daftarisi - Repository UIN Sumatera Utara

advertisement
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama
Nim
Tempat/Tgl. Lahir
Pekerjaan
Alamat
:
:
:
:
:
Rohani
10 PEDI 2132
Tanjung Balai/20 Desember 1962
Mahasiswi Program Pascasarjana IAIN-SU Medan
Komplek Perumahan IAIN SU, Jl. Pancing
menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang berjudul “PENERAPAN
STRATEGI BERMAIN PERAN DAN EKSPOSITORI TERHADAP
PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI
KELAS VIII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 2 PERCUT
SEI TUAN” benar-benar karya asli saya, kecuali kutipan-kutipan yang
disebutkan sumbernya.
Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan di dalamnya sepenuhnya
menjadi tanggung jawab saya.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya
Medan, 15 Juni 2012
Yang membuat pernyataan
Rohani
PERSETUJUAN
Tesis Berjudul:
PENERAPAN STRATEGI BERMAIN PERAN DAN EKSPOSITORI
TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM DI KELAS VIII SEKOLAH MENENGAH
PERTAMA NEGERI 2 PERCUT SEI TUAN
Oleh:
ROHANI
Nim. 10 PEDI 2132
Dapat disetujui dan disahkan sebagai persyaratan untuk
memperoleh gelar Master of Arts pada Program Studi Pendidikan Agama Islam
Program Pascasarjana IAIN Sumatera Utara Medan
Medan,
Juni 2012
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Abd. Mukti, M.A
Dr. Masganti Sit. M.Ag
ii
PENGESAHAN
Tesis berjudul ” PENERAPAN STRATEGI BERMAIN PERAN DAN
EKSPOSITORI TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI KELAS VIII SEKOLAH MENENGAH
PERTAMA NEGERI 2 PERCUT SEI TUAN”. An. Rohani, Nim. 10 PEDI 2132
Program Studi Pendidikan Islam telah dimunaqasyahkan dalam sidang Munaqasyah
Program Pascasarjana IAIN-SU Medan, pada tanggal................2012.
Tesis ini telah diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Master of Arts
(M.A) pada Program Studi Pendidikan Agama Islam.
Medan, Agustus 2012
Panitia Sidang Munaqasah Tesis
Program Pascasarjana IAIN-SU Medan
Ketua
Sekretaris
(Prof. Dr. Nawir Yuslem, M.A)
Nip. 19580815 198503 1 007
(Dr. Masganti Sit., M.Ag)
Nip. 19670821 199303 2 007
Anggota-anggota
1. (Prof. Dr. Nawir Yuslem, M.A)
Nip. 19580815 198503 1 007
3. (Prof. Dr. Abd. Mukti, M.A)
Nip. 19591001 198603 1 002
2. (Dr. Mardianto, MA )
Nip. 1967 1212 199403 1004
4. (Dr. Masganti Sit. M.Ag)
Nip. 19670821 199303 2 007
Mengetahui
Direktur PPS IAIN-SU
(Prof. Dr. Nawir Yuslem, M.A.)
Nip. 19580815 198503 1 007
iii
ABSTRAK
Rohani, 10 PEDI 2132. Penerapan Strategi Bermain Peran dan Ekspositori
Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Di Kelas VIII
Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Percut Sei Tuan. Tesis Program
Pascasarjana IAIN-SU, 2012.
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan untuk
meningkatkan hasil belajar PAI siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan
dalam materi menghindari akhlak tercela. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui: 1) hasil belajar PAI siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan
sebelum penerapan tindakan, 2) hasil belajar PAI siswa setelah penerapan
tindakan, 3) penerapan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori dalam
pembelajaran PAI dan 4) peningkatan hasil belajar PAI siswa setelah penerapan
tindakan.
PTK ini didesain untuk dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari empat
tahap yakni: perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Subjek penelitian
ini adalah siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan yang berjumlah 30 orang.
Instrumen pengumpul data yang digunakan adalah butir soal (tes) dan observasi.
Instrumen butir soal diujicoba sebelum digunakan hingga terjamin validitasnya.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa:
Pertama, hasil belajar PAI siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan
sebelum penerapan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori adalah
17.24%. Kedua, hasil belajar siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan setelah
penerapan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori pada siklus
pertama mencapai 65.52% dan 100% pada siklus kedua. Ketiga, penerapan
strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori dalam pembelajaran PAI
melalui tiga tahap, yakni: pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. Kegiatan inti
pembelajaran terdiri dari memainkan peran, mengamati peran dan penjelasan
materi secara verbal dari guru. Keempat, peningkatan hasil belajar siswa pada
siklus pertama mencapai 280% dan 480% pada siklus kedua.
Dengan demikian, penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan strategi
pembelajaran bermain peran dan ekspositori dapat meningkatkan hasil belajar PAI
siswa kelas VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan hingga mencapai KKM.
iv
ABSTRACT
Rohani, 10 PEDI 2132. The Implementation of Role Playing and Expository
Learning Strategy To Improve Islamic Education Learning Achievement of Class
VIII Student of State Junior High School Percut Sei Tuan. The Thesis of
Postgraduate Program of State Institute for Islamic Studies, Medan, 2012.
The research is a classroom action research which held to improve Islamic
Education learning achievement of Class VIII student of State Junior High
School Percut Sei Tuan in subject to avoid bad behavior. The research purposes
are to describe: 1) student of class VIII-6 learning achievement before action
implementation, 2) student of class VIII-6 learning achievement after action
implementation, 3) the implementation of role play and expository learning
strategy in Islamic Education Subject and, 4) the improvement of student learning
achievement after action implementation.
This research is designed for two cycles . each of it contained of four stages:
planning, implementation, observation and reflection. The research subject is the
all student of class VIII-6 of State Junior High School Percut Sei Tuan, which
counted as 30 students. To collect the research data, it used test and observation.
To validate the test, it tried to non research subject.
The research conclude that:
First, student of class VIII-6 of State Junior High School Percut Sei Tuan
learning achievement before action implementation was 17.24%. Second, student
learning achievement after the implementation of role play and expository
learning strategy in first cycle was 65.52% and 100% in second cycle. Third, to
apply role play and expository learning strategi in Islamic Education subject
follow three stages: opening, learning substances and closing. The learning
substance activities were role playing, observing and listening verbal information
from the teacher. Forth, the improvement of student learning achievement after
the action implementation was 280% in the first cycle, and 480% in the second
cycle.
From all of it, the research finally conclude that the implementation of role
play and expository learning strategy can improve student of class VIII of State
Junior High School Percut Sei Tuan until qualify in KKM.
v
‫االختصار‬
‫روحاني‪ .2012 PEDI 01 .‬تنفيذ استرتاجية لعب الدور و اإلشراح لترقية نتيجة‬
‫تعلم طلبة الفصل ‪ 8‬بالمدرسة الثناوية الحكومية فيرجوت سي توان في درس‬
‫التربية اإلسالمية‪ .‬الرسالة العلمية للحصول على درجة الماجيستر بالجامعة‬
‫اإلسالمية الحكومية سومطرا الشماليى‪ ,‬ميدان‪.2102 ,‬‬
‫كان البحث دراسة عن عملية التدريس لترقية نتيجة تعلم طلبة الفصل ‪8‬‬
‫بمدرسة الثناوية العالية فيرجوت سي توان في درس الربية اإلسالمية‪ .‬يهدف‬
‫البحث وصف‪ )0 :‬نتيجة تعلم الطلبة قبل تطبيق استرتاجية لعب الدور و اإلشراح‬
‫في التعلم و ‪ )2‬نتيجة تعلم الطلبة بعد تطبيق استرتاجية لعب الدور و اإلشراح‬
‫في التعلم و ‪ )1‬تنفيذ استرتاجية لعب الدور و الإلشراح في تعليم التربية اإلسالمية‬
‫و ‪ )4‬ترقية نتيجة التعلم الطلبة بعد تنفيذ االسترتاجيتين في التعلم‪.‬‬
‫أعد البحث لتنفيذ االسترتاجيتين في دورين‪ .‬يحتوي كل الدور عن أربع‬
‫طبقات هي‪ :‬التخطيط و التطبيق و المراقبة و االنعكاس‪ .‬كان موضوع البحث ‪11‬‬
‫طلبة الفصل ‪ 8‬بالمدرسة الثناوية الحكومية فيرجوت سي توان‪ .‬للحصول على‬
‫البيانات المحتاجة في البحث استعمل أداتين هما األسئلة و المراقبة‪ .‬اختبرت أدة‬
‫األولى لتصحيحها قبل االستعمال‪.‬‬
‫حصل البحث على‪:‬‬
‫األول أن نتيجة التعلم الطلبة قبل تطبيق استرتاجية لعب الدور و اإلشراح‬
‫في تعلم الدرس التربية اإلسالمية هي ‪ . %02,24‬الثاني أن نتيجة التعلم الطلبة‬
‫بعد تطبيق استرتاجية لعب الدور و اإلشراح في تعلم الدرس التربية اإلسالمية‬
‫هي ‪ %25,52‬في الدور األول و ‪ %011‬في الدور الثاني‪ .‬و الثالث أن كان‬
‫تطبيق استرتاجية لعب الدور و اإلشراح يحتوي عن ثالثة أطوار‪ :‬االفتتاح و‬
‫التعليم و االختتام‪ .‬تتكون األنشطة في التعلم عن لعب الدور و المراقبة و‬
‫االستماع‪.‬‬
‫على كب ذالك حصل البحث على أن انحطت نتيجة تعلم طلبة الفصل ‪8‬‬
‫بالمدرسة الثناوية الحكومية فيرجوت سي توان بعد تطبيق استرتاجية لعب الدور‬
‫و اإلشراح في تعلم درس التربية اإلسالمية‪.‬‬
‫‪vi‬‬
KATA PENGANTAR
‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬
Kami panjatkan syukur dan puji ke hadirat Allah swt. atas segala karunianya,
tesis ini dapat kami selesaikan. Salawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah
Muhammad saw. yang membawa ajaran Islam bagi umat manusia.
Dalam rangka melengkapi tugas-tugas dan syarat untuk memperoleh gelar Master
of Arts (M.A) pada Program Studi Pendidikan Islam pada jenjang Strata 2 (S2) pada
Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara Medan, penulis
menyusun tesis berjudul: “Penerapan Strategi Bermain Peran dan Ekspositori
Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Di Kelas VIII
Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Percut Sei Tuan”.
Atas terselesaikannya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Direktur Program Pascasarjana IAIN, Prof. Dr. Nawir Yuslem, MA yang telah
memberikan kesempatan serta kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan
studi selama di Pascasarjana IAIN-SU Medan.
2. Dosen pembimbing I dan II Bapak Prof. Dr. Abd. Mukti, MA dan Dr. Masganti Sit.
M.Ag yang telah memberikan bimbingan dan arahan, kemudahan, dan berbagai
bantuan lain dalam menyelesaikan tesis.
3. Ucapan terima kasih kepada para dosen dan Staf Administrasi di lingkungan PPs.
IAIN-SU yang telah banyak memberikan ilmu dan kemudahan kepada penulis hingga
dapat menyelesaikan studi ini. Juga kepada seluruh pegawai perpustakaan IAIN-SU
yang
banyak
membantu
dalam
peminjaman
buku-buku
referensi
untuk
menyelesaikan tesis ini.
4. Kepala SMPN 2 Percut Sei Tuan beserta staf yang telah berkontribusi memberikan
informasi, data dan fasilitas dalam penelitian.
5. Suami saya yang tercinta Dr. H. Syaukani, serta anak-anakku yang tersayang dr. Hasroni
F.R, Faiza Fairuzzah, SE, Nur Fadhilah Adelina dan Rahma Fitri yang memberi
vii
dukungan dan semangat bagi penulis untuk menyelesaikan studi ini. Semoga Allah swt.
selalu memberikan kesehatan, melapangkan rezeqi bagi kita semua.
6. Juga seluruh anggota keluarga yang tidak kami sebutkan satu persatu-satu di lembaran
ini, kami ucapkan banyak terimakasih.
7. Kawan-kawan di lingkungan PPS yang banyak memberi masukan dan koreksian.
Kami meyakini bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak terdapat
kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
perbaikannya. Semoga tesis ini bermanfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Amin
ya Rabb al-‘Alamin.
Medan, 15 Juli 2012
Penulis
ROHANI
10 PEDI 2132
viii
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Konsonan
Fonem konsonan bahasa Arab, yang dalam tulisan Arab dilambangkan
dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan huruf dan
sebagian dilambangkan dengan tanda, dan sebagian lagi dilambangkan dengan
huruf dan tanda secara bersama-sama. Di bawah ini daftar huruf Arab dan
transliterasinya.
Huruf
Arab
‫ا‬
‫ب‬
‫ت‬
‫ث‬
‫ج‬
‫ح‬
‫خ‬
‫د‬
‫ذ‬
‫ر‬
‫ز‬
‫س‬
‫ش‬
‫ص‬
‫ض‬
‫ط‬
‫ظ‬
‫ع‬
‫غ‬
‫ف‬
‫ق‬
‫ك‬
‫ل‬
‫م‬
‫ن‬
‫و‬
Nama
Alif
Ba
Ta
Sa
Jim
Ha
Kha
Dal
Zal
Ra
Zai
Sin
Syim
Sad
Dad
Ta
Za
'Ain
Gain
Fa
Qaf
Kaf
Lam
Mim
Nun
Waw
Huruf Latin
tidak dilambangkan
B
T
Ṡ
J
Ḥ
Kh
D
ª
R
Z
S
Sy
Ṣ
Ḍ
Ṭ
Ẓ
'
G
F
Q
K
L
M
N
W
ix
Nama
tidak dilambangkan
be
te
es (dengan titik di atas)
je
ha (dengan titik di bawah)
ka dan ha
de
zet (dengan titik di atas)
er
zet
es
es dan ye
es (dengan titik di bawah)
de (dengan titik di bawah
te (dengan titik di bawah)
zet (dengan titik di bawah)
Koma terbalik di atas
ge
ef
qi
ka
el
em
en
we
‫ه‬
‫ء‬
‫ي‬
Ha
Hamzah
Ya
H
`
Y
ha
apostrof
Ye
B. Vokal.
Vokal bahasa Arab adalah seperti vokal dalam bahasa Indonesia, terdiri
dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
a.
Vokal Tunggal
Vokal tunggal dalam bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau
harkat, transliterasinya sebagai berikut:
Tanda
Nama
Huruf Latin
Nama
‫ــــ‬
Fatḥah
a
a
‫ـــِـــ‬
Kasrah
i
l
‫ـــــ‬
Ḍammah
u
u
b. Vokal Rangkap
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara
harkat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu;
Tanda dan
Huruf
‫ــــ ى‬
‫ـــ و‬
c.
Nama
Fatḥah dan ya
Fatḥah dan waw
Gabungan
Huruf
ai
au
Nama
a dan i
a dan u
Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat huruf,
transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Harkat dan
Huruf
‫ـــا‬
Nama
Huruf dan tanda
Fatḥah dan alif
Ā
atau ya
Nama
a dan garis di
atas
‫ــِـى‬
Kasrah dan ya
ī
i dan garis di atas
‫ـــو‬
Ḍammah dan
ū
u dan garis di
x
wau
atas
d. Ta Marbūṭah
Transliterasi untuk tā marbūṭah ada dua:
1. Tā Marbūṭah Hidup
Tā marbūṭah yang hidup atau mendapat ḥarakat fatḥah, kasrah
dan ḍamah, ditulis dengan huruf “t”.
2. Tā Marbūṭah Mati
Tā marbūṭah yang mati atau mendapat ḥarakat sukun, ditulis
dengan huruf “h”.
3. Tā Marbūṭah yang berada diakhir kata dan diikuti oleh kata yang
menggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah,
ditulis dengan huruf “h”.
Contoh:
e.
a. rauḍatul aṭfāl
: ‫األطفال‬
‫روضة‬
b. al-Madīnah al-Munawwarah
: ‫المنورة‬
‫المدينة‬
c. Ṭalḥah
:
‫طلحة‬
Syaddah
Syaddah atau tasdīd yang pada tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang
diberi tanda syaddah tersebut.
Contoh:
a.
f.
Rabbanā
: ‫ربنا‬
b. Nazzala
: ‫نزل‬
c. Al-Birr
: ‫البر‬
d. Al-ḥajj
: ‫الحج‬
e. Nu’ima
: ‫نعم‬
Kata Sandang
xi
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf
“alif dan lam”, akan tetapi dalam transliterasi ini kata sandang dibedakan
atas sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah dan kata sandang yang
diikuti oleh huruf qamariah
a. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah
Kata
sandang
yang
diikuti
oleh
huruf
syamsiah
ditransiliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf “l” diganti
dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata
sandang tersebut.
Contoh:
1) Ar-rajulu
: ‫الرجل‬
2) As-sayyidatu
: ‫السيدة‬
3) Asy-syamsu
:‫الشمس‬
b. Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariah
Kata
sandang
yang
diikuti
oleh
huruf
qamariah
ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan
sesuai pula dengan bunyinya. Baik diikuti huruf syamsiah maupun
qamariah, kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan
dihubungkan dengan tanda sempang.
Contoh:
g.
1) Al-qalamu
: ‫القلم‬
2) Al-badī’u
: ‫البديع‬
3) Al-jalālu
: ‫الجالل‬
Hamzah
Dinyatakan di depan bahwa hamzah ditransliterasikan dengan
apostrof, akan tetapi itu hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah
dan di akhir kata. Hamzah yang terletak di awal kata tidak dilambangkan,
karena dalam tulisan Arab sama dengan alif.
Contoh:
1. Ta`khu©ūna :‫تأخذون‬
xii
2. An-nau`
: ‫النوء‬
3. Syai`un
: ‫شيء‬
4. Inna
: ‫إن‬
5. Umirtu
:‫أمرت‬
6. Akala
: ‫أكل‬
h. Penulisan Kata
Pada dasarnya, setiap kata baik fi’l (kata kerja), ism (kata benda)
maupun harf, ditulis terpisah. Hanya kata-kata tertentu yang penulisannya
dengan huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada
huruf atau harakat yang dihilangkan, maka dalam transliterasi ini
penulisan tersebut dirangkaikan juga dengan kata yang mengikutinya.
Contoh:
i.
1. Bismillāhi
: ‫هللا‬
‫بسم‬
2. As-salāmu ‘alaikum
:‫السالم عليكم‬
Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal,
dalam transliterasi ini huruf tersebut digunakan. Penggunaan huruf kapital
seperti apa yang berlaku dalam EYD, di antaranya: huruf kapital
digunakan untuk menulis huruf awal nama diri dan permulaan kalimat.
Bila nama diri terdiri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis
dengan huruf kapital adalah huruf awal dari nama tersebut, bukan kata
sandangnya.
Contoh:
1. Wamā Muḥammadun Illā rasūl
2. Fīhi al-Qur`ān
3. Rawāhu al-Bukhārī
Penggunaan huruf kapital untuk Allahhanya berlaku bila dalam
tulisan Arabnya memang lengkap demikian. Apabila kata Allah disatukan
dengan kata lain sehingga ada huruf atau harakat yang dihilangkan, huruf
kapital tidak digunakan untuk kata Allah.
Contoh:
xiii
4. Allāhu akbar
5. ‘Abdullāh
6. Naṣrun minallāhi
j.
Tajwīd
Bagi mereka yang menginginkan kefasihan dalam bacaan,
pedoman transliterasi ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
ilmu tajwīd. Karena itu, peresmian pedoman transliterasi ini perlu disertai
dengan ilmu tajwīd.
k. Singkatan
Beberapa istilah yang digunakan dalam tesis ini, disingkat
penulisannya, seperti:
h
: Halaman
terj
: Terjemahan
cet
: Cetakan
jil
: Jilid
t.t.
: Tanpa Tahun
Ed
: Editor
PAI
: Pendidikan Agama Islam
SMPN : Sekolah Menengah Pertama Negeri
PTK
: Penelitian Tindakan Kelas
dkk
: Dan Kawan-Kawan
xiv
DAFTAR ISI
SURAT PERNYATAAN ....................................................................... i
PERSETUJUAN ................................................................................. ii
PENGESAHAN ................................................................................... iii
ABSTRAKSI ....................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................... viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................... x
DAFTAR ISI ...................................................................................... xv
DAFTAR TABEL ............................................................................. xvi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................
B. Identifikasi Masalah .........................................................................
C. Rumusan Masalah ............................................................................
D.Tujuan Penelitian ...............................................................................
E. Batasan Istilah ...................................................................................
F. Kegunaan Penelitian .........................................................................
G. Sistematika Pembahasan ..................................................................
1
6
7
7
8
9
9
BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
A. Landasan Teoritis .............................................................................
1. Strategi Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing) ................
2. Strategi Pembelajaran Ekspositori ..............................................
3. Hasil Belajar ...............................................................................
4. Materi Pembelajaran Menghindari Perilaku Tercela Kelas VIII
B. Penelitian Yang Relevan ..................................................................
11
11
17
28
37
42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ................................................................................
B. Setting Penelitian ..............................................................................
C. Rancangan Penelitian .......................................................................
D. Variabel Penelitian ...........................................................................
E. Ujicoba dan Hasil Tes Hasil Belajar PAI .........................................
F. Data dan Sumber Data Penelitian .....................................................
G. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ................................................
H. Teknik Penjamin Keabsahan Data ...................................................
43
43
44
48
49
51
51
53
xv
I. Subjek Penelitian ............................................................................... 53
J. Analisis Data ..................................................................................... 53
K. Hipotesis Tindakan ........................................................................... 53
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ...............................................................................
B. Pembahasan Penelitian ....................................................................
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................
B. Saran- Saran ......................................................................................
55
97
99
100
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 101
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Panduan Observasi ............................................................................... 52
Tabel 2 Hasil Tes Pra-Tindakan ........................................................................ 57
Tabel 3 Hasil Belajar PAI Siswa Kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan
Pada Siklus Pertama ............................................................................. 58
Tabel 4 Hasil Belajar PAI Siswa Kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan
Pada Siklus Kedua .............................................................................. 60
Tabel 5 Pembagian Kelompok Bermain Peran Siswa Kelas VIII-6
SMPN 2 Percut Sei Tuan .................................................................................. 67
Tabel 6 Hasil Observasi Penerapan Strategi Bermain Peran dan Ekspositori
Dalam Pembelajaran PAI Untuk Kelas VIII-6 SMPN 2 Percut
Sei Tuan Pada Siklus Pertama ............................................................. 77
Tabel 7 Hasil Observasi Penerapan Strategi Bermain Peran dan Ekspositori
Dalam Pembelajaran PAI Untuk Kelas VIII-6 SMPN 2 Percut
Sei Tuan Pada Siklus Kedua ................................................................ 91
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Bagan Hasil Pretest .....................................................................56
Gambar 2
Bagan Perbandingan Nilai Pretes dan Tes Siklus I .....................94
Gambar 3
Bagan Perbandingan Nilai Pretes Dengan Tes Siklus I dan II .... 96
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Silabus ........................................................................................104
Lampiran 2
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP Siklus I Pertemuan I)108
Lampiran 3
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP Siklus I Pertemuan II)110
Lampiran 4
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP Siklus II) ..................112
Lampiran 5
Materi Pembelajaran ....................................................................114
Lampiran 6
Lembar Tes ..................................................................................123
Lampiran 7
Kunci Jawaban Tes ......................................................................125
Lampiran 8
Hasil Ujicoba Tes .......................................................................126
Lampiran 9
Skenario Drama ...........................................................................128
Lampiran 10 Hasil Observasi Pada Siklus I......................................................129
Lampiran 11 Hasil Observasi Pada Siklus II ....................................................130
Lampiran 12 Foto Penelitian .............................................................................131
Lampiran 13 Surat Penelitian ...........................................................................134
Lampiran 14 Daftar Riwayat Hidup .................................................................136
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Meskipun perdebatan tentang substansi atau isi paling penting dari
ajaran Islam, selain tauhid, masih diperdebatkan, akan tetapi moral sebagai
salah satu substansi ajaran dalam Islam tidak diperdebatkan lagi. Dalam
Alquran, terdapat ayat yang menyebutkan bahwa Rasul sebagai teladan
akhlak yang baik:
xviii
   

Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar memiliki akhlak yang
mulia (QS al-Qalam: 4)
Moral yang baik sebagai salah satu inti ajaran Islam ditegaskan oleh
Rasulullah saw. dalam satu hadis:
ِ ْ‫إِمَّنَا بعِث‬
‫َخ ََل ِق‬
ْ ‫ت ِلََُتِّ َم َم َكا ِرَم اِل‬
ُ ُ
“sesungguhnya saya diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia” (HR. Mālik)1
Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia, akhlak diartikan sebagai budi
pekerti atau kelakuan.2 Dalam Bahasa Arab kata “akhlāq” diartikan sebagai
tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan agama.3 Menurut Imam Gazālī, seperti
dikutip oleh Mudlor, akhlak adalah keadaan yang bersifat batin di mana dari
sana lahir perbuatan dengan mudah tanpa dipikir dan tanpa dihitung.4
Pentingnya akhlak dalam ajaran Islam yang merupakan refleksi dari
urgensi akhlak dalam kehidupan sosial diidentifikasi oleh Imam Gazālī,
seperti dikutip oleh Nata, sebagai salah satu penjabaran dari tujuan
pendidikan Islam. Insān al-Kāmil menurut Imam Gazālī hanya dapat dicapai
melalui pembentukan akhlak mulia. Penekanan al-Gazālī terhadap akhlak
juga tercermin dari etika guru dan siswa yang dirumuskan.5
Seyogyanya pendidikan akhlak
menjadi salah satu perhatian utama
1
pendidikan Islam formal di sekolah-sekolah. Pendidikan akhlak di sekolah
diharapkan mampu membentuk remaja-remaja yang menunjukkan akhlak
yang baik dalam kehidupannya sehari-hari.
1
Mālik ibn Anas, al-Muwaṭṭa’, cet. I (Beirut: Mu’assasah ar-Risālah, 1998), jil. 2, h. 542.
Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. IV (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
2007), h. 20.
3
Ahmad Warson al-Munawwir, Kamus al-Munawwir, cet. XVI (Surabaya: Pustaka
Progressif, 2001), h. 364.
4
Mudlor Achmad, Etika dalam Islam, cet. II (Surabaya: Al-Ikhlas, t.t.), h. 27.
5
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, cet. I (Jakarta: Rajawali Press,
1998), h. 86.
2
xix
Ironisnya, perilaku yang ditunjukkan oleh remaja-remaja muslim saat
ini, seperti yang penulis saksikan, tidak menunjukkan nilai-nilai akhlak mulia
seperti yang diinginkan oleh materi-materi pendidikan akhlak di sekolah.
Merokok, “kebut-kebutan”, pacaran, menghabiskan waktu di warnet dan
sebagainya merupakan perilaku yang mudah diamati pada diri remaja saat ini.
Perilaku tersebut pada dasarnya merupakan indikator merosotnya
moral remaja saat ini. Kemerosotan akhlak merupakan indikator kurang
efektifnya pendidikan akhlak di sekolah. Sekolah adalah salah satu tempat
pendidikan akhlak bagi siswa, selain keluarga, dan lingkungan.
Meskipun pendidikan akhlak bukan merupakan tanggung jawab
sekolah, juga keluarga dan lingkungan (masyarakat sosial), akan tetapi
sekolah tempat di mana semua siswa mendapatkan teori tentang akhlak dan
etika, identifikasi yang baik dari yang buruk dan sebagainya.
Di kelas, pendidikan akhlak bersifat teoritis. Artinya materi
pendidikan akhlak merupakan penjabaran-penjabaran tentang akhlak yang
baik dan buruk. Nilai yang baik dari yang buruk inilah yang kemudian
menjadi pijakan para siswa dalam berperilaku. Karena itu, materi pendidikan
akhlak di sekolah selalu terbagi kepada dua materi umum yakni akhlak terpuji
dan akhlak tercela. Uraian akhlak terpuji menyediakan nilai bagi siswa untuk
diikuti. Sedangkan uraian akhlak tercela menyediakan rambu-rambu tingkahlaku yang harus dihindari oleh siswa.
Menurut KTSP 2005, untuk kelas VIII, materi pendidikan akhlak
terdiri dari membiasakan perilaku terpuji sebagai uraian nilai-nilai yang baik,
menghindari perilaku tercela yang merupakan penjabaran dari nilai-nilai
buruk, adab makan dan minum serta dendam dan munafik.6
Penelitian ini didasarkan pada premis bahwa siswa yang mempunyai
pemahaman yang baik tentang akhlak yang baik dan buruk berpeluang lebih
besar untuk menerapkan pemahamannya dalam kehidupan sehari-hari
dibandingkan siswa yang kurang baik pemahamannya terhadap hal tersebut.
6
BNSP, Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (Jakarta: BNSP,
2006), h.56. Hal ini sesuai dengan Nasikin (et.al), Ayo Belajar Agama Islam Untuk SMP Kelas
VIII (Jakarta: Erlangga, 2006), h. vi-vii.
xx
Artinya, meskipun nilai belajar siswa tentang materi akhlak tidak
merepresentasikan perilaku mereka, apakah baik atau buruk, akan tetapi
bagaimana mungkin seseorang bisa menunjukkan perilaku baik apabila ia
tidak mengetahui mana yang baik dari yang buruk. Karena itu, pemahaman
siswa tentang materi menghindari perilaku tercela dengan baik menyediakan
basis perilaku yang baik.
Sementara itu, hasil belajar siswa kelas VIII di SMPN 2 Percut Sei
Tuan tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. Hal ini paling tidak
menunjukkan pentingnya peningkatan pemahaman siswa tentang materi
pendidikan akhlak di sekolah.
Selama ini, pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran akhlak di
SMPN 2 Percut Sei Tuan berpusat pada guru di mana guru menjelaskan
materi akhlak sedangkan siswa mendengarkan. Selain itu, metode yang
digunakan adalah ceramah. Hal ini menjadi faktor di samping beberapa faktor
lainnya yang menyebabkan kurang memuaskannya hasil belajar siswa,
khususnya siswa kelas VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan dalam materi akhlak.
Identifikasi faktor penyebab seperti di atas menunjukkan salah satu
solusi yang dapat diterapkan untuk permasalahan ini yakni, perubahan
pendekatan dan metode yang digunakan dalam pembelajaran. Pada tataran
praktis, solusi yang dapat diterapkan adalah merubah strategi pembelajaran
dengan menggunakan strategi bermain peran dan ekspositori.
Strategi pembelajaran bermain peran merupakan salah satu alternatif
yang dapat ditempuh dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil
penelitian dan percobaan yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa
bermain peran merupakan salah satu model yang dapat digunakan secara
efektif dalam pembelajaran. Dalam hal ini, bermain peran diarahkan pada
pemecahan masalah yang menyangkut hubungan antar manusia, terutama
yang menyangkut kehidupan peserta didik.
Manusia merupakan makhluk sosial dan individual, yang dalam
hidupnya senantiasa berhadapan dengan manusia lain atau situasi di
sekelilingnya.
Mereka
berinteraksi,
xxi
berinterdepedensi
dan
pengaruh
mempengaruhi. Sebagai individu manusia memiliki pola yang unik dalam
berhubungan dengan manusia lain. Ia memiliki rasa senang, tidak senang,
percaya, curiga, dan ragu terhadap orang lain. Namun perasaan tersebut
diarahkan juga pada dirinya. Perasaan dan sikap terhadap orang lain dan
dirinya itu mempengaruhi pola respon individu terhadap individu lain atau
situasi di luar dirinya. Karena senang dan penasaran ia cenderung mendekat.
Karena tidak senang dan curiga ia cenderung menjauh. Manifestasi tersebut
disebut peran.
Peran dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perasaan, ucapan
dan tindakan, sebagai suatu pola hubungan unik yang ditunjukkan oleh
individu terhadap individu lain. Peran yang dimainkan individu dalam
hidupnya dipengaruhi oleh persepsi individu terhadap dirinya dan terhadap
orang lain. Oleh sebab itu, untuk dapat berperan dengan baik, diperlukan
pemahaman terhadap peran pribadi dan orang lain. Pemahaman tersebut tidak
terbatas pada tindakan, tetapi pada faktor penentunya, yakni perasaan,
persepsi dan sikap.
Bermain peran berusaha membantu individu untuk memahami
perannya sendiri dan peran yang dimainkan orang lain sambil mengerti
perasaan, sikap dan nilai yang mendasarinya. Bermain peran dalam
pembelajaran merupakan usaha untuk memecahkan masalah melalui
peragaan, serta langkah-langkah identifikasi masalah, analisis, pemeranan,
dan diskusi. Untuk kepentingan tersebut, sejumlah peserta didik bertindak
sebagai pemeran dan yang lainnya sebagai pengamat. Seorang pemeran harus
mampu menghayati peran yang dimainkannya. Melalui peran, peserta didik
berinteraksi dengan orang lain yang juga membawakan peran tertentu sesuai
dengan tema yang dipilih.
Selama pembelajaran berlangsung, setiap pemeranan dapat melatih
sikap empati, simpati, rasa benci, marah, senang, dan peran lainnya.
Pemeranan tenggelam dalam peran yang dimainkannya sedangkan pengamat
melibatkan dirinya secara emosional dan berusaha mengidentifikasikan
perasaan dengan perasaan yang tengah bergejolak dan menguasai pemeranan.
xxii
Dalam pembelajaran bermain peran, pemeranan tidak dimaksudkan
meningkatkan minat belajar siswa, akan tetapi mengundang rasa penasaran
peserta didik yang menjadi pengamat untuk turut aktif mendiskusikan dan
mencari jalan keluar untuk permasalahan. Hakikat pembelajaran bermain
peran terletak pada keterlibatan emosional pemeran dan pengamat dalam
situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Pembelajaran bermain peran
sangat cocok untuk menanamkan nilai yang menjadi tujuan pembelajaran
materi akhlak pada diri siswa.
Melalui bermain peran dalam pembelajaran, diharapkan para peserta
didik dapat (1) mengeksplorasi perasaannya; (2) memperoleh wawasan
tentang sikap, nilai, dan persepsinya; (3) mengembangkan ketrampilan dan
sikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi; dan (4) mengeksplorasi inti
permasalahan yang diperankan melalui berbagai cara.7
Sedangkan
strategi
pembelajaran
ekspositori
adalah
strategi
pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal
dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat
menguasai materi pelajaran secara optimal.8 Penggunaan strategi ekspositori
merupakan strategi pembelajaran mengarah kepada tersampaikannya isi materi
kepada siswa secara langsung.
Sekilas, kedua strategi pembelajaran ini bertentangan, di mana
bermain peranan berpusat pada murid, sementara ekspositori berpusat pada
guru. Akan tetapi, bila dianalisis lebih lanjut, keduanya dapat digunakan
secara bersama-sama untuk saling melengkapi. Penggunaan strategi bermain
peran menuntut siswa untuk mengamati dan menganalisis drama yang
disajikan, dengan demikian mereka belajar secara aktif. Meski demikian,
tentu ada poin-poin materi pembelajaran yang tidak mungkin dimasukkan ke
dalam skenario drama. Untuk mengurai poin tersebut digunakan strategi
7
Herman J. Waluyo, Pengembangan Model Pengajaran Bahasa Indonesia Dengan
Pendekatan Apresiasi Drama, cet. II (Yogyakarta: Hanindita, 2008), h. 196.
8
Roy Killen, Effective Teaching Strategies, Lesson from Research and Practice, cet. IV
(Australia: Social Science Press, 1998), h. 134.
xxiii
ekspositori. Karena itu, penggunaan strategi bermain peran didahulukan dari
strategi ekspositori.
Dengan menggunakan strategi
gabungan tersebut, diharapkan
pembelajaran akan semakin menarik, yang pada akhirnya diharapkan hasil
belajar siswa akan meningkat. Inilah sasaran dari penerapan kedua strategi
tersebut.
Akan tetapi, apakah kedua strategi tersebut memang efektif untuk
meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan belum
teruji. Karena itu, penulis tertarik untuk mengujinya dengan melakukan
penelitian tentang penerapan strategi bermain peran dan ekspositori terhadap
peningkatan hasil belajar PAI siswa kelas VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat diidentifikasi
beberapa permasalahan dalam penelitian ini, yakni:
1. Perilaku siswa tidak mencerminkan nilai-nilai akhlak mulia.
2. Hasil belajar siswa kelas VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan dalam materi
menghindari perilaku tercela kurang memuaskan.
3. Pendekatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang dilakukan
selama ini berpusat pada guru.
4. Metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMPN 2 Percut Sei
Tuan cenderung monoton, hanya menggunakan metode ceramah.
C. Rumusan Masalah
Permasalahan paling pokok dalam penelitian ini adalah: bagaimana
penerapan strategi pembelajaran bermain peranan dan ekspositori untuk
meningkatkan hasil belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas VIII SMPN
2 Percut Sei Tuan?”. Masalah pokok ini kemudian dirinci kepada sub masalah
sebagai berikut:
xxiv
1. Bagaimana hasil belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas VIII
SMPN 2 Percut Sei Tuan dalam materi menghindari perilaku tercela
sebelum tindakan?
2. Bagaimana hasil belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas VIII
SMPN 2 Percut Sei Tuan dalam materi menghindari perilaku tercela
setelah tindakan?
3. Bagaimana penerapan strategi bermain peran dan ekspositori untuk
meningkatkan hasil belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas VIII
SMPN 2 Percut Sei Tuan dalam materi menghindari perilaku tercela?
4. Apakah telah terjadi peningkatan hasil belajar setelah menggunakan
strategi bermain peran dan ekspositori dalam materi menghindari
perilaku tercela pada siswa kelas VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan?
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan penerapan strategi
pembelajaran bermain peranan dan ekspositori untuk meningkatkan hasil
belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan.
Tujuan tersebut ini dapat dirinci sebagai berikut: :
1. Untuk mengetahui hasil belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas
VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan dalam materi menghindari perilaku
tercela sebelum tindakan.
2. Untuk mengetahui hasil belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas
VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan dalam materi menghindari perilaku tercela
setelah tindakan.
3. Untuk menjelaskan penerapan strategi bermain peran dan ekspositori
untuk meningkatkan hasil belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas
VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan dalam materi menghindari perilaku
tercela.
4. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar setelah menggunakan
strategi bermain peran dan ekspositori dalam materi menghindari
perilaku tercela pada siswa kelas VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan.
xxv
E. Batasan Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap istilah yang digunakan
dalam penelitian ini, maka perlu dibatasi pengertiannya sebagai berikut:
1. Strategi Belajar Bermain Peran
Strategi pembelajaran bermain peran adalah pembelajaran yang
menggunakan pementasan drama sederhana. Hakekat pembelajaran
bermain peran terletak pada keterlibatan emosional pemeran dan
pengamat dalam situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Dalam
strategi pembelajaran bermain peran digunakan skenario yang bersifat
umum. Tujuannya agar siswa mengeksplorasi dan menghayati perannya
secara mandiri.
Yang dimaksud dengan strategi pembelajaran bermain peran adalah
pembelajaran yang dilakukan dengan mementaskan skenario drama
berjudul “Si Buruk Perilaku Tanpa Teman”. Skenario terlampir dalam
penelitian ini.
2. Strategi Pembelajaran Ekspositori
Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran
yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari
seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat
menguasai materi pelajaran secara optimal. Strategi ini juga disebut
strategi pembelajaran langsung.9
Yang dimaksud dengan strategi pembelajaran ekspositori dalam
penelitian ini adalah proses penyampaian materi secara verbal dari guru
kepada siswa. Strategi pembelajaran ekspositori juga diterapkan melalui
pertanyaan atau menjawab pertanyaan dalam arti dialog guru dengan
siswa tentang materi pembelajaran.
3. Hasil Belajar PAI
9
Killen, Effective, h. 134.
xxvi
Yang dimaksud dengan hasil belajar PAI dalam penelitian ini
adalah penguasaan siswa kelas VIII-6 SMPN Percut Sei Tuan atas materi
pembelajaran menghindari perilaku tercela anāniyah, gadab, ḥasad dan
gībah yang diukur dan dikumpulkan menggunakan butir soal (tes).
F. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna pada dua aspek, yakni teoritis dan praktis. Pada
aspek teoritis, penelitian ini akan memperkaya khazanah ilmu pendidikan
Islam khususnya dalam strategi pembelajaran pendidikan Islam. Sedangkan
pada aspek praktis, penelitian ini berguna sebagai:
1. Panduan bagi guru dalam menerapkan strategi pembelajaran bermain
peran dan ekspositori dalam Pendidikan Agama Islam.
2. Menjadi informasi bagi pihak sekolah tentang hasil belajar siswa dalam
Pendidikan Agama Islam dan peningkatannya setelah penerapan
tindakan.
3. Menjadi salah satu model pembelajaran bagi guru dan siswa di sekolah
dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam
G. Sistematika Pembahasan
Agar penulisan laporan penelitian ini menjadi sistematis, hingga
mudah dipahami, maka penulis membaginya ke dalam lima bab, sebagai
berikut:
Bab pertama merupakan pendahuluan yang merupakan latar belakang
masalah,
identifikasi
masalah,
rumusan
masalah,
tujuan
penelitian,
pembatasan istilah, kegunaan penelitian, kajian terdahulu dan sistematika
penulisan.
Bab kedua merupakan landasan teoritis tentang strategi pembelajaran
bermain peran, ekspositori, hasil belajar siswa dan materi PAI tentang
menghindari perilaku tercela dan penelitian terdahulu
Bab ketiga merupakan uraian tentang metode penelitian mencakup
jenis penelitian, setting, rancangan PTK, variabel penelitian, ujicoba tes hasil
xxvii
belajar PAI, data dan sumber data penelitian, teknik dan alat pengumpulan
data, analisis data, teknik penjamin keabsahan data, subjek penelitian,.
Bab keempat merupakan hasil penelitian yang merupakan uraian yang
berisi jawaban dari rumusan masalah, dan pembahasan hasil penelitian.
Bab kelima adalah penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
H. Landasan Teori
1. Strategi Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing)
Strategi pembelajaran10 Role Playing (bermain peran) termasuk
metode pementasan drama yang sangat sederhana. Peran diambil dari
kisah kehidupan nyata sehari-hari, bukan imajinatif.11
Menurut E. Mulyasa, terdapat empat asumsi yang mendasari
pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan perilaku dan nilainilai social, yang kedudukannya sejajar dengan model-model mengajar
lainnya, yakni:12
a. Secara
implisit
bermain
peran
mendukung
situasi
belajar
berdasarkan pengalaman dengan menitikberatkan isi pelajaran pada
situasi ‘’di sini pada saat ini’’. Model ini percaya bahwa sekelompok
10
Secara umum, strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu pola yang
berfungsi sebagai haluan untuk mengambil tindakan dalam usaha mencapai sasaran yang telah
ditentukan. Jika dikaitkan dengan belajar mengajar, strategi dapat diartikan sebagai pola umum
kegiatan guru dan anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Menurut Sanjaya, dalam dunia pendidikan, strategi pembelajaran diartikan
sebagai perencanaan yang berisi rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Sementara itu, Menurut Kemp, strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang harus dikerjakan oleh guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai
secara efektif dan efisien. Lihat Wina Sanjaya , Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan, cet. II (Jakarta: Kencana Pernada Media Group, 2007), h. 126
Dari beberapa definisi tersebut, dapat ditarik benang merah bahwa strategi
pembelajaran merupakan suatu rencana atau tindakan (rangkaian kegiatan) yang termasuk juga
penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran.
Hal ini berarti bahwa dalam penyusunan sebuah strategi hanya sampai pada proses penyusunan
rencana kerja belum sampai pada tindakan.
11
Herman J. Waluyo, Pengembangan Model Pengajaran Bahasa Indonesia Dengan
Pendekatan Apresiasi Drama, cet. II (Yogyakarta: Hanindita, 2008), h. 186.
12
Encong Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran, cet. I
(Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h. 141.
xxviii
peserta didik dimungkinkan untuk menciptakan analogi mengenai
situasi kehidupan nyata. Terhadap analogy yang diwujudkan dalam
bermain peran, para peserta didik dapat menampilkan respon
emosional sambil belajar dari respon orang lain.
b. Bermain
peran
memungkinkan
para
peserta
didik
untuk
mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa
bercermin pada orang lain. Mengungkapkan perasaan untuk
mengurangi beban emosional merupakan tujuan utama dari
psikodrama (jenis bermain peran yang lebih menekankan pada
penyembuhan). Namun demikian, terdapat perbedaan penekanan
antara bermain
psikodrama.
peran
Bermain
dalam konteks pembelajaran dengan
peran
dalam
konteks
pembelajaran
memandang bahwa diskusi setelah pemeranan dan pemeranan itu
sendiri merupakan kegiatan utama dan integral dari pembelajaran;
sedangkan dalam psikodrama, pemeranan dan keterlibatan emosional
pengamat itulah yang paling utama. Perbedaan lainnya, dalam
psikodrama bobot emosional lebih ditonjolkan daripada bobot
intelektual, sedangkan pada bermain peran keduanya memegang
peranan yang sangat penting dalam pembelajaran.
c. Model bermain peran berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat
diangkat ke taraf sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses
kelompok. Pemecahan tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi
bisa saja muncul dari reaksi pengamat terhadap masalah yang sedang
diperankan. Dengan demikian, para peserta didik dapat belajar dari
pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada
gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara
optimal. Oleh sebab itu, model mengajar ini berusaha mengurangi
peran
guru
yang terlalu mendominasi
pembelajaran dalam
pendekatan tradisional. Model bermain peran mendorong peserta
didik untuk turut aktif dalam pemecahan masalah sambil menyimak
xxix
secara seksama bagaimana orang lain berbicara mengenai masalah
yang sedang dihadapi.
d. Model bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang
tersembunyi, berupa sikap, nilai, perasaan dan system keyakinan,
dapat diangkat ke taraf sadar melalui kombinasi pemeranan secara
spontan. Dengan demikian, para peserta didik dapat menguji sikap
dan nilainya yang sesuai dengan orang lain, apakah sikap dan nilai
yang dimilikinya perlu dipertahankan atau diubah. Tanpa bantuan
orang lain, para peserta didik sulit untuk menilai sikap dan nilai yang
dimilikinya.
Menurut Shaftel terdapat sembilan tahap bermain peran yang dapat
dijadikan pedoman dalam pembelajaran: 13
a. Menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik
Pada tahapan guru mengantarkan peserta didik terhadap
masalah pembelajaran yang perlu dipelajari. Hal ini dapat
dilakukan dengan mengidentifikasi masalah, menjelaskan masalah,
menafsirkan cerita dan mengeksplorasi isu-isu, serta menjelaskan
peran yang akan dimainkan. Masalah dapat diangkat dari
kehidupan peserta didik, agar dapat merasakan masalah itu hadir di
hadapan mereka, dan memiliki hasrat untuk mengetahui bagaimana
masalah yang hangat dan actual, langsung menyangkut kehidupan
peserta didik, menarik dan merangsang rasa ingin tahu peserta
didik, serta memungkinkan berbagai alternative pemecahan. Tahap
ini lebih banyak dimaksudkan untuk memotivasi peserta didik agar
tertarik pada masalah karena itu tahap ini sangat penting dalam
bermain peran dan paling menentukan keberhasilan. Bermain peran
akan berhasil
apabila
peserta didik menaruh minat
memperhatikan masalah yang diajukan guru
13
Waluyo, Pengembangan, h. 196.
xxx
dan
b. Memilih partisipan/peran
Pada tahap ini peserta didik dan guru mendeskripsikan
berbagai watak atau karakter, apa yang mereka suka, bagaimana
mereka merasakan, dan apa yang harus mereka kerjakan, kemudian
para peserta didik diberi kesempatan secara sukarela untuk menjadi
pemeran. Jika para peserta didik tidak menyambut tawaran
tersebut, guru dapat menunjuk salah seorang peserta didik yang
pantas dan mampu memerankan posisi tertentu.
c. Menyusun tahap-tahap peran
Pada tahap ini para pemeran menyusun garis-garis besar
adegan yang akan dimainkan. Dalam hal ini, tidak perlu ada dialog
khusus karena para peserta didik dituntut untuk bertindak dan
berbicara
secara
spontan.
Guru
membantu
peserta
didik
menyiapkan adegan-adegan dengan mengajukan pertanyaan,
misalnya di mana pemeranan dilakukan, apakah tempat sudah
dipersiapkan, dan sebagainya. Persiapan ini penting untuk
menciptakan suasana yang menyenangkan bagi seluruh peserta
didik, dan mereka siap untuk memainkannya.
d. Menyiapkan pengamat
Sebaiknya pengamat dipersiapkan secara matang dan
terlibat dalam cerita yang akan dimainkan agar semua peserta didik
turut mengalami dan menghayati peran yang dimainkan dan aktif
mendiskusikannya. Menurut Shaftel,14 agar pengamat turut terlibat,
mereka perlu diberi tugas. Misalnya menilai apakah peran yang
dimainkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya? Bagaimana
keefektifan perilaku yang ditunjukkan pemeran? Apakah pemeran
dapat menghayati peran yang dimainkan?
e. Pemeranan
Pada tahap ini para peserta didik mulai beraksi secara
spontan, sesuai dengan peran masing-masing. Mereka berusaha
14
Waluyo, Pengembangan, h. 186.
xxxi
memainkan setiap peran seperti benar-benar dialaminya. Mungkin
proses bermain peran tidak berjalan mulus karena para peserta
didik ragu dengan apa yang harus dikatakan akan ditunjukkan.
Shaftel dan Shfatel15 mengemukakan bahwa pemeranan cukup
dilakukan secara singkat, sesuai tingkat kesulitan dan kompleksitas
masalah yang diperankan serta jumlah peserta didik yang
dilibatkan, tak perlu memakan waktu yang terlalu lama. Pemeranan
dapat berhenti apabila para peserta didik telah merasa cukup, dan
apa yang seharusnya mereka perankan telah dicoba lakukan.
Adakalanya para peserta didik keasyikan bermain peran sehingga
tanpa disadari telah memakan waktu yang terlampau lama. Dalam
hal ini guru perlu menilai kapan bermain peran dihentikan.
Sebaliknya
pemeranan
dihentikan
pada
saat
terjadinya
pertentangan agar memancing permasalahan untuk didiskusikan.
f. Diskusi dan evaluasi
Diskusi akan mudah dimulai jika pemeran dan pengamat
telah terlibat dalam bermain peran, baik secara emosional maupun
secara intelektual. Dengan melontarkan sebuah pertanyaan, para
peserta didik akan segera terpancing untuk diskusi. Diskusi
mungkin dimulai dengan menafsirkan baik tidaknya peran yang
dimainkan selanjutnya mengarah pada analisis terhadap peran yang
ditampilkan, apakah cukup tepat untuk memecahkan masalah yang
sedang dihadapi.
g. Pemeranan ulang
Pemeranan ulang dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan
diskusi mengenai alternative pemeranan. Mungkin ada perubahan
peran watak yang dituntut. Perubahan ini memungkinkan adanya
perkembangan baru dalam upaya pemecahan masalah. Setiap
perubahan peran akan mempengaruhi peran lainnya.
h. Diskusi dan evaluasi tahap dua
15
Ibid.
xxxii
Diskusi dan evaluasi pada tahap ini sama seperti pada tahap
enam, hanya dimaksudkan untuk menganalisis hasil pemeranan
ulang, dan pemecahan masalah pada tahap ini mungkin sudah lebih
jelas. Para peserta didik menyetujui cara tertentu untuk
memecahkan masalah, meskipun dimungkinkan adanya peserta
didik yang belum menyetujuinya. Kesepakatan bulat tidak perlu
dicapai karena tidak ada cara yang pasti dalam menghadapi
masalah kehidupan.
i. Membagi pengalaman dan mengambil kesimpulan.
Tahap ini tidak harus menghasilkan generalisasi secara langsung
karena tujuan utama bermain peran ialah membantu para peserta
didik untuk memperoleh pengalaman berharga dalam hidupnya
melalui
kegiatan
interaksional
dengan
temannya.
Mereka
bercermin pada orang lain untuk lebih memahami dirinya. Hal ini
mengandung implikasi bahwa yang paling penting dalam bermain
peran ialah terjadinya saling tukar pengalaman. Proses ini
mewarnai seluruh kegiatan bermain peran, yang ditegaskan lagi
pada tahap akhir. Pada tahap ini para peserta didik saling
mengemukakan pengalaman hidupnya dalam berhadapan dengan
orang tua, guru, teman dan sebagainya. Semua pengalaman peserta
didik dapat diungkap atau muncul secara spontan.
Terdapat tiga hal yang menentukan kualitas dan efektifitas bermain
peran sebagai model pembelajaran, yakni (1) kualitas pemeranan, (2)
analisis dalam diskusi, (3) pandangan peserta didik terhadap peran yang
ditampilkan dibandingkan dengan situasi kehidupan nyata.
Dari role playing dapat dicapai aspek perasaan, sikap, nilai,
persepsi, ketrampilan pemecahan masalah, dan pemahaman terhadap
pokok permasalahan. Unsur lain yang dapat dicapai melalui role playing
adalah: (1) analisis nilai dan perilaku pribadi, (2) pemecahan masalah, (3)
empati terhadap orang lain, (4) masalah social dan nilai; dan (5)
kemampuan mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat orang
xxxiii
lain. Selama pembelajaran berlangsung, setiap pemeranan dapat melatih
sikap empati, simpati, rasa benci, marah, senang, dan peran lainnya.16
Sebagai strategi pembelajaran, bermain peran memiliki keunggulan
dan kelemahan dibandingkan dengan strategi pembelajaran lainnya.17 Di
antara kelebihannya adalah:
a. Sangat cocok dengan materi pembelajaran yang bertujuan
untuk menanamkan nilai,
b. Pembelajaran lebih menyenangkan bagi siswa,
c. Siswa dapat belajar dengan mengeksplorasi perasaannnya,
d. Siswa menjadi lebih kreatif dalam belajar karena dalam
pembelajaran bermain peran siswa dituntut untuk memainkan
peran sesuai dengan kreasinya.
Di sisi lain, di antara kelemahan strategi pembelajaran bermain
peran, antara lain:
a. Membutuhkan waktu yang relatif lebih lama,
b. Karena mensyaratkan penghayatan siswa, bermain peran sulit
diterapkan dalam pertemuan singkat,
2. Strategi Pembelajaran Ekspositori
Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang
menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang
guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai
materi pelajaran secara optimal. Roy Killen, menamakan strategi
ekspositori ini dengan istilah strategi pembelajaran langsung (direct
instruction).18 Oleh karena itu strategi ekspositori lebih menekankan kepada
proses bertutur, Fokus utama strategi ini adalah kemampuan akademis
(academic achievement) siswa. Metode pembelajaran yang sering
digunakan untuk mengaplikasikan strategi ini adalah metode kuliah atau
ceramah.
16
Ibid.
Ibid.
18
Roy Killen, Effective Teaching Strategies, Lesson from Research and Practice, cet.
IV (Australia: Social Science Press, 1998), h. 134.
17
xxxiv
Sistem ekspositori juga merupakan sistem pembelajaran yang
digunakan dengan memberikan keterangan terlebih dahulu, prinsip dan
konsep
materi
pelajaran
serta
memberikan
contoh-contoh
latihan
pemecahan masalah dalam bentuk ceramah, demonstrasi, tanya jawab dan
penugasan. Siswa mengikuti pola yang ditetapkan oleh guru secara cermat.
Karena itu, dalam pembelajaran ekspositori, siswa tidak perlu mencari dan
menemukan sendiri fakta-fakta, konsep dan prinsip karena telah disajikan
secara jelas oleh guru.
Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan ekspositori cenderung
berpusat kepada guru. Guru aktif memberikan penjelasan atau informasi
pembelajaran secara terperinci tentang materi pembelajaran. Sistem
ekspositori sering dianalogikan dengan metode ceramah, karena sifatnya
sama-sama memberikan informasi. Percival dan Elington19 menamakan
model konvensional ini dengan model pembelajaran yang berpusat pada
guru (the Teacher Centered Opproach). Dalam model pembelajaran yang
berpusat pada guru hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan
penuh oleh guru. Seluruh sistem diarahkan kepada rangkaian kejadian
yang rapi dalam lembaga pendidikan, tanpa ada usaha untuk mencari dan
menerapkan strategi belajar yang berbeda sesuai dengan tema dan
kesulitan belajar setiap individu.
Dalam pembelajaran ekspositori, pada umumnya guru lebih suka
menggunakan metode ceramah dikombinasikan dengan metode tanya
jawab. Dalam model pembelajaran yang berpusat pada guru hampir
seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan penuh oleh guru. Seluruh
sistem diarahkan kepada rangkaian kejadian yang rapi dalam lembaga
pendidikan, tanpa ada usaha untuk mencari dan menerapkan strategi
belajar yang berbeda sesuai dengan tema dan kesulitan belajar setiap
individu.20
19
Fred Percival dan Henry Ellington, A Handbook of Educational Technology, cet. I
(New York: Phill Race, 1993), h. 34.
20
Ibid.
xxxv
Metode ceramah banyak dipilih karena mudah dilaksanakan dengan
persiapan yang sederhana, hemat waktu dan tenaga, dengan satu langkah
langsung bisa menjangkau semua siswa dan dapat dilakukan cukup di
dalam kelas. Popham dan Baker menjelaskan bahwa setiap penyajian
informasi secara lisan dapat disebut ceramah. Penyajian ceramah yang
bersifat formal dan biasanya berlangsung selama 45 menit maupun yang
informal yang hanya berlangsung selama 5 menit. Ceramah tidak dapat
dikatakan baik atau buruk, tetapi penyampaian ceramah harus dinilai
menurut tujuan penggunaannya.21
Menurut Hasibuan dan Moedjiono, metode ekspositori adalah cara
penyampaian bahan materi dengan komunikasi lisan. Metode ekspositori
lebih efektif dan efisien untuk menyampaikan informasi dan pengertian.22
Sedangkan Margono mengemukakan bahwa metode ekspositori adalah
metode mengajar yang menggunakan penjelasan verbal. Komunikasi
bersifat satu arah dan sering dilengkapi dengan alat bantu, demonstrasi,
tanya jawab, diskusi singkat dan sebagainya.23 Lebih lanjut, agar metode
ceramah efektif perlu dipersiapkan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Merumuskan tujuan instruksional khusus yang luas
b. Mengidentifikasi dan memahami karakteristik siswa
c. Menyusun bahan ceramah dengan menggunakan bahan pengait
(advance organizer)
d. Menyampaikan bahan dengan memberi keterangan singkat
dengan menggunakan papan tulis, memberikan contoh-contoh
yang kongkrit dan memberikan umpan balik (feed back),
memberikan rangkuman setiap akhir pembahasan materi
e. Merencanakan evaluasi secara terprogram. Metode retitasi adalah
metode pembelajaran yang lebih dikenal dengan istilah pekerjaan
21
James Popham dan Eva Baker, Teknik Mengajar Secara Sistimatis, terj. Amirul Hadi
dkk. Cet. I (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 79.
22
J.J. Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, cet. I (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2000), h. 13.
23
Margono, Strategi Belajar Mengajar Buku I, cet. I (Surakarta: UNS Press, 1989), h.
30.
xxxvi
rumah, meskipun sebutan ini tidak seluruhnya benar. Metode
tanya jawab digunakan bersama dengan metode ceramah, untuk
merangsang kegiatan berfikir siswa, dan untuk mengetahui
keefektifan pengajarannya.24 Penerapan metode tanya jawab guru
dapat mengatur bagian-bagian penting yang perlu mendapat
perhatian khusus.25
Somantri membedakan metode ekspositori dan metode ceramah.
Dominasi guru dalam metode ekspositori banyak dikurangi. Guru tidak
terus bicara, informasi diberikan pada saat-saat atau bagian-bagian yang
diperlukan, seperti di awal pemebelajaran, menjelaskan konsep-konsep
dan prinsip baru, pada saat memberikan contoh kasus di lapangan dan
sebaginya. Metode ekspositori adalah suatu cara menyampaikan gagasan
atau ide dalam memberikan informasi dengan lisan atau tulisan.26 Kegiatan
guru berbicara pada metode ekspositori hanya dilakukan pada saat-saat
tertentu saja, seperti pada awal pembelajaran, menerangkan materi,
memberikan contoh soal. Kegiatan siswa tidak hanya mendengarkan,
membuat catatan, atau memperhatikan saja, tetapi mengerjakan soal-soal
latihan, mungkin dalam kegiatan ini siswa saling bertanya. Mengerjakan
soal latihan bersama dengan temannya, dan seorang siswa diminta
mengerjakan di papan tulis. Saat kegiatan siswa mengerjakan latihan,
kegiatan guru memeriksa pekerjaan siswa secara individual dan
menjelaskan kembali secara individual. Apabila dipandang masih banyak
pekerjaan siswa belum sempurna, kegiatan tersebut diikuti penjelasan
secara klasikal.
24
Popham dan Baker, Teknik, h. 89.
J.J. Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, cet. III (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2006), h. 13.
26
Numan Somantri, Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS, cet. I (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2001), h. 45.
25
xxxvii
Menurut Herman Hudoyo metode ekspositori dapat meliputi
gabungan metode ceramah, metode drill, metode tanya jawab, metode
penemuan dan metode peragaan.27
Dalam proses pembelajaran dengan metode ceramah harus peka
terhadap respon siswa. Hubungan antara stimulan dan respon tidaklah
sesederhana yang diperkirakan, melainkan stimulan yang diberikan
berinteraksi satu dengan lainnya, dan interaksi ini artinya mempengaruhi
respon yang diberikan juga menghasilkan berbagai konsekwensi yang akan
mempengaruhi tingkah laku siswa. Untuk menciptakan terjadinyan
interaksi, menarik perhatian siswa dan melatih keterampilan siswa, metode
ceramah biasanya dikombinasikan dengan metode tanya jawab dan
pemberian tugas. Resitasi atau tugas dapat pula dikerjakan di luar rumah
ataupun di dalam laboratorium. Pasaribu mengemukakan bahwa metode
resitasi mempunyai tiga fase, yaitu : a) guru memberi tugas, b) siswa
melaksakan tugas, dan c) siswa mempertanggung-jawabkan pada guru apa
yang telah dipelajari
Ada beberapa karakteristik sistem ekspositori di antaranya:
a.
Sistem ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi
pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat
utama dalam melakukan strategi ini, oleh karena itu sering orang
mengidentikkannya dengan ceramah.
b.
Biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran
yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang
harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang.
c.
Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu
sendiri. Artinya, setelah proses pembelajaran berakhir siswa
diharapkan dapat memahaminya dengan benar dengan cara dapat
mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan.
27
Herman Hudoyo, Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di
Depan Kelas, cet. I (Surabaya: Usaha Nasional, 1998), h. 133.
xxxviii
Strategi pembelajaran dengan sistem ekspositori merupakan bentuk
dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher
centered approach). Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini guru
memegang peran yang sangat dominan. Melalui strategi ini guru
menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan harapan
materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik.
Fokus utama strategi ini adalah kemampuan akademik (academic
achievement) siswa. Metode pembelajaran dengan kuliah merupakan
bentuk strategi ekspositori.
Tidak ada satu strategi pembelajaran yang dianggap lebih baik
dibandingkan dengan strategi pembelajaran yang lain. Baik tidaknya suatu
strategi pembelajaran bisa dilihat dari efektif tidaknya strategi tersebut
dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Dengan
demikian, pertimbangan pertama penggunaan strategi pembelajaran adalah
tujuan apa yang harus dicapai dalam penggunaan strategi pembelajaran
ekspositori terdapat beberapa prinsip berikut ini, yang harus diperhatikan
oleh setiap guru.
a. Berorientasi pada Tujuan
Walaupun penyampaian materi pelajaran merupakan ciri
utama dalam strategi pembelajaran ekspositori melalui metode
ceramah, namun tidak berarti proses penyampaian materi tanpa
tujuan pembelajaran. Justru tujuan itulah yang harus menjadi
pertimbangan utama dalam penggunaan strategi ini. Karena itu
sebelum strategi ini diterapkan terlebih dahulu guru harus
merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan terukur. Seperti
kriteria pada umumnya, tujuan pembelajaran harus dirumuskan
dalam bentuk tingkah laku yang dapat diukur atau berorientasi
pada kompetensi yang harus dicapai oleh siswa. Hal ini sangat
penting
untuk
dipahami,
karena
tujuan
yang
spesifik
memungkinkan kita bisa mengontrol efektivitas penggunaan
strategi pembelajaran.
xxxix
Strategi pembelajaran ekspositori tidak mungkin dapat
mengejar tujuan kemampuan berpikir tingkat tinggi, misalnya
kemampuan untuk menganalisis, mensintesis sesuatu, atau
mungkin mengevaluasi sesuatu, namun tidak berarti tujuan
kemampuan berpikir taraf rendah tidak perlu dirumuskan. Justru
tujuan itulah yang harus dijadikan ukuran dalam menggunakan
strategi ekspositori.
b. Prinsip Komunikasi
Proses
pembelajaran
dapat
dikatakan
sebagai
proses
komunikasi, yang menunjuk pada proses penyampaian pesan dari
seseorang (sumber pesan) kepada seseorang atau sekelompok
orang (penerima pesan). Pesan yang ingin disampaikan dalam hal
ini adalah materi pelajaran yang diorganisir dan disusun sesuai
dengan tujuan tertentu yang ingin dicapai.
Dalam proses komunikasi guru berfungsi sebagai sumber
pesan dan siswa berfungsi sebagai penerima pesan. Dalam proses
komunikasi, bagaimanapun sederhananya, selalu terjadi urutan
pemindahan pesan (informasi) dari sumber pesan ke penerima
pesan. Sistem komunikasi dikatakan efektif manakala pesan itu
dapat mudah ditangkap oleh penerima pesan secara utuh.
Sebaliknya, sistem komunikasi dikatakan tidak efektif,
manakala penerima pesan tidak dapat menangkap setiap pesan
yang disampaikan. Kesulitan menangkap pesan itu dapat terjadi
oleh berbagai
gangguan (noise)
yang dapat
menghambat
kelancaran proses komunikasi. Akibat gangguan (noise) tersebut
memungkinkan penerima pesan (siswa) tidak memahami atau tidak
dapat menerima sama sekali pesan yang ingin disampaikan.
Sebagai suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada
proses penyampaian, maka prinsip komunikasi merupakan prinsip
yang sangat penting untuk diperhatikan. Artinya, bagaimana upaya
xl
yang bisa dilakukan agar setiap guru dapat menghilangkan setiap
gangguan yang bisa mengganggu proses komunikasi.
c. Prinsip Kesiapan
Siswa dapat menerima informasi sebagai stimulus yang kita
berikan, terlebih dahulu kita harus memposisikan mereka dalam
keadaan siap baik secara fisik maupun psikis untuk menerima
pelajaran. Jangan mulai disajikan mata pelajaran, ketika siswa
belum siap untuk menerimanya.
d. Prinsip Berkelanjutan
Proses pembelajaran ekspositori harus dapat mendorong
siswa untuk mau mempelajari materi pelajaran lebih lanjut.
Pembelajaran bukan hanya berlangsung pada saat itu, akan tetapi
juga untuk waktu selanjutnya. Ekspositori yang berhasil adalah
manakala melalui proses penyampaian dapat membawa siswa pada
situasi ketidakseimbangan (disequilibrium), sehingga mendorong
mereka untuk mencari dan menemukan atau menambah wawasan
melalui proses belajar mandiri. Keberhasilan penggunaan strategi
ekspositori sangat tergantung pada kemampuan guru untuk bertutur
atau menyampaikan materi pelajaran.
Metode ekspositori merupakan cara mengajar yang paling efektif
dan efisien dalam menanamkan belajar bermakna. Selanjutnya Dimyati
dan Mudjiono28 mengatakan metode ekspositori adalah memindahkan
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai kepada siswa. Peranan guru
yang penting adalah 1) menyusun program pembelajaran, 2) memberi
informasi yang benar, 3) pemberi fasilitas yang baik, 4) pembimbing siswa
dalam perolehan informasi yang benar, dan 5) penilai prolehan informasi.
Sedangkan peranan siswa adalah 1) pencari informasi yang benar, 2)
pemakai media dan sumber yang benar, 3) menyelesaikan tugas dengan
penilaian guru.
28
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, cet. II (Jakarta: Rineka Cipta,
1999), h. 172.
xli
Lebih lanjut Hasibuan dan Moedjiono mengemukakan bahwa agar
metode ekspositori efektif perlu dipersiapkan langkah-langkah sebagai
berikut:29
a. Merumuskan tujuan instruksional khusus yang luas,
b. Mengidentifikasi dan memahami karakteristik siswa,
c. Menyusun bahan materi dengan menggunakan bahan pengait
(advance organizer),
d. Menyampaikan bahan dengan memberi keterangan singkat dengan
menggunakan papan tulis, memberikan contoh-contoh yang kongkrit
dan memberikan umpan balik (feed back), memberikan rangkuman
setiap akhir pembahasan materi,
e. merencanakan evaluasi secara terprogram.
Pada tataran praktis, ada beberapa langkah penerapan strategi
ekspositori, yakni:
a. Persiapan
Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa
untuk menerima pelajaran. Dalam strategi ekspositori, langkah
persiapan merupakan langkah yang sangat penting. Keberhasilan
pelaksanaan
pembelajaran
dengan
menggunakan
strategi
ekspositori sangat tergantung pada langkah persiapan. Beberapa
hal yang harus dilakukan dalam langkah persiapan di antaranya
adalah:
1) Memberikan sugesti yang positif dan menghindari sugesti
yang negatif.
2) Mengemukakan tujuan yang harus dicapai.
b. Penyajian
Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi
pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan. Guru
harus dipikirkan guru dalam penyajian ini adalah bagaimana agar
materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh
29
Hasibuan dan Moedjiono, Proses, h. 13.
xlii
siswa. Karena itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
pelaksanaan langkah ini, yaitu:
1) penggunaan bahasa,
2) intonasi suara,
3) menjaga kontak mata dengan siswa, dan
4) menghangatkan suasana
c. Korelasi
Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi
pelajaran dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang
memungkinkan siswa dapat menangkap keterkaitannya dalam
struktur pengetahuan yang telah dimilikinya.
d. Menyimpulkan
Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti dari materi
pelajaran yang telah disajikan. Langkah menyimpulkan merupakan
langkah yang sangat penting dalam strategi ekspositori, sebab
melalui langkah menyimpulkan siswa akan dapat mengambil inti
sari dari proses penyajian.
e. Mengaplikasikan
Langkah aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa
setelah mereka menyimak penjelasan guru. Melalui langkah ini
guru akan dapat mengumpulkan informasi tentang penguasaan dan
pemahaman materi pelajaran oleh siswa. Teknik yang biasa
dilakukan pada langkah ini di antaranya: (1) dengan membuat
tugas yang relevan dengan materi yang telah disajikan, (2) dengan
memberikan tes yang sesuai dengan materi pelajaran yang telah
disajikan
Strategi
pembelajaran
ekspositori
merupakan
bentuk
dari
pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru, dikatakan
demikian sebab dalam strategi ini guru memegang peranan yang sangat
penting atau dominan. Dengan menggunakan strategi ekspositori terdapat
xliii
beberapa keunggulan dan kelemahan di dalam menggunakan strategi ini,
yaitu:
e. Keunggulan
1) Dengan strategi pembelajaran ekspositori guru bisa mengontrol
urutan dan keluasan materi pembelajaran, dengan demikian ia
dapat mengetahui sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran
yang disampaikan.
2) Strategi pembelajaran ekspositori dianggap sangat efektif
apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas,
sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas.
3) Melalui strategi pembelajaran ekspositori selain siswa dapat
mendengar melalui penuturan (kuliah) tentang suatu materi
pelajaran juga sekaligus siswa bisa melihat atau mengobservasi
(melalui pelaksanaan demonstrasi).
4) Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini bisa digunakan
untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam strategi
ekspositori ini dilakukan melalui metode ceramah, namun tidak berarti
proses penyampaian materi tanpa tujuan pembelajaran. Karena itu sebelum
strategi ini diterapkan terlebih dahulu guru harus merumuskan tujuan
pembelajaran secara jelas dan terukur. Hal ini sangat penting untuk
dipahami, karena tujuan yang spesifik memungkinkan untuk bisa
mengontrol efektivitas penggunaan strategi pembelajaran.
f. Kelemahan
Di samping memiliki keunggulan, strategi ekspositori ini juga
memiliki beberapa kelemahan, antara lain:
1) Strategi pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan
terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan
menyimak secara baik, untuk siswa yang tidak memiliki
kemampuan seperti itu perlu digunakan strategi yang lain.
xliv
2) Strategi ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap
individu baik perbedaan kemampuan, pengetahuan, minat, dan
bakat, serta perbedaan gaya belajar.
3) Karena strategi lebih banyak diberikan melalui ceramah, maka
akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal
kemampuan
sosialisasi,
hubungan
interpersonal,
serta
kemampuan berpikir kritis.
4) Keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori sangat tergantung
kepada apa yang dimiliki guru seperti persiapan, pengetahuan,
rasa percaya diri, semangat, antusiasme, motivasi dan berbagai
kemampuan seperti kemampuan bertutur (berkomunikasi) dan
kemampuan mengelola kelas, tanpa itu sudah pasti proses
pembelajaran tidak mungkin berhasil.
5) Oleh karena itu, gaya komunikasi strategi pembelajaran lebih
banyak terjadi satu arah, maka kesempatan untuk mengontrol
pemahaman siswa sangat terbatas pula. Di samping itu,
komunikasi satu arah bisa mengakibatkan pengetahuan yang
dimiliki siswa akan terbatas pada apa yang diberikan guru.
3. Hasil Belajar
Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar
materi menghindari perilaku tercela dalam Pendidikan Agama Islam.
Peningkatan pemahaman tentang materi ajar perilaku diukur dengan hasil
dan nilai evaluasi peserta didik yang dilakukan pada akhir pembelajaran.
Karena itu, peningkatan pemahaman juga disebut dengan hasil belajar.
Pengertian hasil (product) menunjuk kepada suatu perolehan akibat
dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya
input secara fungsional. Hasil produksi adalah perolehan yang didapatkan
karena adanya kegiatan mengubah bahan (raw materials) menjadi barang
xlv
jadi (finished goods). Dalam kegiatan belajar mengajar, setelah mengalami
belajar peserta didik berubah perilakunya dibanding sebelumnya.30
Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal yang
dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi peserta didik dan dari sisi guru.
Dari sisi peserta didik, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan
mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar.31
Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar
merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.
Menurut Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang telah
belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya
dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.32
Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi
dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif,
psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:33
a. Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek
yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan
penilaian.
b. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima
jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi,
menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau
kompleks nilai.
c. Ranah Psikomotor
30
Nourman Grounlund E. dan Robert L. Linn, Measurement and Evaluation in
Teaching, cet. I (New York: McMillan Publishing Company, 1985), h. 25.
31
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, cet. II (Jakarta: Rineka Cipta,
1999), h. 250-251.
32
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, cet. II (Bandung: Bumi Aksara, 2006), h.
30.
33
Daryanto, Evaluasi Pendidikan, cet. I (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 102-124.
xlvi
Meliputi
keterampilan
motorik,
manipulasi
benda-benda,
koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).
Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor
karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga
harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di
sekolah.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik
setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh
guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan
pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila peserta didik sudah memahami
belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.
Howard Kingsley seperti dikutip oleh Nanan S. membagi 3 macam hasil
belajar:34
a. Keterampilan dan kebiasaan,
b. Pengetahuan dan pengertian dan
c. Sikap dan cita-cita
Pendapat dari Horward Kingsley ini menunjukkan hasil perubahan
dari semua proses belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri
peserta didik karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan peserta didik
tersebut.35
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa hasil
belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah
dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama
atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut
serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil
yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta
menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.
Belajar merupakan proses yang unik dan kompleks. Keunikan itu
disebabkan karena hasil belajar hanya terjadi pada individu yang belajar,
34
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, cet. I (Bandung: PT.
Remaja Rosdikarya,2005), h. 22
35
Ibid.
xlvii
tidak pada orang lain dan setiap individu menampilkan perilaku belajar
yang berbeda. Perbedaan penampilan itu disebabkan karena setiap individu
mempunyai karakteristik individualnya yang khas, seperti minat,
intelegensi, perhatian, bakat dan sebagainya.
Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku
pada individu yang belajar. Perubahan perilaku itu merupakan perolehan
yang menjadi hasil belajar. Hasil belajar adalah perubahan yang
mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya36.
Aspek perubahan itu mengacu kepada taksonomi tujuan pengajaran
mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Proses pengajaran merupakan sebuah aktivitas sadar untuk membuat
peserta didik belajar. Proses sadar mengandung implikasi bahwa
pengajaran merupakan sebuah proses yang direncanakan untuk mencapai
tujuan pengajaran (goal directed). Dalam konteks demikian maka hasil
belajar merupakan perolehan dari proses belajar peserta didik sesuai
dengan tujuan pengajaran (ends are being attained). Tujuan pengajaran
menjadi hasil belajar potensial yang akan dicapai oleh anak melalui
kegiatan belajarnya. Oleh karenanya, tes hasil belajar sebagai alat untuk
mengukur hasil belajar harus mengukur apa yang dipelajari dalam proses
belajar mengajar sesuai dengan tujuan instruksional yang tercantum dalam
kurikulum yang berlaku,37 karena tujuan pengajaran adalah kemampuan
yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik setelah menyelesaikan
pengalaman belajarnya. Hasil belajar yang diukur merefleksikan tujuan
pengajaran. Tujuan pengajaran adalah tujuan yang menggambarkan
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dimiliki oleh peserta
didik sebagai akibat dari hasil pengajaran yang dinyatakan dalam bentuk
tingkah laku (behavior) yang dapat diamati dan diukur. Oleh karenanya,
36
WS. Winkel, Psikologi Pengajaran, cet. III (Jakarta : PT Grasindo, 1999), h. 51.
Asmawi Zainul dan Nasoetion Noehi, Penilaian Hasil Belajar, cet. I (Jakarta: Ditjen
Dikti Depdikbud, 1996), h.28.
37
xlviii
menurut Arikunto38 dalam merumuskan tujuan instruksional harus
diusahakan agar nampak bahwa setelah tercapainya tujuan itu terjadi
adanya perubahan pada diri anak yang meliputi kemampuan intelektual,
sikap/minat maupun ketrampilan.
Perubahan perilaku akibat kegiatan belajar mengakibatkan peserta
didik memiliki penguasaan terhadap materi pengajaran yang disampaikan
dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pengajaran.
Pemberian tekanan penguasaan materi akibat perubahan dalam diri peserta
didik setelah belajar diberikan oleh Soedijarto39 yang mendefinisikan hasil
belajar sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam
mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang
ditetapkan.
Berdasarkan berbagai definisi tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa hasil belajar adalah tingkat penguasaan peserta didik terhadap
materi pelajaran sebagai akibat dari perubahan perilaku setelah mengikuti
proses belajar mengajar berdasarkan tujuan pengajaran yang ingin dicapai.
Hasil belajar itu akan diukur dengan sebuah tes.
Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana urgensi dalam mendapatkan
prestasi belajar yang maksimal, tidak terlepas dari faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut. Secara garis besar, faktor
yang mempengaruhi belajar diklasifikasikan kepada dua bagian, yaitu
faktor yang berasal dari luar diri peserta didik (eksternal) dan faktor yang
berasal dari dalam diri si pelajar (internal).
Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri anak,
seperti keadaan cuaca dan keadaan sosial tempat tinggal. Apabila keadaan
cuaca tidak terlalu panas atau dingin sehingga terasa sejuk, tentu akan
mendukung kepada kegiatan belajar yang dilakukan. Demikian juga
keadaan lingkungan sosial, harus mampu memberikan rangsangan yang
38
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, cet. II (Jakarta: Bumi Aksara,
1995), h. 131.
39
Soedijarto, Menuju Pendidikan Nasional yang Relevan dan Bermutu, cet. I (Jakarta:
Balai Pustaka, 1993), h. 49.
xlix
dapat menarik minat si pelajar itu sendiri. Terjadinya proses belajar karena
adanya interaksi individu dengan lingkungannya”.40
Sekolah termasuk lingkungan sosial yang juga akan mempengaruhi
prestasi belajar peserta didik. Selain itu juga guru juga bisa kita
kategorikan sebagai faktor eksternal, yang akan sangat berpengaruh
kepada prestasi belajar peserta didik. Guru memegang peran yang amat
signifikan akan keberhasilan belajar peserta didiknya, kompetensi dan
kemampuan seorang guru akan dapat mendidik peserta didik dengan lebih
baik. Oleh karena itulah pemerintah membuat sertifikasi bagi guru, agar
kompetensi dan kemampuan guru itu lebih baik, sehingga peserta didik
akan mendapatkan asupan pelajaran yang baik pula.
Penjelasan di atas memberikan suatu pemahaman bahwa faktor
eksternal yang mempengaruhi kegiatan belajar yang bersifat eksternal,
yaitu dorongan yang timbul dari diri seseorang untuk melakukan kegiatan
belajar dengan hasil yang maksimal.
Apabila dikaitkan dengan pendidikan Islam, maka faktor eksternal
ini sangat besar pengaruhnya, karena dalam proses pendidikan anak di
kenal bahwa setiap anak lahir telah membawa fitrahnya masing-masing.
Untuk mengarahkan fitrah tersebut ke arah yang baik, dalam arti
berkembang berdasarkan nilai-nilai pendidikan, maka faktor eksternallah
yang ikut menentukannya.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi motivasi belajar ialah faktor
internal (motivasi intrinsik), yaitu motivasi yang timbul dari dalam diri
anak. Kaitannya dengan kegiatan belajar , maka motivasi intrinsik ialah
faktor yang timbul dari dalam diri anak untuk mendorong melakukan
kegiatan belajar.
Motivasi intrinsik sangat besar pengaruhnya untuk mencapai
keberhasilan belajar. Dengan terbentuknya dorongan seperti ini, anak akan
melakukan kegiatan belajar atas kesadaran sendiri, mau menempuh
berbagai usaha demi tercapainya tujuan yang diharapkan dari kegiatan
40
Sadiman, Media Pendidikan, h. 1.
l
belajar. Faktor internal ini merupakan faktor yang timbul dari dalam diri
anak itu sendiri. Seperti kesehatan, rasa aman, kemampuan, minat dan
sebagainya”.41
Guru sangat menentukan keberhasilan peserta didik dalam mengikuti
proses belajar mengajar. Sejumlah bahan pelajaran yang diberikan kepada
peserta didik, akan sulit di ikuti tanpa adanya dorongan dari guru.
Sekalipun peserta didik menunjukkan motivasi yang baik untuk mengikuti
pelajaran, tetapi apabila tidak dapat diikuti dengan secara baik, kurang
dipahami, maka motivasi yang timbul dari dalam diri anak dapat
mengendor. Ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh M. Athiyah Al
Abrasyi, yaitu : “Seorang peserta didik tidak membatasi pada hanya
sekedar membaca buku, tetapi guru-guru mereka menganjurkan dan
memberikan dorongan-dorongan”.42
Keberhasilan dari proses pendidikan ditentukan oleh beberapa faktor
kualitas perjumpaan antara guru dan peserta didik. Semakin baik kualitas
perjumpaan tersebut, maka semakin tinggi kemungkinan untuk mencapai
keberhasilan. Hal ini tidak terlepas dari suasana ketika perjumpaan terjadi,
yaitu suasana di dalam kelas. Jika suasana kelas menyenangkan, maka
kelas terkesan hidup. Kelas yang hidup ditandai dengan keaktifan antara
guru dan murid dalam proses pembelajaran, serta meningkatnya
keharmonisan hubungan di antara kedua belah pihak.
Kelas yang ideal adalah kelas yang demokratis, dalam hal ini,
peserta didik adalah guru dan guru adalah peserta didik. Suasana kelas
memberikan kesempatan yang sama kepada peserta didik maupun guru
untuk menuntut ilmu. Suasana kelas yang egaliter akan mendukung
terciptanya kelas yang demokratis. Guru tidak menempatkan diri sebagai
orang yang maha tahu terhadap semua permasalahan. Sebaliknya, peserta
didik tidak diposisikan sebagai orang yang paling bodoh dan harus selalu
41
Roestiyah N.K., Masalah-Masalah Ilmu Keguruan, cet. I (Jakarta: Bina Aksara,
1986), h.151.
42
M. Athiyah Al Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, cet. I (Jakarta: Bulan
Bintang, 1990), h. 17.
li
menurut pada apa yang dikatakan oleh guru. Idealnya, guru dan peserta
didik melakukan simbiosis mutualisme, di mana kedua belah pihak harus
seiring, sejalan dan bekerja sama dalam proses kegiatan belajar mengajar.
Oleh karena itu, tugas pokok guru, yaitu :43
Meningkatkan kemampuan merencanakan proses belajar mengajar.
a. Meningkatkan kemampuan melaksanakan proses belajar mengajar,
yaitu dengan mengubah cara belajar yang hanya terdiri dari duduk,
dengar, catat, dan hafal, ke arah belajar aktif.
b. Meningkatkan kemampuan menilai hasil mengajar.
Untuk mewujudkan ketiga jenis kemampuan di atas, bukanlah hal
yang mudah, tetapi seiring kali menghadapi berbagai permasalahan untuk
dapat mewujudkannya. Secara garis besarnya ada beberapa hambatan yang
dihadapi guru dalam proses belajar mengajar, diantaranya adalah:
a. Kurangnya respon terhadap pembaharuan.
b. Lemahnya motivasi untuk meningkatkan kemampuan.
c. Ketidakpedulian terhadap berbagai perkembangan.
d. Kurangnya sarana dan prasarana pendukung.44
Dari uraian di atas dapat di lihat bahwa permasalahan yang dihadapi
dalam meningkatkan kemampuan guru dalam proses belajar mengajar
berasal dari dalam diri dan luar diri guru tersebut. Maka upaya untuk
mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan menumbuhkan
kreativitas guru, penataran/lokakarya dan pengajaran mikro, bahkan saat
ini ada program sertifikasi bagi guru. .
Untuk menciptakan suasana kelas yang kondusif, tidak berarti
seorang harus bersuara lantang, keras dan menghentak-hentak. Namun,
bukan berarti pula seorang guru harus bersuara dengan syahdu dan merdu.
Yang penting adalah bagaimana caranya agar guru bisa bersikap tegas,
akrab, dan mampu menyadarkan peserta didik tetap konsisten dalam
43
A. Tabrani Rusyan, Peningkatan Kemampuan Guru Pendidikan Dasar, cet. I
(Bandung: Bina Budhaya, 1993), h. 246.
44
Ibid, h. 248.
lii
belajar. Sehubungan dengan ini, maka ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, yaitu:
a. Tingkat kecerdasan (partisipasi) para peserta didik,
b. Nilai-nilai intrinsik (intrinsic value),
c. Efisien tidaknya proses belajar (efficiency of learning process),
d. Sejauh mana proses belajar atau lingkungan belajar dapat membantu
guru dan peserta didik, mencapai tujuan.45
Semakin dekat hubungan antara guru dan peserta didik, berarti
semakin kuat pula ikatan emosional di antara keduanya. Pada gilirannya
ikatan emosional yang kuat antara guru dan peserta didik dapat
meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Oleh karena itu, perlu
dikembangkan komunikasi dua arah, di mana guru maupun peserta didik
sama-sama aktif. Di dalam berkomunikasi, guru harus bisa menyesuaikan
diri dengan kemampuan peserta didik untuk menerima penjelasan. Untuk
mengontrol apakah peserta didik bisa menerima penjelasan dengan baik,
maka guru perlu melakukan evaluasi, misalnya dengan memberikan
pertanyaan timbal balik. Kemukakan permasalahan-permasalahan yang
mampu merangsang peserta didik untuk berpikir secara kritis, sehingga
mereka akan terlatih dan terbiasa untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut.
Ada berbagai peraturan dan kebijakan yang bisa diterapkan untuk
mendukung suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan. Misalnya,
tidak diperkenankan untuk bicara, apabila ada yang sedang menjawab
pertanyaan. Berbicara di sebuah forum harus didahului dengan
mengangkat tangan terlebih dahulu, pembicaraan yang dilakukan harus
berkaitan dengan mata pelajaran yang diberikan guru, dan sebagainya. Jika
peraturan yang sudah ditetapkan di langgar, maka perlu diberikan sanksi.
Sanksi sebaiknya diberikan secara bertahap, misalnya di beri peringatan
45
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, cet. I (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1995), h. 123.
liii
terlebih dahulu. Jika peraturan itu masih juga di langgar, maka guru berhak
memberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.
Selama ini, suasana kelas yang kondusif untuk belajar memang
masih jauh dari realitas, dan baru terbatas pada tahap wacana. Guru belum
bisa menjalankan tugas secara optimal, di samping belum terbentuknya
sinergi antara sektor pendidikan dengan sektor-sektor yang lainnya, seperti
politik, ekonomi, sosial maupun budaya. Kendati demikian, upaya untuk
mencapai pendidikan yang berkualitas tidak boleh berhenti begitu saja.
Keterlibatan semua pihak yang terkait, harus terus ditingkatkan dan
disinergikan.
4. Materi Pembelajaran Menghindari Perilaku Tercela Kelas VIII
Materi pembelajaran menghindari perilaku tercela bagi SMP kelas
VIII terdiri dari uraian tentang anāniyah (egois), gaḍab (marah), ḥasad
(dengki),
gībah
pembelajaran
dan
adalah
namīmah
(penghasut).
menghindarkan
prilaku
Standar
tercela.
kompetensi
Standar
ini
diterjemahkan ke dalam tiga kompetensi dasar yakni: 46
g. Menjelaskan pengertian anāniyah, gaḍab, ḥasad, gībah dan namīmah.
h. Menyebutkan contoh-contoh perilaku tercela anāniyah, gaḍab, ḥasad,
gībah dan namīmah.
i. Menghindari perilaku anāniyah, gaḍab, ḥasad, gībah dan namīmah.
Masalah yang ingin dipecahkan dalam pembelajaran ini adalah:47
a. Pengertian sifat anāniyah, gaḍab, ḥasad, gībah dan namīmah.
b. Contoh-contoh sifat anāniyah, gaḍab, ḥasad, gībah dan namīmah.
c. Dalil-dalil tentang sifat anāniyah, gaḍab, ḥasad, gībah dan namīmah.
d. Bahaya sifat-sifat anāniyah, gaḍab, ḥasad, gībah dan namīmah.
Anāniyah atau egois
berarti
sifat
seseorang
yang selalu
mementingkan dirinya sendiri. Sifat anāniyah terlihat pada orang kaya
yang tidak mau berderma atau orang yang tidak perduli dengan
46
Tim Abdi Guru, Ayo Belajar Agama Islam untuk SMP kelas VIII (Jakarta: Erlangga,
2007), h. 35.
47
Ibid.
liv
penderitaan orang lain atau perokok.48 Anāniyah merupakan sifat yang
berbahaya, baik bagi individu maupun bagi masyarakat. Bagi individu,
sifat egois akan menjadikan seseorang dijauhi orang lain.
Sedangkan gaḍab berarti sifat yang mudah tersinggung atau marah.
Sifat ini ditandai dengan muka masam, ucapan kasar, menghardik,
memaki-maki dan sebagainya. Orang yang pemarah berarti tidak bisa
menjaga hawa nafsunya (amarah). Dengan demikian, pada dasarnya sifat
gaḍab mengurangi rasa ketakwaan seseorang. Sifat gaḍab mempunyai
pengaruh buruk, seperti dijauhi oleh orang lain, merusak kesehatan dan
melakukan tindakan kejahatan.
Terdapat beberapa ayat dan hadis yang menyatakan keburukan sifat
gaḍab dan perintah untuk menjauhinya, antara lain:
   
   












   




Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga
yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang
yang bertakwa, 134. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya),
baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orangorang yang berbuat kebajikan (QS. Ali Imran: 133-134)
    
     






















 
48
Ibid., h. 35-52.
lv
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu maafkanlah
mereka, mohonkan ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan
mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan
tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS. Ali Imran: 159)
Sedangkan ḥasad adalah sifat yang berarti dengki atau iri. ḥasad
tumbuh pada hati seseorang yang merasa tidak senang dengan kebahagiaan
orang lain. ḥasad erat hubungannya dengan sombong dan merasa benar
sendiri.49
Terdapat beberapa ayat-ayat Alquran dan hadis yang mengajarkan
untuk menjauhi sifat ḥasad, seperti:
    
    










    
    
 
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi
orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan
bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan
mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. An-Nisa: 32)
     
Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki." (QS. Al-Falq: 5)
ِ
ِ
‫ب (رواه أبو‬
َ َ‫إَيما ُك ْم َو الَ َس َد فَإ من الَ َس َد يَأْ ُك ُل الَ َسنَات َك َما تَأْ ُك ُل النم ُار الَط‬
)‫داود‬
49
Ibid.
lvi
Jauhilah ḥasad, karena ḥasad itu menghabiskan kebaikan seperti api
membakar kayu bakar (HR. Abū Dāūd)50
Sifat ḥasad dapat menyebabkan hal-hal negatif bagi seseorang,
seperti:51
a. Dapat mengurangi teman;
b. Menciptakan musuh;
c. Merusak kesehatan;
d. Menghilangkan pahala kebaikan;
Sifat dan perilaku ḥasad dapat dihindarkan dengan cara:52
a. Memperkuat iman
b. Menyadari bahaya ḥasad.
Sedangkan gībah berarti menggunjing yakni membicarakan aib,
kejelekan, kekurangan orang lain yang tidak disukainya. Penyebutan aib
seseorang menjadi gībah apabila tujuannya untuk menghina, mencerca
atau menjelek-jelekkan orang lain.
Ada beberapa sebab munculnya gībah pada diri seseorang, yakni:53
a. Sebagai pelampiasan rasa bengis atau marah,
b. Karena ingin mengambil hati teman dalam pergaulan atau karena
pengaruh orang lain,
c. Ingin menarik perhatian orang lain,
d. Menunjukkan kesucian dan kemuliaan dirinya dengan menunjukkan
aib orang lain.
e. Dengki,
f. Senda gurau.
Islam melarang gībah menganggapnya sebagai salah satu perbuatan
dosa. Terdapat beberapa ayat dan hadis yang melarang perbuatan gībah
antara lain:
50
Abū Dāūd as-Sijistānī, Sunan Abī Dāūd (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t.), jil.
4, h. 214.
51
Tim Abdi Guru, Ayo Belajar, h. 37.
Ibid.
53
Ibid.
52
lvii
  



   
     




    



    
  
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama
lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat
lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hujurat: 12)
Gībah menjadi berbahaya karena ia dapat menyebabkan sakit hati
seseorang hingga melahirkan permusuhan. Gībah juga dapat mengacaukan
hubungan persaudaraan dan kemasyarakatan.
Sedangkan namīmah adalah mengadu domba, yakni perilaku
seseorang yang dengan sengaja mengadu dua orang atau kelompok supaya
bermusuhan dan saling membenci.54
Dalam Alquran, pengadu domba dimurkai oleh Allah swt., seperti
pada ayat:
   
Yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah, (QS. AlQalam: 11)
Ada beberapa hal-hal negatif yang muncul dari namīmah, antara
lain: 55
a. Timbulnya fitnah,
b. Timbulnya kekacauan,
c. Timbulnya permusuhan,
cara menghindari bahaya yang dapat muncul dari seorang pengadu
domba adalah dengan mengkonfirmasikan kabar yang ia sampaikan. Kita
54
55
Ibid.
Ibid.
lviii
tidak boleh mempercayai ucapannya begitu saja, apalagi seseorang
tersebut mempunyai reputasi pembohong.
I. Penelitian Yang Relevan
Berdasarkan penelusuran penulis, terdapat beberapa penelitian yang
telah dilakukan baik yang berkenaan dengan ekspositori atau bermain peran,
di antaranya:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Nurgayah yang berjudul Upaya
Peningkatan Hasil Belajar Peserta Didik Pada Aspek Akhlak Dengan
Metode Demonstrasi dan Bermain Peran di Kelas X-1 SMA Negeri I
Siantar. Penelitian ini merupakan tesis di PPS IAIN SU pada tahun
2010.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Nenden Dwi Cahyani Nur Hidayat yang
berjudul Peningkatan Hasil Belajar Biologi Menggunakan Metode
Ekspositori Pada Pokok Bahasan Struktur dan Fungsi Jaringan
Tumbuhan Pada Siswa Kelas VIII A SMPN 2 Ceper Kabupaten Klaten.
Penelitian ini merupakan skripsi pada Universitas Muhammadiyah
Surakarta pada tahun 2008.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Nuzulia Ratna dengan judul Pengaruh
Penggunaan Metode Ekspositori dan Metode Inkuiri Terhadap Prestasi
Belajar Siswa Pada Bidang Studi Akuntansi SMUN 1 Cepogo Boyolali,
dalam bentuk skripsi di Universitas Muhammadiyah Surakarta pada
tahun 2008.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Euis Nurul Deristianti yang berjudul
Penerapan
Metode
Role
Playing
(Bermain
Peran)
Dalam
Pembelajaran Berbicara Pada Siswa Kelas XI SMK Bandung.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental pada Universitas
Padjajaran pada tahun 2010.
Selain penelitian tersebut di atas, tentu masih banyak penelitian lain
yang terkait dengan penerapan metode ekspositori dan bermain peran.
BAB III
lix
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian yang berjudul “Penerapan Strategi Bermain Peran dan
Ekspositori Terhadap Peningkatan Hasil Belajar PAI di Kelas VIII SMPN 2
Percut Sei Tuan” merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action
Research).
Hopkins, seperti yang dikutip oleh Mansur Muslih berpendapat bahwa
Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif,
yang dilakukan oleh pelaku tindakan
rasional
dari
tindakan-tindakannya
untuk meningkatkan kemantapan
dalam
melaksanakan
tugas
dan
memperdalam pemahaman terhadap kondisi dalam praktik pembelajaran56
Sedangkan Suharsimi Arikunto menyatakan bahwa PTK adalah
penelitian yang dilakukan oleh guru bersama dengan pengamat (atau guru
sendiri menjadi pengamat) di sekolah atau kelas di mana guru tersebut
mengajar dengan menekankan pada penyempurnaan atau perbaikan pada
proses praktis pembelajaran.57
B. Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 2 (201070106130) Percut Sei Tuan
Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Sekolah ini beralamat di
56
Mansur Muslich, Melaksanakan PTK Itu Mudah, cet. I (Jakarta: Bumi Aksara, 2009),
h. 8.
57
Suharsimi Arikunto, et. Al., Penelitian Tindakan Kelas, cet. I (Jakarta: Bumi Aksara,
2008), h. 57.
lx
Jl. Gambir Pasar VIII Tembung, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli
Serdang, Sumatera Utara.
Lokasi ini sengaja dipilih sebagai lokasi penelitian, karena penulis
adalah juga termasuk salah seorang staf pengajar di sekolah tersebut. Sehingga
penulis mengenal dan mengetahui tentang keberadaan sekolah dan tentu saja
akan memudahkan penulis untuk mengumpulkan data dalam pelaksanaan
penelitian ini.
Penelitian dilaksanakan pada siswa kelas VIII-6. Jumlah siswa kelas
VIII secara keseluruhan adalah 352 pada tahun ajaran 2011-2012. Karena
jumlah yang terlalu banyak, tindakan dalam penelitian ini diterapkan pada
43
siswa kelas VIII-6 saja yang berjumlah 30 siswa.
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari 2012 sampai dengan
bulan Juni 2012.
C. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dirancang untuk 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari 1
pertemuan dan melewati tahap sebagai berikut:
1. Siklus I
a. Perencanaan
Tahap perencanaan ini terdiri dari:
1) Identifikasi Masalah
Masalah yang dicermati dalam penelitian ini adalah
rendahnya hasil belajar peserta didik dalam materi menghindari
perilaku tercela. Faktor utamanya adalah kurangnya minat peserta
didik, kurangnya keaktifan dalam pembelajaran dan suasana kelas
yang membosankan.
2) Alternatif Pemecahan Masalah
Alternatif pemecahan yang diuji dalam penelitian ini adalah
penerapan
strategi
bermain
pembelajaran.
3) Rencana Pembelajaran
lxi
peran
dan
ekspositori
dalam
Pembelajaran
dalam
penelitian
ini
direncanakan
menggunakan model pembelajaran bermain peran dan ekspositori
4) Materi Pelajaran
Materi pelajaran yang akan diajarkan dalam pembelajaran
ini adalah menghindari perilaku tercela.
5) Lembar Kerja Siswa
Untuk mengukur hasil belajar siswa, maka digunakan LKS.
6) Sumber Belajar
Sumber belajar yang akan dan disiapkan untuk digunakan dalam
penelitian ini adalah:
a) Buku Pendidikan Agama Islam
b) Drama kelas
7) Format Evaluasi
Format evaluasi yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah LKS
8) Format Observasi
Format observasi yang direncanakan akan dipakai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Soal tes
b) Lembar observasi
c) Catatan lapangan (catatan lapangan dimaksudkan untuk
mencatat hal-hal lain yang tidak terangkum dalam hasil tes,
kuis dan observasi. Bentuknya bebas dan berisi hal-hal lain
yang dianggap penting dan berpengaruh terhadap efektifitas
pembelajaran.
Adapun indikator kuantitatif, tingkat minimum untuk dapat
dikatakan pembelajaran berhasil adalah bila 75% dari tes yang diberikan
mampu dijawab oleh peserta didik.
b. Tindakan
lxii
Tindakan yang dilakukan pada tahap ini adalah
menerapkan
tindakan mengacu kepada perencanaan dan sesuai skenario, baik untuk
guru, pengamat dan peserta didik.
c. Pengamatan
Pada tahap ini, peneliti melakukan observasi dengan menggunakan
format observasi yang telah disediakan dan memberikan catatan pada
lembar catatan untuk hal-hal yang tidak dicatat dalam lembar observasi.
Pada tahap pengamatan, baik guru dan peserta didik dan pengamat akan
memberikan kontribusi data yang berharga terhadap penelitian.
Data dari peserta didik didapatkan melalui instrumen tes kuis.
Sedangkan pengamat mengisi lembaran observasi dan lembar catatan,
guru mengisi lembar catatan dan menjadi informan yang diwawancarai.
d. Refleksi
Refleksi dalam penelitian dimaksudkan untuk melakukan evaluasi
terhadap pembelajaran yang telah dilakukan pada siklus pertama. Evaluasi
tersebut mencakup hal-hal di bawah ini:
a. Evaluasi mutu.
b. Waktu yang digunakan
c. Evaluasi skenario pembelajaran.
d. Merumuskan koreksi untuk menjadi bahan perhatian pada
siklus II.
2. Siklus II
Siklus II terdiri dari empat tahapan, seperti siklus I. Akan tetapi,
pada siklus II, hasil koreksi pada tahap refleksi siklus I sudah diterapkan.
Siklus II terdiri dari tahapan berikut:
a. Perencanaan
Tahap perencanaan ini terdiri dari:
1) Identifikasi Masalah
Masalah yang dicermati dalam penelitian ini adalah rendahnya
hasil belajar peserta didik dalam materi menghindari perilaku tercela dan
kurang efektifnya pembelajaran pada siklus I. Faktor utamanya adalah
lxiii
kurangnya minat peserta didik, kurangnya keaktifan dalam pembelajaran
dan suasana kelas yang membosankan.
2) Alternatif Pemecahan Masalah
Alternatif pemecahan yang diuji dalam penelitian ini adalah
penerapan strategi bermain peran dan ekspositori dalam pembelajaran.
3) Rencana Pembelajaran
Pembelajaran dalam penelitian ini direncanakan menggunakan
model pembelajaran bermain peran dan ekspositori
4) Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran yang akan diajarkan dalam pembelajaran ini
adalah menghindari perilaku tercela.
5) LKS
Untuk mengukur hasil belajar siswa, maka digunakan LKS.
6) Sumber Belajar
Sumber belajar yang akan dan disiapkan untuk digunakan
dalam penelitian ini adalah:
a) Buku Pendidikan Agama Islam
b) Drama kelas
7) Format Evaluasi
Format evaluasi yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah LKS
8) Format Observasi
Format observasi yang direncanakan akan dipakai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Soal tes (yakni Latihan Kerja Peserta didik).
b) Lembar observasi
c) Catatan lapangan (catatan lapangan dimaksudkan untuk
mencatat hal-hal lain yang tidak terangkum dalam hasil tes,
kuis dan observasi. Bentuknya bebas dan berisi hal-hal lain
lxiv
yang dianggap penting dan berpengaruh terhadap efektifitas
pembelajaran.
b. Tindakan
Tindakan yang dilakukan pada tahap ini adalah
menerapkan
tindakan mengacu kepada perencanaan dan sesuai skenario, baik untuk
guru, pengamat dan peserta didik.
c. Pengamatan
Pada tahap ini, peneliti melakukan observasi dengan menggunakan
format observasi yang telah disediakan dan memberikan catatan pada
lembar catatan untuk hal-hal yang tidak dicatat dalam lembar observasi.
Pada tahap pengamatan, baik guru dan peserta didik dan pengamat akan
memberikan kontribusi data yang berharga terhadap penelitian.
Data dari peserta didik didapatkan melalui instrumen tes kuis.
Sedangkan pengamat mengisi lembaran observasi dan lembar catatan,
guru mengisi lembar catatan dan menjadi informan yang diwawancarai.
d. Refleksi
Refleksi dalam penelitian dimaksudkan untuk melakukan evaluasi
terhadap pembelajaran yang telah dilakukan pada siklus kedua. Evaluasi
tersebut mencakup hal-hal di bawah ini:
a. Evaluasi mutu. Hasil pembelajaran pada siklus II harus lebih
baik dari siklus I. Bila hasilnya tidak lebih baik, maka harus
dilanjutkan kepada siklus III atau tindakan dihentikan,
b. Waktu yang digunakan,
c. Evaluasi skenario pembelajaran,
d. Merumuskan koreksi untuk menjadi bahan perhatian pada
siklus II.
D. Variabel Penelitian
1. Strategi Bermain Peran
lxv
Strategi
bermain
peran
adalah
strategi
pembelajaran
yang
menggunakan dramatisasi sebuah kejadian oleh siswa di depan kelas. Dalam
hal ini, siswa memainkan peran yang diinstruksikan secara umum oleh guru.
Skenario yang digunakan adalah skenario umum, tidak bersifat detail hingga
dialog. Dalam strategi bermain peran, siswa secara aktif menghayati peran
yang ia mainkan dan menghasilkan dialog-dialog dalam pembelajaran.
Strategi bermain peran yang digunakan dalam penelitian ini adalah drama
yang dimainkan oleh 3-5 siswa. Skenario yang digunakan dalam bermain
peran berjudul “Si Buruk Perilaku Tanpa Teman” (terlampir).
2. Strategi Ekspositori
Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang
menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang
guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai
materi
pelajaran
secara
optimal.
Kegiatan
pembelajaran
dengan
menggunakan ekspositori cenderung berpusat kepada guru. Guru aktif
memberikan penjelasan atau informasi pembelajaran secara terperinci
tentang materi pembelajaran. Inti dari strategi ekspositori adalah
penyampaian materi pembelajaran secara lisan. Strategi ekspositori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah ceramah dan tanya-jawab.
3. Hasil Belajar PAI
Yang dimaksud dengan hasil belajar PAI dalam penelitian ini adalah
pemahaman siswa tentang materi pelajaran menghindari perilaku tercela
yang didapatkan melalui instrumen tes (terlampir).
E. Ujicoba dan Hasil Tes Hasil Belajar PAI
Sebelum penerapan tindakan, instrumen yang digunakan untuk
mendapatkan hasil belajar PAI, yakni tes, diujicobakan terlebih dahulu pada
siswa yang bukan subjek penelitian. Tes hasil belajar PAI diujicoba pada siswa
kelas VIII-3 SMPN 2 Percut Sei Tuan.
lxvi
Peneliti melakukan ujicoba instrumen yang digunakan untuk
menjamin validitas butir soal yang digunakan. Ujicoba instrumen bertujuan
untuk mendapat tingkat kesulitan/kesukaran (TK) soal dan daya pembeda (DP).
1. Tingkat Kesukaran (TK)
Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar
suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang dinyatakan dalam
bentuk indeks antara 0.00-1.00. Semakin tinggi indeks soal berarti
semakin banyak siswa yang menjawab benar soal tersebut, dan
sebaliknya.
Rumus yang digunakan untuk mendapatkan tingkat kesukaran soal
adalah:
Rentang indeks tingkat kesukaran soal yang digunakan dalam
ujicoba instrumen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. 0,00 - 0,30 soal tergolong sukar
b. 0,31 - 0,70 soal tergolong sedang
c. 0,71 - 1,00 soal tergolong mudah
2. Daya Pembeda (DP)
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu butir soal untuk
membedakan siswa yang telah menguasai materi dengan siswa yang
tidak menguasai materi pembelajaran.
Daya pembeda soal berguna untuk meningkatkan mutu butir soal
dan menentukan kemampuan soal tersebut untuk membedakan siswa
yang menguasai materi pelajaran dan yang tidak menguasai.
Rumus yang penulis gunakan untuk menguji instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
DP : Daya pembeda soal
BA: Jumlah jawaban yang benar pada kelompok atas
lxvii
BB: jumlah jawaban benar pada kelompok bawah
N : jumlah siswa yang mengikuti tes
Rentang indeks yang digunakan untuk menentukan diterima,
diperbaiki atau ditolak/diganti sebuah soal adalah:
a. 0,40 - 1,00
soal diterima
b. 0,30 - 0,39
soal diterima tetapi perlu diperbaiki
c. 0,20 - 0,29
soal diperbaiki
d. 0,19 - 0,00
soal tidak dipakai/diganti
Berdasarkan dua kriteria tersebut, yakni tingkat kesukaran dan daya
pembeda soal, penulis memperbaiki instrumen butir soal (tes) yang digunakan
dalam penelitian ini. Dengan demikian, instrumen butir soal yang digunakan
dalam penelitian ini adalah valid. Instrumen penelitian berupa butir soal yang
telah diperbaiki dilampirkan pada bagian akhir penelitian.
F. Data dan Sumber Data Penelitian
Data penelitian ini dibagi kepada dua jenis, yakni: data primer dan
data sekunder. Data primer adalah data yang berkaitan dengan objek penelitian,
yakni hasil belajar siswa kelas VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan dalam Pendidikan
Agama Islam materi menghindari perilaku tercela dan suasana pembelajaran
selama penerapan tindakan. Data ini didapatkan dari lembar jawaban LKS
siswa dan hasil observasi selama tindakan.
Sedangkan data sekunder adalah data yang tidak berkaitan langsung
dengan objek penelitian, akan tetapi berkaitan atau diperlukan dalam
penelitian, seperti data tentang strategi pembelajaran bermain peran,
ekspositori dan sebagainya. Data ini didapatkan dari literatur kependidikan.
G. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data tersebut maka digunakan teknik tes,
observasi dan studi kepustakaan.
lxviii
a. Tes yakni pengumpulan data yang dilakukan melalui tes kognitif
peserta didik. Tes ini terbagi dua yakni pre-tes dan post-tes.
b. Observasi adalah cara mengumpulkan data yang dilakukan melalui
pengamatan dan pencatatan gejala yang tampak pada objek
penelitian yang pelaksanaannya langsung pada tempat di mana
suatu peristiwa, keadaan atau situasi sedang terjadi.58 Teknik ini
dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang suasana dan
keadaan pembelajaran pada saat penerapan tindakan.
c. Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan
membaca literatur kependidikan.
3. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Lembar observasi
Observasi yang dilakukan selama tindakan mengacu kepada
panduan observasi seperti berikut:
Tabel 1
Panduan Observasi
PANDUAN OBSERVASI
PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN DAN
EKSPOSITORI DALAM PEMBELAJARAN PAI
Pengamat
:
Guru Pengajar :
No
Objek Observasi
1
2
3
4
5
Keadaan
tindakan
guru
Penjelasan
selama (sifat penjelasan: deskriftif,
penyebab, akibat, dsb)
Keadaan murid selama
tindakan
Drama dalam tindakan
Keributan
tindakan
Pemahaman
Kelas :
selama
siswa
58
Ibid, h. 94.
lxix
terhadap instruksi guru
Aktivitas siswa pengamat
selama drama
6
b. Soal tes
Sedangkan soal-soal yang digunakan sebagai instrumen
pengumpul data adalah soal tertulis yang telah dirancang terlebih
dahulu (kisi-kisi, soal dan jawab dilampirkan dalam proposal ini).
H. Teknik Penjamin Keabsahan Data
Untuk menjamin keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan
menggunakan teknik triangulasi yakni teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data sebagai pembanding.
Perbandingan yang digunakan adalah:
1. Membandingkan data pengamatan dengan hasil tes.
2. Membandingkan dokumentasi dengan hasil tes.
3. Membandingkan hasil temuan penelitian dengan penemuan guru lain.
I. Subjek Penelitian
Subjek penelitian tindakan kelas adalah seluruh peserta didik kelas VIII6 SMPN 2 Percut Sei Tuan yang berjumlah 33 peserta didik. Pemilihan subjek
didasarkan pada tingkat pemahaman peserta didik yang rendah terhadap materi
ajar menghindari perilaku tercela.
J. Analisis Data
Teknik analisa data penelitian adalah analisis deskriptif kualitatif dan
kuantitatif, yang dapat dirinci sebagai berikut:
1. Hasil belajar dianalisis dengan analisa kuantitatif, yaitu membandingkan
hasil belajar sebelum tindakan dan antar siklus dengan indikator kinerja,
mencari nilai rata-rata dan persentasi peningkatan hasil belajar siswa.
lxx
2. Keadaan dan suasana pembelajaran dianalisis dengan analisis deskriptif
kualitatif yakni dengan menguraikan suasana dan keadaan pembelajaran
selama penerapan pendidikan dengan menggunakan kalimat bukan dengan
angka.
K. Hipotesis Tindakan
Kriteria Kelulusan Minimal (KKM) yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Kriteria Kelulusan Minimal (KKM) yang diberlakukan di sekolah
dalam pembelajaran sehari-hari yakni sebesar 75. Artinya, siswa dianggap
tuntas atau lulus dalam pembelajaran apabila nilai, yang menunjukkan hasil
belajar siswa, mencapai 75.
Berdasarkan KKM tersebut, hipotesis tindakan dalam penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut: “penerapan strategi pembelajaran bermain
peran dan ekspositori dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas
VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan pada mata pelajaran PAI materi menghindari
perilaku tercela hingga melampaui Kriteria Ketuntasan Minimal sebesar 75”.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Hasil Belajar PAI Menghindari Perilaku Tercela Siswa Kelas VIII-6 SMPN
2 Percut Sei Tuan Sebelum Penerapan Strategi Pembelajaran Bermain Peran
dan Ekspositori
Sebelum menerapkan tindakan, terlebih dahulu peneliti mengukur
hasil belajar PAI siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan. Pengukuran
ini menggunakan instrumen butir soal yang tergabung dalam lembar pretes
(terlampir).
Pengukuran ini penting dalam penelitian tindakan kelas (PTK)
sebagai dasar ukuran peningkatan hasil belajar yang didapatkan setelah
penerapan tindakan. Artinya, peningkatan hasil belajar siswa kelas VIII-6
SMPN 2 Percut Sei Tuan tidak dapat diketahui kecuali diketahui hasil
belajar sebelum tindakan.
Tes pra-tindakan, atau disebut juga pretes dilaksanakan pada Kamis
12 April 2012. Dari 30 jumlah siswa yang terdaftar, hanya 29 siswa yang
dapat mengikuti tes pra-tindakan. Hasil pretes siswa sebelum penerapan
tindakan dapat digambarkan dalam bagan berikut:
lxxi
Joan Anggara
Yulinda
Wahyu Widodo
Tri Dita Wijaya
Sri Wahyu Ningsih
Rezeki Ananda Aprilia
Ramadhan
Nur Marrita
Kelvin Prabowo
Fitri Yani Ritonga
Fahrian Fadil
Dicky Pradika
Devi Lestari
Bella Yani
Anggi Gunawan
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Gambar 1 Bagan Hasil Pretes
Berdasarkan tes pra-tindakan, diketahui hanya 5 dari 29 siswa yang
mencapai kriteria kelulusan minimal (KKM) sebesar 75. Dengan demikian,
persentasi tingkat kelulusan atau ketuntasan hasil belajar siswa pada tes pra
tindakan adalah 17.24%, sebagai berikut:
x = persentasi tingkat kelulusan siswa
y = jumlah siswa yang mencapai KKM
n = jumlah siswa keseluruhan
Lebih lanjut, hasil tes pra-tindakan siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut
Sei Tuan dapat digambarkan dalam tabel berikut:
Tabel 2
Hasil Tes Pra-Tindakan
No
Nilai
Nama
Pretest
45 Tidak Tuntas
1 Ahmad Rifai
lxxii
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Anggi Gunawan
20 Tidak Tuntas
Ayu Syahfitri
50 Tidak Tuntas
Bella Yani
60 Tidak Tuntas
Bimo Ismawan
40 Tidak Tuntas
Devi Lestari
45 Tidak Tuntas
Dian Purnama Sari
50 Tidak Valid
Dicky Pradika
65 Tidak Tuntas
Elsa Monica
75 Tuntas
Fahrian Fadil
70 Tidak Tuntas
Fajar Asharu
75 Tuntas
Fitri Yani Ritonga
35 Tidak Tuntas
Ilham Syahputra
30 Tidak Tuntas
Kelvin Prabowo
50 Tidak Tuntas
Muhammad Iqbal Gumiang
80 Tuntas
Nur Marrita
75 Tuntas
Puja Ariska
60 Tidak Tuntas
Ramadhan
55 Tidak Tuntas
Rendy Pramuja
75 Tuntas
Rezeki Ananda Aprilia
45 Tidak Tuntas
Rina Adeliya
60 Tidak Tuntas
Sri Wahyu Ningsih
40 Tidak Tuntas
Tedi Alfiandi
45 Tidak Tuntas
Tri Dita Wijaya
65 Tidak Tuntas
Vivi Ramadani
40 Tidak Tuntas
Wahyu Widodo
60 Tidak Tuntas
widya Lestari
35 Tidak Tuntas
Yulinda
50 Tidak Tuntas
Yunita Tri Utari
55 Tidak Tuntas
Joan Anggara
Tidak Valid
Rata-Rata
53.45
Tingkat Ketuntasan
17.24 5 dari 29
Rata-rata nilai tes pra-tindakan adalah 53.45. Secara keseluruhan,
berdasarkan nilai rata-rata siswa, hasil belajar siswa kelas VIII6 SPMN 2
Percut Sei Tuan belum mencapai KKM. Nilai tertinggi yang dapat dicapai
oleh siswa adalah 80, yang didapatkan oleh satu orang siswa. Empat siswa
lainnya mendapatkan nilai 75. Selain itu tidak mencapai KKM. Sedangkan
nilai siswa yang paling rendah adalah 20 yang didapatkan oleh satu orang
siswa. Nilai paling banyak didapatkan siswa adalah 50, yang didapatkan
oleh empat siswa.
lxxiii
Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas, hasil belajar PAI siswa
kelas VIII-6 SMPN Percut Sei Tuan sebelum penerapan strategi pembelajaran
bermain peran dan ekspositori adalah 17.24%.
2. Hasil Belajar PAI Menghindari Perilaku Tercela Siswa Kelas VIII-6 SMPN
2 Percut Sei Tuan Setelah Penerapan Strategi Pembelajaran Bermain Peran
dan Ekspositori
a. Siklus I
Siklus I dilaksanakan pada hari Kamis, 19 dan 26 April 2012.
Tes pasca tindakan siklus I dilaksanakan setelah pembelajaran, yakni
pada hari Kamis, 26 April 2012. Hasil belajar siswa yang dikumpulkan
dengan menggunakan instrumen butir soal dalam tes pasca tindakan
siklus I dapat diuraikan seperti pada tabel berikut:
Tabel 3
Hasil Belajar PAI
Siswa Kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan Pada Siklus Pertama
Nilai
No
Nama
Angka
Ketuntasan
1
2
3
4
1 Ahmad Rifai
75 Tuntas
2 Anggi Gunawan
60 Tidak Tuntas
3 Ayu Syahfitri
65 Tidak Tuntas
4 Bella Yani
80 Tuntas
5 Bimo Ismawan
60 Tidak Tuntas
6 Devi Lestari
70 Tidak Tuntas
7 Dian Purnama Sari
Tuntas
8 Dicky Pradika
75 Tuntas
9 Elsa Monica
80 Tuntas
1
2
3
4
10 Fahrian Fadil
65 Tidak Tuntas
11 Fajar Asharu
85 Tuntas
12 Fitri Yani Ritonga
50 Tidak Tuntas
13 Ilham Syahputra
40 Tidak Tuntas
14 Kelvin Prabowo
75 Tuntas
15 Muhammad Iqbal Gumiang
90 Tuntas
16 Nur Marrita
80 Tuntas
17 Puja Ariska
75 Tuntas
18 Ramadhan
80 Tuntas
19 Rendy Pramuja
75 Tuntas
20 Rezeki Ananda Aprilia
75 Tuntas
21 Rina Adeliya
75 Tuntas
lxxiv
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Sri Wahyu Ningsih
Tedi Alfiandi
Tri Dita Wijaya
Vivi Ramadani
Wahyu Widodo
widya Lestari
Yulinda
Yunita Tri Utari
Joan Anggara
Rata-Rata
Tingkat Ketuntasan
70
65
75
75
85
75
75
80
65
72.24
65.52
Tidak Tuntas
Tidak Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tidak Tuntas
19 dari 29
Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I adalah 72.24. Secara
umum, berdasarkan nilai-rata hasil belajar yang tercapai pada siklus I
belum memuaskan karena belum mencapai KKM. Hanya 19 dari 29
siswa yang mencapai KKM. Dengan demikian, persentasi ketuntasan
siswa, berdasarkan KKM adalah 65.52, sebagai berikut:
x = persentasi tingkat kelulusan siswa
y = jumlah siswa yang mencapai KKM
n = jumlah siswa keseluruhan
Nilai maksimal hasil belajar siswa setelah penerapan tindakan
pada siklus pertama adalah 90, yang dicapai oleh satu siswa. Hasil belajar
siswa paling rendah ditunjukkan dengan nilai 40 yang didapatkan oleh
satu siswa. Nilai median hasil belajar siswa adalah 75 yang didapatkan 2
siswa.
Berdasarkan uraian di atas, maka hasil belajar PAI siswa kelas
VIII-6 SMPN Percut Sei Tuan setelah penerapan tindakan pada siklus
pertama adalah 65.52%
b. Siklus II
Penerapan tindakan pada siklus kedua dilaksanakan pada hari
Kamis, 3 dan 10 Mei 2012. Tes pasca tindakan siklus kedua dilaksanakan
setelah pembelajaran pada hari Kamis, 10 Mei 2012. Tes pasca tindakan
pada siklus kedua diikuti oleh seluruh siswa, yang berjumlah 30 siswa.
Hasil belajar siswa setelah penerapan strategi pembelajaran
bermain peran dan ekspositori pada siklus kedua, yang didapatkan
dengan menggunakan instrumen butir soal dalam lembar tes dapat
diuraikan seperti dalam tabel berikut:
Tabel 4
lxxv
Hasil Belajar PAI
Siswa Kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan Pada Siklus Kedua
Nilai
No
Nama
Angka Ketuntasan
1
2
3
4
1 Ahmad Rifai
80 Tuntas
2 Anggi Gunawan
75 Tuntas
3 Ayu Syahfitri
90 Tuntas
4 Bella Yani
80 Tuntas
5 Bimo Ismawan
75 Tuntas
1
2
3
4
6 Devi Lestari
75 Tuntas
7 Dian Purnama Sari
65 Tidak Tuntas
8 Dicky Pradika
75 Tuntas
9 Elsa Monica
85 Tuntas
10 Fahrian Fadil
75 Tuntas
11 Fajar Asharu
85 Tuntas
12 Fitri Yani Ritonga
75 Tuntas
13 Ilham Syahputra
80 Tuntas
14 Kelvin Prabowo
75 Tuntas
15 Muhammad Iqbal Gumiang
90 Tuntas
16 Nur Marrita
85 Tuntas
17 Puja Ariska
75 Tuntas
18 Ramadhan
85 Tuntas
19 Rendy Pramuja
80 Tuntas
20 Rezeki Ananda Aprilia
80 Tuntas
21 Rina Adeliya
85 Tuntas
22 Sri Wahyu Ningsih
75 Tuntas
23 Tedi Alfiandi
85 Tuntas
24 Tri Dita Wijaya
80 Tuntas
lxxvi
25 Vivi Ramadani
75 Tuntas
26 Wahyu Widodo
85 Tuntas
27 widya Lestari
80 Tuntas
28 Yulinda
85 Tuntas
29 Yunita Tri Utari
75 Tuntas
30 Joan Anggara
80 Tuntas
Rata-Rata
79.67
Tingkat Ketuntasan
96.67
29
Secara keseluruhan, hasil belajar siswa telah mencapai KKM
sebesar 75, yang ditunjukkan oleh nilai rata-rata hasil belajar siswa kelas
VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan sebesar 79.67. Akan tetapi, berdasarkan
KKM, tingkat ketuntasan siswa belum mencapai 100%. Karena hanya 29
dari 30 siswa yang tuntas (mencapai KKM). Satu siswa tidak mencapai
KKM.
Persentasi kelulusan/ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus II
adalah 96.67%, sebagai berikut:
x = persentasi tingkat kelulusan siswa
y = jumlah siswa yang mencapai KKM
n = jumlah siswa keseluruhan
Hasil belajar siswa yang paling tinggi ditunjukkan oleh nilai 90,
yang dicapai oleh 2 siswa. Sedangkan hasil belajar paling rendah adalah
65 (tidak mencapai KKM) yang didapatkan oleh 1 siswa. Hasil belajar
siswa paling banyak ditunjukkan oleh nilai 80, yang didapatkan oleh 7
siswa.
Akan tetapi, meskipun persentasi tingkat kelulusan/ ketuntasan
hasil belajar siswa pada siklus kedua hanya mencapai 96.67, penelitian ini
tidak dilanjutkan kepada siklus ketiga karena pada dasarnya tingkat
ketuntasan/kelulusan siswa telah maksimal. Hal ini dapat dijelaskan
bahwa siswa yang tidak tuntas/lulus pada siklus kedua memang tidak
mengikuti proses pembelajaran pada siklus pertama. Dengan demikian,
bila nilai siswa tersebut tidak dimasukkan dalam penghitungan persentasi
tingkat kelulusan/ketuntasan siswa, maka akan didapatkan nilai 100%,
dalam arti hasil belajar 29 dari 29 jumlah siswa mencapai KKM, dengan
penghitungan sebagai berikut:
lxxvii
x = persentasi tingkat kelulusan siswa
y = jumlah siswa yang mencapai KKM
n = jumlah siswa yang mengikuti tindakan pada siklus pertama dan
kedua
Berdasarkan uraian tersebut di atas, hasil belajar PAI siswa kelas VIII6 SMPN Percut Sei Tuan setelah penerapan tindakan pada siklus kedua
adalah 100%.
3. Penerapan Strategi Pembelajaran Bermain Peran dan Ekspositori Dalam
Pembelajaran PAI
Seperti yang direncanakan sebelumnya, pada tahap perencanaan,
penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus. Penerapan
tindakan pada siklus pertama dilakukan dalam dua pertemuan sedangkan
penerapan tindakan pada siklus kedua dilakukan hanya pada satu pertemuan.
a. Siklus I
1) Perencanaan
Pada tahap perencanaan, peneliti mengidentifikasi masalah
dalam pembelajaran yang menyebabkan rendahnya hasil belajar PAI
siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan. Identifikasi
permasalahan menunjukkan bahwa kurangnya minat dan keaktifan
siswa, serta suasana kelas selama pembelajaran yang membosankan
menjadi penyebab tidak efektifnya pembelajaran PAI.
Untuk itu, peneliti merumuskan solusi atas permasalahan
tersebut di atas dengan menyusun tindakan yang akan diuji
efektivitasnya, yakni penerapan strategi bermain peran dan
ekspositori dalam pembelajaran PAI. Strategi bermain peran dipilih
sebagai solusi untuk merubah suasana pembelajaran yang monoton.
Di samping itu, strategi pembelajaran bermain peran sangat cocok
dengan materi pembelajaran nilai.
Sedangkan strategi pembelajaran ekspositori dipilih untuk
mengefektifkan pembelajaran materi yang bersifat teoritis seperti
pengertian dari perilaku tercela: anāniyah, gaḍab, ḥasad, namīmah
dan gībah. Penggunaan strategi ini juga bertujuan untuk menekankan
serta menjelaskan poin-poin pembelajaran yang tidak dapat
dijelaskan dalam strategi bermain peran.
Solusi ini diuji efektivitas dalam pembelajaran dengan materi
menghindari perilaku tercela. Pemilihan materi ini ditetapkan karena
strategi pembelajaran bermain peran sangat cocok untuk
pembelajaran nilai bagi siswa.
lxxviii
Untuk menerapkan solusi (tindakan) tersebut, peneliti
mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yakni
perencanaan proses pembelajaran di kelas.
Selain Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, peneliti juga
mempersiapkan instrumen pengukur hasil belajar siswa berupa butir
soal yang tergabung dalam tes baik pra tindakan maupun pasca
tindakan.
Instrumen lain yang peneliti persiapkan adalah Panduan
observasi untuk guru pengamat selama penerapan tindakan serta
menetapkan dan meminta kesediaan guru pengamat. Untuk
kepentingan observasi, peneliti meminta kesediaan Dra. Nurhimmah,
rekan peneliti, sebagai guru pengamat.
2) Pelaksanaan Tindakan
Penerapan strategi pembelajaran bermain peran dan
ekspositori pada siklus pertama dilakukan dalam dua kali pertemuan
yakni pada hari Selasa, 27 Maret dan 3 April 2012.
a) Kegiatan Awal
Setelah memasuki kelas, guru mengucapkan salam yang
dijawab bersama-sama oleh para siswa. Setelah mengucapkan
salam, guru bersama siswa mengucapkan basmalah dan membaca
surat al-Fatihah dan membaca doa sebelum memulai
pembelajaran. Selanjutnya, guru membaca absensi siswa.
Sebagai apersepsi, guru memberikan beberapa pertanyaan
terkait materi pembelajaran yang akan dipelajari. Beberapa
pertanyaan yang guru ajukan adalah:
(1)
Seseorang yang memikirkan dirinya sendiri, tidak perduli
dengan orang lain. Perilaku orang tersebut adalah?
(2)
Ali mengatakan kepada Sayyid bahwa Rasyid telah
menjelek-jelekkan dirinya. Lalu kemudian Ali juga
mengatakan kepada Rasyid bahwa Sayyid telah menjelekjelekkan dirinya. Perilaku Ali tersebut adalah?
(3)
Baik egois dan mengadu domba merupakan dua contoh
perilaku yang tercela. Coba sebutkan contoh perilaku
tercela lainnya.
Guru mengajukan pertanyaan tersebut satu persatu dan
menunjuk siswa untuk menjawab pertanyaan tersebut. Tujuan
utama dari pengajuan pertanyaan tersebut bukan untuk
mendapatkan jawaban yang paling benar dari siswa, akan tetapi
mempersiapkan perhatian dan pikiran siswa untuk mengikuti
pembelajaran PAI materi menghindari perilaku tercela.
lxxix
Selanjutnya, guru menjelaskan kepada siswa bahwa
pembelajaran PAI tentang menghindari perilaku tercela
menggunakan strategi pembelajaran bermain peran dan
ekspositori.
Sebagai penjelasan tentang strategi pembelajaran bermain
peran, guru menggambarkan penerapannya dan langkah-langkah
pembelajaran. Dalam pembelajaran bermain peran yang akan
diterapkan dalam pembelajaran, siswa dibagi kepada 5 kelompok,
masing-masing kelompok terdiri dari 6 siswa. Setiap kelompok
akan memainkan drama yang telah disediakan skenarionya oleh
guru. Pemeran dalam drama tersebut adalah 6 tokoh, sesuai
dengan jumlah siswa dalam satu kelompok. Ketika satu kelompok
memainkan peran drama di depan kelas, kelompok yang lain
bertugas untuk mengamati dan menulis hal-hal penting yang
didapatkan selama pementasan drama.
Masih dari bagian pendahuluan pembelajaran, untuk
strategi ekspositori, guru menjelaskan bahwa setelah dua atau tiga
kelompok memainkan drama di depan kelas, guru akan
menjelaskan lebih lanjut tentang materi pembelajaran dengan cara
ceramah dan tanya-jawab dengan siswa.
Pada akhir bagian apersepsi, guru menanyakan apakah ada
hal-hal yang kurang jelas dan perlu dipertanyakan tentang metode
pembelajaran. Beberapa pertanyaan muncul dari siswa. Umumnya
pertanyaan tersebut terkait dengan strategi bermain peran,
berkenaan dengan peran apa yang akan dimainkan, bagaimana
dialognya, bagaimana kalau tidak hafal dialog dan sebagainya.
Guru kemudian menjelaskan bahwa peran yang akan dimainkan
sangat sederhana, dialognya tidak ditentukan akan tetapi
dikembangkan sendiri oleh siswa, karena itu tidak perlu
menghafal, kecuali alurnya saja.
Guru juga menyebutkan dan menuliskan di papan tulis
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang ingin dicapai
dalam pembelajaran. Standar Kompetensi dalam pembelajaran
adalah
menghindari perilaku tercela. SK ini kemudian
diterjemahkan ke dalam 3 Kompetensi Dasar:
(1)
Menjelaskan pengertian anāniyah, gaḍab, ḥasad, gībah
dan namīmah
(2)
Menyebutkan contoh-contoh prilaku anāniyah, gaḍab,
ḥasad dan namīmah
(3)
Menghindari prilaku anāniyah, gaḍab, ḥasad, gībah
dan namīmah
b) Kegiatan Inti
lxxx
Selanjutnya, ketika siswa sudah memahami pembelajaran,
guru membagi siswa ke dalam 5 kelompok. Masing-masing
kelompok terdiri dari 6 siswa, sebagai berikut:
Tabel 5
Pembagian Kelompok Bermain Peran
Siswa Kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan
Kelompok I
Kelompok III
Kelompok V
1 Rifai
1 Bimo
1 Vivi
2 Bella
2 Fitri
2 Joan
3 Widya
3 Rezki
3 Ilham
4 Yunita
4 Rendy
4 Wahyu
5 Kelvin
5 Iqbal
5 Dita
6 Nita
6 Devi
6 Diki
Kelompok II
Kelompok IV
1 Rina
1 Yuni
2 Anggi
2 Puja
3 Fajar
3 Tedi
4 Elsa
4 Ayu
5 Yulinda
5 Farian
6 Elsa
6 Ramadan
Selanjutnya guru membagikan naskah drama kepada
masing-masing siswa dan memberikan waktu sekitar 5 menit
untuk membacanya.
Setelah berlalu lima menit waktu untuk membaca naskah
drama, guru menunjuk dan menginstruksikan kelompok pertama
untuk maju dan memainkan peran dalam drama di depan kelas.
Guru juga menginstruksikan siswa yang lain yang tidak bertugas
memainkan peran dalam drama untuk mengamati drama yang
berlangsung di depan kelas dan menulis hal-hal penting sebagai
pembelajaran.
Selanjutnya, guru menginstruksikan kelompok kedua dan
ketiga secara bergiliran untuk memainkan peran dalam drama di
depan kelas.
Selama drama berlangsung di depan kelas, guru bertindak
sebagai pengatur dan instruktur. Fungsi guru sebagai manajer
terlihat ketika muncul suasana tidak kondusif di dalam kelas
seperti siswa tertawa karena peranan beberapa siswa yang lucu.
lxxxi
Sebagai instruktur, guru mengarahkan proses drama ke
arah yang lebih baik, mengingatkan pemeran akan lakon yang ia
perankan, mengatur waktu babak per babak agar proporsional dan
seimbang, menginstruksikan siswa yang lalai untuk mengamati
drama dan sebagainya.
Dalam skenario drama yang telah direncanakan, lakon
yang diperankan oleh siswa terdiri dari 6 tokoh yakni:
(1)
Budi: seorang tokoh siswa yang baik budi dan
berhubungan dekat dengan tokoh Rohaya
(2)
Samin: seorang tokoh siswa yang berperilaku buruk dan
merasa iri dengan kedekatan Budi dengan Rohaya
(3)
Lukman: seorang tokoh siswa teman sekelas Budi dan
Samin
(4)
Rohaya: seorang tokoh siswi teman sekelas Budi, Lukman
dan Samin
(5)
Aminah: seorang tokoh siswi teman sekelas Budi, Lukman,
Samin dan Rohaya
(6)
Pak Ali: seorang tokoh guru PAI di SMPN 2 Percut Sei
Tuan.
Dalam pelaksanaan drama, keenam tokoh tersebut berubah
sesuai dengan kebutuhan dan porsi jenis kelamin lakilaki/perempuan dalam satu kelompok. Artinya tidak semua
kelompok memiliki anggota yang terdiri dari 4 siswa dan 2 siswi.
Perubahan lakon terjadi pada tokoh Pak Ali sebagai guru menjadi
Ibu Fatimah sebagai guru atau Lukman yang menjadi Nur Hayati.
Perubahan ini tidak banyak mengganggu proses pementasan
drama di depan kelas.
Secara keseluruhan, pemeranan tokoh dalam drama di
depan kelas berjalan dengan lancar meskipun kualitasnya tidak
memuaskan. Dalam memainkan peran tokoh Budi, Samin,
Lukman, Rohaya, Aisyah dan Pak Ali, siswa kurang menghayati.
Dialog yang seharusnya muncul sesuai dengan penghayatan dan
kreativitas siswa tidak mengalir dengan lancar, bahkan kadang
kala, dialog yang muncul tidak sesuai dengan skenario umum
drama yang telah direncanakan. Selain itu, siswa juga tampak
kaku dalam memainkan peranan di depan kelas. Kekakuan
tersebut disebabkan tidak ada ekspresi yang menunjukkan
kemarahan, atau iri dan perilaku tercela lainnya yang tergambar
dalam skenario drama. Sebagian siswa hanya berdiri saja sambil
sesekali melirik ke skenario drama yang mereka pegang.
lxxxii
Ada juga siswa yang terdiam, tidak tahu akan
mengucapkan dialog apa, sebaliknya ada juga siswa yang tertawa
selama memainkan peran, padahal tidak ada aksi tertawa dalam
skenario. Hal ini menunjukkan kurang seriusnya siswa dalam
pembelajaran. Selain itu, permasalahan lain yang muncul adalah
suara yang terlalu pelan hingga tidak kedengaran.
Sesuai dengan temuan peneliti, Nurhimmah, guru
pengamat juga menuliskan bahwa pementasan drama kurang
hidup dan terkesan bermain-main disebabkan siswa kurang
apresiasi terhadap tokoh yang mereka perankan dan tidak
menguasainya.
Meskipun secara umum, kualitas pemeranan tidak
memuaskan, ada juga beberapa siswa yang dapat menghayati
tokoh yang ia perankan dengan baik. Seperti Bella yang
mengucapkan dialog dengan lancar, atau Fajar yang tidak lagi
melihat skenario drama dalam memainkan peran. Hal ini tentu
saja bersumber dari penghayatan yang baik terhadap tokoh yang
diperankan. Hal ini juga disebutkan oleh Nurhimmah dalam
laporan observasi bahwa sebagian siswa lain dapat mengerti dan
memahami perannya dengan baik.
Ketika pemeranan atau pementasan drama berlangsung di
depan kelas, tugas siswa yang lain adalah mengamati proses
permainan peran dan menulis hal-hal yang dianggap penting.
Menurut pengamatan Nurhimmah, sebagai siswa aktif dalam
mengamati proses pementasan drama dan menulis laporan,
sementara siswa yang lain pasif dan acuh tak acuh terhadap drama
yang sedang berlangsung.
Umumnya laporan siswa hanya berkenaan dengan kualitas
drama, seperti pemeranan yang tidak baik, suara yang tidak
terdengar, kekakuan, kelancaran dialog dan sebagainya. Belum
ada siswa yang melaporkan hasil pengamatan tentang materi
pembelajaran seperti perilaku yang tergambar dalam tokoh Budi
dan Samin dan seterusnya.
Setelah tiga kelompok pertama selesai memainkan drama
di depan kelas, pembelajaran masuk kepada tahap penerapan
strategi ekspositori sebagai bagian dari tindakan. Pada tahap ini,
setelah guru menjelaskan materi pelajaran dengan teknik ceramah
dengan menekankan pada poin-poin penting pembelajaran serta
menghubungkannya dengan drama yang telah dipentaskan di
depan kelas. Penjelasan guru terkait dengan pengertian perilaku
tercela anāniyah, gaḍab, gībah, ḥasad dan namīmah serta akibat
buruk yang muncul dari perilaku tersebut.
Selain dengan teknik ceramah, guru juga melakukan
tanya-jawab dengan siswa seputar materi pembelajaran. Guru
mempersilahkan siswa untuk mempertanyakan hal-hal yang
belum jelas seputar anāniyah, gaḍab, gībah, ḥasad dan namīmah
lxxxiii
dan menjawab pertanyaan yang diajukan. Teknik ini berguna
untuk menjelaskan materi pelajaran yang tidak tersentuh oleh
penjelasan guru dalam teknik ceramah.
Selain itu, guru juga mengajukan beberapa pertanyaan
seputar materi pembelajaran dan menunjuk beberapa siswa utuk
menjawab. Teknik ini berfungsi untuk menegaskan atau
menekankan penjelasan pembelajaran terkait inti-inti atau poin
penting pembelajaran.
Pada akhir tahap inti pembelajaran, guru bersama-sama
dengan siswa menyimpulkan hasil pembelajaran tentang
pengertian anāniyah, gaḍab, gībah, ḥasad dan namīmah serta
akibat buruk yang muncul dari perilaku tersebut.
c) Penutup
Sebagai penutup pembelajaran, guru menginstruksikan
kepada siswa untuk membuat kesimpulan pembelajaran di rumah
dan membaca ulang buku pelajaran. Selain itu, guru juga
mengingatkan bahwa pada pertemuan selanjutnya, pembelajaran
masih menggunakan strategi yang sama. Dua kelompok yang
belum memainkan peran akan mendapat kesempatan.
Selanjutnya,
guru
bersama-sama dengan
siswa
mengucapkan al-ḥamdalah sebagai penutup pembelajaran.
Kemudian guru mengucapkan salam dan meninggalkan kelas.
Selanjutnya, penerapan tindakan siklus pertama pada
pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Kamis, 26 April 2012. Tidak
banyak perbedaan dalam penerapan tindakan pada pertemuan pertama
dengan pertemuan kedua. Secara keseluruhan, proses penerapan
tindakan siklus pertama pada pertemuan kedua dapat diuraikan
sebagai berikut:
1) Kegiatan Awal
Kegiatan awal pembelajaran pada pertemuan kedua pada
siklus pertama tidak jauh berbeda dengan pembelajaran pada
pertemuan pertama. Setelah memasuki kelas, guru mengucapkan
salam. Kemudian, guru bersama siswa membaca al-Basmalah
dan surat al-Fatihah untuk membuka pembelajaran, yang
dilanjutkan dengan pembacaan absensi siswa.
Pada tahap selanjutnya, guru kembali menjelaskan strategi
pembelajaran yang akan diterapkan yakni strategi bermain peran
dan ekspositori. Penjelasan ini lebih ringkas dibandingkan
penjelasan pada pertemuan pertama.
Selanjutnya, guru juga menyebutkan dan menuliskan di
papan tulis, standar kompetensi dan dasar kompetensi yang
hendak dicapai selama pembelajaran. Standar kompetensi dan
kompetensi dasar pada pertemuan kedua sama sekali tidak
berbeda dengan pertemuan pertama, yakni: menghindari
lxxxiv
perilaku tercela. SK ini kemudian diterjemahkan ke dalam 3
kompetensi dasar:
a)
Menjelaskan pengertian anāniyah, gaḍab, ḥasad, gībah
dan namīmah
b)
Menyebutkan contoh-contoh prilaku anāniyah, gaḍab,
ḥasad dan namīmah
c)
Menghindari prilaku anāniyah, gaḍab, ḥasad, gībah
dan namīmah
2) Kegiatan Inti
Sebelum menunjuk kelompok siswa untuk memainkan
peran, guru tidak lagi menyediakan waktu bagi siswa untuk
membaca skenario drama yang telah dibagikan. Hal ini
disebabkan karena naskah drama telah dibagikan pada
pertemuan pertama, dan guru meyakini bahwa siswa telah
membacanya kembali.
Sebagai
kegiatan
inti
pembelajaran,
guru
menginstruksikan siswa dari kelompok empat untuk maju dan
memainkan peran. Guru membagikan peran untuk masingmasing siswa. Setelah pemeranan kelompok empat selesai, guru
meminta kelompok lima untuk maju dan memainkan peran
dalam drama.
Sementara itu, tugas siswa yang tidak ikut memerankan
peran dalam drama bertugas untuk mengamati dan mencatat halhal penting yang berkaitan dengan perilaku tercela.
Pemeranan atau pementasan drama berlangsung lebih baik
dibandingkan pemeranan di pertemuan pertama. Para siswa
lebih menghayati tokoh yang diperankannya. Dialog-dialog
yang berlangsung, secara keseluruhan lebih lancar dibandingkan
pada proses drama di pertemuan pertama.
Akan tetapi, ada juga beberapa siswa yang masih sangat
kaku dan tidak dapat menghayati tokoh yang diperankannya
dengan baik, khususnya dalam menunjukkan sikap marah dan
dengki.
Sejalan dengan itu, hasil observasi Nurhimmah, guru
pengamat, menyatakan bahwa proses pemeranan dalam drama
pada pertemuan kedua lebih baik dibandingkan pada drama di
pertemuan pertama.
Laporan pengamatan siswa yang tidak berperan dalam
drama juga telah menunjukkan peningkatan. Meskipun masih
sebagian kecil, beberapa siswa telah menulis karakter dari
beberapa tokoh yang diperankan dalam drama. Sebagian yang
lain telah menulis akibat buruk yang diterima oleh tokoh Samin
lxxxv
dalam drama. Akan tetapi secara keseluruhan, laporan
pengamatan siswa masih berfokus di seputar kualitas drama.
Setelah kedua kelompok selesai memainkan peran dalam
drama, guru mengambil alih pembelajaran dengan menerapkan
strategi pembelajaran ekspositori. Pada tahap ini, guru kembali
menjelaskan materi pembelajaran dengan teknik ceramah baik
terkait pengertian anāniyah, ḥasad, gaḍab, ḥasad dan namīmah
serta akibat buruk yang diterima pelakunya.
Selain menggunakan teknik ceramah, guru juga
mempersilahkan siswa untuk mengajukan pertanyaan apabila
ada hal-hal yang belum dimengerti dengan baik atau
mengajukan pertanyaan untuk menegaskan atau meyakinkan
bahwa siswa telah benar-benar menguasai materi pelajaran.
3) Penutup
Sebagai penutup, guru bersama siswa menyimpulkan hasil
pembelajaran tentang menjauhi perilaku tercela anāniyah,
ḥasad, gaḍab, ḥasad dan namīmah.
Sebelum menutup pembelajaran guru membagikan lembar
soal pasca tindakan siklus I. sebelum menjawab pertanyaanpertanyaan tersebut, guru menekankan agar siswa mengisinya
dengan serius dan tidak bekerja sama dengan siswa yang lain.
Guru memberikan waktu selama 20 menit untuk menjawab soal.
Setelah waktu berakhir, guru meminta siswa untuk
mengumpulkan jawaban ke depan.
Terakhir, guru memberikan nasehat kepada siswa untuk
mengulangi pelajaran di rumah dengan membaca kembali.
Selain itu, guru juga mengingatkan bahwa ada kemungkinan di
pertemuan selanjutnya proses pembelajaran yang sama akan
diulangi, yakni pada siklus II.
Akhirnya, guru bersama siswa mengucapkan al-ḥamdalah
untuk mengakhiri pelajaran, dan mengucapkan salam sebelum
meninggalkan kelas.
3) Observasi
Observasi tindakan pada siklus pertama baik untuk
pertemuan pertama dan kedua dilakukan oleh Nurhimmah, rekan
penulis sesama guru di SMPN 2 Percut Sei Tuan. Observasi yang
dilakukan oleh pengamat dipandu oleh lembar panduan observasi
yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Hasil observasi, berdasarkan panduan observasi guru
pengamat dan guru pengajar selama proses penerapan tindakan pada
siklus pertama adalah sebagai berikut:
a) Keadaan Guru Selama Tindakan
Guru menguasai tahap-tahap pembelajaran, mulai dari
tahap pendahuluan (apersepsi), tahap inti pempelajaran
(pementasan drama dan ekspositori) hingga penutup. Pada
lxxxvi
tahap pemeranan drama, guru bertindak sebagai pengatur
sekaligus sebagai instruktur.
Selama drama berlangsung, guru mengamati proses
pemeranan drama, sesekali mengarahkan pemeranan ke arah
yang lebih baik. Selain itu, guru juga berkeliling di antara
siswa untuk mengawasi dan mengontrol keadaan kelas. Pada
saat pemeranan drama, perhatian guru terbagi kepada drama
dan siswa. Akan tetapi secara umum, guru lebih
memperhatikan proses pemeranan drama.
Pada tahap ekspositori, guru menguasai materi
pembelajaran. Penerapan teknik ceramah cukup efektif dengan
menekankan pada inti dan poin-poin pembelajaran. Selain
menggunakan teknik ceramah, guru juga menggunakan teknik
tanya-jawab dengan siswa.
b) Keadaan Murid Selama Tindakan
Siswa terlihat tertarik dengan penjelasan guru tentang
strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori. Hal ini
disebabkan karena metode ini baru dikenal oleh siswa.
Keadaan siswa sedikit berisik ketika beberapa siswa
memerankan peranan dengan cara yang lucu. Dalam
pembelajaran bermain peran, banyak terbuang ketika
pergantian kelompok dalam pemeranan drama. Sebagian siswa
terlihat aktif dalam pembelajaran. Sebagian yang lain tidak
terlalu memperhatikan.
c) Drama Dalam Tindakan
Dalam pemeranan drama selama pembelajaran pada
siklus pertama, secara umum dapat dikatakan bahwa siswa
kurang menghayati perannya masing-masing. Hal ini
disebabkan kurangnya waktu penghayatan yang diberikan oleh
guru. Selain itu, strategi pembelajaran bermain peran yang
cukup baru bagi siswa juga turut berpengaruh dalam hal ini.
Dalam pemeranan drama, siswa kadang kala terdiam
tidak tahu dialog yang harus ia ucapkan. Ekspresi siswa juga
tidak mencerminkan karakter yang mereka perankan. Selain
itu, suara yang terlalu pelan juga menjadi permasalahan dalam
penerapan tindakan.
Kurangnya penghayatan siswa terhadap tokoh yang
mereka perankan berakibat kualitas drama yang tidak
memuaskan. Drama terlihat tidak hidup dan seperti bermainmain.
d) Keributan Selama Tindakan
Secara umum, suasana pembelajaran cukup tenang.
Keributan muncul ketika secara tiba-tiba terdapat adegan lucu
dalam pemeranan drama. Selain itu, suasana cukup tenang.
lxxxvii
Khususnya ketika tahap ekspositori berlangsung, semua siswa
terlihat tentang mendengarkan penjelasan guru.
e) Pemahaman Siswa Terhadap Instruksi Guru
Sebagian siswa belum memahami dengan baik instruksi
guru selama apersepsi. Untuk berdialog, beberapa siswa, dalam
memerankan drama masih melihat kepada skenario drama,
padahal dialog dalam drama dipercayakan pada kreativitas
siswa. Skenario drama sendiri tidak mencantumkan dialog
yang harus diucapkan oleh siswa.
Akan tetapi, ada beberapa siswa yang dapat mengerti
instruksi guru dengan baik. Dialognya dalam drama terdengar
lancar. Penghayatan yang diperlihatkan juga cukup baik.
Beberapa siswa tidak hanya berdiri kaku sambil berhadaphadapan, akan tetapi mulai lebih nyaman dengan strategi
pembelajaran dengan menggerakkan beberapa anggota
tubuhnya. Hal itu membuktikan penghayatan peran yang lebih
baik.
f) Aktivitas Siswa Pengamat Selama Drama
Sebagian besar siswa terlihat aktif dan serius
mengamati pemeranan drama yang berlangsung di depan kelas.
Akan tetapi sebagian yang lain kurang aktif, pasif dan
seperti acuh tidak acuh terhadap pemeranan yang sedang
berlangsung. Untuk laporan pengamatan, seluruh siswa aktif
menulis hasil pengamatan mereka tentang drama yang
berlangsung di depan kelas.
Tabel 6
Hasil Observasi Penerapan Strategi Bermain Peran
Dan Ekspositori Dalam Pembelajaran PAI Untuk Kelas VIII-6
SMPN 2 Percut Sei Tuan Pada Siklus Pertama
LAPORAN OBSERVASI
PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN DAN
EKSPOSITORI DALAM PEMBELAJARAN PAI
Pengamat
: Dra. Nurhimmah
Guru Pengajar : Dra. Rohani
No
Objek Observasi
1
1
2
Keadaan
guru
selama tindakan
1
-
2
-
lxxxviii
Tgl: 19 & 26 April 2012
Kelas : VIIII-6
Penjelasan
3
Guru memulai pembelajaran
dengan membaca doa dan surat
al-Fatiha
3
Perangkat pembelajaran
lengkap
-
2
Keadaan
murid selama tindakan
-
3
Drama
tindakan
4
Keributan
tindakan
dalam -
selama -
5
Pemahaman siswa terhadap instruksi
guru
-
6
Aktivitas
pengamat
drama
siswa selama
Guru memberikan apersepsi,
pretes dan menjelaskan metode
yang digunakan
Siswa aktif dan memperhatikan
penjelasan guru
Siswa memerankan perannya
masing-masing
Siswa aktif dan memerankan
drama dengan baik, sedikit
kurang menghafal teks drama
dan kurang mengapresiasikan
peran
Guru sebagai fasilitator
Keributan selama tindakan tidak
muncul, sebab siswa kurang
menguasai perannya masingmasing
Akibatnya, drama kurang hidup
dan terkesan bermain-main
Sebahagian
siswa
kurang
memahami penjelasan/instruksi
guru dengan perannya masingmasing
Sebahagian yang lain mengerti
dan
memahami
perannya
dengan baik
Sebahagian
siswa
aktif.
Sebahagian yang lain kurang
aktif, pasif dan acuh tidak acuh
terhadap drama yang sedang
berlangsung.
4) Refleksi
Berdasarkan hasil observasi pada siklus I, ada beberapa
permasalahan yang muncul dalam penerapan strategi pembelajaran
bermain peran dan ekspositori. Permasalahan paling banyak muncul
berkenaan dengan penerapan strategi bermain peran. Permasalahan
tersebut berhubungan kualitas atau penghayatan siswa, waktu yang
digunakan terlalu lama serta aktivitas siswa selama pengamatan.
a) Mutu pembelajaran
Mutu pembelajaran merupakan hal yang harus
mendapat perhatian setelah penerapan tindakan. Refleksi atau
evaluasi terhadap mutu pembelajaran menentukan apakah
lxxxix
tindakan harus dilanjutkan kepada siklus selanjutnya atau
tidak.
Evaluasi terhadap mutu pembelajaran dilakukan dengan
memeriksa hasil belajar siswa pada siklus pertama berdasarkan
jawaban yang diberikan dalam tes pasca tindakan di siklus
pertama.
Hasil belajar siswa pada tindakan di siklus pertama
belum menunjukkan nilai yang memuaskan. Nilai rata-rata
hasil belajar siswa hanya mencapai 72.24. Dari segi
ketuntasan, persentasi ketuntasan/kelulusan siswa hanya
65.52% yakni 19 dari 29 siswa lulus atau tuntas dalam
pembelajaran.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti memutuskan untuk
melanjutkan tindakan pada siklus kedua dengan harapan lebih
efektifnya pembelajaran dan menyebabkan peningkatan hasil
belajar yang signifikan.
b) Penghayatan
Masalah penghayatan siswa adalah permasalahan
paling umum ditemukan selama penerapan tindakan.
Dangkalnya penghayatan siswa terhadap karakter yang mereka
perankan mengakibatkan buruknya kualitas drama yang
ditampilkan di depan kelas. Kurang mampunya siswa
menghayati perannya masing-masing disebabkan beberapa hal,
antara lain waktu penghayatan yang terlalu sedikit yang
berakibat pada sebagian besar siswa tidak hafal skenario
umum. Selain itu, rasa canggung dan malu juga menyebabkan
kurangnya dalamnya penghayatan siswa disebabkan siswa
kurang terbiasa dengan strategi pembelajaran bermain drama.
Solusi untuk permasalahan ini adalah memberikan
waktu yang lebih lama bagi siswa untuk memahami skenario
drama dan menghayati tokoh yang mereka perankan. Akan
tetapi, dalam pembelajaran, guru tidak perlu memberikan
waktu tambahan bagi siswa untuk memahami skenario drama
dan untuk menghayati tokoh yang mereka perankan,
mengingat selang waktu antara siklus pertama dan kedua
berjarak hingga satu minggu. Dengan demikian, permasalahan
ini diharapkan dapat teratasi pada siklus kedua.
Selain itu, guru juga harus menekankan pada siswa di
siklus kedua untuk mengucapkan dialog sesuai dengan
pemahaman mereka terhadap karakter lakon yang mereka
perankan. Tidak perlu melihat skenario drama, karena di
dalamnya hanya terdapat skenario secara umum.
c) Waktu
Waktu yang digunakan untuk penerapan strategi
pembelajaran bermain peran dan ekspositori cukup lama yakni
xc
dua kali pertemuan (4x40 menit). Mengikuti hal tersebut,
apabila diterapkan dalam dua siklus, maka dibutuhkan empat
kali pertemuan (8x40 menit).
Panjangnya waktu yang dibutuhkan untuk penerapan
tindakan disebabkan pementasan drama yang dilakoni oleh
seluruh siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan.
Untuk itu, pada siklus kedua, pementasan drama hanya
dilakukan dua kali saja oleh beberapa siswa saja. Artinya, tidak
semua siswa memainkan peranan dalam drama.
d) Pengamatan Siswa
Permasalahan lain yang muncul selama penerapan
tindakan pada siklus pertama adalah pengamatan siswa. Siswa
yang tidak berperan dalam drama di depan kelas bertugas
untuk mengamati drama dan mencatat hal-hal penting dan
mengomentari drama. Pada penerapan tindakan siklus pertama,
siswa hanya melaporkan atau mengomentari kemampuan
peranan temannya. Hanya sebagian kecil yang mencatat hal
selain kualitas peranan. Para siswa umumnya menulis suara
yang kurang kuat, ekspresi yang tidak bagus, gerakan yang
kaku dalam pemeranan drama.
Untuk mengatasi hal tersebut, pada siklus kedua, guru
akan memperjelas instruksi pengamatan siswa yang berpokus
pada:
(1) Karakter masing-masing tokoh dalam drama
(2) Identifikasi perilaku buruk pada tokoh
(3) Akibat buruk yang muncul dari perilaku buruk
dalam drama.
Seluruh solusi dari permasalahan tersebut di atas akan
diterapkan pada penerapan tindakan di siklus II.
a. Siklus II
Penerapan tindakan pada siklus kedua dilaksanakan pada hari
Kamis, 3 Mei 2012. Siklus kedua terdiri empat tahap, yakni perencanaan,
pelaksanaan, observasi dan refleksi.
1) Perencanaan
Pelaksanaan tindakan yakni penerapan strategi pembelajaran
bermain peran dan ekspositori untuk pembelajaran PAI bagi kelas
VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan direncanakan berlangsung dalam satu
pertemuan saja (2x40 menit). Hal ini berbeda dengan siklus pertama
yang dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan.
Ada beberapa yang menyebabkan guru memutuskan untuk
menerapkan tindakan pada siklus dua dalam satu pertemuan, yakni:
xci
a) Pada dasarnya siklus kedua adalah lanjutan dari siklus pertama.
Akan tetapi, selain itu siklus kedua juga merupakan ulangan dari
siklus pertama dengan berbagai penerapan solusi-solusi atas
permasalahan baru yang muncul pada siklus pertama. Karena
itu, sifatnya
yang merupakan
pengulangan
memberikan
kesempatan bagi guru untuk mempersingkat waktu penerapan
tindakan hingga satu pertemuan saja.
b) Pengurangan waktu untuk penerapan tindakan pada siklus kedua
sama sekali tidak mengurangi langkah-langkah pembelajaran.
Karena itu, secara prinsip ia tidak berbeda dengan penerapan
tindakan pada siklus pertama.
c) Penerapan tindakan pada siklus kedua bersifat pengulangan dan
penekanan. Untuk itu, pada siklus kedua, tahap ekspositori lebih
ditekankan daripada tahap bermain peran. Hal itu dimaksud agar
materi
pembelajaran
lebih
mudah
dieksplorasi
dengan
menggunakan strategi ekspositori dibandingkan bermain peran.
d) Bila penerapan tindakan pada siklus kedua dilaksanakan dalam
dua pertemuan, maka total waktu pelajaran yang dibutuhkan
untuk mengajarkan satu bab pelajaran adalah 4 pertemuan atau
(8x40 menit). Waktu tersebut terlalu banyak untuk pembelajaran
satu bab PAI. Artinya, pembelajaran dengan menggunakan
strategi apapun bila diulangi dalam 8 kali pertemuan akan
meningkatkan hasil belajar siswa.
Tahap perencanaan pada siklus kedua tidak jauh berbeda dengan
siklus pertama. Perbedaannya hanya terletak pada perencanaan
penerapan solusi terhadap permasalahan yang muncul pada siklus
pertama, terkait dengan penghayatan drama, waktu dan pengamatan
siswa.
Penerapan solusi atas permasalahan tersebut direncanakan
dalam perumusan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran untuk
penerapan tindakan pada siklus kedua.
Selain Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), guru juga
mempersiapkan kembali instrumen pengukur hasil belajar siswa yakni
butir soal. Soal yang digunakan pada siklus kedua sama dengan soal
yang digunakan pada siklus pertama. Panduan observasi yang
xcii
digunakan selama observasi juga sama dengan panduan yang
digunakan pada siklus pertama.
2) Pelaksanaan
Penerapan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori
dalam pembelajaran pada siklus kedua dilaksanakan pada hari kami, 3
April 2012.
a) Kegiatan Awal
Guru mengucapkan salam ketika memasuki kelas yang
dijawab oleh siswa. Setelah mengucapkan basmalah, surat alfatihah dan berdoa, guru membaca absensi siswa.
Pada tahap selanjutnya, guru mempersiapkan perhatian
dan minat siswa untuk pembelajaran dengan memberikan
beberapa pertanyaan seputar materi pembelajaran. Beberapa
pertanyaan yang guru sampaikan pada tahap ini adalah:
(1) Sebutkan beberapa contoh perilaku tercela!
(2) Apa yang dimaksud dengan anāniyah?
(3) Sebutkan satu contoh bahaya dari perilaku anāniyah?
Guru menunjuk beberapa siswa untuk memberikan
jawaban. Setelah jawaban dari siswa cukup memuaskan, lalu
guru menjelaskan bahwa materi pelajaran yang akan dipelajari
saat ini masih tentang menjauhi perilaku tercela, yakni
anāniyah, gaḍab, ḥasad, namīmah dan gībah.
Kemudian guru kembali menyebutkan dan menuliskan di
papan tulis standar kompetensi dan kompetensi dasar
pembelajaran. Baik standar kompetensi maupun kompetensi
dasar yang dirumuskan dalam pembelajaran sama sekali tidak
berbeda dengan SK dan KD pada siklus pertama, yakni:
menghindari perilaku tercela. SK ini kemudian diterjemahkan ke
dalam 3 kompetensi dasar:
(1)
Menjelaskan pengertian anāniyah, gaḍab, ḥasad, gībah
dan namīmah
(2)
Menyebutkan contoh-contoh prilaku anāniyah, gaḍab,
ḥasad dan namīmah
(3)
Menghindari prilaku anāniyah, gaḍab, ḥasad, gībah
dan namīmah
Selanjutnya, pada tahap apersepsi, guru kembali
menjelaskan secara ringkas tentang strategi pembelajaran yang
digunakan selama pembelajaran, yakni strategi bermain peran
dan ekspositori. Dalam penjelasan tersebut, guru menekankan
pada beberapa hal, sesuai dengan penerapan solusi
permasalahan yang muncul pada siklus pertama, yakni:
xciii
(1) Guru memilih beberapa siswa untuk memainkan peran
dalam drama di depan kelas, yakni: Bella sebagai Rohaya,
Yunita sebagai Aminah, Fajar sebagai Samin, Iqbal sebagai
Budi, Rendy sebagai Lukman dan Tedi sebagai Pak Ali.
Selanjutnya guru juga memilih Ayu sebagai Aminah, Yuni
sebagai Rohaya, Fahrian sebagai Samin, Rifa’i sebagai Pak
Ali
dan
Ramadan
sebagai
Budi.
Berbeda
dengan
pembelajaran pada siklus pertama, tidak semua siswa
mendapatkan kesempatan untuk memainkan peran.
(2) Siswa yang dipilih untuk memainkan peran dalam drama di
depan kelas harus berusaha untuk menghayati tokoh yang
diperankannya sebaik mungkin. Skenario drama yang
diberikan kepada siswa hanya alur secara umum tidak
mencakup dialog. Penentuan dialog dipercayakan kepada
siswa berdasarkan penghayatannya terhadap tokoh yang ia
perankan. Guru juga menekankan bahwa dalam memainkan
peranan tokoh, para siswa tidak perlu canggung dan
“membuat-buat”, karena drama dalam pembelajaran adalah
drama sederhana. Penghayatan siswa terhadap tokoh dalam
drama didasarkan pada pengalaman sehari-hari yang sering
ditemui oleh siswa.
(3) Tugas siswa yang tidak memerankan tokoh dalam drama
adalah
mengamati
dan
mencatat
hasil
laporannya.
Pengamatan siswa difokuskan pada:
(a) Karakter dari masing-masing tokoh
(b) Perilaku buruk pada tokoh
(c) Akibat buruk yang muncul dari perilaku buruk
dalam drama tersebut
b) Kegiatan Inti
Sebagai kegiatan inti pembelajaran, guru memilih enam
orang siswa, yakni: Bella sebagai Rohaya, Yunita sebagai
Aminah, Fajar sebagai Samin, Iqbal sebagai Budi, Rendy
xciv
sebagai Lukman dan Tedi sebagai Pak Ali. Selanjutnya guru
juga menunjuk Ayu sebagai Aminah, Yuni sebagai Rohaya,
Fahrian sebagai Samin, Rifa’i sebagai Pak Ali dan Ramadan
sebagai Budi.
Selanjutnya, guru memberikan waktu untuk pemeranan
dua drama di depan kelas. Pada saat pemeranan drama
berlangsung di depan kelas, guru bertindak sebagai instruktur,
manajer dan pengontrol proses pembelajaran. Guru memberikan
instruksi kepada siswa untuk mengamati proses pemeranan
drama dan mencatat hasil pengamatannya. Selain itu, guru juga
mengatur proses pemeranan baik terkait waktu dan perpindahan
dari babak ke babak. Guru juga bertindak sebagai pengawas
dengan cara berkeliling mengawasi aktivitas siswa yang serius
mengamati proses pemeranan drama.
Dapat dikatakan bahwa pemeranan drama di depan kelas
pada siklus kedua jauh lebih lancar dan berkualitas
dibandingkan dengan pemeranan drama pada siklus pertama.
Siswa tidak lagi melihat kepada lembar skenario drama, drama
lebih hidup, dialog lebih lancar dan beragam, serta ekspresi
lebih terlihat.
Peningkatan kualitas drama juga dinyatakan oleh guru
pengamat bahwa siswa terlihat lebih baik dan aktif memainkan
perannya masing-masing. Intonasi, mimik dan watak masingmasing tokoh sudah baik. Selain itu, siswa sudah hafal alur
cerita drama yang mereka tampilkan.
Faktor yang menyebabkan peningkatan kualitas
pemeranan adalah meningkatnya penghayatan siswa terhadap
karakter tokoh yang diperankannya. Ada beberapa alasan yang
menjelaskan peningkatan penghayatan siswa terhadap karakter
yang mereka perankan, yakni:
(1) Siswa telah pernah memerankan skenario tersebut
sebelumnya, yakni pada siklus pertama.
(2) Siswa telah memiliki skenario drama sejak dua
minggu sebelumnya.
(3) Guru sengaja memilih siswa yang mampu menghayati
peran pada siklus pertama.
Selama proses pemeranan drama di depan kelas, suasana
terasa kondusif, tidak ada keributan seperti tawa. Siswa secara
serius mengamati proses drama dan menulis hasil pengamatan
tentang tiga hal yang telah ditentukan sebelumnya.
Sejalan dengan hal tersebut, Nurhimmah, guru pengamat
menyatakan bahwa siswa aktif dalam mengamati drama serta
memperhatikan dan memahami petunjuk dari guru.
xcv
Setelah pemeranan dua drama selesai, guru melanjutkan
pembelajaran dengan menggunakan strategi ekspositori. Guru
menjelaskan materi pembelajaran menjauhi perilaku tercela:
anāniyah, gaḍab, ḥasad, gībah dan namīmah dengan
menggunakan teknik ceramah. Guru menguraikan pengertian
dari masing-masing perilaku tercela dan memberikan contohcontoh akibat buruk dari perilaku tersebut dalam kehidupan
sehari-hari.
Lebih lanjut, guru juga menggunakan teknik tanya-jawab
dengan siswa dengan mempersilahkan siswa untuk
mempertanyakan hal-hal yang kurang jelas seputar materi
pembelajaran. Sebagian siswa mempertanyakan pengalamannya
sehari-hari dan meminta penjelasan apakah dalam
pengalamannya tersebut terdapat bentuk dari salah satu perilaku
tercela tersebut di atas. Sebagian yang lain mengemukakan
perilakunya dalam sebuah keadaan dan mempertanyakan apakah
perilakunya termasuk dari perilaku yang tercela.
Menurut penulis, keaktifan siswa bertanya menunjukkan
peningkatan aktivitas dan minat siswa terhadap pembelajaran.
Meskipun ada, pertanyaan-pertanyaan seperti ini tidak banyak
muncul pada siklus pertama.
Selanjutnya, guru juga menggunakan teknik bertanya
sebagai bagian dari penerapan strategi ekspositori. Guru
memberikan beberapa contoh kasus perilaku siswa dalam
kehidupan sehari-hari dan menunjuk beberapa siswa untuk
mengidentifikasi apakah perilaku tersebut merupakan perilaku
tercela atau bukan. Selain itu, guru juga meminta beberapa siswa
untuk menjelaskan pengertian dari anāniyah, gaḍab, ḥasad,
gībah dan namīmah.
Penggunaan teknik bertanya dalam penerapan strategi
ekspositori ini bertujuan untuk mengkonfirmasi pemahaman dan
penguasaan siswa atas materi pembelajaran. Secara umum,
siswa dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan
baik.
c) Penutup
Pada tahap penutup, guru bersama dengan siswa
menyimpulkan tentang pengertian anāniyah, gaḍab, gībah,
ḥasad dan namīmah serta akibat buruk yang muncul darinya.
Sebelum menutup pelajaran, guru membagikan lembar
soal pasca tindakan siklus kedua dan meminta siswa untuk
menjawab soal-soal tersebut dan mengumpulkannya ke depan
setelah selesai.
xcvi
Setelah jawaban dikumpul, guru bersama dengan siswa
menutup pembelajaran dengan mengucapkan al-ḥamdalah.
Tidak lupa guru memberi nasehat bagi siswa untuk mengulangi
pelajaran di rumah.
Kemudian guru meninggalkan ruang kelas setelah
mengucapkan salam.
d) Observasi
Guru pengamat selama penerapan tindakan pada siklus
kedua adalah Dra. Nurhimmah. Panduan observasi yang
digunakan sama dengan panduan observasi pada siklus pertama.
Hasil observasi guru pengamat pada penerapan strategi
pembelajaran bermain peran dan ekspositori pada siklus kedua
adalah sebagai berikut:
(1) Keadaan Guru Selama Tindakan
Guru menguasai tahap-tahap dan langkah-langkah
pembelajaran selama penerapan tindakan pada siklus kedua,
mulai dari tahap pendahuluan, kegiatan inti hingga penutup
pembelajaran.
Selama pembelajaran, guru bertindak sebagai instruktur,
manajer, pengawas, dan pengajar selama penerapan strategi
pembelajaran bermain peran dan ekspositori.
Pada tahapan penerapan strategi ekspositori, guru lebih
banyak memberikan pertanyaan konfirmasi kepada siswa
dibandingkan pada pembelajaran di siklus pertama.
(2) Keadaan Siswa Selama Tindakan
Siswa aktif mendengarkan serta memperhatikan
instruksi dari guru selama pembelajaran. Keaktifan siswa
juga terlihat ketika guru memberikan kesempatan untuk
mempertanyakan hal-hal yang belum jelas seputar materi, di
mana jumlah siswa yang bertanya pada siklus kedua lebih
banyak dibandingkan pada siklus pertama. Selain itu,
pertanyaannya pun lebih bervariasi.
(3) Drama Dalam Tindakan
Kualitas drama pada penerapan tindakan di siklus
kedua jauh lebih baik dibandingkan drama pada siklus
pertama. Para siswa, secara aktif dan kreatif menghayati
karakter tokoh yang mereka perankan. Intonasi, mimik dan
dialog dalam drama sangat baik. Drama berjalan dengan
baik dan tidak kaku. Para pelakon mampu menciptakan
dialog-dialog kreatif yang lebih beragam dibandingkan pada
siklus pertama.
(4) Keributan Selama Tindakan
Suasana pembelajaran kondusif. Tidak ada keributan
berarti yang terjadi selama penerapan tindakan. Pada tahap
xcvii
pendahuluan dari pembelajaran, siswa serius mendengarkan
instruksi dan penjelasan guru tentang pembelajaran.
Pada tahap pemeranan drama, para siswa juga serius
mengamati proses penampilan dan secara aktif menulis halhal yang berkaitan dengan karakter tokoh, perilaku buruk
tokoh serta akibat buruk yang muncul darinya.
Pada tahap ekspositori, keadaan juga relatif tenang
ketika guru menjelaskan materi pembelajaran. Meskipun
siswa diberikan kesempatan untuk bertanya, suasana tetap
kondusif dan tidak ada keributan yang terjadi.
(5) Pemahaman Siswa Terhadap Instruksi Guru
Secara umum, instruksi guru selama pembelajaran dapat
dipahami oleh siswa dengan baik. Penjelasan dan instruksi
guru selama tahap apersepsi dalam pendahuluan dimengerti
dan diikuti oleh siswa selama pembelajaran. Siswa yang
memerankan peranan dalam drama tidak lagi melihat
kepada lembar skenario drama, akan tetapi memainkan
peran sesuai dengan penghayatannya.
Sementara itu, siswa yang lain serius mengamati proses
drama dan menulis hasil pengamatan secara aktif seperti
yang diminta oleh guru.
Pada tahap penerapan strategi ekspositori, siswa
mendengarkan dan menyimak penjelasan guru. Hal ini
sesuai dengan instruksi guru. Selain itu, ketika guru
memberikan waktu untuk mengajukan pertanyaan, beberapa
siswa aktif mempertanyakan berbagai hal yang terkait
dengan pembelajaran menjauhi perilaku tercela. Hal ini juga
menunjukkan pemahaman siswa terhadap instruksi guru.
(6) Aktivitas Siswa Pengamat Drama
Siswa yang tidak bertugas memainkan drama di
depan kelas bertugas untuk mengamati proses
berlangsungnya drama. Para siswa serius dalam mengamati
drama dan aktif menulis hasil pengamatan terkait karakter
tokoh yang diperankan, perilaku tercela dalam drama serta
akibat buruk yang muncul darinya.
Berikut adalah laporan hasil observasi penerapan
strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori pada
siklus kedua:
Tabel 7
Hasil Observasi Penerapan Strategi Bermain Peran
Dan Ekspositori Dalam Pembelajaran PAI Untuk Kelas VIII-6
SMPN 2 Percut Sei Tuan Pada Siklus Kedua
LAPORAN OBSERVASI
PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN DAN
xcviii
EKSPOSITORI DALAM PEMBELAJARAN PAI
Pengamat
: Dra. Nurhimmah
Tgl: 3 Mei 2012
Guru Pengajar : Dra. Rohani
Kelas : VIIII-6
No
Objek Observasi
Penjelasan
1
2
3
1
Keadaan
guru - Guru
memulai
pelajaran
selama tindakan
dengan
memberi
salam,
membaca surat al-Fatihah serta
berdoa
- Guru
memberi
apersepsi
tentang KD dan SK, serta
strategi pembelajaran yang
digunakan
- Guru mengabsen siswa
2
Keadaan
murid - Siswa aktif dan mendengarkan
selama tindakan
serta memperhatikan petunjukpetunjuk dari guru
- Siswa sangat baik memerankan
perannya masing-masing
3
Drama
dalam - Siswa terlihat lebih baik dan
tindakan
aktif memerankan perannya
masing-masing
- Intonasi, mimik dan watak
masing-masing sudah sangat
baik.
- Siswa sudah dapat menghafal
teksnya masing-masing.
- Guru
bertindak
sebagai
fasilitator
4
Keributan selama - Selama berlangsungnya drama,
tindakan
siswa
yang
lain
sangat
memperhatikan
dan
menikmatinya dan tidak terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan
seperti
keributan
dan
perkelahian dan lain-lain.
1
6
2
Pemahaman siswa terhadap instruksi
guru
-
Aktivitas
pengamat
siswa selama
xcix
3
Instruksi dari guru sudah
dipahami siswa
Siswa sudah sangat mengerti
dan dapat mengapresiasikan
perannya masing-masing.
Siswa aktif mengamati dan
menuliskan kritik dan saran
drama
terhadap drama yang disajikan
.
e) Refleksi
Hasil observasi tindakan pada siklus kedua menunjukkan
peningkatan kualitas pembelajaran yang ditunjukkan oleh
peningkatan kualitas drama. Siswa mampu menghayati karakter
tokoh yang mereka perankan. Dialog-dialog yang muncul
selama pemeranan drama lancar dan bervariasi. Sementara itu,
siswa yang lain cukup menikmati dan serius dalam
memperhatikan dan mengamati drama. Siswa juga secara aktif
menuliskan hal-hal penting terkait karakter tokoh dalam drama,
perilaku tercela dalam drama serta akibat buruk yang muncul
darinya.
Berdasarkan hasil observasi, peningkatan juga terlihat
dalam penerapan strategi ekspositori di mana pertanyaan yang
muncul lebih beragam.
Dengan demikian permasalahan yang muncul pada siklus
pertama dapat diatasi pada penerapan tindakan pada siklus
kedua dengan menerapkan solusi yang telah direncanakan
sebelumnya.
Evaluasi mutu pembelajaran terkait hasil belajar PAI
siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan juga menunjukkan
peningkatan. Rata-rata hasil belajar siswa menunjukkan 79.67.
Secara umum, hasil tersebut telah mencapai KKM. Berdasarkan
KKM, ketuntasan/kelulusan siswa mencapai 96.67% atau 29
siswa lulus dari 30 jumlah keseluruhan. Satu siswa yang tidak
mencapai KKM pun dapat dijelaskan karena ia tidak mengikuti
tindakan pada siklus pertama.
Berdasarkan analisis mutu pembelajaran, penelitian ini
tidak dilanjutkan kepada siklus ketiga.
4. Peningkatan Hasil Belajar PAI Menghindari Perilaku Tercela Siswa Kelas
VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan Setelah Penerapan Strategi Pembelajaran
Bermain Peran dan Ekspositori
a. Siklus I
Peningkatan hasil belajar PAI materi menghindari perilaku tercela
siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan setelah penerapan strategi
pembelajaran bermain peran dan ekspositori pada siklus pertama dapat
diukur melalui dua model, yakni:
1) Peningkatan Rata-Rata
Rata-rata hasil belajar siswa pada yang dikumpulkan melalui
tes pra-tindakan adalah 53.45. Sedangkan nilai rata-rata hasil
belajar siswa yang dikumpulkan melalui tes pasca tindakan siklus
c
pertama adalah 72.24. Dengan demikian, peningkatan hasil belajar
PAI materi menghindari perilaku tercela siswa kelas VIII-6 SMPN
2 Percut Sei Tuan pada siklus pertama adalah 35.15%, sebagai
berikut:
x = Persentasi peningkatan hasil belajar siswa
y = rata-rata hasil belajar siswa pada siklus pertama
n = rata-rata nilai siswa pada tes pra-tindakan
Perbandingan antara hasil pretes dengan test pada siklus
pertama dapat digambarkan dalam bagan berikut:
Yunita Tri Utari
widya Lestari
Vivi Ramadani
Tedi Alfiandi
Rina Adeliya
Rendy Pramuja
Puja Ariska
Test Siklus I
Muhammad Iqbal Gumiang
Pretes
Ilham Syahputra
Fajar Asharu
Elsa Monica
Dian Purnama Sari
Bimo Ismawan
Ayu Syahfitri
Ahmad Rifai
0
20
40
60
80
100
Gambar 2 Bagan Perbandingan Nilai Pretes dan Tes Siklus I
2) Peningkatan Persentasi Ketuntasan
Peningkatan hasil belajar juga dapat diukur berdasarkan
peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa berdasarkan KKM.
Jumlah siswa yang mencapai KKM pada tes pra-tindakan adalah 5
siswa. Sedangkan jumlah siswa yang mencapai KKM pada siklus I
ci
adalah 19 siswa. Dengan demikian, peningkatan hasil belajar siswa
adalah 280% atau 14 siswa, sebagai berikut:
x = persentasi peningkatan kelulusan siswa
y = jumlah siswa yang mencapai KKM di siklus pertama
n= jumlah siswa yang mencapai KKM dalam tes pra-tindakan
b. Siklus II
Demikian halnya dengan peningkatan hasil belajar PAI siswa kelas
VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan dapat diukur dari dua sisi, yakni
peningkatan nilai rata-rata siswa dan peningkatan persentasi ketuntasan
siswa.
1) Peningkatan Nilai Rata-Rata
Nilai rata-rata siswa sebelum penerapan tindakan adalah
53.45. Sedangkan nilai rata-rata siswa setelah penerapan tindakan
pada siklus kedua adalah 79.67. Dengan demikian, peningkatan
hasil belajar siswa berdasarkan peningkatan nilai rata-rata adalah
49.05%, sebagai berikut
x = Persentasi peningkatan hasil belajar siswa
y = rata-rata hasil belajar siswa pada siklus kedua
n = rata-rata nilai siswa pada tes pra-tindakan
Bila diukur dari siklus pertama, di mana nilai rata-rata siswa
mencapai 72.24, maka peningkatan hasil belajar siswa pada siklus
kedua adalah 10.28%, sebagai berikut:
x = Persentasi peningkatan hasil belajar siswa
y = rata-rata hasil belajar siswa pada siklus kedua
n = rata-rata nilai siswa pada siklus pertama
Perbandingan antara nilai pretes dengan tes siklus pertama
dan siklus kedua dapat digambarkan dalam bagan berikut:
cii
Yunita Tri Utari
widya Lestari
Vivi Ramadani
Tedi Alfiandi
Rina Adeliya
Rendy Pramuja
Puja Ariska
Tes Siklus II
Muhammad Iqbal Gumiang
Test Siklus I
Pretes
Ilham Syahputra
Fajar Asharu
Elsa Monica
Dian Purnama Sari
Bimo Ismawan
Ayu Syahfitri
Ahmad Rifai
0
20
40
60
80
100
Gambar 3 Bagan Perbandingan Nilai Pretes Dengan Tes Siklus I dan II
2) Peningkatan Persentasi Ketuntasan
Jumlah siswa yang mencapai KKM pada tes pra-tindakan
adalah 5 siswa. Sementara jumlah siswa yang mencapai KKM
pada siklus kedua adalah 29 orang. Maka persentasi peningkatan
kelulusan siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan adalah 24
siswa atau 480%, sebagai berikut:
x = persentasi peningkatan kelulusan siswa
y = jumlah siswa yang mencapai KKM di siklus kedua
n= jumlah siswa yang mencapai KKM dalam tes pra-tindakan
Bila diukur dari siklus kedua, di mana jumlah siswa yang
mencapai KKM adalah 19 orang, maka peningkatan hasil belajar
siswa mencapai 52.63%, sebagai berikut:
ciii
x = persentasi peningkatan kelulusan siswa
y = jumlah siswa yang mencapai KKM pada siklus kedua
n= jumlah siswa yang mencapai KKM pada siklus pertama
Sesuai dengan hal tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa
peningkatan hasil belajar PAI siswa kelas VIII-6 SMPN Percut Sei Tuan
setelah penerapan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori
adalah 480%.
B. Pembahasan Penelitian
Pada siklus pertama, masih banyak hasil belajar PAI siswa kelas VIII6 SMPN 2 Percut Sei Tuan yang belum tuntas atau belum mencapai KKM.
Ada beberapa faktor yang dapat menjelaskan hal tersebut yakni:
1. Para siswa baru mengenal dan mengikuti pembelajaran yang
menerapkan strategi pembelajaran bermain peran. Karena itu,
siswa masih merasa canggung dalam mengikuti pembelajaran.
2. Akibat dari tidak adanya pengalaman tentang strategi bermain
peran, siswa beranggapan bahwa dialog dalam drama harus
dihafalkan. Karena itu, tidak ada inisiasi siswa untuk merubah
dialog sesuai dengan penghayatannya. Akibatnya, dialog dalam
drama terkesan lambat, kaku dan tidak dinamis. Dalam pemeranan
masih banyak siswa yang merasa malu-malu untuk memainkan
peran, sebagian siswa yang lain bingung.
Seiring dengan berlangsungnya pembelajaran menggunakan strategi
pembelajaran bermain peran pada siklus pertama, siswa memiliki pengalaman
mengikuti pembelajaran menggunakan strategi pembelajaran bermain peran.
Pada siklus kedua siswa sudah hafal alur cerita dan mampu menghadirkan
dialog-dialog yang dinamis dan variatif. Dalam memainkan peran, siswa tidak
lagi membawa naskah drama ke depan kelas. Drama pada siklus kedua lebih
hidup dan dinamis. Demikian halnya dengan siswa yang lain yang tidak
memainkan peran di depan kelas, mereka bisa melihat dan memahami
karakter dari tokoh yang diperankan oleh temannya.
Sesuai dengan peningkatan kualitas belajar yang dapat diamati pada
pembelajaran di siklus kedua, hasil belajar yang ditunjukkan oleh tes pasca
tindakan pada siklus menunjukkan peningkatan, di mana seluruh hasil belajar
siswa mencapai KKM.
Memang ada satu siswa yang hasil belajarnya tidak mencapai KKM,
akan tetapi ia tidak mengikuti pembelajaran pada siklus pertama. Karena itu,
civ
ia tidak bisa dianggap sebagai bagian dari subjek yang menentukan hasil
belajar siswa pada siklus kedua.
Pada siklus pertama, hasil belajar siswa mencapai 65.52. Sedangkan
hasil belajar siswa pada siklus kedua mencapai 96.67. Peningkatan hasil
belajar siswa paling tinggi terjadi pada siklus kedua, yakni sebesar 460.66%.
Sedangkan peningkatan hasil belajar siswa pada siklus pertama hanya
mencapai 280%.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian tentang penerapan strategi bermain dan
ekspositori terhadap peningkatan hasil belajar PAI di kelas VIII SMPN 2
Percut Sei Tuan, peneliti menyimpulkan beberapa hal, yakni:
1. Hasil belajar PAI Siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan Sebelum
penerapan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori
mencapai 17.24%.
2. Hasil belajar PAI Siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan setelah
penerapan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori pada
siklus pertama mencapai 65.52%, dan 100% pada siklus kedua.
3. Penerapan tindakan (strategi pembelajaran bermain peran dan
ekspositori) dalam pembelajaran PAI untuk siswa kelas VIII-6 SMPN 2
Percut Sei Tuan, dilakukan dalam dua siklus. Masing-masing siklus
terdiri dari empat tahap yakni perencanaan, pelaksanaan, observasi dan
refleksi. Dalam menerapkan tindakan, ada tiga tahap pembelajaran,
yakni:
a. Pendahuluan,
terdiri dari 1) penjelasan strategi pembelajaran
bermain peran dan ekspositori, 2) perumusan standar kompetensi
dan dasar kompetensi
b. Kegiatan inti pembelajaran, terdiri dari:
1) pemeranan dalam
drama, 2) pengamatan peran dalam drama, dan 3) penjelasan
verbal
cv
c. Penutup, terdiri dari pengambilan kesimpulan pembelajaran
secara umum.
4. Peningkatan hasil belajar PAI siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei
Tuan setelah penerapan tindakan mencapai 280%, dan 480% pada
siklus kedua.
Berdasarkan hal tersebut di atas, penelitian ini menyimpulkan secara
umum bahwa penerapan strategi bermain peran dan ekspositori dapat
99
meningkatkan hasil belajar PAI siswa kelas VIII Percut Sei Tuan hingga
mencapai KKM.
B. Saran
Pada bagian ini, peneliti menulis saran bagi pihak-pihak tertentu yakni:
1. Kepala sekolah SMPN 2 Percut Sei Tuan, untuk menginstruksikan
guru agar menerapkan strategi pembelajaran bermain peran dan
ekspositori untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII dalam
pelajaran PAI,
2. Guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMPN 2 Percut
Sei Tuan, untuk menerapkan strategi pembelajaran bermain peran
dan ekspositori dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam untuk
kelas VIII,
3. Bagi pemerintah, untuk menggalakkan pelatihan bagi guru SMP
terkait penerapan strategi pembelajaran bermain peran dan
ekspositori,
4. Bagi komite sekolah, untuk menjalin kerjasama yang baik dengan
pihak sekolah untuk membina akhlak anak didik.
5. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk mengkaji topik yang
sama
atau
berkaitan
dengan
penelitian
ini,
untuk
lebih
memperdalam kajian ini dan menjadikan penelitian ini menjadi
informasi dan data awal penelitian.
cvi
DAFTAR PUSTAKA
Abrasyi, M. Athiyah. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Bustami dkk.
Jakarta: Bulan Bintang, 1990.
Achmad, Mudlor. Etika Dalam Islam, cet. II. Surabaya: Al-Ikhlas, t.t.
Alwi, Hasan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. IV. Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 2007.
Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, cet. II Jakarta: Bumi
Aksara, 1995.
Arikunto, Suharsimi. et. al. Penelitian Tindakan Kelas, cet. I. Jakarta: Bumi
Aksara, 2008.
BNSP. Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta:
BNSP, 2006.
Daryanto. Evaluasi Pendidikan, cet. I. Jakarta: Rineka Cipta, 2007.
Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran, cet. II. Jakarta: Rineka Cipta,
1999.
Djamarah. Strategi Belajar Mengajar, cet. I. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002.
E. Nourman Grounlund, dan Linn, Robert L. Measurement and Evaluation in
Teaching, cet. I. New York: McMillan Publishing Company, 1985.
Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar, cet. II. Bandung: Bumi Aksara, 2006.
Hasibuan, J.J. dan Moedjiono. Proses Belajar Mengajar, cet. II. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2000.
Hudoyo, Herman. Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di
Depan Kelas, cet. I. Surabaya: Usaha Nasional, 1998.
Killen, Roy. Effective Teaching Strategies, Lesson from Research and Practice,
cet. IV. Australia: Social Science Press, 1998.
Mālik bin Anas. al-Muwaṭṭa`. Beirut: Mu’assasah ar-Risālah, 1998. jil. 2.
Margono. Strategi Belajar Mengajar Buku I, cet. I. Surakarta: UNS Press, 1989.
cvii
Mulyasa, Encong. Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran, cet. I.
Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004.
Munawwir, Ahmad Warson. Kamus al-Munawwir, cet. XVI. Surabaya: Pustaka
Progressif, 2001.
Muslich, Mansur. Melaksanakan PTK Itu Mudah, cet. I. Jakarta: Bumi Aksara,
2009.
N.K., Roestiyah. Masalah-Masalah Ilmu Keguruan, cet. I. Jakarta: Bina Aksara,
1986.
Nasikin. et.al. Ayo Belajar Agama Islam Untuk SMP Kelas VIII. Jakarta:
Erlangga, 2006.
Nata, Abuddin. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, cet. I. Jakarta: Rajawali
Press, 1998.
Percival, Fred dan Ellington, Henry. A Handbook of Educational Technology, cet.
I. New York: Phill Race, 1993.
Popham , James dan Baker, Eva. Teknik Mengajar Secara Sistimatis, terj. Amirul
Hadi dkk, cet. I. Jakarta: Rineka Cipta, 1992.
Purwanto, M. Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, cet. I. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1995.
Rusyan, A. Tabrani. Peningkatan Kemampuan Guru Pendidikan Dasar, cet. I.
Bandung: Bina Budhaya, 1993.
Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
cet. II. Jakarta: Kencana Pernada Media Group, 2007.
Sijistānī, Abū Dāūd. Sunan Abī Dāūd. Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t. jil. 4.
Soedijarto. Menuju Pendidikan Nasional yang Relevan dan Bermutu, cet. I.
Jakarta: Balai Pustaka, 1993.
Somantri, Numan. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS, cet. I. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2001.
Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, cet. I. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2005.
Tim Abdi Guru. Ayo Belajar Agama Islam untuk SMP kelas VIII. Jakarta:
Erlangga, 2007.
cviii
Waluyo, Herman J. Pengembangan Model Pengajaran Bahasa Indonesia Dengan
Pendekatan Apresiasi Drama, cet. II. Yogyakarta: Hanindita, 2008.
Winkel, WS. Psikologi Pengajaran, cet. III. Jakarta: PT Grasindo, 1999.
Zainul, Asmawi dan Noehi, Nasoetion. Penilaian Hasil Belajar, cet. I. Jakarta:
Ditjen Dikti Depdikbud, 1996.
cix
Download