade I-II, riwayat hiperbilirubinemia, dan Anemia. Bayi
lahir secara Sectio Caesaria dengan indikasi gawat janin karena ibu pre
eklampsi berat. Bayi lahir dengan nilai APGAR 7/9, kondisi menangis dan
diberi bantuan napas melalui Nasal CPAP dengan PEEP 8 dan FiO2 21%.
Saat pengkajian awal keadaan bayi stabil, napas spontan tanpa alat bantu,
tidak ada distress pernapasan dan bayi berada dalam inkubator. Bayi
mengalami distensi abdomen dengan lingkar perut 29 cm, bising usus 1 kali
per menit, berat badan mengalami penurunan 15 gram (1372 gram). Suhu
tubuh bayi 36,1oC dengan suhu inkubator 33,5oC, akral teraba dingin,
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
13
denyut jantung 158 kali per menit, frekuensi napas 52 kali per menit.
Tampak respon terkejut berlebihan, jari tangan menyebar, ekstremitas
hiperekstensi. Umur 14 hari dilakukan prosedur pemeriksaan Retinophaty
Of Prematurity untuk diagnosis adanya retinopati. Umur 24 hari bayi
tampak letargi, keadaan bayi lemah, malas minum, dilakukan pemeriksaan
darah hasilnya terjadi penurunan hemoglobin, hematokrit, dan neutrofil.
Masalah keperawatan yang muncul antara lain ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh, hipotermia grade I, perilaku bayi tidak
terorganisir, risiko infeksi, nyeri akut, gangguan menelan, kesiapan
meningkatkan perilaku terorganisir, dan inefektif pertahanan tubuh. Metode
facilitated tucking disertai “hadir-berbicara” diberikan dalam mendampingi
pemeriksaan Retinophaty Of Prematurity. Skala nyeri menggunakan PIPP 9
(nyeri sedang, rentang skor 0-21), bayi tampak menangis dan meringis.
Evaluasi untuk masalah nyeri teratasi pada hari rawat ke-15. Pada hari rawat
ke-29 nutrisi yang diterima adekuat ditandai dengan tidak muntah, abdomen
supel, dan tidak ada residu, lingkar perut tidak meningkat, bising usus 2 kali
per menit, berat badan meningkat progresif 25 gram/hari.
2.2. Tinjauan Teoritis
Pada subbab ini dibahas dasar-dasar teori mengenai nyeri pada bayi
prematur, perkembangan reseptor nyeri, penyebab nyeri pada bayi baru
lahir, alat pengkajian nyeri, dan penatalaksanaan nyeri pada bayi prematur,
serta landasan konsep pencegahan trauma dalam keperawatan anak.
2.2.1. Nyeri pada Bayi Prematur
Fakta menyebutkan bahwa struktur anatomi, fisiologis dan neurokimia yang
menyampaikan rasa sakit berkembang dengan baik pada neonatus.
(Hockenberry & Wilson, 2009) mengatakan bahwa nyeri merupakan
pengalaman tidak menyenangkan yang bersifat subjektif akibat rusaknya
jaringan
yang
mempersepsikan
akan
apa
mempengaruhi
yang
pengalaman
dirasakan.
individu
Definisi
tersebut
dalam
jelas
menggambarkan bahwa nyeri merupakan mekanisme fisiologis alami untuk
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
14
memperingatkan tubuh akan kemungkinan terjadinya kerusakan jaringan.
Nyeri yang tidak ditangani dan nyeri kronik pada neonatus dapat berefek
jangka pendek maupun jangka panjang. Efek jangka pendek dapat
menyebabkan keterlambatan penyembuhan, mobilitas dan pola tidur
terganggu. Efek jangka panjang dapat menyebabkan perilaku dan kondisi
yang
abnormal,
keterlambatan
perkembangan
serta
kerusakan
perkembangan sistem saraf untuk mempersepsikan rasa nyeri (Nimbalkar,
Dongara, & Phatak, 2014).
Penelitian telah menunjukkan bahwa bayi prematur tidak hanya merasakan
dan memahami rasa sakit, tetapi juga merespon lebih intensif dibandingkan
dengan neonatus cukup bulan (Badr, 2013). Jumlah dan tipe nosiseptor
perifer telah sama dengan dewasa pada usia gestasi 20 sampai 24 minggu,
sehingga densitas nosiseptor bayi dan luas kulit lebih besar dibanding
dewasa. Sistem saraf pusat janin berkembang dengan baik setelah usia
kehamilan 24 minggu. Neonatus memiliki semua komponen nosiseptif
walaupun tidak memiliki sistem saraf mielin yang lengkap (Mathew &
Mathew, 2003).
Selama menjalani perawatan di ruang perawatan bayi baru lahir, bayi
prematur memerlukan perawatan rutin dan prosedur yang lebih sering
dibandingkan dengan neonatus cukup bulan (Lopez et al., 2015). Oleh
karena itu, hipersensitivitas bayi memanjang dan ambang nyeri berkurang.
Sebagai hasilnya, rangsangan yang tidak berbahaya seperti mengubah posisi
dan melakukan perawatan rutin bisa menyakitkan bagi bayi prematur dan
menyebabkan stress. Manajemen nyeri yang tidak memadai pada bayi dapat
menyebabkan perubahan permanen dalam proses pengorganisasian otak dan
muncul perilaku maladaptif. Nyeri juga dapat memiliki efek yang
merugikan pada kemampuan masa depan anak untuk belajar dan mengingat
informasi baru (Ranger & Grunau, 2014).
Badr (2013) mendokumentasikan sejumlah prosedur yang menimbulkan
nyeri pada bayi prematur. Badr menyebutkan sejumlah 14-25 prosedur per
bayi per hari atau sekitar 273 dalam 2 minggu, termasuk aktivitas rutin
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
15
seperti mengganti pampers dan penimbangan berat badan. Intervensi
menyakitkan yang sering dilakukan adalah prosedur isap lendir, penusukan
tumit, dan merubah posisi/mengganti diapers. Nyeri pada neonatus
dimanifestasikan dalam perilakunya seperti ekspresi wajah, pergerakan
tubuh,
menangis, dan konsolabiliti. Selain itu tanda-tanda fisik seperti
hipoksemia, hipertensi, takikardi, kenaikan variabilitas denyut jantung juga
merupakan tanda bayi mengalami nyeri.
2.2.2. Perkembangan Reseptor Nyeri
Gomella, Cunningham, dan Eyal (2013) dalam bukunya menjelaskan
perkembangan ujung saraf sensori yang telah dimulai sangat dini pada
proses nosiseptif, sebagai berikut:
a. Usia gestasi 7,5-15 minggu: Reseptor sensori pada area kulit perifer
berkembang pada perioral, wajah, palmar, area abdomen dan ekstremitas
proksimal.
b. Usia gestasi 8-19 minggu: Reflek spinal mampu berespon pada stimulus
yang mengganggu dan neuron diliputi oleh akar ganglion dorsal.
c. Usia gestasi 20 minggu: membran mukosa dan area kulit diliputi oleh
ujung-ujung saraf sensori.
d. Usia gestasi 20-24 minggu: Thalamic afferents terjalin dengan persepsi
sadar mencapai area ambang nyeri dan lapisan kortikal.
e. Usia gestasi 23-27 minggu: Thalamic afferents mencapai korteks visual.
f. Usia gestasi 26-28 minggu: Thalamic afferents mencapai lapisan
kortikal auditori.
Hockenberry dan Wilson (2009) juga menjelaskan bahwa bayi baru lahir
dapat menunjukkan nyeri secara non verbal. Respon perilaku bayi tersebut
dapat dikatakan sebagai respon stress pada bayi prematur. Khasanah,
Rustina, dan Syahreni (2015) tidak merekomendasikan terjadinya interaksi
antara pengasuh dengan bayi pada saat bayi menunjukkan respon/perilaku
stress tersebut. Oleh karena itu, tim tenaga kesehatan perlu mengetahui
dengan tepat bagaimana merespon bayi ketika mengalami stress sehingga
bayi tidak bertambah stress yang dapat berakibat meningkatnya rasa nyeri
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
16
bayi. Tim tenaga kesehatan perlu mempunyai instrumen pengkajian untuk
dapat mengevaluasi nyeri bayi prematur sehingga dengan pengkajian yang
akurat, tim kesehatan mampu menentukan penatalaksanaan yang tepat pada
nyeri bayi prematur tersebut. Selanjutnya, perawat maupun tenaga
kesehatan lain mampu meminimalkan skor nyeri bayi prematur terutama
saat dilakukan tindakan invasif.
2.2.3. Penyebab Nyeri pada Bayi Baru Lahir
Gomella, Cunningham, dan Eyal (2013) mengklasifikasikan tipe nyeri pada
bayi baru lahir berdasarkan penyebab terjadinya nyeri, antara lain:
a. Nyeri akibat trauma persalinan
Nyeri pada bayi baru lahir yang berkaitan dengan trauma persalinan
biasanya merupakan hasil dari persalinan yang menggunakan vakum.
Beberapa bayi dapat terlihat tanda memar pada wajah dan kepala yang
merupakan trauma akibat melewati jalan lahir. Persalinan dengan forsep
juga akan meninggalkan tanda temporari atau memar pada wajah dan
kepala bayi. Cephalhematom merupakan tanda yang biasanya terlihat
pada bayi dengan persalinan forsep atau ekstraksi vakum. Nyeri akibat
fraktur saat proses persalinan juga dapat terjadi pada bayi baru lahir.
b. Nyeri akut prosedural
Frekuensi prosedur menyakitkan di NICU dapat terjadi antara 5 – 15
prosedur dalam satu hari. Oleh karena itu, metode yang paling optimal
untuk mengontrol nyeri adalah dengan membatasi sejumlah prosedur
menyakitkan. Prosedur menyakitkan yang berada di ruang NICU antara
lain pengisapan lendir melalui ETT, intubasi, ventilasi mekanik,
pemasangan chest tube, pemeriksaan ROP, pemasangan akses sentral,
pemasangan intra vena, penusukan tumit, lumbal pungsi, sirkumsisi,
ligasi PDA dan pemasangan drain peritoneal.
c. Nyeri akut postoperatif
Protokol nyeri post operasi membantu praktik terstandar antara tim
kesehatan profesional. Pengkajian nyeri secara rutin perlu dilakukan
menggunakan skala yang khusus untuk post operasi atau nyeri.
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
17
Pengobatan dengan opioid dapat diberikan melalui bolus atau syringe
pump.
d. Nyeri kronik
Beberapa nyeri kronik yang terjadi pada bayi merupakan akibat dari
nyeri akut yang tidak terkontrol. Alat pengkajian nyeri seharusnya
merupakan alat yang tervalidasi untuk nyeri kronik. Dibutuhkan
penelitian untuk meneruskan perkembangan area nyeri kronik ini.
2.2.4. Pengkajian Nyeri pada Bayi Prematur
Terdapat banyak alat pengkajian nyeri pada bayi, diperlukan alat pengkajian
yang reliabel untuk mengkaji nyeri bayi secara rutin. Berikut beberapa alat
pengkajian nyeri yang sering digunakan pada bayi, yaitu:
a. Neonatal infant pain scale (NIPS)
Skala ini mengkaji intensitas nyeri pada bayi dengan rata-rata umur
kehamilan 33,5 minggu. Skala terdiri dari 6 variabel penilaian dengan
total skor 0 untuk tidak ada nyeri sedangkan 7 nilai nyeri hebat. Adapun
variabel yang dinilai adalah ekspresi wajah (0-1), tangan (0-1), menangis
(0-2),
kaki (0-1), pola pernapasan (0-1), dan kepekaan terhadap
rangsangan (0-1) (Lawrence et al., 1993 dalam Glasper & Richardson,
2006).
b. Pain assessment tool (PAT)
Skala digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri pada bayi dengan umur
kehamilan 27 minggu sampai matur. Skala ini terdiri dari 10 variabel
penilaian dengan skor total 4 untuk tidak ada nyeri dan 20 untuk nyeri
hebat. Adapun variabel penilaian tersebut adalah sikap/ suara (1-2),
pernapasan (1-2), pola tidur (0-2), frekuensi jantung (1-2), ekspresi (1-2),
saturasi (0-2), warna (0-2), tekanan darah (0-2), menangis (0-2), persepsi
perawat (0-2) (Hodgkinson et al., 1994 dalam Hockenberry & Wilson,
2009).
c. Crying, Requiring increased oxygen, Increased vital signs, Expession,
and Sleeplessness (CRIES)
Skala digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri pada bayi dengan umur
kehamilan 32 sampai 60 minggu. Skala ini terdiri dari 5 penilaian dengan
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
18
skor total 0 untuk tidak ada nyeri dan 10 untuk nyeri hebat. Adapun
penilaian tersebut adalah menangis (0-2), peningkatan kebutuhan oksigen
tambahan (0-2), peningkatan tanda vital (0-2), ekspresi (0-2), tidak bisa
tidur (0-2) (Krechel & Bildner, 1995 dalam Glasper & Richardson,
2006).
d. Premature Infant Pain profile (PIPP)
Skala ini dipakai untuk mengkaji nyeri pada bayi dengan usia gestasi 2840 minggu. Terdiri dari 7 penilaian dengan skor total 0 untuk tidak ada
nyeri dan 3 untuk sangat nyeri. Adapun variabel yang dinilai adalah usia
kehamilan, mata berkerut, status perilaku, bibir melipat ke dalam, denyut
jantung, saturasi Oksigen, dan alis menonjol. Skala ini biasanya
digunakan untuk mengkaji nyeri pada prosedur/tindakan perawatan. Pada
skoring status perilaku, observasi dilakukan 15 detik segera sebelum
prosedur, kemudian observasi berikutnya dilakukan
30 detik segera
setelah prosedur (Walden & Gibbins, 2008).
2.2.5. Penatalaksanaan Nyeri pada Bayi Prematur
Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis meliputi penggunaan opioid
(narkotik), nonopioid/ NSAIDs (Nonsteroid Anti Inflamation Drugs) dan
adjuvant, serta ko-analgesik. Namun obat ini tidak bisa digunakan sampai
fungsi ginjal matur. Tata laksana nyeri yang lain dapat diberikan anestesi
topikal seperti Eutetic Mixture of Local Anaesthetics (EMLA) yang
merupakan krim dengan dosis pada bayi prematur > 1500 gram 1 cm2 atau
0.30 gram dan pada neonatus cukup bulan dapat diberikan 2 cm2 atau 0.50
gram. Selanjutnya anastesi regional, misalnya blok saraf perifer dan blok
saraf sentral (spinal, epidural) dimana teknik ini harus dilakukan dengan
hati-hati oleh tenaga kesehatan profesional terlatih serta memerlukan
observasi yang ketat (Ranger & Grunau, 2014).
Penatalaksanaan nyeri non farmakologi pada bayi yang dapat dilakukan
antara lain menyusui, pemberian dekstrosa, pemberian sukrosa, metode
kanguru, pengaturan posisi, mengisap nonnutritif, pembedongan, pijat bayi,
facilitated tucking, musik, multysensory stimulation yang dapat dilakukan
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
19
dengan menatap bayi, sentuhan lembut pada punggung dan wajah bayi,
berbicara pada bayi dengan lembut tapi jelas dan intervensi lingkungan
misalnya dengan mengendalikan kebisingan dan pencahayaan di lingkungan
NICU (Gomella et al., 2013). Metode non-farmakologis yang telah
diterapkan pada kelima kasus terpilih adalah facilitated tucking disertai
“hadir-berbicara”. Menurut Yin et al. (2014), kombinasi dua intervensi non
farmakologi dapat menjadikan intervensi tersebut lebih efektif untuk
menurunkan skor nyeri pada bayi prematur yang mengalami nyeri akut
prosedural.
a. Facilitated tucking
Prosedur invasif yang terjadi secara rutin pada neonatus di ruang
perawatan bayi baru lahir menyebabkan rasa sakit dan perkembangan
tidak terduga. Neonatus lebih sensitif untuk merasakan rasa sakit dari
bayi
yang
lebih
tua,
anak-anak,
bahkan
orang
dewasa,
dan
hipersensitivitas ini lebih diperparah pada neonatus prematur. Beberapa
bukti
menunjukkan
bahwa
paparan
nyeri
yang
berulang
dan
berkepanjangan pada bayi dapat mengubah pengalaman rasa sakit
berikutnya, perkembangan jangka panjang, dan perilaku bayi (Gitto et al.,
2012). Terjadinya nyeri pada neonatus memiliki konsekuensi fisik dan
psikologis, memprovokasi terjadinya hipoksemia, hipertensi, takikardia,
kenaikan variabilitas denyut jantung, dan tekanan intrakranial. Nyeri/rasa
sakit yang terjadi pada bayi prematur dapat menyebabkan kerusakan
otak. Hal ini berkaitan dengan vasoregulasi yang belum matang dari
sistem saraf pusat bayi prematur (Ranger & Grunau, 2014).
Analgesik farmakologi memiliki efek yang cepat namun dampaknya
pada neonatus masih dipertanyakan (Cignacco et al., 2010). Oleh karena
itu diperlukan intervensi non-farmakologis yang tepat untuk mengatasi
nyeri akut bayi prematur pada saat prosedur diagnostik dan terapeutik.
Dampak intervensi non-farmakologis biasanya terbatas pada efektifitas
untuk mengurangi rasa sakit namun tidak memperhatikan dari segi
waktu, biaya dan kemudahan pelaksanaan intervensi dalam setting klinik.
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
20
Intervensi non-farmakologi membutuhkan paradigma perawatan yang
berorientasi pada bayi dan orangtua, didorong oleh empati dan fokus
perhatian dari tim kesehatan profesional. Fokus ini memerlukan
perubahan sikap dan nilai-nilai yang ada dalam sebuah tim kesehatan di
NICU.
Facilitated tucking merupakan salah satu intervensi non-farmakologis
untuk menurunkan persepsi nyeri bayi prematur yang terbukti efektif
dalam menghilangkan nyeri akut pada neonatus (Cignacco & Sellam,
2012; Liaw et al., 2012; Lopez et al., 2015; Sundaram, Shrivastava,
Pandian, & Singh, 2013; Yin et al., 2014). Facilitated tucking
didefinisikan sebagai penahanan lengan dan kaki bayi dalam tertekuk,
posisi
garis
tengah
dekat
dengan
tenggorokan
(posisi
fleksi
fisiologis/midline position). Teknik memegangnya dapat berbeda
tergantung prosedur menyakitkan yang akan dilakukan pada bayi
prematur (Kucukoglu et al., 2015). Sebagai contoh untuk prosedur isap
lendir (suction) dianjurkan untuk memegang dekat lengan dan kaki bayi
(lihat gambar 2.1). Prosedur facilitated tucking untuk penusukan tumit
dilakukan dengan cara satu tangan memegang lembut kepala, sementara
yang lain memegang tubuh bayi dan lengan dalam keadaan tertekuk
(lihat Gambar 2.2).
Gambar 2.1. Posisi Facilitated Tucking untuk Prosedur Isap Lendir
Sumber: Cignacco et al. (2010)
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
21
Gambar 2.2. Posisi Facilitated Tucking untuk Prosedur Penusukan
Tumit
Sumber: Cignacco et al. (2010)
Pemanfaatan yang efektif dari intervensi ini membutuhkan sekitar 10
menit dari interaksi dengan bayi untuk memberikan dukungan emosional
dan mendampingi bayi dalam melalui pengalaman yang tidak
menyenangkan dari rasa sakit. Facilitated tucking harus dimulai sekitar 3
menit sebelum prosedur menyakitkan untuk membantu bayi beradaptasi
dengan rangsangan taktil, dua tangan orang dewasa menahannya.
Relaksasi bayi pada umumnya diamati setelah sekitar 3 menit dari
facilitated tucking, sehingga prosedur yang menyakitkan itu sendiri
seharusnya tidak dimulai sampai setelah bayi santai. Hal yang sama
berlaku untuk periode setelah tindakan, dimana intervensi facilitated
tucking perlu terus dilakukan selama setidaknya 3 menit untuk
memberikan bayi kesempatan pemulihan dan kembali ke status dasar.
b. “Hadir-berbicara” pada bayi prematur
Bidang kesehatan mental bayi yang berfokus pada penelitian, neurologi
dan intervensi berbasis hubungan menekankan pentingnya hubungan
yang selaras antara interaksi pengasuh dengan bayi, hal ini bertujuan
untuk pengembangan emosional yang sehat dan kapasitas regulasi bayi
(Zwimpfer & Elder, 2012). “Hadir-berbicara” pada bayi sebagai bagian
dari perawatan neonatal telah diidentifikasi sebagai aspek penting dari
manajemen nyeri meskipun belum banyak penelitian tentang hal ini.
Namun Schore (1996, dalam Zwimpfer & Elder, 2012) membuktikan
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
22
bahwa hubungan dengan
orang dewasa
sangat
penting untuk
memfasilitasi pertumbuhan otak bayi agar mampu mengelola stres.
Bayi yang dalam keadaan stres sangat membutuhkan dukungan dari
pengasuh dewasa untuk membantu mengatur keadaan emosional mereka.
Ketika bayi yang masih belajar dan ditenangkan oleh pengasuh/orang
dewasa, kemampuan mereka untuk menenangkan diri mereka sendiri
difasilitasi melalui pengembangan jalur saraf untuk pengaturan
emosional. Ketika hal ini tidak terjadi bayi berisiko mengalami gejala
sisa kesehatan mental di kemudian hari. Artinya perkembangan
pengaturan emosional mereka tergantung dari kesediaan orang dewasa
untuk bisa berempati dan berkomunikasi dengan bayi. Hal ini menjadi
penting karena dalam perkembangannya saat ini NICU tidak hanya
dilihat sebagai tempat untuk perawatan fisik saja, tetapi juga asuhan
perkembangan termasuk perkembangan emosional bayi.
Intervensi “hadir-berbicara” sesuai dengan penelitian Bellieni et al.
(2002) yang mengatakan bahwa intervensi ‘rasa’ dengan menggunakan
glukosa oral menjadi lebih efektif dengan adanya intervensi sentuhan dan
bicara pada bayi saat dilakukan prosedur yang menyakitkan. Psikoterapi
melalui pendekatan orangtua-bayi umumnya ditujukan untuk mengenali
dan menangkap ekspresi emosional bayi.
Kenyataannya perawat secara langsung lebih sering berinteraksi dengan
bayi prematur tersebut dibandingkan orangtua bayi. Oleh karena itu,
menurut Salomonsson (2010) terdapat tiga teknik yang dapat dilakukan
petugas kesehatan, dalam hal ini perawat untuk “hadir” pada bayi
prematur, yaitu:
1. Perawat berusaha membangun hubungan terapeutik dengan bayi
Peran perawat sangat besar bagi bayi prematur. Hal ini harus disadari
oleh seluruh perawat yang bekerja di ruang NICU. Bayi prematur
dapat menghabiskan sampai tiga atau empat bulan di NICU. Hanya
ada sedikit peluang untuk bayi dapat berinteraksi dengan orangtua.
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
23
Oleh karena itu, perawat yang mengambil peran sebagai orangtua
bayi. Perawat bekerja secara langsung dengan bayi dan mengambil
tanggung jawab keseluruhan untuk perawatan fisik maupun emosional
bayi prematur.
2. Perawat
meyakini
bayi
akan
menggunakan
intersubjektivitas
(kapasitas bawaan untuk berhubungan dengan orang lain) untuk
memperoleh “containment”
Bayi prematur mencari komunikasi dan kenyamanan dari pengasuh
(seseorang yang menawarkan kepedulian terhadap mereka). Hal ini
karena bayi prematur lahir dengan intersubjektivitas yang merupakan
bawaan primer. Bayi siap untuk berhubungan dengan manusia lain
dan
mengharapkan
respon
terhadap
keinginan
bayi
untuk
berkomunikasi. Trevarthen (2001, dalam Zwimpfer & Elder, 2012)
mengatakan bahwa tidak perlu harus menjadi ibu biologis yang
memenuhi kebutuhan bayi, tapi setiap orang dewasa yang simpatik,
bersedia dan mampu masuk dalam dunia emosional bayi dapat
memenuhi kebutuhan mereka.
Teori dalam aliran pemikiran menekankan pentingnya pengasuh
membantu bayi mengelola perasaannya, baik rasa menyenangkan
maupun menyakitkan. Proses ini sering digambarkan sebagai
”containment”, yaitu ‘wadah’ untuk mengekspresikan perasaan bayi
dan mendapatkan respon dari orang dewasa terkait apa yang
dirasakannya. Bellieni, Tei, Coccina, dan Buonocore (2012)
menyarankan pentingnya kehadiran pengasuh bersama bayi selama
prosedur
menyakitkan,
terutama
‘kehadiran
empati’
dari
pengasuh/orang dewasa. Oleh karena itu, penting bagi tim kesehatan
yang bekerja di NICU mengekspresikan empati dan cinta bagi pasien
mereka dan meyakini bahwa hal ini penting untuk memaksimalkan
perawatan, serta merupakan suatu intervensi untuk mengurangi stress.
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
24
3. Perawat mengasumsikan bahwa bayi memproses aspek interaksi non
leksikal
Asumsi disini adalah bahwa meskipun bayi tidak memahami kata-kata
yang sebenarnya diucapkan kepada mereka, namun bayi memahami
maksud emosional dibalik kata-kata. Jika asumsi ini ada pada setiap
perawat, maka akan ada nilai terapeutik dimana perawat menenangkan
bayi yang sedang mengalami stress dengan ‘vokal’. Berbicara
menenangkan pada bayi perlu jujur, misalnya dengan mengakui
pengalaman nyeri yang dirasakan oleh bayi agar bermakna untuk bayi
dan membantu bayi merasa dimengerti dan meyakinkan, sehingga
terbentuk proses “containment”.
Sudut pandang psikoterapi adalah bahwa kehadiran manusia adalah
tentang ‘menjadi dengan’ dan ‘berpikir tentang’ bayi secara emosional,
tidak hanya secara fisik (Zwimpfer & Elder, 2012). Oleh karena itu, tim
kesehatan yang bekerja di NICU perlu ditekankan untuk bersikap sensitif
dan responsif terhadap kebutuhan bayi.
Model ‘vokal’ yang lembut dan menenangkan diperlukan untuk
memberikan intervensi “hadir-berbicara” pada bayi prematur. Jika secara
emosional perawat hadir untuk berkomunikasi dengan bayi dan
menyampaikan pada bayi melalui sikap yang selaras, suara yang empatik,
lembut dibawah 50 db, dan mirip dengan ‘ibu’ maka bayi akan mencapai
proses “containment”. Melalui cara ini, perawat responsif untuk
berkomunikasi dengan bayi, memahami perasaan nyeri/sakit yang dialami
bayi, kemudian menenangkan.
Kata-kata yang digunakan oleh perawat merupakan komponen penting
dari komunikasi ini. Kata-kata harus benar dan digunakan dalam konteks
untuk membantu bayi merasa bahwa pengalaman nyeri mereka telah
dipahami dengan baik. Salah satu cara untuk memastikannya adalah
dengan mempertimbangkan langkah-langkah untuk manajemen nyeri
prosedural berikut (Halimaa, 2003), yaitu: Menciptakan lingkungan yang
menguntungkan untuk manajemen nyeri yang efektif, mempersiapkan bayi
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
25
dengan aman untuk dilakukan prosedur, meminimalkan nyeri selama
prosedur, dan mengembalikan rasa aman bayi setelah prosedur.
Langkah-langkah manajemen nyeri prosedural yang telah disebutkan
dalam paragraf sebelumnya bertujuan untuk dapat menghasilkan ‘vokal’
yang menenangkan. Pertama memberikan peringatan tentang apa yang
akan terjadi, maka perawat ‘berbicara’ pada bayi sebelum prosedur
sehingga bayi memiliki waktu setelah peringatan itu. Tujuannya adalah
untuk menemani bayi dari awal prosedur sampai akhir, untuk melihat dari
sudut pandang bayi, untuk memberikan peringatan atau persiapan tentang
apa yang akan dilakukan pemeriksa selanjutnya, untuk menyadari
perasaan bayi selama prosedur, dan kemudian melakukan evaluasi apa
yang telah terjadi sebelum pindah ke prosedur berikutnya.
Selama proses intervensi ini perawat harus selaras dengan pengalaman
bayi (Zwimpfer & Elder, 2012). Perawat perlu merasa empati dan yakin
bahwa bayi akan mentolerir prosedur dengan baik dan pulih dengan baik
dari stress sementara yang mereka alami. Inti dari teori “containment”
adalah bahwa ketika bayi merasa bahwa ada orang lain yang lebih kuat
mengerti bagaimana perasaan mereka kemudian orang lain tersebut tetap
tenang dan mendukung bayi, maka akan meyakinkan dan menenangkan
untuk bayi.
2.2.6. Pencegahan Trauma
Keperawatan anak merupakan suatu cabang ilmu keperawatan yang
berangkat dari sebuah filosofi bahwa keyakinan atau pandangan yang
dimiliki perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan anak yang
berfokus pada keluarga (family centered care), manajemen kasus, dan
pencegahan trauma (atraumatic care) (Hockenberry & Wilson, 2009).
Pencegahan trauma sendiri merupakan tindakan yang menjaga perawat
untuk tidak menimbulkan trauma baik pada bayi maupun keluarga.
Beberapa hal yang dapat menimbulkan trauma pada bayi, antara lain nyeri,
kebisingan, pencahayaan dan sikap perawat yang tidak bersahabat. Oleh
karena itu, perawat perlu mengidentifikasi hal-hal yang dapat menimbulkan
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
26
nyeri pada bayi untuk dapat dilakukan pencegahan trauma. Hal ini karena
dengan melakukan pencegahan trauma dapat mengurangi dampak
psikologis bagi perkembangan bayi prematur.
Wong et al. (2002) menjelaskan beberapa prinsip untuk mengurangi trauma
pada bayi dapat dilakukan dengan cara: Menurunkan atau mencegah
dampak perpisahan dengan orangtua, meningkatkan kemampuan keluarga
dalam mengenal isyarat bayi, mencegah atau mengurangi cedera (injury)
dan nyeri sebagai dampak psikologis, dan memodifikasi lingkungan.
2.3. Integrasi Teori dan Konsep Keperawatan dalam Proses Keperawatan
Subbab ini akan menjelaskan terkait gambaran model teori Comfort Kolcaba
dan proses keperawatan dalam teori Comfort Kolcaba.
2.3.1. Gambaran Model Teori Comfort Kolcaba
Kolcaba menilai bahwa pelayanan kesehatan harus menciptakan rasa
nyaman.
Kolcaba
(1992,
dalam
Alligood,
2014)
mendefinisikan
kenyamanan sebagai suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan ketentraman (suatu
kepuasan yang meningkatkan perilaku terorganisir bayi), kelegaan
(kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan telah mampu
beradaptasi
dengan
nyeri).
Perawat
bertanggung
jawab
didalam
menciptakan kenyamanan bagi pasien dari awal hingga akhir. Seorang
perawat
yang
profesional
dapat
memberikan
dan
menghadirkan
kenyamanan bagi pasien. Kemampuan perawat dalam memberikan
kenyamanan pada pasien ditentukan oleh besarnya tingkat keterampilan dan
karakter dari seorang perawat. Kolcaba dan Dimarco (2005) menyatakan
bahwa kenyamanan baik dari segi fisik maupun mental adalah tanggung
jawab perawat dan seorang perawat dalam memberikan tindakan
kenyamanan tidak hanya berakhir dengan kenyamanan dari segi fisik saja.
Kenyamanan diletakkan di garis depan pelayanan keperawatan. Kolcaba
menganalisis konsep kenyamanan dengan menggambarkan komponen fisik,
psikospiritual, lingkungan dan sosial budaya. Kemudian mengevaluasi
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
27
artinya dalam berbagai konteks di mana perawatan kesehatan terjadi, serta
menjelaskan bagaimana hal itu dapat diukur. Pendekatan holistik ini dapat
membantu dalam menentukan prioritas dan parameter untuk perawatan
pasien. Tipe-tipe kenyamaman didefiniskan sebagai berikut (Kolcaba, 2003
dalam Tomey & Alligood, 2010): (1) Relief: kondisi bayi yang
membutuhkan penanganan yang spesifik dan segera; (2) Ease: kondisi yang
tenteram atau kepuasan hati; dan (3) Transcendence: kondisi dimana bayi
mampu mengatasi masalahnya (nyeri). Selain itu, terdapat empat konteks
kenyamanan, yaitu:
(1) Fisik: berkaitan dengan sensasi jasmani; (2)
Psikospiritual: berkaitan dengan status perilaku bayi, serta konsep diri,
kepercayaan dan makna hidup orangtua; (3) Lingkungan: berkaitan dengan
keadaan
sekitarnya,
kondisi-kondisi,
dan pengaruhnya;
dan
(4)
Sosiokultural: berkaitan dengan keluarga, hubungan sosial, dan budaya yang
dianut oleh keluarga.
Kolcaba (2003, dalam Alligood & Tomey, 2010) menyebutkan bahwa untuk
memberikan kenyamanan memerlukan tiga jenis intervensi kenyamanan,
yaitu:
a. Teknik mengukur kenyamanan (technical comfort measures)
Intervensi ini didesain untuk mempertahankan homeostasis dan
manajemen nyeri, seperti pemantauan tanda-tanda vital dan hasil kimia
darah. Termasuk juga dalam pemberian obat anti nyeri. Pengukuran
kenyamanan didesain untuk membantu bayi mempertahankan atau
memulihkan fungsi fisik dan kenyamanan serta mencegah terjadinya
komplikasi pada bayi prematur.
b. Pembinaan (coaching)
Intervensi ini didesain untuk membebaskan rasa nyeri dan menyediakan
penenteraman hati dan informasi, membangkitkan harapan, mendengar,
dan membantu perencanaan yang realistis untuk pemulihan, integrasi,
atau meninggal sesuai budayanya. Pada pasien bayi prematur, pembinaan
dilakukan pada orangtua bayi yang nantinya akan merawat bayi di
rumah.
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
28
c. ”Comfort Food for The Soul”
Intervensi ini meliputi intervensi yang tidak dibutuhkan bayi dan
orangtua saat ini tetapi sangat berguna untuk menentramkan jiwa.
Intervensi kenyamanan ini membuat orangtua dan bayi merasa lebih kuat
dalam kondisi yang sulit diukur secara personal. Target intervensi ini
adalah transcendence meliputi hubungan yang mengesankan antara
perawat-bayi dan perawat-keluarga. Sugesti kenyamanan ini dapat
diberikan dalam bentuk pijatan, lingkungan yang adaptif yang
menciptakan kedamaian dan ketenangan, terapi musik, ‘hadir-berbicara’,
dan sentuhan terapeutik.
Teori Comfort Kolcaba menawarkan cara yang efisien untuk membangun
pendekatan interdisipliner untuk mengikuti intervensi secara individual.
Berikut merupakan asumsi Kolcaba yang diterapkan pada bayi: (1)
Bayi/keluarga mempunyai respon holistik terhadap stimulus yang kompleks.
Kenyamanan merupakan hasil holistik yang relevan dengan disiplin
keperawatan dan pada tingkat dasar relevan dengan disiplin kesehatan lain.
(2) Bayi/keluarga berusaha memenuhi kenyamanan dasar dengan bantuan
perawat, (3) intervening variables diperhitungkan dalam merancang
intervensi dan menentukan keberhasilan intervensi, (4) intervensi yang
efektif dan dilakukan dengan caring hasilnya akan langsung terlihat sebagai
peningkatan rasa nyaman, (5) Bila kenyamanan tercapai, bayi dan keluarga
terikat oleh HSBs yang akan meningkatkan kenyamanan lebih lanjut. Bila
bayi dan orangtua telah memiliki HSBs yang kuat sebagai hasil dari comfort
care, perawat dan keluarga akan lebih puas dengan pelayanan kesehatan,
dan (6) Kepuasan akan berdampak pada perkembangan institusi pelayanan
kesehatan karena masyarakat yang merasa puas dengan pelayanan akan
mengakui integritas dari institusi tersebut (Kolcaba, 2003; Sitzman dan
Eichelberger, 2011; Herlina, 2012).
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
29
Kebutuhan
perawatan
kesehatan
(1)
+
Pengukuran
kenyamanan
(2)
Variabel –
variabel
intervensi
+
(3)
Perilaku internal
Kenya
manan
pasien
(4)
Perila
ku
pencari
kesehatan
(5)
Integrita
s
institusi
(6)
Kebijakan terbaik
Meninggal dengan damai
Praktik terbaik
Perilaku eksternal
Skema 2.1 Hubungan antar Konsep dari Teori Comfort Kolcaba
Sumber: Kolcaba (2003)
Definisi dan keterangan dari masing–masing gambar secara rinci dijelaskan
sebagai berikut :
(1)Kebutuhan Perawatan Kesehatan (Health Care Need)
Kolcaba mendefinisikan kebutuhan perawatan kesehatan sebagai
kebutuhan untuk memperoleh kenyamanan dari situasi yang stressfull.
Kebutuhan ini meliputi kebutuhan fisik, psikospiritual, sosial dan
lingkungan, yang semuanya membutuhkan pemantauan, laporan verbal
maupun non verbal serta kebutuhan yang berhubungan dengan parameter
patofisilogis, membutuhkan edukasi dan dukungan serta kebutuhan akan
financial dan intervensi.
(2)Pengukuran Kenyamanan (Comforting Intervention)
Comfort bisa diartikan suatu keadaan yang dialami oleh penerima yang
dapat didefinisikan sebagai suatu pengalaman immediate yang menjadi
suatu kekuatan akan kebutuhan relief, ease, transedence yang dapat
terpenuhi dalam empat konteks pengalaman yang meliputi aspek fisik,
psikospiritual, sosial dan lingkungan. Beberapa tipe comfort yaitu: 1)
relief, merupakan suatu keadaan dimana bayi dan orangtua memiliki
pemenuhan kebutuhan spesifik, 2) ease, merupakan suatu keadaaan
merasa tenang dan senang, 3) transedence, merupakan suatu keadaan
dimana bayi mampu beradaptasi dengan ketidaknyamanan.
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
30
(3)Variabel – Variabel Intervensi (Intervening variables)
Intervening
variables
ini
didefinisikan
sebagai
kekuatan
yang
berinteraksi sehingga mempengaruhi persepsi bayi dari comfort secara
keseluruhan. Variabel ini meliputi pengalaman nyeri sebelumnya, usia
gestasi, status perilaku, sistem pendukung, prognosis, financial dan
keseluruhan elemen dalam pengalaman nyeri bayi.
(4)Kenyamanan (Enhance comfort)
Sebuah luaran yang langsung diharapkan pada pelayanan keperawatan,
mengacu pada teori comfort ini.
(5)Perilaku Pencari Kesehatan (Health Seeking Behaviors)
Merupakan sebuah kategori yang luas dari luaran berikutnya yang
berhubungan dengan pencari kesehatan yang diinginkan oleh orangtua
saat konsultasi dengan perawat. HSBs ini dapat berasal dari eksternal
(aktivitas yang terkait dengan kesehatan), internal (penyembuhan, fungsi
imun, dan pertumbuhan perkembangan bayi prematur).
(6)Institusi yang Terintegrasi (Institusional Integrity)
Merupakan nilai, stabilitas keuangan, dan keseluruhan dari organisasi
pelayanan kesehatan pada area lokal, regional, dan nasional. Pada sistem
rumah sakit, definisi institusi diartikan sebagai pelayanan kesehatan
umum, agensi home care.
2.3.2. Proses Keperawatan menurut Teori Comfort Kolcaba
Aplikasi teori kenyamanan di area keperawatan dilakukan dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan. Kegiatan dimulai dengan
langkah-langkah proses keperawatan mulai dari pengkajian, merumuskan
diagnosis keperawatan, menyusun intervensi keperawatan, implementasi
dan evaluasi yang diuraikan di bawah ini:
a. Pengkajian Keperawatan
Kolcaba
dan
Dimarco
(2005)
mengungkapkan
bahwa
dalam
menentukan konteks kebutuhan kenyamanan yang terjadi pada bayi dan
keluarga, merupakan hal yang penting untuk bisa mengaplikasikan teori
secara benar pada empat konteks kebutuhan kenyamanan yang terdiri
dari:
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
31
1) Kebutuhan kenyamanan fisik
Kenyamanan fisik terdiri dari sensasi tubuh dan mekanisme
homeostasis; risiko maupun gangguan dan mekanisme fisiologis
akibat dari penyakit dan prosedur invasif; serta kebutuhan fisik yang
tidak disadari seperti keseimbangan cairan dan elektrolit, oksigenasi,
termoregulasi, nutrisi, imunitas, istirahat dan tidur.
2) Kebutuhan kenyamanan psikospiritual
Kebutuhan akan rasa nyaman agar lebih damai menghadapi prosedur
yang menimbulkan trauma, serta ketidaknyamanan dan nyeri yang
tidak segera sembuh. Kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan
intervensi comfort food for the soul seperti kunjungan dari orangtua,
sentuhan dan kata-kata lembut baik dari orangtua maupun tenaga
kesehatan profesional.
3) Kebutuhan kenyamanan sosiokultural
Kebutuhan kenyamanan sosiokultural merupakan kebutuhan untuk
jaminan kebudayaan yang sensitif, bahasa tubuh yang positif
terutama pada orangtua bayi, serta caring baik pada bayi maupun
orangtua.
4) Kebutuhan kenyamanan lingkungan
Kebutuhan
kenyamanan
lingkungan
yang
termasuk
adalah
ketenangan, minimal cahaya, ketertiban, keamanan, perhatian
terhadap setting ruang perawatan, serta menjaga kenyamanan tidur.
b. Diagnosis Keperawatan
Kolcaba mengambil kenyamanan sebagai fokus teorinya. Teori ini
menerangkan bahwa kebutuhan pelayanan kesehatan sebagai suatu
kebutuhan kenyamanan dari situasi pelayanan kesehatan yang stressfull.
Saat ini Kolcaba hanya mengembangkan kuesioner pengkajian sebagai
alat untuk menilai kenyamanan pasien, namun untuk diagnosis
keperawatan secara khusus belum disebutkan. Akan tetapi Herdman dan
Kamitsuru (2014) merumuskan diagnosis keperawatan yang saat ini
digunakan yaitu NANDA 2015-2017, kenyamanan disebutkan dalam
domain ke-12 yang terdiri dari beberapa kelas, antara lain:
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
32
Kelas 1. Kenyamanan fisik: Gangguan rasa nyaman, kesiapan
meningkatkan rasa nyaman, mual, nyeri akut, nyeri kronik,
nyeri persalinan, dan sindrom nyeri kronik
Kelas 2. Kenyamanan lingkungan: Gangguan rasa nyaman, kesiapan
meningkatkan rasa nyaman
Kelas 3. Kenyamanan sosial: Gangguan rasa nyaman, kesiapan
meningkatkan rasa nyaman, risiko menyendiri, isolasi sosial.
c. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan bertujuan meningkatkan kenyamanan. Intervensi
kenyamanan menurut Kolcaba dan Dimarco (2005) memiliki tiga
kategori yaitu:
1) Intervensi kenyamanan standar/tehnik untuk mengukur kenyamanan
dalam mempertahankan homeostasis dan mengontrol rasa sakit
2) Pelatihan/coaching untuk meredakan kecemasan, memberikan
jaminan dan informasi, menanamkan harapan, mendengarkan dan
membantu merencanakan pemulihan
3) Tindakan yang menenangkan bagi jiwa (comforting) adalah hal-hal
yang dilakukan perawat untuk membuat bayi mendapatkan
‘containment’ dan orangtua merasa diperhatikan serta dikuatkan.
d. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan diarahkan kembali untuk
memenuhi
kebutuhan
kenyamanan
menurut
standar
sehingga
homeostasis (Kolcaba & Dimarco, 2005; Hockenberry & Wilson, 2009).
e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi tidak hanya dilakukan pada saat pasien akan kembali ke rumah,
namun juga dilaksanakan selama pemberian asuhan keperawatan
(Hockenberry & Wilson, 2009). Beberapa instrumen untuk mengukur
kenyamanan telah dikembangkan oleh Kolcaba, seperti behaviour,
checklist and children’s comfort daisies sesuai dengan usia (Kolcaba &
Dimarco, 2005).
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
33
Sistem organ
bayi prematur
belum matang
Kelahiran
prematur
Kebutuhan pelayanan
kesehatan
Pengalaman:
1. Fisik
2. Psikospiritual
3. Sosiokultural
4. Lingkungan
1. Perubahan pada HR dan
RR, Skor nyeri > 12
2. Adanya stress dan
trauma akibat prosedural
3. Orangtua kurang terlibat
dalam perawatan
4. Lingkungan: kebisingan,
cahaya, suara alat
+
Intervensi
Keperawatan
Intervensi Comfort:
(Atraumatic care)
1. Standar comfort
2. Coaching
3. Comforting
1. Observasi tanda-tanda
vital minimal tiap 3 jam
2. Facilitated tucking saat
prosedur terapi
3. Pendidikan kesehatan
4. Lingkungan minimal
cahaya dan kebisingan
+
Variabel yang
mempengaruhi
Variable intervening:
1. Pengalaman
2. Usia gestasi
3. Status perilaku
4. Sistem pendukung
5. Lama rawat inap
6. Prognosis
1. Catat riwayat
kesehatan
2. Catat usia gestasi,
status perilaku, lama
perawatan
3. Catat keterlibatan
keluarga
Perilaku mencari
kesehatan
Kenyamanan
pasien
Outcome Comfort:
1. Rasa nyaman fisik
2. Rasa nyaman
psikospiritual
3. Rasa nyaman
sosiokultural
4. Rasa nyaman
lingkungan
o
Faktor risiko: Ibu dengan
impending eklampsi, kehamilan
gemeli, ketuban pecah dini
o
1. Suhu 36,5 C-37,5 C; denyut
jantung 100-180 x/menit; RR
40-60 x/menit; TD 38-61/2340 mmHg; SaO2 95%
2. Status perilaku menunjukkan
kenyamanan
3. Skor nyeri < 12
4. Ada dukungan keluarga
1. Tumbuh kembang
optimal
2. Daya tahan tubuh kuat
3. Keluarga memahami
status perilaku dan
isyarat bayi prematur
Integritas institusi
1. Kepuasan keluarga
tercapai
2. Tindakan medis
berkurang
3. Perawatan berfokus
pada asuhan perkembangan
1. LK, PB, BB sesuai
fenton
2. Perkembang-an sesuai
usia
3. Bayi tidak menunjukkan
isyarat stress
4. Bebas infeksi
5. Tidak terjadi komplikasi
penyakit
1. Lama rawat inap
berkurang
2. Penggunaan
antibiotik
berkurang
3. Keluarga puas
dengan pelayanan
Rumah Sakit
Skema 2.2 Integrasi Teori Comfort Kolcaba dalam Asuhan Keperawatan
pada Bayi Prematur yang Mengalami Nyeri Prosedural
Sumber: (Kolcaba & Dimarco, 2005); (Alligood & Tomey, 2010); (Hockenberry
& Wilson, 2009)
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
34
2.4. Aplikasi Teori Keperawatan pada Kasus Terpilih
Aplikasi teori Comfort Kolcaba akan diterapkan pada salah satu kasus
kelolaan yang terpilih, yaitu pada kasus Kasus lima dengan diagnosis NKB
SMK (30 minggu, 1524 gram); Riwayat RDS ec HMD Grade I-II; Riwayat
Hiperbilirubinemia. Proses asuhan keperawatan akan dimulai dari tahap
pengkajian menurut Kolcaba (rasa nyaman pada pengalaman fisik,
psikospiritual,
sosiokultural
dan
lingkungan).
Penentuan
masalah
keperawatan dianalisis dari struktur taksonomi kenyamanan, selanjutnya
dalam merumuskan diagnosis berdasarkan diagnosis NANDA 2015-2017.
Intervensi keperawatan disusun menggunakan comfort measures, kemudian
implementasi dan evaluasi dengan menggunakan instrumen pemantauan
nyeri pada bayi prematur (PIPP).
2.4.1. Gambaran Umum Kasus Lima
a. Identitas pasien
By. Ny. Cla, laki-laki, usia 13 hari (hari rawat ke-14), lahir secara sectio
caesaria dengan indikasi gawat janin karena ibu mengalami pre
eklampsi berat.
b. Keluhan utama
Bayi mengalami distensi abdomen dengan lingkar perut 29 cm, berat
badan mengalami penurunan 15 gram, bising usus 1 kali per menit.
c. Riwayat penyakit
Bayi lahir dengan nilai APGAR pada menit pertama 7 dan menit kelima
9, menangis dan diberi bantuan napas melalui NCPAP dengan PEEP 8
dan FiO2 21%. Pemeriksaan foto thorax pada tanggal 1 April 2016
terlihat gabara sesuai HMD grade II. Hari kelima bayi mengalami
hiperbilirubinemia kemudian diberikan fototerapi selama dua hari dan
pada pemeriksaan kimia klinik tanggal 7 April 2016 kadar bilirubin
dalam batas normal. Tanggal 14 April 2016 keadaan stabil, napas
spontan tanpa alat bantu, tidak tampak adanya distress pernapasan dan
bayi berada dalam inkubator. Ibu mengatakan tidak ada riwayat
hipertensi sebelumnya.
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
35
2.4.2. Pengkajian
a. Pengkajian kenyamanan fisik
Keadaan umum bayi sadar, aktif. Saat pengkajian terdapat muntah
sekitar 3 ml ASI yang belum sepenuhnya dicerna, abdomen tegang,
bising usus 1 kali per menit (hipomotilitas), lingkar perut 29 cm,
terdapat residu 2 ml, denyut nadi lemah, dan terjadi penurunan BB
sebesar 15 gram dari hari sebelumnya, saat ini BB 1387 gram dengan
berat lahir 1524 gram. Bayi mendapatkan ASI 24 ml sebanyak 8 kali
melalui sonde.
Suhu tubuh bayi 36,1oC dengan suhu inkubator 33,5oC (Hipotermia
Grade I), kulit bayi dan akral teraba dingin, denyut jantung 158 kali per
menit, frekuensi napas 52 kali per menit, saturasi oksigen 95%, bayi
lahir prematur (stratum korneum masih immatur). Saat terbangun, bayi
rewel, susah ditenangkan. Respon terkejut berlebihan, hiperekstensi
ekstremitas dan jari tangan menyebar, kemudian tangan menempel ke
muka, tatapan penuh perhatian.
Hari kedua pengkajian (15 April 2016) dilakukan prosedur pemeriksaan
ROP pada Kasus lima dengan skala nyeri 9 (menggunakan PIPP), saat
prosedur denyut jantung meningkat > 10% dari baseline (156 kali per
menit menjadi 175 kali per menit). Hari kelima pengkajian (18 April
2016) residen keperawatan anak menemukan bahwa bayi menunjukkan
perilaku yang berbeda setiap hari, Ibu menunjukkan keinginan untuk
mengenal perilaku pengaturan diri dan isyarat bayi prematur.
Hari ini (18 April 2016) dokter memberikan advice untuk coba
memberikan minum melalui cawan, bayi sempat tersedak saat dicoba
minum melalui cawan, tampak mengisap tidak efektif dan ASI jatuh dari
mulut, observasi 30 menit berikutnya tampak terdapat bekas muntah di
linen.
Umur 24 hari (25 April 2016) bayi tampak lemah, letargi, dan hasil
pemeriksaan darah menunjukkan penurunan pada Hemoglobin 8,4
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
36
gram/dL; Hematokrit 25,5%; Neutrofil batang 0,0%, Neutrofil segmen
20,4%. Hasil lab darah yang mengalami peningkatan antara lain pada
Limfosit 60,6%, Monosit 15%; Trombosit 571.000/mm3. Secara umum
Leukosit bayi normal yaitu 10.520/mm3(N), dengan Basofil 0,4% dan
Eosinofil 3,6%.
b. Pengkajian kenyamanan psikospiritual
Orangtua tampak cemas dan terus bertanya bagaimana perawatan bayi
prematur, perkembangan dan pertumbuhan bayi prematur, kondisi bayi
dan berat badan bayi setiap hari. Orangtua juga mengatakan cemas
dengan kondisi anak, takut berat badan anak tidak bertambah dan turun
terus sehingga semakin lama berada di rumah sakit. Orangtua
mengatakan selalu berdoa untuk kesembuhan putranya.
c. Pengkajian kenyamanan sosiokultural
Bayi tampak tenang saat ibu melakukan perawatan metode kaguru dan
memberi sentuhan lembut. Tidak ada tradisi/adat/budaya/ keyakinan
agama yang bertentangan dengan pengobatan dan perawatan.
d. Pengkajian kenyamanan lingkungan
Ruangan
memiliki
inkubator
untuk
membantu
bayi
mengatur
termoregulasi, terdapat penutup inkubator sebagai perlindungan dari
cahaya. Namun masih terdengar tingginya suara petugas kesehatan dan
suara memindahkan barang.
Berikut akan dipaparkan tabel hasil pengkajian berdasarkan struktur
taksonomi Kolcaba. Tabel 2.1 menggambarkan keadaan-keadaan bayi yang
berada dalam fase relief, ease, maupun transcendence. Selain itu, tabel juga
menyajikan tindakan perawatan untuk mencapai fase ease dan fokus
perawatan untuk mencapai kenyamanan bayi prematur pada fase
transcendence.
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
37
Tabel 2.1 Struktur Taksonomi Comfort Kolcaba pada Kasus Lima
Tipe
Kenya
manan
Fisik
Relief
14 April 2016
1. Muntah berupa ±3 ml ASI
yang belum sepenuhnya
dicerna
2. Abdomen tegang, bising usus
1 kali per menit (hipomotilitas)
3. Lingkar perut 29 cm, terdapat
residu 2 ml dengan pemberian
ASI/SF Prematur 8 x 24 ml
melalui sonde
4. Denyut nadi lemah
5. Terjadi penurunan BB sebesar
15 gram, saat ini BB 1387
gram dengan berat lahir 1524
gram
1. Suhu tubuh bayi 36,1oC
dengan suhu inkubator 33,5oC
(Hipotermia Grade I)
2. Kulit bayi dan akral teraba
dingin
3. denyut jantung 158 kali per
menit, frekuensi napas 52 kali
per menit, SaO2 95%
4. Bayi lahir prematur (stratum
korneum masih immatur)
1. Susah ditenangkan
2. Respon terkejut berlebihan
3. Jari tangan menyebar
4. Tangan menempel ke muka
5. Hiperekstensi ekstremitas
6. Tatapan penuh perhatian
7. Intoleransi minum
8. Bangun aktif
1. Bayi lahir prematur dengan
berat lahir rendah
2. Terdapat gangguan pada
peristaltik usus
1.
2.
3.
4.
5.
15 April 2016
Dilakukan prosedur
pemeriksaan ROP
Skala nyeri 9 (menggunakan
PIPP)
Saat prosedur denyut jantung
meningkat > 10% dari
baseline (156 kali per menit
menjadi 175 kali per menit)
Perilaku ekspresif: menangis
Ekspresi wajah menunjukkan
nyeri: meringis
Ease
Transedence
-
Kebutuhan nutrisi
(ingesti):
Ketidakseimbang
an nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh*
Meningkatkan suhu
inkubator 0,5oC**
Pengaturan
termoregulasi:
Hipotermia Grade
I*
Tidak memberikan
overstimuli lingkungan**
Stress
neurobehavioral:
Perilaku bayi
tidak terorganisir*
Minimal handling dan
hand hygiene 6 langkah 5
moment**
Kebutuhan
perlindungan/kea
manan (infeksi):
Risiko infeksi*
-
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Kebutuhan
pemenuhan
kenyamanan fsik
(minimal nyeri)*
38
Tipe
Kenya
manan
Fisik
Relief
1.
18 April 2016
Bayi menunjukkan perilaku
yang berbeda setiap hari
Ease
1.
2.
1.
Psikos
piritua
l
Tersedak saat dicoba minum
melalui cawan
2. Mengisap tidak efektif
3. ASI jatuh dari mulut
4. Tampak bekas muntah di
linen
25 April 2016
1. Hasil pemeriksaan darah: Hb
8,4(↓); Ht 25,5(↓); L
10,52ribu(N): Basofil 0,4,
Eosinofil 3,6, Neutrofil batang
0,0(↓), Neutrofil segmen
20,4(↓), Limfosit 60,6(↑),
Monosit 15(↑); Trombosit
571ribu(↑)
2. Tampak letargi dan lemah
Orangtua tampak cemas dan terus
bertanya kondisi bayi, serta
mengatakan khawatir jika berat
badan bayi turun terus
Sosiok
ultural
Tidak ada tradisi/adat/budaya/
keyakinan agama yang
bertentangan dengan pengobatan
dan perawatan
Lingku
ngan
1.
2.
3.
Ruangan memiliki inkubator
Terdapat penutup inkubator
Tingginya suara petugas
kesehatan dan suara
memindahkan barang
1.
Ibu menunjukkan
keinginan untuk
meningkatkan***
mengenal isyarat bayi
Ibu menunjukkan
keinginan untuk
mengenal perilaku
pengaturan diri
bayi***
Proses minum melalui
cawan membutuhkan
waktu yang lama***
Transedence
Stress
neurobehavioral:
Kesiapan
meningkatkan
perilaku
terorganisir bayi*
Nutrisi (ingesti):
Gangguan
menelan*
-
Promosi
kesehatan
(manajemen
kesehatan):
Inefektif
pertahanan
tubuh*
-
1.
-
Menutup telinga bayi
dengan earmuff &/ Petugas
kesehatan berbicara dengan
pelan**
Kebutuhan
kognisi:
kesiapan
untuk
meningkatka
n
pengetahuan*
2. Kebutuhan
dukungan
emosi &
spiritual*
Kebutuhan akan
dukungan
keluarga/orang
lain yang
berpengaruh*
Kebutuhan akan
kenyamanan,
bebas dari stress*
Keterangan: *) Fokus perawatan untuk mencapai fase transcendence
**) Tindakan perawatan untuk mencapai fase ease
***) Keadaan bayi yang sudah mencapai fase ease
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
39
Berdasarkan gambaran struktur taksonomi pada tabel 2.1 dapat dirumuskan
masalah keperawatan pada Kasus lima (NANDA 2015-2017) antara lain:
14 April 2016 : a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b. Hipotermia Grade I
c. Perilaku bayi tidak terorganisir
d. Risiko infeksi
15 April 2016 : e. Nyeri akut
18 April 2016 : f. Gangguan menelan
g. Kesiapan meningkatkan perilaku terorganisir bayi
25 April 2016 : h. Inefektif pertahanan tubuh
2.4.3. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan pada Kasus lima berdasarkan konsep teori Comfort
Kolcaba disusun dengan menggunakan comfort measures dan intervening
variables
pada
masing-masing
diagnosis
keperawatan.
Rencana
keperawatan pada kasus lima adalah:
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
a. Tujuan keperawatan
NOC: Nutritional status: Adequacy of nutrient; Nutritional Status :
food and Fluid Intake; Weight Control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah nutrisi teratasi
dengan indikator: Nutrisi yang diterima adekuat (tidak ada masalah
intoleransi minum), Denyut nadi 120-160 kali per menit, Bising usus
2-6 kali per menit, Berat badan meningkat rata-rata 15 gram/hari.
b. Intervensi keperawatan
Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan untuk Masalah Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
Intervensi
kenyamanan
Standar
comfort
Tindakan keperawatan
1. Kolaborasi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien: ASI/SF Prem 10 x 22 ml
2. Jadwalkan pengobatan minimal 15 menit sebelum makan dan
tindakan dilakukan sebelum jam makan
3. Observasi kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar
Ht, adanya penurunan BB
4. Observasi mual dan muntah, intake nutrisi, turgor kulit
5. Observasi pucat, kemerahan, dan kekeringan konjungtiva
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
40
Intervensi
kenyamanan
Standar
comfort
Coaching
Tindakan keperawatan
6.
7.
8.
9.
1.
2.
3.
1.
2.
Comforting
Atur posisi semi fowler selama makan
Berikan posisi lateral kanan/pronasi setelah makan
Catat edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral
Kolaborasi pemberian vitamin: Ferlin 0,2 ml/24 jam dan Tocoferol
25 iu/24 jam (diberikan pada jam 18.00)
Informasikan pada keluarga tentang manfaat nutrisi
Bantu ibu untuk melakukan PMK
Ajarkan ibu untuk selalu mandi bersih sebelum PMK
Letakkan bayi pada dada ibu minimal 1 jam
Berikan nutrisi secara gravitasi pada saat dilakukan PMK
2. Hipotermia Grade I
a. Tujuan keperawatan
NOC: Termoregulasi: bayi baru lahir; Perfusi jaringan: perifer;
Tanda-tanda vital; Status kenyamanan: fisik.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x2 jam hipotermia
teratasi dengan indikator: Suhu inkubator mampu menghangatkan
bayi; Suhu tubuh bayi 36,5oC – 37,5oC); Denyut nadi 120-160 kali
per menit dan pernapasan 30-60 kali per menit; Kulit bayi teraba
hangat; CRT < 3”; Saturasi Oksigen 95%.
b. Intervensi keperawatan
Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan untuk Masalah Hipotermia Grade I
Intervensi
kenyamanan
Standar
comfort
Coaching
Comforting
Tindakan keperawatan
1. Lakukan tindakan dalam satu waktu, beri waktu istirahat
2. Ciptakan lingkungan yang aman, bersih dan tenang
3. Atur suhu inkubator sesuai kebutuhan
4. Hindari terkena cahaya lampu secara langsung
5. Posisikan pasien agar merasa nyaman
6. Observasi suhu pasien setiap jam
7. Berikan selimut dan/atau naikkan suhu inkubator
8. Observasi warna dan suhu kulit
9. Observasi tanda hipotermi sedang (aritmia atrial, hipotensi)
10. Observasi status sirkulasi dan saturasi oksigen
11. Observasi tanda-tanda vital
1. Ajarkan tanda-tanda syok pada Ibu
2. Minta ibu lapor bila terjadi shock saat PMK
3. Bantu ibu melakukan PMK
4. Jelaskan manfaat PMK pada ibu
1. Berikan nesting
2. Fasilitasi pasien istirahat dengan minimal handling
3. Lakukan skin to skin kontak antara ibu dengan bayi
4. Posisikan pronasi
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
41
3. Perilaku bayi tidak terorganisir
a. Tujuan keperawatan
NOC: Newborn adaptation; Preterm infant organization; Coordinate
movement; Sleep.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 14x24 jam perilaku
bayi yang tidak terorganisir teratasi dengan indikator: Toleransi
minum baik: Tidak ada muntah, abdomen tidak distensi, tidak ada
penambahan lingkar perut melebihi 2 cm, tidak ada residu;
Pergerakan terkoordinasi: Teratur tenang; Respon terhadap stimulus
tidak berlebihan: Tidak tampak perilaku terkejut; Tangan ke mulut;
Tidur tenang; Postur fleksi; Otot relaks; Mampu menatap mata
pengasuh, berespon terhadap stimulus yang diberikan oleh pengasuh,
mudah ditenangkan.
b. Intervensi keperawatan
Tabel 2.4 Intervensi Keperawatan untuk Masalah Perilaku bayi tidak
terorganisir
Intervensi
kenyamanan
Standar
comfort
Coaching
Comforting
Tindakan keperawatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Cegah tindakan yang tidak penting, biarkan bayi istirahat
Fasilitasi bonding antara ibu-bayi
Berikan posisi yang nyaman
Reposisi bayi minimal tiap 3 jam
Fasilitasi posisi fleksi agar tangan bayi ke mulut
Observasi stimulus (cahaya, bising, handling, prosedur), kurangi
jika mungkin
7. Kelompokan tindakan agar interval tidur bayi lebih panjang dan
konservasi energi
8. Gunakan pergerakan yang lembut dan lambat ketika handling,
feeding dan merawat bayi
9. Atur stimulus lingkungan untuk menjaga siklus normal pagimalam
1. Ajarkan orangtua tentang perkembangan bayi prematur
2. Instruksikan orangtua untuk mengenali isyarat bayinya dan
keadaan perilaku bayi
3. Beri contoh cara mendapatkan perhatian visual dan auditori bayi
4. Dampingi orangtua dalam merespon isyarat dan keadaan perilaku
bayi
5. Dorong ibu untuk berpartisipasi saat memberikan nutrisi
Ciptakan hubungan yang terapeutik dan suportif dengan orangtua
klien
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
42
4. Risiko infeksi
a. Tujuan keperawatan
NOC: Immune Status; Knowledge : Infection control; Risk control.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 14 x 24 jam pasien
tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil: Klien bebas dari tanda
dan gejala infeksi lokal maupun sistemik: Jumlah leukosit 5500/µL 18000/µL, suhu tubuh 36,5oC – 37,5oC, Trombosit 150.000/µL 450.000/µL, kulit tidak kemerahan dan tidak ada lesi.
b. Intervensi keperawatan
Tabel 2.5 Intervensi Keperawatan untuk Masalah Risiko infeksi
Intervensi
kenyamanan
Standar
comfort
Coaching
Comforting
Tindakan keperawatan
1. Pertahankan teknik aseptif
2. Batasi pengunjung
3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan (5
moment)
4. Gunakan sarung tangan sebagai alat pelindung
5. Tingkatkan intake nutrisi
6. Observasi tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan
9. Observasi adanya luka
10. Dorong masukan cairan
11. Kaji suhu badan pasien minimal setiap 3 jam
1. Ajarkan keluarga tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan ibu mencuci tangan 6 langkah dengan benar
Dorong istirahat
5. Nyeri akut
a. Tujuan keperawatan
NOC: Pain Level; Pain control; Comfort level
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x60 menit Pasien
tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: Mampu mengontrol
nyeri (posisi tidur fleksi fisiologis, menangis minimal); Nyeri ringansedang (0-12) dengan menggunakan manajemen nyeri saat dikaji
dengan PIPP; Perawat mampu mengenali karakteristik nyeri (usia
gestasi, status tidur-terjaga, frekuensi nadi, saturasi oksigen, kerutan
dahi, mata tertutup, lipatan nasolabial mendalam); Perawat mengenali
rasa nyaman setelah nyeri berkurang (posisi fleksi fisiologis, ekspresi
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
43
relaks); Denyut nadi 120-160 kali per menit, suhu 36,5oC-37,5oC,
pernapasan 30-60 kali per menit; Status tidur aktif-tenang.
b. Intervensi keperawatan
Tabel 2.6 Intervensi Keperawatan untuk Masalah Nyeri Akut
Intervensi
kenyamanan
Standar
comfort
Coaching
Comforting
Tindakan keperawatan
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif: Lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Kurangi faktor presipitasi nyeri dengan minimal handling
4. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
5. Fasilitasi teknik non farmakologi: PMK, pembedongan, NNS,
pemberian sukrosa, facilitated tucking
6. Observasi vital sign sebelum dan sesudah touching time
1. Bantu keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
2. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur
3. Ajarkan orangtua mengenali tanda stress/nyeri pada bayi
1. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
2. Tingkatkan istirahat dengan memberikan nesting dan
memposisikan fleksi fisiologis
6. Gangguan menelan
a. Tujuan keperawatan
NOC: Status menelan; Status menelan: tahap esopagus, tahap oral,
tahap paring.
Setelah dilkukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam masalah
gangguan menelan dapat diatasi dengan kriteria hasil: Refleks
menelan baik; Tidak tersedak, tidak batuk, tidak muntah; Mampu
belajar menelan; Tidak ada nyeri menelan; Rongga mulut bersih;
Tidak ada refluks nasal.
b. Intervensi keperawatan
Tabel 2.7 Intervensi Keperawatan untuk Masalah Gangguan menelan
Intervensi
kenyamanan
Standar
comfort
Tindakan keperawatan
1. Tentukan kebutuhan pernapasan
2. Observasi tingkat kesadaran, refleks muntah, dan kemampuan
menelan
3. Observasi status paru-paru
4. Pertahankan jalan napas
5. Observasi status nutrisi dngan tepat
6. Observasi fungsi gastrointestinal dengan tepat
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
44
Intervensi
kenyamanan
Standar
comfort
Coaching
Comforting
Tindakan keperawatan
7. Observasi pola eliminasi secara tepat
8. Bantu pasien untuk duduk pada posisi lurus selama menetek
9. Bantu perlekatan antara ibu-bayi saat pemberian ASI
10. Bantu pertahankan kalori yang adekuat dan pemasukan cairan
11. Observasi berat badan
12. Observasi hidrasi badan (pemasukan,pengeluaran, turgor kulit dan
membran mukosa)
13. Berikan perawatan mulut
1. Dorong ibu untuk memberikan ASI
2. Ajarkan ibu cara meneteki dan beri semangat untuk belajar
meneteki setiap hari atau bahkan setiap kali bayi mandi
3. Beri reinforcement positif saat ibu mampu meneteki
1. Beri double selimut pada bayi saat belajar menetek
2. Jaga privasi ibu saat belajar meneteki
3. Ijinkan ayah untuk ikut serta dalam belajar menetek
7. Kesiapan meningkatkan perilaku terorganisir bayi
a. Tujuan keperawatan
NOC: Discomfort level; Parent infant attachment; Sensory function:
hearing; Sensory function: vision; Knowledge: preterm infant care.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam perilaku
terorganisir bayi meningkat, dengan kriteria hasil: Kecemasan ibu
berkurang, ibu menjadi lebih tenang; Ibu memahami penyebab dan
faktor risiko terjadinya kelahiran prematur, karakteristik bayi
prematur,
pola
tidur-bangun
bayi,
kebutuhan
termoregulasi,
kebutuhan nutrisi dan strategi manajemen nyeri; Ibu menyentuh,
membelai dan menepuk bayi dengan lembut, memegang bayi selama
pemberian nutrisi, berespon baik terhadap isyarat bayi, bermain dan
berbicara dengan bayi, bayi melihat ibu dan berespon terhadap isyarat
ibu; Bayi menoleh ke sumber suara, berrespons pada stimulus dengar.
b. Intervensi keperawatan
Tabel 2.8 Intervensi Keperawatan untuk Kesiapan Meningkatkan Perilaku
Terorganisir Bayi
Intervensi
kenyamanan
Standar
comfort
Tindakan keperawatan
1.
2.
3.
4.
Tentukan pengetahuan, kesiapan dan kemampuan ibu
Observasi kebutuhan pembelajaran ibu
Diskusikan kemampuan interaksi bayi prematur
Observasi kemampuan ibu dalam mengenal kebutuhan bayi
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
45
Intervensi
kenyamanan
Coaching
Comforting
Tindakan keperawatan
1. Tunjukkan cara melakukan stimulasi perkembangan bayi
2. Dorong orangtua untuk menyentuh, memberi pijatan lembut pada
bayi
3. Dorong orangtua untuk berbicara dan membaca isyarat bayi
4. Dorong orangtua untuk memberikan rangsangan auditori dan
visual yang membuat nyaman bayi
5. Dorong orangtua untuk bermain dengan bayi saat bayi dalam
keadaan siap
6. Berikan informasi tentang karakteristik perilaku bayi
7. Dorong untuk rutin melakukan PMK
8. Ajarkan ibu tentang penyebab dan faktor risiko terjadinya
kelahiran prematur, karakteristik bayi prematur, pola tidur-bangun
bayi, kebutuhan termoregulasi, kebutuhan nutrisi dan strategi
manajemen nyeri
9. Ajarkan cara menenangkan bayi
1. Fasilitasi privasi ibu saat bersiap untuk melakukan PMK
2. Berikan edukasi dengan metode diskusi, tidak menggurui
3. Berikan reinforcement positif jika ibu berhasil
8. Inefektif pertahanan tubuh
a. Tujuan keperawatan
NOC: Kontrol infeksi; Status nutrisi.
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2x24 jam, pertahanan
tubuh pasien dapat efektif dengan kriteria hasil: Hasil pemeriksaan
darah: Jumlah leukosit 5.500-18.000 per µL, Haemoglobin 10,3-17,9
gram/dL, Hematokrit 31-59 persen, Trombosit 150.000-450.000 per
µL; Bayi tidak malas minum; Peningkatan berat badan minimal 15
gram/hari; Bayi tampak segar.
b. Intervensi keperawatan
Tabel 2.9 Intervensi Keperawatan untuk Masalah Inefektif Pertahanan
Tubuh
Intervensi
kenyamanan
Standar
comfort
Tindakan keperawatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Bersihkan lingkungan tempat tidur pasien
Ganti linen kotor
Batasi pengunjung
Instruksikan pada orang tua untuk mencuci tangan 6 langkah saat
ingin memegang bayi
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
Tingkatkan intake nutrisi
Observasi tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
Pertahankan tehnik asepsis
Dorong istirahat
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
46
Intervensi
kenyamanan
Standar
comfort
Coaching
Comforting
Tindakan keperawatan
10. Laporkan tanda infeksi awal
11. Kolaborasi pemberian transfusi PRC 2 x 20ml
1. Ajarkan cara cuci tangan 6 langkah dan evaluasi setiap hari
2. Dorong ibu memberikan ASI
1. Ganti linen bayi setiap hari
2. Dorong istirahat, buatkan nesting untuk meningkatkan
kenyamanan
2.4.4. Implementasi dan Evaluasi
Implementasi dan evaluasi keperawatan terangkum dalam tabel 2.10 yang
berisi catatan perkembangan bayi pada kasus lima.
2.4.5. Evaluasi Sumatif
Evaluasi akhir secara keseluruhan dilakukan pada hari Jumat (29 April
2016) berdasarkan tipe kenyamanan, adalah:
a. Fisik
Berdasarkan evaluasi tipe kenyamanan bayi berada di transcendence
dengan data: Lingkar perut tidak meningkat, bising usus dalam rentang
normal 2 kali per menit, jika dilakukan spooling keluar bab dalam
jumlah yang cukup banyak, denyut nadi dalam rentang normal 145 kali
per menit, berat badan mengalami peningkatan prgresif setiap hari ratarata naik 25 gram/hari. Toleransi minum baik, pergerakan mulai
terkoordinasi, dan saat ini bayi bebas dari tanda dan gejala infeksi.
b. Psikospiritual
Bayi pada kasus lima berada pada fase transcendence ditandai dengan
status perilaku tidur tenang.
c. Sosiokultural
Bayi pada kasus lima berada pada fase transcendence ditandai dengan
adanya interaksi ibu-bayi.
d. Lingkungan
Bayi pada kasus lima sudah di dalam box, tidak berada di inkubator,
termoregulasi sudah mulai baik.
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
47
Tabel 2.10 Catatan Perkembangan Kasus Lima
Jam
08.00 
08.00 
08.00 
08.00 
08.50 
08.55 
08.58 
09.00 
09.15 
09.20 
11.55 
12.00 
12.15 
12.20 
12.30 
12.40 
12.50 
Implementasi pada Kamis, 14 April 2016 (Dinas Pagi)
Evaluasi (Jam 14.00)
Tipe
Implementasi
Kenyamanan
Relief
Ease
Transendence
Mempertahankan
Fisik
- Muntah ± 3
Suhu
teknik aseptif (S)
ml, berupa
36,8oC
Mencuci tangan
ASI yang
dalam
setiap sebelum dan
belum
inkubator
sesudah tindakan
dicerna
33,5oC
keperawatan (S)
sepenuhnya
Menggunakan
- Abdomen
pergerakan yang
tegang,
lembut dan lambat
bising usus
ketika handling dan
1 kali per
feeding sambil
menit
mengamati isyarat
- BB
bayi (S)
menurun 15
Menciptakan
gram
lingkungan yang
- HR 158 kali
mendukung
per menit,
istirahat, aman,
RR 52 kali
bersih dan tenang
per menit,
(Co)
SaO2 95%
Mengkaji adanya
- Tampak
tanda gejala infeks
respon
i(S)
terkejut
Mengukur suhu, HR
berlebihan
dan RR (S)
Meningkatkan suhu
inkubator 0,5oC (S)
Memberikan ASI 22
ml/ sonde (S)
Memberikan posisi
Psikospiritual - Ibu tampak
pronasi (S)
cemas dan
Mencatat adanya
terus
kekeringan, rambut
bertanya
kusam, dan
- Ibu
penurunan BB (S)
mengatakan
Mengukur suhu, HR
takut jika
dan RR (S)
BB bayi
Memberikan ASI 22
terus turun
ml/ sonde (S)
Memberikan posisi
Sosiokultural - Mudah
Ibu
pronasi (S)
marah
didampingi
Mencatat warna dan
ayah bayi saat
suhu kulit (S)
kunjungan
Menciptakan
hubungan yang
Lingkungan - Bayi tampak
terapeutik dan
terkejut saat
suportif dengan
terdengar
orangtua klien(Co)
suara
Mengajarkan ibu
memindahk
mencuci tangan 6
an barang
langkah dengan
dan suara
benar (Ca)
petugas
Mencatat asupan
yang
nutrisi, turgor kulit
nyaring
(S)
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
48
Jam
08.00 
08.00 
08.50 
08.58 
09.00 
09.15 
09.20 
10.00 
10.20 
11.55 
12.00 
12.15 
12.20 
12.30 
12.40 
12.50 
13.00 
13.05 
13.30 
Implementasi pada Jumat, 15 April 2016 (Dinas Pagi)
Evaluasi (Jam 14.00)
Tipe
Implementasi
Kenyamanan
Relief
Ease
Transendence
Mempertahankan
Fisik
- Abdomen
- Tidak ada - Tidak ada
teknik aseptif (S)
tegang
muntah
tanda adanya
Menciptakan
- Residu 1ml - Kulit bayi
nyeri
lingkungan yang
- Denyut nadi dan akral - Ibu
mendukung
lemah
teraba
mengatakan
istirahat, aman,
- BB naik 35
hangat
akan
bersih dan tenang
gram
- Suhu
melakukan
(Co)
(BBS=1372
tubuh bayi PMK pada
Mengkaji tanda
gram)
36,9oC
kunjungan
gejala infeks i(S)
- HR 160 kali
berikutnya
Mengukur suhu, HR
per menit,
dan RR (S)
RR 50 kali
Memberikan
per menit,
ASI+HMF 24 ml/
SaO2 96%
sonde (S)
- Tampak
Memberikan posisi
sesekali
pronasi (S)
hiperekstens
Mencatat adanya
i ekstremitas
kekeringan, rambut
- Jari tangan
kusam, dan
menyebar
penurunan BB (S)
terutama
Mendampingi bayi
selama
saat prosedur ROP
dilakukan
dengan metode FTprosedur
HD (S)
pemeriksaan
Mengobservasi
ROP
reaksi non verbal (S)
- Status tidur:
Mengukur suhu, HR
Bangun
dan RR (S)
aktif
Memberikan
- Skala nyeri
ASI+HMF 24 ml/
9 (nyeri
sonde (S)
sedang) saat
Memberikan posisi
prosedur
pronasi (S)
Mencatat warna dan
Psikospiritual
- Ibu
- Ibu
suhu kulit (S)
tampak
mengatakan
Mengajarkan ibu
senang
akan terus
manfaat PMK (Ca)
saat
berdoa untuk
Mengajarkan ibu
mengetahu kesembuhan
untuk selalu mandi
i BB anak
bayinya
bersih sebelum
naik
PMK (Ca)
Mengajarkan pada
Sosiokultural
- Bayi
- Ibu tampak
keluarga tentang
terjaga
senang dapat
tanda dan gejala
tenang
berbincang
infeksi (Ca)
dengan ibuMencatat asupan
ibu lain yang
nutrisi, turgor kulit
bayinya lahir
(S)
prematur juga
Membatasi
pengunjung (Co)
Lingkungan
- Bayi
Meningkatkan
tampak
istirahat dengan
waspada
memberikan nesting
fokus
(Co)
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
49
Jam
08.00 
08.00 
08.50 
08.55 
09.00 
09.10 
09.20 
09.35 
09.40 
11.55 
12.00 
12.15 
12.20 
12.30 
12.35 
13.00 
13.05 
13.10 
Implementasi pada Senin, 18 April 2016 (Dinas Pagi)
Evaluasi (Jam 14.00)
Tipe
Implementasi
Kenyamanan
Relief
Ease
Transendence
Mempertahankan
Fisik
- Tampak
- Tidak ada - Ibu
teknik aseptif (S)
bekas
residu
menunjukkan
Menciptakan
muntah di
- Selama 3
keinginan
lingkungan yang
linen ± 5 ml
hari ratauntuk
mendukung
- Abdomen
rata
mengenal
istirahat, aman,
tegang,
peningkata isyarat bayi
bersih dan tenang
bising usus
n BB 26
dan status
(Co)
ada
gram
perilaku bayi
Mengkaji tanda
- Laporan
(BBS=145
gejala infeks i(S)
data 2 hari
0 gram)
Mengukur suhu, HR
BAB sedikit - Suhu bayi
dan RR (S)
- HR 156 kali
36,7oC
Memberikan ASI 2
per menit,
- Kulit bayi
ml/ cawan (S)
RR 48 kali
dan akral
Mengobservasi
per menit,
teraba
tingkat kesadaran,
SaO2 98%
hangat
refleks muntah dan
- Sesekali jari - Tampak
kemampuan
tangan
tenang
menelan (S)
menyebar
saat PMK
Memberikan
- Tersedak
ASI+HMF 26
saat dicoba
ml/sonde (S)
minum
Memberikan posisi
melalui
lateral kanan (S)
cawan
Mencatat adanya
penurunan BB (S)
Psikospiritual
- Ibu
Mengukur suhu, HR
mengataka
dan RR (S)
n cemas
Membantu ibu
mulai
melakukan PMK
berkurang,
Memberikan
ingin
ASI+HMF 28 ml/
yakin saja
sonde (S)
Meminta ibu untuk
Sosiokultural - Bayi sulit
menyentuh
ditenangkan
lembut(Ca)
Meminta ibu
berbicara dan
Lingkungan
- Menjaga
mengenali isyarat
pintu
bayi (Ca)
ruangan
Meminta ibu rutin
tetap
melakukan PMK
tertutup
(Ca)
saat
Menentukan
minimal
pengetahuan,
handling
kesiapan dan
kemampuan ibu
untuk belajar
tentang perawatan
bayi prematur (S)
Mencatat warna dan
suhu kulit (S)
Memberikan nesting
(Co)
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
50
Jam
08.00 
08.50 
08.55 
09.00 
09.10 
09.20 
09.35 
09.40 
11.55 
12.00 
12.15 
12.20 
13.00 
13.15 
13.25 
13.30 
13.33 
13.35 
13.30 
13.45 
Implementasi pada Kamis, 21 April 2016 (Dinas Pagi)
Evaluasi (Jam 14.00)
Tipe
Implementasi
Kenyamanan
Relief
Ease
Transendence
Mempertahankan
Fisik
- Setelah
- Tidak ada - Ibu
teknik aseptif (S)
spooling,
muntah
mengatakan
Mengkaji tanda
abdomen
- Berat
mengerti jika
gejala infeks i(S)
lunak,
badan naik bayinya
Mengukur suhu, HR
bising usus
20 gram
menatap
dan RR (S)
ada
(BBS=147 tenang maka
Memberikan
- Tidak ada
0 gram)
Ibu bisa
ASI+HMF 8 ml/
residu
berinteraksi
cawan (S)
- Hipereksten
mengajak
Mengobservasi
si
bayi bicara
tingkat kesadaran,
ekstremitas
refleks muntah dan
- Bayi tampak
kemampuan
malas
menelan (S)
mengisap
Memberikan
ASI+HMF 20
Psikospiritual - Ibu tampak
ml/sonde (S)
sedih karena
Memberikan posisi
bayi malas
pronasi (S)
mengisap
Mencatat adanya
kekeringan, rambut
Sosiokultural - Bayi sulit
kusam, dan
ditenangkan
penurunan BB (S)
- Ayah bayi
Mengukur suhu, HR
menemani ibu
dan RR (S)
Lingkungan
- Menjaga
saat
Membantu ibu
pintu
kunjungan
melakukan PMK
ruangan
Memberikan
tetap
ASI+HMF 28 ml/
tertutup
sonde (S)
saat
Menunjukkan cara
minimal
melakukan stimulasi
handling
perkembangan (Ca)
- Tampak
Memberikan
memaling
informasi tentang
kan muka
karakteristik bayi
prematur (Ca)
Mengajarkan cara
menenangkan bayi
(Ca)
Memberikan
reinforcement
positif (Co)
Membatasi
pengunjung (Co)
Mencatat warna dan
suhu kulit (S)
Mencatat asupan
nutrisi, turgor kulit
(S)
Melakukan spooling
dengan NaCl
20ml(S)
Memberikan nesting
(Co)
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
51
Jam
08.00 
08.00 
08.50 
08.55 
09.00 
09.10 
11.00 
11.25 
11.30 
12.00 
12.45 
13.00 
13.15 
13.25 
13.30 
13.33 
13.35 
13.30 
Implementasi pada Senin, 25 April 2016 (Dinas Pagi)
Evaluasi (Jam 14.00)
Tipe
Implementasi
Kenyamanan
Relief
Ease
Transendence
Mempertahankan
Fisik
- Malas
- Tidak ada
teknik aseptif (S)
minum
muntah
Menggunakan
- Tampak
- Tidak ada
pergerakan yang
letargi
residu
lembut dan lambat
- Tampak
- Abdomen
ketika handling dan
lemah
supel
feeding sambil
- Hasil
- BB naik
mengamati isyarat
pemeriksaan 20 gram
bayi (S)
darah
(BBS=149
Mengkaji tanda
tanggal 19
0 gram)
gejala infeksi (S)
April 2016 - Suhu
Mengukur suhu, HR
Jam 18.30
37,5oC
dan RR (S)
WIB:
Memberikan
- Hb 8,4(↓);
ASI+HMF 28
Ht 25,5(↓);
ml/sonde (S)
L
Memberikan posisi
10,52ribu(N
pronasi (S)
): Basofil
Mencatat adanya
0,4,
penurunan BB, Hb,
Eosinofil
Ht (S)
3,6,
Memberikan PRC II
Neutrofil
20ml/syringe (S)
batang
Mengukur suhu, HR
0,0(↓),
dan RR (S)
Neutrofil
Memberikan
segmen
ASI+HMF 28 ml/
20,4(↓),
sonde (S)
Limfosit
Membantu ibu
60,6(↑),
melakukan PMK
Monosit
Memberikan
15(↑);
informasi tentang
Trombosit
risiko infeksi (Ca)
571ribu(↑)
Memberikan
informasi tentang
Psikospiritual - Ibu tampak
tanda-tanda
cemas
terjadinya syok pada
dengan
bayi (Ca)
kondisi bayi
Memberikan
informasi tentang
Sosiokultural
- Status
pentingnya
tidur: tidur
pemberian PRC saat
aktif
Hb, Ht bayi
mengalmi
Lingkungan
- Menjaga
penurunan (Ca)
pintu
Memberikan
ruangan
reinforcement
tetap
positif (Co)
tertutup
Membatasi
saat
pengunjung (Co)
minimal
Mencatat warna dan
handling
suhu kulit (S)
- Postur
Mencatat asupan
tampak
nutrisi, turgor kulit
fleksi
(S)
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
52
Jam
08.00 
08.00 
08.50 
08.55 
09.00 
09.10 
11.25 
11.30 
12.00 
13.00 
13.15 
13.20 
13.30 
13.33 
13.35 
13.40 
13.45 

Implementasi pada Rabu, 27 April 2016 (Dinas Pagi)
Evaluasi (Jam 14.00)
Tipe
Implementasi
Kenyamanan
Relief
Ease
Transendence
Mempertahankan
Fisik
- Minum
- Tidak ada
teknik aseptif (S)
per cawan
muntah
Menggunakan
lambat
- Tidak ada
pergerakan yang
residu
lembut dan lambat
- Lingkar perut
ketika handling dan
dalam rentang
feeding sambil
normal
mengamati isyarat
- Bising usus
bayi (S)
ada
Mengkaji tanda
- Abdomen
gejala infeksi (S)
supel
Mengukur suhu, HR
- BB meningkat
dan RR (S)
34 gram
Memberikan
(BBS=1524
ASI+HMF 28
gram)
ml/cawan (S)
- Ibu
Memberikan posisi
mengatakan
pronasi (S)
ingin belajar
Mencatat adanya
meneteki
kekeringan, rambut
- Tangan
kusam, dan
menempel ke
penurunan BB (S)
muka
Mengukur suhu, HR
- Menatap
dan RR (S)
Psikospiritual
penuh
Memberikan
perhatian
ASI+HMF 28 ml/
cawan (S)
Membantu ibu
- Ibu
melakukan PMK
Sosiokultural
mengatakan
Memberikan
senang
informasi tentang
dengan
perkembangan bayi
kondisi bayi
prematur (Ca)
saat ini
Memberi contoh
Lingkungan
- Menjaga
cara mendapatkan
pintu
- Ayah
perhatian visual dan
ruangan
mendampingi
auditori bayi (Ca)
tetap
ibu saat
Mendampingi ibu
tertutup
berkunjung
dalam berespon
saat
terhadap isyarat dan
minimal
- Tangan dan
status perilaku
handling
mulut ke
bayi(Ca)
- Bayi
wajah
Memberikan
terjaga,
- Mengisap
reinforcement
tampak
- Kaki dan
positif (Co)
waspada
tumit tampak
Membatasi
saling
pengunjung (Co)
menopang
Mencatat warna dan
suhu kulit (S)
Mencatat asupan
nutrisi, turgor kulit
(S)
Memberikan nesting
dan memposisikan
fleksi fisiologis(Co)
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
53
Jam
08.00 
08.00 
08.00 
08.00 
13.00 
13.15 
13.20 
13.25 
13.30 
13.33 
13.35 
13.40 
13.45 
13.50 
Implementasi pada Jumat, 29 April 2016 (Dinas Pagi)
Evaluasi (Jam 14.00)
Tipe
Implementasi
Kenyamanan
Relief
Ease
Transendence
Mempertahankan
Fisik
- Bayi mulai - Tidak ada
teknik aseptif (S)
belajar
muntah
Mencuci tangan
menetek
- Tidak ada
setiap sebelum dan
- Nafas
residu
sesudah tindakan
halus
- Lingkar perut
keperawatan (S)
- sikap
dalam rentang
Menggunakan
relaks
normal
pergerakan yang
- Bising usus
lembut dan lambat
ada
ketika handling dan
- Abdomen
feeding sambil
supel
mengamati isyarat
- BB meningkat
bayi (S)
26 gram
Menciptakan
(BBS=1550
lingkungan yang
gram)
mendukung
istirahat, aman,
Psikospiritual
- Ibu
- Ibu
bersih dan tenang
tampak
mengatakan
(Co)
memberik
merasa puas
Mendorong ibu
an
bisa meneteki
memberikan ASI
kenyaman
meskipun
(Ca)
an dengan
bayi belum
Mengajarkan ibu
memberik
bisa menetek
cara meneteki (Ca)
an PMK
maksimal
Memberi semangat
- Ibu
untuk belajar
mengatakan
meneteki setiap hari
merasa
(Ca)
senang dan
Menjaga privasi ibu
akan
saat belajar
bersedekah
meneteki (Co)
jika bayinya
Mendorong ayah
sudah
untuk terlibat (Ca)
dibolehkan
Memberikan
pulang
reinforcement
positif (Co)
Sosiokultural
- Bayi
- Bayi tampak
Membatasi
tampak
siap
pengunjung (Co)
tidur lelap
berinteraksi
Mencatat warna dan
ditandai
suhu kulit (S)
dengan
Mencatat asupan
terjaga
nutrisi, turgor kulit
tenang, sikap
(S)
rileks
Memberikan nesting
dan memposisikan
fleksi fisiologis(Co)
Lingkungan
- Menjaga
- Bayi tampak
pintu
mengisap
ruangan
- Bayi
tetap
terkadang
tertutup
menggengga
saat
m jari
minimal
pengasuh
handling
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
BAB 3
PENCAPAIAN KOMPETENSI
3.1. Pencapaian Kompetensi
Pelaksanaan praktik residensi keperawatan anak melalui dua tahapan yaitu
praktik residensi I dan praktik residensi II. Dalam praktik ini residen
keperawatan anak memilih ruang infeksi, non infeksi, dan perinatologi
dengan area peminatan utama adalah ruang perinatologi.
Praktik residensi keperawatan anak I dilaksanakan selama 16 minggu mulai
tanggal 14 September 2015 sampai 1 Januari 2016. Enam minggu pertama
residen keperawatan anak praktik di ruang Infeksi RSUP Fatmawati Jakarta
Selatan. Praktik di ruang non infeksi RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat
selama enam minggu dan empat minggu terakhir residensi I di ruang
perinatologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Pusat.
Praktik residensi keperawatan anak II dilaksanakan sesuai dengan area
peminatan utama yaitu perinatologi yang dilalui selama 11 minggu dimulai
pada tanggal 15 Februari 2016 sampai tanggal 29 April 2016. Lahan praktik
klinik selama menjalani kegiatan praktik residensi II adalah RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo Jakarta Pusat selama enam minggu pertama,
selanjutnya pada lima minggu terakhir praktik residensi II berada di RSAB
Harapan Kita Jakarta Barat.
Selama praktik, residen keperawatan anak juga melakukan kegiatan proyek
inovasi baik individu maupun kelompok berdasarkan evidence based nursing
practice yang disosialisasikan dan diaplikasikan di ruangan tempat praktik
residensi. Residen keperawatan anak juga melakukan presentasi kasus
kelolaan selama pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat infeksi.
3.1.1. Pencapaian Target Kompetensi di Ruang Infeksi
Praktik di ruang rawat infeksi dilaksanakan pada residensi tahap I yang
berlangsung mulai tanggal 14 September 2015 sampai 23 Oktober 2015.
Residen keperawatan anak telah melakukan praktik di ruang rawat selama 6
minggu dengan target kompetensi yang dicapai oleh residen keperawatan
54
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
55
anak adalah kompetensi pemberian asuhan keperawatan dan kompetensi
prosedural, serta melakukan presentasi kasus By CL dengan Bronchiolitis.
Target kompetensi terkait pemberian asuhan keperawatan selama praktik di
ruang rawat infeksi adalah merawat anak dengan kasus-kasus infeksi selama
dua minggu. Selama praktik, residen keperawatan anak mengelola 3 kasus
kelolaan yang terdiri dari asuhan keperawatan pada gangguan kebutuhan
cairan dan elektrolit pada anak dengan diare, asuhan keperawatan pada
gangguan kebutuhan oksigenasi pada kasus Bronchiolitis dan asuhan
keperawatan pada gangguan termoregulasi pada kasus kejang demam.
Selama dua minggu memberikan asuhan keperawatan, secara umum
keadaan pasien membaik.
Residen keperawatan anak melakukan observasi secara rutin pada kasus
kelolaan,
terutama
tanda-tanda
vital
pada
pasien-pasien
tersebut.
Implementasi yang diberikan juga berupa tindakan keperawatan yang sesuai
untuk kasus, antara lain memberikan Virgin Coconut Oil (VCO) secara rutin
setiap An. Z (1 tahun 1 bulan) mengganti pampers karena BAB, melakukan
fisioterapi dada pada By. CL (6 bulan) dengan Bronchiolitis, serta
melakukan kompres hangat pada An. N (1 tahun 8 bulan) dengan kejang
demam. Selain itu, residen keperawatan anak juga memberikan edukasi
pada orangtua dengan sebelumnya mengidentifikasi kebutuhan edukasi dari
masing-masing orangtua pasien. Tindakan kolaboratif juga dilakukan oleh
residen keperawatan anak selama proses pemberian asuhan keperawatan,
antara lain pemberian cairan melalui intra vena, nebulisasi, serta pemberian
stesolid.
Target residen keperawatan anak terkait kompetensi prosedural juga tercapai
selama praktik di ruang rawat infeksi. Kompetensi prosedural yang telah
dicapai selama 6 minggu praktik di ruang rawat infeksi antara lain
mengukur tanda-tanda vital, saturasi oksigen dan antropometri (BB, PB,
Lingkar kepala, Lingkar lengan, lingkar perut dan lingkar dada), melakukan
tindakan kolaborasi pemberian terapi oksigen menggunakan berbagai
macam alat bantu napas, melakukan inhalasi, melakukan fisioterapi dada,
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
56
melakukan prosedur isap lendir, menilai GCS anak, memonitor dan menilai
tanda-tanda peningkatan TIK, memasang OGT maupun NGT, melakukan
pemasangan infus dan mengoperasikan infus pump, memberikan nutrisi
melalui sonde, melakukan water tapid sponge, menilai status dehidrasi dan
menghitung kebutuhan cairan, menghitung balance cairan, serta membantu
posisi pemeriksaan maupun prosedur pengambilan spesimen.
Target presentasi kasus kelolaan berdasar model aplikasi teori keperawatan
dicapai oleh residen keperawatan anak selama praktik di ruang rawat infeksi
RSUP Fatmawati. Kasus kelolaan yang dipresentasikan adalah By CL
dengan Bronchiolitis. By CL datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak
napas, hasil pengkajian lebih lanjut didapatkan beberapa penyakit penyerta
antara lain adanya gizi buruk baik dinilai dari antropometri maupun tanda
klinis, adanya Complete Atrio Ventriculer Septal Defect (CAVSD),
ditemukan pertumbuhan dan perkembangan yang tidak sesuai dengan usia
By. CL, serta riwayat lahir prematur pada usia gestasi 34 minggu.
Hasil pengkajian pada By CL memunculkan beberapa masalah keperawatan
yaitu 1) Pola napas tidak efektif; 2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh; 3) Penurunan curah jantung; 4) Intoleransi aktivitas; 5)
Kegagalan pertumbuhan dan perkembangan; 6) Risiko infeksi; dan 7)
Kecemasan orangtua.
Hasil evaluasi pada kasus By CL menunjukkan masalah ketidakefektifan
jalan napas teratasi sebagian. Masalah ketidakadekuatan nutrisi dan
gangguan pertumbuhan perkembangan juga belum teratasi, karena
pencapaian berat badan ideal pada bayi dengan gizi buruk dan CAVSD serta
riwayat lahir prematur tidak akan dapat dicapai dalam waktu yang cepat.
Namun asupan nutrisi sudah adekuat dan pasien terpasang NGT serta
orangtua telah mandiri dalam pemberian diet lewat NGT.
Evaluasi akhir yang diharapkan setelah masalah pola napas teratasi dan
asupan nutrisi adekuat, serta telah dilakukan repair CAVSD pasien akan
dapat
mengejar
keterlambatan
pertumbuhan
perkembangannya
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
dan
57
mencapai tumbuh kembang sesuai usia. Tindak lanjut pada 18 minggu
setelah pengkajian awal, orangtua memberi kabar bahwa setelah repair
CAVSD di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, By CL tidak bisa bertahan
untuk hidup lebih lama.
3.1.2. Pencapaian Target Kompetensi di Ruang Non Infeksi
Praktik di ruang rawat non infeksi dilaksanakan pada residensi I selama 6
minggu. Lahan praktik residen keperawatan anak adalah RSPAD Gatot
Soebroto Jakarta yang berlangsung mulai tanggal 26 Oktober 2015 sampai 4
Desember 2015. Target kompetensi yang dicapai residen keperawatan anak
selama enam minggu praktik di ruang non infeksi adalah kompetensi
pemberian asuhan keperawatan, kompetensi prosedural, serta pelaksanaan
proyek inovasi secara kelompok mengenai manajemen fatigue pada pasien
anak yang menjalani kemoterapi.
Pemberian asuhan keperawatan dilakukan selama dua minggu pada masingmasing pasien kelolaan yang berada di ruang rawat non infeksi. Selama 6
minggu praktik, residen keperawatan anak mengelola tiga kasus kelolaan.
Kasus kelolaan pertama adalah asuhan keperawatan pada By. MSF (8 bulan)
dengan hidrosefalus, Penyakit Jantung Bawaan, dan Post VP Shunt. Pada
kasus ini muncul tiga masalah keperawatan, yaitu 1) Gangguan
pertumbuhan dan perkembangan; 2) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh;
dan 3) Risiko tinggi infeksi. Kasus kelolaan kedua adalah pada By. S (2
bulan) dengan sindroma nefrotik yang mengalami bengkak di seluruh tubuh.
Masalah keperawatan yang muncul dalam kasus ini yaitu 1) Bersihan jalan
napas tidak efektif; 2) Kelebihan volume cairan; 3) Hipertermia; dan 4)
Kerusakan integritas kulit. Kasus kelolaan ketiga adalah pada An. B (14
tahun) yang menderita Leukimia Limfoblastik Akut (LLA) dengan
diagnosis keperawatan yang muncul selama dua minggu perawatan adalah
1) Bersihan jalan napas tidak efektif; 2) Nyeri akut; 3) Hipertermia; 4)
Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh; 5) Kelelahan; 6) Risiko tinggi
infeksi; 7) Kurang pengetahuan; dan 8) Gangguan pola tidur. Selama
pemberian asuhan keperawatan pada setiap kasus, residen keperawatan anak
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
58
melakukan implementasi yang berupa observasi, tindakan keperawatan,
edukasi dan kolaborasi sesuai dengan kebutuhan masing-masing pasien.
Target kompetensi prosedural yang telah dicapai selama 6 minggu praktik di
ruang rawat non infeksi antara lain 1) Melakukan pain management dengan
cara kompres hangat, kompres dingin, distraksi melalui menonton film
kartun; 2) Melakukan manajemen persiapan kemoterapi baik persiapan
psikis maupun alat; 3) Memantau efek kemoterapi seperti mukositis, fatigue,
muntah, kerontokan rambut; 4) Manajemen efek kemoterapi dengan
mendorong kumur nistatin/geramicyn sesuai dosis, mengatur aktivitas fisik
anak, kolaborasi pemberian ondansentron 6 mg, mendorong istirahat,
memberikan kumur dengan madu murni+air hangat dengan perbandingan
1:1, mendukung anak untuk tidak malu jika rambut terus rontok dan
anjurkan pemakaian jilbab/wig nantinya; 5) Mengukur tanda-tanda vital,
saturasi oksigen dan antropometri (BB, PB, LK, LiLa, LP, LD); 6)
Memberikan terapi injeksi intravena; 7) Mengambil darah vena dan arteri;
8) Memasang infus; 9) Membantu persiapan Lumbal Pungsi.
Target kompetensi selanjutnya selama enam minggu di ruang non infeksi
adalah menyusun proyek inovasi secara kelompok serta implementasi di
ruang rawat. Pada kesempatan ini residen keperawatan anak menyusun
proyek
inovasi
terkait
manajemen
fatigue
yang bertujuan
untuk
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan dengan penerapan manajemen
fatigue yang tepat sesuai usia pada kondisi anak berdasarkan EBNP.
Adapun latar belakang dari proyek inovasi ini adalah ditemukannya
fenomena di ruang rawat non infeksi RSPAD banyak anak yang dirawat
untuk menjalani kemoterapi, beberapa anak dirawat karena relaps (post
kemoterapi), yang lain dirawat untuk menentukan diagnosis dan ada
diantara pasien yang dapat dikatakan berada dalam fase akhir kehidupan.
Hospitalisasi yang dijalani oleh anak dengan kanker dalam berbagai kondisi
tersebut memicu perasaan fatigue pada anak, dari total seluruh anak yang
dirawat, 95% diantaranya melaporkan adanya perasaan fatigue.
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
59
Implementasi proyek inovasi dilakukan dengan membuat algoritma/alur
manajemen fatigue yang terdiri dari 4 tahap, yaitu Skrining, Pengkajian
lanjut, Intervensi dan Evaluasi ulang. Pada tahap 1, tenaga kesehatan
melakukan skrining fatigue pada setiap pasien yang menjalani kemoterapi,
jika pasien melaporkan adanya kelelahan maka kaji level dari kelelahan
tersebut. Jika level fatigue yang dirasakan pasien lelah sedang sampai
berat/sangat lelah maka tenaga kesehatan melanjutkan pengkajian untuk
menentukan data fokus dan faktor yang berkontribusi pada kelelahan. Tahap
selanjutnya memberikan intervensi fatigue berdasarkan status klinis pasien
yang dapat berupa farmakologi dan non farmakologi. Tahap terakhir
melakukan evaluasi ulang level fatigue pada setiap pasien yang menjalani
kemoterapi.
Evaluasi hasil dari proyek inovasi di ruang rawat non infeksi menunjukkan
adanya kepuasan baik dari tenaga kesehatan maupun anak-anak dan
orangtua yang menjalani perawatan. Hal tersebut karena pengkajian level
fatigue yang cepat dan tepat sehingga penanganan/intervensi tepat diberikan
pada anak. Satu bulan setelah selesai praktik, Ketua tim ruang rawat non
infeksi mengatakan bahwa alur manajemen fatigue tersebut masih
digunakan.
3.1.3. Pencapaian Target Kompetensi di Ruang Perinatologi
Ruang rawat perinatologi merupakan area peminatan utama yang dipilih,
total pelaksanaan praktik di ruangan ini selama 15 minggu. Empat minggu
pada residensi I dan enam minggu pada residensi II di RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo, serta lima minggu terakhir pada residensi II di RSAB
Harapan Kita Jakarta. Target kompetensi berupa pemberian asuhan
keperawatan dan komptensi prosedural, serta residen keperawatan anak
menyusun dan melakukan proyek inovasi di ruang rawat Perinatologi secara
individu dengan tema “Upaya mengurangi nyeri saat penusukan tumit
dengan menerapkan praktik keperawatan berbasis bukti: Facilitated tucking
disertai ‘hadir-berbicara’ pada Bayi Prematur di Ruang Perinatologi”. Pada
minggu terakhir residensi II, residen keperawatan anak diuji oleh supervisor
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
60
dan supervisor utama terkait ketrampilan klinis maupun pemberian asuhan
keperawatan pada bayi.
Pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat perinatologi dilakukan oleh
residen keperawatan anak pada kasus-kasus bayi prematur masing-masing
selama 2 minggu perawatan. Total kasus kelolaan selama praktik di ruang
rawat perinatologi sebanyak 8 kasus kelolaan dan selanjutnya lima kasus
yang terpilih akan dibahas pada bab 4 dalam Karya Ilmiah Akhir ini.
Variasi kasus yang dirawat antara lain bayi prematur dengan masalah
keperawatan sistem pernapasan, pencernaan, gangguan termoregulasi,
gangguan imunitas, gangguan pertumbuhan dan perkembangan, gangguan
perilaku, gangguan menelan, kerusakan integritas kulit, defisit volume
cairan/elektrolit, dan gangguan rasa nyaman: nyeri. Hampir setiap kasus
yang dirawat oleh residen keperawatan anak mengalami masalah
keperawatan gangguan rasa nyaman dan/atau nyeri. Hal inilah yang menjadi
latar belakang residen keperawatan anak melakukan proyek inovasi untuk
berupaya
menimimalkan
pengalaman
nyeri
pada
bayi
prematur,
implementasi proyek inovasi ini akan dibahas lebih lanjut pada sub bab 3.3.
Target kompetensi prosedural selama praktik di ruang rawat perinatologi
telah banyak yang tercapai. Kompetensi tersebut antara lain 1) Menilai masa
gestasi dengan menggunakan Ballard Score dan menilai usia koreksi bayi
prematur; 2) Mengukur tanda-tanda vital, saturasi oksigen dan antropometri
(BB, PB, LK, LiLa, LP, LD); 3) Mengkaji reflek primitif bayi; 4) Memberi
nutrisi enteral melalui OGT, syringe pump maupun melalui cawan/dot; 5)
Mengatur pemberian nutrisi parenteral melalui syringe pump; 6) Melakukan
pencegahan infeksi; 7) Memberikan terapi injeksi intra vena; 8) Mengambil
darah vena; 9) Asistensi pemasangan PICC; 10) Melakukan perawatan
metode kanguru; 11) Menerapkan asuhan perkembangan; 12) Manajemen
laktasi; 13) Membantu resusitasi bayi; 14) Perawatan inkubator; 15)
Asistensi berbagai prosedur invasif maupun diagnosis; 16) Melakukan
perawatan luka; 17) Stabilisasi termoregulasi bayi; 18) Merangkai CPAP;
19) Mengoperasikan berbagai alat bantu napas dan melakukan kalibrasi alat
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
61
bantu napas; 20) Menghitung kebutuhan kalori dan cairan pada bayi
prematur; 21) Mengkaji intoleransi minum bayi prematur; 22) Spooling
pada bayi prematur yang mengalami distensi abdomen; 23) Asistensi
pemasangan Cereblal Function Monitor (CFM); 24) Asistensi intubasi dan
ekstubasi ETT; 25) Asistensi perawatan ostomi; 26) Asistensi perawatan
spina bifida; 27) Melakukan isap lendir; 28) Asistensi fisioterapis pada
masalah sistem pernapasan dan perkembangan termasuk reflek isap bayi
prematur; 29) Pengambilan sampel darah vena; 30) Auskultasi pada
berbagai masalah pada sistem kardiorespirasi dan pencernaan.
3.2. Implementasi Evidence Based Nursing Practice (EBNP)
Selama praktik, residen keperawatan anak berusaha menerapkan EBNP di
ruangan tempat praktik, terutama di ruang praktik yang menjadi area
peminatan utama. Dalam hal ini akan dijelaskan pelaksanaan EBNP yang
telah diterapkan di ruang perina RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Implementasi EBNP ini adalah tentang manajemen nyeri non-farmakologis
dengan teknik facilitated tucking disertai ‘hadir-berbicara’ pada bayi prematur
saat penusukan tumit. Sebelum implementasi EBNP di residensi II, residen
keperawatan anak melakukan observasi selama 4 minggu serta penyusunan
proposal pada saat residensi I.
Implementasi EBNP di ruang perina melalui beberapa tahap, yaitu: Tahap
persiapan, pelaksanaan, study/cek, serta tahap tindak lanjut dari implementasi
EBNP yang telah dilakukan pada bayi prematur yang mendapatkan nyeri
prosedural akibat prosedur penusukan tumit.
Penyusunan proposal dilakukan melalui proses bimbingan dan konsultasi
dengan supervisor utama serta konsultasi dengan pembimbing dan kepala
ruang Perina. Proposal dipresentasikan setelah mendapatkan persetujuan dari
supervisor utama, pembimbing dan kepala ruang Perina. Pelaksanaan
presentasi proposal dilakukan pada tanggal 17 Maret 2016, pada pukul 14.00
– 16.00 WIB di Gedung PJT Lt.3 Ruang Perinatologi RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo. Presentasi dihadiri oleh 24 orang peserta yang terdiri dari
supervisor utama, pembimbing ruang perina, perawat primer (PP), perawat
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
62
associate (PA), serta rekan residen keperawatan anak. Kegiatan dimulai
dengan pemaparan proposal EBNP kemudian dilanjutkan dengan acara
diskusi.
Pelaksanaan EBNP manajemen nyeri non-farmakologis menggunakan teknik
facilitated tucking disertai ‘hadir-berbicara’ pada bayi prematur saat
penusukan tumit dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: Melakukan
identifikasi sampel yang sesuai kriteria inklusi (bayi prematur dengan usia
gestasi ≤ 37 minggu, sedang dalam perawatan hari ke-2 sampai 16,
mendapatkan prosedur penusukan tumit). Selanjutnya residen keperawatan
anak melakukan pengkajian nyeri saat dilakukan tindakan penusukan tumit
dengan menggunakan Premature Infant Pain Profile (PIPP) pada 20 bayi
prematur dan 10 bayi diantaranya tidak dilakukan intervensi FT-HD.
Evaluasi skor nyeri pada pasien yang dilakukan prosedur penusukan tumit
dilakukan dengan menggunakan Premature Infant Pain Profile (PIPP).
Penilaian dilakukan oleh rekan residen keperawatan anak saat dilakukan
prosedur penusukan tumit. Residen keperawatan anak mengumpulkan data
selama 4 minggu praktek di ruang perinatologi, didapatkan 10 bayi prematur
di kelompok kontrol dan 10 bayi prematur untuk kelompok intervensi.
Berikut akan dipaparkan data demografis dan analisis skor nyeri saat
penusukan tumit pada kelompok kontrol maupun kelompok intervensi.
1) Distribusi responden berdasarkan karakteristik responden pada tabel 3.1
dan 3.2
Tabel 3.1. Distribusi Rerata Responden yang Mendapatkan Prosedur
Penusukan Tumit di Perina RSCM (n=20)
Variabel
Usia gestasi (minggu)
Kontrol
Intervensi
Berat badan lahir (gram)
Kontrol
Intervensi
Hari perawatan
Kontrol
Intervensi
n
Mean
SD
95% CI
10
10
32.3
30.9
2.751
3.665
(30.33-34.27)
(28.28-33.52)
10
10
1668
1844
739.697
972.513
(1138.85-2197.15)
(1148.31-2539.69)
10
10
9.8
10.10
4.211
3.929
(6.79-12.81)
(7.29-12.91)
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
63
Hasil analisis yang ditampilkan pada tabel 3.1 menunjukkan bahwa rerata
usia gestasi responden pada kelompok kontrol adalah 32,3 minggu,
dengan standar deviasi 2,751
dan pada interveal kepercayaan 95%
berada pada rentang 30,33 sampai 34,27. Pada kelompok intervensi
rerata usia responden adalah 30,9 minggu. Tabel juga menunjukkan
rerata berat badan lahir respoden pada kelompok intervensi adalah 1844
gram lebih besar dibandingkan keompok kontrol yang rerata beratnya
adalah 1668 gram. Rerata hari perawatan menunjukkan pada kelompok
intervensi 10,10 hari; sedangkan pada kelompok kontrol 9,8 hari. Artinya
pada
kelompok
intervensi
lebih
lama
hari
perawatannya
jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Tabel 3.2. Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin yang
Mendapatkan Prosedur Penusukan Tumit di Perina RSCM (n=20)
Variabel
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Intervensi (n=10)
Frek (%)
Kontrol (n=10)
Frek (%)
Total (n=20)
Frek (%)
5 (55.6)
5 (45.5)
4 (44.4)
6 (54.5)
9 (45)
11 (55)
Hasil analisis pada tabel 3.2 menunjukkan jenis kelamin bayi prematur
secara umum lebih banyak bayi dengan jenis kelamin perempuan yaitu
11 (55%), dimana pada kelompok intervensi perbandingan jenis kelamin
antara laki-laki dan perempuan sama, sedangkan pada kelompok kontrol
lebih banyak bayi prematur dengan jenis kelamin perempuan.
2) Perbedaan respon nyeri bayi prematur pada kelompok kontrol dan
kelompok intervensi terlihat pada tabel 3.3
Tabel 3.3. Perbedaan Respon Nyeri Bayi yang Mendapatkan Prosedur
Penusukan Tumit di Perina RSCM (n=20)
Variabel
Kelompok
n
Mean
SD
Respons
nyeri
Intervensi
Kontrol
10
10
10.7
13.9
1.418
2.234
Median
(Min-Maks)
11(8-12)
13.5(11-17)
95% CI
p
Value
9.69-11.71
12.3-15.5
0,002
Tabel 3.3 menunjukkan rerata respon nyeri bayi prematur pada kelompok
kontrol adalah 13,9 yang artinya masuk dalam kategori nyeri berat.
Sedangkan pada kelompok intervensi rerata respon nyeri bayi adalah
10,7 yang artinya masuk dalam kategori nyeri sedang. Hal ini
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
64
menunjukkan bahwa secara klinis terdapat perbedaan rerata antara
kelompok kontrol dengan kelompok intervensi atau kelompok yang
diberikan perlakuan facilitated tucking dan ‘hadir-berbicara’. Selanjutnya
tabel 5.3 juga menunjukkan data statistik yang diolah dengan komputer
menggunakan Uji T Tidak berpasangan (Pooled T Test) dan didapatkan
nilai p value (0,002) < 0,05 yang artinya secara statistik terdapat
perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok
intervensi.
3) Perbedaan frekuensi nadi bayi prematur pada kelompok kontrol dan
intervensi terlihat pada tabel 3.4
Tabel 3.4 Perbedaan Frekuensi Nadi Bayi yang Mendapatkan
Prosedur Penusukan Tumit di Perina RSCM (n=20)
Variabel
Detik ke-
Frekuensi
Nadi
-30
0
30
60
90
120
Kelompok
n
Mean
SD
Kontrol
Intervensi
Kontrol
Intervensi
Kontrol
Intervensi
Kontrol
Intervensi
Kontrol
Intervensi
Kontrol
Intervensi
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
145.8
150.6
162.1
156.4
166.9
157.7
163.1
158.4
156.9
155.1
155.4
150.3
12.282
10.772
9.550
9.675
14.387
10.625
15.552
12.149
9.442
10.999
8.682
10.078
p
Value
0,365
5,700
9,200
4,700
1,800
5,100
Tabel 3.4 menunjukkan rerata frekuensi nadi bayi prematur pada
kelompok kontrol saat detik ke-0, detik ke-30, dan detik ke-60
mengalami peningkatan dari denyut nadi normal (120-160 kali per
menit). Pada kelompok intervensi rerata frekuensi nadi bayi prematur
saat detik ke-0 sampai detik ke-120 berada dalam rentang normal (120160 kali per menit). Hasil ini menunjukkan bahwa teknik facilitated
tucking disertai ‘hadir-berbicara’ efektif untuk menjaga stabilisasi
frekuensi nadi bayi prematur agar berada dalam rentang normal. Tabel
3.4 juga menunjukkan bahwa secara statistik tidak ada perbedaan yang
bermakna antara frekuensi nadi pada kelompok kontrol dan kelompok
intervensi saat detik ke-0 sampai detik ke-120 (p Value > 0,005).
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
65
4) Perbedaan saturasi oksigen bayi prematur pada kelompok kontrol dan
intervensi terlihat pada tabel 3.5
Tabel 3.5 Perbedaan Saturasi Oksigen Bayi yang Mendapatkan
Prosedur Penusukan Tumit di Perina RSCM (n=20)
Variabel
Detik ke-
Saturasi
Oksigen
-30
0
30
60
90
120
Kelompok
n
Mean
SD
Kontrol
Intervensi
Kontrol
Intervensi
Kontrol
Intervensi
Kontrol
Intervensi
Kontrol
Intervensi
Kontrol
Intervensi
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
95.0
96.4
89.5
92.8
92.1
95.8
91.4
92.9
91.5
92.0
92.8
94.3
4.944
5.190
3.837
5.181
4.818
4.341
3.658
6.118
3.659
4.922
4.211
4.809
p
Value
0,545
0,123
0,088
0,514
0,799
0,468
Tabel 3.5 menunjukkan rerata saturasi oksigen bayi prematur pada
kelompok kontrol saat detik ke-0 mengalami penurunan dibawah 90%.
Pada kelompok intervensi rerata saturasi oksigen bayi prematur saat detik
ke-0 sampai detik ke-120 berada di atas 90%. Hasil ini menunjukkan
bahwa teknik facilitated tucking disertai ‘hadir-berbicara’ cukup efektif
untuk menjaga stabilisasi saturasi oksigen bayi prematur agar berada di
atas 90%. Tabel 3.5 juga menunjukkan bahwa secara statistik tidak ada
perbedaan yang bermakna antara saturasi oksigen pada kelompok kontrol
dan kelompok intervensi saat detik ke-0 sampai detik ke-120 (p Value >
0,005).
5) Rerata frekuensi nadi bayi prematur pada kelompok kontrol dan
kelompok intervensi
Rerata frekuensi nadi bayi prematur ditampilkan pada grafik 3.1 yang
menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol dan intervensi, frekuensi
nadi paling tinggi di detik ke-30 setelah penusukan dan frekuensi nadi
kelompok kontrol lebih cepat dibandingkan kelompok intervensi.
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
66
Frekuensi Nadi (x/menit)
170
165
160
155
150
145
140
135
Detik keIntervensi
Kontrol
-30
150,6
145,8
0
156,4
162,1
30
157,7
166,9
60
158,4
163,1
90
155,1
156,9
120
150,3
155,4
Grafik 3.1. Rerata Frekuensi Nadi Bayi yang Mendapatkan Prosedur
Penusukan Tumit di Perina RSCM (n=20)
6) Rerata saturasi oksigen bayi prematur pada kelompok kontrol dan
kelompok intervensi
Rerata saturasi oksigen bayi prematur dapat dilihat dalam grafik 3.2.
Grafik 3.2 menunjukkan bahwa saturasi oksigen pada kelompok
intervensi paling rendah terjadi di detik ke-90, sedangkan pada kelompok
kontrol terjadi di detik ke-60. Secara umum terlihat bahwa saturasi
oksigen pada kelompok intervensi lebih tinggi jika dibandingkan pada
Saturasi Oksigen (%)
kelompok kontrol.
98
96
94
92
90
88
86
Detik keIntervensi
Kontrol
-30
0
30
60
90
120
96,4
92,8
95,8
92,9
92
94,3
95
89,5
92,1
91,4
91,5
92,8
Grafik 3.2. Rerata Saturasi Oksigen Bayi yang Mendapatkan Prosedur
Penusukan Tumit di Perina RSCM (n=20)
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
67
Tindak lanjut dari pelaksanaan EBNP ini adalah bahwa teknik facilitated
tucking
disertai
‘hadir-berbicara’
pada
bayi
prematur
dapat
diimplementasikan oleh perawat ruangan sebagai standar dalam mendampingi
bayi yang mendapatkan prosedur penusukan tumit. Teknik ini juga dapat
dilakukan pada bayi prematur yang mendapatkan prosedur rutin lain seperti
pemeriksaan ROP, hisap lendir, pemasangan infus, awal pemasangan ETT
dan prosedur rutin lainnya. Perawat ruangan dapat melibatkan keluarga untuk
melakukan facilitated tucking sebagai implementasi family centered care.
Rekomendasi residen keperawatan anak terkait intervensi ini selanjutnya agar
dikaitkan dengan pencapaian berat badan bayi prematur. Hal ini karena
tercapainya stabilisasi denyut nadi dan saturasi oksigen pada kelompok
intervensi. Selain itu, perlu dilakukan uji efektifitas dengan intervensi lain
yang hampir serupa yaitu Gentle Human Touch (GHT). Perbedaan mendasar
dari kedua intervensi ini adalah adanya usapan lembut di area punggung bayi
pada intervensi GHT; sedangkan pada intervensi ini hanya memposisikan
fleksi fisiologis. Selain itu, intervensi facilitated tucking yang telah dilakukan
oleh residen keperawatan anak selama praktik residensi disertai ‘hadirberbicara’ yang dapat memenuhi kebutuhan emosional bayi prematur.
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
BAB 4
PEMBAHASAN
Bab ini berisi pembahasan aplikasi teori Comfort Kolcaba dalam asuhan
keperawatan bayi prematur dengan masalah ketidaknyamanan: Nyeri akut.
Pembahasan aplikasi teori dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan,
mulai dari pengkajian sampai evaluasi serta pembahasan praktik spesialis
keperawatan anak dalam pencapaian target kompetensi.
4.1. Pembahasan Penerapan
Keperawatan
Teori
Comfort Kolcaba
dalam Asuhan
Karya ilmiah ini menggunakan teori keperawatan Comfort Katherine Kolcaba
yang dikembangkan dalam asuhan keperawatan mulai dari melakukan
pengkajian sampai evaluasi pada bayi prematur yang mengalami masalah
nyeri/ketidaknyamanan. Konsep utama yang dikembangkan dalam teori
Comfort adalah dengan melakukan penilaian terhadap struktur taksonomi
antara tiga tingkat kenyamanan (relief, ease, transcendence) yang dikaitkan
dengan empat pengalaman kenyamanan (fisik, psikospiritual, sosiokultural
dan lingkungan) serta pemberian kenyamanan pada pasien melalui teknik
mengukur kenyamanan (technical comfort measures), pembinaan (coaching)
dan ‘comfort food for the soul’.
Asuhan keperawatan dilakukan oleh residen keperawatan anak pada lima
kasus kelolaan terpilih. Nyeri/ketidaknyamanan pada kelima kasus terlihat
secara fisik dari perubahan frekuensi pernapasan maupun nadi. Secara
psikospiritual tercermin pada kecemasan keluarga terhadap kondisi bayi
prematur dan isyarat perilaku bayi. Ketidaknyamanan secara sosiokultural
terlihat dari seringnya kunjungan dari orangtua dan interaksi antara orangtuabayi. Aspek lingkungan dikaji dari pencahayaan, kebisingan dan suara alat di
ruang perawatan bayi baru lahir. Keadaan yang kurang mendukung tumbuh
kembang bayi prematur tersebut menyebabkan ketidaknyamanan bayi.
68
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
69
Penerapan teori Comfort dalam bentuk rangkaian proses keperawatan dari
masalah nyeri/ketidaknyamanan yang disebabkan oleh berbagai prosedur
perawatan, diagnosis maupun prosedur invasif dilakukan oleh residen
keperawatan anak mulai dari tahap pengkajian, analisis data untuk
menentukan diagnosis keperawatan yang tepat, penyusunan intervensi, tahap
implementasi dari intervensi yang telah disusun sebelumnya, serta tahap
evaluasi yang mengacu pada outcome dari masing-masing diagnosis
keperawatan.
4.1.1. Pengkajian Keperawatan
Kolcaba dan Dimarco (2005) menyusun struktur taksonomi untuk
melakukan pengkajian keperawatan terkait kenyamanan. Tipe kenyamanan
tersebut antara lain kenyamanan fisik, psikospiritual, sosiokultural, dan
lingkungan. Berikut pembahasan terkait analisis lima kasus dalam tipe
kenyamanan menurut Kolcaba.
1) Pengkajian kenyamanan terkait pengalaman fisik
Pengkajian kenyamanan ini meliputi pengumpulan data yang dilakukan
melalui observasi serta pemeriksaan fisik. Residen keperawatan anak
melakukan pengkajian kenyamanan fisik terkait dengan keluhan utama,
dan isyarat perilaku bayi prematur yang menunjukkan ketidaknyamanan
secara fisik. Data yang diperoleh residen keperawatan anak melalui
observasi isyarat perilaku bayi maupun pemeriksaan fisik pada kelima
kasus kelolaan bervariasi terlihat dari jenis kelamin, usia gestasi, kondisi
bayi, berat badan lahir maupun berat badan saat pengkajian, lama rawat
inap, serta karakteristik nyeri akut prosedural.
Jenis kelamin pada lima kasus terpilih paling banyak laki-laki. Badr
(2013) menyebutkan bahwa perbedaan jenis kelamin dapat berpengaruh
pada respon perilaku bayi prematur. Bayi prematur laki-laki cenderung
kurang ekspresif dibandingkan bayi prematur yang berjenis kelamin
perempuan.
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
70
Usia gestasi bayi prematur yang terpilih dalam kasus ini berkisar antara
30 minggu sampai 36 minggu. Jika merujuk pada Ball, Bindler, dan
Cowen (2010) Kasus dua dan Kasus lima dengan kelahiran pada usia
gestasi 30 minggu termasuk dalam kategori prematuritas berat, Kasus
tiga (34 minggu) termasuk dalam kategori prematuritas sedang, serta
Kasus satu (35 minggu) dan Kasus empat (36 minggu) termasuk dalam
kategori prematuritas ringan. Carbajal, Rousset, dan Danan (2008)
dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa prosedur menyakitkan paling
banyak dilakukan pada bayi dengan usia gestasi termuda. Pernyataan ini
sesuai dengan kasus Kasus dua yang termasuk dalam kategori
prematuritas berat dan memiliki riwayat penyakit yang banyak dan lama
rawat inap yang lama, sehingga berbagai prosedur menyakitkan pernah
didapat oleh Kasus dua.
Kondisi bayi prematur berkaitan dengan kemampuan bayi untuk
berespon terhadap nyeri. Kondisi bayi saat pengkajian juga berbeda
pada masing-masing kasus, tidak hanya masalah ketidaknyamanan:
Nyeri akut prosedural yang terjadi pada bayi. Data observasi dan
pemeriksaan fisik pada Kasus satu didapatkan adanya produksi mukus
dari hari pertama pengkajian, terjadi ketidakseimbangan asam basa,
suhu tubuh meningkat dari normal serta tampak ikterik dengan derajat
kremer III. Peningkatan suhu tubuh juga dialami oleh Kasus dua;
sedangkan pada Kasus lima mengalami penurunan suhu tubuh
(hipotermia Grade I). Adanya infeksi didalam tubuh juga berkontribusi
dalam terjadinya ketidaknyamanan bayi, data adanya infeksi ditemukan
pada Kasus dua dengan unproven sepsis dan penyebaran luka dermatitis.
Temuan pada analisis kasus ini sesuai dengan Gibbins et al. (2007) yang
menyebutkan bahwa bayi dengan sakit parah mempunyai sedikit
kemampuan untuk menunjukkan respon perilaku terhadap nyeri. Pada
kelima kasus terpilih, Kasus satu menggunakan alat bantu napas NIV
dengan PIP 40 PEEP 6 dan FiO2 21%, mempunyai gangguan bersihan
jalan napas dan pertukaran gas serta mengalami hiperbilirubinemia dan
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
71
hipertermia. Jika dibandingkan dengan Kasus tiga yang mendapat
karakteritik prosedural yang sama, Kasus satu memiliki kondisi yang
lebih parah dan memiliki skor nyeri lebih rendah.
Berat badan bayi prematur juga perlu diperhatikan sebagai indikator
penting dalam menentukan kondisi bayi sakit. Pemantauan berat badan
pada grafik fenton dapat mengidentifikasi status nutrisi bayi. Nutrisi
yang tercukupi berhubungan dengan kemampuan adaptasi endokrin,
peningkatan fungsi imun dan penurunan lama rawat inap (Gomella,
Cunningham, & Eyal, 2013). Oleh karena itu, pemantauan pada grafik
fenton perlu dilakukan dengan ketat minimal dua kali setiap minggu.
Berat badan lahir dari kelima kasus rata-rata sesuai dengan masa
kehamilan, kecuali pada Kasus dua yang masuk dalam kategori berat
lahir sangat rendah. Rerata berat badan pada saat pengkajian masih
sama dengan berat badan lahir, kecuali pada Kasus dua yang meningkat
dari 1450 gram menjadi 2390 gram. Namun jika melihat grafik fenton,
berat badan Kasus dua tidak sesuai dengan usia koreksi karena
seharusnya berat badannya diatas 2800 gram. Rustina (2015) dalam
bukunya menyebutkan bahwa pada tahun pertama kehidupan, pola
kenaikan berat badan bayi prematur lambat, mulai meningkat pada usia
18 bulan namun meskipun demikian disarankan untuk menjaga berat
bayi sesuai grafik fenton. Ketidaksesuaian yang terjadi pada Kasus dua
merupakan indikasi adanya keterlambatan pertumbuhan dan gangguan
sistem imun yang dapat mempengaruhi lama rawat inap.
Lama rawat inap dari kelima kasus terpilih sesuai dengan usia
kronologis bayi karena rerata bayi mendapatkan perawatan sejak
dilahirkan. Lama rawat inap pada tiap bayi prematur dalam lima kasus
terpilih berbeda. Rentang lama rawat inap pada kelima kasus terpilih
adalah hari perawatan pertama sampai hari perawatan ke-64. Lama
rawat inap ini berhubungan dengan pengalaman bayi prematur terhadap
respon nyeri dari berbagai stressor yang didapat sebelumnya, baik nyeri
akibat prosedural, perawatan rutin maupun lingkungan. Ranger dan
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
72
Grunau (2014) menyebutkan bahwa nyeri berulang yang terjadi pada
bayi prematur dapat menyebabkan kerusakan perkembangan otak. Hal
inilah yang menjadi dasar agar tim kesehatan di ruang rawat neonatus
menerapkan asuhan perkembangan sehingga perkembangan bayi dapat
optimal dan menurunkan lama rawat inap.
Kasus dua adalah bayi yang menjalani perawatan terlama pada saat
pengkajian oleh residen keperawatan anak, namun memiliki skor nyeri
tertinggi di antara kasus terpilih lainnya. Temuan ini bertolak belakang
dengan Grunau et al., (2005) yang menyebutkan jika lebih dari 20
prosedur menyakitkan didapat oleh bayi, maka bayi akan memiliki
respon yang rendah terhadap nyeri. Perbedaan ini menunjukkan bahwa
terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi skor nyeri bayi
prematur.
Residen
dilakukan
penelitian
keperawatan
lebih
anak
lanjut
merekomendasikan
terkait
analisis
faktor
untuk
yang
menimbulkan terjadinya nyeri pada bayi prematur.
Jenis prosedur menyakitkan yang didapat oleh bayi prematur pada
kelima kasus terpilih juga perlu menjadi catatan residen keperawatan
anak. Jenis prosedur tersebut termasuk dalam pengalaman fisik bayi
prematur yang memunculkan ketidaknyamanan: Nyeri akut. Studi
terkait prosedur menyakitkan yang paling sering menjadi penyebab
nyeri pada bayi prematur antara lain pengambilan sampel darah kapiler
melalui penusukan tumit atau penusukan vena, isap lendir pada hidung
maupun ETT, memasang NGT, melepas plester, penimbangan berat
badan dan pemeriksaan mata (Badr, 2013). Pada lima kasus terpilih
seluruhnya mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan rasa nyaman:
Nyeri akibat berbagai prosedur menyakitkan. Prosedur tersebut antara
lain prosedur diagnostik yaitu pemeriksaan ROP, prosedur perawatan
yaitu perawatan luka dermatitis, serta prosedur invasif yaitu penusukan
tumit dan pemasangan infus. Residen keperawatan anak menggunakan
metode facilitated tucking disertai ‘hadir-berbicara’ pada semua
prosedur menyakitkan yang didapat oleh kelima bayi pada kasus
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
73
terpilih. Meskipun intervensi yang dilakukan sama, namun skor nyeri
berbeda. Berbagai prosedural tersebut antara lain:
a. Prosedur pemeriksaan Retinophaty of prematurity (ROP)
ROP merupakan kelainan pada mata yang seringkali terjadi pada
bayi-bayi prematur (Ball et al., 2010). Kelainan ini disebabkan oleh
pertumbuhan pembuluh darah retina yang tidak sempurna yang
dapat menyebabkan perlukaan dan ablasi retina.
Pada kasus Kasus lima (30 minggu; 1524 gram), pemeriksaan
dilakukan pada usia kronologis dua minggu dengan riwayat
pemakaian alat bantu nafas CPAP PEEP 8 FiO2 21% selama 6 hari
dan hasilnya menunjukkan belum ada tanda-tanda ROP, retina sesuai
dengan perkembangan bayi prematur, kemudian oleh pemeriksa
direncanakan akan dilakukan pemeriksaan ulang dua minggu lagi.
AAP (2013) merekomendasikan waktu pemeriksaan mata pertama
dilakukan saat usia kronologis 4 minggu untuk bayi prematur yang
lahir pada usia gestasi 27 minggu atau lebih. Meskipun demikian
penggunaan oksigenasi juga perlu menjadi pertimbangan untuk
melakukan pemeriksaan ROP. Rekomendasi ini dapat menjadi
catatan tim kesehatan untuk lebih bijaksana dalam memilih prosedur
pemeriksaan yang perlu dan/atau bisa ditunda untuk meminimalkan
pengalaman nyeri bayi prematur.
Intervensi yang diberikan oleh residen keperawatan anak pada kasus
ini cukup efektif, terbukti skor nyeri pada kasus ini paling rendah
diantara skor nyeri pada kasus terpilih lainnya. Hasil ini sesuai
dengan Gomella, Cunningham, dan Eyal (2013) yang menyebutkan
bahwa facilitated tucking efektif sebagai teknik manajemen nyeri
non-farmakologis pada bayi yang menjalani pemeriksaan ROP.
Intervensi ini juga disertai ‘hadir-berbicara’ sehingga bayi mendapat
dukungan secara emosional serta dapat bersiap dalam menghadapi
tahap pemeriksaan selanjutnya.
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
74
Rendahnya skor nyeri ini juga dapat dipengaruhi dari durasi
pemeriksaan dan karakteristik nyeri yang didapat oleh bayi. Durasi
pemeriksaan
relatif
singkat
dibandingkan
dengan
prosedur
pemasangan infus dan perawatan luka. Selain itu karakteristik nyeri
yang didapat adalah nyeri tumpul sehingga tidak sampai merusak
jaringan bayi prematur. Pemeriksa juga dapat mempengaruhi skor
nyeri, pemeriksaan ROP pada Kasus lima dilakukan oleh dokter
spesialis yang telah berpengalaman sehingga pemeriksaan dapat
dilakukan dengan cepat dan hasil yang akurat.
b. Prosedur invasif penusukan tumit dan pemasangan infus
Prosedur penusukan tumit seringkali dilakukan pada pasien bayi
prematur. Gomella et al., (2013) menyebutkan beberapa indikasi
prosedur penusukan tumit antara lain untuk pengambilan sampel
darah jika yang dibutuhkan sedikit, menentukan gas darah kapiler
dengan hasil memuaskan pada pH dan pCO2, kultur darah jika akses
vena/sumber lain tidak memungkinkan, dan skrining metabolik bayi
baru lahir yang idealnya dilakukan pada 48-72 jam pertama
kehidupan.
Alat yang direkomendasikan adalah lancet otomatis dengan ukuran
2mm untuk bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram, dan 4mm
untuk bayi dengan berat lahir lebih dari 1500 gram. Lancet otomatis
lebih direkomendasikan karena berhubungan dengan komplikasi
yang sedikit, respon nyeri bayi lebih minimal, risiko terjadinya
hemolisis lebih rendah, kesalahan hasil laboratorium lebih minimal,
dan kedalaman insisi jelas/terukur. Sedangkan lancet manual tidak
direkomendasikan karena cenderung menimbulkan bayi merasa
lebih nyeri, masuk terlalu dalam dan risiko injuri petugas lebih
tinggi.
Pada kedua kasus terpilih prosedur dilakukan oleh orang yang sama
namun menggunakan lancet manual. Hal ini dapat menjadi salah
satu indikasi terjadinya perbedaan skor nyeri pada kedua bayi yang
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
75
mendapatkan prosedur penusukan tumit. Pada Kasus tiga (usia 2
jam, UG=34 minggu, BBL=1840 gram) skor nyeri yang didapat
lebih tinggi dibandingkan Kasus satu (usia 3 hari, UG=35 minggu,
BBL=3740 gram). Perbedaan juga terlihat pada frekuensi dan jumlah
sampel darah yang dibutuhkan.
Pada kasus tiga prosedur yang dilakukan hanya satu kali dan sampel
darah yang dibutuhkan lebih sedikit karena hanya diperlukan untuk
pemeriksaan Gula Darah Sewaktu (GDS). Pada Kasus satu prosedur
dilakukan setiap hari selama 5 hari dan sampel darah yang
dibutuhkan cukup banyak karena untuk menentukan gas darah
kapiler. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi dan jumlah sampel
darah berbanding terbalik dengan skor nyeri. Meskipun tidak bisa
digeneralisasikan namun temuan ini dapat membuktikan studi yang
dilakukan oleh Grunau et al. (2005) bahwa bayi yang menerima
lebih banyak prosedur menyakitkan akan memiliki respon yang
rendah terhadap nyeri. Selain itu pengambilan sampel darah yang
lebih banyak juga akan memperpanjang perilaku stress yang dapat
meningkatkan ambang nyeri bayi.
Prosedur pemasangan infus merupakan salah satu prosedur yang
terkait dengan keseimbangan cairan, pengobatan maupun dukungan
nutrisi (Wilson & Hockenberry, 2012). Selanjutnya dijelaskan
bahwa alat untuk kateter intravena (venocath) pada bayi prematur
sebaiknya menggunakan jarum kateter dengan ukuran yang paling
kecil yaitu 24G atau 26G dan untuk pemberian nutrisi parenteral
dalam
jangka
panjang
sebaiknya
dilakukan
pemasangan
Peripherally Inserted Central Catheter (PICC), midline catheter,
atau Central Venous Catheter (CVC). The Infusion Nurses Society
(2006, dalam Wilson & Hockenberry, 2012) merekomendasikan
penggunaan chlohexidine/povidone-iodine saat pemasangan infus
pada bayi prematur dan aquabides/normal salin pada saat melepas
untuk mencegah terjadinya absorpsi desinfektan.
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
76
Pada
kasus
empat,
prosedur
penusukan
dilakukan
dengan
menggunakan jarum ukuran 24G. Hal ini telah sesuai dengan teori,
namun kesulitan pemasangan mengakibatkan bayi harus dilakukan
penusukan hingga empat kali dalam durasi yang singkat. Hal ini
dapat menjadi salah satu yang membedakan skor nyeri Kasus empat
dengan kedua kasus terpilih pada prosedur penusukan tumit
sebelumnya. Skor nyeri Kasus empat lebih tinggi dibandingkan
kasus-kasus yang telah dibahas sebelumnya karena frekuensi
penusukan yang sampai empat kali dilakukan dalam waktu cukup
singkat.
Gomella et al. (2013) menyebutkan bahwa teknik facilitated tucking
hanya efektif pada prosedur pemasangan infus saat awal penusukan.
Meskipun residen keperawatan anak menyertai intervensi tersebut
dengan ‘hadir-berbicara’ dan telah menyampaikan dengan lembut
pada bayi bahwa akan dilakukan penusukan lagi namun masih belum
cukup efektif. Hal ini juga dikarenakan perawat yang melakukan
prosedur penusukan berbeda. Pada penusukan pertama sampai ketiga
dilakukan oleh perawat dengan pendidikan vokasi dan pengalaman 3
tahun; sedangkan pada penusukan ke-empat dilakukan oleh perawat
dengan pendidikan sarjana dan memiliki pengalaman 10 tahun di
ruang rawat bayi risiko tinggi.
c. Prosedur perawatan luka dermatitis
Prosedur perawatan luka merupakan teknik aseptik yang bertujuan
membersihkan luka dari debris untuk mempercepat proses
penyembuhan luka (Ball et al., 2010). Salah satu kasus terpilih yang
mengalami nyeri akibat prosedural adalah Kasus dua yang
mengalami luka dermatitis di bagian wajah dan ekstremitas.
Prosedur perawatan yang merupakan hasil kolaborasi dengan dokter
spesialis kulit pada Kasus dua ini dilakukan dengan kompres NaCl
0,9% selama 2x15 menit, oles mupirocin 2% di semua lesi erosi,
daktarin diapers setiap ganti popok, dan area bokong dibersihkan
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
77
dengan air dan sabun setiap BAB serta mandi dengan sabun batang
bayi. Skor nyeri yang paling tinggi terjadi pada kasus bayi ini,
dengan skor yang didapat masuk dalam kategori nyeri berat
meskipun residen keperawatan anak telah melakukan intervensi
facilitated tucking disertai ‘hadir-berbicara’.
Temuan pada kasus dua membuktikan bahwa intervensi facilitated
tucking disertai ‘hadir-berbicara’ terbukti kurang efektif untuk
diterapkan pada prosedur perawatan luka dermatitis. Hal ini sesuai
dengan Witt, Coynor, Edwards, & Bradshaw (2016) yang membuat
tingkat penggunaan analgesik untuk berbagai prosedur yang
seringkali dilakukan pada neonatus (Gambar 4.1). Witt et al.
menyebutkan bahwa teknik non-farmakologi yang salah satu
intervensinya adalah facilitated tucking dapat diberikan pada bayi
yang mendapatkan perawatan luka. Namun akan lebih efektif jika
menggunakan analgesik farmakologi seperti anastesi topikal atau
Acetaminophen.
5
Sedasi dosis
tinggi/Anastesi
Anastesi lokal
Acetaminophen
Anestesi topikal
2
Perawatan luka, insisi dan drainase, LP,
intubasi trakea, pemasangan chest tube
& akses sentral
4 Perawatan luka, insisi dan drainase, LP,
akses arteri perifer, pemasangan PICC, chest
tube, & sirkumsisi
3
Penusukan tumit dan jari, ganti balut, perawatan
luka, pengambilan sampel arteri & vena,
sirkumsisi
Perawatan luka, pengambilan sampel arteri & vena, injeksi
subkutan & intramuskular, pemasangan infus, akses sentral ,
LP, PICC, sirkumsisi
Non1 Penusukan tumit dan jari, perawatan luka, ganti balut,
farmakologi:PMK,
pengambilan sampel arteri & vena, LP, ekstubasi , pemasangan
NNS, NS, sukrosa,
OGT, injeksi, pemasangan infus
FT
Base
Hindari prosedur menyakitkan, antisipasi kebutuhan studi berikutnya, gunakan
line
monitoring non-invasif (NIRS, saturasi O2, monitor EtCO2, bilirubin transkutan)
Gambar 4.1. Tingkatan Anastesi pada Manajemen Nyeri Neonatus
Sumber: Witt et al. (2016)
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
78
2) Pengkajian kenyamanan terkait pengalaman psikospiritual
Pengkajian ketidaknyamanan yang berkaitan dengan pengalaman
psikospiritual mencakup kepercayaan diri dan motivasi orangtua untuk
merawat bayi prematur secara mandiri, serta kepercayaan orangtua bayi
terhadap Tuhan. Hal ini karena psikis orangtua berperan dalam
meningkatkan kenyamanan bayi. Pernyataan tersebut sesuai dengan
yang dijelaskan oleh Zwimpfer dan Elder (2012) bahwa bayi
membutuhkan ‘containment’ yang hanya dapat terjadi jika pengasuh
mampu memahami apa yang dibutuhkan oleh bayi prematur. Artinya
jika pengasuh percaya diri dan termotivasi dalam merawat bayi terutama
dalam hal mengenali isyarat bayi maka dapat terbentuk ‘containment’
dan bayi akan mencapai kenyamanan.
Pada kelima kasus terpilih, residen keperawatan anak dapat melakukan
pengkajian psikospiritual pada semua kasus. Namun pada kasus satu dan
kasus empat, residen keperawatan anak hanya bertemu dengan ayah bayi
karena ibu belum mampu menjenguk. Selama pengkajian terhadap ayah,
residen keperawatan anak mengalami kesulitan karena ayah cenderung
terfokus pada kesehatan bayi secara fisik dibandingkan dengan
mengamati perilaku bayi. Berbeda dengan para ibu yang berkeinginan
memahami isyarat bayi untuk dapat memberi kenyamanan.
Seluruh orangtua mengatakan selalu berdoa dan percaya pada Tuhan,
namun juga menyampaikan bahwa orangtua membutuhkan perawat
maupun dokter yang bersahabat dan mendukung serta melibatkan
mereka dalam perawatan bayinya. Oleh karena itu ‘hadir-berbicara’ juga
dapat diberikan oleh perawat pada keluarga terutama ibu bayi prematur.
Saat pengkajian, orangtua telah dilibatkan dalam perawatan terutama
ketika bayi menjelang pulang. Ibu diajarkan dan dibiasakan mengganti
pampers, mengukur suhu bahkan memandikan.
3) Pengkajian kenyamanan terkait pengalaman sosiokultural
Pengkajian kenyamanan sosiokultural dilihat dari sosial bayi yang
meliputi hubungan interpersonal maupun intrapersonal. Lingkungan
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
79
sosial yang akan banyak berinteraksi dengan bayi adalah keluarga
terutama ayah dan ibunya. Secara intrapersonal, residen keperawatan
anak
melakukan
pengkajian
pada
perilaku
bayi
dalam
pengaturan/regulasi diri serta kemampuannya untuk berinteraksi dengan
pengasuh. Pengkajian status perilaku bayi dan kondisi keluarga
merupakan hal penting selama perawatan. Hal ini karena kondisi
keluarga termasuk kesiapan ibu dapat menimbulkan ketidaknyamanan
sosial pada bayi saat perawatan maupun setelah bayi dirawat sendiri
oleh keluarga.
Pada lima kasus terpilih, orangtua telah berusaha terlibat dalam
perawatan kecuali pada Kasus satu dan Kasus empat. Pada Kasus lima
setiap hari mendapat kunjungan dari ibu dan seringkali lengkap
dikunjungi oleh kedua orangtua. Kasus tiga dan Kasus dua hanya
dikunjungi oleh ibu. Seluruh ibu mampu berinteraksi dengan bayinya
meskipun mengalami kecemasan akibat kurangnya pengetahuan dan
informasi terhadap kondisi saat ini maupun perkembangan bayi
prematur selanjutnya. Pengkajian secara kultural pada kelima kasus
terpilih didapatkan data bahwa tidak ada tradisi/adat/budaya/ keyakinan
agama yang bertentangan dengan pengobatan dan perawatan.
4) Pengkajian kenyamanan terkait pengalaman lingkungan
Pengkajian kenyamanan lingkungan mencakup respon adaptasi bayi dan
keluarga terhadap lingkungan fisik di rumah sakit. Cahaya lampu,
kebisingan dan suhu ruangan dapat menjadi stressor bagi bayi, Kolcaba
dan Dimarco (2005) menyebutkan bahwa kegagalan adaptasi akan
menimbulkan rasa ketidaknyamanan terhadap lingkungan.
Ketidaknyamanan yang terlihat pada bayi adalah adanya kebisingan dari
suara alat/inkubator yang dipindahkan maupun yang berbunyi dan suara
tim kesehatan sendiri. Bayi seringkali tampak menunjukkan status
perilaku terkejut yang berlebihan saat mendengar ada kebisingan.
Ketidaknyamanan pada ibu terlihat pada saat ibu ingin melakukan PMK
dan/atau belajar meneteki karena dalam satu ruangan seringkali ada pria
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
80
yang bukan suaminya tetapi salah satu tim kesehatan maupun ayah dari
bayi lain yang satu ruangan dengan bayinya.
4.1.2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan dilakukan dengan identifikasi masalah berdasarkan
struktur
taksonomi
Comfort
Kolcaba.
Residen
keperawatan
anak
menentukan diagnosis secara mandiri dengan melihat batasan karakteristik
masalah keperawatan berdasarkan buku diagnosa keperawatan NANDA
2015-2017. Hal tersebut karena pada teori Comfort Kolcaba belum
mempunyai standar pengelompokkan diagnosis keperawatan, namun dalam
NANDA 2015-2017 dapat ditemui diagnosis ketidaknyamanan pada domain
dua belas.
Pada kelima kasus terpilih muncul diagnosis keperawatan nyeri akut saat
dilakukan tindakan/prosedur menyakitkan. Masalah lain yang muncul
adalah adanya gangguan rasa nyaman, ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh pada hampir semua kasus serta munculnya masalah
gangguan termoregulasi baik yang masih risiko maupun yang aktual telah
mengalami hipertermi/hipotermi. Diagnosis keperawatan terkait sistem
pernapasan juga ditemukan pada dua kasus kelolaan. Diagnosis keperawatan
lain yang terdapat pada kasus kelolaan adalah inefektif pertahanan tubuh
dan kerusakan integritas kulit termasuk luka dermatitis dan munculnya
ikterik. Masalah-masalah keperawatan yang muncul pada bayi prematur
dalam
lima
kasus
kelolaan
dapat
meningkatkan
terjadinya
ketidaknyamanan: Nyeri akut. Hal tersebut karena alat pengkajian nyeri
pada bayi prematur mengkaji secara non verbal.
Diagnosis keperawatan yang kompleks terjadi pada bayi prematur juga
dapat berpengaruh pada lama rawat inap. Diagnosis ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh terjadi pada lima kasus terpilih. Selama
perawatan, residen keperawatan anak dapat menyimpulkan bahwa rerata
lama rawat inap untuk diagnosis ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh minimal dua minggu selanjutnya peningkatan berat badan
dapat dicapai dengan rawat jalan melalui konseling nutrisi dan
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
81
pendampingan dari konselor laktasi. Masalah gangguan termoregulasi juga
ditemui pada hampir seluruh kasus yang dapat teratasi pada minimal tiga
hari perawatan. Namun diperlukan studi lebih lanjut antara keterkaitan lama
rawat inap dengan berbagai diagnosis keperawatan. Hal ini karena
kompleksitas diagnosis yang muncul pada bayi prematur dan keluarga juga
dapat mempengaruhi lama rawat inap. Kompleksitas diagnosis keperawatan
tersebut terjadi jika Ners melakukan pengkajian secara mendalam pada satu
kasus dapat muncul lebih dari tujuh diagnosis keperawatan dalam waktu
bersamaan.
4.1.3. Intervensi Keperawatan
Residen keperawatan anak menentukan intervensi keperawatan dengan
berfokus pada peningkatan rasa nyaman anak dan keluarga. Teori Comfort
Kolcaba memegang prinsip bahwa perawat harus berinteraksi secara intens
serta berkomunikasi baik secara verbal maupun nonverbal pada bayi
prematur sebagai pasien. Intervensi kenyamanan pada teori ini berpedoman
pada tiga tipe kenyamanan yang dikelompokkan berdasarkan kebutuhan
rasa nyaman pasien meliputi intervensi yang diberikan melalui teknik
mengukur
kenyamanan
untuk
mempertahankan
kenyamanan
fisik,
intervensi pelatihan/ajakan (coaching) untuk kenyamanan sosiokultural,
serta intervensi comforting untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman
psikospiritual dan lingkungan.
Selain berpedoman pada tiga tipe kenyamanan, intervensi yang diberikan
oleh residen keperawatan anak juga melihat standar Nursing Intervention
Classification (NIC) sebagai buku tentang kumpulan intervensi keperawatan
yang telah diklasifikasikan berdasarkan diagnosa keperawatan. Sehingga,
intervensi dari tiga tipe kenyamanan akan berbeda pada masing-masing
diagnosa keperawatan yang ditemukan pada setiap pasien. Penyusunan
intervensi keperawatan juga memperhatikan hasil yang diharapkan
(outcome) dari masing-masing diagnosa keperawatan. Residen keperawatan
anak berpedoman pada Nursing Outcome Classification (NOC) untuk
menentukan hasil yang diharapkan oleh perawat pada setiap diagnosa
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
82
keperawatan. NOC yang telah disusu perlu memperhatikan prinsip SMART
yaitu Spesific, Measurable, Achievable, Rasional, Time. Sebagai contoh
pada kasus lima untuk diagnosis perilaku tidak terorganisir dengan target
waktu 14 hari. Sesuai usia koreksi, 14 hari merupakan waktu yang tepat
untuk kasus lima, namun keadaan yang memungkinkan ibu setiap hari dapat
berinteraksi dengan bayi, pencapaian ternyata bisa kurang dari 14 hari.
Pada lima kasus kelolaan intervensi utama yang dilakukan oleh residen
keperawatan anak adalah facilitated tucking disertai ‘hadir berbicara’.
Intervensi ini kemudian disosialisasikan pada perawat ruangan setelah
terbukti efektif. Namun, observasi selama praktik belum semua perawat
melakukan intervensi ini saat mendampingi pasien kelolaannya. Jeong,
Park, Lee, Choi, dan Lee (2014) dalam penelitiannnya terhadap perawat
NICU di Korea menyebutkan bahwa perawat sering meremehkan perlunya
manajemen nyeri termasuk menggunakan alat pengkajian nyeri. Residen
keperawatan anak merekomendasikan perlunya melakukan studi lebih lanjut
terkait persepsi perawat NICU di Indonesia terhadap nyeri bayi prematur
agar dapat dilakukan upaya untuk memaksimalkan manajemen nyeri.
Pendekatan sistematis juga dapat dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan
perawat dalam manajemen nyeri, seperti sosialisasi untuk semua staff NICU
tanpa terkecuali, dan/atau menjadikan intervensi non-farmakologis sebagai
SOP yang harus dilakukan setiap dilakukan tindakan pada bayi prematur.
4.1.4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang dilakukan oleh perawat berdasarkan
intervensi yang telah direncanakan sebelumnya. Implementasi yang
dilakukan oleh residen keperawatan anak pada lima kasus terpilih berfokus
pada pemenuhan kebutuhan rasa nyaman saat bayi prematur mendapatkan
prosedur yang menyakitkan.
Prosedur menyakitkan dapat berupa prosedur diagnosis, prosedur perawatan
maupun prosedur invasif yang bertujuan sebagai terapi. Bayi prematur
sering
mendapatkan
berbagai
prosedur
yang
menimbulkan
ketidaknyamanan ini terutama bayi yang dirawat di NICU. Perawat perlu
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
83
memperhatikan adanya ketidaknyamanan yang dirasakan oleh bayi ini
karena secara tidak langsung dapat menyebabkan gangguan pada
perkembangan bayi prematur selanjutnya. Implementasi oleh residen
keperawatan anak sesuai dengan intervensi berbasis teori Comfort yang
telah disusun sebelumnya.
Pada standar comfort residen keperawatan anak memulai implementasi
dengan melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, skor nyeri dan faktor presipitasi. Pengkajian
nyeri ini dilakukan oleh residen keperawatan anak dengan observasi reaksi
nonverbal dari ketidaknyamanan. Reaksi nonverbal pada kelima kasus
antara lain adanya peningkatan laju jantung, penurunan saturasi oksigen,
kerutan dahi, mata menutup, lipatan nasolabial serta beberapa tanda stress
pada bayi seperti jari tangan berusaha menyebar, tubuh melengkung dan
usaha menangis kuat. Residen keperawatan anak juga melakukan tindakan
keperawatan pada standar comfort ini dengan facilitated tucking disertai
‘hadir berbicara’ dengan sebelumnya melakukan observasi pada laju jantung
dan saturasi oksigen serta status perilaku bayi sebelum prosedur dimulai.
Faktor presipitasi terjadinya nyeri pada kelima kasus antara lain akibat
benturan/tekanan
yaitu
pada
prosedur
pemeriksaan
ROP
dengan
karakteristik nyerinya seperti luka tekan, lokasi di area mata dan dengan
durasi yang cukup lama sekitar 15 menit untuk pemeriksaan kedua mata
bayi. Skor nyeri ditentukan oleh residen keperawatan anak dengan melihat
alat pengkajian nyeri Premature Infant Pain Profile (PIPP). Skor nyeri bayi
yang dilakukan prosedur pemeriksaan ROP ini termasuk yang paling rendah
dibandingkan lima kasus yang lain.
Faktor presipitasi yang kedua adalah akibat rangsangan mekanik yaitu
adanya tusukan benda tajam dari jarum lancet untuk pemeriksaan AGD
perifer dan jarum ukuran 24G untuk pemasangan infus. Lokasi nyeri pada
prosedur pemeriksaan AGD dilakukan di tumit, sedangkan pemasangan
infus dilakukan di akses vena perifer yaitu tangan dan kaki. Durasi selama
prosedur penusukan tumit hanya membutuhkan waktu sekitar satu menit
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
84
sedangkan pada pemasangan infus membutuhkan waktu yang cukup lama
sekitar 20 menit dengan empat kali tusuk baru dapat terpasang di akses vena
perifer bagian tangan kanan. Skor nyeri pada kedua prosedur ini paling
tinggi pada prosedur pemasangan infus meskipun sama berada dalam
rentang nyeri sedang.
Faktor presipitasi yang ketiga adalah akibat rangsangan kimia (bradikinin)
yang diperparah dengan dilakukannya prosedur perawatan dengan kompres
NaCl pada seluruh area luka. Terjadi pada satu bayi yang mengalami luka
dermatitis yang telah menyebar ke area dagu, pipi, ekstremitas,
selangkangan dan glutea. Jaringan yang mengalami kerusakan akan
membebaskan zat mediator yang berikatan dengan reseptor nyeri.
Bradikinin adalah mediator yang paling berperan dalam menimbulkan nyeri
karena rusaknya jaringan. Puncak nyeri terjadi pada saat dilakukan prosedur
perawatan luka karena bayi juga mendapatkan rangsangan mekanik yang
berupa tekanan saat kompres NaCl. Lokasi nyeri berada di seluruh area luka
dengan durasi 2x15 menit setiap harinya. Skor nyeri dengan menggunakan
PIPP pada kasus ini termasuk dalam kategori nyeri berat dan merupakan
skor tertinggi diantara kasus terpilih lainnya.
Teori Comfort Kolcaba menyebutkan bahwa untuk memenuhi kenyamanan
diperlukan juga intervensi yang berupa pembinaan/edukasi (coaching).
Implementasi yang dilakukan oleh residen keperawatan anak pada kategori
ini dilakukan dengan membantu keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan. Residen keperawatan anak berusaha memperkenalkan dengan
ibu lain yang memiliki bayi prematur serta mendorong ayah untuk sebisa
mungkin sering mendampingi ibu saat berkunjung menjenguk bayi. Residen
keperawatan anak juga memberikan informasi tentang nyeri antara lain
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi yang
dilakukan oleh residen keperawatan anak saat terjadi ketidaknyamanan dari
prosedur.
Residen keperawatan anak juga mengajarkan orangtua untuk mengenali
tanda stress/nyeri pada bayi. Residen keperawatan anak beharap, meskipun
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
85
tidak ada residen keperawatan anak minimal ibu akan melakukan facilitated
tucking disertai ‘hadir-berbicara’ saat ibu mengenali tanda stress pada bayi
ketika berkunjung. Axelin, Salantera, dan Lehtonen (2007) dalam
penelitiannya juga telah mengidentifikasi efektifitas metode facilitated
tucking oleh orangtua selama pengisapan lendir endotrakeal pada bayi
prematur. Artinya, orangtua juga dapat melakukan tindakan antisipasi yang
efektif saat terjadi ketidaknyamanan pada bayi prematur. Oleh karena itu,
perawat perlu memegang prinsip family centered care termasuk dengan
melibatkan orangtua pada pengkajian ketidaknyamanan agar dapat
mengenali adanya tanda stres/ketidaknyamanan pada bayinya sehingga
dapat segera melakukan antisipasi ketika terjadi stres/ketidaknyamanan
tersebut.
Kategori ketiga dari intervensi yang berbasis teori Comfort Kolcaba adalah
comforting. Implementasinya residen keperawatan anak melakukan kontrol
terhadap lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri antara lain menjaga
suhu bayi stabil antara 36,5oC – 37,5oC, mengatur pencahayaan agar tidak
terlalu terang dengan menutup inkubator menggunakan kain, serta
mengurangi kebisingan dengan menutup ruang perawatan bayi prematur
saat minimal handling. Namun di rumah sakit yang memiliki kapasitas
cukup besar untuk perawatan bayi prematur, residen keperawatan anak
mengalami kesulitan untuk mengurangi kebisingan. Hal tersebut karena
banyaknya tim kesehatan yang terlibat dalam perawatan bayi prematur,
sehingga kurang bisa mengontrol suara.
Pada kategori comforting residen keperawatan anak juga meningkatkan
istirahat bayi dengan memberikan nesting dan memposisikan fleksi
fisiologis. Hockenberry dan Wilson (2009) menyebutkan bahwa nesting
dapat mengurangi stres fisiologis dan perilaku selama prosedur rutin yang
dapat dilakukan dengan menempatkan gulungan kain di bagian bawah sprei
untuk mempertahankan sikap fleksi saat posisi prone maupun miring.
Selain akibat prosedural, ketidaknyamanan pada lima kasus bayi prematur
juga terjadi karena adanya gangguan termoregulasi, nutrisi dan pernapasan.
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
86
Pada gangguan termoregulasi, residen keperawatan anak berupaya menjaga
suhu tubuh bayi stabil dengan mengatur suhu inkubator dan membantu ibu
untuk perawatan metode kanguru (PMK). Pada gangguan pernapasan,
residen keperawatan anak melakukan isap lendir dengan meminta bantuan
rekan residen keperawatan anak untuk melakukan facilitated tucking disertai
‘hadir-berbicara’. Pada masalah nutrisi, residen keperawatan anak
memberikan posisi lateral kanan dan/atau pronasi setelah pemberian nutrisi
serta memfasilitasi ibu untuk PMK agar tercipta bonding, melatih reflek isap
serta terjadi keseimbangan termoregulasi.
4.1.5. Evaluasi Keperawatan
Kolcaba telah menyusun evaluasi kenyamanan untuk pediatrik, antara lain
Comfort Behaviors Checklist (CBC) yang memiliki 30 item pernyataan
dengan rentang skor 0-4 dan Comfort Daisies yang berupa gambaran wajah
anak yang mengalami nyeri (Kolcaba & Dimarco, 2005). Namun dalam
evaluasi yang dilakukan pada kelima kasus terpilih, residen keperawatan
anak menggunakan empat tipe pengalaman kenyamanan dikaitkan dengan
tiga tingkat kenyamanan serta PIPP (terlampir) sebagai evaluasi untuk skor
nyeri akut prosedural.
Williamson (2013) menggambarkan evaluasi keperawatan pada lingkup
perawatan bayi baru lahir berdasarkan taksonomi Kolcaba yang tergambar
pada tabel 4.1. Tabel menunjukkan gambaran perilaku bayi maupun
orangtua yang berada dalam tingkat kenyamanan menurut Kolcaba
dikaitkan dengan empat konteks kenyamanan fisik, psikospiritual,
sosiokultural, dan lingkungan.
Hasil evaluasi berbasis teori Comfort Kolcaba menunjukkan bahwa setelah
perawatan, keadaan bayi prematur pada kelima kasus terpilih menunjukkan
pada tingkat transcendence. Teori Comfort Kolcaba ini, menurut residen
keperawatan anak memudahkan dan komunikatif untuk dapat diterapkan di
lingkup perawatan neonatal. Hal ini karena tidak membutuhkan waktu yang
lama dan terfokus pada kenyamanan bayi prematur serta mendukung asuhan
perkembangan
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
87
Tabel 4.1. Evaluasi Keperawatan berdasarkan Struktur Taksonomi Kolcaba
Tipe Kenyamanan
Relief
Fisik
Lingkungan
Konteks
Kenyamanan
- Desaturasi
- Menangis
- Lengan dan
kaki
menggapaigapai
- Kebisingaan
peralatan
medis
- Pencahayaan
terlalu terang
- Banyaknya
tim
kesehatan
Sosiokultural
Mudah marah
dan sulit
ditenangkan
Psikospiritual
Ibu merasa
cemas
berpisah
dengan
bayinya
Ease
- Nafas halus
- Sikap relaks
- Mengisap
- Perilaku
menenangkan
diri:
memalingkan
muka,
waspada
dengan tenang
dan fokus
- ‘containment’
(postur
tucked/
menyelip,
tonus otot
seimbang)
- Mata cerah
- Status tidur:
tidur lelap
- Status terjaga:
tenang
Ibu mampu
menenangkan/
memberikan
kenyamanan
Transcendence
Status terbaik dari
manajemen regulasi diri:
tenang, relaks, pergerakan
halus mulai dari
lengan,kaki, wajah dan
dengan pola teratur,
tangan dan mulut ke
wajah, menyelipkan
(tucking) tubuh, kaki dan
tumit saling menopang,
mengisap, menggenggam
dan memegang
Bayi siap berinteraksi
Orangtua mendapat
dukungan spiritual, dan
penentraman hati dari tim
NICU dan keluarga/teman
Sumber: Williamson (2013); Vandenberg et al. (2003)
4.2. Pembahasan Praktik Spesialis Keperawatan Anak dalam Pencapaian
Kompetensi
Praktik yang telah dijalani oleh calon Spesialis Keperawatan Anak selama 27
minggu di beberapa Rumah Sakit Umum yang menjadi rujukan Nasional
berjalan dengan lancar. Residen keperawatan anak melaksanakan praktik
klinik di ruang rawat infeksi, non infeksi dan perinatologi. Selama praktik,
residen keperawatan anak mendapatkan banyak pengalaman dengan adanya
tambahan pengetahuan dari mengikuti ronde dengan dokter spesialis anak dan
konsultan, serta diperbolehkan mengikuti pelatihan NICU yang sedang
berlangsung di RS saat praktik residensi.
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
88
Residen keperawatan anak mendapatkan materi dari dokter spesialis anak
terkait ventilasi mekanik pada bayi prematur, kebutuhan nutrisi pada bayi
prematur, nutrisi pada anak, cairan dan elektrolit, serta hematoonkologi. Hal
tersebut merupakan aspek positif yang residen keperawatan anak dapatkan
selain mengelola beragam kasus anak pada area infeksi, non infeksi dan
perinatologi. Berbagai pembelajaran dan pengalaman tersebut menjadi dasar
bagi residen keperawatan anak dalam memberikan asuhan keperawatan yang
berkualitas pada pasien.
Secara umum residen keperawatan anak telah mencapai target kompetensi
sebagai calon spesialis keperawatan anak. Khususnya dalam menjalani peran
sebagai seorang perawat primer dalam pemberian asuhan keperawatan pada
anak di ruang infeksi, non infeksi dan perinatologi. Capaian kompetensi
selama praktik menjadi standar kompetensi inti lulusan Ners Spesialis
Keperawatan Anak yang mencakup lima ranah (PPNI, 2015). Lima ranah
tersebut antara lain praktik etik dan legal, praktik keperawatan profesional,
praktik kepemimpinan dan manajemen, praktik pendidikan dan penelitian,
serta praktik pengembangan kualitas personal dan profesional.
Residen keperawatan anak telah melaksanakan praktik keperawatan dengan
prinsip etis dan peka budaya, antara lain dengan menulis dokumentasi
keperawatan
dan
melakukan
informed
consent.
Secara
profesional,
memegang prinsip perawatan berfokus pada keluarga dan pencegahan trauma
pada bayi. Residen keperawatan anak juga melaksanakan upaya promotif
dalam asuhan keperawatan yang diberikan dengan memberikan edukasi pada
orangtua pasien kelolaan serta menggunakan komunikasi terapeutik dan
hubungan interpersonal. Selain itu, residen keperawatan anak melakukan
diskusi dengan perawat vokasi maupun Ners serta mengaplikasikan hasil
penelitian sebagai kompetensi pada ranah pendidikan dan penelitian.
Pengembangan kualitas personal dilakukan residen mengikuti pelatihan.
Pengembangan kualitas profesional dilakukan dengan memotivasi Ners untuk
lebih peka terhadap fenomena di klinik/pelayanan agar dapat dilakukan
penelitian
lebih
lanjut
sehingga
tercapai
integritas
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
institusi
serta
89
meningkatnya kualitas pelayanan. Pengembangan kualitas ini menjadi
perhatian penting dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
dan mendukung program pemerintah yang menyelenggarakan asuransi
kesehatan bagi seluruh rakyatnya, yaitu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
MEA adalah bentuk integrasi ekonomi regional yang direncanakan dengan
tujuan menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi, serta
terjadi arus barang, jasa, investasi dan tenaga terampil yang bebas serta aliran
modal yang lebih bebas (Siswaningsih, 2015). Perawat sebagai profesi dapat
berpeluang besar dalam menghadapi MEA dengan menjadi tenaga kesehatan
yang terampil. Standar kompetensi inti dari Ners Spesialis dapat dijadikan
kerangka kerja untuk pengembangan peran Ners Spesialis, pendidikan dan
praktik keperawatan di Indonesia. Baldwin, Clark, dan Fulton (2009)
menyebutkan
bahwa
dibutuhkan
survei
validasi
kompetensi
untuk
memastikan bahwa Ners Spesialis dapat memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan.
Ners di Indonesia juga menghadapi tantangan dari dalam, yaitu adanya
program JKN. Putri (2014) menyebutkan bahwa tujuan dari JKN adalah
memberikan kepastian jaminan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia
agar dapat hidup sehat, produktif dan sejahtera. Tuntutan kualitas pelayanan
kesehatan ini juga perlu diimbangi dengan pembiayaan kesehatan yang sesuai
dengan peran dan fungsi masing-masing tim kesehatan. Pembiayaan JKN
menggunakan Indonesia Case Base Group’s (INA CBG’s) yang merupakan
suatu pengklasifikasian dari episode perawatan pasien yang dirancang untuk
menciptakan kelas-kelas yang relatif homogen dalam hal sumber daya yang
digunakan dan berisikan pasien-pasien dengan karakteristik klinik yang
sejenis. Model tarif didasarkan pada klasifikasi diagnosis (ICD X) dan
klasifikasi prosedur/tindakan (ICD IX-CM).
Profesi Ners juga memiliki nomenclatur Diagnosis Perawatan yang di tingkat
Internasional sebanding dengan ICD X, yaitu NANDA-I serta nomenclatur
tindakan yang sebanding dengan ICD IX-CM, yaitu NIC yang didalamnya
terdapat 540 tindakan.
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan simpulan dan saran terkait asuhan keperawatan pada bayi
prematur dengan masalah nyeri prosedural yang berbasis teori Comfort Kolcaba,
serta
penerapan
intervensi
facilitated
tucking
disertai
‘hadir-berbicara’
berdasarkan pembuktian ilmiah.
5.1. Simpulan
5.1.1. Teori Comfort Kolcaba dapat diterapkan pada asuhan keperawatan bayi
prematur dengan masalah nyeri prosedural karena memenuhi semua aspek
kebutuhan rasa nyaman. Pemenuhan kebutuhan rasa nyaman tersebut
meliputi kenyamanan fisik, psikospiritual, sosiokultural, dan lingkungan.
5.1.2. Analisis penerapan teori Comfort Kolcaba melalui intervensi facilitated
tucking disertai ‘hadir-berbicara’ pada kelima kasus terpilih mampu
memberikan rasa nyaman pada bayi prematur yang mengalami nyeri
prosedural. Pada akhir perawatan pada kelima kasus kelolaan, bayi prematur
berada dalam tahap kenyamanan transcendence.
5.1.3. Terdapat beberapa masalah keperawatan lain yang menimbulkan gangguan
rasa nyaman pada kelima kasus kelolaan. Masalah keperawatan lain yang
muncul tersebut antara lain adanya gangguan pada sistem pernafasan,
gangguan nutrisi serta gangguan termoregulasi. Residen keperawatan anak
melakukan intervensi dengan berbagai kategori yaitu standard comfort,
coaching, dan comforting. Evaluasi dilakukan dengan melihat kembali
taksonomi Kolcaba.
5.1.4. Standar kompetensi lulusan Ners Spesialis Keperawatan Anak mencakup
lima ranah yang telah dicapai oleh residen keperawatan anak selama proses
praktik residensi keperawatan di area infeksi anak, non infeksi anak, dan
perinatologi.
90
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
91
5.2. Saran
5.2.1. Melalui pengembangan teori Comfort Kolcaba yang telah dilakukan oleh
residen keperawatan anak di ruang perinatologi diharapkan kenyamanan
bayi prematur perlu menjadi perhatian agar pelayanan keperawatan kepada
bayi prematur mengalami peningkatan dan tercapai asuhan perkembangan
bayi prematur yang optimal.
5.2.2. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan yang berada dekat dengan
bayi selama 24 jam diharapkan dapat memunculkan perasaan empati dalam
setiap intervensinya. Intervensi yang disertai ‘hadir-berbicara’ dapat
menciptakan ‘containment’ untuk bayi prematur sehingga bayi akan merasa
lebih nyaman. Perawat juga secara profesional harus berpegang pada prinsip
etik, legal, dan peka budaya.
5.2.3. Pengembangan format pengkajian dengan menggunakan teori Comfort
Kolcaba dapat dijadikan sebagai kerangka berfikir yang efektif dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada bayi prematur dengan masalah
nyeri prosedural.
5.2.4. Sebagai Ners Spesialis Keperawatan Anak diharapkan akan selalu
melakukan inovasi berdasarkan evidence based nursing practice, sehingga
kualitas asuhan keperawatan pada pasien di pelayanan rumah sakit dapat
mengalami peningkatan, khususnya asuhan keperawatan dan asuhan
perkembangan pada bayi prematur.
5.2.5. Penelitian-penelitian terkait intervensi keperawatan anak juga perlu
dilakukan oleh Ners Spesialis Keperawatan Anak sehingga intervensi yang
diberikan akan lebih efektif dan tepat diberikan pada setiap pasien bayi
prematur.
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
92
DAFTAR PUSTAKA
AAP. (2013). Screening examination of premature infants for retinopathy of
prematurity.
Pediatrics,
131(1),
189–195.
doi:10.1016/S01616420(97)30217-6.
AAP. (2016). Prevention and management of procedural pain in the neonate: An
update. Pediatrics, 137(2). doi:10.1542/peds.2015-4271.
Aita, M., Oberlander, T. F., Snider, L., Johnston, C., & Ed, D. (2015). A
randomized controlled trial of eye shields and earmuffs to reduce pain
response of preterm infants, Journal of Neonatal Nursing, 21, 93-103.
doi:10.1016/j.jnn.2014.11.004.
Alinejad-Naeini, M., Mohagheghi, P., Peyrovi, H., & Mehran, A. (2014). The
effect of facilitated tucking during endotracheal suctioning on procedural
pain in preterm neonates: A randomized controlled crossover study. Global
Journal of Health Science, 6(4), 278–84. doi:10.5539/gjhs.v6n4p278.
Alligood, M. R. (2014). Nursing theory: Utilization & application (5th ed.). St.
Louis Missouri: Elsevier. doi:10.1017/CBO9781107415324.004.
Alligood, M. R., & Tomey, A. M. (2010). Nursing theorist and their work. St.
Louis Missouri: Mosby Elsevier.
Axelin, A., Salantera, S., & Lehtonen, L. (2007). Facilitated tucking by parents in
pain management of preterm infants: A randomized crossover trial. Early
Human Development, 82, 241–247.
Badr, L. K. (2013). Pain in premature infants: What is conclusive evidence and
what is not. Newborn and Infant Nursing Reviews, 13(2), 82–86.
doi:10.1053/j.nainr.2013.03.002.
Baldwin, K. M., Clark, A. P., & Fulton, J. (2009). National validation of the
NACNS clinical nurse specialist core competencies. Journal of Nursing
Scholarship, 41(2), 193–201. doi:10.111/j.1547-5069.2009.01271.x.
Ball, J., Bindler, R., & Cowen, K. (2010). Child health nursing, partnering with
children & families (2nd ed.). New Jersey: Pearson Education inc.
Bellieni, C. V., Bagnoli, F., Perrone, S., Nenci, A., Cordelli, D. M., Fusi, M., …
Buonocore, G. (2002). Effect of multisensory stimulation on analgesia in
term neonates: A randomized controlled trial. Pediatric Research, 51(4),
460–463. doi:10.1203/00006450-200204000-00010.
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
93
Bellieni, C. V, Tei, M., Coccina, F., & Buonocore, G. (2012). Sensorial saturation
for infants’ pain. Journal of Maternal-Fetal & Neonatal Medicine, 25 Suppl
1(November), 79–81. doi:10.3109/14767058.2012.663548.
Carbajal, R., Rousset, A., & Danan, C. (2008). Epidemiology and treatment of
painful procedures in neonates in intensive care units. JAMA, 300(1), 60–70.
Cignacco, A. E. L., & Sellam, G. (2012). Oral sucrose and “facilitated tucking”
for repeated pain relief in preterms: A randomized controlled trial.
Pediatrics, 129(2), 299–308. doi:10.1542/peds.2011-1879.
Cignacco, E., Axelin, A., Stoffel, L., Sellam, G., Anand, K. J. S., & Engberg, S.
(2010). Facilitated tucking as a non-pharmacological intervention for
neonatal pain relief: Is it clinically feasible?. International Journal of
Paediatrics, 99(12), 1763–1765. doi:10.1111/j.1651-2227.2010.01941.x.
Cooper, S., & Petty, J. (2012). Promoting the use of sucrose as analgesia for
procedural pain management in neonates: A review of the current literature.
Journal
of
Neonatal
Nursing,
18(4),
121–128.
doi:10.1016/j.jnn.2012.05.003.
Denhaerynck, K., Nelle, M., & Engberg, S. (2009). Variability in pain response to
a non-pharmacological intervention across repeated routine pain exposure in
preterm infants: A feasibility study. Acta Pediatrica, 842–846.
doi:10.1111/j.1651-2227.2008.01203.x.
Gibbins, S., Stevens, B., McGrath, P. J., Yamada, J., Beyene, J., Breau, L., …
Ohlsson, A. (2007). Comparison of pain responses in infants of different
gestational ages. Neonatology, 93(1), 10–18. doi:10.1159/000105520.
Gitto, E., Pellegrino, S., Manfrida, M., Aversa, S., Trimarchi, G., Barberi, I., &
Reiter, R. J. (2012). Stress response and procedural pain in the preterm
newborn: The role of pharmacological and non-pharmacological treatments.
European Journal of Pediatrics, 171(6), 927–933. doi:10.1007/s00431-0111655-7.
Glasper, E. A., & Richardson, J. (2006). A textbook of children’s and young
people's nursing. Churchill Livingstone: Elsevier.
Gomella, T., Cunningham, M., & Eyal, F. (2013). Neonatology: Management,
procedures, on-call problems, diseases, and drugs (7th ed.). New York: Mc
Graw Hill Education.
Grunau, R. E., Holsti, L., Haley, D. W., Oberlander, T., Weinberg, J., Solimano,
A., … Yu, W. (2005). Neonatal procedural pain exposure predicts lower
cortisol and behavioral reactivity in preterm infants in the NICU. Pain,
113(3), 293–300. doi:10.1016/j.pain.2004.10.020.
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
94
Halimaa, S. (2003). Pain management in nursing procedures on premature babies.
Journal of Advanced Nursing, 42(6), 587–598.
Hatfield, L. A., Myers, M. A., & Messing, T. M. (2013). A systematic review of
the effects of repeated painful procedures in infants: Is there a potential to
mitigate future pain responsivity? Journal of Nursing Education and
Practice, 3(8), 99–112. doi:10.5430/jnep.v3n8p99.
Hawthorne, J. (2005). Using the neonatal behavioural assessment scale to support
parent-infant.
Infant,
1(6),
213–218.
Retrieved
from
http://www.rip.org.uk/files/prompts/p6/Hawthorne_2005.pdf.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA international nursing
diagnoses: Definitions and classification, 2015-2017. Oxford: WileyBlackwell.
Herlina. (2012). Aplikasi teori kenyamanan pada asuhan keperawatan anak. Bina
Widya, 23, 191–197.
Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2009). Wong’s essentials of pediatric nursing
(8th ed.). St. Louis Missouri: Mosby Elsvier.
Jeong, I. S., Park, S. M., Lee, J. M., Choi, Y. J., & Lee, J. (2014). Perceptions on
pain management among Korean nurses in Neonatal Intensive Care Units.
Asian Nursing Research, 8(4), 261–266. doi:10.1016/j.anr.2014.05.008.
Khasanah, N. N., Rustina, Y., & Syahreni, E. (2015). Improving interaction
between mother and premature infant through educational video and
identification practice of premature infant’s cues. International Nursing
Conference, 14-15 September, Jakarta.
Kolcaba, K. (2003). Comfort theory and practice: A vision for holistic health care
and research. New York: Springer Publishing Company.
Kolcaba, K., & Dimarco, M. A. (2005). Comfort theory and its application to
pediatric nursing. Pediatric Nursing, 31(3), 187-194.
Kucukoglu, S., Kurt, S., & Aytekin, A. (2015). The effect of the facilitated
tucking position in reducing vaccination-induced pain in newborns. Italian
Journal of Pediatrics, 41(1), 61. doi:10.1186/s13052-015-0168-9.
Liaw, J. J., Yang, L., Katherine Wang, K. W., Chen, C. M., Chang, Y. C., & Yin,
T. (2012). Non-nutritive sucking and facilitated tucking relieve preterm
infant pain during heel-stick procedures: A prospective, randomised
controlled crossover trial. International Journal of Nursing Studies, 49(3),
300–309. doi:10.1016/j.ijnurstu.2011.09.017.
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
95
Liaw, J. J., Yang, L., Lee, C., Fan, H., Chang, Y. C., & Cheng, L. (2013). Effects
of combined use of non-nutritive sucking, oral sucrose, and facilitated
tucking on infant behavioural states across heel-stick procedures : A
prospective , randomised controlled trial. International Journal of Nursing
Studies, 50(7), 883–894. doi:10.1016/j.ijnurstu.2012.08.021.
Lopez, O., Subramanian, P., Rahmat, N., Theam, L. C., Chinna, K., & Rosli, R.
(2015). The effect of facilitated tucking on procedural pain control among
premature babies. Journal of Clinical Nursing, 24(1-2), 183–191.
doi:10.1111/jocn.12657.
Mathew, P., & Mathew, J. (2003). Assessment and management of pain in infants.
Postgrad Med J, 79, 438–443.
Moreno, E. A. C., & Coutinho, S. B. (2014). Pain assessment and management in
the NICU: Analysis of an educational intervention for health professionals.
Journal de Pediatria, 90(3), 308–315. doi:10.1016/j.jped.2013.09.008.
Nimbalkar, A. S., Dongara, A. R., Phatak, A. G., & Nimbalkar, S. M. (2014).
Knowledge and attitudes regarding neonatal pain among nursing staff of
Pediatric Department: An Indian experience. Pain Management Nursing,
15(1), 69–75. doi:10.1016/j.pmn.2012.06.005.
Obeidat, H., Kahalaf, I., Callister, L. C., & Froelicher, E. S. (2009). Use of
facilitated tucking for nonpharmacological pain management in preterm
infants: A systematic review. The Journal of Perinatal & Neonatal Nursing,
23(4), 372–377. doi:10.1097/JPN.0b013e3181bdcf77.
PPNI. (2015). Draf Standar Kompetensi Perawat.
Putri, A. E. (2014). Paham JKN: Jaminan kesehatan nasional. Jakarta: FriedrichEbert-Stiftung, Kantor Perwakilan Indonesia
Ranger, M., & Grunau, R. E. (2014). Early repetitive pain in preterm infants in
relation to the developing brain. Pain Manage, 4(1), 57–67. ISSN 17581869.
Ranger, M., Johnston, C. C., & Anand, K. J. S. (2007). Current controversies
regarding pain assessment in neonates. Seminars in Perinatology, 31(5),
283–288. doi:10.1053/j.semperi.2007.07.003.
Riddell, R. P., Racine, N., Turcotte, K., Uman, L. S., Horton, R., ........ & Stevens,
B. (2011). Nonpharmacological management of procedural pain in infants
and young children: An abridged Cochrane review. Pain Research &
Management: The Journal of the Canadian Pain Society, 16(5), 321-330.
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
96
Roofthooft, D. W., Simons, S. H., Anand, K. J., Tibboel, D., & van Dijk, M.
(2014). Eight years later: Are we still hurting newborn infants? Neonatology,
10(5), 218–226.
Rustina, Y. (2015). Bayi prematur: Perspektif keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
Salomonsson, B. (2010). Baby worries: A randomized controlled trial of motherinfant psychoanalytic treatment. Stockholm: Karolinska Institutet.
Siswaningsih, D. (2015). Peluang dan tantangan Indonesia: Pasar bebas Asean.
Warta Ekspor, Januari, pp. 19–21. Jakarta.
Sundaram, B., Shrivastava, S., Pandian, J. S., & Singh, V. P. (2013). Facilitated
tucking on pain in pre-term newborns during neonatal intensive care: A
single blinded randomized controlled cross-over pilot trial. Journal of
Pediatric Rehabilitation Medicine, 6(1), 19–27. doi:10.3233/PRM-130233.
Vandenberg, K., Browne, J. V, Ph, D., Perez, L., Ph, D., & Newstetter, A. (2003).
Getting to know your baby. Oakland: Mills Collage, Department of
Education.
Walden, M., & Gibbins, S. (2008). Pain assessment and management guideline
for practice (2nd ed.). National Association of Neonatal Nurses.
Williamson, K. (2013). Comfort theory: A guided for practice of neonatal nursing.
Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
doi:10.1017/CBO9781107415324.004.
Wilson, D., & Hockenberry, M. J. (2012). Wong’s clinical manual of pediatric
nursing (8th ed.). St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier.
Witt, N., Coynor, S., Edwards, C., & Bradshaw, H. (2016). A Guide to Pain
Assessment and Management in the Neonate. Current Emergency and
Hospital Medicine Reports, 4(1), 1–10. doi:10.1007/s40138-016-0089-y.
Wong, D. L., Perry, S. E., & Hockenberry, M. J. (2002). Maternal child nursing
care. St. Louis: Mosby Elsvier.
Yin, T., Yang, L., Lee, T. Y., Li, C. C., Hua, Y. M., & Liaw, J. J. (2014).
Development of atraumatic heel-stick procedures by combined treatment
with non-nutritive sucking, oral sucrose, and facilitated tucking: A
randomised, controlled trial. International Journal of Nursing Studies, 52(8),
1288–1299. doi:10.1016/j.ijnurstu.2015.04.012.
Zwimpfer, L., & Elder, D. (2012). Talking to and being with babies: The nurse–
infant relationship as a pain management tool. Neonatal, Paediatric and
Child Health Nursing, 15(3), 10-14.
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
PENGKAJIAN PADA KASUS SATU
I. DATA BIOGRAFI
1.1.Identitas Pasien
Nama
: By Ny sam
Jenis kelamin
: Laki-laki
Tgl lahir/usia
: 26 Februari 2016/ 3 hari
Tgl masuk RS
: 26 Februari 2016
Tgl masuk ruangan: 28 Februari 2016
Tgl pengkajian : 29 Februari 2016, Jam 14.30 WIB
No. Register
: 412-19-73
Diagnosa Medis : NKB BMK (35 minggu, 3740 gram); RD ec
HMD;
Trombositopenia
ec
Sepsis;
Hiperbilirubinemia
1.2.Identitas Penanggungjawab (Ayah/Ibu)
Nama
: Tn. Y/ Ny. S
Pendidikan
: SMK/ S1
Pekerjaan
: Karyawan / Karyawati
Penghasilan /bulan: Rp. 5.000.000;
Alamat rumah
: Bekasi
No. Telp/HP
: 0818819321
II. DATA PENGKAJIAN
2.1.Gambaran umum pasien
Keluhan utama
:
By. Ny. S saat ini mengalami instabilitas suhu sampai 39oC; hasil lab
darah menunjukkan adanya trombositopenia (73.000) dan
hipokalsemia (0,92); hasil foto thorax menunjukkan adanya
kardiomegali.
Riwayat penyakit saat ini :
Bayi lahir SC atas indikasi gawat janin dan polihidramnion dengan
faktor resiko keputihan, ketuban pecah 8 jam, Ibu penderita DM tipe 2
sejak 3 tahun yang lalu, hasil CTG bayi Reassuring Fetal State
kategori II.
Bayi lahir dengan presentasi kepala terlebih dahulu, tidak menangis,
tidak ada usaha napas, dirangsang, dihangatkan, suction tidak ada
respon. Bayi belum bernapas DJJ > 100 kali per menit, dilakukan VTP
dengan PIP 25/5 FiO2 21% selama 30 detik.
Usia 1 menit bayi mulai kemerahan, napas spontan, merintih, DJJ >
100 x/menit, Saturasi O2 62% diberikan CPAP PEEP 5 FiO2 21%,
masih terdapat distress napas, CPAP naik bertahap hingga PEEP 8
FiO2 40%, Saturasi O2 76%.
Usia 10 menit suhu bayi 36,7oC, CRT < 3”, masih merintih dan
takipnea kemudian intubasi dengan FiO2 40% PIP 25/5, ETT 3,5
kedalaman 10 cm, saturasi O2 99%. turun FiO2 menjadi 30%
1
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Riwayat penyakit keluarga:
Ibu mempunyai penyakit DM tipe II sejak 3 tahun yang lalu
Riwayat kelahiran
:
a. Antenatal care
Perawatan antenatal (ANC) : Teratur/Tidak teratur*
Tempat pemeriksaan ANC : Bidan
Komplikasi kehamilan
:
Diabetes/Toksemi/Eklampsi/.............................
Terpapar radiasi
: Tidak pernah/Pernah:.........kali
b. Natal
Jenis persalinan
: Spontan/Ekstraksi forcep/Ekstraksi
vacum/SC*
Komplikasi persalinan
:
KPD/Infeksi
intrapartum/Perdarahan/................
c. Postnatal
Kondisi bayi saat lahir
: tidak menangis, tidak ada usaha
napas
APGAR Score
: 1” (4) 5” (5) 10” (8)
Usia gestasi
: 34 minggu
Berat badan lahir
: 3740 gram
Panjang badan lahir : 48 cm
d. Riwayat persalinan sebelumnya
No Tgl/Thn Sex BB
Kondisi Komplikasi Jenis
Imunisasi
kelahiran
Lahir bayi
kehamilan/ persalinan
persalinan
Hamil ini
2.2.Pengkajian Kenyamanan Fisik (Physical Comfort)
a. Kondisi Umum
Panjang badan : 48 cm
Berat badan : 3740 gram
b. Nyeri (Pain Relief)
Waktu terjadi
: saat prosedur invasif dan handling
Lokasi
: tidak teridentifikasi
Durasi
: 3-5 menit 4 kali/sift
Skala (PIPP)
: 12
c. Kulit
Warna kulit
: Pink/Pucat/Kuning/Mottled*
Sianosis
: Tidak
Kemerahan
: Ada/Tidak ada *
Tanda lahir
: Ada/Tidak ada*
Turgor kulit
: Elastis/Tidak elastis*
Skoring (NSRAS)
: 12
Suhu kulit
: 37,5oC
2
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
d. Kepala/leher
Lingkar kepala
: 35 cm
Fontanel anterior
: Lunak/Tegas/Datar/Menonjol/Cekung*
Sutura sagitalis
: Tepat/Terpisah/Menjauh/Tumpang tindih*
Gambaran wajah
: Simetris/Asimetris*
Caput succedanum : Ada/Tidak ada*
Cephalhematom
: Ada/Tidak ada*
Telinga
: Normal/Abnormal,sebutkan.............
Hidung
: Simetris/Asimetris*
Keluaran dari hidung : Tidak ada/Ada, sebutkan..........
Napas cuping hidung : Ada/Tidak ada*
Frekuensi napas
: 74 x/menit
Mata
: Bersih/Keluaran, sebutkan.........
Jarak interkantus
: 2,5 cm
Sklera
: Ikterik/Perdarahan*
Mulut
: Normal/Bibir sumbing*
Mukosa mulut
: Lembab/Kering*
e. Dada dan paru-paru
Bentuk
: Simetris/Asimetris*
Down score : 5
Nilai
0
1
2
Frekuensi napas < 60 kali/menit 60-80 kali/menit
> 80 kali/menit
Retraksi
Tidak ada
Retraksi ringan
Retraksi berat
Sianosis
Tidak ada
Hilang
dengan Menetap
dengan
O2
O2
Air
entry Ada
Menurun
Tidak terdengar
(Udara masuk)
Merintih
Tidak ada
Terdengar dengan Terdengar
tanpa
stetoskop
alat bantu
Keterangan. Skor < 4 : Gangguan pernapasan ringan
Skor 4-5 : Gangguan pernapasan sedang
Skor > 5 : Gangguan pernapasan berat (Lakukan
pemeriksaan AGD)
Suara napas : Kanan kiri sama/Tidak sama*
Bersih/Ronchi/Wheezing*
Respirasi
: Spontan dengan alat bantu, NIV 6/40/21%
f. Jantung
Waktu pengisian kapiler (CRT)
: < 3”
Denyut nadi : 145x/menit Kuat/Lemah* Teratur/Tidak teratur*
g. Abdomen
Lingkar perut : 27 cm Lunak/Tegas/Datar/Distensi* Bising usus
3x/menit
Muntah
: Tidak ada/Ada, sebutkan.........
h. Umbilikus
Basah/Kering/Bau/Warna, sebutkan........
i. Genital
Perempuan normal/Laki-laki normal/Abnormal, sebutkan........
3
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
j. Anal
Anatomis
: Ada/Tidak ada*
Pengeluaran mekonium, hari ke 2
Konsistensi feses
: Lunak/Cair/Lendir/Darah
Warna feses
: Hijau gelap/Kuning/Lainnya, sebutkan........
Konstipasi
: Ya/Tidak*
k. Ekstremitas
Gerakan
: Bebas
Ekstremitas atas
: Normal
Ekstremitas bawah : Normal
l. Muskuloskeletal
Kelainan tulang
: Tidak ada
m. Spina/tulang belakang
Anatomis
: Normal
n. Reflek
Tonick Neck : Ada
Menggenggam: Lemah
Rooting
: Lemah
Mengisap
: Lemah
Menelan
: Lemah
Babinski
: Lemah
Moro
: Kuat
Berkedip
: Ada
o. Tonus/aktivitas
Aktivitas
: Aktif
Menangis
: Kuat
2.3.Pengkajian Kenyamanan Psikospiritual (Phsycospiritual Comfort)
a. Kondisi bayi
Status tidur
: Tidur aktif
Status terjaga
: Terjaga aktif
b. Kondisi orangtua
Psikologis
: Tenang
Dampak penyakit pasien pada keluarga:
Ayah mengatakan bahwa keluarga sedih
Harapan keluarga setelah pasien menjalani perawatan:
Dapat sembuh dan bisa merawatnya sendiri
Aktifitas keagamaan selama mendampingi pasien:
Sholat 5 waktu dan berdoa
2.4.Pengkajian Kenyamanan Sosiokultural (Sociocultural Comfort)
Pengasuh
: Ayah/Ibu
Dukungan sibling
: Tidak ada
Keterlibatan orangtua
: Berkunjung (Ya)*
Kontak mata (Tidak)*
Menyentuh (Ya)*
PMK (Tidak)*
4
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Berbicara (Ya)*
Menggendong (Tidak)
Ekspresif (Ya)
Skor interaksi ibu-bayi : 18 (Gunakan lembar OCI)
Budaya yang dianut keluarga:
Tidak ada
Pengetahuan keluarga terhadap penyakit/kondisi bayi: Cukup
Informasi yang dibutuhkan keluarga:
Kondisi bayi setiap harinya
2.5.Pengkajian Kenyamanan Lingkungan (Enviromental Comfort)
Penerangan
: Cukup
Inkubator tertutup kain (Ya)
Kebisingan
: Pintu inkubator tertutup (Ya)
Bunyi alarm kecil (Tidak)
Tenaga kesehatan berbicara terlalu keras (Ya)
Ada suara saat memindahkan peralatan (Ya)
Mempertahankan suhu lingkungan (Ya)
Memfasilitasi tidur: Tindakan non-emergensi saat bangun (Ya)
Mengelompokkan prosedur pada satu waktu (Ya)
Memberikan posisi yang tepat (Ya)
Memanggil nama bayi dengan lembut (Ya)
Memberikan pembatas/nesting (Ya)
Mengupayakan posisi fleksi (Ya)
Melakukan pembedongan/swaddling (Tidak)
Melindungi permukaan kulit selama perawatan (Ya)
Melakukan FCC : Menawarkan keluarga hadir selama prosedur (Ya)
Mendorong keluarga melakukan PMK (Ya)
Melakukan diskusi perawatan BBLR (Ya)
Tanggal 29/2/2016 Jam 15.30WIB
Perawat yang melakukan pengkajian,
(Ns. Nopi Nur Khasanah)
5
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
ANALISA DATA PENGKAJIAN BERDASARKAN STRUKTUR TAKSONOMI
KENYAMANAN KOLCABA PADA KASUS SATU
Tipe
Relief
Ease
Transedence
Kenyam
anan
1. Penusukan tumit dilakukan
1. Anak tampak
Kebutuhan
Fisik
setiap pagi untuk cek AGD
menangis, alis
pemenuhan
2. Handling dilakukan untuk
menonjol, nasolabial
kenyamanan
mengganti pampers, isap lendir
mengerut, mata
fisik (minimal
dan pemberian nutrisi melalui
menutup, frekuensi
nyeri)
OGT
nadi meningkat.
3. Durasi nyeri 3-5 menit terjadi 4 2. Posisi tidur
kali dalam satu shift jaga pagi
melengkung, tangan
4. Skala nyeri 7
menggapai-gapai
1. Produksi mukus berlebih
1. Terlihat retraksi
Kebutuhan
2. Terdengar ronkhi (paling
2. Prosedur isap lendir
oksigenasi:
banyak di paru kiri)
dilakukan minimal
Bersihan jalan
1kali/shift
napas tidak
efektif
1. Pola napas dangkal dan cepat,
1. Terpasang NIVKebutuhan
RR 72 kali/menit
CPAP, Pressure 6, RR oksigenasi:
2. Hasil AGD 29/2/2016 jam
40 kali/menit, FiO2
Gangguan
05.51: pH 7.451 (n/cenderung
21%, IT 0.45
pertukaran gas
↑); pCO2 38 mmHg (N); pO2
2. Minimal handling
49.4 (↓); SO2 86.3% (↓); Na+
133.6 mmol/L (↓); K+ 6.06 (↑);
Cl- 140.4 mmol/L (↑); HCO326.7 mmol/L (n/cenderung ↑);
BEb +3.3 mmol/L (↑) Kesan:
normal dengan hipoksemia
Laporan dinas malam: jam 06.00
Suhu inkubator diturunkan Kebutuhan
suhu 39oC; jam 07.00 suhu 38oC;
dari 31 menjadi 30,
rasa
jam 08.00 suhu 37.5
kemudian diturunkan lagi
aman/proteksi:
menjadi 29.5
Hipertermi
Bayi tampak menunjukkan perilaku Pemberian nesting
Kebutuhan
distress: jari menyebar, tubuh
kenyamanan:
melengkung, tidur aktif, gelisah,
Gangguan
frekuensi napas lebih dari 60 kali
kenyamanan
per menit
2/3/2016
Terapi sinar
Kebutuhan
1. Usia 6 hari tampak kuning di
metabolisme:
kepala, leher, badan atasIkterik
bawah, dan tungkai atas
neonatus
2. Derajat Kramer III
3. Nilai bilirubin 10 mg/dl
2/3/2016
1. Diberikan kassaKebutuhan
1. Dilakukan terapi sinar
karbon sebagai
rasa
2. Usia gestasi 35 minggu
penutup mata dan alat aman/proteksi:
3. Kelembaban berkurang
genital
Kerusakan
4. Perubahan metabolik
2. Linen harus tetap
integritas kulit
bersih, tanpa lipatan
1. Susah ditenangkan
Tidak memberikan
Stress
2. Respon terkejut berlebihan
overstimuli lingkungan
neurobehavior
3. Jari tangan menyebar
al: Perilaku
4. Tangan menempel ke muka
bayi tidak
5. Hiperekstensi ekstremitas
terorganisir
6. Tatapan penuh perhatian
6
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
7.
8.
Intoleransi minum
Bangun aktif
Psikospi Orangtua tampak tenang dan aktif
bertanya
ritual
Sosiokul
tural
Cemas kondisi anak,
ketakutan kehilangan bayi
pertama
Tidak ada tradisi/adat/budaya/
keyakinan agama yang bertentangan
dengan pengobatan dan perawatan
Ruangan memiliki inkubator
Menutup telinga bayi
untuk masing-masing bayi
dengan earmuff &/ Petugas
2. Terdapat penutup inkubator
kesehatan berbicara
3. Tingginya suara petugas
dengan pelan
kesehatan
PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN PADA KASUS SATU
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
2. Gangguan pertukaran gas
3. Nyeri akut
4. Hipertermia
5. Gangguan kenyamanan
6. Kerusakan integritas kulit
7. Ikterik neonatus
8. Perilaku bayi tidak terorganisir
Lingkun
gan
Hari/Tgl
Senin,
29-022016
1.
1.
Kebutuha
n kognisi:
kesiapan
untuk
meningka
tkan
pengetahu
an
2. Kebutuha
n
dukungan
emosi dan
spiritual
Kebutuhan
akan
dukungan
keluarga/orang
lain yang
berpengaruh
Kebutuhan
akan
kenyamanan,
bebas dari
stress
RENCANA KEPERAWATAN KENYAMANAN KASUS SATU
No.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan &
Rencana Keperawatan
Dx
Kriteria Hasil
I
Bersihan jalan napas tidak
NOC:
NIC:
efektif berhubungan
 Respirator
1. Tehnik
dengan obstruksi jalan
y status :
 Pastikan kebutuhan oral /
napas: banyaknya mukus,
Ventilation
tracheal
suctioning
1
sekresi bronkus
 Respirator
kali/shift
y status :
 Berikan Oksigenasi dengan
Data Subjektif:
Airway
CPAP pressure 6, RR set
patency
40, FiO2 21%, Insp time
Data Objektif:
1. Produksi mukus
 Aspiration
0.45
berlebih
Control
 Posisikan pasien untuk
2. Penurunan suara napas Setelah
memaksimalkan ventilasi
(air antry) terutama di
dilakukan
(semi fowler 30o)
paru kiri
tindakan
 Lakukan fisioterapi dada
3. Bayi tampak gelisah
keperawatan
jika perlu
4. Terdengar ronkhi
selama 2
 Auskultasi suara napas,
(paling banyak di paru menit pasien
catat
adanya
suara
kiri)
menunjukkan
tambahan
5. Terlihat retraksi
keefektifan
 Monitor
status
7
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
6.
Senin/
29-022016
II
dinding dada
Frekuensi napas 72
x/menit, irama
irreguler
Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan
ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi Data
Subjektif:
jalan napas
dibuktikan
dengan
kriteria hasil :
 Mendemon
strasikan
suara
napas yang
bersih,
tidak ada
sianosis
dan
dyspneu
(mampu
bernapas
dengan
mudah,
tidak ada
pursed
lips)
 Menunjukk
an
jalan
napas yang
paten
(klien tidak
sesak
napas,
irama
napas dan
frekuensi
pernapasan
dalam
rentang
normal,
tidak ada
suara
napas
abnormal)
 Perawat
mampu
mengidenti
fikasikan
dan
mencegah
faktor
penyebab.
 Saturasi
O2 dalam
batas
normal
(dbn)
 Foto
thorak dbn
NOC:
 Respiratory
Status : Gas
exchange
 Keseimbang
hemodinamik
 Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl Lembab
 Kolaborasi
pemberian
antibiotik :
Piptazobactam 2 x 280
mg (3)
Amikasin 28 mg/18
jam
Ampicilin Sulbactam 2
x 190 mg (2)
 Monitor respirasi dan
status O2
 Pertahankan
hidrasi
adekuat
untuk
mengencerkan sekret
2. Coaching
 Jelaskan pada keluarga
tentang
penggunaan
peralatan : O2, Suction.
3. Comforting
 Fasilitasi pasien
istirahat
untuk
NIC:
1. Tehnik
 Berikan Oksigenasi dengan
CPAP pressure 6, RR set
40, FiO2 21%, Insp time
8
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
an asam
Basa,
Data Objektif:
1. Pola napas dangkal
Elektrolit
dan cepat, RR 72
 Respiratory
kali/menit
Status :
2. Terlihat retraksi
ventilation
dinding dada, irama
 Vital Sign
napas irreguler
Status
3. Hasil AGD 29/2/2016
Setelah
jam 05.51: pH 7.451
dilakukan
(n/cenderung ↑); pCO2 tindakan
38 mmHg (N); pO2
keperawatan
49.4 (↓); SO2 86.3%
selama 3 x 24
(↓); Na+ 133.6
jam Gangguan
mmol/L (↓); K+ 6.06
pertukaran gas
(↑); Cl- 140.4 mmol/L pada pasien
(↑); HCO3- 26.7
teratasi
mmol/L (n/cenderung
dengan
↑); BEb +3.3 mmol/L
kriteria hasil:
(↑) Kesan: normal
 Mendemon
dengan hipoksemia
strasikan
3. Terpasang NIV-CPAP,
peningkata
Pressure 6, RR 40
n ventilasi
kali/menit, FiO2 21%,
dan
IT 0.45
oksigenasi
yang
adekuat
 Memelihar
a
kebersihan
paru paru
dan bebas
dari tanda
tanda
distress
pernapasan
 Mendemon
strasikan
suara napas
yang
bersih,
tidak ada
sianosis
dan
dyspneu
(sputum
berkurang,
mampu
bernapas
dengan
mudah,
tidak ada
pursed lips)
 Tanda
tanda vital
dalam
rentang
normal
0.45
 Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
(semi fowler 30o)
 Catat pergerakan dada,
amati
kesimetrisan,
penggunaan
otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular
dan
intercostal
 Monitor suara napas,
seperti dengkur
 Monitor pola napas :
bradipena,
takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
 Auskultasi suara napas,
catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
 Monitor TTV, AGD,
elektrolit dan status mental
 Observasi
sianosis
khususnya
membran
mukosa
 Auskultasi bunyi jantung,
jumlah, irama dan denyut
jantung
 Kolaborasi atur intake
untuk
mengoptimalkan
keseimbangan
cairan
elektrolit
ASI/SF
8 x 3ml
PG2
14 ml/jam
IL20
1.6 ml/jam
D10 + Ca 15 ml/jam
2. Coaching
 Beri dukungan emosional
dan spiritual
 Tumbuhkan
keyakinan
orangtua terhadap terapi
 Dengarkan
keluhan
orangtua
3. Comforting
 Turunkan
stimulus
lingkungan
 Lakukan minimal handling
9
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Senin/
29-022016
III
 AGD
dalam batas
normal
 Status
neurologis
dalam batas
normal
Nyeri akut berhubungan
NOC :
dengan agen cedera fisik
 Pain
(prosedur invasif berulang)
Leve
l,
Data Subjektif:
 pain
contr
Data Objektif:
1. Penusukan tumit
ol,
dilakukan setiap pagi
 comfort
untuk cek AGD
level
2. Handling dilakukan
Setelah
untuk mengganti
dilakukan
pampers, isap lendir
tindakan
dan pemberian nutrisi
keperawatan
melalui OGT
selama 3menit
3. Durasi nyeri 3-5 menit Pasien tidak
terjadi 4 kali dalam
mengalami
satu shift jaga pagi
nyeri, dengan
4. Skala nyeri 7
kriteria hasil:
5. Anak tampak
 Mampu
menangis, alis
mengontrol
menonjol, nasolabial
nyeri (posisi
mengerut, mata
tidur fleksi
menutup, frekuensi
fisiologis,
nadi meningkat.
menangis
6. Posisi tidur
minimal)
melengkung, tangan
 Nyeri
menggapai-gapai
berkurang
7. Napas sesak, tampak
dengan
retraksi, nadi
menggunaka
meningkat 10% dari
n
baseline (sebelum
manajemen
tindakan)
nyeri saat
dikaji
dengan PIPP
 Perawat
mampu
mengenali
nyeri (usia
gestasi,
status tidurterjaga,
frekuensi
nadi, saturasi
oksigen,
kerutan dahi,
mata
tertutup,
lipatan
nasolabial
mendalam)
 Perawat
NIC:
1. Tehnik
 Lakukan pengkajian nyeri
secara
komprehensif
termasuk
lokasi,
karakteristik,
durasi,
frekuensi, kualitas dan
faktor presipitasi
 Observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan
 Kurangi faktor presipitasi
nyeri dengan minimal
handling
 Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk
menentukan
intervensi
 Fasilitasi
teknik
non
farmakologi:
PMK,
pembedongan,
NNS,
pemberian
sukrosa,
facilitated tucking
 Monitor vital sign sebelum
dan sesudah touching time
2. Coaching
 Bantu keluarga
untuk
mencari dan menemukan
dukungan
 Berikan informasi tentang
nyeri seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri
akan
berkurang
dan
antisipasi ketidaknyamanan
dari prosedur
 Ajarkan
orangtua
mengenali
tanda
stress/nyeri pada bayi
3. Comforting
 Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti
suhu
ruangan,
pencahayaan
dan
kebisingan
 Tingkatkan
istirahat
dengan
memberikan
nesting dan memposisikan
fleksi fisiologis
10
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Senin,
29-022016
IV
Hipertermia berhubungan
dengan penyakit
Data Subjektif: (hasil
laporan/operan dinas
malam)
1. Jam 06.00 suhu 39oC;
jam 07.00 suhu 38oC;
jam 08.00 suhu 37.5
2. Suhu inkubator telah
diturunkan dari 31
menjadi 30, kemudian
diturunkan lagi
menjadi 29.5
Data Objektif:
1. Suhu saat ini 37.5
2. Kulit masih tampak
kemerahan, teraba
hangat
3. Frekuensi napas
meningkat (72
kali/menit)
mengenali
rasa nyaman
setelah nyeri
berkurang
(posisi fleksi
fisiologis,
ekspresi
relaks)
 Tanda vital
dalam
rentang
normal
 Tidak
mengalami
gangguan
tidur (status
tidur aktiftenang)
NOC:
Thermoregula
si
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3 x 60
menit pasien
menunjukkan :
Suhu tubuh
dalam batas
normal dengan
kreiteria hasil:
 Suhu
36.5 –
37.5oC
 Nadi dan
RR
dalam
rentang
normal
 Tidak
ada
perubaha
n warna
kulit dan
tampak
nyaman
NIC:
1. Tehnik
 Monitor suhu sesering
mungkin (minimal tiap
jam)
 Monitor warna dan
suhu kulit
 Monitor tekanan darah,
nadi dan RR
 Monitor
penurunan
tingkat kesadaran
 Monitor WBC, Hb, dan
Hct
 Monitor intake dan
output
 Berikan anti piretik
jika perlu
 Kolaborasi
kelola
Antibiotik (ssi Dx.1)
 Kolaborasi pemberian
cairan intravena (ssi
Dx.2)
 Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
 Monitor hidrasi seperti
turgor
kulit,
kelembaban membran
mukosa)
2. Coaching
 Jelaskan kemungkinan
penyebab hipertermia
 Yakinkan
orangtua
bahwa
petugas
kesehatan
akan
memberikan
terapi/perawatan yang
terbaik untuk pasien
3. Comforting
 Turunkan
suhu
11
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016

Senin,
29
Februari
2016
V
Gangguan
kenyamanan
berhubungan
dengan
stimulus lingkungan yang
mengganggu
Data Subjektif:
Data Objektif:
1. Tampak merintih
2. Muncul gejala distress
3. Menangis
Rabu,
02-032016
VI
Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan faktor
eksternal (terapi sinar, usia
gestasi 35 minggu,
kelembaban berkurang)
dan internal (perubahan
metabolisme, perubahan
pigmentasi/ikterik)
Data Subjektif:
Data Objektif:
1. Dilakukan terapi sinar
NOC:
Comforting
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
3x24 jam,
gangguan
kenyamanan
tidak terjadi
pada bayi
dengan
kriteria hasil
sebagai
berikut:
1. Terjadi
peningkatan
status
kenyamanan
fisik,
lingkungan,
psikospiritual,
dan
sosiokultural
2. Penurunan
level stress
ditandai
dengan: postur
tubuh rileks,
tangisan
berkurang,
wajah tidak
menyeringai,
rewel
berkurang,
dapat tidur
minimal
dalam durasi
90 menit tanpa
gangguan
NOC :
Tissue
Integrity
:
Skin
and
Mucous
Membranes
Wound
Healing
:
primer
dan
sekunder
Setelah
dilakukan
inkubator
bertahap
Posisisikan
fisiologis
secara
fleksi
NIC:
1. Tekhnikal
a. Ciptakan lingkungan yang
tidak bising dengan
mengurangi suara alat dan
kontrol suara tenaga
kesehatan
b. Minimalkan pencahayaan
ruangan
c. Lakukan facilitated
tucking
2. Coaching
a. Ajarkan orang tua untuk
meningkatkan
kenyamanan anak dengan
sentuhan
b. Ajarkan orang tua untuk
berinteraksi dengan anak
c. Ajarkan orang tua tentang
posisi fleksi fisiologis
3. Comforting
a. Ganti laken dan nest
secara teratur
NIC:
1. Tehnik
 Hindari kerutan pada
tempat tidur
 Jaga kebersihan kulit agar
tetap bersih dan kering
 Mobilisasi pasien (ubah
posisi pasien) setiap tiga
jam sekali
 Monitor kulit akan adanya
kemerahan
 Oleskan
lotion
atau
minyak/baby oil pada
12
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
2.
3.
4.
Usia gestasi 35
minggu
Kelembaban
berkurang
Perubahan metabolik
tindakan
keperawatan
selama 3x24
jam kerusakan
integritas kulit
pasien teratasi
dengan
kriteria hasil:
 Integritas
kulit
yang
baik bisa
dipertaha
nkan
(sensasi,
elastisita
s,
temperat
ur,
hidrasi,
pigmenta
si)
 Tidak
ada
luka/lesi
pada
kulit
 Perfusi
jaringan
baik
 Menunju
kkan
proses
perbaika
n
kulit
dan
mencega
h
terjadiny
a sedera
berulang
 Mampu
melindun
gi kulit
dan
mempert
ahankan
kelemba
ban kulit
dan
perawata
n alami
 Menunju
kkan
terjadiny
a proses
penyemb
uhan
derah yang tertekan
 Monitor status nutrisi
pasien (ssi Dx.2)
 Cegah kontaminasi feses
dan urin
2. Coaching
 Ajarkan pada keluarga
tentang pentingnya terapi
sinar dan efek sampingnya
pada bayi
 Yakinkan pada orangtua
tentang terapi sinar yang
diberikan
3. Comforting
 Berikan
posisi
yang
mengurangi tekanan pada
luka
 Dengarkan
keluhan
orangtua
 Pahami
keadaan
pasien/bayi
13
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Rabu, 02
Maret
2016
VII
Ikterik neonatus
berhubungan dengan
peningkatan kadar bilirubin
serum di dalam darah
Data Subjektif:
Data Objektif:
1. Usia 6 hari tampak
kuning di kepala,
leher, badan atasbawah, dan tungkai
atas
2. Derajat Kramer III
3. Nilai bilirubin 10
mg/dl
Rabu, 02
Maret
2016
VIII
Perilaku bayi tidak
terorganisir berhubungan
dengan overstimulasi
lingkungan, prematuritas
dan imaturitas fungsi
neurologi
NOC :
Normal blood
profile
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24
jam bayi tidak
menunjukkan
ikterik dengan
kriteria hasil:
 Membra
n
mukosa,
kulit dan
sklera
tidak
berwarna
kuning
 Bilirubin
serum
total
dalam
batas
normal
yaitu <
10 mg/dl
 Bayi
tidak
mengala
mi
komplika
si karena
fototerap
i dengan
indicator:
tidak
ditemuka
n adanya
iritasi
mata,
dehidrasi
,
ketidakst
abilan
suhu dan
kerusaka
n kulit
NOC:
a. Newborn
adaptatio
n
b. Preterm
infant
organizati
NIC:
1. Technical
 Evaluasi kadar bilirubin
 Observasi
tanda-tanda
terjadinya
ensefalopati
bilirubin
meliputi:
kesadaran, tonus otot, dan
tangisan
 Pantau
kesimbangan
intake dan haluaran
 Observasi adanya tanda
kekurangan cairan seperti
urin pekat, mukosa mulut
kering
 Observasi
pelaksanaan
fototerapi
 Pantau suhu per tiga jam
 Berikan terapi cairan
 Pasang tirai pemantul
sinar
2. Coaching
 Berikan informasi adanya
kuning pada kulit bayi
 Berikan informasi tentang
pelaksanaan fototerapi,
 Adanya penutup mata, dan
sinar yang diberikan
3. Comforting
 Tutup mata bayi selama
fototerapi
(pastikan
kelopak mata tertutup
sebelum
memasang
penutup
mata
untuk
mencegah iritasi kornea)
 Periksa mata tiap shift
untuk melihat adanya
drainase atau iritasi
 Tempatkan bayi di bawah
sinar,
dengan
jarak
minimal 45 cm
 Ubah posisi bayi tiap 3
jam
NIC:
Tehnik:
 Cegah tindakan yang
tidak penting, biarkan
bayi istirahat
 Fasilitasi bonding antara
ibu-bayi
14
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Data Subjektif:
Data Objektif:
1. Susah ditenangkan
2. Respon terkejut
berlebihan
3. Jari tangan menyebar
4. Tangan menempel ke
muka
5. Hiperekstensi
ekstremitas
6. Tatapan penuh
perhatian
7. Intoleransi minum
1. Bangun aktif
on
Coordinat
e
movemen
t
d. Sleep
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 14x24
jam perilaku
bayi yang
tidak
terorganisir
teratasi
dengan
indikator:
 Toleransi
minum
baik
 Pergerakan
terkoordina
si
 Respon
terhadap
stimulus
tidak
berlebihan
 Tangan ke
mulut
 Tidur
tenang
 Postur
fleksi
 Otot relaks
 Dapat
berinteraks
i dengan
pengasuh

c.






Berikan posisi yang
nyaman
Reposisi bayi minimal
tiap 3 jam
Fasilitasi posisi fleksi
agar tangan bayi ke
mulut
Monitor stimulus
(cahaya, bising,
handling, prosedur),
kurangi jika mungkin
Kelompokan tindakan
agar interval tidur bayi
lebih panjang dan
konservasi energi
Gunakan pergerakan
yang lembut dan lambat
ketika handling, feeding
dan merawat bayi
Atur stimulus
lingkungan untuk
menjaga siklus normal
pagi-malam
Coaching:
 Ajarkan orangtua
tentang perkembangan
bayi prematur
 Instruksikan orangtua
untuk mengenali isyarat
bayinya dan keadaan
perilaku bayi
 Beri contoh cara
mendapatkan perhatian
visual dan auditori bayi
 Dampingi orangtua
dalam merespon isyarat
dan keadaan perilaku
bayi
 Dorong ibu untuk
berpartisipasi saat
memberikan nutrisi
Comforting:
 Ciptakan hubungan
yang terapeutik dan
suportif dengan
orangtua klien
15
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
No.
Dx
I
CATATAN KEPERAWATAN DAN PERKEMBANGAN KASUS SATU
Implementasi pada Senin, 29 Februari 2016
Jam
Tindakan Keperawatan
Tipe
Relief
Ease
Transe
dan Respon
Kenyamanan
ndence
14.30  Melakukan
auskultasi Fisik
 Masih
 Ayah  SaO2
suara napas
terlihat
mengat 96%
R/
Terdengar
suara
retraksi
akan
ronkhi di paru sebelah
dan napas
memah
kiri dan kanan
sesak,
ami
14.35  Melakukan
fisioterapi
irama
kenapa
dada sederhana sebelum
napas
anakny
isap lendir
irreguler,
a harus
R/
Membantu
frekuensi
dilakuk
merontokkan sekret
napas 68
an
x/menit
prosed
 Memberikan pelembab
ur isap
udara Kassa basah NaCl
lendir
Lembab
dan
R/ Memudahkan isap
dipasa
lendir
14.40  Melakukan suctioning 15
ng alat
bantu
detik dalam 1 menit
napas
R/ Sekret berkurang,
suara ronkhi berkurang
 Suara
saat auskultasi ulang
ronkhi
14.50  Memberikan Oksigenasi
berkur
dengan CPAP pressure 6,
ang,
RR set 40, FiO2 21%,
tidak
Insp time 0.45
tampak
R/ Bayi terpasang CPAP
adanya
dengan menggunakan
sianosi
binasal
s dan
18.00  Memposisikan
dyspne
pasien
a
semi fowler 30o
R/
Membantu
 Perawa
memaksimalkan ventilasi
t
19.00  Memonitor
melaku
status
kan
hemodinamik
suction
R/ RR 74 kali/menit, HR
minim
145 kali/menit, SaO2
19.30
al
96%
1x/shif
 Memberikan antibiotik :
Piptazobactam 280
mg (2)  sudah
diberikan jam12
Amikasin 28 mg
Ampicilin Sulbactam
190 mg (1)
 Memonitor respirasi dan
status O2
R/ Tampak sesak, SaO2
98%
 Menjelaskan
pada
keluarga
tentang
penggunaan O2, Suction
R/
Ayah
tampak
memahami
 Fasilitasi pasien untuk
16
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
II
14.30
15.00
1
15.00
18.00
19.00
istirahat
R/ Bayi tampak tidur
aktif
 Mencatat
pergerakan
dada,
mengamati
kesimetrisan,
penggunaan
otot
tambahan, retraksi otot
R/ Tampak retraksi,
simetris
 Monitor pola napas
R/ Tachipnea
 Mengauskultasi
suara
napas
R/ area paru kiri
mengalami penurunan
ventilasi
 Mengobservasi output
dari BAB/BAK
R/ 90cc + meconium
 Monitor TTV, AGD,
elektrolit dan status
mental
R/ hasil AGD alkalosis
metabolik ringan dengan
hipoksemia
TTV: suhu 36.6; HR
145 x/menit; RR 74
x/menit
Status
mental
compos mentis
Hasil elektrolit tgl
28/2/2016: Na/K/Cl
= 121/5.56/84
Ca
0.92
sudah
dikoreksi 1kali
 Mengobservasi sianosis
khususnya
membran
mukosa
R/ Tidak tampak adanya
sianosis
 Mengauskultasi
bunyi
jantung,
jumlah,
irama,denyut jantung
R/
S1
S1
jernih,
145x/menit,
irama
reguler
 Melakukan
kolaborasi
atur
intake
untuk
mengoptimalkan
keseimbangan
cairan
elektrolit
R/ Memberikan SF 3ml
tiap 3 jam, memastikan:
PG2 14 ml/jam, IL20 1.6
ml/jam, D10 + Ca
15
ml/jam
Fisik
 masih
terlihat
retraksi,
sesak
napas
 Bayi
 Ayah
terpasa mengu
ng O2
capkan
NIV
terima
PIP
kasih
29/+5,
atas
FiO2
perawa
21%,
tan
RR set
terhada
40
p
x/meni anakny
t
a
Keseim  kesada
bangan
ran
cairan
compo
elektrol s
it
mentis.
dalam
Intake
6 jam:
baik,
Intake
toleran
(189.6), si
Output
minum
(90+me baik
co),
tidak
IWL
ada
(18.7),
kembu
maka
ng atau
Balanc
muntah
e=
 status
189.6 – neurol
(90+18. ogis
7) = +
dbn
80.9
dengan
diuresis
=
70/3.74
/6 =
3.12
cc/Kg
BB/jam
, Hasil
AGD
normal
dengan
hipokse
mia
17
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
III
 Memberi ayah dukungan
emosional dan spiritual
R/ Ayah mengucapkan
terimakasih
atas
dukungannya
 Menumbuhkan
keyakinan
orangtua
terhadap terapi
R/ Ayah yakin dengan
kompetensi perawat dan
dokter
 Mendengarkan keluhan
orangtua
R/ Ayah menceritakan
kondisi istrinya saat ini
 Menurunkan
stimulus
lingkungan (mengecilkan
suara alarm)
R/ Menjaga bayi agar
tidak kaget dengan suara
bising
14.30  Melakukan pengkajian
nyeri
secara
komprehensif termasuk
lokasi,
karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
R/ Nyeri terjadi terutama
saat prosedur perawatan,
skala 7 dengan durasi 3-5
menit sekitar 4kali/shift
 Mengobservasi
reaksi
nonverbal
dari
ketidaknyamanan
R/ Tampak menggeliatgeliat,
gelisah,tubuh
15.00
melengkung
 Mengurangi
faktor
presipitasi nyeri dengan
minimal handling
19.00
R/
Touching
time
dilakukan
minimal
2kali/shift
untuk
observasi dan pemberian
nutrisi
 Mengkaji
tipe
dan
sumber
nyeri
untuk
menentukan intervensi
R/ Sumber nyeri dari
prosedur invasif maka
intervensi
nonfarmakologis
dilakukan
dengan
kempeng
 Memfasilitasi teknik non
farmakologi
R/ melakukan facilitated
tucking
Fisik
 Orangt  Perawa
ua
t
mengat melaku
akan
kan
menger pengka
ti
jian
penyeb nyeri
ab
setiap
nyeri
sebelu
pada
m
bayi,
tindaka
dan
n
mulai
memah
ami
cues
bayi
 Saat
dilakuk
an
facilita
ted
tucking
dan
‘hadirberbica
ra’
pada
saat
prosed
ur
suction
ing,
skor
nyeri
berkur
18
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
IV,
V
 Memonitor vital sign
sebelum dan sesudah
touching time
R/ nadi dan rr meningkat
pada saat perawatan
 Membantu
keluarga
mencari dan menemukan
dukungan
R/ Memfasilitasi dengan
menjawab
pertanyaan
orangtua
 Memberikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa
lama
nyeri
akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan
dari
prosedur
R/ Orangtua mengatakan
mengerti
 Mengajarkan
orangtua
mengenali
tanda
stress/nyeri bayi
R/
Orangtua
mulai
belajar mengenali cues
bayi
 Mengontrol lingkungan
yang
dapat
mempengaruhi
nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan
dan
kebisingan
 Meningkatkan istirahat
dengan
memberikan
nesting
dan
memposisikan
fleksi
fisiologis
R/ Bayi tampak tidur
aktif
14.30
 Memonitor
suhu
setiap 3 jam
R/ Laporan dinas
pagi (jam09.00 37oC;
jam12.00 36.9 oC;
15.00
jam15.00 36.6 oC;
jam18.00 37 oC;
jam21.00 37 oC)
 Memonitor
warna
18.00
dan suhu kulit
R/ warna kulit sudah
tidak merah, teraba
hangat
 Monitor
tekanan
darah, nadi dan RR
R/ RR 74x/menit, HR
145x/menit
 Memonitor
penurunan
tingkat
ang
menjad
i6
 status
tidur
aktif
setelah
prosed
ur
perawa
tan
Fisik
Psikospiritual
Sosiokultural
-
 RR
 Orangt
68x/me ua
nit,
mengat
tidak
akan
ada
memah
peruba
ami
han
terjadi
warna
nya
kulit
pening
katan
 PICC
terpasa suhu
tubuh
ng di
bayi
axilla
dextra,  Tidak
stopper terjadi
terpasa instabil
ng di
itas
axilla
suhu,
sinistra suhu
19
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
No.
Dx
I
kesadaran
berada
R/
Tidak
ada
dalam
penurunan kesadaran
retang
 Suara alat
 Monitor WBC, Hb, Lingkungan
36.5 –
dan suara
dan Hct
37.5
tim
R/ Hasil laboratorium
kesehatan
 Bayi
tgl 28/2/2016
tampak
HB/Ht/Leucosit/Tro
nyama
mbosit
=
n
13.5/46/16640/73.00
0(↓)
 Ibu
 Orangt
Hasil kultur darah tgl
tidak
ua
26/2/2016 : Steril,
pernah
tidak
CRP sebelumnya 0.1
mengu
merasa
menjadi 1
njungi
cemas
 Memonitor tekanan
bayi
darah, nadi dan RR
R/ RR 68x/menit, HR
146x/menit
 Memonitor hidrasi
R/ Turgor kulit
cukup, kelembaban
membran mukosa
cukup
 Menjelaskan
kemungkinan
penyebab hipertermia
R/
Orangtua
memahami
terjadi
infeksi sistemik
 Meyakinkan orangtua
bahwa
petugas
kesehatan
akan
memberikan
terapi/perawatan
yang terbaik untuk
pasien
R/
Orangtuaa
meyakini
 Menurunkan
suhu
inkubator
secara
bertahap
R/ Suhu inkubator
diturunkan dari 31,
30,
kemudian
bertahan di 29.5
 Memposisisikan
fleksi fisiologis
R/
Memberikan
konservasi energi
Implementasi pada Selasa, 01 Maret 2016
Jam
Tindakan Keperawatan
Tipe
Relief
Ease
Transe
dan Respon
Kenyamanan
ndence
08.30  Melakukan
auskultasi Fisik
 Masih
 Perawa  Suara
suara napas
terlihat
t
napas
R/
Terdengar
suara
retraksi
melaku bersih,
ronkhi di paru sebelah
dan napas
kan
tidak
kiri
sesak,
suction tampak
20
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
 Melakukan
fisioterapi
dada sederhana sebelum
isap lendir
R/
Membantu
merontokkan sekret
 Memberikan pelembab
udara Kassa basah NaCl
Lembab
R/ Memudahkan isap
09.00
lendir
 Melakukan suctioning 15
12.00
detik dalam 1 menit
R/ Suara napas bersih
saat auskultasi ulang
 Memberikan Oksigenasi
NIV dengan PIP 24/+6,
RR set 40, FiO2 21%,
Insp time 0.45
R/ Bayi terpasang CPAP
dengan menggunakan
binasal
 Memposisikan
pasien
semi fowler 30o
R/
Membantu
memaksimalkan ventilasi
 Memonitor
status
hemodinamik
R/ RR 80 kali/menit, HR
157 kali/menit, SaO2
98%
 Memonitor
respirasi,
nadi dan status O2
R/ Tampak sesak, RR
76x/menit,
HR
170
x/menit, SaO2 97%
 Memberikan antibiotik :
Piptazobactam 280
mg (3)
 Fasilitasi pasien untuk
istirahat
R/ Bayi tampak tidur
aktif
II
08.30
 Laporan dinas malam
terjadi desaturasi sampai
82% (FiO2 25%)
 Mencatat
pergerakan
dada,
mengamati
kesimetrisan,
penggunaan
otot
tambahan, retraksi otot
R/ Tampak retraksi,
simetris
 Monitor pola napas
R/ Tachipnea
 Mengauskultasi
suara
napas
irama
napas
irreguler,
frekuensi
napas 76
x/menit
 Foto
thorax
hasil
kardiome
gali
Fisik
 Masih
terlihat
retraksi,
sesak
napas
adanya
sianosi
s dan
dyspne
a
 SaO2
97%,
 Bayi
 Kesada
terpasa ran
ng O2
compo
NIV
s
PIP
mentis
24/+6,  Intake
FiO2
baik,
21%,
toleran
RR set
si
40
minum
x/meni baik
t
tidak
 Kesei
ada
mbang
kembu
21
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
R/ area paru kiri
mengalami penurunan
ventilasi
 Mengobservasi output
dari BAB/BAK
R/ 80cc + meconium
 Monitor TTV, AGD,
elektrolit dan status
mental
R/ hasil AGD alkalosis
metabolik
belum
terkompensasi
&
hipoksemia
pH 7.478 (↑); pCO2
37.7 mmHg; pO2
54.6 mmHg (↓);
HCO3 28.2 mmol/L
(↑); BEb 5.1 mmol/L
(↑)
Status
mental
compos mentis
Hasil
elektrolit:
Na/K/Cl
=
132.9/5.56/105
 Mengobservasi sianosis
khususnya
membran
mukosa
R/ Tidak tampak adanya
sianosis
 Melakukan
kolaborasi
atur
intake
untuk
mengoptimalkan
keseimbangan
cairan
elektrolit
R/ Memberikan SF 9ml
tiap 3 jam, memastikan:
PG2 14 ml/jam, IL20 2.3
ml/jam, D10 + K
2.3
ml/jam
 Menurunkan
stimulus
lingkungan (mengecilkan
suara alarm)
R/ Menjaga bayi agar
tidak kaget dengan suara
bising
IV
08.30


12.00
Memonitor
suhu
setiap 3 jam
R/ jam09.00 37oC;
jam12.00 37.5oC
Memonitor
warna
dan suhu kulit
R/
warna
kulit
an
ng atau
cairan
muntah
elektro  Status
lit
neurol
dalam
ogis
6 jam:
dbn
Intake
(129.6),
Output
(80+me
co),
IWL
(18.7),
maka
Balanc
e=
129.6 –
(80+18.
7) = +
30.9
dengan
diuresis
=
60/3.74
/6 =
2.67
cc/Kg
BB/jam
 Hasil
AGD
alkalos
is
metabo
lik
belum
terkom
pensasi
&
hipoks
emia
Fisik
 Warna
kulit
tampak
kuning
 PICC  Tidak
terpasa terjadi
ng di
instabil
axilla
itas
dextra,
suhu,
stopper suhu
terpasa berada
22
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
No.
Dx
II,
V
tampak
kuning,
teraba hangat
 Memonitor
penurunan
tingkat
kesadaran
R/
Tidak
ada
penurunan kesadaran
 Memonitor hidrasi
R/
Turgor
kulit
cukup, kelembaban
membran
mukosa
cukup
 Menurunkan
suhu
inkubator
secara
bertahap
R/ Suhu inkubator
diturunkan dari 29.5
menjadi 29
 Memposisisikan
fleksi fisiologis
R/
Memberikan
konservasi energi
Implementasi pada Rabu, 03 Maret 2016
Jam
Tindakan Keperawatan
Tipe
Relief
dan Respon
Kenyamanan
08.30  Laporan dinas malam Fisik
 Masih
tidak terjadi desaturasi
terlihat
retraksi,
 Mencatat
pergerakan
sesak
dada,
mengamati
napas
kesimetrisan,
penggunaan
otot
tambahan, retraksi otot
R/ Tampak retraksi,
simetris
 Monitor TTV, AGD,
elektrolit dan status
mental
R/ hasil AGD alkalosis
metabolik
belum
terkompensasi
&
hipoksemia
pH 7.487 (↑); pCO2
09.00
40 mmHg (N); pO2
58.5 mmHg (↓);
HCO3 30.5 mmol/L
(↑); BEb 7.2 mmol/L
(↑)
12.00
Status
mental
compos mentis
Hasil elektrolit:
Na/K/Cl/Ca =
140/6.14(↑)/110.7(↑)/
0.99(↓)
 Memberikan Oksigenasi
NIV dengan PIP 26/+2,
PEEP 6 RR set 40, FiO2
21%, Insp time 0.45
R/ Bayi terpasang CPAP
ng di
axilla
sinistra
dalam
retang
36.5 –
37.5
 Bayi
tampak
nyama
n
Ease
Transe
ndence
 Kesada
ran
compo
s
mentis
 Intake
baik,
toleran
si
minum
baik
tidak
ada
kembu
ng atau
muntah
 Status
neurol
ogis
dbn
 Bayi
terpasa
ng O2
NIV
PIP
26/+2,
FiO2
21%,
RR set
40
x/meni
t
Keseim
bangan
cairan
elektrol
it
dalam
6 jam:
 Intake
(143.6)
,
Output
(40),
IWL
(18.7),
maka
Balanc
e=
143.6 –
(40+18
.7) = +
84.9
23
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
IV,
VI
dengan menggunakan
binasal
 Memposisikan
pasien
semi fowler 30o
R/
Membantu
memaksimalkan ventilasi
 Memonitor
status
hemodinamik
R/ RR 82 kali/menit, HR
175 kali/menit, SaO2
97%
 Mengobservasi output
dari BAB/BAK
R/ 40cc, tidak ada BAB
 Memonitor
respirasi,
nadi dan status O2
R/ Tampak sesak, RR
80x/menit,
HR
175
x/menit, SaO2 97%
 Memberikan antibiotik :
Amikasin 28 mg
 Mengobservasi sianosis
khususnya
membran
mukosa
R/ Tidak tampak adanya
sianosis
 Melakukan
kolaborasi
atur
intake
untuk
mengoptimalkan
keseimbangan
cairan
elektrolit
R/ Memberikan SF 25ml
tiap 3 jam, memastikan:
PG2 14 ml/jam, Lipid 1.6
ml/jam
 Menurunkan
stimulus
lingkungan (mengecilkan
suara alarm)
R/ Menjaga bayi agar
tidak kaget dengan suara
bising
08.30  Memonitor suhu setiap
dua jam
R/ jam08.00 37,5oC;
jam10.00
38.4oC;
o
jam12.00
37.7
C;
o
jam14.00 37.3 C
12.00  Memonitor warna dan
suhu kulit
R/ warna kulit tampak
kuning, teraba panas
 Memonitor
penurunan
tingkat kesadaran
R/ Tidak ada penurunan
kesadaran
 Memonitor hidrasi
R/ Turgor kulit kurang,
dengan
diuresi
s=
40/3.7
4/6 =
1.78
cc/Kg
 Hasil
AGD
alkalos
is
metabo
lik
belum
terkom
pensasi
&
hipoks
emia
Fisik
 Terjadi
 PICC  Suhu
instabilita
terpasa terakhi
s suhu
ng di
r
sampai
axilla
berada
38.4oC
dextra,
dalam
stopper retang
 Warna
terpasa 36.5 –
kulit
ng di
37.5
tampak
axilla
kuning
sinistra
24
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
VII,
VIII
membran mukosa kering
 Menurunkan
suhu
inkubator secara bertahap
R/
Suhu
inkubator
diturunkan dari 31, 31.5,
30 menjadi 29
 Memposisisikan
fleksi
fisiologis
R/
Memberikan
konservasi energi
08.30
 Menghindari
kerutan
pada tempat tidur
R/Alas tempat tidur
tidak ada kerutan
 Mengubah posisi pasien
setiap tiga jam sekali
R/ Lebih meminimalkan
terjadi penekanan pada
tonjolan tulang
 Memonitor kulit akan
adanya kemerahan
R/ Teraba panas dan
tampak merah
 Memonitor status nutrisi
pasien
R/ Perut supel, nutrisi
sudah naik: dari tgl
01/03/2016
3x9,3x14,3x18 menjadi
3x25,3x30,3x32
 Mengajarkan
pada
keluarga
tentang
pentingnya terapi sinar
dan efek sampingnya
pada bayi
 Meyakinkan
pada
orangtua tentang terapi
sinar yang diberikan
R/ Orangtua mengatakan
paham manfaat dari
terapi sinar
Fisik
Psikospiritual
Sosiokultural
Lingkungan
 Bayi
 Elastisi  Orangt
sempat
tas
ua
mengalam kulit
mengat
i
kurang akan
hipertermi , tidak
paham
ada
dengan
luka/le
kondisi
si
anakny
a yang
harus
dilakuk
an
terapi
sinar
 Ayah
mengat
 Ayah
akan
 Suara alat
mengu
percay
dan tim
njungi
a
kesehatan
bayi
bayiny
a dapat
sembu
h dan
segera
dibawa
pulang
25
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
PENGKAJIAN PADA KASUS DUA
I. DATA BIOGRAFI
1.1.Identitas Pasien
Nama
: By Ny En
Jenis kelamin
: Perempuan
Tgl lahir/usia
: 24 Desember 2015/ 63 hari
Tgl masuk RS
: 24 Desember 2015
Tgl masuk ruangan: 8 Februari 2016
Tgl pengkajian : 25 Februari 2016
No. Register
: 409-30-21
Diagnosa Medis : NKB-SMK, Unproven Sepsis, NEC Gr. I, Apnea
of Prematurity
1.2.Identitas Penanggungjawab (Ayah/Ibu)
Nama
: Tn. N/ Ny. En
Pendidikan
: S1 / S1
Pekerjaan
: Karyawan swasta / Ibu Rumah Tangga
Penghasilan /bulan: Rp. 5.000.000;
Alamat rumah
: Kedoya, Jakarta Barat
No. Telp/HP
: 081314896989
II. DATA PENGKAJIAN
2.1.Gambaran umum pasien
Keluhan utama
:
Terdapat luka dermatitis yang menyebar ke dagu, pipi, pergelangan
tangan, dan glutea.
Riwayat penyakit saat ini :
Kondisi kesadaran klien kompos mentis, motorik aktif dan mampu
menangis kuat. Luka dermatitis tampak mengelupas basah dan
berdarah, dilakukan prosedur perawatan luka setiap hari. Hasil
pemeriksaan suhu 36,9oC, frekuensi napas 65 kali per menit, denyut
jantung 187 kali per menit, SaO2 98%, akral teraba hangat. Bayi Ny
En minum ASI per oral 27 ml sebanyak 8 kali sehari, berat badan
sekarang 2.390 gram, tidak ada muntah, tidak ada kembung, toleransi
minum baik, dan abdomen supel. Pada hari rawat ke-65 terjadi
instabilitas suhu sampai 38,4oC
Riwayat penyakit keluarga:
Ny En mengatakan sebelumnya pernah mengalami impending
eklampsia, namun sebelumnya bayi tidak bisa selamat.
Riwayat kelahiran
:
a. Antenatal care
Perawatan antenatal (ANC) : Teratur/Tidak teratur*
Tempat pemeriksaan ANC : Dokter spesialis
Komplikasi kehamilan
: Diabetes/Toksemi/Eklampsi/.....
1
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Terpapar radiasi
: Tidak pernah/Pernah:.........kali
b. Natal
Jenis persalinan
: Spontan
Komplikasi persalinan
: KPD
c. Postnatal
Kondisi bayi saat lahir
: menangis
APGAR Score
: 1” (6) 5” (8)
Usia gestasi
: 30 minggu
Berat badan lahir
: 1450 gram
Panjang badan lahir
: 38 cm
d. Riwayat persalinan sebelumnya
No Tgl/Thn Sex BB
Kondisi
Komplikasi
Jenis
Imuni
kelahiran
Lahir bayi
persalinan sasi
1. 2006
P
2600 Sehat
Spontan
Lengk
ap
2. 2011
Meninggal Impending
SC
eklampsi
3. Hamil
ini
2.2.Pengkajian Kenyamanan Fisik (Physical Comfort)
a. Kondisi Umum
Panjang badan : 38 cm
Berat badan : 2390 gram
b. Nyeri (Pain Relief)
Waktu terjadi
: Saat perawatan
Lokasi
: Area luka dermatitis
Durasi
: 15 menit 2 kali/sift
Skala (PIPP)
: 13
c. Kulit
Warna kulit
: Pink
Sianosis
: Tidak
Kemerahan
: Tidak ada
Tanda lahir
: Tidak ada
Turgor kulit
: Elastis
Skoring (NSRAS)
: 13
Suhu kulit
: 36,3oC
d. Kepala/leher
Lingkar kepala
: 27,5 cm
Fontanel anterior
: Lunak
Sutura sagitalis
: Terpisah
Gambaran wajah
: Simetris
Caput succedanum : Tidak ada
Cephalhematom
: Tidak ada
Telinga
: Normal
Hidung
: Simetris
Keluaran dari hidung : Tidak ada
Nafas cuping hidung : Tidak ada
2
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Frekuensi nafas
: 52 x/menit
Mata
: Konjunctiva pucat
Jarak interkantus
: 2,5 cm
Sklera
: Normal, Bersih
Mulut
: Normal
Mukosa mulut
: Lembab
e. Dada dan paru-paru
Bentuk
: Simetris
Down score : 1
Nilai
0
1
2
Frekuensi nafas < 60 kali/menit 60-80 kali/menit
> 80 kali/menit
Retraksi
Tidak ada
Retraksi ringan
Retraksi berat
Sianosis
Tidak ada
Hilang
dengan Menetap
dengan
O2
O2
Air entry (Udara Ada
Menurun
Tidak terdengar
masuk)
Merintih
Tidak ada
Terdengar dengan Terdengar
tanpa
stetoskop
alat bantu
Keterangan. Skor < 4 : Gangguan pernafasan ringan
Skor 4-5 : Gangguan pernafasan sedang
Skor > 5 : Gangguan pernafasan berat (Lakukan
pemeriksaan AGD)
Suara nafas : Kanan kiri sama
Bersih
Respirasi
: Spontan tanpa alat bantu
f. Jantung
Waktu pengisian kapiler (CRT)
: < 3”
Denyut nadi : Frekuensi 158x/menit Kuat, Tidak teratur
g. Abdomen
Lingkar perut : 30 cm Supel Bising usus 2x/menit
Muntah
: Tidak Ada
h. Umbilikus
Kering
i. Genital
Perempuan normal
j. Anal
Anatomis
: Ada
Pengeluaran mekonium, hari ke 1
Konsistensi feses
: Lunak
Warna feses
: Kuning
Konstipasi
: Tidak
k. Ekstremitas
Gerakan
: Terbatas
Ekstremitas atas
: Normal
Ekstremitas bawah : Normal
l. Muskuloskeletal
Kelainan tulang
: Tidak ada
3
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
m. Spina/tulang belakang
Anatomis
: Normal
n. Reflek
Tonick Neck : Belum ada
Menggenggam: Kuat
Rooting
: Lemah
Menghisap
: Lemah
Menelan
: Lemah
Babinski
: Kuat
Moro
: Kuat
Berkedip
: Ada
o. Tonus/aktivitas
Aktivitas
: Aktif
Menangis
: Kuat
2.3.Pengkajian Kenyamanan Psikospiritual (Phsycospiritual Comfort)
a. Kondisi bayi
Status tidur
: Tidur aktif
Status terjaga
: Terjaga gelisah
b. Kondisi orangtua
Psikologis
: Panik
Dampak penyakit pasien pada keluarga:
Semenjak bayi di rumah sakit, ibu mengatakan aktivitas rutin
menjadi berubah karena datang menjenguk.
Harapan keluarga setelah pasien menjalani perawatan:
Cepat sembuh luka tidak menyebar, segera pulang dan berkumpul
bersama keluarga
Aktifitas keagamaan selama mendampingi pasien:
Banyak melakukan sholawat, dzikir dan sholat
2.4.Pengkajian Kenyamanan Sosiokultural (Sociocultural Comfort)
Pengasuh
: Ayah/Ibu
Dukungan sibling
: Ada
Keterlibatan orangtua
: Berkunjung (Ya)
Kontak mata (Ya)
Menyentuh (Ya)
PMK (Tidak)
Berbicara (Ya)
Menggendong (Tidak)
Ekspresif (Ya)
Skor interaksi ibu-bayi : 28 (Gunakan lembar OCI)
Budaya yang dianut keluarga: Tidak ada
Pengetahuan keluarga terhadap penyakit/kondisi bayi: Cukup
Informasi yang dibutuhkan keluarga:
Perawatan luka dermatitis, cara pencegahan penyebaran infeksi
4
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
2.5.Pengkajian Kenyamanan Lingkungan (Enviromental Comfort)
Penerangan
: Cukup
Inkubator tertutup kain (Ya)
Kebisingan
: Pintu inkubator tertutup (Ya)
Bunyi alarm kecil (Ya)
Tenaga kesehatan berbicara terlalu keras (Tidak)
Ada suara saat memindahkan peralatan (Ya)
Mempertahankan suhu lingkungan (Ya)
Memfasilitasi tidur: Tindakan non-emergensi saat bangun (Ya)
Mengelompokkan prosedur pada satu waktu (Ya)
Memberikan posisi yang tepat (Ya)
Memanggil nama bayi dengan lembut (Ya)
Memberikan pembatas/nesting (Ya)
Mengupayakan posisi fleksi (Ya)
Melakukan pembedongan/swaddling (Tidak)
Melindungi permukaan kulit selama perawatan (Ya/Tidak)*
Melakukan FCC : Menawarkan keluarga hadir selama prosedur (Ya)
Mendorong keluarga melakukan PMK (Ya)
Melakukan diskusi perawatan BBLR (Ya)
Tanggal 25/Februari/2016 Jam 09.00 WIB
Perawat yang melakukan pengkajian,
(Nopi Nur Khasanah)
5
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
ANALISA DATA PENGKAJIAN BERDASARKAN STRUKTUR TAKSONOMI
KENYAMANAN KOLCABA PADA KASUS DUA
Tipe
Relief
Ease
Transedence
Kenyamanan
1. Prosedur perawatan luka
1. Anak tampak
Kebutuhan
Fisik
dilakukan setiap hari
menangis, alis
pemenuhan
2. Handling dilakukan untuk
menonjol, nasolabial kenyamanan
mengganti pampers dan
mengerut, mata
fisik (minimal
pemberian nutrisi melalui
menutup, frekuensi
nyeri)
OGT
nadi meningkat.
3. Durasi nyeri 15 menit
2. Posisi tidur
terjadi 4 kali dalam satu
melengkung, tangan
shift jaga pagi
menggapai-gapai
4. Skala nyeri 13
1. Luka dermatitis menyebar
1. Diberikan kassaKebutuhan
mengelupas dan berdarah
karbon sebagai
rasa
2. Usia koreksi 39 minggu
penutup mata dan
aman/proteksi:
3. Kelembaban berkurang
alat genital
Kerusakan
4. Perubahan metabolik
2. Linen harus tetap
integritas kulit
bersih, tanpa lipatan
1. Abdomen supel, bising usus Mendapatkan ASI/SF
Kebutuhan
2x/menit
Prematur 8 x 27cc/ oral
nutrisi
2. BB jika dilihat di fenton
(ingesti):
berada dibawah persentil 3
Ketidakseimba
3. Denyut nadi lemah
ngan nutrisi
4. BB saat ini 2390 gram
kurang dari
dengan usia koreksi 39
kebutuhan
minggu
tubuh
5. Tampak lemah
1. Bayi tampak lemah
Tampak letargi
Promosi
2. Hasil pemeriksaan darah:
kesehatan
CRP 14,2, albumin 2,99
(manajemen
kesehatan):
Inefektif
pertahanan
tubuh
Bayi tampak menunjukkan
Minimal handling
Kebutuhan
perilaku distress: jari menyebar,
kenyamanan:
tubuh melengkung, tidur aktif,
Gangguan
gelisah, frekuensi napas lebih
kenyamanan
dari 60 kali per menit
26/2/2016
Laporan dinas sore: terjadi
Suhu inkubator
Kebutuhan
instabilitas suhu sampai 38,4oC
diturunkan dari 30
rasa
menjadi 29
aman/proteksi:
Hipertermi
Cemas kondisi anak,
1. Kebutuhan
Psikospiritual Orangtua tampak cemas dan
terus bertanya
takut berat badan anak
kognisi:
tidak bertambah dan
kesiapan
turun terus
untuk
meningkatk
an
pengetahuan
2. Kebutuhan
dukungan
emosi &
spiritual
6
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Sosiokultural
Tidak ada tradisi/adat/budaya/
keyakinan agama yang
bertentangan dengan
pengobatan dan perawatan
Sejak saat dilahirkan bayi
berada di rumah sakit selama 63
hari
Orangtua hanya sesekali
menjenguk, tidak bisa 24 jam
dekat dan merawat bayi
Lingkungan
1.
2.
3.
Ruangan memiliki
inkubator
Terdapat penutup inkubator
Tingginya suara petugas
kesehatan dan suara
memindahkan barang
Menutup telinga bayi
dengan earmuff &/
Petugas kesehatan
berbicara dengan pelan
Kebutuhan
akan
dukungan
keluarga/orang
lain yang
berpengaruh
Kebutuhan
peran
orangtua:
Risiko
gangguan
perlekatan
orangtua-bayi
Kebutuhan
akan
kenyamanan,
bebas dari
stress
Prioritas Masalah Pada Kasus Dua
1. Nyeri akut berhubungan
2. Kerusakan integritas kulit
3. Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh
4. Inefektif pertahanan tubuh
5. Gangguan kenyamanan
6. Risiko gangguan perlekatan orangtua-bayi
7. Hipertermia
Hari/Tgl
25/2/2016
RENCANA KEPERAWATAN KENYAMANAN KASUS DUA
No.
Diagnosa
Tujuan & Kriteria
Rencana Keperawatan
Dx
Keperawatan
Hasil
I
Nyeri akut
NOC :
NIC:
berhubungan
 Pain Level,
1. Tehnik
dengan agen cedera  pain control,
 Lakukan pengkajian nyeri
fisik (prosedur
 comfort level
secara
komprehensif
perawatan luka)
Setelah dilakukan
termasuk
lokasi,
tindakan
karakteristik,
durasi,
Data Subjektif:
keperawatan selama
frekuensi, kualitas dan faktor
3menit Pasien tidak
presipitasi
Data Objektif:
1. Prosedur
mengalami nyeri,
 Observasi reaksi nonverbal
perawatan luka dengan kriteria
dari ketidaknyamanan
dilakukan
hasil:
 Kurangi faktor presipitasi
setiap hari
nyeri
dengan
minimal
 Mampu
2. Handling
handling
mengontrol nyeri
dilakukan
(posisi tidur fleksi  Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk
untuk menentukan intervensi
fisiologis,
mengganti
 Fasilitasi
teknik
non
menangis
pampers dan
farmakologi:
PMK,
minimal)
pemberian
pembedongan,
NNS,
 Nyeri berkurang
nutrisi melalui
pemberian
sukrosa,
dengan
OGT
facilitated tucking
menggunakan
3. Durasi nyeri
manajemen nyeri  Monitor vital sign sebelum
15 menit
dan sesudah touching time
saat dikaji dengan
terjadi 4 kali
PIPP
dalam satu
2. Coaching
 Perawat mampu
shift jaga pagi

Bantu
keluarga
untuk
mengenali nyeri
4. Skala nyeri 13
mencari dan menemukan
7
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
25/2/2016
II
Kerusakan
integritas kulit
berhubungan
dengan faktor
eksternal (luka
dermatitis,
kelembaban
berkurang)
Data Subjektif:
Data Objektif:
1. Luka
dermatitis
menyebar
mengelupas
dan berdarah
2. Usia koreksi
39 minggu
3. Kelembaban
berkurang
4. Perubahan
metabolik
(usia gestasi,
status tidurterjaga, frekuensi
nadi, saturasi
oksigen, kerutan
dahi, mata
tertutup, lipatan
nasolabial
mendalam)
 Perawat
mengenali rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang
(posisi fleksi
fisiologis,
ekspresi relaks)
 Tanda vital dalam
rentang normal
 Tidak mengalami
gangguan tidur
(status tidur aktiftenang)
NOC :
Tissue Integrity :
Skin and Mucous
Membranes
Wound Healing :
primer
dan
sekunder
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
3x24 jam kerusakan
integritas
kulit
pasien
teratasi
dengan
kriteria
hasil:
 Integritas kulit
yang baik bisa
dipertahankan
(sensasi,
elastisitas,
temperatur,
hidrasi,
pigmentasi)
 Tidak
ada
luka/lesi pada
kulit
 Perfusi
jaringan baik
 Menunjukkan
proses
perbaikan
kulit
dan
mencegah
terjadinya
sedera
dukungan
 Berikan informasi tentang
nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan
dari
prosedur
 Ajarkan orangtua mengenali
tanda stress/nyeri pada bayi
3. Comforting
 Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti
suhu
ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
 Tingkatkan istirahat dengan
memberikan nesting dan
memposisikan
fleksi
fisiologis
NIC:
1. Tehnik
 Hindari kerutan pada tempat
tidur
 Jaga kebersihan kulit agar
tetap bersih dan kering
 Mobilisasi pasien (ubah
posisi pasien) setiap tiga
jam sekali
 Monitor kulit akan adanya
kemerahan
 Oleskan
lotion
atau
minyak/baby oil pada derah
yang tertekan
 Monitor status nutrisi pasien
(ssi Dx.2)
 Cegah kontaminasi feses
dan urin
2. Coaching
 Ajarkan pada keluarga
tentang pentingnya terapi
sinar dan efek sampingnya
pada bayi
 Yakinkan pada orangtua
tentang terapi sinar yang
diberikan
3. Comforting
 Berikan
posisi
yang
mengurangi tekanan pada
luka
 Dengarkan
keluhan
orangtua
 Pahami keadaan pasien/bayi
8
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
25/2/2016
III
berulang
 Mampu
melindungi
kulit
dan
mempertahank
an
kelembaban
kulit
dan
perawatan
alami
 Menunjukkan
terjadinya
proses
penyembuhan
Kebutuhan nutrisi
NOC:
kurang dari
a. Nutritional
kebutuhan tubuh
status:
berhubungan
Adequacy of
dengan
nutrient
ketidakmampuan
b. Nutritional
mencerna nutrisi
Status : food
karena faktor
and Fluid Intake
biologis
c. Weight Control
Setelah dilakukan
tindakan
Data Subjektif:
keperawatan selama
7x24 jam nutrisi
kurang teratasi
Data Objektif:
1. Abdomen
dengan indikator:
supel, bising
 Konjunctiva
usus 2x/menit
tidak anemis
2. BB jika dilihat  Nutrisi yang
di fenton
diberikan
berada dibawah
adekuat (tidak
persentil 3
ada masalah
3. Denyut nadi
intoleransi
lemah
minum)
4. BB saat ini
 Denyut nadi
2390 gram
normal
dengan usia
 Bising usus
koreksi 39
dalam rentang
minggu
normal
5. Tampak lemah  Berat badan
meningkat ratarata 15
gram/hari










NIC:
Tehnik:
Kolaborasi
untuk
menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien: ASI/SF Prem 8 x
27cc
Jadwalkan
pengobatan
minimal 15 menit sebelum
makan
dan
tindakan
dilakukan
sebelum
jam
makan
Monitor kekeringan, rambut
kusam, total protein, Hb dan
kadar Ht, adanya penurunan
BB
Monitor mual dan muntah,
intake nutrisi, turgor kulit
Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
Atur posisi semi fowler
selama makan
Berikan
posisi
lateral
kanan/pronasi setelah makan
Catat
adanya
edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oval
Kolaborasi pemberian cairan
dan nutrisi parenteral:
PG2 (3)  7,6 ml/jam
IL 20% (2)  0,83 ml/jam
Dx 10% + Ca (2)  0.83
ml/jam
Kolaborasi
pemberian
vitamin:
Aktavol 0,3 ml/24 jam
Vitamin E 10 iu/24
jam
Ferlin 0,3 ml/24 jam
Coaching:
 Informasikan pada keluarga
tentang manfaat nutrisi
9
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
25/2/2016
IV
Inefektif
pertahanan tubuh
berhubungan
dengan hasil
pemeriksaan darah
abnormal,
prematuritas
Data Subjektif:
Data Objektif:
1. Bayi tampak
lemah
3. Bayi tampak
lemah
2. Hasil
pemeriksaan
darah: CRP
14,2, albumin
2,99
3. Tampak letargi
NOC
 Kontrol infeksi
 Status nutrisi
Setelah dilakukan
tindakan perawatan
selama 2x24 jam,
pertahanan tubuh
pasien dapat efektif
dengan kriteria
hasil:
 Hasil
pemeriksaan
darah dalam batas
normal
 Bayi tidak malas
minum
 Peningkatan berat
badan minimal 15
gram/hari
 Bayi tampak
segar
Comforting:
 Minimal Handling
NIC
Tehnik:
 Bersihkan lingkungan tempat
tidur pasien
 Ganti linen kotor
 Batasi pengunjung
 Instruksikan pada orang tua
untuk mencuci tangan 6
langkah
saat
ingin
memegang bayi
 Cuci tangan setiap sebelum
dan
sesudah
tindakan
keperawatan
 Tingkatkan intake nutrisi
 Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
 Pertahankan tehnik asepsis
 Dorong istirahat
 Laporkan tanda infeksi awal
 Kolaborasi
pemberian
antibiotik cefepine 3x110 mg
(5), metronidazol 3 x 20 mg
(3)
Coaching:
 Ajarkan cara cuci tangan 6
langkah dan evaluasi setiap
hari
 Dorong ibu memberikan ASI
25/2/2016
V
Gangguan
kenyamanan
berhubungan
dengan
stimulus
lingkungan
yang
mengganggu
Data Subjektif:
Data Objektif:
1. Tampak merintih
2. Muncul
gejala
distress
3. Menangis
NOC:
Comforting
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan 3x24
jam, gangguan
kenyamanan tidak
terjadi pada bayi
dengan kriteria
hasil
sebagai berikut:
1. Terjadi
peningkatan status
kenyamanan fisik,
lingkungan,
psikospiritual, dan
sosiokultural
2. Penurunan level
stress ditandai
Comforting:
 Ganti linen bayi setiap hari
 Dorong istirahat, buatkan
nesting untuk meningkatkan
kenyamanan
NIC:
1. Tekhnikal
a. Ciptakan lingkungan yang
tidak bising dengan
mengurangi suara alat dan
kontrol suara tenaga
kesehatan
b. Minimalkan pencahayaan
ruangan
c. Lakukan facilitated tucking
2. Coaching
a. Ajarkan orang tua untuk
meningkatkan
kenyamanan anak dengan
sentuhan
b. Ajarkan orang tua untuk
berinteraksi dengan anak
c. Ajarkan orang tua tentang
posisi fleksi fisiologis
10
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
25/2/2016
VI
Gangguan
perlekatan orangtua
–bayi berhubungan
dengan
hospitalisasi
Data Subjektif:
Ibu
mengatakan
tidak
bisa
menjenguk
bayi
setiap hari karena
jarak cukup jauh,
sehingga menjeguk
paling sering 2hari
sekali
Data Objektif:
Tampak ibu sedih
dengan
kondisi
anaknya yang naik
level
perawatan
lagi
Ibu meneteskan air
mata saat bercerita
riwayat
kondisi
bayinya
26/2/2016
VII
Hipertermia
berhubungan
dengan penyakit
dengan: postur
tubuh rileks,
tangisan berkurang,
wajah tidak
menyeringai, rewel
berkurang, dapat
tidur minimal
dalam durasi 90
menit tanpa
gangguan
NOC:
Role relationship
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan 3x24
jam, orang tua
mampu
mendemonstrasikan
tingkah laku
perlekatan positif
dengan kriteria
hasil sebagai
berikut:
1. Orang tua
mengunjungi bayi
dengan interval
yang sering
2. Orang tua
mampu berinteraksi
dengan bayi dengan
cara:
memanggil nama
bayi, memandang
dan menyentuh
bayi,
menggendong,
mengusap-usap,
mencium,
tersenyum,
berbicara dengan
bayi, menanangkan
bayi, menjaga bayi
agar tetap kering,
bersih, dan hangat.
3. Orang tua
mampu
mengidentifikasi
tanda stress pada
bayi
4. Bayi berinteraksi
dengan orang tua
denggan memberi
respon
kepada orang tua
NOC:
Thermoregulasi
3. Comforting
a. Ganti laken dan nest secara
teratur
NIC:
1. Tekhnikal
a. Kaji kebutuhan
pembelajaran orang tua
b. Kaji faktor yang
menyebabkan masalah
perlekatan
c. Amati adanya indicator
perlekatan orang tua bayi
d. Identifikasi kesiapan orang
tua mengenai
perawatan bayi
e. Kaji kemampuan orang tua
untuk mengenali
kebutuhan fisiologis bayi
1. Coaching
a. Ajarkan dan demostrasikan
perawatan bayi bari
lahir
b. Ajarkan orang tua tentang
perkembangan bayi
c. Ajarkan orang tua tentang
isyarat bayi
d. Ajarkan teknik menangkan
bayi
e. Promosi perlekatan:
informasikan kepada orang
tua tentang perawatan yang
diberikan pada bayi,
peralatan yang digunakan,
demonstrasikan cara
menyentuh bayi
2. Comforting
a. fasilitasi orang tua untuk
melakukan kontak kulit
ke kulit dengan bayi
NIC:
1. Tehnik
 Monitor suhu sesering
11
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Data Subjektif:
(hasil
laporan/operan
dinas sore)
1. Terjadi
instabilias
suhu
2. Suhu inkubator
telah
diturunkan dari
30 menjadi 29,
Data Objektif:
1. Suhu saat ini
37.6
2. Kulit masih
tampak
kemerahan,
teraba hangat
3. Frekuensi
napas
meningkat (60
kali/menit)
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
3 x 60 menit pasien
menunjukkan :
Suhu tubuh dalam
batas normal
dengan kreiteria
hasil:
 Suhu 36.5 –
37.5oC
 Nadi dan RR
dalam rentang
normal
 Tidak ada
perubahan
warna kulit
dan tampak
nyaman








mungkin (minimal tiap
jam)
Monitor warna dan suhu
kulit
Monitor tekanan darah,
nadi dan RR
Monitor
penurunan
tingkat kesadaran
Monitor WBC, Hb, dan
Hct
Monitor
intake
dan
output
Berikan anti piretik jika
perlu
Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
Monitor hidrasi seperti
turgor kulit, kelembaban
membran mukosa)
2. Coaching
 Jelaskan kemungkinan
penyebab hipertermia
 Yakinkan
orangtua
bahwa petugas kesehatan
akan
memberikan
terapi/perawatan
yang
terbaik untuk pasien
3. Comforting
 Turunkan suhu inkubator
secara bertahap
 Posisisikan
fleksi
fisiologis
Jam
14.00 
14.00 
14.00 
14.00

14.50
CATATAN KEPERAWATAN DAN PERKEMBANGAN KASUS DUA
Implementasi pada Kamis, 25 Februari 2016 (Dinas Sore)
Evaluasi (Jam 21.00)
Tipe
Implementasi
Relief
Ease
Transen
Kenyamanan
dence
Mempertahankan teknik
Fisik
 Skor nyeri saat Suhu
aseptif (S)
perawatan 13
36,9o
Mencuci tangan setiap
 Tampak
C
sebelum dan sesudah
menangis saat
dalam
tindakan keperawatan (S)
diberikan
inkub
Menggunakan pergerakan
minum melalui ator
yang lembut dan lambat
oral
29oC
ketika handling dan feeding
 Luka
sambil mengamati isyarat
engelupas dan
bayi (S)
berdarah
Menciptakan lingkungan
 Luka menyebar
yang mendukung istirahat,
terutama akibat
aman, bersih dan tenang
penggunaan
12
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
(Co)
hipafix
14.55  Mengkaji adanya tanda
Psikospiritual  BB dalam
14.58
gejala infeksi(S)
fenton berada
15.00  Mengukur suhu, HR dan
di bawah
15.15
RR (S)
persentil 3
15.20  Mengkaji karakteristik luka
 Tampak letargi
(S)
Sosiokultural  Tangan
 Memberikan ASI 27 ml/
menempel ke
oral (S)
muka
17.55  Memberikan posisi pronasi
 Menatap penuh
18.00
(S)
perhatian
18.15  Melakukan perawatan luka
Lingkungan
Ibu
18.20
sekaligus menyibin bayi
 Ibu tampak
berku
18.30
dengan sabun,
cemas dan
njung
menggunakan teknik FTterus bertanya
sendir
HD(S)
tentang luka
ian,
18.40  Mengukur suhu, HR dan
bayinya
tanpa
RR (S)
 Ibu
ayah
18.50  Memberikan ASI 27 ml/
mengatakan
Ibu
oral (S)
takut jika bayi
meng
19.00  Memberikan posisi pronasi
tidak kunjung
ataka
(S)
sembuh
n
20.05  Mencatat warna dan suhu
suami
20.30
kulit (S)
nya
 Menciptakan hubungan
kerja
yang terapeutik dan suportif
di
dengan orangtua klien(Co)
luar
 Mengajarkan ibu mencuci
jawa
tangan 6 langkah dengan
benar (Ca)
 Bayi menangis
 Menginformasikan pada
saat terdengar
keluarga tentang manfaat
suara
nutrisi(Ca)
memindahkan
 Mencatat asupan nutrisi,
inkubator
turgor kulit (S)
 Membatasi pengunjung
(Co)
 Meningkatkan istirahat
dengan memberikan nesting
dan memposisikan fleksi
fisiologis(Co)
Implementasi pada Minggu, 28 Februari 2016 (Dinas Pagi)
Evaluasi (Jam 14.00)
Tipe
Jam
Implementasi
Relief
Ease
Transen
Kenyamanan
dence
08.00  Mempertahankan teknik
Fisik
 Abdomen
 Nyer  Tidak
aseptif (S)
supel
i
ada
08.00  Mencuci tangan setiap
 Denyut nadi
telah
tanda
sebelum dan sesudah
lemah
berk
adanya
tindakan keperawatan (S)
 HR 158 kali
uran
nyeri
08.00  Menggunakan pergerakan
per menit, RR
g
 Ibu
yang lembut dan lambat
54 kali per
 Kuli
mengata
ketika handling dan feeding
menit, SaO2
t
kan
sambil mengamati isyarat
96%
bayi
akan
08.00
bayi (S)
 Tampak
dan
melaku
 Menciptakan lingkungan
sesekali
akral
kan
yang mendukung istirahat,
hiperekstensi
terab
PMK
08.50
aman, bersih dan tenang
ekstremitas
a
pada
13
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
(Co)
08.58  Mengkaji adanya tanda
09.00
gejala infeks i(S)
09.15  Mengukur suhu, HR dan
09.20
RR (S)
 Memberikan ASI 27 ml/
oral (S)
10.00  Memberikan posisi pronasi
(S)
 Mencatat adanya
10.20
kekeringan, rambut kusam,
dan penurunan BB (S)
11.55  Mendampingi bayi saat
12.00
prosedur perawatan luka
12.15
dengan teknik FT-HD (S)
12.20  Mengobservasi reaksi non
12.30
verbal (S)
 Mengukur suhu, HR dan
RR (S)
12.50  Memberikan ASI 27 ml/
oral (S)
13.00  Memberikan posisi pronasi
13.05
(S)
 Mencatat warna dan suhu
kulit (S)
 Mengajarkan pada keluarga
tentang tanda dan gejala
infeksi (Ca)
 Mencatat asupan nutrisi,
turgor kulit (S)
 Membatasi pengunjung
(Co)
 Meningkatkan istirahat
dengan memberikan nesting
(Co)
 Jari tangan
menyebar
terutama
selama
Psikospiritual
dilakukan
prosedur
peperawatan
Sosiokultural
luka
 Status tidur:
Bangun aktif
 Skala nyeri 9
Lingkungan
(nyeri sedang)
saat prosedur
-
hang
at
 Suh
u
tubu
h
bayi
36,9
o
C
 Luk
a
der
mati
tis
mula
i
keri
ng
-
-
kunjung
an
berikutn
ya
Ibu
mengata
kan
akan
terus
berdoa
untuk
kesemb
uhan
bayinya
-
Ibu
tamp
ak
sena
ng
saat
meli
hat
luka
men
geri
ng
-
Ibu
men
gata
kan
sua
mi
min
ggu
ini
pula
ng
dan
akan
men
gunj
ungi
14
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
bayi
nya
Mini
mal
hand
ling
Men
ghin
dari
suar
a
bisin
g
alat
Jam
08.00 
08.00 
08.00 
08.00

08.50
08.55 
09.00

09.10

09.20 
09.35

10.00

11.55
12.00
12.15 
12.20 
12.30 

12.35


Implementasi pada Sabtu, 5 Maret 2016 (Dinas Pagi)
Evaluasi (Jam 14.00)
Tipe
Implementasi
Relief
Ease
Transen
Kenyamanan
dence
Mempertahankan teknik
Fisik
 Abdomen
 Suh  Ibu
aseptif (S)
supel
u
mengata
Mencuci tangan setiap
 Tidak ada
bayi
kan
sebelum dan sesudah
muntah
36,7
ingin
o
tindakan keperawatan (S)
 Luka kering
C
belajar
Menggunakan pergerakan
 HR 156 kali
 Kuli
mengen
yang lembut dan lambat
per menit, RR
t
al
ketika handling dan feeding
48 kali per
bayi
isyarat
sambil mengamati isyarat
menit, SaO2
dan
bayi dan
bayi (S)
98%
akral
status
Menciptakan lingkungan
 Sesekali jari
terab
perilaku
yang mendukung istirahat,
tangan
a
bayi
aman, bersih dan tenang
menyebar
hang
(Co)
Psikospiritual  Mampu minum
at
Mengkaji adanya tanda
per oral
 Pera
gejala infeks i(S)
wata
Mengukur suhu, HR dan
n
RR (S)
Sosiokultural
luka
Memberikan ASI 32 ml/
mini
cawan (S)
Lingkungan
mal
Mengobservasi tingkat
 Skor
kesadaran, refleks muntah
nyer
dan kemampuan menelan
i
(S)
berk
Memberikan posisi lateral
uran
kanan (S)
g
Mencatat adanya
kekeringan, rambut kusam,
dan penurunan BB (S)
Mengoleskan mupirocin ke
area luka (S)
 Ibu
Mengukur suhu, HR dan
men
RR (S)
gata
Memberikan vitamin
kan
Memberikan ASI 32 ml/
cem
cawan (S)
as
Meminta ibu untuk
mula
menyentuh lembut(Ca)
i
Meminta ibu berbicara dan
berk
15
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
13.00
mengenali isyarat bayi (Ca)
13.05  Menentukan pengetahuan,
kesiapan dan kemampuan
13.10
ibu untuk belajar tentang
13.30
perawatan bayi prematur
(S)
 Mencatat warna dan suhu
kulit (S)
 Mencatat asupan nutrisi,
turgor kulit (S)
 Membatasi pengunjung
(Co)
 Memberikan nesting (Co)
uran
g,
ingi
n
yaki
n
saja
Mini
mal
hand
ling
16
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
PENGKAJIAN PADA KASUS TIGA
I. DATA BIOGRAFI
1.1.Identitas Pasien
Nama
Jenis kelamin
Tgl lahir/usia
Tgl masuk RS
Tgl pengkajian
No. Register
Diagnosa Medis
: By Ny Et
: Laki-laki
: 7 Maret 2016/ 2 Jam
: 7 Maret 2016 Pkl. 11.15 WIB
: 7 Maret 2016 Pkl. 13.00 WIB
: 412-24-66
: NKB-SMK (34 minggu, 1840 gram), Gemelli II,
RD ec HMD, SNAD, Unproven sepsis, risiko AOP
1.2.Identitas Penanggungjawab (Ayah/Ibu)
Nama
: Tn G/Ny Et
Pendidikan
: SMA/SMP
Pekerjaan
: Karyawan/Ibu Rumah Tangga
Penghasilan /bulan: Rp. 2.500.000;/Tidak ada
Alamat rumah
: Johor Baru
No. Telp/HP
: 082124362531
II. DATA PENGKAJIAN
2.1.Gambaran umum pasien
Keluhan utama
:
Lahir menangis lemah
Riwayat penyakit saat ini :
Bayi lahir spontan pukul 11.15 atas indikasi inpartu kala I fase aktif.
APGAR Score 6/8. Faktor risiko ibu Leukosit 13.900/µL, keputihan
sedikit tidak gatal/bau, ketuban pecah inpartu. Bayi lahir menangis
lemah, setelah dihangatkan dan dirangsang bayi merintih, retraksi berat
diberikan CPAP PEEP 7 FiO2 21%. Pada menit ke-5 masih retraksi
berat kemudian PEEP dinaikkan menjadi 8. Pada menit ke 10 masih
retaksi dan merintih kemudian dilakukan VTP 25/5 FiO2 21%. Pada
menit ke 12 masih retraksi SaO2 87%, DJJ 170 kali per menit, intubasi
kemudian lakukan VTP manual 25/5 FiO2 21%.pada menit ke-25
saturasi Oksigen 99%, HR 150 kali per menit, retraksi minimal.
Riwayat kelahiran
:
a. Antenatal care
Perawatan antenatal (ANC)
Tempat pemeriksaan ANC
Komplikasi kehamilan
Terpapar radiasi
b. Natal
Jenis persalinan
Komplikasi persalinan
c. Postnatal
: Teratur
: Bidan
: Tidak ada
: Tidak pernah
: SC
: Perdarahan
1
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Kondisi bayi saat lahir
: Lahir menangis lemah
APGAR Score
: 1” (6) 5” (8)
Usia gestasi
: 34 minggu
Berat badan lahir
: 1840 gram
Panjang badan lahir
: 34 cm
d. Riwayat persalinan sebelumnya
No Tgl/Thn Sex BB
Kondisi Komplikasi Jenis
Imunisasi
kelahiran
Lahir bayi
kehamilan/
persalinan
persalinan
1
2003
L
2700 Hidup
Spontan
2
Hamil ini
Gemelli
2.2.Pengkajian Kenyamanan Fisik (Physical Comfort)
a. Kondisi Umum
Panjang badan : 34 cm
Berat badan : 1840 gram
b. Nyeri (Pain Relief)
Waktu terjadi
: saat prosedur penusukan tumit
Lokasi
: tumit
Durasi
: 1 menit
Skala (PIPP)
: 12
c. Kulit
Warna kulit
: Pink
Sianosis
: Tidak
Kemerahan
: Tidak ada
Tanda lahir
: Tidak ada
Turgor kulit
: Elastis
Skoring (NSRAS)
: 10
Suhu kulit
: 37.3oC
d. Kepala/leher
Lingkar kepala
: 26 cm
Fontanel anterior
: Datar
Sutura sagitalis
: Tepat
Gambaran wajah
: Simetris
Caput succedanum : Tidak ada
Cephalhematom
: Tidak ada
Telinga
: Normal
Hidung
: Simetris
Keluaran dari hidung : Tidak ada
Nafas cuping hidung : Tidak ada
Frekuensi nafas
: 68 x/menit
Mata
: Bersih
Jarak interkantus
: 2.5 cm
Sklera
: Bersih
Konjuctiva
: Pucat
Mulut
: Normal
Mukosa mulut
: Lembab
e. Dada dan paru-paru
2
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Bentuk
Down score
Nilai
Frekuensi
nafas
Retraksi
Sianosis
: Simetris
:5
0
1
< 60 kali/menit 60-80 kali/menit
2
> 80 kali/menit
Tidak ada
Tidak ada
Retraksi berat
Menetap
dengan
O2
Tidak terdengar
Air
entry Ada
(Udara masuk)
Merintih
Tidak ada
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
Retraksi ringan
Hilang
dengan
O2
Menurun
Terdengar dengan Terdengar
tanpa
stetoskop
alat bantu
Keterangan. Skor < 4 : Gangguan pernafasan ringan
Skor 4-5 : Gangguan pernafasan sedang
Skor > 5 : Gangguan pernafasan berat (Lakukan
pemeriksaan AGD)
Suara nafas : Kanan kiri sama
Bersih
Respirasi
: Spontan dengan alat bantu, sebutkan CPAP
dengan PEEP 7 FiO2 21%
Jantung
Waktu pengisian kapiler (CRT)
:<3“
Denyut nadi : Frekuensi 168x/menit Kuat, Teratur
Abdomen
Lingkar perut : 24 cm Lunak Bising usus 1 x/menit
Muntah
: Tidak ada
Umbilikus
Basah
Genital
Laki-laki normal
Anal
Anatomis
: Ada
Konsistensi feses
: Belum ada
Warna feses
: Belum ada
Konstipasi
: Tidak
Ekstremitas
Gerakan
: Bebas
Ekstremitas atas
: Normal
Ekstremitas bawah : Normal
Muskuloskeletal
Kelainan tulang
: Tidak ada
Spina/tulang belakang
Anatomis
: Normal
Reflek
Tonick Neck : Tidak ada
Menggenggam: Lemah
3
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Rooting
: Lemah
Menghisap
: Lemah
Menelan
: Lemah
Babinski
: Lemah
Moro
: Kuat
Berkedip
: Ada
o. Tonus/aktivitas
Aktivitas
: Aktif
Menangis
: Kuat
2.3.Pengkajian Kenyamanan Psikospiritual (Phsycospiritual Comfort)
a. Kondisi bayi
Status tidur
: Tidur aktif
Status terjaga
: Terjaga aktif
b. Kondisi orangtua
Psikologis
: Tenang
Dampak penyakit pasien pada keluarga:
Ibu mengatakan berusaha menjenguk anak walaupun 2 hari sekali
dengan ditemani ayah, dan ayah merelakan untuk libur bekerja saat
jadwal jenguk.
Harapan keluarga setelah pasien menjalani perawatan: Tumbuh
kembang baik
Aktifitas keagamaan selama mendampingi pasien: Sholat dan
berdoa
2.4.Pengkajian Kenyamanan Sosiokultural (Sociocultural Comfort)
Pengasuh
: Ayah/Ibu/Nenek
Dukungan sibling
: Ada
Keterlibatan orangtua
: Berkunjung (Ya)
Kontak mata (Ya)
Menyentuh (Ya)
PMK (Belum)
Berbicara (Ya)
Menggendong (Belum)
Ekspresif (Ya)
Skor interaksi ibu-bayi : 30 (Gunakan lembar OCI)
Budaya yang dianut keluarga: Tidak ada
Pengetahuan keluarga terhadap penyakit/kondisi bayi: Cukup
Informasi yang dibutuhkan keluarga:
Manfaat PMK dan perkembangan kondisi bayi
2.5.Pengkajian Kenyamanan Lingkungan (Enviromental Comfort)
Penerangan
: Cukup
Inkubator tertutup kain (Ya)
Kebisingan
: Pintu inkubator tertutup (Ya)
Bunyi alarm kecil (Ya)
Tenaga kesehatan berbicara terlalu keras (Ya)
4
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Ada suara saat memindahkan peralatan (Ya)
Mempertahankan suhu lingkungan (Ya)
Memfasilitasi tidur: Tindakan non-emergensi saat bangun (Ya)
Mengelompokkan prosedur pada satu waktu (Ya)
Memberikan posisi yang tepat (Ya)
Memanggil nama bayi dengan lembut (Ya)
Memberikan pembatas/nesting (Ya)
Mengupayakan posisi fleksi (Ya)
Melakukan pembedongan/swaddling (Tidak)
Melindungi permukaan kulit selama perawatan (Ya)
Melakukan FCC : Menawarkan keluarga hadir selama prosedur
(Belum)
Mendorong keluarga melakukan PMK (Belum)
Melakukan diskusi perawatan BBLR (Belum)
Tanggal 07/03/2016 Jam 13.30 WIB
Perawat yang melakukan pengkajian,
(Nopi Nur Khasanah)
5
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
ANALISA DATA PENGKAJIAN BERDASARKAN STRUKTUR TAKSONOMI
KENYAMANAN KOLCABA PADA KASUS TIGA
Tipe
Relief
Ease
Transedence
Kenyamanan
7/3/2016
Fisik
1. Penurunan tekanan
Tampak retraksi ringan Kebutuhan respon
inspirasi
Terpasang CPAP PEEP pulmonal: Pola nafas
2. Pernafasan irreguler
7 FiO2 21%
tidak efektif
3. Pernafasan 68 x/mnt
4. Bayi lahir prematur
dengan otot
pernafasan yang masih
immatur
1. Penusukan tumit
1. Anak tampak
Kebutuhan
dilakukan untuk cek
menangis, alis
pemenuhan
gula darah sewaktu
menonjol,
kenyamanan fisik
2. Durasi nyeri 1 menit
nasolabial
(minimal nyeri)
3. Skala nyeri 12
mengerut, mata
menutup, frekuensi
nadi meningkat.
2. Posisi tidur
melengkung,
tangan menggapaigapai
Saat dilakukan touching
Facilitated tucking
Kebutuhan rasa
(mengukur suhu, oral care,
nyaman: Gangguan
mengganti pampers,
rasa nyaman
mengkaji adanya distensi
abdomen dan frekuensi
bising usus), bayi:
1. Menangis
2. Menunjukkan tanda
ketidaknyamanan/distr
ess dengan
menggeliat,
mengangkat tangan ke
atas, tidak relaks
1. Susah ditenangkan
Tidak memberikan
Stress
2. Respon terkejut
overstimuli lingkungan neurobehavioral:
berlebihan
Perilaku bayi tidak
3. Jari tangan menyebar
terorganisir
4. Tangan menempel ke
muka
5. Hiperekstensi
ekstremitas
6. Tatapan penuh
perhatian
7. Intoleransi minum
8. Bangun aktif
Bayi prematur
Minimal handling
Kebutuhan
(imunosupresi)
Hand hygiene
perlindungan/keaman
an (infeksi): Risiko
infeksi
Bayi prematur, kulit
Kebutuhan
imatur
termoregulasi:
Tercapai
keseimbangan
termoreguasi
6
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
1.
2.
3.
Psikospiritual
Sosiokultural
Lingkungan
Terjadi hipomotilitas
usus (1x/menit)
Denyut nadi lemah
Bayi lahir prematur
12/3/2016
1. Usia 5 hari tampak
kuning di kepala,
leher, badan atasbawah, dan tungkai
atas
2. Derajat Kramer III
3. Nilai bilirubin 11
mg/dl
Orangtua tampak tenang
dan aktif bertanya
Tidak ada
tradisi/adat/budaya/
keyakinan agama yang
bertentangan dengan
pengobatan dan perawatan
1. Ruangan memiliki
inkubator untuk
masing-masing bayi
2. Terdapat penutup
inkubator
3. Tingginya suara
petugas kesehatan
Puasa, namun
mendapat nutrisi total
parenteral
Terapi sinar
Kebutuhan nutrisi
(ingesti): Risiko
ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Kebutuhan
metabolisme: Ikterik
neonatus
1.
Kebutuhan
kognisi: kesiapan
untuk
meningkatkan
pengetahuan
2. Kebutuhan
dukungan emosi
dan spiritual
Kebutuhan akan
dukungan
keluarga/orang lain
yang berpengaruh
Menutup telinga bayi
dengan earmuff &/
Petugas kesehatan
berbicara dengan pelan
Kebutuhan akan
kenyamanan, bebas
dari stress
PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN PADA KASUS TIGA
1. Pola nafas tidak efektif
2. Nyeri akut
3. Gangguan kenyamanan
4. Perilaku bayi tidak terorganisir
5. Risiko infeksi
6. Risiko gangguan termoregulasi
7. Risiko ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh
8. Ikterik Neonatus (12/3/2016)
Hari/Tgl
Senin, 7
Maret
2016
RENCANA KEPERAWATAN KENYAMANAN KASUS TIGA
No.
Diagnosa
Tujuan &
Rencana Keperawatan
Dx
Keperawatan
Kriteria Hasil
I
Pola nafas tidak
NOC:
NIC:
efektif berhubungan
 Respiratory Tehnik:
dengan kelemahan
status:
 Posisikan pasien untuk
otot pernafasan
Ventilation
memaksimalkan ventilasi
 Respiratory  Auskultasi suara nafas, catat
status:
Data Subjektif:
adanya suara tambahan
Airway
 Atur intake untuk
patency
mengoptimalkan
7
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Data Objektif:
1. Penurunan
tekanan inspirasi
2. Pernafasan
irreguler
3. Pernafasan 68
x/mnt
4. Bayi lahir
prematur dengan
otot pernafasan
yang masih
immatur
II
Nyeri akut
berhubungan dengan
agen cedera fisik
(prosedur invasif
berulang)
 Vital sign
Status
keseimbangan cairan.
 Monitor respirasi dan status O2
 Pertahankan jalan nafas yang
paten
 Observasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
 Monitor vital sign
 Monitor pola nafas
 Kolaborasi cegah apnea dengan
pemberian Aminofilin
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24
jam pasien
menunjukkan
keefektifan
pola nafas,
Coaching:
dibuktikan
 Jelaskan pada keluarga tentang
dengan
penggunaan alat bantu nafas
kriteria hasil:
dengan CPAP
 Mendemon
 Beri dukungan dan semangat
strasikan
untuk selalu datang
batuk
mengunjungi pasien
efektif dan
suara nafas
Comforting:
yang bersih,
 Fasilitasi pasien untuk istirahat
tidak ada
sianosis dan
dyspneu
(mampu
mengeluark
an sputum,
mampu
bernafas dg
mudah,
tidak ada
pursed lips)
 Menunjukk
an jalan
nafas yang
paten (klien
tidak
merasa
tercekik,
irama nafas,
frekuensi
pernafasan
dalam
rentang
normal,
tidak ada
suara nafas
abnormal)
 Tanda
Tanda vital
dalam
rentang
normal
NOC :
NIC:
 Pain
1. Tehnik
Leve  Lakukan pengkajian nyeri secara
l,
komprehensif termasuk lokasi,
 pain
karakteristik, durasi, frekuensi,
8
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Data Subjektif:
Data Objektif:
1. Penusukan tumit
dilakukan untuk
cek gula darah
sewaktu
2. Durasi nyeri 1
menit
3. Skala nyeri 12
4. Anak tampak
menangis, alis
menonjol,
nasolabial
mengerut, mata
menutup,
frekuensi nadi
meningkat.
5. Posisi tidur
melengkung,
tangan
menggapaigapai
6. Napas sesak,
tampak retraksi,
nadi meningkat
10% dari
baseline
(sebelum
tindakan)
contr
ol,
 comfort
level
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3menit
Pasien tidak
mengalami
nyeri, dengan
kriteria hasil:
 Mampu
mengontrol
nyeri (posisi
tidur fleksi
fisiologis,
menangis
minimal)
 Nyeri
berkurang
dengan
menggunaka
n
manajemen
nyeri saat
dikaji
dengan PIPP
 Perawat
mampu
mengenali
nyeri (usia
gestasi,
status tidurterjaga,
frekuensi
nadi, saturasi
oksigen,
kerutan dahi,
mata
tertutup,
lipatan
nasolabial
mendalam)
 Perawat
mengenali
rasa nyaman
setelah nyeri
berkurang
(posisi fleksi
fisiologis,
ekspresi
relaks)
 Tanda vital
dalam
rentang
normal
kualitas dan faktor presipitasi
 Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
 Kurangi faktor presipitasi nyeri
dengan minimal handling
 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
 Fasilitasi
teknik
non
farmakologi:
PMK,
pembedongan, NNS, pemberian
sukrosa, facilitated tucking
 Monitor vital sign sebelum dan
sesudah touching time
2. Coaching
 Bantu keluarga untuk mencari
dan menemukan dukungan
 Berikan informasi tentang nyeri
seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan berkurang dan
antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur
 Ajarkan orangtua mengenali
tanda stress/nyeri pada bayi
3. Comforting
 Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
 Tingkatkan istirahat dengan
memberikan
nesting
dan
memposisikan fleksi fisiologis
9
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
 Tidak
mengalami
gangguan
tidur (status
tidur aktiftenang)
III
Gangguan rasa
nyaman berhubungan
dengan
ketidakadekuatan
mengontrol situasi
Data Subjektif:
-
IV
NOC:
a. Anxiety
reduction
: Calming
technique
b. Environme
ntal
managem
ent:
Comfort
(Positioni
ng)
Data Objektif:
Saat dilakukan
touching (mengukur
suhu, oral care,
mengganti pampers,
Setelah
mengkaji adanya
dilakukan
distensi abdomen
tindakan
dan frekuensi bising
keperawatan
usus), bayi:
gangguan rasa
1. Menangis
nyaman
2. Menunjukkan
teratasi
tanda
dengan
ketidaknyamana indikator:
n/distress
 Bayi tidak
dengan
menunjukk
menggeliat,
an adanya
mengangkat
distress/ket
tangan ke atas,
idaknyama
tidak relaks
nan
3. Denyut nadi
 Denyut
meningkat
nadi
sampai 10%
normal
 Skor PIPP
dalam
rentang
nyeri
ringan
 Saturasi
dalam
batas
normal
Perilaku bayi tidak
NOC:
terorganisir
a. Newborn
berhubungan dengan
adaptatio
overstimulasi
n
lingkungan,
b. Preterm
prematuritas dan
infant
imaturitas fungsi
organizati
neurologi
on
c. Coordinat
e
Data Subjektif:
movemen
NIC
Tehnik:
 Jaga kontak mata dengan pasien
 Kurangi stimulus yang dapat
menimbulkan perasaan
takut/cemas dengan melakukan
touching secara tepat dan cepat
 Monitor status oksigenasi
sebelum dan setelah perubahan
posisi
Coaching:
 Instruksikan ibu untuk
menenangkan pasien dengan
berbicara pada bayi, memegang
lembut bayi, memberikan posisi
fleksi dan menggendong/PMK
 Mengajarkan cues bayi pada ibu
Comforting:
 Memberikan nesting untuk
kenyamanan bayi
 Mengganti linen yang kotor
 Dekat dengan pasien
 Bicara dengan pasien
 Lakukan facilitated tucking
 Pegang/beri sentuhan bayi
dengan lembut
 Bicara dengan lembut atau
bernyanyi untuk bayi
 Beri NNS jika ada
 Memberikan posisi prone
 Berempati, hadir dan dekat
dengan bayi
 Merespon setiap cues bayi
 Berbicara pada bayi selama
touching dan mengatakan apa
yang dilakukan pada bayi
NIC:
Tehnik:
 Cegah tindakan yang tidak
penting, biarkan bayi istirahat
 Fasilitasi bonding antara ibubayi
 Berikan posisi yang nyaman
 Reposisi bayi minimal tiap 3
jam
 Fasilitasi posisi fleksi agar
tangan bayi ke mulut
10
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Data Objektif:
1. Susah
ditenangkan
2. Respon terkejut
berlebihan
3. Jari tangan
menyebar
4. Tangan
menempel ke
muka
5. Hiperekstensi
ekstremitas
6. Tatapan penuh
perhatian
7. Intoleransi
minum
8. Bangun aktif
V
Risiko infeksi
dengan faktor risiko
imunosupresi
Subjektif:
Objektif:
1. Bayi lahir
prematur
(imunosupresi)
t
d. Sleep
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 14x24
jam perilaku
bayi yang
tidak
terorganisir
teratasi
dengan
indikator:
 Toleransi
minum
baik
 Pergerakan
terkoordina
si
 Respon
terhadap
stimulus
tidak
berlebihan
 Tangan ke
mulut
 Tidur
tenang
 Postur
fleksi
 Otot relaks
 Dapat
berinteraks
i dengan
pengasuh
NOC :
 Immune
Status
 Knowledg
e:
Infection
control
 Risk
control
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
pasien tidak
mengalami
infeksi dengan
kriteria hasil:
 Klien
bebas dari
tanda dan
gejala




Monitor stimulus (cahaya,
bising, handling, prosedur),
kurangi jika mungkin
Kelompokan tindakan agar
interval tidur bayi lebih
panjang dan konservasi
energi
Gunakan pergerakan yang
lembut dan lambat ketika
handling, feeding dan
merawat bayi
Atur stimulus lingkungan
untuk menjaga siklus normal
pagi-malam
Coaching:
 Ajarkan orangtua tentang
perkembangan bayi prematur
 Instruksikan orangtua untuk
mengenali isyarat bayinya
dan keadaan perilaku bayi
 Beri contoh cara
mendapatkan perhatian visual
dan auditori bayi
 Dampingi orangtua dalam
merespon isyarat dan
keadaan perilaku bayi
 Dorong ibu untuk
berpartisipasi saat
memberikan nutrisi
Comforting:
 Ciptakan hubungan yang
terapeutik dan suportif
dengan orangtua klien
NIC :
Tehnik:
 Pertahankan teknik aseptif
 Batasi pengunjung
 Cuci tangan setiap sebelum
dan sesudah tindakan
keperawatan (5 moment)
 Gunakan sarung tangan
sebagai alat pelindung
 Ganti letak IV perifer dan
dressing sesuai dengan
petunjuk umum
 Tingkatkan intake nutrisi
 Kolaborasi pemberian terapi
antibiotik:
Ampicilin 2,95 mg (1)
Gentamicin 9,5 mg/36 jam
 Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
 Pertahankan teknik isolasi k/p
11
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
infeksi
 Jumlah
leukosit
dalam
batas
normal
 Status
imun,
gastrointe
stinal,
genitourin
aria dalam
batas
normal
 Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Monitor adanya luka
 Dorong masukan cairan
 Kaji suhu badan pasien
minimal setiap 3 jam
Coaching:
 Ajarkan keluarga tanda dan
gejala infeksi
 Ajarkan ibu mencuci tangan 6
langkah dengan benar
Comforting:
 Dorong istirahat
VI
Risiko gangguan
termoregulasi
berhubungan dengan
imaturitas stratum
korneum
NOC:
a. Termoregu
lasi: bayi
baru lahir
b. Perfusi
jaringan:
perifer
Data Subjektif:
c. Tandatanda
vital
Data Objektif:
1. Suhu tubuh bayi d. Status
36,5oC dengan
kenyama
suhu inkubator
nan: fisik
32,5oC
Setelah
2. Kulit bayi teraba dilakukan
dingin
tindakan
3. HR 158 x/mnt,
keperawatan
RR 52 x/mnt,
selama 2x2
SaO2 92%
jam
4. Bayi lahir
hypothermia
prematur
teratasi
(stratum
dengan
korneum masih
indikator:
immatur)
 Suhu
inkubator
mampu
menghanga
tkan bayi
 Suhu tubuh
bayi dalam
rentang
normal
(36,5oC –
37,5oC)
 Denyut
nadi dan
pernafasan
dalam
rentang
normal
NIC
Tehnik:
 Cegah melakukan tindakan
tidak dalam satu waktu,
biarkan bayi istirahat
 Ciptakan lingkungan yang
mendukung istirahat, aman,
bersih dan tenang
 Atur suhu inkubator sesuai
kebutuhan
 Hindari terkena cahaya
lampu secara langsung
 Posisikan pasien agar merasa
nyaman
 Monitor suhu pasien setiap
jam
 Berikan selimut dan/atau
naikkan suhu inkubator
 Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor tanda gejala yang
berhubungan dengan
hipotermi sedang (aritmia
atrial, hipotensi, apati,
koagulopati, dan penurunan
refleks)
 Monitor status sirkulasi
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor tanda-tanda vital
Coaching:
 Ajarkan tanda-tanda syok
pada Ibu
 Minta ibu lapor bila terjadi
shock saat PMK
 Bantu ibu melakukan PMK
 Jelaskan manfaat PMK pada
ibu
Comforting:
 Berikan nesting
12
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
 Kulit bayi
teraba
hangat
 CRT < 3”
 Saturasi
Oksigen
dalam
batas
normal
VII
Risiko nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
ketidakmampuan
mencerna nutrisi
karena faktor
biologis
(hipomotilitas usus)
Data Subjektif:
Data Objektif:
1. Terjadi
hipomotilitas
usus (1x/menit)
2. Denyut nadi
lemah
3. Lahir prematur
4. Berat badan
sesuai masa
kehamilan
12/3/2016
VIII
Ikterik neonatus
berhubungan dengan
peningkatan kadar
NOC:
a. Nutritional
status:
Adequacy
of nutrient
b. Nutritional
Status :
food and
Fluid
Intake
c. Weight
Control
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24
jam nutrisi
kurang teratasi
dengan
indikator:
 Konjunctiv
a
tidak
anemis
 Nutrisi
yang
diberikan
adekuat
 Denyut
nadi
normal
 Bising usus
dalam
rentang
normal
 Berat
badan
meningkat















Fasilitasi pasien istirahat
dengan minimal handling
Lakukan skin to skin kontak
antara ibu dengan bayi
Posisikan pronasi
NIC:
Tehnik:
Kolaborasi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien: puasa ganti
TPN
PG1 (1,5)  3,5 ml/jam
IL20 (1)  0,4 ml/jam
D10+Ca (2)  0,8 ml/jam
Monitor adanya penurunan BB
Monitor lingkungan selama
makan
Jadwalkan pengobatan
dan
tindakan tidak selama jam
makan
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut
kusam, total protein, Hb dan
kadar Ht
Monitor mual dan muntah
Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor intake nuntrisi
Atur posisi semi fowler selama
makan
Berikan posisi lateral kanan
setelah makan
Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan
cavitas oval
Coaching:
 Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat nutrisi
 Bantu ibu untuk melakukan
PMK
 Ajarkan ibu untuk selalu
mencuci bersih kain PMK dan
mandi bersih sebelum PMK
Comforting:
 Letakkan bayi pada dada ibu
minimal 2 jam
 Berikan nutrisi secara gravitasi
pada saat dilakukan PMK
NOC :
NIC:
Normal blood 1. Technical
profile
 Evaluasi kadar bilirubin
13
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
bilirubin serum di
dalam darah
Data Subjektif:
Data Objektif:
1. Usia 5 hari
tampak kuning
di kepala, leher,
badan atasbawah, dan
tungkai atas
2. Derajat Kramer
III
3. Nilai bilirubin
11 mg/dl
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24
jam bayi tidak
menunjukkan
ikterik dengan
kriteria hasil:
 Membra
n
mukosa,
kulit dan
sklera
tidak
berwarna
kuning
 Bilirubin
serum
total
dalam
batas
normal
yaitu <
10 mg/dl
 Bayi
tidak
mengala
mi
komplika
si karena
fototerap
i dengan
indicator:
tidak
ditemuka
n adanya
iritasi
mata,
dehidrasi
,
ketidakst
abilan
suhu dan
kerusaka
n kulit
 Observasi
tanda-tanda
terjadinya ensefalopati bilirubin
meliputi: kesadaran, tonus otot,
dan tangisan
 Pantau kesimbangan intake dan
haluaran
 Observasi
adanya
tanda
kekurangan cairan seperti urin
pekat, mukosa mulut kering
 Observasi
pelaksanaan
fototerapi
 Pantau suhu per tiga jam
 Berikan terapi cairan
 Pasang tirai pemantul sinar
2. Coaching
 Berikan
informasi
adanya
kuning pada kulit bayi
 Berikan informasi tentang
pelaksanaan fototerapi,
 Adanya penutup mata, dan
sinar yang diberikan
3. Comforting
 Tutup mata bayi selama
fototerapi (pastikan kelopak
mata
tertutup
sebelum
memasang penutup mata untuk
mencegah iritasi kornea)
 Periksa mata tiap shift untuk
melihat adanya drainase atau
iritasi
 Tempatkan bayi di bawah sinar,
dengan jarak minimal 45 cm
 Ubah posisi bayi tiap 3 jam
14
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Jam
13.00
Jam
08.00
08.00
08.00
08.00
08.50
09.00
09.10
12.00
CATATAN KEPERAWATAN DAN PERKEMBANGAN KASUS TIGA
Implementasi pada Senin, 7 Maret 2016 (Dinas Pagi)
Evaluasi (Jam 14.00)
Tipe
Implementasi
Relief
Ease Transende
Kenyamanan
nce
 Mempertahankan teknik
Fisik
 Abdomen
aseptif (S)
buncit.
 Mencuci tangan setiap
bising usus
sebelum dan sesudah
ada
tindakan keperawatan (S)
 Hipereksten
 Menggunakan pergerakan
si
yang lembut dan lambat
ekstremitas
ketika handling dan feeding
Psikospiritual  Bayi
sambil mengamati isyarat
tampak
bayi (S)
malas
 Menciptakan lingkungan
Sosiokultural
mengisap
Ayah bayi
yang mendukung istirahat,
berkunjung
aman, bersih dan tenang
mengataka
(Co)
Lingkungan
mini n sendirian
 Mendampingi dengan
mal
metode FT-HD saat
hand
dilakukan penusukan tumit
ling
 Mengkaji adanya tanda
gejala infeks i(S)
 Mengukur suhu, HR dan
RR (S)
 Mengobservasi tingkat
kesadaran (S)
 Membatasi pengunjung
(Co)
 Mencatat warna dan suhu
kulit (S)
 Mencatat asupan nutrisi,
turgor kulit (S)
 Memberikan nesting (Co)
Implementasi pada Selasa, 8 Maret 2016 (Dinas Pagi)
Evaluasi (Jam 14.00)
Tipe
Implementasi
Relief
Ease Transende
Kenyamanan
nce
 Mempertahankan teknik
Fisik
 Malas
 Tida
aseptif (S)
minum
k
 Mencuci tangan setiap
 Tampak
ada
sebelum dan sesudah
letargi
mun
tindakan keperawatan (S)
 Tampak
tah
 Menggunakan pergerakan
lemah
 Abd
yang lembut dan lambat
 Hasil
ome
ketika handling dan feeding
pemeriksaa
n
sambil mengamati isyarat
n darah
supe
bayi (S)
tanggal 7
l
 Menciptakan lingkungan
Maret 2016  Suh
yang mendukung istirahat,
Psikospiritual
Jam 16.00
u
aman, bersih dan tenang
WIB:
37,5
o
(Co)
Hb 19,5; Ht
C
 Mengkaji adanya tanda
Sosiokultural
56,8; L
gejala infeksi (S)
10,89ribu(
 Mengukur suhu, HR dan
Lingkungan
N);
RR (S)
Trombosit
 Mencatat adanya
162ribu, it
15
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
12.45
13.00

13.15




Jam
08.00

08.00

08.00

08.00

08.50
08.55
09.00
09.10
11.25



11.30
12.00
13.00


13.15

13.20




kekeringan, rambut kusam,
0,2, CRP
dan penurunan BB, Hb, Ht
0,1,
(S)
albumin
Mengukur suhu, HR dan
3,23
RR (S)
Membatasi pengunjung
(Co)
Mencatat warna dan suhu
kulit (S)
Mini
Mencatat asupan nutrisi,
mal
turgor kulit (S)
hand
Memberikan nesting dan
ling
memposisikan fleksi
fisiologis(Co)
Implementasi pada Senin 14 Maret 2016 (Dinas Pagi)
Evaluasi (Jam 14.00)
Tipe
Implementasi
Relief
Ease Transende
Kenyamanan
nce
Mempertahankan teknik
Fisik
 Min  Tidak ada
aseptif (S)
um
muntah
Mencuci tangan setiap
per  Tidak ada
sebelum dan sesudah
caw
residu
tindakan keperawatan (S)
an
 Lingkar
Menggunakan pergerakan
lamb
perut
yang lembut dan lambat
at
dalam
ketika handling dan feeding
rentang
sambil mengamati isyarat
normal
bayi (S)
 Bising
Menciptakan lingkungan
usus ada
yang mendukung istirahat,
 Abdomen
aman, bersih dan tenang
Psikospiritual
supel
(Co)
 Ibu
Mengkaji adanya tanda
mengatak
gejala infeksi (S)
Sosiokultural
an ingin
Mengukur suhu, HR dan
belajar
RR (S)
meneteki
Memberikan ASI 25
Lingkungan
ml/OGT (S)
Memberikan posisi pronasi
(S)
Ibu
Mencatat adanya
mengatak
kekeringan, rambut kusam,
Mini
an senang
dan penurunan BB (S)
mal
dengan
Mengukur suhu, HR dan
handl
kondisi
RR (S)
ing
bayi saat
Memberikan ASI 25 ml/
ini
OGT (S)
Memberikan informasi
Ayah
tentang perkembangan bayi
mendamp
prematur (Ca)
ingi ibu
Memberi contoh cara
saat
mendapatkan perhatian
berkunjun
visual dan auditori bayi
g
(Ca)
Mendampingi ibu dalam
berespon terhadap isyarat
dan status perilaku bayi(Ca)
16
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
PENGKAJIAN PADA KASUS EMPAT
I. DATA BIOGRAFI
1.1.Identitas Pasien
Nama
Jenis kelamin
Tgl lahir/usia
Tgl masuk RS
Tgl pengkajian
No. Register
Diagnosa Medis
: By Ny St
: Perempuan
: 29 Maret 2016 pkl. 14.40/18 jam
: 29 Maret 2016, pkl. 20.00
: 30 Maret 2016, pkl. 08.00
: 855306
: Hiperbilirubinemia, inkompatibilitas ABO, dan
Anemia
1.2.Identitas Penanggungjawab (Ayah/Ibu)
Nama
: Tn. M/Ny. St
Pendidikan
: S1/SMA
Pekerjaan
: Karyawan/Ibu Rumah Tangga
Penghasilan /bulan: Rp 3.500.000;
Alamat rumah
: Jl. Kelapa Tiga, Jakagarsa
No. Telp/HP
: 78887688/08
II. DATA PENGKAJIAN
2.1.Gambaran umum pasien
Keluhan utama
:
Ikterik pada 24 jam pertama
Riwayat penyakit saat ini :
Bayi Ny St dilahirkan secara SC dengan indikasi ketuban pecah 20
jam. Bayi rujukan dari RS A, hasil pemeriksaan darah sebelumnya
antara lain: Golongan darah ibu O, golongan darah bayi A+,
pemeriksaan haemoglobin hasilnya 10,4 g/dL, setelah 6 jam perawatan
haemoglobin turun menjadi 9,3 g/dL dengan nilai bilirubin total 15,03
Riwayat kelahiran
:
a. Antenatal care
Perawatan antenatal (ANC)
Tempat pemeriksaan ANC
Komplikasi kehamilan
Terpapar radiasi
b. Natal
Jenis persalinan
Komplikasi persalinan
c. Postnatal
Kondisi bayi saat lahir
APGAR Score
Usia gestasi
: Teratur
: Bidan
: Ketuban pecah 20 jam
: Tidak pernah
: SC
: Ibu mengeluh pusing sejak 12 jam
sebelum masuk rumah sakit, keluar
cairan dari vagina
: Lahir tunggal, langsung menangis,
ketuban jernih
: 1” (7) 5” (9)
: 36 minggu
1
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Berat badan lahir
: 2700 gram
Panjang badan lahir
: 35 cm
d. Riwayat persalinan sebelumnya
No Tgl/Thn
Sex BB
Kondisi Komplikasi
kelahiran
Lahir bayi
kehamilan/p
ersalinan
1. 2003
P
Sehat
2. 2009
P
Sehat
3. Hamil ini
Jenis
Imunisasi
persalinan
-
-
2.2.Pengkajian Kenyamanan Fisik (Physical Comfort)
a. Kondisi Umum
Panjang badan : 36 cm
Berat badan : 2690 gram
b. Nyeri (Pain Relief)
Waktu terjadi
: Saat pemasangan infus
Lokasi
: ekstremitas
Durasi
: ± 25 menit
Skala (PIPP)
: 12
c. Kulit
Warna kulit
: Ikterik
Sianosis
: Tidak ada
Kemerahan
: Tidak ada
Tanda lahir
: Tidak ada
Turgor kulit
: Kurang elastis
Skoring (NSRAS)
: 10
Suhu kulit
: 36.6oC
d. Kepala/leher
Lingkar kepala
: 22 cm
Fontanel anterior
: Lunak
Sutura sagitalis
: Tepat
Gambaran wajah
: Simetris
Caput succedanum : Tidak ada
Cephalhematom
: Tidak ada
Telinga
: Normal
Hidung
: Simetris
Keluaran dari hidung : Ada, sebutkan sekret
Nafas cuping hidung : Ada
Frekuensi nafas
: 66 x/menit
Mata
: Bersih
Jarak interkantus
: 2.5 cm
Sklera
: Bersih
Mulut
: Normal
Mukosa mulut
: Lembab
e. Dada dan paru-paru
Bentuk
: Simetris
Down score : 1
2
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Nilai
Frekuensi
nafas
Retraksi
Sianosis
0
1
< 60 kali/menit 60-80 kali/menit
2
> 80 kali/menit
Tidak ada
Tidak ada
Retraksi berat
Menetap
dengan
O2
Tidak terdengar
Air
entry Ada
(Udara masuk)
Merintih
Tidak ada
Keterangan.
Suara nafas
Respirasi
Retraksi ringan
Hilang
dengan
O2
Menurun
Terdengar dengan Terdengar
tanpa
stetoskop
alat bantu
Skor < 4 : Gangguan pernafasan ringan
Skor 4-5 : Gangguan pernafasan sedang
Skor > 5 : Gangguan pernafasan berat (Lakukan
pemeriksaan AGD)
: Kanan kiri sama
: Spontan tanpa alat bantu
f. Jantung
Waktu pengisian kapiler (CRT)
: < 3”
Denyut nadi : Frekuensi 142x/menit Kuat Tidak teratur
g. Abdomen
Lingkar perut : 32 cm Tegas Bising usus 6 x/menit
Muntah
: Tidak ada
h. Umbilikus
Kering
i. Genital
Perempuan normal
j. Anal
Anatomis
: Ada
Pengeluaran mekonium, hari ke 1
Konsistensi feses
: Lunak
Warna feses
: Hijau kehitaman
Konstipasi
: Tidak
k. Ekstremitas
Gerakan
: Terbatas
Ekstremitas atas
: Normal
Ekstremitas bawah : Normal
l. Muskuloskeletal
Kelainan tulang
: Tidak ada
m. Spina/tulang belakang
Anatomis
: Normal
n. Reflek
Tonick Neck : Tidak ada
Menggenggam: Lemah
Rooting
: Lemah
3
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Menghisap
: Lemah
Menelan
: Lemah
Babinski
: Lemah
Moro
: Kuat
Berkedip
: Tidak ada
o. Tonus/aktivitas
Aktivitas
: Letargi
Menangis
: Lemah
2.3.Pengkajian Kenyamanan Psikospiritual (Phsycospiritual Comfort)
a. Kondisi bayi
Status tidur
: Tidur aktif
Status terjaga
: Mengantuk
b. Kondisi orangtua
Psikologis
: Cemas
Dampak penyakit pasien pada keluarga:
Ayah mengatakan seluruh keluarga bersedih, terutama istrinya
Harapan keluarga setelah pasien menjalani perawatan:
Dapat mengasuhnya seperti bayi normal lain
Aktifitas keagamaan selama mendampingi pasien:
Sholat, berdzikir
2.4.Pengkajian Kenyamanan Sosiokultural (Sociocultural Comfort)
Pengasuh
: Ayah/Ibu
Dukungan sibling
: Tidak ada
Keterlibatan orangtua
: Berkunjung (Ya)
Kontak mata (Tidak)
Menyentuh (Tidak)
PMK (Tidak)
Berbicara (Tidak)
Menggendong (Tidak)
Ekspresif (Tidak)
Skor interaksi ibu-bayi : 18 (Gunakan lembar OCI)
Budaya yang dianut keluarga: Tidak ada
Pengetahuan keluarga terhadap penyakit/kondisi bayi: Kurang
Informasi yang dibutuhkan keluarga: Kondisi pasien
2.5.Pengkajian Kenyamanan Lingkungan (Enviromental Comfort)
Penerangan
: Cukup
Inkubator tertutup kain (Ya)
Kebisingan
: Pintu inkubator tertutup (Ya)
Bunyi alarm kecil (Tidak)
Tenaga kesehatan berbicara terlalu keras (Ya)
Ada suara saat memindahkan peralatan (Ya)
Mempertahankan suhu lingkungan (Ya)
Memfasilitasi tidur: Tindakan non-emergensi saat bangun (Ya)
4
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Mengelompokkan prosedur pada satu waktu (Ya)
Memberikan posisi yang tepat (Ya)
Memanggil nama bayi dengan lembut (Ya)
Memberikan pembatas/nesting (Ya)
Mengupayakan posisi fleksi (Ya)
Melakukan pembedongan/swaddling (Tidak)
Melindungi permukaan kulit selama perawatan (Ya)
Melakukan FCC : Menawarkan keluarga hadir selama prosedur (Ya)
Mendorong keluarga melakukan PMK (Tidak)
Melakukan diskusi perawatan BBLR (Ya)
Tanggal 30/3/2016 Jam 09.00 WIB
Perawat yang melakukan pengkajian,
(Ns. Nopi Nur Khasanah, M.Kep)
5
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
ANALISA DATA PENGKAJIAN BERDASARKAN STRUKTUR TAKSONOMI
KENYAMANAN KOLCABA PADA KASUS EMPAT
Tipe
Relief
Ease
Transedence
Kenyamanan
30/3/2016
Terapi sinar
Kebutuhan
Fisik
1. Usia < 24 jam tampak
metabolisme:
kuning di kepala,
Ikterik neonatus
leher, badan atasbawah, lengan, lutut
dan tungkai bawah
2. Derajat Kramer IV
3. Nilai bilirubin total
14,38 mg%, bilirubin
direk 0,4 mg%,
bilirubin indirek 13,98
mg%
1. Dilakukan terapi sinar
1. Diberikan kassaKebutuhan rasa
2. Usia gestasi 36
karbon sebagai
aman/proteksi:
minggu
penutup mata dan
Kerusakan
3. Kelembaban
alat genital
integritas kulit
berkurang
2. Linen harus tetap
4. Perubahan metabolik
bersih, tanpa
lipatan
Saat dilakukan touching
Facilitated tucking
Kebutuhan rasa
(mengukur suhu, oral care,
nyaman: Gangguan
mengganti pampers,
rasa nyaman
mengkaji adanya distensi
abdomen dan frekuensi
bising usus), bayi:
1. Menangis
2. Menunjukkan tanda
ketidaknyamanan/distr
ess dengan menggeliat,
mengangkat tangan ke
atas, tidak relaks
31/3/2016
1. Anak tampak
Kebutuhan
1. Pemasangan infus
menangis, alis
pemenuhan
ulang dilakukan
menonjol,
kenyamanan fisik
dengan empat kali
nasolabial
(minimal nyeri)
tusuk
mengerut, mata
2. Durasi nyeri 25 menit
menutup, frekuensi
3. Skala nyeri 12
nadi meningkat.
2. Posisi tidur
melengkung,
tangan menggapaigapai
1. Bayi malas minum
ASI 8 x 20 ml/cawan
Kebutuhan nutrisi
2. BB menurun: Hari I
PRC 2 x 40ml
(ingesti):
turun 10 gram, hari ini Nutrisi parenteral
Ketidakseimbangan
turun 50 gram (2700
D10%  4cc/jam
nutrisi kurang dari
menjadi 2640)
kebutuhan tubuh
3. Denyut nadi lemah
4. Bayi lahir prematur
5. Pemeriksaan Hb 7,7
g/dL, Ht 25,1 %
1. Bayi prematur
Minimal handling
Kebutuhan
(imunosupresi)
Hand hygiene
perlindungan/keam
2. Hasil tes coomb’s
anan (infeksi):
6
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
indirek positif
Leukosit 22.510/µL,
Trombosit 409.000/µL
Orangtua tampak cemas
Inefektif pertahanan
tubuh
3.
Psikospiritual
Sosiokultural
Lingkungan
Tidak ada
tradisi/adat/budaya/
keyakinan agama yang
bertentangan dengan
pengobatan dan perawatan
1. Ruangan memiliki
inkubator untuk
masing-masing bayi
2. Terdapat penutup
inkubator
3. Tingginya suara
petugas kesehatan
Orangtua menanyakan
kondisi anaknya
1.
Kebutuhan
kognisi:
kesiapan untuk
meningkatkan
pengetahuan
2. Kebutuhan
dukungan
emosi dan
spiritual
Kebutuhan akan
dukungan
keluarga/orang lain
yang berpengaruh
Menutup telinga bayi
dengan earmuff &/
Petugas kesehatan
berbicara dengan pelan
Kebutuhan akan
kenyamanan, bebas
dari stress karena
lingkungan
PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN PADA KASUS EMPAT
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Ikterik neonatus
Kerusakan integritas kulit
Gangguan kenyamanan
Nyeri akut
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Inefektif pertahanan tubuh
RENCANA KEPERAWATAN KENYAMANAN KASUS EMPAT
Hari/Tgl
30/3/2016
No.
Dx
I
Diagnosa
Keperawatan
Ikterik neonatus
berhubungan
dengan peningkatan
kadar bilirubin
serum di dalam
darah
Data Subjektif:
Data Objektif:
1. Usia < 24 jam
tampak kuning
di kepala, leher,
badan atasbawah, lengan,
lutut dan
tungkai bawah
Tujuan &
Kriteria Hasil
NOC :
Normal blood
profile
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama
3x24
jam bayi tidak
menunjukkan
ikterik dengan
kriteria hasil:
 Membran
mukosa,
kulit dan
sklera
Rencana Keperawatan
NIC:
1. Technical
 Evaluasi kadar bilirubin
 Observasi
tanda-tanda
terjadinya
ensefalopati
bilirubin meliputi: kesadaran,
tonus otot, dan tangisan
 Pantau kesimbangan intake
dan haluaran
 Observasi
adanya
tanda
kekurangan cairan seperti urin
pekat, mukosa mulut kering
 Observasi
pelaksanaan
fototerapi
 Pantau suhu per tiga jam
 Berikan terapi cairan
 Pasang tirai pemantul sinar
7
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
2.
3.
II
Derajat Kramer
IV
Nilai bilirubin
total 14,38
mg%, bilirubin
direk 0,4 mg%,
bilirubin
indirek 13,98
mg%
Kerusakan integritas
kulit berhubungan
dengan faktor
eksternal (terapi
sinar, usia gestasi 35
minggu,
kelembaban
berkurang) dan
internal (perubahan
metabolisme,
perubahan
pigmentasi/ikterik)
Data Subjektif:
Data Objektif:
1. Dilakukan
terapi sinar
2. Usia gestasi 35
minggu
3. Kelembaban
berkurang
4. Perubahan
metabolik
tidak
berwarna
kuning
 Bilirubin
serum total
dalam
batas
normal
yaitu < 10
mg/dl
 Bayi tidak
mengalami
komplikasi
karena
fototerapi
dengan
indicator:
tidak
ditemukan
adanya
iritasi
mata,
dehidrasi,
ketidaksta
bilan suhu
dan
kerusakan
kulit
NOC :
Tissue Integrity
:
Skin
and
Mucous
Membranes
Wound Healing
: primer dan
sekunder
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama
3x24
jam kerusakan
integritas kulit
pasien teratasi
dengan kriteria
hasil:
 Integritas
kulit yang
baik bisa
dipertahan
kan
(sensasi,
elastisitas,
temperatur
, hidrasi,
pigmentasi
2. Coaching
 Berikan informasi adanya
kuning pada kulit bayi
 Berikan informasi tentang
pelaksanaan fototerapi,
 Adanya penutup mata, dan
sinar yang diberikan
3. Comforting
 Tutup mata bayi selama
fototerapi (pastikan kelopak
mata
tertutup
sebelum
memasang penutup mata
untuk
mencegah
iritasi
kornea)
 Periksa mata tiap shift untuk
melihat adanya drainase atau
iritasi
 Tempatkan bayi di bawah
sinar, dengan jarak minimal
45 cm
 Ubah posisi bayi tiap 3 jam
NIC:
1. Tehnik
 Hindari kerutan pada tempat
tidur
 Jaga kebersihan kulit agar
tetap bersih dan kering
 Mobilisasi pasien (ubah posisi
pasien) setiap tiga jam sekali
 Monitor kulit akan adanya
kemerahan
 Oleskan
lotion
atau
minyak/baby oil pada derah
yang tertekan
 Monitor status nutrisi pasien
 Cegah kontaminasi feses dan
urin
2. Coaching
 Ajarkan
pada
keluarga
tentang pentingnya terapi
sinar dan efek sampingnya
pada bayi
 Yakinkan pada orangtua
tentang terapi sinar yang
diberikan
3. Comforting
 Berikan
posisi
mengurangi tekanan
yang
pada
8
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
III
Gangguan rasa
nyaman
berhubungan
dengan
ketidakadekuatan
mengontrol situasi
Data Subjektif:
-
)
 Tidak ada
luka/lesi
pada kulit
 Perfusi
jaringan
baik
 Menunjuk
kan proses
perbaikan
kulit dan
mencegah
terjadinya
sedera
berulang
 Mampu
melindung
i kulit dan
mempertah
ankan
kelembaba
n kulit dan
perawatan
alami
 Menunjuk
kan
terjadinya
proses
penyembu
han
luka
 Dengarkan keluhan orangtua
 Pahami keadaan pasien/bayi
NOC:
a. Anxiety
reduction:
Calming
technique
b. Environment
al
manageme
nt: Comfort
(Positionin
g)
NIC
Tehnik:
 Jaga kontak mata dengan
pasien
 Kurangi stimulus yang dapat
menimbulkan perasaan
takut/cemas dengan
melakukan touching secara
tepat dan cepat
 Monitor status oksigenasi
sebelum dan setelah
perubahan posisi
Data Objektif:
Saat dilakukan
touching (mengukur Setelah
suhu, oral care,
dilakukan
mengganti pampers, tindakan
mengkaji adanya
keperawatan
distensi abdomen
gangguan rasa
dan frekuensi bising nyaman teratasi
usus), bayi:
dengan
1. Menangis
indikator:
2. Menunjukkan
 Bayi tidak
tanda
menunjukka
ketidaknyaman
n
adanya
an/distress
distress/ketid
dengan
aknyamanan
menggeliat,
 Denyut nadi
mengangkat
normal
Coaching:
 Instruksikan ibu untuk
menenangkan pasien dengan
berbicara pada bayi,
memegang lembut bayi,
memberikan posisi fleksi dan
menggendong/PMK
 Mengajarkan cues bayi pada
ibu
Comforting:
 Memberikan nesting untuk
kenyamanan bayi
9
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
3.
31/3/2016
IV
tangan ke atas,
tidak relaks
Denyut nadi
meningkat
sampai 10%
Nyeri akut
berhubungan
dengan agen cedera
fisik (prosedur
invasif berulang)
Data Subjektif:
Data Objektif:
1. Pemasangan
infus ulang
dilakukan
dengan empat
kali tusuk
2. Durasi nyeri 25
menit
3. Skala nyeri 12
4. Anak tampak
menangis, alis
menonjol,
nasolabial
mengerut, mata
menutup,
frekuensi nadi
meningkat.
5. Posisi tidur
melengkung,
tangan
menggapaigapai
6. Napas sesak,
tampak retraksi,
nadi meningkat
10% dari
baseline
(sebelum
tindakan)
 Skor PIPP
dalam
rentang nyeri
ringan
 Saturasi
dalam batas
normal





Mengganti linen yang kotor
Dekat dengan pasien
Bicara dengan pasien
Lakukan facilitated tucking
Pegang/beri sentuhan bayi
dengan lembut
 Bicara dengan lembut atau
bernyanyi untuk bayi
 Beri NNS jika ada
 Memberikan posisi prone
 Berempati, hadir dan dekat
dengan bayi
 Merespon setiap cues bayi
 Berbicara pada bayi selama
touching dan mengatakan apa
yang dilakukan pada bayi
NOC :
NIC:
 Pain Level,
1. Tehnik
 pain control,  Lakukan pengkajian nyeri
 comfort
secara komprehensif termasuk
level
lokasi, karakteristik, durasi,
Setelah
frekuensi, kualitas dan faktor
dilakukan
presipitasi
tindakan
 Observasi reaksi nonverbal
keperawatan
dari ketidaknyamanan
selama 3menit
 Kurangi faktor presipitasi
Pasien tidak
nyeri
dengan
minimal
mengalami
handling
nyeri, dengan
 Kaji tipe dan sumber nyeri
kriteria hasil:
untuk menentukan intervensi
 Fasilitasi
teknik
non
 Mampu
farmakologi:
PMK,
mengontrol
pembedongan,
NNS,
nyeri (posisi
pemberian sukrosa, facilitated
tidur fleksi
tucking
fisiologis,
 Monitor vital sign sebelum dan
menangis
sesudah touching time
minimal)
 Nyeri
2. Coaching
berkurang
 Bantu keluarga untuk mencari
dengan
dan menemukan dukungan
menggunakan
 Berikan informasi tentang
manajemen
nyeri seperti penyebab nyeri,
nyeri saat
berapa lama nyeri akan
dikaji dengan
berkurang
dan
antisipasi
PIPP
ketidaknyamanan
dari
 Perawat
prosedur
mampu
 Ajarkan orangtua mengenali
mengenali
tanda stress/nyeri pada bayi
nyeri (usia
gestasi, status
3. Comforting
tidur-terjaga,
frekuensi nadi,  Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti
saturasi
suhu ruangan, pencahayaan
oksigen,
dan kebisingan
kerutan dahi,

Tingkatkan istirahat dengan
mata tertutup,
memberikan
nesting
dan
lipatan
10
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
V
nasolabial
mendalam)
 Perawat
mengenali
rasa nyaman
setelah nyeri
berkurang
(posisi fleksi
fisiologis,
ekspresi
relaks)
 Tanda vital
dalam rentang
normal
 Tidak
mengalami
gangguan
tidur (status
tidur aktiftenang)
Nutrisi kurang dari
NOC:
kebutuhan tubuh
a. Nutritional
berhubungan
status:
dengan
Adequacy of
ketidakmampuan
nutrient
mencerna nutrisi
b. Nutritional
karena faktor
Status : food
biologis
and Fluid
(hipomotilitas usus)
Intake
c. Weight
Control
Data Subjektif:
Setelah
dilakukan
tindakan
Data Objektif:
1. Bayi malas
keperawatan
minum
selama 3x24
2. BB menurun:
jam nutrisi
Hari I turun 10
kurang teratasi
gram, hari ini
dengan
turun 50 gram
indikator:
(2700 menjadi  Konjunctiva
2640)
tidak anemis
3. Denyut nadi
 Nutrisi yang
lemah
diberikan
4. Bayi lahir
adekuat
prematur
 Denyut nadi
5. Pemeriksaan
normal
Hb 7,7 g/dL, Ht  Bising usus
25,1 %
dalam
rentang
normal
 Berat badan
meningkat
memposisikan fleksi fisiologis












NIC:
Tehnik:
Kolaborasi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien: ASI 8 x 20
ml/cawan
PRC 2 x
40ml
Nutrisi
parenteral
D10% 
4cc/jam
Monitor adanya penurunan BB
Monitor lingkungan selama
makan
Jadwalkan pengobatan
dan
tindakan tidak selama jam
makan
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut
kusam, total protein, Hb dan
kadar Ht
Monitor mual dan muntah
Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva
Monitor intake nuntrisi
Atur posisi semi fowler selama
makan
Berikan posisi lateral kanan
setelah makan
Catat
adanya
edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oval
Coaching:
 Informasikan pada klien dan
keluarga
tentang
manfaat
11
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
nutrisi
 Bantu ibu untuk melakukan
PMK
 Ajarkan ibu untuk selalu
mencuci bersih kain PMK dan
mandi bersih sebelum PMK
VI
Inefektif pertahanan
tubuh berhubungan
dengan hasil
pemeriksaan darah
abnormal,
prematuritas
Data Subjektif:
Data Objektif:
1. Bayi prematur
(imunosupresi)
2. Hasil tes
coomb’s
indirek positif
3. Leukosit
22.510/µL,
Trombosit
409.000/µL
4. Tampak lemas
NOC
 Kontrol
infeksi
 Status
nutrisi
Setelah
dilakukan
tindakan
perawatan
selama 2x24
jam, pertahanan
tubuh pasien
dapat efektif
dengan kriteria
hasil:
 Hasil
pemeriksaan
darah dalam
batas normal
 Bayi tidak
malas minum
 Peningkatan
berat badan
minimal 15
gram/hari
 Bayi tampak
segar
Comforting:
 Letakkan bayi pada dada ibu
minimal 2 jam
 Berikan nutrisi secara gravitasi
pada saat dilakukan PMK
NIC
Tehnik:
 Bersihkan lingkungan tempat
tidur pasien
 Ganti linen kotor
 Batasi pengunjung
 Instruksikan pada orang tua
untuk mencuci tangan 6
langkah saat ingin memegang
bayi
 Cuci tangan setiap sebelum
dan
sesudah
tindakan
keperawatan
 Tingkatkan intake nutrisi
 Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
 Pertahankan tehnik asepsis
 Dorong istirahat
 Laporkan tanda infeksi awal
 Kolaborasi
pemberian
transfusi PRC 2 x 40ml
Coaching:
 Ajarkan cara cuci tangan 6
langkah dan evaluasi setiap
hari
 Dorong ibu memberikan ASI
Comforting:
 Ganti linen bayi setiap hari
 Dorong istirahat, buatkan
nesting untuk meningkatkan
kenyamanan
12
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
CATATAN KEPERAWATAN DAN PERKEMBANGAN KASUS EMPAT
Jam
08.00

08.00

08.00

08.00

08.30


09.00



10.30

12.00




13.00











Implementasi pada Rabu, 30 Maret 2016 (Dinas Pagi)
Evaluasi (Jam 14.00)
Tipe
Implementasi
Relief
Ease
Transe
Kenyamanan
ndence
Mempertahankan teknik
Fisik
- Abdomen - Bayi
aseptif (S)
supel,
tampak
Mencuci tangan setiap
bising
tidur
sebelum dan sesudah
usus ada
tenang
tindakan keperawatan (S)
- Minum
Menggunakan pergerakan
per cawan
yang lembut dan lambat
habis
ketika handling dan feeding
namun
sambil mengamati isyarat
dalam
bayi (S)
waktu
Menciptakan lingkungan
Psikospiritual
yang lama
yang mendukung istirahat,
- Ikterik
aman, bersih dan tenang (Co)
masih
Mengkaji adanya tanda gejala
Sosiokultural
tampak di
infeks i(S)
seluruh
Mengukur suhu, HR dan RR
tubuh
(S)
Lingkungan - Berat
Melakukan sibin dan
badan
mengganti pampers (S)
turun 10
Mengobservasi karakteristik
gram
- minimal
mekonium (S)
handling
Memberikan ASI 20
ml/cawan (S)
Memposisikan lateral kanan
(S)
Memastikn mata tertutup
karbon (S)
Memberikan foto terapi,
dengan kain putih (S)
Memfasilitasi istirahat (S)
Mengobservasi tidur bayi
(Co)
Mengukur suhu, HR dan RR
(S)
Memberikan ASI 20
ml/cawan (S)
Memposisikan lateral kanan
(S)
Memastikn mata tertutup
karbon (S)
Memberikan foto terapi,
dengan kain putih (S)
Memfasilitasi istirahat (S)
Mengobservasi tingkat
kesadaran (S)
Membatasi pengunjung (Co)
Mencatat warna dan suhu
kulit (S)
Mencatat asupan nutrisi,
turgor kulit (S)
Memberikan nesting (Co)
13
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Jam
08.00

08.00

08.00

08.00

08.50

09.00
09.10
10.15




12.00


12.45

13.00

13.15






Implementasi pada Kamis, 31 Maret 2016 (Dinas Pagi)
Evaluasi (Jam 14.00)
Tipe
Implementasi
Relief
Ease
Transe
Kenyamanan
ndence
Mempertahankan teknik
Fisik
 Malas
 Tidak
aseptif (S)
minum
ada
Mencuci tangan setiap
 Tampak
muntah
sebelum dan sesudah
lemah
 Abdom
tindakan keperawatan (S)
 Hasil
en supel
Menggunakan pergerakan
pemeriksa  Suhu
yang lembut dan lambat
an Hb 7,7
37,5oC
ketika handling dan feeding
g/dL, Ht
sambil mengamati isyarat
25,1 %
bayi (S)
Psikospiritual  Skor
Menciptakan lingkungan
nyeri
yang mendukung istirahat,
dengan
aman, bersih dan tenang (Co)
PIPP 12
Mengkaji adanya tanda gejala
 Infus
Ayah
infeksi (S)
terpasang
mengata
Mengukur suhu, HR dan RR
di
kan
(S)
ekstremit
sedih
Memberikan ASI 28
as kanan
karena
ml/cawan
atas
cobaan
Memberikan posisi lateral
 BB turun
dalam
Mendampingi bayi dengan
50 gram
keluarg
teknik FT-HD saat dilakukan
anya
pemasangan infus ulang
Sosiokultural
(ayah
Mengkaji respon nyeri bayi
terkena
Memberikan PRC yang kedua
DB baru
40ml
saja
Mencatat adanya kekeringan,
keluar
rambut kusam, dan penurunan
Lingkungan
dari
BB, Hb, Ht (S)
rumah
Mengukur suhu, HR dan RR
sakit,
(S)
sehingg
Memberikan ASI 28
a tidak
ml/cawan (S)
bisa
Memberikan posisi lateral
menda
kanan (S)
mpingi
Membatasi pengunjung (Co)
istri
Mencatat warna dan suhu
dalam
kulit (S)
masa
Mencatat asupan nutrisi,
sulitnya
turgor kulit (S)
saat
Memberikan nesting dan
melahir
memposisikan fleksi
kan dan
fisiologis(Co)
saat
anak
harus
dirujuk
ke
RSABH
K)
namun
ayah
mengata
kan
pasrah
14
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
dengan
takdir
Allah
Ayah
berkunj
ung
namun
tidak
mau
memega
ng,
hanya
melihat
dari
jauh
Jam
08.00

08.00

08.00

08.00

08.50

08.55
09.00
09.10
11.25



11.30
12.00

13.00

13.15

13.20

13.33

13.35
Minimal
handling
Implementasi pada Senin 11 April 2016 (Dinas Pagi)
Evaluasi (Jam 14.00)
Tipe
Implementasi
Relief
Ease
Transe
Kenyamanan
ndence
Mempertahankan teknik
Fisik
 Minum  Tidak
aseptif (S)
per
ada
Mencuci tangan setiap
cawan
munta
sebelum dan sesudah
h
tindakan keperawatan (S)
 Tidak
Menggunakan pergerakan
ada
yang lembut dan lambat
residu
ketika handling dan feeding
 Lingka
sambil mengamati isyarat
r perut
bayi (S)
dalam
Menciptakan lingkungan
rentan
yang mendukung istirahat,
Psikospiritual
g
aman, bersih dan tenang (Co)
norma
Mengkaji adanya tanda gejala
l
infeksi (S)
Sosiokultural
 Bising
Mengukur suhu, HR dan RR
usus
(S)
ada
Memberikan ASI 32
Lingkungan
 Abdo
ml/cawan (S)
men
Memberikan posisi pronasi
Minimal
supel
(S)
handling  Ibu
Mencatat adanya kekeringan,
menga
rambut kusam, dan penurunan
takan
BB (S)
ingin
Mengukur suhu, HR dan RR
belajar
(S)
menet
Memberikan ASI 32 ml/
eki
cawan (S)
Ibu
Memberikan informasi
menga
tentang perkembangan bayi
takan
prematur (Ca)
senan
Memberi contoh cara
g
mendapatkan perhatian visual
denga
dan auditori bayi (Ca)
n
15
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
13.40
13.45
 Mendampingi ibu dalam
berespon terhadap isyarat dan
status perilaku bayi(Ca)
 Memberikan reinforcement
positif (Co)
 Membatasi pengunjung (Co)
 Mencatat warna dan suhu
kulit (S)
 Mencatat asupan nutrisi,
turgor kulit (S)
 Memberikan nesting dan
memposisikan fleksi (Co)
kondis
i bayi
saat
ini
Ayah
menda
mping
i ibu
saat
berku
njung
16
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PROYEK INOVASI
UPAYA MENGURANGI NYERI SAAT PENUSUKAN TUMIT
BERDASARKAN EVIDENCE BASED NURSING: FACILITATED
TUCKING DISERTAI “HADIR-BERBICARA” PADA BAYI PREMATUR
Oleh:
Nopi Nur Khasanah
NPM : 1306431526
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
RESIDENSI NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK
TAHUN 2016
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Segala puji bagi Allah SWT, atas rahmat-Nya proposal proyek inovasi Residensi
Keperawatan Anak II, Program Ners Spesialis Keperawatan Anak Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia Tahun 2016 dapat diselesaikan dengan baik.
Namun mungkin masih banyak kekurangan dan membutuhkan masukan dari
berbagai pihak terkait.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu penyelesaian tugas ini.
1. Ibu Yeni Rustina, S.Kp., M.App.Sc., PhD selaku supervisor utama Praktek
Residensi Ners Spesialis Keperawatan Anak Tahun 2015/2016
2. Ibu Elfy Syahreni, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.An selaku supervisor Praktek
Residensi Ners Spesialis Keperawatan Anak Tahun 2015/2016
3. Ibu Ns. Nining Caswini, S.Kep selaku Head Nurse Ruang Perina RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo
4. Ibu Ns. Nurhayati, S.Kep selaku Nurse Educator Ruang Perina RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo
5. Ibu Nani Nurhaeni, S.Kp., MN selaku koordinator Praktek Residensi Ners
Spesialis Keperawatan Anak Tahun 2015/2016
6. Teman-teman Praktek Residensi Ners Spesialis Keperawatan Anak Tahun
2015/2016
Semoga laporan proyek inovasi ini dapat memberikan manfaat.
Salemba, Maret 2016
Nopi Nur Khasanah
ii
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Nyeri didefinisikan sebagai sebuah pengalaman sensorik dan emosional yang
tidak menyenangkan dan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual maupun
potensial (Mathew & Mathew, 2003). Sebenarnya definisi ini tidak mudah
diterapkan pada bayi prematur yang berada di ruang perawatan intensif.
Pengalaman nyeri pada bayi prematur terjadi dari hari ke hari selama
perawatan berlangsung, berbeda dengan bayi normal yang tidak berada dalam
kondisi yang menyakitkan setiap hari. Oleh karenanya perlu memperluas
cakupan definisi nyeri termasuk distress pada bayi prematur yang terkait juga
dengan adanya nyeri yang dirasakan bayi prematur.
Bayi prematur seringkali mendapatkan pengalaman nyeri. Ditinjau secara
anatomi, fisiologi dan biokimia, persepsi nyeri telah ada pada tahap awal
kehidupan intrauterin. Oleh karenanya, bayi prematur dapat merasakan nyeri
yang sebanding dengan bayi cukup bulan. Selain itu, sistem endokrin pada
bayi baru lahir berkembang dengan baik yang mampu melepaskan kortisol
dan katekolamin untuk menanggapi pengalaman menyakitkan, selanjutnya
menghasilkan perubahan fisiologis-biokimia sehingga tim kesehatan dapat
menilai respon bayi terhadap nyeri secara objektif. Namun demikian, terdapat
beberapa perbedaan mendasar dalam neurofisiologi pada persepsi nyeri bayi
(Mathew & Mathew, 2003). Impuls nosiseptif pada bayi lebih banyak yang
berjalan ke tulang belakang melalui serabut saraf yang tidak bermielin
daripada serabut mielin dan cenderung kekurangan inhibisi neurotransmitter.
Bayi juga memiliki bidang reseptif yang lebih besar dan konsentrasi substansi
P reseptor yang lebih tinggi. Selain itu, bayi memiliki batas bawah untuk
eksitasi dan sensitasi, sehingga mengalami efek yang lebih sentral dari
2
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
nosiseptif stimuli. Faktor-faktor ini diyakini membuat bayi prematur merasa
nyeri yang lebih parah dibandingkan dengan bayi cukup bulan.
Pengalaman nyeri pada bayi prematur tidak hanya karena faktor fisiologis.
Faktor lain seperti prosedur tindakan medis maupun keperawatan, serta
lingkungan NICU sendiri dapat meningkatkan respon nyeri bayi. Jeong, Park,
Lee, Choi, dan Lee (2014) menyebutkan beberapa prosedur yang sering
dilakukan dan menimbulkan nyeri bayi antara lain intubasi dan ekstubasi
endotrakeal (ET); suction pada endotracheal tube (ETT), hidung dan mulut;
fisioterapi dada; pengambilan darah vena maupun arteri; pemasangan dan
pelepasan infus; injeksi; penusukan tumit; perawatan luka; pemasangan
Orogastric tube (OGT); pemeriksaan Retinopaty of Prematurity (ROP);
pemasangan nasal kanul. Satu bayi prematur dapat mengalami dua atau lebih
prosedur tindakan menyakitkan tersebut dalam satu hari. Ditambah
lingkungan NICU yang kurang kondusif untuk perkembangan bayi prematur
akan menambah pengalaman nyeri bayi. Oleh karena itu, tenaga kesehatan
perlu melakukan manajemen nyeri pada saat prosedur tindakan invasif sejak
saat bayi dilahirkan.
Manajemen nyeri pada bayi saat prosedur tindakan dapat dilakukan oleh
perawat, dokter, fisioterapis maupun petugas laboratorium. Selama 7 minggu
praktek di Ruang Perina, prosedur tindakan yang cukup sering dilakukan
adalah penusukan tumit untuk pengambilan darah perifer yang diperlukan
dalam pemeriksaan analisa gas darah (AGD) maupun glukosa darah.
Pemeriksaan tersebut hampir dilakukan setiap hari terutama pada bayi-bayi
yang terpasang alat bantu nafas. Dari hasil telusur jurnal, terdapat beberapa
metode non-farmakologi untuk menurunkan nyeri pada saat penusukan tumit.
Metode
non-farmakologi
(NNS/kempeng),
perawatan
ini
antara
metode
lain
kanguru
non-nutritive
(PMK),
sucking
pembedongan,
sentuhan, pemberian sukrosa, dan facilitated tucking (memposisikan fleksi
fisiologis) (J. Liaw et al., 2013; Riddell et al., 2011). Pada proyek inovasi ini
3
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
akan digunakan metode ‘facilitated tucking’ karena beberapa alasan, antara
lain belum diaplikasikan oleh tim kesehatan, tidak memerlukan alat dan tidak
harus mendatangkan keluarga sehingga lebih mungkin dilakukan untuk
tindakan penusukan tumit yang membutuhkan hasil cepat dan berulang setiap
hari. Selain itu, intervensi ini tidak memerlukan biaya yang tinggi sehingga
tidak memberatkan keluarga pasien.
Intervensi dengan biaya yang efektif dapat menjadi alternatif yang
menguntungkan bagi pasien dan keluarga. Menurut Zwimpfer dan Elder
(2012) intervensi non-farmakologi saat melakukan prosedur menyakitkan
pada bayi prematur dengan biaya efektif dapat juga dilakukan dengan
intervensi yang berbasis hubungan, yaitu “hadir-berbicara” pada bayi
prematur. Intervensi ini memungkinkan kebutuhan emosional bayi yang harus
dipenuhi lebih efektif di NICU. Bidang kesehatan mental menekankan
pentingnya interaksi yang selaras antara pengasuh dengan bayi untuk
pengembangan kapasitas regulasi emosi yang sehat pada bayi. Selain itu,
kehadiran emosional merupakan elemen kunci dari pendekatan psikoanalitik
untuk mengelola psikis rasa sakit. Intervensi “hadir-berbicara” dilakukan oleh
perawat dengan mengajak bicara bayi dengan lembut dan secara emosional
hadir untuk bayi selama prosedur menyakitkan sebagai alat menejemen nyeri.
Perawat harus dalam keadaan selaras, berpikir tentang bayi dan berempati
terhadap bayi tersebut. Pada saat observasi di Ruang Perina, beberapa perawat
sudah mengaplikasikan intervensi ini. Oleh karena itu, agar dapat optimal
dilakukan oleh semua perawat perina maka residen berencana menyusun
proyek inovasi dengan mengkombinasikan intervensi facilitated tucking dan
“hadir-berbicara” pada bayi prematur dalam upaya mengurangi nyeri bayi
saat penusukan tumit. Apabila hasil intervensi lebih efektif maka dapat
dilanjutkan untuk diaplikasikan seterusnya agar perawatan terstandar dan
seluruh perawat menyadari pentingnya meningkatkan empati pada pasienpasien bayi prematur. Selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan kualitas
4
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
asuhan keperawatan maupun asuhan perkembangan pada pasien bayi-bayi
prematur yang berada di ruang perawatan intensif. Proyek inovasi ini akan
dilakukan dengan pendekatan P-D-S-A (Plan, Do, Study, Act).
1.2. Identifikasi Prioritas Masalah
Bayi prematur yang dirawat di Neonatal Intensive Care Unit (NICU)
membutuhkan berbagai pemeriksaan baik untuk menegakkan diagnosis
maupun sebagai prosedur perawatan. Salah satu pemeriksaan yang paling
sering adalah penusukan tumit, prosedur invasif yang dilakukan berulang ini
akan menimulkan persepsi/pengalaman nyeri bayi prematur yang akhirnya
dapat mengganggu perkembangannya. Oleh karenanya, masalah nyeri pada
bayi prematur menjadi prioritas untuk segera ditangani.
Perawat dapat membantu mengurangi nyeri bayi dengan memberikan
intervensi non-farmakologis. Intervensi non-farmakologis yang belum
diterapkan saat penusukan tumit adalah facilitated tucking, selain itu perawat
perlu meningkatkan empati terhadap pasien yang mendapatkan prosedur
penusukan tumit dengan memberikan intervensi “hadir-berbicara” pada bayi
prematur.
1.3. Tujuan Penerapan EBN
1.3.1. Tujuan Umum
Melakukan intervensi keperawatan berdasarkan evidence based nursing
practice, tentang teknik non-farmakologis: facilitated tucking dan “hadirberbicara” pada bayi prematur untuk mengurangi nyeri saat prosedur
penusukan tumit di Ruang Perina RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1. Mengidentifikasi respon nyeri bayi prematur yang mendapatkan prosedur
penusukan tumit pada kelompok kontrol
5
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
1.3.2.2. Mengidentifikasi respon nyeri bayi prematur yang mendapatkan prosedur
penusukan tumit pada kelompok intervensi
1.3.2.3. Menganalisis respon nyeri bayi prematur yang mendapatkan prosedur
penusukan tumit pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
1.3.2.4. Mengidentifikasi karakteristik data pasien pada kelompok kontrol dan
intervensi
1.3.2.5. Meningkatkan kompetensi perawat dalam memberikan intervensi nonfarmakologis dengan facilitated tucking dan “hadir-berbicara” pada bayi
prematur saat prosedur penusukan tumit
1.4. Manfaat
1.4.1. Bagi Rumah Sakit
Penerapan proyek inovasi ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas
pelayanan keperawatan dalam manajemen nyeri non-farmakologis saat
prosedur menyakitkan pada bayi prematur.
1.4.2. Bagi Perawat
Memberikan informasi kepada perawat sekaligus meningkatkan kompetensi
dalam manajemen nyeri non-farmakologis saat melakukan prosedur
menyakitkan pada bayi prematur.
1.4.3. Bagi Keluarga dan Pasien
Memberikan perawatan yang berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan
karena berdasarkan evidence-based practice. Selain itu meminimalkan
pengalaman nyeri bayi prematur yang dapat berefek pada kualitas
kehidupan selanjutnya.
6
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Nyeri Bayi Prematur
2.1.1. Nyeri pada Bayi Prematur
Fakta menyebutkan bahwa struktur anatomi, fisiologis dan neurokimia
yang menyampaikan rasa sakit berkembang dengan baik pada neonatus.
Huda, Rustina, dan Agustini (2015) mendefinisikan nyeri sebagai
pengalaman tidak menyenangkan yang bersifat subjektif akibat rusaknya
jaringan
yang
akan
mempengaruhi
pengalaman
individu
dalam
mempersepsikan apa yang dirasakan. Penelitian telah menunjukkan bahwa
bayi prematur tidak hanya merasakan dan memahami rasa sakit, tetapi juga
merespon lebih intensif dibandingkan dengan neonatus cukup bulan (Badr,
2013). Jumlah dan tipe nosiseptor perifer telah sama dengan dewasa pada
usia gestasi 20 sampai 24 minggu, sehingga densitas nosiseptor bayi dan
luas kulit lebih besar dibanding dewasa. Sistem saraf pusat janin
berkembang dengan baik setelah usia kehamilan 24 minggu. Neonatus
memiliki semua komponen nosiseptif walaupun tidak memiliki sistem
saraf mielin yang lengkap (Mathew & Mathew, 2003).
Selama menjalani perawatan di ruang perawatan bayi risiko tinggi, bayi
prematur memerlukan perawatan rutin dan prosedur yang lebih sering
dibandingkan dengan neonatus cukup bulan (Lopez et al., 2015). Oleh
karena itu, hipersensitivitas bayi memanjang dan ambang nyeri berkurang.
Sebagai hasilnya, rangsangan yang tidak berbahaya seperti mengubah
posisi dan melakukan perawatan rutin bisa menyakitkan bagi bayi
prematur dan menyebabkan stress. Manajemen nyeri yang tidak memadai
pada bayi dapat menyebabkan perubahan permanen dalam proses
pengorganisasian otak dan muncul perilaku maladaptif. Nyeri juga dapat
7
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
memiliki efek yang merugikan pada kemampuan masa depan anak untuk
belajar dan mengingat informasi baru (Ranger & Grunau, 2014).
Badr (2013) mendokumentasikan sejumlah prosedur yang menimbulkan
nyeri pada bayi prematur. Dalam artikelnya menyebutkan sejumlah 14-25
prosedur per bayi per hari atau sekitar 273 dalam 2 minggu, termasuk
aktivitas rutin seperti mengganti pampers dan penimbangan berat badan.
Sedangkan intervensi menyakitkan yang sering dilakukan adalah suction,
penusukan tumit, dan merubah posisi/mengganti diapers. Nyeri pada
neonatus dimanifestasikan dalam perilakunya seperti ekspresi wajah,
pergerakan tubuh, menangis, dan konsolabiliti. Selain itu tanda-tanda fisik
seperti hipoksemia, hipertensi, takikardi, kenaikan variabilitas dnyut
jantung juga merupakan tanda bayi mengalami nyeri.
2.1.2. Respon Nyeri pada Neonatus
Wong, Perry, dan Hockenberry (2002) menjelaskan bahwa bayi baru lahir
dapat menunjukkan nyeri secara non verbal yang terlihat dalam tabel 2.1
berikut.
Perubahan fisiologis
Denyut jantung ↑
Tekanan darah ↑
Pernafasan ↑
Konsumsi O2 ↑
Mean
Airway
Pressure ↑
Keuatan otot ↑
Tekanan intrakarnial ↑
Perubahan perilaku
Ekspresi wajah
Meringis
Lekuk nasolabial dalam
Jari mengepal
Mengangkat kepala
Perubahan biokimia
Sekresi kortisol ↑
Katekolamin ↑
Glokagon ↑
Hormon pertumbuhan ↑
Renin ↑
Pipi bergetar
Ektensi
Aldosteron ↑
Sekresi insulin ↓
Respon perilaku bayi tersebut dapat dikatakan sebagai respon stress pada
bayi
prematur.
Khasanah,
Rustina,
dan
Syahreni
(2015)
tidak
merekomendasikan terjadinya interaksi antara pengasuh dengan bayi pada
saat bayi menunjukkan respon/perilaku stress tersebut. Oleh karena itu,
tim tenaga kesehatan perlu mengetahui dengan tepat bagaimana merespon
bayi ketika mengalami stress sehingga bayi tidak bertambah stress yang
8
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
dapat berakibat meningkatnya rasa nyeri bayi. Tim tenaga kesehatan perlu
mempunyai instrumen pengkajian untuk dapat mengevaluasi nyeri bayi
prematur sehingga dengan pengkajian yang akurat, tim kesehatan mampu
menentukan penatalaksanaan yang tepat pada nyeri bayi prematur tersebut.
Selanjutnya,
perawat
maupun
tenaga
kesehatan
lain
mampu
meminimalkan skor nyeri bayi prematur terutama saat dilakukan tindakan
invasif.
2.1.3. Pengkajian Nyeri
Terdapat banyak tool pengkajian nyeri pada bayi, diperlukan alat
pengkajian yang reliabel untuk mengkaji nyeri bayi secara rutin. Proyek
inovasi ini akan menggunakan skala nyeri Premature Infant Pain profile
(PIPP). Skala ini dipakai untuk mengkaji nyeri pada bayi dengan usia
gestasi 28-40 minggu. Skala ini terdiri dari 7 penilaian dengan skor total 0
untuk tidak ada nyeri dan 3 untuk sangat nyeri. Adapun variabel yang
dinilai adalah (1) Usia kehamilan; (2) Mata berkerut; (3) Status perilaku;
(4) Bibir melipat ke dalam; (5) Denyut jantung; (6) saturasi Oksigen; (7)
Alis menonjol. Skala ini biasanya digunakan untuk mengkaji nyeri pada
prosedur/tindakan perawatan. Pada skoring status perilaku, observasi
dilakukan 15 detik segera sebelum prosedur, kemudian observasi
berikutnya dilakukan
30 detik segera setelah prosedur (Walden &
Gibbins, 2008).
2.1.4. Penatalaksanaan Nyeri
Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis meliputi penggunaan opioid
(narkotik), nonopioid/ NSAIDs (Nonsteroid Anti Inflamation Drugs) dan
adjuvant, serta ko-analgesik. Namun obat ini tidak bisa digunakan sampai
fungsi ginjal matur. Tata laksana nyeri yang lain dapat diberikan anestesi
topikal seperti Eutetic Mixture of Local Anaesthetics (EMLA) yang
merupakan krim dengan dosisi pada bayi prematur > 1500 gram 1 cm2
atau 0.30 gram dan pada neonatus cukup bulan dapat diberikan 2 cm2 atau
9
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
0.50 gram. Selanjutnya anastesi regional, misalnya blok saraf perifer dan
blok saraf sentral (spinal, epidural) dimana teknik ini harus dilakukan
dengan hati-hati oleh tenaga kesehatan profesional terlatih serta
memerlukan observasi yang ketat (Ranger & Grunau, 2014).
Penatalaksanaan nyeri non farmakologi pada bayi yang dapat dilakukan
antara lain menyusui, pemberian dekstrosa, pemberian sukrosa, metode
kanguru, pengaturan posisi, menghisap non nutritif, pembedongan, pijat
bayi, musik, multysensory stimulation yang dapat dilakukan dengan
menatap bayi, berbicara pada bayi dengan lembut tapi jelas dan intervensi
lingkungan misalnya dengan mengendalikan kebisingan dan pencahayaan
di lingkungan NICU (Gomella, Cunningham, & Eyal, 2013). Pada proyek
inovasi ini, metode non-farmakologis yang akan diterapkan adalah
facilitated tucking dan “hadir-berbicara” pada bayi prematur.
a. Facilitated tucking
Facilitated tucking merupakan salah satu intervensi non-farmakologis
untuk menurunkan persepsi nyeri bayi prematur yang terbukti efektif
dalam menghilangkan nyeri akut pada neonatus (Cignacco & Sellam,
2012; Liaw et al., 2012; Lopez et al., 2015; Sundaram, Shrivastava,
Pandian, & Singh, 2013; Yin et al., 2014). Facilitated tucking
didefinisikan sebagai penahanan lengan dan kaki bayi dalam tertekuk,
posisi
garis
tengah
dekat
dengan
tenggorokan
(posisi
fleksi
fisiologis/midline position). Teknik memegangnya dapat berbeda
tergantung prosedur menyakitkan yang akan dilakukan pada bayi
prematur (Kucukoglu et al., 2015). Sebagai contoh untuk prosedur hisap
lendir (suction) dianjurkan untuk memegang dekat lengan dan kaki
bayi. Prosedur facilitated tucking untuk penusukan tumit dilakukan
dengan cara satu tangan memegang lembut kepala, sementara yang lain
memegang tubuh bayi/lengan dalam keadaan tertekuk. Intervensi ini
berbeda dengan intervensi memegang klasik (lihat Gambar 2.1)
10
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Gambar 2.1. Memegang bayi dengan posisi facilitated tucking
(kiri); Memegang bayi dengan posisi klasik (kanan)
Sumber: (Kucukoglu et al., 2015)
Pemanfaatan yang efektif dari intervensi ini membutuhkan sekitar
10 menit dari interaksi dengan bayi untuk memberikan dukungan
emosional dan mendampingi bayi dalam melalui pengalaman yang
tidak menyenangkan dari rasa sakit. facilitated tucking harus
dimulai sekitar 3 menit sebelum prosedur menyakitkan untuk
membantu bayi beradaptasi dengan rangsangan taktil dua tangan
orang dewasa menahannya. Relaksasi bayi pada umumnya diamati
setelah sekitar 3 menit dari facilitated tucking, sehingga prosedur
yang menyakitkan itu sendiri seharusnya tidak dimulai sampai
setelah bayi santai. Periode setelah tindakan intervensi terus
dilakukan
selama
setidaknya
3
menit
untuk
memberikan
kesempatan pemulihan dan kembali ke status dasar.
b. “Hadir-berbicara” pada bayi prematur
Bidang kesehatan mental bayi yang berfokus pada penelitian,
neurologi
dan
intervensi
berbasis
hubungan
menekankan
pentingnya hubungan yang selaras antara interaksi pengasuh
dengan bayi, hal ini bertujuan untuk pengembangan emosional
11
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
yang sehat dan kapasitas regulasi bayi (Zwimpfer & Elder, 2012).
“Hadir-berbicara” pada bayi sebagai bagian dari perawatan
neonatal yang telah diidentifikasi sebagai aspek penting dari
manajemen nyeri meskipun belum banyak penelitian tentang suara
pengasuh. Namun Schore (1996, dalam Zwimpfer & Elder, 2012)
membuktikan bahwa hubungan dengan orang dewasa sangat
penting untuk memfasilitasi pertumbuhan otak bayi agar mampu
mengelola stress.
Pada saat stress bayi sangat membutuhkan dukungan dari pengasuh
dewasa untuk membantu mereka mengatur keadaan emosional
mereka. Ketika bayi yang masih belajar dan ditenangkan oleh
pengasuh/orang dewasa, kemampuan mereka untuk melakukan hal
ini untuk diri mereka sendiri difasilitasi melalui pengembangan
jalur saraf untuk pengaturan emosional. Ketika hal ini tidak terjadi
bayi beresiko mengalami gejala sisa kesehatan mental di kemudian
hari. Artinya, perkembangan pengaturan emosional mereka
tergantung dari kesediaan orang dewasa untuk bisa berempati dan
berkomunikasi dengan bayi. Hal ini menjadi penting karena dalam
perkembangannya saat ini NICU tidak hanya dilihat sebagai tempat
untuk perawatan fisik saja, tetapi juga asuhan perkembangan
termasuk perkembangan emosional bayi.
12
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
BAB 3
IDENTIFIKASI DAN PENYELESAIAN MASALAH
3.1. Identifikasi Masalah dengan Analisis PICO
a. Population
Bayi prematur
b. Intervention
Facilitated tucking dan hadir-berbicara pada bayi prematur saat penusukan
tumit
c. Comparation
Intervensi yang biasa dilakukan ruangan pada bayi prematur saat
penusukan tumit
d. Outcome
Intervensi yang tepat dan efektif untuk mengurangi nyeri bayi saat
penusukan tumit
3.2. Pertanyaan Masalah
Apakah intervensi yang tepat, mampu tata laksana, dan efektif untuk
mengurangi nyeri bayi prematur saat penusukan tumit.
a. Kata Kunci
1) Pain management
2) Facilitated tucking
3) Infant’s pain
b. Batasan Penelusuran Jurnal
1) 5 tahun terakhir
2) Penelitian dengan menggunakan metode Randomized Control Trial,
Methaanalysis,
Systematic
Reviews,
Case
Study,
Prospektive,
Retrospektive.
c. Data Base Penelusuran Jurnal
13
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Data base penelusuran jurnal berasal dari PubMed, Medline, Ebscho,
Proquest, Springer Link.
d. Hasil Penelusuran
Jurnal 1:
Sundaram, et al. (2013) berjudul Facilitated tucking on pain in pre-term
newborns during neonatal intensive care: A single blinded randomized
controlled cross-over pilot trial. Pada penelitian ini menggunakan desain
RCT cross-over yang melibatkan 20 bayi prematur dengan usia gestasi
antara 28 dan 38 minggu saat dilakukan tindakan penusukan tumit sebagai
salah satu prosedur yang dilakukan di NICU. Nyeri diukur dengan
menggunakan Premature Infant Pain Profile (PIPP). Hasilnya, bayi yang
difacilitated tucking memiliki skor nyeri yang rendah yaitu pada detik ke30 (Mean, SD: 8.80, 3.82), pada detik ke-60 (Mean, SD: 7.55, 3.28), pada
detik ke-90 (Mean, SD: 7.25, 3.06) dan pada detik ke-120 (Mean, SD:
6.65, 3.05). Sedangkan pada prosedur yang sama tanpa difacilitated
tucking, skor nyeri bayi pada detik ke-30 (Mean, SD: 11.20, 3.44), pada
detik ke-60 (Mean, SD: 10.75, 3.24), pada detik ke-90 (Mean, SD: 10.60,
3.22), dan pada detik ke-120 (Mean, SD: 10.50, 3.15). Secara statistik pada
uji ANOVA menunjukkan perbedaan yang signifikan pada setiap waktu
penilaian selama tindakan, yaitu detik ke-30 (p = 0.044), detik ke-60 (p =
0.004), detik ke-90 (p=0.002), dan detik ke-120 (p<0.0001).
Prosedur Facilitated Tucking (FT) pada penelitian ini dilakukan dengan
memegang bayi, meletakkan tangan pada tangan dan kaki bayi,
memfasilitasi agar posisi tangan dan kaki bayi fleksi serta tetap dalam
posisi midline baik pada saat bayi miring, telentang maupun tengkurap
(Sundaram et al., 2013).
14
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Jurnal 2:
Cignacco, et al. (2012) yang berjudul Oral sucrose and “facilitated
tucking” for repeated pain relief in preterms: A randomized controlled
trial. Pada penelitian ini menggunakan desain multicenter RCT yang
dilakukan pada 3 NICU di Switzerland. Responden yang mendapatkan
nyeri berulang (5 kali penusukan tumit pada postnatal hari ke-2 dan 16)
dibagi dalam 3 kelompok, yaitu intervensi pemberian sukrosa, FT, serta
kombinasi antara sukrosa dan FT. Terdapat 71 bayi prematur yang terlibat
dalam penelitian ini, dengan rerata usia gestasi antara 24 dan 32 minggu.
Data dikumpulkan pada 14 hari pertama bayi berada di NICU. Penilaian
skor nyeri menggunakan Bernese Pain Scale for Neonates (BPSN).
Penilaian nyeri pada masing-masing prosedur dilakukan tiga kali, yaitu
sebelum prosedur, selama prosedur dan fase pemulihan (3 menit setelah
prosedur penusukan tumit berulang dilakukan). Hasilnya, intervensi FT
saja kurang efektif untuk menurunkan nyeri pada prosedur berulang
(p<.002) dibandingkan intervensi pemberian sukrosa (0.2 mL/kg).
Sedangkan pada kelompok yang mendapatkan intervensi FT dan
pemberian sukrosa pada fase pemulihan didapatkan skor nyeri yang lebih
rendah dan berbeda signifikan (p=.003) jika dibandingkan dengan
intervensi tunggal.
Prosedur FT pada penelitian ini dilakukan dengan memposisikan tangan
dan kaki bayi fleksi dan posisi midline, serta tetap memberi kesempatan
pada bayi untuk dapat mengontrol tubuhnya sendiri ( Cignacco & Sellam,
2012).
15
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Jurnal 3:
Yin, et al. (2014) berjudul Development of atraumatic heel-stick
procedures by combined treatment with non-nutritive sucking, oral
sucrose and facilitated tucking: A randomised, contolled trial. Penelitian
ini menggunakan desain prospektif, RCT yang dilakukan di NICU level III
Taipei. Jumlah total 110 sampel dilibatkan dalam penelitian ini yang
terdiri dari bayi dengan usia gestasi 27 sampai 37 minggu. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui efek dari kombinasi tiga intervensi nonfrmakologis pada perilaku bayi saat mendapatkan prosedur yang
menyakitkan. Bayi dalam penelitian ini terbagi menjadi 5 kelompok
intervensi, yaitu: (1) perawatan standar; (2) NNS + FT; (3) sukrosa + FT;
(4) NNS + sukrosa; (5) NNS + sukrosa + FT. Penilaian dalam intervensi
ini adalah stress bayi (ekspresi wajah, menggeliat) dan perilaku
menenangkan diri (menghisap, memegang tangan, meletakkan tangan di
mulut). Penilaiannya dilakukan 4 kali, yaitu pada saat sebelum intervensi,
saat intervensi, saat pnusukan tumit dan setelah penusukan tumit.
Hasilnya,
kombinasi
intervensi
non-farmakologis
efektif
dalam
mengurangi perilaku stress bayi.
Prosedur FT pada penelitian ini dilakukan dengan memegang lembut
tubuh bayi dengan tangan hangat kemudian memposisikan ekstremitas
bayi fleksi pada posisi midline. Dalam prosedur ini, peneliti melakukan
minimum restrain baik pada kepala maupun tubuh bayi (Yin et al., 2014).
Jurnal 4:
Liaw, et al. (2012) berjudul Non-nutritive sucking and facilitated tucking
relieve preterm infant pain during heel-stick proedures: A prospective,
randomised controlled crossover trial. Penelitian ini menggunakan desain
prospektif, RCT yang dilakukan di NICU level III. Terdapat 34 bayi
prematur yang terlibat dalam penelitian ini dengan usia gestasi 29 sampai
37 minggu. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektifitas dari
16
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
dua intervensi non-farmakologis (NNS dan FT) dengan perawatan rutin
terhadap nyeri bayi, perilaku dan respon fisiologis sebelum, selama dan
setelah prosedur penusukan tumit. Penilaian skor nyeri menggunakan
PIPP. Hasilnya, bayi yang mendapatkan NNS (Mean, SD: 6.39, 3.35)
maupun FT (Mean, SD: 7.15, 3.88) secara signifikan skor nyeri rendah
selama penusukan tumit. Artinya, kedua intervensi ini efektif untuk
menurunkan skor nyeri bayi selama prosedur penusukan tumit.
Prosedur FT dalam penelitian ini dilakukan dengan tangan yang hangat
kemudian satu tangan memegang kepala bayi, satu tangan memberikan
menyelipkan dengan untuk memberikan rangsangan sensorik (Liaw et al.,
2012).
Jurnal 5:
Zwipfer dan Elder (2012) berjudul Talking to and being with babies: The
nurse-infant relationship as a pain management tool. Jurnal ini
mengemukakan bahwa “hadir-berbicara” pada bayi prematur merupakan
elemen kunci dari pendekatan psikoanalitik untuk mengelola rasa sakit.
Interaksi tenaga kesehatan dengan bayi dapat berguna bagi perawat untuk
digunakan selama memberikan prosedur yang menyakitkan pada bayi
prematur.
17
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
BAB 4
HASIL PELAKSANAAN PROYEK INOVASI
4.1. Pelaksanaan dan Hasil
Pelaksanaan implementasi inovasi manajemen nyeri non-farmakologis
dengan teknik ‘facilitated tucking’ dan ‘hadir-berbicara’ pada bayi prematur
saat penusukan tumit di ruang Perina RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
selama 6 minggu, melalui beberapa tahap, yaitu:
4.1.1. Plan (Tahap persiapan)
Penyusunan proposal inovasi dilakukan oleh mahasiswa berdasarkan
evidence based nursing practice dan jurnal-jurnal penelitian ilmiah.
Penyusunan proposal dilakukan melalui proses bimbingan dan konsultasi
dengan supervisor utama serta konsultasi dengan pembimbing dan kepala
ruang Perina. Proposal dipresentasikan setelah mendapatkan persetujuan
dari supervisor utama, pembimbing dan kepala ruang Perina. Pelaksanaan
presentasi proposal dilakukan pada tanggal 17 Maret 2016, pada pukul
14.00 – 16.00 WIB di Gedung PJT Lt.3 Ruang Perinatologi RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo. Presentasi dihadiri oleh 24 orang peserta yang terdiri
dari supervisor utama, pembimbing ruang perina, perawat primer (PP),
perawat associate (PA), serta residen spesialis keperawatan anak. Kegiatan
dimulai dengan pemaparan proposal proyek inovasi kemudian dilanjutkan
dengan acara diskusi. Hasil dari presentasi proposal proyek inovasi adalah
sebagai berikut:
a. Proposal inovasi berdasarkan evidence based nursing practice dan jurnal
ilmiah tentang manajemen nyeri non-farmakologis dengan teknik
‘facilitated tucking’ dan ‘hadir-berbicara’ pada bayi prematur saat
penusukan tumit disetujui dan diijinkan oleh supervisor utama maupun
pembimbing serta perawat primer (PP) untuk diimplementasikan di
ruang Perina RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
18
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
b. Waktu pengambilan data kontrol telah dimulai dari tanggal 8 Maret
2016 sampai 15 maret 2016 didapatkan 10 bayi prematur, sedangkan
pelaksanaan intervensi manajemen nyeri non-farmakologis dengan
‘teknik ‘facilitated tucking’ dan ‘hadir-berbicara’ dimulai dari tanggal
18 Maret 2016 sampai 26 Maret 2016 dan didapatkan 10 bayi prematur.
c. Pelaksaaan evaluasi dilakukan langsung setiap selesai implementasi
proyek inovasi.
4.1.2. Do (Tahap pelaksanaan)
Pelaksanaan proyek inovasi manajemen nyeri non-farmakologis dengan
teknik ‘facilitated tucking’ dan ‘hadir-berbicara’ pada bayi prematur saat
penusukan tumit dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
a. Melakukan identifikasi sampel yang sesuai kriteria inklusi (bayi
prematur dengan usia gestasi ≤ 37 minggu, sedang dalam perawatan hari
ke-2 sampai 16, mendapatkan prosedur penusukan tumit).
b. Melakukan identifikasi karakteristik demografi bayi (usia gestasi, berat
badan lahir, hari perawatan, jenis kelamin)
c. Mencatat denyut nadi per menit dan saturasi oksigen sebelum dilakukan
intervensi dan penusukan tumit
d. Melakukan pengkajian nyeri saat dilakukan tindakan penusukan tumit
dengan menggunakan Premature Infant Pain Profile (PIPP). Pada 10
bayi prematur sebagai kelompok kontrol, residen tidak melakukan
intervensi, hanya mengobservasi perawat yang bertanggung jawab pada
bayi tersebut saat penusukan tumit dan merekam wajah bayi prematur
sebagai dasar untuk menentukan skor nyeri bayi yang akan dilakukan
oleh rekan residen lain. Pada saat pengambilan data kontrol, terdapat 2
bayi prematur yang dikeluarkan karena masuk kriteria eksklusi, yaitu
pada bayi pertama dilakukan dua kali penusukan, sedangkan pada bayi
kedua dilakukan penusukan menggunakan jarum spuit 3 cc. Selanjutnya
prosedur intervensi yang akan dilakukan pada proyek inovasi ini, 10
bayi prematur diberikan intervensi facilitated tucking disertai “hadir19
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
berbicara” saat penusukan tumit (Residen mencuci tangan kemudian
menghangatkan kedua telapak tangan, lalu berbicara lembut pada bayi
dan secara emosional hadir untuk bayi kemudian menjelaskan prosedur
yang akan dilakukan, selanjutnya tangan pertama memegang kepala bayi
dengan lembut, tangan yang lain memposisikan kedua tangan bayi
dalam posisi fleksi-midline sambil terus mengajak bicara bayi sampai
perawat/petugas laboratorium selesai mengambil sampel darah yang
dibutuhkan). Pada pengambilan data kelompok intervensi tidak ada
sampel yang dikeluarkan karena semua masuk dalam kriteria inklusi.
e. Prosedur penusukan tumit dilakukan dengan memegang lembut kaki
bayi, melakukan desinfektan pada area penusukan dengan menggunakan
alkohol swab, menusuk dengan jarum ukuran 23G/spuit 1 cc,
mengumpulkan sampel darah bayi, menutup luka dengan kassa dan
fiksasi dengan hipafix.
f. Mencatat denyut jantung bayi dan saturasi oksigen pada detik ke-30, 60,
90, dan detik ke-120.
g. Melakukan evaluasi skor nyeri setiap bayi prematur yang masuk ke
dalam kriteria inklusi.
4.1.3. Study/Check (Evaluasi proyek inovasi)
Evaluasi skor nyeri pada pasien yang dilakukan prosedur penusukan tumit
dilakukan dengan menggunakan Premature Infant Pain Profile (PIPP).
Penilaian dilakukan oleh rekan residen dari hasil rekaman video wajah bayi
saat dilakukan prosedur penusukan tumit. Residen mengumpulkan data
selama 4 minggu praktek di ruang perinatologi, didapatkan 10 pasien di
kelompok kontrol dan 10 pasien untuk kelompok intervensi. Berikut akan
dipaparkan data demografis dan analisis skor nyeri (sebelum-saat-setelah)
penusukan tumit pada kelompok kontrol maupun kelompok intervensi.
a. Distribusi responden berdasarkan karakteristik responden pada tabel 4.1
dan 4.2
20
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Tabel 4.1. Distribusi Rerata Responden yang Mendapatkan Prosedur
Penusukan Tumit di Perina RSCM Tahun 2016 (n=20)
Variabel
Usia gestasi (minggu)
Kontrol
Intervensi
Berat badan lahir (gram)
Kontrol
Intervensi
Hari perawatan
Kontrol
Intervensi
N
Mean
SD
95% CI
10
10
32.3
30.9
2.751
3.665
(30.33-34.27)
(28.28-33.52)
10
10
1668
1844
739.697
972.513
(1138.85-2197.15)
(1148.31-2539.69)
10
10
9.8
10.10
4.211
3.929
(6.79-12.81)
(7.29-12.91)
Hasil analisis yang ditampilkan pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa
rerata usia gestasi responden pada kelompok kontrol adalah 32,3
minggu, dengan standar deviasi 2,751 dan pada interveal kepercayaan
95% berada pada rentang 30,33 sampai 34,27. Sedangkan pada
kelompok intervensi rerata usia responden adalah 30,9 minggu. Tabel
juga menunjukkan rerata berat badan lahir respoden pada kelompok
intervensi adalah 1844 gram lebih besar dibandingkan keompok kontrol
yang rerata beratnya adalah 1668 gram. Rerata hari perawatan
menunjukkan pada kelompok intervensi 10,10 hari sedangkan pada
kelompok kontrol 9,8 hari. Artinya pada kelompok intervensi lebih lama
hari perawatannya jika dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Jenis Kelamin
pada Bayi Prematur yang Mendapatkan Prosedur Penusukan Tumit di
Ruang Perina RSCM Tahun 2016 (n=20)
Variabel
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Intervensi (n=10)
Frek (%)
Kontrol (n=10)
Frek (%)
Total (N=20)
Frek (%)
5 (55.6)
5 (45.5)
4 (44.4)
6 (54.5)
9 (45)
11 (55)
Hasil analisis pada tabel 4.2 menunjukkan jenis kelamin bayi prematur
secara umum lebih banyak bayi dengan jenis kelamin perempuan yaitu
11 (55%), dimana pada kelompok intervensi perbandingan jenis kelamin
antara laki-laki dan perempuan sama, sedangkan pada kelompok kontrol
lebih banyak bayi prematur dengan jenis kelamin perempuan.
21
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
b. Perbedaan respon nyeri bayi prematur pada kelompok kontrol dan
kelompok intervensi terlihat pada tabel 4.3
Tabel 4.3. Perbedaan Respon Nyeri Bayi Prematur yang Mendapatkan
Prosedur Penusukan Tumit di Perina RSCM Tahun 2016 (n=20)
Variabel
Kelompok
n
Mean
SD
Respon
nyeri
Intervensi
Kontrol
10
10
10.7
13.9
1.418
2.234
Median
(Min-Maks)
11(8-12)
13.5(11-17)
95% CI
p
Value
9.69-11.71
12.3-15.5
0,002
Tabel 4.3 menunjukkan rerata respon nyeri bayi prematur pada
kelompok kontrol adalah 13,9 yang artinya masuk dalam kategori nyeri
berat. Sedangkan pada kelompok intervensi rerata respon nyeri bayi
adalah 10,7 yang artinya masuk dalam kategori nyeri sedang. Hal ini
menunukkan bahwa secara klinis terdapat perbedaan rerata antara
kelompok kontrol dengan kelompok intervensi atau kelompok yang
diberikan perlakukan ‘facilitated tucking’ dan ‘hadir-berbicara’.
Selanjutnya tabel 5.3 juga menunjukkan data statistik yang diolah
dengan SPSS 17.0 menggunakan Uji T Tidak berpasangan (Unpaired T
Test) dan didapatkan nilai p value (0,002) < 0,05 yang artinya secara
statistik terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol
dengan kelompok intervensi.
c. Rerata frekuensi nadi bayi prematur pada kelompok kontrol dan
kelompok intervensi
Frekuensi Nadi (x/menit)
Grafik 4.1. Rerata Frekuensi Nadi Bayi Prematur yang Mendapatkan
Prosedur Penusukan Tumit di Perina RSCM Tahun 2016 (n=20)
170
165
160
155
150
145
140
135
Detik keIntervensi
-30
0
30
60
90
120
150,6
156,4
157,7
158,4
155,1
150,3
Kontrol
145,8
162,1
166,9
163,1
156,9
155,4
22
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Grafik 4.1 menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol dan intervensi,
frekuensi nadi paling tinggi di detik ke-30 setelah penusukan dan
frekuensi nadi kelompok kontrol lebih cepat dibandingkan kelompok
intervensi.
d. Rerata saturasi oksigen bayi prematur pada kelompok kontrol dan
kelompok intervensi
Saturasi Oksigen (%)
Grafik 4.2. Rerata Saturasi Oksigen Bayi yang Mendapatkan Prosedur
Penusukan Tumit di Perina RSCM Tahun 2016 (n=20)
98
96
94
92
90
88
86
Detik keIntervensi
Kontrol
-30
0
30
60
90
120
96,4
92,8
95,8
92,9
92
94,3
95
89,5
92,1
91,4
91,5
92,8
Grafik 4.2 menunjukkan bahwa saturasi oksigen pada kelompok intervensi
paling rendah terjadi di detik ke-90, sedangkan pada kelompok kontrol
terjadi di detik ke-60. Secara umum terlihat bahwa saturasi oksigen pada
kelompok intervensi lebih tinggi jika dibandingkan pada kelompok kontrol.
4.1.4. Act (Tindak lanjut)
Tindak lanjut dari pelaksanaan inovasi ini adalah bahwa intervensi
‘facilitated tucking’ dan ‘hadir-berbicara’ pada bayi diimplementasikan oleh
perawat ruangan sebagai standar perlakuan bayi yang mendapatkan prosedur
penusukan tumit. Hal ini sangat mudah dilakukan oleh perawat karena ruang
Perina RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo memiliki petugas laboratorium
yang setiap hari dapat diminta untuk melakukan pengambilan sampel darah
pasien.
23
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
4.2. Waktu Pelaksanaan
No
1
2
3
Kegiatan
1
Observasi dan
studi literature
Penyusunan
proposal,
pengambilan
data kontrol
Presentasi dan
sosialisasi
4
Persiapan dan
pelaksanaan
implementasi
5
Implementasi
6
Evaluasi
7
Penyusunan
laporan
Presentasi
hasil proyek
inovasi
8
Waktu dalam minggu
2
3
4
5
6
Penanggun
g jawab
Hasil
Mahasiswa
PICO, dan jurnal EBP
Mahasiswa
Proposal EBN
Mahasiswa,
supervisor,
HN, PP, PA
Mahasiswa,
PP dan PA
Mahasiswa,
PP, dan PA
Mahasiswa,
PP, dan PA
Mahasiswa
Mahasiswa: menyiapkan
format penilaian yang akan
digunakan untuk menilai
skor nyeri bayi
Penilaian tanda klinis
nyeri, fisiologis bayi
Evaluasi penilaian skor
nyeri dilakukan setelah
dilakukan intervensi
Laporan hasil proyek
inovasi
Laporan hasil proyek
inovasi
4.3. Kendala yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Inovasi
Pelaksanaan proyek inovasi ‘facilitated tucking’ dan ‘hadir-berbicara’ pada
bayi yang menjalani prosedur penusukan tumit mengalami beberapa
kendala, antara lain:
a. Alat saturasi yang terpasang terkadang pada layar monitor tidak
menunjukkan nilai frekuensi nadi dan saturasi O2 pasien yang sedang
menjalani prosedur penusukan tumit, sehingga residen memerlukan
pulse oximeter portable yang dipasang di ekstremitas lain pasien untuk
mengantisipasi tidak terbacanya data frekuensi nadi dan saturasi pasien
selama pengambilan darah perifer melalui penusukan tumit tersebut.
b. Intervensi berbicara pada bayi prematur tidak bisa maksimal hanya suara
residen yang terdengar oleh bayi karena residen kurang optimal dalam
mengendalikan lingkungan perawatan, sehingga suara alarm maupun
suara petugas kesehatan lain mempengaruhi kenyamanan bayi.
24
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
4.4. Faktor Pendukung dalam Pelaksanaan Inovasi
a. Pelaksanaan inovasi ini mendapatkan dukungan dari supervisor, kepala
ruang, perawat primer, perawat associate dan petugas laboratorium,
sehingga dalam proses pengambilan data dan penilaian skor nyeri
menggunakan PIPP dapat dengan mudah dilaksanakan.
b. Setelah mendapatkan penjelasan terkait manfaat intervensi, teknik
pelaksanaan intervensi yang akan dilakukan dan penilaian skor nyeri,
orangtua dengan senang sangat menerima untuk dilakukan intervensi
tersebut pada bayinya. Dalam memenuhi prinsip keadilan, intervensi
‘facilitated tucking’ dan ‘hadir-berbicara’ pada kelompok kontrol
dilakukan segera setelah selesai prosedur pengambilan darah dan/atau
pada pengambilan darah/penusukan yang kedua, jika sampel yang
didapat dirasa masih kurang oleh petugas laboratorium.
c. Rekan-rekan residen yang telah membantu dalam pelaksanaan intervensi
‘facilitated tucking’ dan ‘ hadir-berbicara’ pada bayi. Bantuan tersebut
dalam proses penilaian skor nyeri bayi prematur, pengambilan video
wajah bayi selama prosedur penusukan tumit, pencatatan frekuensi nadi
dan saturasi oksigen, serta bantuan dari rekan perawat dalam
penimbangan berat badan bayi secara rutin serta dokumentasi data
demografi lain dari pasien (usia gestasi, berat badan lahir, hari
perawatan, jenis kelamin)
d. Sarana dan prasarana di ruangan untuk membantu dalam penilaian skor
nyeri bayi prematur (pulse oximeter, monitor yang menunjukkan
frekuensi nadi dan saturasi oksigen)
e. Petugas laboratorium yang keliling di setiap level/ruangan perina untuk
melakukan prosedur penusukan tumit, sehingga sangat memudahkan
residen maupun perawat nantinya dalam intervensi ‘facilitated tucking’
dan ‘hadir-berbicara’ pada bayi prematur saat prosedur penusukan tumit.
25
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
4.5. Evaluasi
5.4.1. Evaluasi Proses
Proses pelaksanaan intervensi ‘facilitated tucking’ dan ‘hadir-berbicara’
pada bayi untuk menilai skor nyeri bayi prosedur penusukan tumit
menggunakan PIPP terlaksana dengan lancar sesuai jadwal yang ditentukan.
Responden pada kelompok intervensi yang terkumpul selama 2 minggu
didapatkan 10 pasien, sedangkan dua minggu sebelumnya responden
melakukan penilaian skor nyeri pada 10 pasien yang mendapatkan prosedur
penusukan tumit untuk dijadikan sebagai data kontrol.
5.4.2. Evaluasi Hasil
Intervensi yang dilakukan dengan ‘facilitated tucking’ dan ‘hadir-berbicara’
pada bayi prematur, secara statistik terdapat perbedaan yang bermakna
dibandingkan dengan bayi prematur yang tidak mendapatkan intervensi
tersebut (p value=0,002 < 0,05). Secara klinispun menunjukkan terdapat
perbedaan rerata pada respon nyeri bayi prematur pada kelompok kontrol
adalah 13,9 yang artinya masuk dalam kategori nyeri berat. Sedangkan pada
kelompok intervensi rerata respon nyeri bayi adalah 10,8 yang artinya
masuk dalam kategori nyeri sedang.
26
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
BAB 5
PEMBAHASAN
5.1. Analisis (Pembahasan Hasil Inovasi)
Hasil analisis dari proyek inovasi ini menunjukan bahwa ‘facilitated
tucking’ efektif untuk menurunkan nyeri baik pada perilaku maupun
fisiologis bayi saat prosedur penusukan tumit pada bayi prematur yang
berada di NICU. Respon nyeri terendah terlihat pada satu bayi prematur
(UG: 36minggu, BBL: 2610gram) yang dinilai dengan PIPP pada hari
perawatan ke-16. Pengukuran respon nyeri dilakukan pada detik ke-30
setelah dilakukan penusukan pada tumit bayi prematur. Penemuan ini
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Grunau et al. (2005) yang
mengungkapkan bahwa bayi yang menerima lebih dari 20 prosedur
menyakitkan akan memiliki respon yang rendah terhadap nyeri. Bayi ini
memiliki
lebih
banyak
penyakit
neonatal,
antara
lain
riwayat
hiperbilirubinemia, sepsis neonatorum awitan dini, Apnea of Prematurity,
PDA, instabilitas suhu, sindrom gangguan pernafasan karena Hyalin
Membran Disease Grade II, NEC Grade II dibandingkan dengan bayi
lainnya, kecuali pada satu bayi (UG: 28minggu, BBL: 920gram, usia
kronologis: 11hari) yang mengalami masalah gangguan pernafasan karena
HMD Grade II-III, PJB non-sianotik (PDA 3mm, efusi perikardial), AOP
dan hasil kultur PICC menunjukkan adanya Metchillin Resistent
Staphilococcus Epidermidis (MRSE).
Skor nyeri terendah yang dinilai menggunakan PIPP terjadi pada bayi yang
paling sakit, hal tersebut mungkin terjadi karena bayi prematur telah banyak
mengalami prosedur nyeri selama menjalani perawatan di NICU terlihat
dari hari perawatan, lama rawat bayi ini paling lama jika dibandingkan
dengan responden lainnya. Selain itu, Gibbins et al. (2007) mengatakan
bahwa bayi yang sakit parah mempunyai sedikit kemampuan untuk
menunjukkan respon perilaku terhadap nyeri. Seringnya terpapar dengan
27
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
rasa
sakit
dan
stress
selama
perawatan
di
NICU
mengubah
tanggapan/respon nyeri bayi prematur.
Studi sebelumnya menunjukkan bahwa pada status perilaku dan keparahan
penyakit berkorelasi negatif terhadap skor PIPP, artinya ketika bayi terjaga
akan lebih mungkin untuk menunjukkan respon perilaku terhadap nyeri
(Cooper & Petty, 2012; Ranger, Johnston, & Anand, 2007). Fakta tersebut
menunjukkan bahwa keparahan penyakit bukan satu-satunya faktor yang
signifikan. Sebaliknya, faktor-faktor lain seperti usia gestasi, jenis jarum,
dan status perilaku awal bayi sebelum penusukan adalah prediktor kuat dari
skor PIPP. Hasil temuan ini harus diinterpretasikan secara hati-hati karena
dari temuan ini dapat merekomendasikan agar prosedur penusukan tumit
dilakukan saat bayi tertidur, hal tersebut bertentangan dengan teori
perkembangan (Ranger et al., 2007). Oleh karenanya, penelitian selanjutnya
perlu menyertakan faktor-faktor tersebut ketika menginterpretasikan skor
nyeri menggunakan PIPP.
Obeidat, Kahalaf, Callister, dan Froelicher (2009) melakukan sebuah review
sistematik untuk membuktikan efektifitas ‘facilitated tucking’ sebagai
manajemen nyeri non-farmakologis pada bayi prematur dan menemukan
temuan awal yang menunjukkan bahwa ‘facilitated tucking’ bermanfaat
untuk bayi prematur agar menghaluskan respon mereka terhadap prosedur
yang menyakitkan. Selanjutnya Alinejad-Naeini, Mohagheghi, Peyrovi, dan
Mehran (2014) membuktikan bahwa dengan melakukan intervensi
‘facilitated tucking’ selama prosedur perawatan rutin dapat menurunkan
tingkat stress pada bayi prematur yang dirawat di NICU. Namun demikian,
perawat tetap perlu mengingat bahwa konsep penanganan minimal (minimal
handling) tetap harus ditegakkan di NICU.
Konsep penanganan minimal ditegakkan karena bayi prematur yang lebih
sering dipegang akan semakin stress (Lopez et al., 2015). Dengan demikian,
28
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
meskipun hasil analisis menunjukkan adanya penurunan respon nyeri yang
signifikan dengan intervensi ‘facilitated tucking’, perawat tetap harus
berupaya untuk mengurangi sejumlah prosedur yang menyakitkan. Upaya
ini dapat dilakukan dengan mengkoordinasikan beberapa permintaan
pemeriksaan diagnostik termasuk pengambilan sampel darah agar dapat
dilakukan dalam satu waktu. Bayi berkomunikasi melalui perilaku dan
terukur secara fisiologis, artinya perawat neonatal harus mampu
mengidentifikasi isyarat dan membuat keputusan. Meskipun, terapi sentuhan
merupakan intervensi yang baik, menyentuh dengan tangan dingin dan
tekanan yang tidak memadami dapat merubahnya menjadi stimulus fokal.
Oleh karenanya, untuk melakukan ‘facilitated tucking’ yang efektif, tangan
perawat harus hangat
dan mengatur tekanan, serta perawat harus
mengamati indikator perilaku dan fisiologis bayi apakah dalam keadaan
adaptasi atau maladaptasi. Hal ini menegaskan bahwa perawat perlu
mendapatkan ketrampilan untuk menilai dan memutuskan intervensi terbaik
untuk bayi. Ketrampilan ini dapat diasah dengan terus menumbuhkan rasa
empati terhadap bayi, sehingga dalam intervensi ‘facilitated tucking’
perawat perlu hadir secara emosional dan berbicara terkait setiap tindakan
yang akan dilakukan dan rasa yang mungkin akan dialami oleh bayi
prematur agar bayi semakin merasa nyaman karena merasa dimengerti dan
didampingi. Untuk itu, intervensi ‘facilitated tucking’ akan lebih efekttif
jika disertai dengan intervensi ‘hadir-berbicara’ oleh perawat.
5.2. Implikasi Keperawatan
Intervensi ’facilitated tucking’ dan ‘hadir-berbicara’ dapat dilakukan pada
bayi prematur yang mendapatkan prosedur perawatan intensif. Bayi
prematur
cenderung
mendapatkan
pengalaman
menyakitkan
dan
ketidaknyamanan dari berbagai tindakan diagnosis maupun tindakan
keperawatan. Dengan adanya proyek inovasi ini, semakin membuktikan
bahwa kehadiran dan peran perawat sangat berarti untuk pasien bayi
prematur.
29
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
BAB 6
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
a. Rerata respon nyeri bayi prematur saat penusukan tumit pada kelompok
kontrol adalah 13,9 (nyeri berat)
b. Rerata respon nyeri bayi prematur saat penusukan tumit pada kelompok
intervensi adalah 10,8 (nyeri sedang)
c. Secara statistik terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok
kontrol dengan kelompok intervensi dengan nilai p value 0,002 (<0,05)
d. Pelaksanaan
proyek
inovasi
menunjukkan
efektifitas
intervensi
‘facilitated tucking’ dan ‘hadir-berbicara’ sehingga dapat meningkatkan
kompetensi perawat dalam memberikan intervensi non-farmakologis.
6.2. Saran
a. Pelayanan Kesehatan
Hasil pelaksanaan proyek inovasi ini sebagai bagian dari intervensi
keperawatan dalam pemberian intervensi non farmakologis untuk
menurunkan respon nyeri bayi prematur saat prosedur penusukan tumit.
b. Pendidikan Keperawatan
Proyek inovasi melalui intervensi ‘facilitated tucking’ dan ‘hadirberbicara’ pada bayi prematur saat penusukan tumit bisa menjadi dasar
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien bayi prematur.
c. Penelitian Keperawatan
Hasil proyek inovasi ini dapat menjadi data dasar dan rujukan dalam
melakukan penelitian selanjutnya terkait dengan penatalaksanaan nyeri
non farmakologis menggunakan intervensi ‘facilitated tucking’ dan
‘hadir-berbicara’pada bayi prematur saat dilakukan prosedur yang
menyakitkan.
30
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
DAFTAR PUSTAKA
Alinejad-Naeini, M., Mohagheghi, P., Peyrovi, H., & Mehran, A. (2014). The
effect of facilitated tucking during endotracheal suctioning on procedural
pain in preterm neonates: A randomized controlled crossover study. Global
Journal of Health Science, 6(4), 278–84. doi:10.5539/gjhs.v6n4p278
Badr, L. K. (2013). Pain in premature infants: What is conclusive evidence and
what is not. Newborn and Infant Nursing Reviews, 13(2), 82–86.
doi:10.1053/j.nainr.2013.03.002
Cignacco, A. E. L., & Sellam, G. (2012). Oral sucrose and “facilitated tucking”
for repeated pain relief in preterms: A randomized controlled trial,
Pediatrics, 129(2), 299–308. doi:10.1542/peds.2011-1879
Cooper, S., & Petty, J. (2012). Promoting the use of sucrose as analgesia for
procedural pain management in neonates: A review of the current literature.
Journal of Neonatal Nursing, 18(4), 121–128. doi:10.1016/j.jnn.2012.05.003
Gomella, T., Cunningham, M., & Eyal, F. (2013). Neonatology: Management,
proceures, on-call problems, diseases, and drugs (7th ed.). New York: Mc
Graw Hill Education.
Huda, M. H., Rustina, Y., & Agustini, N. (2015). Efektifitas pemberian sukrosa
dan pembedongan terhadap respon nyeri neonatus dalam tindakan
pengambilan darah melalui tumit di RSUD Tarakan. International Nursing
Conference, 14-15 September, Jakarta
Jeong, I. S., Park, S. M., Lee, J. M., Choi, Y. J., & Lee, J. (2014). Perceptions on
pain management among Korean nurses in Neonatal Intensive Care Units.
Asian Nursing Research, 8(4), 261–266. doi:10.1016/j.anr.2014.05.008
Khasanah, N. N., Rustina, Y., & Syahreni, E. (2015). Improving interaction
between mother and premature infant through educational video and
identification practice of premature infant’s cues. International Nursing
Conference, 14-15 September, Jakarta
Kucukoglu, S., Kurt, S., Aytekin, A., S., K. K., S., K. K., & A., A. (2015). The
effect of the facilitated tucking position in reducing vaccination-induced pain
in newborns. Italian Journal of Pediatrics, 41(1), 61. doi:10.1186/s13052015-0168-9.
31
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Liaw, J. J., Yang, L., Katherine Wang, K. W., Chen, C. M., Chang, Y. C., & Yin,
T. (2012). Non-nutritive sucking and facilitated tucking relieve preterm
infant pain during heel-stick procedures: A prospective, randomised
controlled crossover trial. International Journal of Nursing Studies, 49(3),
300–309. doi:10.1016/j.ijnurstu.2011.09.017
Liaw, J., Yang, L., Lee, C., Fan, H., Chang, Y., & Cheng, L. (2013). Effects of
combined use of non-nutritive sucking , oral sucrose , and facilitated tucking
on infant behavioural states across heel-stick procedures : A prospective,
randomised controlled trial. International Journal of Nursing Studies, 50(7),
883–894. doi:10.1016/j.ijnurstu.2012.08.021
Lopez, O., Subramanian, P., Rahmat, N., Theam, L. C., Chinna, K., & Rosli, R.
(2015). The effect of facilitated tucking on procedural pain control among
premature babies. Journal of Clinical Nursing, 24(1-2), 183–191.
doi:10.1111/jocn.12657
Obeidat, H., Kahalaf, I., Callister, L. C., & Froelicher, E. S. (2009). Use of
facilitated tucking for nonpharmacological pain management in preterm
infants: a systematic review. The Journal of Perinatal & Neonatal Nursing,
23(4), 372–377. doi:10.1097/JPN.0b013e3181bdcf77
Ranger, M., Johnston, C. C., & Anand, K. J. S. (2007). Current Controversies
Regarding Pain Assessment in Neonates. Seminars in Perinatology, 31(5),
283–288. doi:10.1053/j.semperi.2007.07.003
Sundaram, B., Shrivastava, S., Pandian, J. S., & Singh, V. P. (2013). Facilitated
tucking on pain in pre-term newborns during neonatal intensive care: A
single blinded randomized controlled cross-over pilot trial. Journal of
Pediatric Rehabilitation Medicine, 6(1), 19–27. doi:10.3233/PRM-130233
Yin, T., Yang, L., Lee, T. Y., Li, C. C., Hua, Y. M., & Liaw, J. J. (2014).
Development of atraumatic heel-stick procedures by combined treatment
with non-nutritive sucking, oral sucrose, and facilitated tucking: A
randomised, controlled trial. International Journal of Nursing Studies, 52(8),
1288–1299. doi:10.1016/j.ijnurstu.2015.04.012
Zwimpfer, L., & Elder, D. (2012). Talking to and being with babies: The nurse –
infant relationship as a pain management tool, 15(3).
32
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Lampiran 6
PEMANTAUAN RISIKO TRAUMA KULIT PADA NEONATUS PRETERM-ATERM
MENGGUNAKAN NSRAS (Neonatal Skin Risk Assessment Scale)
Parameter
Kriteria
Usia gestasi
< 28 minggu
28 – < 33 minggu
33 – 38 minggu
> 38 minggu
Status mental
Koma/ tidak respon thd stimulus
nyeri
Sopor/ hanya berespon pada
nyeri
Apatis/Letargi
Compos mentis/ sadar dan aktif
Mobilisasi
Tidak mampu gerak
Bergerak dgn bantuan
Bergerak tanpa bantuan
Bergerak aktif
Aktivitas
Dalam radiant warmer dgn
plastik transparan
Dalam radiant warmer tanpa
plastik transparan
Dalam inkubator 2 jendela
Dalam boks terbuka
Nutrisi
Hanya melalui intravena
Melalui OGT (susu formula/ASI)
dan cairan iv
Melalui OGT
Menyusu langsung/dot
Kelembaban
Kulit lembab, linen sering diganti
Kulit lembab, linen diganti tiap
shift
Kulit lembab, linen diganti
minimal sehari sekali
Kulit kering, linen diganti hanya
sekali sehari
TOTAL SKOR
NAMA & TTD PERAWAT
Skor
Nama By. ................
Bulan/Thn. ..............
Tanggal/Jam
4
3
2
1
4
3
2
1
4
3
2
1
4
3
2
1
4
3
2
1
4
3
2
1
*) Jika skor ≥ 13 = Risiko trauma kulit pada neonatus
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Lampiran 7
PEMANTAUAN NYERI NEONATUS
MENGGUNAKAN PREMATURE INFANT PAIN PROFILE (PIPP)
Nama By. ..............
Bulan/Thn. ............
Proses
Skor 15 detik
sebelum mulai
Indikator
Kriteria
Skor
Usia Gestasi
≥ 36 minggu
32 minggu – 35 minggu 6 hari
28 minggu – 31 minggu 6 hari
≤ 28 minggu
Aktif/bangun, mata terbuka, ada gerakan
wajah
Tenang/terbangun, mata terbuka, tidak ada
gerakan wajah
Aktif/tertidur mata tertutup, ada gerakan
wajah
Tenag/tertidur, mata tertutup, tidak ada
gerakan wajah
Meningkat 0-4 denyut per menit
Meningkat 5-14 denyut per menit
Meningkat 15-24 denyut per menit
Meningkat ≥ 25 denyut per menit
Turun 0 – 2.4 %
Turun 2.5 – 4.9 %
Turun 5 – 7.4 %
Turun ≥ 7,5 %
Tidak ada (<9% waktu observasi)
Minimal (10-39% waktu observasi)
Sedang (40-69% waktu observasi)
Maksimal (≥70% waktu observasi)
Tidak ada (<9% waktu observasi)
Minimal (10-39% waktu observasi)
Sedang (40-69% waktu observasi)
Maksimal (≥70% waktu observasi)
Tidak ada (<9% waktu observasi)
Minimal (10-39% waktu observasi)
Sedang (40-69% waktu observasi)
Maksimal (≥70% waktu observasi)
0
1
2
3
0
Status
tidurterjaga
Rerata frekuensi
nadi: .....x/menit
Evaluasi 30detik
(.......) x/menit
Laju
jantung
maksimal
Rerata saturasi
Oksigen:.........%
Evaluasi 30detik
(.......) %
Saturasi
oksigen
minimal
Observasi bayi
setelah 30 detik
Kerutan
dahi
Observasi bayi
setelah 30 detik
Mata
tertutup
rapat
Observasi bayi
setelah 30 detik
Lipatan
nasolabial
mendalam
INTERPRETASI SKOR NYERI:
Skor nilai ≤ 6
= Tidak nyeri/Nyeri minimal
Skor nilai 7-12 = Nyeri sedang
Skor nilai ≥ 12 = Nyeri hebat
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
1
2
3
0
1
2
3
0
1
2
3
0
1
2
3
0
1
2
3
0
1
2
3
Tanggal/Jam
Lampiran 8
Lembar Observasi Komunikasi Interaksi Modifikasi 2007
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Lakukan pengamatan interaksi orangtua-bayi setiap 30 detik selama 10 menit.
1 = Tidak pernah/jarang, jika hasil pengamatan menunjukkan skor 0 – 5
2 = Kadang-kadang, jika hasil pengamatan menunjukkan skor 6 – 10
3 = Sering, jika hasil pengamatan menunjukkan skor 11 – 15
4 = Selalu, jika hasil pengamatan menunjukkan skor 16 – 20
n/a, jika tidak dapat dinilai
Memberikan sentuhan dan rangsangan kinestetik yang sesuai
1 2 3 4 n/a
Sentuhan lembut, tepukan, usapan, pelukan atau menggoyang bayi
Ibu menunjukkan rasa senang saat berinteraksi dengan bayi
1 2 3 4 n/a
Ibu tersenyum dan tampak senang saat berinteraksi dengan bayi
Respon terhadap distress yang dialami bayi
1 2 3 4 n/a
- Perubahan verbalisasi
- Merubah posisi bayi, mencoba untuk mengalihkan perhatian
- Memberikan rangsangan yang positif (membelai, goyangan)
- Menghindari respon fisik atau verbal yang negatif
Memposisikan dirinya dan bayi sehingga memungkinkan adanya kontak 1 2 3 4 n/a
mata
- Berusaha membuat kontak mata
- Membalas tatapan bayi
Ibu tersenyum pada bayi
1 2 3 4 n/a
- Ibu membalas senyuman bayi
- Tersenyum untuk merespon suara atau gerakan bayi
Variasi ritme suara
1 2 3 4 n/a
- Menggunakan nada bicara lebih tinggi
- Berbicara lebih pelan
- Meninggikan intonasi
- Berbicara dengan lembut pada bayi
Mendorong bayi untuk berkomunikasi
1 2 3 4 n/a
- Menggunakan intonasi yang semakin meningkat saat bertanya
- Memberi jeda setelah mengucapkan sesuatu, melihat penuh harap, memberi bayi kesempatan
membalas
- Menirukan suara-suara yang dikeluarkan bayi
- Mengulangi suara, kata, atau kalimat yang dibuat sendiri
- Menjawab ketika bayi mengeluarkan suara
Ibu merespon perilaku bayi
1 2 3 4 n/a
- Menyentuh atau berespon dengan ekspresi wajah dalam 2 detik setelah bayi bergerak
- Bersuara dalam 2 detik setelah bayi menggerakan lengan atau kepala
- Bersuara dalam 2 detik setelah bayi mengeluarkan suara
- Menghentikan kegiatan/percakapan dalam menanggapi gangguan saat bayi tiba-tiba bersuara
atau bergerak
Memodifikasi interaksi sebagai respon atas isyarat/perilaku negatif bayi
1 2 3 4 n/a
- Merubah aktivitas
- Mengurangi intensitas interaksi
- Mengakhiri usaha untuk berinteraksi
Menggunakan komunikasi untuk mengajarkan bahasa dan konsep
1 2 3 4 n/a
- Menggunakan nama bayi
- Memberikan komentar pada perhatian bayi terhadap lingkungan sekitar dan nama-nama benda
- Mengulang kalimatnya sendiri
JUMLAH SKOR
NAMA & TTD PERAWAT
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Lampiran 9
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Nopi Nur Khasanah
Tempat/Tanggal lahir : Purbalingga, 30 November 1987
Agama
: Islam
Alamat
: Kembangarum Rt.07 Rw.04 Mranggen, Demak
Institusi
: Fakultas Ilmu Keperawatan UNISSULA
Alamat Institusi
: Jl. Raya Kaligawe Km. 4 Semarang
Riwayat Pendidikan :
No
1
2
3
4
5
6
Jenjang
Pendidikan
SD
SMP
SMA
Sarjana
Profesi
Magister
Bidang Ilmu dan Institusi
SDN 3 Kutawis
SMPN 1 Bukateja
IPA/SMAN 1 Purbalingga
Keperawatan/Universitas Diponegoro
Keperawatan/Universitas Diponegoro
Keperawatan/Universitas Indonesia
Tahun
Mulai
1993
1999
2002
2005
2009
2013
Tahun
Lulus
1999
2002
2005
2009
2010
2015
Riwayat Penelitian :
No
Judul Penelitian
Tahun
1 Perilaku sexualitas dalam kehidupan remaja SMA di wilayah 2005
Purbalingga
2 Studi fenomenologis: Perilaku ibu usia remaja dalam mengasuh 2009
anak di sebuah desa wilayah Purbalingga
3 Perilaku perawat dalam pemantauan status nutrisi anak sakit 2010
kritis di ruang PICU
4 Pengaruh Pemberian Edukasi tentang Isyarat Bayi Prematur 2015
terhadap Interaksi Ibu-Bayi Prematur di Ruang Perawatan Bayi
Risiko Tinggi
Asuhan keperawatan ..., Nopi Nur Khasanah, FIK UI, 2016
Download