SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama Nim Tempat/Tgl. Lahir Pekerjaan Alamat : : : : : Rohani 10 PEDI 2132 Tanjung Balai/20 Desember 1962 Mahasiswi Program Pascasarjana IAIN-SU Medan Komplek Perumahan IAIN SU, Jl. Pancing menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang berjudul “PENERAPAN STRATEGI BERMAIN PERAN DAN EKSPOSITORI TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI KELAS VIII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 2 PERCUT SEI TUAN” benar-benar karya asli saya, kecuali kutipan-kutipan yang disebutkan sumbernya. Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya Medan, 15 Juni 2012 Yang membuat pernyataan Rohani PERSETUJUAN Tesis Berjudul: PENERAPAN STRATEGI BERMAIN PERAN DAN EKSPOSITORI TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI KELAS VIII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 2 PERCUT SEI TUAN Oleh: ROHANI Nim. 10 PEDI 2132 Dapat disetujui dan disahkan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Master of Arts pada Program Studi Pendidikan Agama Islam Program Pascasarjana IAIN Sumatera Utara Medan Medan, Juni 2012 Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Abd. Mukti, M.A Dr. Masganti Sit. M.Ag ii PENGESAHAN Tesis berjudul ” PENERAPAN STRATEGI BERMAIN PERAN DAN EKSPOSITORI TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI KELAS VIII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 2 PERCUT SEI TUAN”. An. Rohani, Nim. 10 PEDI 2132 Program Studi Pendidikan Islam telah dimunaqasyahkan dalam sidang Munaqasyah Program Pascasarjana IAIN-SU Medan, pada tanggal................2012. Tesis ini telah diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Master of Arts (M.A) pada Program Studi Pendidikan Agama Islam. Medan, Agustus 2012 Panitia Sidang Munaqasah Tesis Program Pascasarjana IAIN-SU Medan Ketua Sekretaris (Prof. Dr. Nawir Yuslem, M.A) Nip. 19580815 198503 1 007 (Dr. Masganti Sit., M.Ag) Nip. 19670821 199303 2 007 Anggota-anggota 1. (Prof. Dr. Nawir Yuslem, M.A) Nip. 19580815 198503 1 007 3. (Prof. Dr. Abd. Mukti, M.A) Nip. 19591001 198603 1 002 2. (Dr. Mardianto, MA ) Nip. 1967 1212 199403 1004 4. (Dr. Masganti Sit. M.Ag) Nip. 19670821 199303 2 007 Mengetahui Direktur PPS IAIN-SU (Prof. Dr. Nawir Yuslem, M.A.) Nip. 19580815 198503 1 007 iii ABSTRAK Rohani, 10 PEDI 2132. Penerapan Strategi Bermain Peran dan Ekspositori Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Di Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Percut Sei Tuan. Tesis Program Pascasarjana IAIN-SU, 2012. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan untuk meningkatkan hasil belajar PAI siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan dalam materi menghindari akhlak tercela. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) hasil belajar PAI siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan sebelum penerapan tindakan, 2) hasil belajar PAI siswa setelah penerapan tindakan, 3) penerapan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori dalam pembelajaran PAI dan 4) peningkatan hasil belajar PAI siswa setelah penerapan tindakan. PTK ini didesain untuk dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari empat tahap yakni: perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan yang berjumlah 30 orang. Instrumen pengumpul data yang digunakan adalah butir soal (tes) dan observasi. Instrumen butir soal diujicoba sebelum digunakan hingga terjamin validitasnya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa: Pertama, hasil belajar PAI siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan sebelum penerapan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori adalah 17.24%. Kedua, hasil belajar siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan setelah penerapan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori pada siklus pertama mencapai 65.52% dan 100% pada siklus kedua. Ketiga, penerapan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori dalam pembelajaran PAI melalui tiga tahap, yakni: pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. Kegiatan inti pembelajaran terdiri dari memainkan peran, mengamati peran dan penjelasan materi secara verbal dari guru. Keempat, peningkatan hasil belajar siswa pada siklus pertama mencapai 280% dan 480% pada siklus kedua. Dengan demikian, penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori dapat meningkatkan hasil belajar PAI siswa kelas VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan hingga mencapai KKM. iv ABSTRACT Rohani, 10 PEDI 2132. The Implementation of Role Playing and Expository Learning Strategy To Improve Islamic Education Learning Achievement of Class VIII Student of State Junior High School Percut Sei Tuan. The Thesis of Postgraduate Program of State Institute for Islamic Studies, Medan, 2012. The research is a classroom action research which held to improve Islamic Education learning achievement of Class VIII student of State Junior High School Percut Sei Tuan in subject to avoid bad behavior. The research purposes are to describe: 1) student of class VIII-6 learning achievement before action implementation, 2) student of class VIII-6 learning achievement after action implementation, 3) the implementation of role play and expository learning strategy in Islamic Education Subject and, 4) the improvement of student learning achievement after action implementation. This research is designed for two cycles . each of it contained of four stages: planning, implementation, observation and reflection. The research subject is the all student of class VIII-6 of State Junior High School Percut Sei Tuan, which counted as 30 students. To collect the research data, it used test and observation. To validate the test, it tried to non research subject. The research conclude that: First, student of class VIII-6 of State Junior High School Percut Sei Tuan learning achievement before action implementation was 17.24%. Second, student learning achievement after the implementation of role play and expository learning strategy in first cycle was 65.52% and 100% in second cycle. Third, to apply role play and expository learning strategi in Islamic Education subject follow three stages: opening, learning substances and closing. The learning substance activities were role playing, observing and listening verbal information from the teacher. Forth, the improvement of student learning achievement after the action implementation was 280% in the first cycle, and 480% in the second cycle. From all of it, the research finally conclude that the implementation of role play and expository learning strategy can improve student of class VIII of State Junior High School Percut Sei Tuan until qualify in KKM. v االختصار روحاني .2012 PEDI 01 .تنفيذ استرتاجية لعب الدور و اإلشراح لترقية نتيجة تعلم طلبة الفصل 8بالمدرسة الثناوية الحكومية فيرجوت سي توان في درس التربية اإلسالمية .الرسالة العلمية للحصول على درجة الماجيستر بالجامعة اإلسالمية الحكومية سومطرا الشماليى ,ميدان.2102 , كان البحث دراسة عن عملية التدريس لترقية نتيجة تعلم طلبة الفصل 8 بمدرسة الثناوية العالية فيرجوت سي توان في درس الربية اإلسالمية .يهدف البحث وصف )0 :نتيجة تعلم الطلبة قبل تطبيق استرتاجية لعب الدور و اإلشراح في التعلم و )2نتيجة تعلم الطلبة بعد تطبيق استرتاجية لعب الدور و اإلشراح في التعلم و )1تنفيذ استرتاجية لعب الدور و الإلشراح في تعليم التربية اإلسالمية و )4ترقية نتيجة التعلم الطلبة بعد تنفيذ االسترتاجيتين في التعلم. أعد البحث لتنفيذ االسترتاجيتين في دورين .يحتوي كل الدور عن أربع طبقات هي :التخطيط و التطبيق و المراقبة و االنعكاس .كان موضوع البحث 11 طلبة الفصل 8بالمدرسة الثناوية الحكومية فيرجوت سي توان .للحصول على البيانات المحتاجة في البحث استعمل أداتين هما األسئلة و المراقبة .اختبرت أدة األولى لتصحيحها قبل االستعمال. حصل البحث على: األول أن نتيجة التعلم الطلبة قبل تطبيق استرتاجية لعب الدور و اإلشراح في تعلم الدرس التربية اإلسالمية هي . %02,24الثاني أن نتيجة التعلم الطلبة بعد تطبيق استرتاجية لعب الدور و اإلشراح في تعلم الدرس التربية اإلسالمية هي %25,52في الدور األول و %011في الدور الثاني .و الثالث أن كان تطبيق استرتاجية لعب الدور و اإلشراح يحتوي عن ثالثة أطوار :االفتتاح و التعليم و االختتام .تتكون األنشطة في التعلم عن لعب الدور و المراقبة و االستماع. على كب ذالك حصل البحث على أن انحطت نتيجة تعلم طلبة الفصل 8 بالمدرسة الثناوية الحكومية فيرجوت سي توان بعد تطبيق استرتاجية لعب الدور و اإلشراح في تعلم درس التربية اإلسالمية. vi KATA PENGANTAR بسم هللا الرحمن الرحيم Kami panjatkan syukur dan puji ke hadirat Allah swt. atas segala karunianya, tesis ini dapat kami selesaikan. Salawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah Muhammad saw. yang membawa ajaran Islam bagi umat manusia. Dalam rangka melengkapi tugas-tugas dan syarat untuk memperoleh gelar Master of Arts (M.A) pada Program Studi Pendidikan Islam pada jenjang Strata 2 (S2) pada Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara Medan, penulis menyusun tesis berjudul: “Penerapan Strategi Bermain Peran dan Ekspositori Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Di Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Percut Sei Tuan”. Atas terselesaikannya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Direktur Program Pascasarjana IAIN, Prof. Dr. Nawir Yuslem, MA yang telah memberikan kesempatan serta kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi selama di Pascasarjana IAIN-SU Medan. 2. Dosen pembimbing I dan II Bapak Prof. Dr. Abd. Mukti, MA dan Dr. Masganti Sit. M.Ag yang telah memberikan bimbingan dan arahan, kemudahan, dan berbagai bantuan lain dalam menyelesaikan tesis. 3. Ucapan terima kasih kepada para dosen dan Staf Administrasi di lingkungan PPs. IAIN-SU yang telah banyak memberikan ilmu dan kemudahan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan studi ini. Juga kepada seluruh pegawai perpustakaan IAIN-SU yang banyak membantu dalam peminjaman buku-buku referensi untuk menyelesaikan tesis ini. 4. Kepala SMPN 2 Percut Sei Tuan beserta staf yang telah berkontribusi memberikan informasi, data dan fasilitas dalam penelitian. 5. Suami saya yang tercinta Dr. H. Syaukani, serta anak-anakku yang tersayang dr. Hasroni F.R, Faiza Fairuzzah, SE, Nur Fadhilah Adelina dan Rahma Fitri yang memberi vii dukungan dan semangat bagi penulis untuk menyelesaikan studi ini. Semoga Allah swt. selalu memberikan kesehatan, melapangkan rezeqi bagi kita semua. 6. Juga seluruh anggota keluarga yang tidak kami sebutkan satu persatu-satu di lembaran ini, kami ucapkan banyak terimakasih. 7. Kawan-kawan di lingkungan PPS yang banyak memberi masukan dan koreksian. Kami meyakini bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikannya. Semoga tesis ini bermanfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Amin ya Rabb al-‘Alamin. Medan, 15 Juli 2012 Penulis ROHANI 10 PEDI 2132 viii PEDOMAN TRANSLITERASI A. Konsonan Fonem konsonan bahasa Arab, yang dalam tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan huruf dan sebagian dilambangkan dengan tanda, dan sebagian lagi dilambangkan dengan huruf dan tanda secara bersama-sama. Di bawah ini daftar huruf Arab dan transliterasinya. Huruf Arab ا ب ت ث ج ح خ د ذ ر ز س ش ص ض ط ظ ع غ ف ق ك ل م ن و Nama Alif Ba Ta Sa Jim Ha Kha Dal Zal Ra Zai Sin Syim Sad Dad Ta Za 'Ain Gain Fa Qaf Kaf Lam Mim Nun Waw Huruf Latin tidak dilambangkan B T Ṡ J Ḥ Kh D ª R Z S Sy Ṣ Ḍ Ṭ Ẓ ' G F Q K L M N W ix Nama tidak dilambangkan be te es (dengan titik di atas) je ha (dengan titik di bawah) ka dan ha de zet (dengan titik di atas) er zet es es dan ye es (dengan titik di bawah) de (dengan titik di bawah te (dengan titik di bawah) zet (dengan titik di bawah) Koma terbalik di atas ge ef qi ka el em en we ه ء ي Ha Hamzah Ya H ` Y ha apostrof Ye B. Vokal. Vokal bahasa Arab adalah seperti vokal dalam bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. a. Vokal Tunggal Vokal tunggal dalam bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harkat, transliterasinya sebagai berikut: Tanda Nama Huruf Latin Nama ــــ Fatḥah a a ـــِـــ Kasrah i l ـــــ Ḍammah u u b. Vokal Rangkap Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harkat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu; Tanda dan Huruf ــــ ى ـــ و c. Nama Fatḥah dan ya Fatḥah dan waw Gabungan Huruf ai au Nama a dan i a dan u Maddah Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu: Harkat dan Huruf ـــا Nama Huruf dan tanda Fatḥah dan alif Ā atau ya Nama a dan garis di atas ــِـى Kasrah dan ya ī i dan garis di atas ـــو Ḍammah dan ū u dan garis di x wau atas d. Ta Marbūṭah Transliterasi untuk tā marbūṭah ada dua: 1. Tā Marbūṭah Hidup Tā marbūṭah yang hidup atau mendapat ḥarakat fatḥah, kasrah dan ḍamah, ditulis dengan huruf “t”. 2. Tā Marbūṭah Mati Tā marbūṭah yang mati atau mendapat ḥarakat sukun, ditulis dengan huruf “h”. 3. Tā Marbūṭah yang berada diakhir kata dan diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah, ditulis dengan huruf “h”. Contoh: e. a. rauḍatul aṭfāl : األطفال روضة b. al-Madīnah al-Munawwarah : المنورة المدينة c. Ṭalḥah : طلحة Syaddah Syaddah atau tasdīd yang pada tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah tersebut. Contoh: a. f. Rabbanā : ربنا b. Nazzala : نزل c. Al-Birr : البر d. Al-ḥajj : الحج e. Nu’ima : نعم Kata Sandang xi Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf “alif dan lam”, akan tetapi dalam transliterasi ini kata sandang dibedakan atas sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah dan kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariah a. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah ditransiliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf “l” diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang tersebut. Contoh: 1) Ar-rajulu : الرجل 2) As-sayyidatu : السيدة 3) Asy-syamsu :الشمس b. Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariah Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariah ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai pula dengan bunyinya. Baik diikuti huruf syamsiah maupun qamariah, kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda sempang. Contoh: g. 1) Al-qalamu : القلم 2) Al-badī’u : البديع 3) Al-jalālu : الجالل Hamzah Dinyatakan di depan bahwa hamzah ditransliterasikan dengan apostrof, akan tetapi itu hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan di akhir kata. Hamzah yang terletak di awal kata tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab sama dengan alif. Contoh: 1. Ta`khu©ūna :تأخذون xii 2. An-nau` : النوء 3. Syai`un : شيء 4. Inna : إن 5. Umirtu :أمرت 6. Akala : أكل h. Penulisan Kata Pada dasarnya, setiap kata baik fi’l (kata kerja), ism (kata benda) maupun harf, ditulis terpisah. Hanya kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan, maka dalam transliterasi ini penulisan tersebut dirangkaikan juga dengan kata yang mengikutinya. Contoh: i. 1. Bismillāhi : هللا بسم 2. As-salāmu ‘alaikum :السالم عليكم Huruf Kapital Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam transliterasi ini huruf tersebut digunakan. Penggunaan huruf kapital seperti apa yang berlaku dalam EYD, di antaranya: huruf kapital digunakan untuk menulis huruf awal nama diri dan permulaan kalimat. Bila nama diri terdiri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital adalah huruf awal dari nama tersebut, bukan kata sandangnya. Contoh: 1. Wamā Muḥammadun Illā rasūl 2. Fīhi al-Qur`ān 3. Rawāhu al-Bukhārī Penggunaan huruf kapital untuk Allahhanya berlaku bila dalam tulisan Arabnya memang lengkap demikian. Apabila kata Allah disatukan dengan kata lain sehingga ada huruf atau harakat yang dihilangkan, huruf kapital tidak digunakan untuk kata Allah. Contoh: xiii 4. Allāhu akbar 5. ‘Abdullāh 6. Naṣrun minallāhi j. Tajwīd Bagi mereka yang menginginkan kefasihan dalam bacaan, pedoman transliterasi ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ilmu tajwīd. Karena itu, peresmian pedoman transliterasi ini perlu disertai dengan ilmu tajwīd. k. Singkatan Beberapa istilah yang digunakan dalam tesis ini, disingkat penulisannya, seperti: h : Halaman terj : Terjemahan cet : Cetakan jil : Jilid t.t. : Tanpa Tahun Ed : Editor PAI : Pendidikan Agama Islam SMPN : Sekolah Menengah Pertama Negeri PTK : Penelitian Tindakan Kelas dkk : Dan Kawan-Kawan xiv DAFTAR ISI SURAT PERNYATAAN ....................................................................... i PERSETUJUAN ................................................................................. ii PENGESAHAN ................................................................................... iii ABSTRAKSI ....................................................................................... iv KATA PENGANTAR ....................................................................... viii PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................... x DAFTAR ISI ...................................................................................... xv DAFTAR TABEL ............................................................................. xvi DAFTAR GAMBAR ......................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................... B. Identifikasi Masalah ......................................................................... C. Rumusan Masalah ............................................................................ D.Tujuan Penelitian ............................................................................... E. Batasan Istilah ................................................................................... F. Kegunaan Penelitian ......................................................................... G. Sistematika Pembahasan .................................................................. 1 6 7 7 8 9 9 BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Landasan Teoritis ............................................................................. 1. Strategi Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing) ................ 2. Strategi Pembelajaran Ekspositori .............................................. 3. Hasil Belajar ............................................................................... 4. Materi Pembelajaran Menghindari Perilaku Tercela Kelas VIII B. Penelitian Yang Relevan .................................................................. 11 11 17 28 37 42 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ................................................................................ B. Setting Penelitian .............................................................................. C. Rancangan Penelitian ....................................................................... D. Variabel Penelitian ........................................................................... E. Ujicoba dan Hasil Tes Hasil Belajar PAI ......................................... F. Data dan Sumber Data Penelitian ..................................................... G. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ................................................ H. Teknik Penjamin Keabsahan Data ................................................... 43 43 44 48 49 51 51 53 xv I. Subjek Penelitian ............................................................................... 53 J. Analisis Data ..................................................................................... 53 K. Hipotesis Tindakan ........................................................................... 53 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ............................................................................... B. Pembahasan Penelitian .................................................................... BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...................................................................................... B. Saran- Saran ...................................................................................... 55 97 99 100 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 101 xvi DAFTAR TABEL Tabel 1 Panduan Observasi ............................................................................... 52 Tabel 2 Hasil Tes Pra-Tindakan ........................................................................ 57 Tabel 3 Hasil Belajar PAI Siswa Kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan Pada Siklus Pertama ............................................................................. 58 Tabel 4 Hasil Belajar PAI Siswa Kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan Pada Siklus Kedua .............................................................................. 60 Tabel 5 Pembagian Kelompok Bermain Peran Siswa Kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan .................................................................................. 67 Tabel 6 Hasil Observasi Penerapan Strategi Bermain Peran dan Ekspositori Dalam Pembelajaran PAI Untuk Kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan Pada Siklus Pertama ............................................................. 77 Tabel 7 Hasil Observasi Penerapan Strategi Bermain Peran dan Ekspositori Dalam Pembelajaran PAI Untuk Kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan Pada Siklus Kedua ................................................................ 91 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Bagan Hasil Pretest .....................................................................56 Gambar 2 Bagan Perbandingan Nilai Pretes dan Tes Siklus I .....................94 Gambar 3 Bagan Perbandingan Nilai Pretes Dengan Tes Siklus I dan II .... 96 xvii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Silabus ........................................................................................104 Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP Siklus I Pertemuan I)108 Lampiran 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP Siklus I Pertemuan II)110 Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP Siklus II) ..................112 Lampiran 5 Materi Pembelajaran ....................................................................114 Lampiran 6 Lembar Tes ..................................................................................123 Lampiran 7 Kunci Jawaban Tes ......................................................................125 Lampiran 8 Hasil Ujicoba Tes .......................................................................126 Lampiran 9 Skenario Drama ...........................................................................128 Lampiran 10 Hasil Observasi Pada Siklus I......................................................129 Lampiran 11 Hasil Observasi Pada Siklus II ....................................................130 Lampiran 12 Foto Penelitian .............................................................................131 Lampiran 13 Surat Penelitian ...........................................................................134 Lampiran 14 Daftar Riwayat Hidup .................................................................136 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meskipun perdebatan tentang substansi atau isi paling penting dari ajaran Islam, selain tauhid, masih diperdebatkan, akan tetapi moral sebagai salah satu substansi ajaran dalam Islam tidak diperdebatkan lagi. Dalam Alquran, terdapat ayat yang menyebutkan bahwa Rasul sebagai teladan akhlak yang baik: xviii Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar memiliki akhlak yang mulia (QS al-Qalam: 4) Moral yang baik sebagai salah satu inti ajaran Islam ditegaskan oleh Rasulullah saw. dalam satu hadis: ِ ْإِمَّنَا بعِث َخ ََل ِق ْ ت ِلََُتِّ َم َم َكا ِرَم اِل ُ ُ “sesungguhnya saya diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR. Mālik)1 Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia, akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan.2 Dalam Bahasa Arab kata “akhlāq” diartikan sebagai tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan agama.3 Menurut Imam Gazālī, seperti dikutip oleh Mudlor, akhlak adalah keadaan yang bersifat batin di mana dari sana lahir perbuatan dengan mudah tanpa dipikir dan tanpa dihitung.4 Pentingnya akhlak dalam ajaran Islam yang merupakan refleksi dari urgensi akhlak dalam kehidupan sosial diidentifikasi oleh Imam Gazālī, seperti dikutip oleh Nata, sebagai salah satu penjabaran dari tujuan pendidikan Islam. Insān al-Kāmil menurut Imam Gazālī hanya dapat dicapai melalui pembentukan akhlak mulia. Penekanan al-Gazālī terhadap akhlak juga tercermin dari etika guru dan siswa yang dirumuskan.5 Seyogyanya pendidikan akhlak menjadi salah satu perhatian utama 1 pendidikan Islam formal di sekolah-sekolah. Pendidikan akhlak di sekolah diharapkan mampu membentuk remaja-remaja yang menunjukkan akhlak yang baik dalam kehidupannya sehari-hari. 1 Mālik ibn Anas, al-Muwaṭṭa’, cet. I (Beirut: Mu’assasah ar-Risālah, 1998), jil. 2, h. 542. Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. IV (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2007), h. 20. 3 Ahmad Warson al-Munawwir, Kamus al-Munawwir, cet. XVI (Surabaya: Pustaka Progressif, 2001), h. 364. 4 Mudlor Achmad, Etika dalam Islam, cet. II (Surabaya: Al-Ikhlas, t.t.), h. 27. 5 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, cet. I (Jakarta: Rajawali Press, 1998), h. 86. 2 xix Ironisnya, perilaku yang ditunjukkan oleh remaja-remaja muslim saat ini, seperti yang penulis saksikan, tidak menunjukkan nilai-nilai akhlak mulia seperti yang diinginkan oleh materi-materi pendidikan akhlak di sekolah. Merokok, “kebut-kebutan”, pacaran, menghabiskan waktu di warnet dan sebagainya merupakan perilaku yang mudah diamati pada diri remaja saat ini. Perilaku tersebut pada dasarnya merupakan indikator merosotnya moral remaja saat ini. Kemerosotan akhlak merupakan indikator kurang efektifnya pendidikan akhlak di sekolah. Sekolah adalah salah satu tempat pendidikan akhlak bagi siswa, selain keluarga, dan lingkungan. Meskipun pendidikan akhlak bukan merupakan tanggung jawab sekolah, juga keluarga dan lingkungan (masyarakat sosial), akan tetapi sekolah tempat di mana semua siswa mendapatkan teori tentang akhlak dan etika, identifikasi yang baik dari yang buruk dan sebagainya. Di kelas, pendidikan akhlak bersifat teoritis. Artinya materi pendidikan akhlak merupakan penjabaran-penjabaran tentang akhlak yang baik dan buruk. Nilai yang baik dari yang buruk inilah yang kemudian menjadi pijakan para siswa dalam berperilaku. Karena itu, materi pendidikan akhlak di sekolah selalu terbagi kepada dua materi umum yakni akhlak terpuji dan akhlak tercela. Uraian akhlak terpuji menyediakan nilai bagi siswa untuk diikuti. Sedangkan uraian akhlak tercela menyediakan rambu-rambu tingkahlaku yang harus dihindari oleh siswa. Menurut KTSP 2005, untuk kelas VIII, materi pendidikan akhlak terdiri dari membiasakan perilaku terpuji sebagai uraian nilai-nilai yang baik, menghindari perilaku tercela yang merupakan penjabaran dari nilai-nilai buruk, adab makan dan minum serta dendam dan munafik.6 Penelitian ini didasarkan pada premis bahwa siswa yang mempunyai pemahaman yang baik tentang akhlak yang baik dan buruk berpeluang lebih besar untuk menerapkan pemahamannya dalam kehidupan sehari-hari dibandingkan siswa yang kurang baik pemahamannya terhadap hal tersebut. 6 BNSP, Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (Jakarta: BNSP, 2006), h.56. Hal ini sesuai dengan Nasikin (et.al), Ayo Belajar Agama Islam Untuk SMP Kelas VIII (Jakarta: Erlangga, 2006), h. vi-vii. xx Artinya, meskipun nilai belajar siswa tentang materi akhlak tidak merepresentasikan perilaku mereka, apakah baik atau buruk, akan tetapi bagaimana mungkin seseorang bisa menunjukkan perilaku baik apabila ia tidak mengetahui mana yang baik dari yang buruk. Karena itu, pemahaman siswa tentang materi menghindari perilaku tercela dengan baik menyediakan basis perilaku yang baik. Sementara itu, hasil belajar siswa kelas VIII di SMPN 2 Percut Sei Tuan tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. Hal ini paling tidak menunjukkan pentingnya peningkatan pemahaman siswa tentang materi pendidikan akhlak di sekolah. Selama ini, pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran akhlak di SMPN 2 Percut Sei Tuan berpusat pada guru di mana guru menjelaskan materi akhlak sedangkan siswa mendengarkan. Selain itu, metode yang digunakan adalah ceramah. Hal ini menjadi faktor di samping beberapa faktor lainnya yang menyebabkan kurang memuaskannya hasil belajar siswa, khususnya siswa kelas VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan dalam materi akhlak. Identifikasi faktor penyebab seperti di atas menunjukkan salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk permasalahan ini yakni, perubahan pendekatan dan metode yang digunakan dalam pembelajaran. Pada tataran praktis, solusi yang dapat diterapkan adalah merubah strategi pembelajaran dengan menggunakan strategi bermain peran dan ekspositori. Strategi pembelajaran bermain peran merupakan salah satu alternatif yang dapat ditempuh dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil penelitian dan percobaan yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa bermain peran merupakan salah satu model yang dapat digunakan secara efektif dalam pembelajaran. Dalam hal ini, bermain peran diarahkan pada pemecahan masalah yang menyangkut hubungan antar manusia, terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik. Manusia merupakan makhluk sosial dan individual, yang dalam hidupnya senantiasa berhadapan dengan manusia lain atau situasi di sekelilingnya. Mereka berinteraksi, xxi berinterdepedensi dan pengaruh mempengaruhi. Sebagai individu manusia memiliki pola yang unik dalam berhubungan dengan manusia lain. Ia memiliki rasa senang, tidak senang, percaya, curiga, dan ragu terhadap orang lain. Namun perasaan tersebut diarahkan juga pada dirinya. Perasaan dan sikap terhadap orang lain dan dirinya itu mempengaruhi pola respon individu terhadap individu lain atau situasi di luar dirinya. Karena senang dan penasaran ia cenderung mendekat. Karena tidak senang dan curiga ia cenderung menjauh. Manifestasi tersebut disebut peran. Peran dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perasaan, ucapan dan tindakan, sebagai suatu pola hubungan unik yang ditunjukkan oleh individu terhadap individu lain. Peran yang dimainkan individu dalam hidupnya dipengaruhi oleh persepsi individu terhadap dirinya dan terhadap orang lain. Oleh sebab itu, untuk dapat berperan dengan baik, diperlukan pemahaman terhadap peran pribadi dan orang lain. Pemahaman tersebut tidak terbatas pada tindakan, tetapi pada faktor penentunya, yakni perasaan, persepsi dan sikap. Bermain peran berusaha membantu individu untuk memahami perannya sendiri dan peran yang dimainkan orang lain sambil mengerti perasaan, sikap dan nilai yang mendasarinya. Bermain peran dalam pembelajaran merupakan usaha untuk memecahkan masalah melalui peragaan, serta langkah-langkah identifikasi masalah, analisis, pemeranan, dan diskusi. Untuk kepentingan tersebut, sejumlah peserta didik bertindak sebagai pemeran dan yang lainnya sebagai pengamat. Seorang pemeran harus mampu menghayati peran yang dimainkannya. Melalui peran, peserta didik berinteraksi dengan orang lain yang juga membawakan peran tertentu sesuai dengan tema yang dipilih. Selama pembelajaran berlangsung, setiap pemeranan dapat melatih sikap empati, simpati, rasa benci, marah, senang, dan peran lainnya. Pemeranan tenggelam dalam peran yang dimainkannya sedangkan pengamat melibatkan dirinya secara emosional dan berusaha mengidentifikasikan perasaan dengan perasaan yang tengah bergejolak dan menguasai pemeranan. xxii Dalam pembelajaran bermain peran, pemeranan tidak dimaksudkan meningkatkan minat belajar siswa, akan tetapi mengundang rasa penasaran peserta didik yang menjadi pengamat untuk turut aktif mendiskusikan dan mencari jalan keluar untuk permasalahan. Hakikat pembelajaran bermain peran terletak pada keterlibatan emosional pemeran dan pengamat dalam situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Pembelajaran bermain peran sangat cocok untuk menanamkan nilai yang menjadi tujuan pembelajaran materi akhlak pada diri siswa. Melalui bermain peran dalam pembelajaran, diharapkan para peserta didik dapat (1) mengeksplorasi perasaannya; (2) memperoleh wawasan tentang sikap, nilai, dan persepsinya; (3) mengembangkan ketrampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi; dan (4) mengeksplorasi inti permasalahan yang diperankan melalui berbagai cara.7 Sedangkan strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal.8 Penggunaan strategi ekspositori merupakan strategi pembelajaran mengarah kepada tersampaikannya isi materi kepada siswa secara langsung. Sekilas, kedua strategi pembelajaran ini bertentangan, di mana bermain peranan berpusat pada murid, sementara ekspositori berpusat pada guru. Akan tetapi, bila dianalisis lebih lanjut, keduanya dapat digunakan secara bersama-sama untuk saling melengkapi. Penggunaan strategi bermain peran menuntut siswa untuk mengamati dan menganalisis drama yang disajikan, dengan demikian mereka belajar secara aktif. Meski demikian, tentu ada poin-poin materi pembelajaran yang tidak mungkin dimasukkan ke dalam skenario drama. Untuk mengurai poin tersebut digunakan strategi 7 Herman J. Waluyo, Pengembangan Model Pengajaran Bahasa Indonesia Dengan Pendekatan Apresiasi Drama, cet. II (Yogyakarta: Hanindita, 2008), h. 196. 8 Roy Killen, Effective Teaching Strategies, Lesson from Research and Practice, cet. IV (Australia: Social Science Press, 1998), h. 134. xxiii ekspositori. Karena itu, penggunaan strategi bermain peran didahulukan dari strategi ekspositori. Dengan menggunakan strategi gabungan tersebut, diharapkan pembelajaran akan semakin menarik, yang pada akhirnya diharapkan hasil belajar siswa akan meningkat. Inilah sasaran dari penerapan kedua strategi tersebut. Akan tetapi, apakah kedua strategi tersebut memang efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan belum teruji. Karena itu, penulis tertarik untuk mengujinya dengan melakukan penelitian tentang penerapan strategi bermain peran dan ekspositori terhadap peningkatan hasil belajar PAI siswa kelas VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan dalam penelitian ini, yakni: 1. Perilaku siswa tidak mencerminkan nilai-nilai akhlak mulia. 2. Hasil belajar siswa kelas VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan dalam materi menghindari perilaku tercela kurang memuaskan. 3. Pendekatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang dilakukan selama ini berpusat pada guru. 4. Metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMPN 2 Percut Sei Tuan cenderung monoton, hanya menggunakan metode ceramah. C. Rumusan Masalah Permasalahan paling pokok dalam penelitian ini adalah: bagaimana penerapan strategi pembelajaran bermain peranan dan ekspositori untuk meningkatkan hasil belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan?”. Masalah pokok ini kemudian dirinci kepada sub masalah sebagai berikut: xxiv 1. Bagaimana hasil belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan dalam materi menghindari perilaku tercela sebelum tindakan? 2. Bagaimana hasil belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan dalam materi menghindari perilaku tercela setelah tindakan? 3. Bagaimana penerapan strategi bermain peran dan ekspositori untuk meningkatkan hasil belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan dalam materi menghindari perilaku tercela? 4. Apakah telah terjadi peningkatan hasil belajar setelah menggunakan strategi bermain peran dan ekspositori dalam materi menghindari perilaku tercela pada siswa kelas VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan? D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan penerapan strategi pembelajaran bermain peranan dan ekspositori untuk meningkatkan hasil belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan. Tujuan tersebut ini dapat dirinci sebagai berikut: : 1. Untuk mengetahui hasil belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan dalam materi menghindari perilaku tercela sebelum tindakan. 2. Untuk mengetahui hasil belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan dalam materi menghindari perilaku tercela setelah tindakan. 3. Untuk menjelaskan penerapan strategi bermain peran dan ekspositori untuk meningkatkan hasil belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan dalam materi menghindari perilaku tercela. 4. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar setelah menggunakan strategi bermain peran dan ekspositori dalam materi menghindari perilaku tercela pada siswa kelas VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan. xxv E. Batasan Istilah Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu dibatasi pengertiannya sebagai berikut: 1. Strategi Belajar Bermain Peran Strategi pembelajaran bermain peran adalah pembelajaran yang menggunakan pementasan drama sederhana. Hakekat pembelajaran bermain peran terletak pada keterlibatan emosional pemeran dan pengamat dalam situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Dalam strategi pembelajaran bermain peran digunakan skenario yang bersifat umum. Tujuannya agar siswa mengeksplorasi dan menghayati perannya secara mandiri. Yang dimaksud dengan strategi pembelajaran bermain peran adalah pembelajaran yang dilakukan dengan mementaskan skenario drama berjudul “Si Buruk Perilaku Tanpa Teman”. Skenario terlampir dalam penelitian ini. 2. Strategi Pembelajaran Ekspositori Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Strategi ini juga disebut strategi pembelajaran langsung.9 Yang dimaksud dengan strategi pembelajaran ekspositori dalam penelitian ini adalah proses penyampaian materi secara verbal dari guru kepada siswa. Strategi pembelajaran ekspositori juga diterapkan melalui pertanyaan atau menjawab pertanyaan dalam arti dialog guru dengan siswa tentang materi pembelajaran. 3. Hasil Belajar PAI 9 Killen, Effective, h. 134. xxvi Yang dimaksud dengan hasil belajar PAI dalam penelitian ini adalah penguasaan siswa kelas VIII-6 SMPN Percut Sei Tuan atas materi pembelajaran menghindari perilaku tercela anāniyah, gadab, ḥasad dan gībah yang diukur dan dikumpulkan menggunakan butir soal (tes). F. Kegunaan Penelitian Penelitian ini berguna pada dua aspek, yakni teoritis dan praktis. Pada aspek teoritis, penelitian ini akan memperkaya khazanah ilmu pendidikan Islam khususnya dalam strategi pembelajaran pendidikan Islam. Sedangkan pada aspek praktis, penelitian ini berguna sebagai: 1. Panduan bagi guru dalam menerapkan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori dalam Pendidikan Agama Islam. 2. Menjadi informasi bagi pihak sekolah tentang hasil belajar siswa dalam Pendidikan Agama Islam dan peningkatannya setelah penerapan tindakan. 3. Menjadi salah satu model pembelajaran bagi guru dan siswa di sekolah dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam G. Sistematika Pembahasan Agar penulisan laporan penelitian ini menjadi sistematis, hingga mudah dipahami, maka penulis membaginya ke dalam lima bab, sebagai berikut: Bab pertama merupakan pendahuluan yang merupakan latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, pembatasan istilah, kegunaan penelitian, kajian terdahulu dan sistematika penulisan. Bab kedua merupakan landasan teoritis tentang strategi pembelajaran bermain peran, ekspositori, hasil belajar siswa dan materi PAI tentang menghindari perilaku tercela dan penelitian terdahulu Bab ketiga merupakan uraian tentang metode penelitian mencakup jenis penelitian, setting, rancangan PTK, variabel penelitian, ujicoba tes hasil xxvii belajar PAI, data dan sumber data penelitian, teknik dan alat pengumpulan data, analisis data, teknik penjamin keabsahan data, subjek penelitian,. Bab keempat merupakan hasil penelitian yang merupakan uraian yang berisi jawaban dari rumusan masalah, dan pembahasan hasil penelitian. Bab kelima adalah penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran. BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN H. Landasan Teori 1. Strategi Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing) Strategi pembelajaran10 Role Playing (bermain peran) termasuk metode pementasan drama yang sangat sederhana. Peran diambil dari kisah kehidupan nyata sehari-hari, bukan imajinatif.11 Menurut E. Mulyasa, terdapat empat asumsi yang mendasari pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan perilaku dan nilainilai social, yang kedudukannya sejajar dengan model-model mengajar lainnya, yakni:12 a. Secara implisit bermain peran mendukung situasi belajar berdasarkan pengalaman dengan menitikberatkan isi pelajaran pada situasi ‘’di sini pada saat ini’’. Model ini percaya bahwa sekelompok 10 Secara umum, strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu pola yang berfungsi sebagai haluan untuk mengambil tindakan dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Jika dikaitkan dengan belajar mengajar, strategi dapat diartikan sebagai pola umum kegiatan guru dan anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Sanjaya, dalam dunia pendidikan, strategi pembelajaran diartikan sebagai perencanaan yang berisi rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sementara itu, Menurut Kemp, strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan oleh guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Lihat Wina Sanjaya , Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, cet. II (Jakarta: Kencana Pernada Media Group, 2007), h. 126 Dari beberapa definisi tersebut, dapat ditarik benang merah bahwa strategi pembelajaran merupakan suatu rencana atau tindakan (rangkaian kegiatan) yang termasuk juga penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran. Hal ini berarti bahwa dalam penyusunan sebuah strategi hanya sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. 11 Herman J. Waluyo, Pengembangan Model Pengajaran Bahasa Indonesia Dengan Pendekatan Apresiasi Drama, cet. II (Yogyakarta: Hanindita, 2008), h. 186. 12 Encong Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran, cet. I (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h. 141. xxviii peserta didik dimungkinkan untuk menciptakan analogi mengenai situasi kehidupan nyata. Terhadap analogy yang diwujudkan dalam bermain peran, para peserta didik dapat menampilkan respon emosional sambil belajar dari respon orang lain. b. Bermain peran memungkinkan para peserta didik untuk mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin pada orang lain. Mengungkapkan perasaan untuk mengurangi beban emosional merupakan tujuan utama dari psikodrama (jenis bermain peran yang lebih menekankan pada penyembuhan). Namun demikian, terdapat perbedaan penekanan antara bermain psikodrama. peran Bermain dalam konteks pembelajaran dengan peran dalam konteks pembelajaran memandang bahwa diskusi setelah pemeranan dan pemeranan itu sendiri merupakan kegiatan utama dan integral dari pembelajaran; sedangkan dalam psikodrama, pemeranan dan keterlibatan emosional pengamat itulah yang paling utama. Perbedaan lainnya, dalam psikodrama bobot emosional lebih ditonjolkan daripada bobot intelektual, sedangkan pada bermain peran keduanya memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran. c. Model bermain peran berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi pengamat terhadap masalah yang sedang diperankan. Dengan demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Oleh sebab itu, model mengajar ini berusaha mengurangi peran guru yang terlalu mendominasi pembelajaran dalam pendekatan tradisional. Model bermain peran mendorong peserta didik untuk turut aktif dalam pemecahan masalah sambil menyimak xxix secara seksama bagaimana orang lain berbicara mengenai masalah yang sedang dihadapi. d. Model bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang tersembunyi, berupa sikap, nilai, perasaan dan system keyakinan, dapat diangkat ke taraf sadar melalui kombinasi pemeranan secara spontan. Dengan demikian, para peserta didik dapat menguji sikap dan nilainya yang sesuai dengan orang lain, apakah sikap dan nilai yang dimilikinya perlu dipertahankan atau diubah. Tanpa bantuan orang lain, para peserta didik sulit untuk menilai sikap dan nilai yang dimilikinya. Menurut Shaftel terdapat sembilan tahap bermain peran yang dapat dijadikan pedoman dalam pembelajaran: 13 a. Menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik Pada tahapan guru mengantarkan peserta didik terhadap masalah pembelajaran yang perlu dipelajari. Hal ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi masalah, menjelaskan masalah, menafsirkan cerita dan mengeksplorasi isu-isu, serta menjelaskan peran yang akan dimainkan. Masalah dapat diangkat dari kehidupan peserta didik, agar dapat merasakan masalah itu hadir di hadapan mereka, dan memiliki hasrat untuk mengetahui bagaimana masalah yang hangat dan actual, langsung menyangkut kehidupan peserta didik, menarik dan merangsang rasa ingin tahu peserta didik, serta memungkinkan berbagai alternative pemecahan. Tahap ini lebih banyak dimaksudkan untuk memotivasi peserta didik agar tertarik pada masalah karena itu tahap ini sangat penting dalam bermain peran dan paling menentukan keberhasilan. Bermain peran akan berhasil apabila peserta didik menaruh minat memperhatikan masalah yang diajukan guru 13 Waluyo, Pengembangan, h. 196. xxx dan b. Memilih partisipan/peran Pada tahap ini peserta didik dan guru mendeskripsikan berbagai watak atau karakter, apa yang mereka suka, bagaimana mereka merasakan, dan apa yang harus mereka kerjakan, kemudian para peserta didik diberi kesempatan secara sukarela untuk menjadi pemeran. Jika para peserta didik tidak menyambut tawaran tersebut, guru dapat menunjuk salah seorang peserta didik yang pantas dan mampu memerankan posisi tertentu. c. Menyusun tahap-tahap peran Pada tahap ini para pemeran menyusun garis-garis besar adegan yang akan dimainkan. Dalam hal ini, tidak perlu ada dialog khusus karena para peserta didik dituntut untuk bertindak dan berbicara secara spontan. Guru membantu peserta didik menyiapkan adegan-adegan dengan mengajukan pertanyaan, misalnya di mana pemeranan dilakukan, apakah tempat sudah dipersiapkan, dan sebagainya. Persiapan ini penting untuk menciptakan suasana yang menyenangkan bagi seluruh peserta didik, dan mereka siap untuk memainkannya. d. Menyiapkan pengamat Sebaiknya pengamat dipersiapkan secara matang dan terlibat dalam cerita yang akan dimainkan agar semua peserta didik turut mengalami dan menghayati peran yang dimainkan dan aktif mendiskusikannya. Menurut Shaftel,14 agar pengamat turut terlibat, mereka perlu diberi tugas. Misalnya menilai apakah peran yang dimainkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya? Bagaimana keefektifan perilaku yang ditunjukkan pemeran? Apakah pemeran dapat menghayati peran yang dimainkan? e. Pemeranan Pada tahap ini para peserta didik mulai beraksi secara spontan, sesuai dengan peran masing-masing. Mereka berusaha 14 Waluyo, Pengembangan, h. 186. xxxi memainkan setiap peran seperti benar-benar dialaminya. Mungkin proses bermain peran tidak berjalan mulus karena para peserta didik ragu dengan apa yang harus dikatakan akan ditunjukkan. Shaftel dan Shfatel15 mengemukakan bahwa pemeranan cukup dilakukan secara singkat, sesuai tingkat kesulitan dan kompleksitas masalah yang diperankan serta jumlah peserta didik yang dilibatkan, tak perlu memakan waktu yang terlalu lama. Pemeranan dapat berhenti apabila para peserta didik telah merasa cukup, dan apa yang seharusnya mereka perankan telah dicoba lakukan. Adakalanya para peserta didik keasyikan bermain peran sehingga tanpa disadari telah memakan waktu yang terlampau lama. Dalam hal ini guru perlu menilai kapan bermain peran dihentikan. Sebaliknya pemeranan dihentikan pada saat terjadinya pertentangan agar memancing permasalahan untuk didiskusikan. f. Diskusi dan evaluasi Diskusi akan mudah dimulai jika pemeran dan pengamat telah terlibat dalam bermain peran, baik secara emosional maupun secara intelektual. Dengan melontarkan sebuah pertanyaan, para peserta didik akan segera terpancing untuk diskusi. Diskusi mungkin dimulai dengan menafsirkan baik tidaknya peran yang dimainkan selanjutnya mengarah pada analisis terhadap peran yang ditampilkan, apakah cukup tepat untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi. g. Pemeranan ulang Pemeranan ulang dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan diskusi mengenai alternative pemeranan. Mungkin ada perubahan peran watak yang dituntut. Perubahan ini memungkinkan adanya perkembangan baru dalam upaya pemecahan masalah. Setiap perubahan peran akan mempengaruhi peran lainnya. h. Diskusi dan evaluasi tahap dua 15 Ibid. xxxii Diskusi dan evaluasi pada tahap ini sama seperti pada tahap enam, hanya dimaksudkan untuk menganalisis hasil pemeranan ulang, dan pemecahan masalah pada tahap ini mungkin sudah lebih jelas. Para peserta didik menyetujui cara tertentu untuk memecahkan masalah, meskipun dimungkinkan adanya peserta didik yang belum menyetujuinya. Kesepakatan bulat tidak perlu dicapai karena tidak ada cara yang pasti dalam menghadapi masalah kehidupan. i. Membagi pengalaman dan mengambil kesimpulan. Tahap ini tidak harus menghasilkan generalisasi secara langsung karena tujuan utama bermain peran ialah membantu para peserta didik untuk memperoleh pengalaman berharga dalam hidupnya melalui kegiatan interaksional dengan temannya. Mereka bercermin pada orang lain untuk lebih memahami dirinya. Hal ini mengandung implikasi bahwa yang paling penting dalam bermain peran ialah terjadinya saling tukar pengalaman. Proses ini mewarnai seluruh kegiatan bermain peran, yang ditegaskan lagi pada tahap akhir. Pada tahap ini para peserta didik saling mengemukakan pengalaman hidupnya dalam berhadapan dengan orang tua, guru, teman dan sebagainya. Semua pengalaman peserta didik dapat diungkap atau muncul secara spontan. Terdapat tiga hal yang menentukan kualitas dan efektifitas bermain peran sebagai model pembelajaran, yakni (1) kualitas pemeranan, (2) analisis dalam diskusi, (3) pandangan peserta didik terhadap peran yang ditampilkan dibandingkan dengan situasi kehidupan nyata. Dari role playing dapat dicapai aspek perasaan, sikap, nilai, persepsi, ketrampilan pemecahan masalah, dan pemahaman terhadap pokok permasalahan. Unsur lain yang dapat dicapai melalui role playing adalah: (1) analisis nilai dan perilaku pribadi, (2) pemecahan masalah, (3) empati terhadap orang lain, (4) masalah social dan nilai; dan (5) kemampuan mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat orang xxxiii lain. Selama pembelajaran berlangsung, setiap pemeranan dapat melatih sikap empati, simpati, rasa benci, marah, senang, dan peran lainnya.16 Sebagai strategi pembelajaran, bermain peran memiliki keunggulan dan kelemahan dibandingkan dengan strategi pembelajaran lainnya.17 Di antara kelebihannya adalah: a. Sangat cocok dengan materi pembelajaran yang bertujuan untuk menanamkan nilai, b. Pembelajaran lebih menyenangkan bagi siswa, c. Siswa dapat belajar dengan mengeksplorasi perasaannnya, d. Siswa menjadi lebih kreatif dalam belajar karena dalam pembelajaran bermain peran siswa dituntut untuk memainkan peran sesuai dengan kreasinya. Di sisi lain, di antara kelemahan strategi pembelajaran bermain peran, antara lain: a. Membutuhkan waktu yang relatif lebih lama, b. Karena mensyaratkan penghayatan siswa, bermain peran sulit diterapkan dalam pertemuan singkat, 2. Strategi Pembelajaran Ekspositori Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Roy Killen, menamakan strategi ekspositori ini dengan istilah strategi pembelajaran langsung (direct instruction).18 Oleh karena itu strategi ekspositori lebih menekankan kepada proses bertutur, Fokus utama strategi ini adalah kemampuan akademis (academic achievement) siswa. Metode pembelajaran yang sering digunakan untuk mengaplikasikan strategi ini adalah metode kuliah atau ceramah. 16 Ibid. Ibid. 18 Roy Killen, Effective Teaching Strategies, Lesson from Research and Practice, cet. IV (Australia: Social Science Press, 1998), h. 134. 17 xxxiv Sistem ekspositori juga merupakan sistem pembelajaran yang digunakan dengan memberikan keterangan terlebih dahulu, prinsip dan konsep materi pelajaran serta memberikan contoh-contoh latihan pemecahan masalah dalam bentuk ceramah, demonstrasi, tanya jawab dan penugasan. Siswa mengikuti pola yang ditetapkan oleh guru secara cermat. Karena itu, dalam pembelajaran ekspositori, siswa tidak perlu mencari dan menemukan sendiri fakta-fakta, konsep dan prinsip karena telah disajikan secara jelas oleh guru. Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan ekspositori cenderung berpusat kepada guru. Guru aktif memberikan penjelasan atau informasi pembelajaran secara terperinci tentang materi pembelajaran. Sistem ekspositori sering dianalogikan dengan metode ceramah, karena sifatnya sama-sama memberikan informasi. Percival dan Elington19 menamakan model konvensional ini dengan model pembelajaran yang berpusat pada guru (the Teacher Centered Opproach). Dalam model pembelajaran yang berpusat pada guru hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan penuh oleh guru. Seluruh sistem diarahkan kepada rangkaian kejadian yang rapi dalam lembaga pendidikan, tanpa ada usaha untuk mencari dan menerapkan strategi belajar yang berbeda sesuai dengan tema dan kesulitan belajar setiap individu. Dalam pembelajaran ekspositori, pada umumnya guru lebih suka menggunakan metode ceramah dikombinasikan dengan metode tanya jawab. Dalam model pembelajaran yang berpusat pada guru hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan penuh oleh guru. Seluruh sistem diarahkan kepada rangkaian kejadian yang rapi dalam lembaga pendidikan, tanpa ada usaha untuk mencari dan menerapkan strategi belajar yang berbeda sesuai dengan tema dan kesulitan belajar setiap individu.20 19 Fred Percival dan Henry Ellington, A Handbook of Educational Technology, cet. I (New York: Phill Race, 1993), h. 34. 20 Ibid. xxxv Metode ceramah banyak dipilih karena mudah dilaksanakan dengan persiapan yang sederhana, hemat waktu dan tenaga, dengan satu langkah langsung bisa menjangkau semua siswa dan dapat dilakukan cukup di dalam kelas. Popham dan Baker menjelaskan bahwa setiap penyajian informasi secara lisan dapat disebut ceramah. Penyajian ceramah yang bersifat formal dan biasanya berlangsung selama 45 menit maupun yang informal yang hanya berlangsung selama 5 menit. Ceramah tidak dapat dikatakan baik atau buruk, tetapi penyampaian ceramah harus dinilai menurut tujuan penggunaannya.21 Menurut Hasibuan dan Moedjiono, metode ekspositori adalah cara penyampaian bahan materi dengan komunikasi lisan. Metode ekspositori lebih efektif dan efisien untuk menyampaikan informasi dan pengertian.22 Sedangkan Margono mengemukakan bahwa metode ekspositori adalah metode mengajar yang menggunakan penjelasan verbal. Komunikasi bersifat satu arah dan sering dilengkapi dengan alat bantu, demonstrasi, tanya jawab, diskusi singkat dan sebagainya.23 Lebih lanjut, agar metode ceramah efektif perlu dipersiapkan langkah-langkah sebagai berikut: a. Merumuskan tujuan instruksional khusus yang luas b. Mengidentifikasi dan memahami karakteristik siswa c. Menyusun bahan ceramah dengan menggunakan bahan pengait (advance organizer) d. Menyampaikan bahan dengan memberi keterangan singkat dengan menggunakan papan tulis, memberikan contoh-contoh yang kongkrit dan memberikan umpan balik (feed back), memberikan rangkuman setiap akhir pembahasan materi e. Merencanakan evaluasi secara terprogram. Metode retitasi adalah metode pembelajaran yang lebih dikenal dengan istilah pekerjaan 21 James Popham dan Eva Baker, Teknik Mengajar Secara Sistimatis, terj. Amirul Hadi dkk. Cet. I (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 79. 22 J.J. Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, cet. I (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), h. 13. 23 Margono, Strategi Belajar Mengajar Buku I, cet. I (Surakarta: UNS Press, 1989), h. 30. xxxvi rumah, meskipun sebutan ini tidak seluruhnya benar. Metode tanya jawab digunakan bersama dengan metode ceramah, untuk merangsang kegiatan berfikir siswa, dan untuk mengetahui keefektifan pengajarannya.24 Penerapan metode tanya jawab guru dapat mengatur bagian-bagian penting yang perlu mendapat perhatian khusus.25 Somantri membedakan metode ekspositori dan metode ceramah. Dominasi guru dalam metode ekspositori banyak dikurangi. Guru tidak terus bicara, informasi diberikan pada saat-saat atau bagian-bagian yang diperlukan, seperti di awal pemebelajaran, menjelaskan konsep-konsep dan prinsip baru, pada saat memberikan contoh kasus di lapangan dan sebaginya. Metode ekspositori adalah suatu cara menyampaikan gagasan atau ide dalam memberikan informasi dengan lisan atau tulisan.26 Kegiatan guru berbicara pada metode ekspositori hanya dilakukan pada saat-saat tertentu saja, seperti pada awal pembelajaran, menerangkan materi, memberikan contoh soal. Kegiatan siswa tidak hanya mendengarkan, membuat catatan, atau memperhatikan saja, tetapi mengerjakan soal-soal latihan, mungkin dalam kegiatan ini siswa saling bertanya. Mengerjakan soal latihan bersama dengan temannya, dan seorang siswa diminta mengerjakan di papan tulis. Saat kegiatan siswa mengerjakan latihan, kegiatan guru memeriksa pekerjaan siswa secara individual dan menjelaskan kembali secara individual. Apabila dipandang masih banyak pekerjaan siswa belum sempurna, kegiatan tersebut diikuti penjelasan secara klasikal. 24 Popham dan Baker, Teknik, h. 89. J.J. Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, cet. III (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 13. 26 Numan Somantri, Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS, cet. I (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), h. 45. 25 xxxvii Menurut Herman Hudoyo metode ekspositori dapat meliputi gabungan metode ceramah, metode drill, metode tanya jawab, metode penemuan dan metode peragaan.27 Dalam proses pembelajaran dengan metode ceramah harus peka terhadap respon siswa. Hubungan antara stimulan dan respon tidaklah sesederhana yang diperkirakan, melainkan stimulan yang diberikan berinteraksi satu dengan lainnya, dan interaksi ini artinya mempengaruhi respon yang diberikan juga menghasilkan berbagai konsekwensi yang akan mempengaruhi tingkah laku siswa. Untuk menciptakan terjadinyan interaksi, menarik perhatian siswa dan melatih keterampilan siswa, metode ceramah biasanya dikombinasikan dengan metode tanya jawab dan pemberian tugas. Resitasi atau tugas dapat pula dikerjakan di luar rumah ataupun di dalam laboratorium. Pasaribu mengemukakan bahwa metode resitasi mempunyai tiga fase, yaitu : a) guru memberi tugas, b) siswa melaksakan tugas, dan c) siswa mempertanggung-jawabkan pada guru apa yang telah dipelajari Ada beberapa karakteristik sistem ekspositori di antaranya: a. Sistem ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan strategi ini, oleh karena itu sering orang mengidentikkannya dengan ceramah. b. Biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang. c. Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri. Artinya, setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan. 27 Herman Hudoyo, Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di Depan Kelas, cet. I (Surabaya: Usaha Nasional, 1998), h. 133. xxxviii Strategi pembelajaran dengan sistem ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach). Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini guru memegang peran yang sangat dominan. Melalui strategi ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik. Fokus utama strategi ini adalah kemampuan akademik (academic achievement) siswa. Metode pembelajaran dengan kuliah merupakan bentuk strategi ekspositori. Tidak ada satu strategi pembelajaran yang dianggap lebih baik dibandingkan dengan strategi pembelajaran yang lain. Baik tidaknya suatu strategi pembelajaran bisa dilihat dari efektif tidaknya strategi tersebut dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Dengan demikian, pertimbangan pertama penggunaan strategi pembelajaran adalah tujuan apa yang harus dicapai dalam penggunaan strategi pembelajaran ekspositori terdapat beberapa prinsip berikut ini, yang harus diperhatikan oleh setiap guru. a. Berorientasi pada Tujuan Walaupun penyampaian materi pelajaran merupakan ciri utama dalam strategi pembelajaran ekspositori melalui metode ceramah, namun tidak berarti proses penyampaian materi tanpa tujuan pembelajaran. Justru tujuan itulah yang harus menjadi pertimbangan utama dalam penggunaan strategi ini. Karena itu sebelum strategi ini diterapkan terlebih dahulu guru harus merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan terukur. Seperti kriteria pada umumnya, tujuan pembelajaran harus dirumuskan dalam bentuk tingkah laku yang dapat diukur atau berorientasi pada kompetensi yang harus dicapai oleh siswa. Hal ini sangat penting untuk dipahami, karena tujuan yang spesifik memungkinkan kita bisa mengontrol efektivitas penggunaan strategi pembelajaran. xxxix Strategi pembelajaran ekspositori tidak mungkin dapat mengejar tujuan kemampuan berpikir tingkat tinggi, misalnya kemampuan untuk menganalisis, mensintesis sesuatu, atau mungkin mengevaluasi sesuatu, namun tidak berarti tujuan kemampuan berpikir taraf rendah tidak perlu dirumuskan. Justru tujuan itulah yang harus dijadikan ukuran dalam menggunakan strategi ekspositori. b. Prinsip Komunikasi Proses pembelajaran dapat dikatakan sebagai proses komunikasi, yang menunjuk pada proses penyampaian pesan dari seseorang (sumber pesan) kepada seseorang atau sekelompok orang (penerima pesan). Pesan yang ingin disampaikan dalam hal ini adalah materi pelajaran yang diorganisir dan disusun sesuai dengan tujuan tertentu yang ingin dicapai. Dalam proses komunikasi guru berfungsi sebagai sumber pesan dan siswa berfungsi sebagai penerima pesan. Dalam proses komunikasi, bagaimanapun sederhananya, selalu terjadi urutan pemindahan pesan (informasi) dari sumber pesan ke penerima pesan. Sistem komunikasi dikatakan efektif manakala pesan itu dapat mudah ditangkap oleh penerima pesan secara utuh. Sebaliknya, sistem komunikasi dikatakan tidak efektif, manakala penerima pesan tidak dapat menangkap setiap pesan yang disampaikan. Kesulitan menangkap pesan itu dapat terjadi oleh berbagai gangguan (noise) yang dapat menghambat kelancaran proses komunikasi. Akibat gangguan (noise) tersebut memungkinkan penerima pesan (siswa) tidak memahami atau tidak dapat menerima sama sekali pesan yang ingin disampaikan. Sebagai suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses penyampaian, maka prinsip komunikasi merupakan prinsip yang sangat penting untuk diperhatikan. Artinya, bagaimana upaya xl yang bisa dilakukan agar setiap guru dapat menghilangkan setiap gangguan yang bisa mengganggu proses komunikasi. c. Prinsip Kesiapan Siswa dapat menerima informasi sebagai stimulus yang kita berikan, terlebih dahulu kita harus memposisikan mereka dalam keadaan siap baik secara fisik maupun psikis untuk menerima pelajaran. Jangan mulai disajikan mata pelajaran, ketika siswa belum siap untuk menerimanya. d. Prinsip Berkelanjutan Proses pembelajaran ekspositori harus dapat mendorong siswa untuk mau mempelajari materi pelajaran lebih lanjut. Pembelajaran bukan hanya berlangsung pada saat itu, akan tetapi juga untuk waktu selanjutnya. Ekspositori yang berhasil adalah manakala melalui proses penyampaian dapat membawa siswa pada situasi ketidakseimbangan (disequilibrium), sehingga mendorong mereka untuk mencari dan menemukan atau menambah wawasan melalui proses belajar mandiri. Keberhasilan penggunaan strategi ekspositori sangat tergantung pada kemampuan guru untuk bertutur atau menyampaikan materi pelajaran. Metode ekspositori merupakan cara mengajar yang paling efektif dan efisien dalam menanamkan belajar bermakna. Selanjutnya Dimyati dan Mudjiono28 mengatakan metode ekspositori adalah memindahkan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai kepada siswa. Peranan guru yang penting adalah 1) menyusun program pembelajaran, 2) memberi informasi yang benar, 3) pemberi fasilitas yang baik, 4) pembimbing siswa dalam perolehan informasi yang benar, dan 5) penilai prolehan informasi. Sedangkan peranan siswa adalah 1) pencari informasi yang benar, 2) pemakai media dan sumber yang benar, 3) menyelesaikan tugas dengan penilaian guru. 28 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, cet. II (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), h. 172. xli Lebih lanjut Hasibuan dan Moedjiono mengemukakan bahwa agar metode ekspositori efektif perlu dipersiapkan langkah-langkah sebagai berikut:29 a. Merumuskan tujuan instruksional khusus yang luas, b. Mengidentifikasi dan memahami karakteristik siswa, c. Menyusun bahan materi dengan menggunakan bahan pengait (advance organizer), d. Menyampaikan bahan dengan memberi keterangan singkat dengan menggunakan papan tulis, memberikan contoh-contoh yang kongkrit dan memberikan umpan balik (feed back), memberikan rangkuman setiap akhir pembahasan materi, e. merencanakan evaluasi secara terprogram. Pada tataran praktis, ada beberapa langkah penerapan strategi ekspositori, yakni: a. Persiapan Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran. Dalam strategi ekspositori, langkah persiapan merupakan langkah yang sangat penting. Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan strategi ekspositori sangat tergantung pada langkah persiapan. Beberapa hal yang harus dilakukan dalam langkah persiapan di antaranya adalah: 1) Memberikan sugesti yang positif dan menghindari sugesti yang negatif. 2) Mengemukakan tujuan yang harus dicapai. b. Penyajian Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan. Guru harus dipikirkan guru dalam penyajian ini adalah bagaimana agar materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh 29 Hasibuan dan Moedjiono, Proses, h. 13. xlii siswa. Karena itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan langkah ini, yaitu: 1) penggunaan bahasa, 2) intonasi suara, 3) menjaga kontak mata dengan siswa, dan 4) menghangatkan suasana c. Korelasi Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya. d. Menyimpulkan Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti dari materi pelajaran yang telah disajikan. Langkah menyimpulkan merupakan langkah yang sangat penting dalam strategi ekspositori, sebab melalui langkah menyimpulkan siswa akan dapat mengambil inti sari dari proses penyajian. e. Mengaplikasikan Langkah aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setelah mereka menyimak penjelasan guru. Melalui langkah ini guru akan dapat mengumpulkan informasi tentang penguasaan dan pemahaman materi pelajaran oleh siswa. Teknik yang biasa dilakukan pada langkah ini di antaranya: (1) dengan membuat tugas yang relevan dengan materi yang telah disajikan, (2) dengan memberikan tes yang sesuai dengan materi pelajaran yang telah disajikan Strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru, dikatakan demikian sebab dalam strategi ini guru memegang peranan yang sangat penting atau dominan. Dengan menggunakan strategi ekspositori terdapat xliii beberapa keunggulan dan kelemahan di dalam menggunakan strategi ini, yaitu: e. Keunggulan 1) Dengan strategi pembelajaran ekspositori guru bisa mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran, dengan demikian ia dapat mengetahui sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disampaikan. 2) Strategi pembelajaran ekspositori dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas. 3) Melalui strategi pembelajaran ekspositori selain siswa dapat mendengar melalui penuturan (kuliah) tentang suatu materi pelajaran juga sekaligus siswa bisa melihat atau mengobservasi (melalui pelaksanaan demonstrasi). 4) Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini bisa digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam strategi ekspositori ini dilakukan melalui metode ceramah, namun tidak berarti proses penyampaian materi tanpa tujuan pembelajaran. Karena itu sebelum strategi ini diterapkan terlebih dahulu guru harus merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan terukur. Hal ini sangat penting untuk dipahami, karena tujuan yang spesifik memungkinkan untuk bisa mengontrol efektivitas penggunaan strategi pembelajaran. f. Kelemahan Di samping memiliki keunggulan, strategi ekspositori ini juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain: 1) Strategi pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik, untuk siswa yang tidak memiliki kemampuan seperti itu perlu digunakan strategi yang lain. xliv 2) Strategi ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar. 3) Karena strategi lebih banyak diberikan melalui ceramah, maka akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis. 4) Keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori sangat tergantung kepada apa yang dimiliki guru seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri, semangat, antusiasme, motivasi dan berbagai kemampuan seperti kemampuan bertutur (berkomunikasi) dan kemampuan mengelola kelas, tanpa itu sudah pasti proses pembelajaran tidak mungkin berhasil. 5) Oleh karena itu, gaya komunikasi strategi pembelajaran lebih banyak terjadi satu arah, maka kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa sangat terbatas pula. Di samping itu, komunikasi satu arah bisa mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki siswa akan terbatas pada apa yang diberikan guru. 3. Hasil Belajar Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar materi menghindari perilaku tercela dalam Pendidikan Agama Islam. Peningkatan pemahaman tentang materi ajar perilaku diukur dengan hasil dan nilai evaluasi peserta didik yang dilakukan pada akhir pembelajaran. Karena itu, peningkatan pemahaman juga disebut dengan hasil belajar. Pengertian hasil (product) menunjuk kepada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Hasil produksi adalah perolehan yang didapatkan karena adanya kegiatan mengubah bahan (raw materials) menjadi barang xlv jadi (finished goods). Dalam kegiatan belajar mengajar, setelah mengalami belajar peserta didik berubah perilakunya dibanding sebelumnya.30 Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi peserta didik dan dari sisi guru. Dari sisi peserta didik, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar.31 Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran. Menurut Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.32 Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:33 a. Ranah Kognitif Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian. b. Ranah Afektif Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai. c. Ranah Psikomotor 30 Nourman Grounlund E. dan Robert L. Linn, Measurement and Evaluation in Teaching, cet. I (New York: McMillan Publishing Company, 1985), h. 25. 31 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, cet. II (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), h. 250-251. 32 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, cet. II (Bandung: Bumi Aksara, 2006), h. 30. 33 Daryanto, Evaluasi Pendidikan, cet. I (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 102-124. xlvi Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati). Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila peserta didik sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi. Howard Kingsley seperti dikutip oleh Nanan S. membagi 3 macam hasil belajar:34 a. Keterampilan dan kebiasaan, b. Pengetahuan dan pengertian dan c. Sikap dan cita-cita Pendapat dari Horward Kingsley ini menunjukkan hasil perubahan dari semua proses belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri peserta didik karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan peserta didik tersebut.35 Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik. Belajar merupakan proses yang unik dan kompleks. Keunikan itu disebabkan karena hasil belajar hanya terjadi pada individu yang belajar, 34 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, cet. I (Bandung: PT. Remaja Rosdikarya,2005), h. 22 35 Ibid. xlvii tidak pada orang lain dan setiap individu menampilkan perilaku belajar yang berbeda. Perbedaan penampilan itu disebabkan karena setiap individu mempunyai karakteristik individualnya yang khas, seperti minat, intelegensi, perhatian, bakat dan sebagainya. Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang belajar. Perubahan perilaku itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar. Hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya36. Aspek perubahan itu mengacu kepada taksonomi tujuan pengajaran mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Proses pengajaran merupakan sebuah aktivitas sadar untuk membuat peserta didik belajar. Proses sadar mengandung implikasi bahwa pengajaran merupakan sebuah proses yang direncanakan untuk mencapai tujuan pengajaran (goal directed). Dalam konteks demikian maka hasil belajar merupakan perolehan dari proses belajar peserta didik sesuai dengan tujuan pengajaran (ends are being attained). Tujuan pengajaran menjadi hasil belajar potensial yang akan dicapai oleh anak melalui kegiatan belajarnya. Oleh karenanya, tes hasil belajar sebagai alat untuk mengukur hasil belajar harus mengukur apa yang dipelajari dalam proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan instruksional yang tercantum dalam kurikulum yang berlaku,37 karena tujuan pengajaran adalah kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya. Hasil belajar yang diukur merefleksikan tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran adalah tujuan yang menggambarkan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dimiliki oleh peserta didik sebagai akibat dari hasil pengajaran yang dinyatakan dalam bentuk tingkah laku (behavior) yang dapat diamati dan diukur. Oleh karenanya, 36 WS. Winkel, Psikologi Pengajaran, cet. III (Jakarta : PT Grasindo, 1999), h. 51. Asmawi Zainul dan Nasoetion Noehi, Penilaian Hasil Belajar, cet. I (Jakarta: Ditjen Dikti Depdikbud, 1996), h.28. 37 xlviii menurut Arikunto38 dalam merumuskan tujuan instruksional harus diusahakan agar nampak bahwa setelah tercapainya tujuan itu terjadi adanya perubahan pada diri anak yang meliputi kemampuan intelektual, sikap/minat maupun ketrampilan. Perubahan perilaku akibat kegiatan belajar mengakibatkan peserta didik memiliki penguasaan terhadap materi pengajaran yang disampaikan dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pengajaran. Pemberian tekanan penguasaan materi akibat perubahan dalam diri peserta didik setelah belajar diberikan oleh Soedijarto39 yang mendefinisikan hasil belajar sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan. Berdasarkan berbagai definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar adalah tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran sebagai akibat dari perubahan perilaku setelah mengikuti proses belajar mengajar berdasarkan tujuan pengajaran yang ingin dicapai. Hasil belajar itu akan diukur dengan sebuah tes. Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana urgensi dalam mendapatkan prestasi belajar yang maksimal, tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut. Secara garis besar, faktor yang mempengaruhi belajar diklasifikasikan kepada dua bagian, yaitu faktor yang berasal dari luar diri peserta didik (eksternal) dan faktor yang berasal dari dalam diri si pelajar (internal). Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri anak, seperti keadaan cuaca dan keadaan sosial tempat tinggal. Apabila keadaan cuaca tidak terlalu panas atau dingin sehingga terasa sejuk, tentu akan mendukung kepada kegiatan belajar yang dilakukan. Demikian juga keadaan lingkungan sosial, harus mampu memberikan rangsangan yang 38 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, cet. II (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 131. 39 Soedijarto, Menuju Pendidikan Nasional yang Relevan dan Bermutu, cet. I (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), h. 49. xlix dapat menarik minat si pelajar itu sendiri. Terjadinya proses belajar karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya”.40 Sekolah termasuk lingkungan sosial yang juga akan mempengaruhi prestasi belajar peserta didik. Selain itu juga guru juga bisa kita kategorikan sebagai faktor eksternal, yang akan sangat berpengaruh kepada prestasi belajar peserta didik. Guru memegang peran yang amat signifikan akan keberhasilan belajar peserta didiknya, kompetensi dan kemampuan seorang guru akan dapat mendidik peserta didik dengan lebih baik. Oleh karena itulah pemerintah membuat sertifikasi bagi guru, agar kompetensi dan kemampuan guru itu lebih baik, sehingga peserta didik akan mendapatkan asupan pelajaran yang baik pula. Penjelasan di atas memberikan suatu pemahaman bahwa faktor eksternal yang mempengaruhi kegiatan belajar yang bersifat eksternal, yaitu dorongan yang timbul dari diri seseorang untuk melakukan kegiatan belajar dengan hasil yang maksimal. Apabila dikaitkan dengan pendidikan Islam, maka faktor eksternal ini sangat besar pengaruhnya, karena dalam proses pendidikan anak di kenal bahwa setiap anak lahir telah membawa fitrahnya masing-masing. Untuk mengarahkan fitrah tersebut ke arah yang baik, dalam arti berkembang berdasarkan nilai-nilai pendidikan, maka faktor eksternallah yang ikut menentukannya. Faktor lain yang dapat mempengaruhi motivasi belajar ialah faktor internal (motivasi intrinsik), yaitu motivasi yang timbul dari dalam diri anak. Kaitannya dengan kegiatan belajar , maka motivasi intrinsik ialah faktor yang timbul dari dalam diri anak untuk mendorong melakukan kegiatan belajar. Motivasi intrinsik sangat besar pengaruhnya untuk mencapai keberhasilan belajar. Dengan terbentuknya dorongan seperti ini, anak akan melakukan kegiatan belajar atas kesadaran sendiri, mau menempuh berbagai usaha demi tercapainya tujuan yang diharapkan dari kegiatan 40 Sadiman, Media Pendidikan, h. 1. l belajar. Faktor internal ini merupakan faktor yang timbul dari dalam diri anak itu sendiri. Seperti kesehatan, rasa aman, kemampuan, minat dan sebagainya”.41 Guru sangat menentukan keberhasilan peserta didik dalam mengikuti proses belajar mengajar. Sejumlah bahan pelajaran yang diberikan kepada peserta didik, akan sulit di ikuti tanpa adanya dorongan dari guru. Sekalipun peserta didik menunjukkan motivasi yang baik untuk mengikuti pelajaran, tetapi apabila tidak dapat diikuti dengan secara baik, kurang dipahami, maka motivasi yang timbul dari dalam diri anak dapat mengendor. Ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh M. Athiyah Al Abrasyi, yaitu : “Seorang peserta didik tidak membatasi pada hanya sekedar membaca buku, tetapi guru-guru mereka menganjurkan dan memberikan dorongan-dorongan”.42 Keberhasilan dari proses pendidikan ditentukan oleh beberapa faktor kualitas perjumpaan antara guru dan peserta didik. Semakin baik kualitas perjumpaan tersebut, maka semakin tinggi kemungkinan untuk mencapai keberhasilan. Hal ini tidak terlepas dari suasana ketika perjumpaan terjadi, yaitu suasana di dalam kelas. Jika suasana kelas menyenangkan, maka kelas terkesan hidup. Kelas yang hidup ditandai dengan keaktifan antara guru dan murid dalam proses pembelajaran, serta meningkatnya keharmonisan hubungan di antara kedua belah pihak. Kelas yang ideal adalah kelas yang demokratis, dalam hal ini, peserta didik adalah guru dan guru adalah peserta didik. Suasana kelas memberikan kesempatan yang sama kepada peserta didik maupun guru untuk menuntut ilmu. Suasana kelas yang egaliter akan mendukung terciptanya kelas yang demokratis. Guru tidak menempatkan diri sebagai orang yang maha tahu terhadap semua permasalahan. Sebaliknya, peserta didik tidak diposisikan sebagai orang yang paling bodoh dan harus selalu 41 Roestiyah N.K., Masalah-Masalah Ilmu Keguruan, cet. I (Jakarta: Bina Aksara, 1986), h.151. 42 M. Athiyah Al Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, cet. I (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), h. 17. li menurut pada apa yang dikatakan oleh guru. Idealnya, guru dan peserta didik melakukan simbiosis mutualisme, di mana kedua belah pihak harus seiring, sejalan dan bekerja sama dalam proses kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu, tugas pokok guru, yaitu :43 Meningkatkan kemampuan merencanakan proses belajar mengajar. a. Meningkatkan kemampuan melaksanakan proses belajar mengajar, yaitu dengan mengubah cara belajar yang hanya terdiri dari duduk, dengar, catat, dan hafal, ke arah belajar aktif. b. Meningkatkan kemampuan menilai hasil mengajar. Untuk mewujudkan ketiga jenis kemampuan di atas, bukanlah hal yang mudah, tetapi seiring kali menghadapi berbagai permasalahan untuk dapat mewujudkannya. Secara garis besarnya ada beberapa hambatan yang dihadapi guru dalam proses belajar mengajar, diantaranya adalah: a. Kurangnya respon terhadap pembaharuan. b. Lemahnya motivasi untuk meningkatkan kemampuan. c. Ketidakpedulian terhadap berbagai perkembangan. d. Kurangnya sarana dan prasarana pendukung.44 Dari uraian di atas dapat di lihat bahwa permasalahan yang dihadapi dalam meningkatkan kemampuan guru dalam proses belajar mengajar berasal dari dalam diri dan luar diri guru tersebut. Maka upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan menumbuhkan kreativitas guru, penataran/lokakarya dan pengajaran mikro, bahkan saat ini ada program sertifikasi bagi guru. . Untuk menciptakan suasana kelas yang kondusif, tidak berarti seorang harus bersuara lantang, keras dan menghentak-hentak. Namun, bukan berarti pula seorang guru harus bersuara dengan syahdu dan merdu. Yang penting adalah bagaimana caranya agar guru bisa bersikap tegas, akrab, dan mampu menyadarkan peserta didik tetap konsisten dalam 43 A. Tabrani Rusyan, Peningkatan Kemampuan Guru Pendidikan Dasar, cet. I (Bandung: Bina Budhaya, 1993), h. 246. 44 Ibid, h. 248. lii belajar. Sehubungan dengan ini, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu: a. Tingkat kecerdasan (partisipasi) para peserta didik, b. Nilai-nilai intrinsik (intrinsic value), c. Efisien tidaknya proses belajar (efficiency of learning process), d. Sejauh mana proses belajar atau lingkungan belajar dapat membantu guru dan peserta didik, mencapai tujuan.45 Semakin dekat hubungan antara guru dan peserta didik, berarti semakin kuat pula ikatan emosional di antara keduanya. Pada gilirannya ikatan emosional yang kuat antara guru dan peserta didik dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Oleh karena itu, perlu dikembangkan komunikasi dua arah, di mana guru maupun peserta didik sama-sama aktif. Di dalam berkomunikasi, guru harus bisa menyesuaikan diri dengan kemampuan peserta didik untuk menerima penjelasan. Untuk mengontrol apakah peserta didik bisa menerima penjelasan dengan baik, maka guru perlu melakukan evaluasi, misalnya dengan memberikan pertanyaan timbal balik. Kemukakan permasalahan-permasalahan yang mampu merangsang peserta didik untuk berpikir secara kritis, sehingga mereka akan terlatih dan terbiasa untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Ada berbagai peraturan dan kebijakan yang bisa diterapkan untuk mendukung suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan. Misalnya, tidak diperkenankan untuk bicara, apabila ada yang sedang menjawab pertanyaan. Berbicara di sebuah forum harus didahului dengan mengangkat tangan terlebih dahulu, pembicaraan yang dilakukan harus berkaitan dengan mata pelajaran yang diberikan guru, dan sebagainya. Jika peraturan yang sudah ditetapkan di langgar, maka perlu diberikan sanksi. Sanksi sebaiknya diberikan secara bertahap, misalnya di beri peringatan 45 M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, cet. I (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), h. 123. liii terlebih dahulu. Jika peraturan itu masih juga di langgar, maka guru berhak memberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Selama ini, suasana kelas yang kondusif untuk belajar memang masih jauh dari realitas, dan baru terbatas pada tahap wacana. Guru belum bisa menjalankan tugas secara optimal, di samping belum terbentuknya sinergi antara sektor pendidikan dengan sektor-sektor yang lainnya, seperti politik, ekonomi, sosial maupun budaya. Kendati demikian, upaya untuk mencapai pendidikan yang berkualitas tidak boleh berhenti begitu saja. Keterlibatan semua pihak yang terkait, harus terus ditingkatkan dan disinergikan. 4. Materi Pembelajaran Menghindari Perilaku Tercela Kelas VIII Materi pembelajaran menghindari perilaku tercela bagi SMP kelas VIII terdiri dari uraian tentang anāniyah (egois), gaḍab (marah), ḥasad (dengki), gībah pembelajaran dan adalah namīmah (penghasut). menghindarkan prilaku Standar tercela. kompetensi Standar ini diterjemahkan ke dalam tiga kompetensi dasar yakni: 46 g. Menjelaskan pengertian anāniyah, gaḍab, ḥasad, gībah dan namīmah. h. Menyebutkan contoh-contoh perilaku tercela anāniyah, gaḍab, ḥasad, gībah dan namīmah. i. Menghindari perilaku anāniyah, gaḍab, ḥasad, gībah dan namīmah. Masalah yang ingin dipecahkan dalam pembelajaran ini adalah:47 a. Pengertian sifat anāniyah, gaḍab, ḥasad, gībah dan namīmah. b. Contoh-contoh sifat anāniyah, gaḍab, ḥasad, gībah dan namīmah. c. Dalil-dalil tentang sifat anāniyah, gaḍab, ḥasad, gībah dan namīmah. d. Bahaya sifat-sifat anāniyah, gaḍab, ḥasad, gībah dan namīmah. Anāniyah atau egois berarti sifat seseorang yang selalu mementingkan dirinya sendiri. Sifat anāniyah terlihat pada orang kaya yang tidak mau berderma atau orang yang tidak perduli dengan 46 Tim Abdi Guru, Ayo Belajar Agama Islam untuk SMP kelas VIII (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 35. 47 Ibid. liv penderitaan orang lain atau perokok.48 Anāniyah merupakan sifat yang berbahaya, baik bagi individu maupun bagi masyarakat. Bagi individu, sifat egois akan menjadikan seseorang dijauhi orang lain. Sedangkan gaḍab berarti sifat yang mudah tersinggung atau marah. Sifat ini ditandai dengan muka masam, ucapan kasar, menghardik, memaki-maki dan sebagainya. Orang yang pemarah berarti tidak bisa menjaga hawa nafsunya (amarah). Dengan demikian, pada dasarnya sifat gaḍab mengurangi rasa ketakwaan seseorang. Sifat gaḍab mempunyai pengaruh buruk, seperti dijauhi oleh orang lain, merusak kesehatan dan melakukan tindakan kejahatan. Terdapat beberapa ayat dan hadis yang menyatakan keburukan sifat gaḍab dan perintah untuk menjauhinya, antara lain: Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, 134. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orangorang yang berbuat kebajikan (QS. Ali Imran: 133-134) 48 Ibid., h. 35-52. lv Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu maafkanlah mereka, mohonkan ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS. Ali Imran: 159) Sedangkan ḥasad adalah sifat yang berarti dengki atau iri. ḥasad tumbuh pada hati seseorang yang merasa tidak senang dengan kebahagiaan orang lain. ḥasad erat hubungannya dengan sombong dan merasa benar sendiri.49 Terdapat beberapa ayat-ayat Alquran dan hadis yang mengajarkan untuk menjauhi sifat ḥasad, seperti: Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. An-Nisa: 32) Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki." (QS. Al-Falq: 5) ِ ِ ب (رواه أبو َ َإَيما ُك ْم َو الَ َس َد فَإ من الَ َس َد يَأْ ُك ُل الَ َسنَات َك َما تَأْ ُك ُل النم ُار الَط )داود 49 Ibid. lvi Jauhilah ḥasad, karena ḥasad itu menghabiskan kebaikan seperti api membakar kayu bakar (HR. Abū Dāūd)50 Sifat ḥasad dapat menyebabkan hal-hal negatif bagi seseorang, seperti:51 a. Dapat mengurangi teman; b. Menciptakan musuh; c. Merusak kesehatan; d. Menghilangkan pahala kebaikan; Sifat dan perilaku ḥasad dapat dihindarkan dengan cara:52 a. Memperkuat iman b. Menyadari bahaya ḥasad. Sedangkan gībah berarti menggunjing yakni membicarakan aib, kejelekan, kekurangan orang lain yang tidak disukainya. Penyebutan aib seseorang menjadi gībah apabila tujuannya untuk menghina, mencerca atau menjelek-jelekkan orang lain. Ada beberapa sebab munculnya gībah pada diri seseorang, yakni:53 a. Sebagai pelampiasan rasa bengis atau marah, b. Karena ingin mengambil hati teman dalam pergaulan atau karena pengaruh orang lain, c. Ingin menarik perhatian orang lain, d. Menunjukkan kesucian dan kemuliaan dirinya dengan menunjukkan aib orang lain. e. Dengki, f. Senda gurau. Islam melarang gībah menganggapnya sebagai salah satu perbuatan dosa. Terdapat beberapa ayat dan hadis yang melarang perbuatan gībah antara lain: 50 Abū Dāūd as-Sijistānī, Sunan Abī Dāūd (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t.), jil. 4, h. 214. 51 Tim Abdi Guru, Ayo Belajar, h. 37. Ibid. 53 Ibid. 52 lvii Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hujurat: 12) Gībah menjadi berbahaya karena ia dapat menyebabkan sakit hati seseorang hingga melahirkan permusuhan. Gībah juga dapat mengacaukan hubungan persaudaraan dan kemasyarakatan. Sedangkan namīmah adalah mengadu domba, yakni perilaku seseorang yang dengan sengaja mengadu dua orang atau kelompok supaya bermusuhan dan saling membenci.54 Dalam Alquran, pengadu domba dimurkai oleh Allah swt., seperti pada ayat: Yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah, (QS. AlQalam: 11) Ada beberapa hal-hal negatif yang muncul dari namīmah, antara lain: 55 a. Timbulnya fitnah, b. Timbulnya kekacauan, c. Timbulnya permusuhan, cara menghindari bahaya yang dapat muncul dari seorang pengadu domba adalah dengan mengkonfirmasikan kabar yang ia sampaikan. Kita 54 55 Ibid. Ibid. lviii tidak boleh mempercayai ucapannya begitu saja, apalagi seseorang tersebut mempunyai reputasi pembohong. I. Penelitian Yang Relevan Berdasarkan penelusuran penulis, terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan baik yang berkenaan dengan ekspositori atau bermain peran, di antaranya: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Nurgayah yang berjudul Upaya Peningkatan Hasil Belajar Peserta Didik Pada Aspek Akhlak Dengan Metode Demonstrasi dan Bermain Peran di Kelas X-1 SMA Negeri I Siantar. Penelitian ini merupakan tesis di PPS IAIN SU pada tahun 2010. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Nenden Dwi Cahyani Nur Hidayat yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar Biologi Menggunakan Metode Ekspositori Pada Pokok Bahasan Struktur dan Fungsi Jaringan Tumbuhan Pada Siswa Kelas VIII A SMPN 2 Ceper Kabupaten Klaten. Penelitian ini merupakan skripsi pada Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tahun 2008. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Nuzulia Ratna dengan judul Pengaruh Penggunaan Metode Ekspositori dan Metode Inkuiri Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Bidang Studi Akuntansi SMUN 1 Cepogo Boyolali, dalam bentuk skripsi di Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tahun 2008. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Euis Nurul Deristianti yang berjudul Penerapan Metode Role Playing (Bermain Peran) Dalam Pembelajaran Berbicara Pada Siswa Kelas XI SMK Bandung. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental pada Universitas Padjajaran pada tahun 2010. Selain penelitian tersebut di atas, tentu masih banyak penelitian lain yang terkait dengan penerapan metode ekspositori dan bermain peran. BAB III lix METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang berjudul “Penerapan Strategi Bermain Peran dan Ekspositori Terhadap Peningkatan Hasil Belajar PAI di Kelas VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan” merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Hopkins, seperti yang dikutip oleh Mansur Muslih berpendapat bahwa Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif, yang dilakukan oleh pelaku tindakan rasional dari tindakan-tindakannya untuk meningkatkan kemantapan dalam melaksanakan tugas dan memperdalam pemahaman terhadap kondisi dalam praktik pembelajaran56 Sedangkan Suharsimi Arikunto menyatakan bahwa PTK adalah penelitian yang dilakukan oleh guru bersama dengan pengamat (atau guru sendiri menjadi pengamat) di sekolah atau kelas di mana guru tersebut mengajar dengan menekankan pada penyempurnaan atau perbaikan pada proses praktis pembelajaran.57 B. Setting Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 2 (201070106130) Percut Sei Tuan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Sekolah ini beralamat di 56 Mansur Muslich, Melaksanakan PTK Itu Mudah, cet. I (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 8. 57 Suharsimi Arikunto, et. Al., Penelitian Tindakan Kelas, cet. I (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 57. lx Jl. Gambir Pasar VIII Tembung, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Lokasi ini sengaja dipilih sebagai lokasi penelitian, karena penulis adalah juga termasuk salah seorang staf pengajar di sekolah tersebut. Sehingga penulis mengenal dan mengetahui tentang keberadaan sekolah dan tentu saja akan memudahkan penulis untuk mengumpulkan data dalam pelaksanaan penelitian ini. Penelitian dilaksanakan pada siswa kelas VIII-6. Jumlah siswa kelas VIII secara keseluruhan adalah 352 pada tahun ajaran 2011-2012. Karena jumlah yang terlalu banyak, tindakan dalam penelitian ini diterapkan pada 43 siswa kelas VIII-6 saja yang berjumlah 30 siswa. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari 2012 sampai dengan bulan Juni 2012. C. Rancangan Penelitian Penelitian ini dirancang untuk 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari 1 pertemuan dan melewati tahap sebagai berikut: 1. Siklus I a. Perencanaan Tahap perencanaan ini terdiri dari: 1) Identifikasi Masalah Masalah yang dicermati dalam penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar peserta didik dalam materi menghindari perilaku tercela. Faktor utamanya adalah kurangnya minat peserta didik, kurangnya keaktifan dalam pembelajaran dan suasana kelas yang membosankan. 2) Alternatif Pemecahan Masalah Alternatif pemecahan yang diuji dalam penelitian ini adalah penerapan strategi bermain pembelajaran. 3) Rencana Pembelajaran lxi peran dan ekspositori dalam Pembelajaran dalam penelitian ini direncanakan menggunakan model pembelajaran bermain peran dan ekspositori 4) Materi Pelajaran Materi pelajaran yang akan diajarkan dalam pembelajaran ini adalah menghindari perilaku tercela. 5) Lembar Kerja Siswa Untuk mengukur hasil belajar siswa, maka digunakan LKS. 6) Sumber Belajar Sumber belajar yang akan dan disiapkan untuk digunakan dalam penelitian ini adalah: a) Buku Pendidikan Agama Islam b) Drama kelas 7) Format Evaluasi Format evaluasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah LKS 8) Format Observasi Format observasi yang direncanakan akan dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Soal tes b) Lembar observasi c) Catatan lapangan (catatan lapangan dimaksudkan untuk mencatat hal-hal lain yang tidak terangkum dalam hasil tes, kuis dan observasi. Bentuknya bebas dan berisi hal-hal lain yang dianggap penting dan berpengaruh terhadap efektifitas pembelajaran. Adapun indikator kuantitatif, tingkat minimum untuk dapat dikatakan pembelajaran berhasil adalah bila 75% dari tes yang diberikan mampu dijawab oleh peserta didik. b. Tindakan lxii Tindakan yang dilakukan pada tahap ini adalah menerapkan tindakan mengacu kepada perencanaan dan sesuai skenario, baik untuk guru, pengamat dan peserta didik. c. Pengamatan Pada tahap ini, peneliti melakukan observasi dengan menggunakan format observasi yang telah disediakan dan memberikan catatan pada lembar catatan untuk hal-hal yang tidak dicatat dalam lembar observasi. Pada tahap pengamatan, baik guru dan peserta didik dan pengamat akan memberikan kontribusi data yang berharga terhadap penelitian. Data dari peserta didik didapatkan melalui instrumen tes kuis. Sedangkan pengamat mengisi lembaran observasi dan lembar catatan, guru mengisi lembar catatan dan menjadi informan yang diwawancarai. d. Refleksi Refleksi dalam penelitian dimaksudkan untuk melakukan evaluasi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan pada siklus pertama. Evaluasi tersebut mencakup hal-hal di bawah ini: a. Evaluasi mutu. b. Waktu yang digunakan c. Evaluasi skenario pembelajaran. d. Merumuskan koreksi untuk menjadi bahan perhatian pada siklus II. 2. Siklus II Siklus II terdiri dari empat tahapan, seperti siklus I. Akan tetapi, pada siklus II, hasil koreksi pada tahap refleksi siklus I sudah diterapkan. Siklus II terdiri dari tahapan berikut: a. Perencanaan Tahap perencanaan ini terdiri dari: 1) Identifikasi Masalah Masalah yang dicermati dalam penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar peserta didik dalam materi menghindari perilaku tercela dan kurang efektifnya pembelajaran pada siklus I. Faktor utamanya adalah lxiii kurangnya minat peserta didik, kurangnya keaktifan dalam pembelajaran dan suasana kelas yang membosankan. 2) Alternatif Pemecahan Masalah Alternatif pemecahan yang diuji dalam penelitian ini adalah penerapan strategi bermain peran dan ekspositori dalam pembelajaran. 3) Rencana Pembelajaran Pembelajaran dalam penelitian ini direncanakan menggunakan model pembelajaran bermain peran dan ekspositori 4) Materi Pembelajaran Materi pembelajaran yang akan diajarkan dalam pembelajaran ini adalah menghindari perilaku tercela. 5) LKS Untuk mengukur hasil belajar siswa, maka digunakan LKS. 6) Sumber Belajar Sumber belajar yang akan dan disiapkan untuk digunakan dalam penelitian ini adalah: a) Buku Pendidikan Agama Islam b) Drama kelas 7) Format Evaluasi Format evaluasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah LKS 8) Format Observasi Format observasi yang direncanakan akan dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Soal tes (yakni Latihan Kerja Peserta didik). b) Lembar observasi c) Catatan lapangan (catatan lapangan dimaksudkan untuk mencatat hal-hal lain yang tidak terangkum dalam hasil tes, kuis dan observasi. Bentuknya bebas dan berisi hal-hal lain lxiv yang dianggap penting dan berpengaruh terhadap efektifitas pembelajaran. b. Tindakan Tindakan yang dilakukan pada tahap ini adalah menerapkan tindakan mengacu kepada perencanaan dan sesuai skenario, baik untuk guru, pengamat dan peserta didik. c. Pengamatan Pada tahap ini, peneliti melakukan observasi dengan menggunakan format observasi yang telah disediakan dan memberikan catatan pada lembar catatan untuk hal-hal yang tidak dicatat dalam lembar observasi. Pada tahap pengamatan, baik guru dan peserta didik dan pengamat akan memberikan kontribusi data yang berharga terhadap penelitian. Data dari peserta didik didapatkan melalui instrumen tes kuis. Sedangkan pengamat mengisi lembaran observasi dan lembar catatan, guru mengisi lembar catatan dan menjadi informan yang diwawancarai. d. Refleksi Refleksi dalam penelitian dimaksudkan untuk melakukan evaluasi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan pada siklus kedua. Evaluasi tersebut mencakup hal-hal di bawah ini: a. Evaluasi mutu. Hasil pembelajaran pada siklus II harus lebih baik dari siklus I. Bila hasilnya tidak lebih baik, maka harus dilanjutkan kepada siklus III atau tindakan dihentikan, b. Waktu yang digunakan, c. Evaluasi skenario pembelajaran, d. Merumuskan koreksi untuk menjadi bahan perhatian pada siklus II. D. Variabel Penelitian 1. Strategi Bermain Peran lxv Strategi bermain peran adalah strategi pembelajaran yang menggunakan dramatisasi sebuah kejadian oleh siswa di depan kelas. Dalam hal ini, siswa memainkan peran yang diinstruksikan secara umum oleh guru. Skenario yang digunakan adalah skenario umum, tidak bersifat detail hingga dialog. Dalam strategi bermain peran, siswa secara aktif menghayati peran yang ia mainkan dan menghasilkan dialog-dialog dalam pembelajaran. Strategi bermain peran yang digunakan dalam penelitian ini adalah drama yang dimainkan oleh 3-5 siswa. Skenario yang digunakan dalam bermain peran berjudul “Si Buruk Perilaku Tanpa Teman” (terlampir). 2. Strategi Ekspositori Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan ekspositori cenderung berpusat kepada guru. Guru aktif memberikan penjelasan atau informasi pembelajaran secara terperinci tentang materi pembelajaran. Inti dari strategi ekspositori adalah penyampaian materi pembelajaran secara lisan. Strategi ekspositori yang digunakan dalam penelitian ini adalah ceramah dan tanya-jawab. 3. Hasil Belajar PAI Yang dimaksud dengan hasil belajar PAI dalam penelitian ini adalah pemahaman siswa tentang materi pelajaran menghindari perilaku tercela yang didapatkan melalui instrumen tes (terlampir). E. Ujicoba dan Hasil Tes Hasil Belajar PAI Sebelum penerapan tindakan, instrumen yang digunakan untuk mendapatkan hasil belajar PAI, yakni tes, diujicobakan terlebih dahulu pada siswa yang bukan subjek penelitian. Tes hasil belajar PAI diujicoba pada siswa kelas VIII-3 SMPN 2 Percut Sei Tuan. lxvi Peneliti melakukan ujicoba instrumen yang digunakan untuk menjamin validitas butir soal yang digunakan. Ujicoba instrumen bertujuan untuk mendapat tingkat kesulitan/kesukaran (TK) soal dan daya pembeda (DP). 1. Tingkat Kesukaran (TK) Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang dinyatakan dalam bentuk indeks antara 0.00-1.00. Semakin tinggi indeks soal berarti semakin banyak siswa yang menjawab benar soal tersebut, dan sebaliknya. Rumus yang digunakan untuk mendapatkan tingkat kesukaran soal adalah: Rentang indeks tingkat kesukaran soal yang digunakan dalam ujicoba instrumen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. 0,00 - 0,30 soal tergolong sukar b. 0,31 - 0,70 soal tergolong sedang c. 0,71 - 1,00 soal tergolong mudah 2. Daya Pembeda (DP) Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu butir soal untuk membedakan siswa yang telah menguasai materi dengan siswa yang tidak menguasai materi pembelajaran. Daya pembeda soal berguna untuk meningkatkan mutu butir soal dan menentukan kemampuan soal tersebut untuk membedakan siswa yang menguasai materi pelajaran dan yang tidak menguasai. Rumus yang penulis gunakan untuk menguji instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: DP : Daya pembeda soal BA: Jumlah jawaban yang benar pada kelompok atas lxvii BB: jumlah jawaban benar pada kelompok bawah N : jumlah siswa yang mengikuti tes Rentang indeks yang digunakan untuk menentukan diterima, diperbaiki atau ditolak/diganti sebuah soal adalah: a. 0,40 - 1,00 soal diterima b. 0,30 - 0,39 soal diterima tetapi perlu diperbaiki c. 0,20 - 0,29 soal diperbaiki d. 0,19 - 0,00 soal tidak dipakai/diganti Berdasarkan dua kriteria tersebut, yakni tingkat kesukaran dan daya pembeda soal, penulis memperbaiki instrumen butir soal (tes) yang digunakan dalam penelitian ini. Dengan demikian, instrumen butir soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah valid. Instrumen penelitian berupa butir soal yang telah diperbaiki dilampirkan pada bagian akhir penelitian. F. Data dan Sumber Data Penelitian Data penelitian ini dibagi kepada dua jenis, yakni: data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang berkaitan dengan objek penelitian, yakni hasil belajar siswa kelas VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan dalam Pendidikan Agama Islam materi menghindari perilaku tercela dan suasana pembelajaran selama penerapan tindakan. Data ini didapatkan dari lembar jawaban LKS siswa dan hasil observasi selama tindakan. Sedangkan data sekunder adalah data yang tidak berkaitan langsung dengan objek penelitian, akan tetapi berkaitan atau diperlukan dalam penelitian, seperti data tentang strategi pembelajaran bermain peran, ekspositori dan sebagainya. Data ini didapatkan dari literatur kependidikan. G. Teknik dan Alat Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data tersebut maka digunakan teknik tes, observasi dan studi kepustakaan. lxviii a. Tes yakni pengumpulan data yang dilakukan melalui tes kognitif peserta didik. Tes ini terbagi dua yakni pre-tes dan post-tes. b. Observasi adalah cara mengumpulkan data yang dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan gejala yang tampak pada objek penelitian yang pelaksanaannya langsung pada tempat di mana suatu peristiwa, keadaan atau situasi sedang terjadi.58 Teknik ini dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang suasana dan keadaan pembelajaran pada saat penerapan tindakan. c. Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan membaca literatur kependidikan. 3. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Lembar observasi Observasi yang dilakukan selama tindakan mengacu kepada panduan observasi seperti berikut: Tabel 1 Panduan Observasi PANDUAN OBSERVASI PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN DAN EKSPOSITORI DALAM PEMBELAJARAN PAI Pengamat : Guru Pengajar : No Objek Observasi 1 2 3 4 5 Keadaan tindakan guru Penjelasan selama (sifat penjelasan: deskriftif, penyebab, akibat, dsb) Keadaan murid selama tindakan Drama dalam tindakan Keributan tindakan Pemahaman Kelas : selama siswa 58 Ibid, h. 94. lxix terhadap instruksi guru Aktivitas siswa pengamat selama drama 6 b. Soal tes Sedangkan soal-soal yang digunakan sebagai instrumen pengumpul data adalah soal tertulis yang telah dirancang terlebih dahulu (kisi-kisi, soal dan jawab dilampirkan dalam proposal ini). H. Teknik Penjamin Keabsahan Data Untuk menjamin keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan teknik triangulasi yakni teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data sebagai pembanding. Perbandingan yang digunakan adalah: 1. Membandingkan data pengamatan dengan hasil tes. 2. Membandingkan dokumentasi dengan hasil tes. 3. Membandingkan hasil temuan penelitian dengan penemuan guru lain. I. Subjek Penelitian Subjek penelitian tindakan kelas adalah seluruh peserta didik kelas VIII6 SMPN 2 Percut Sei Tuan yang berjumlah 33 peserta didik. Pemilihan subjek didasarkan pada tingkat pemahaman peserta didik yang rendah terhadap materi ajar menghindari perilaku tercela. J. Analisis Data Teknik analisa data penelitian adalah analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif, yang dapat dirinci sebagai berikut: 1. Hasil belajar dianalisis dengan analisa kuantitatif, yaitu membandingkan hasil belajar sebelum tindakan dan antar siklus dengan indikator kinerja, mencari nilai rata-rata dan persentasi peningkatan hasil belajar siswa. lxx 2. Keadaan dan suasana pembelajaran dianalisis dengan analisis deskriptif kualitatif yakni dengan menguraikan suasana dan keadaan pembelajaran selama penerapan pendidikan dengan menggunakan kalimat bukan dengan angka. K. Hipotesis Tindakan Kriteria Kelulusan Minimal (KKM) yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kriteria Kelulusan Minimal (KKM) yang diberlakukan di sekolah dalam pembelajaran sehari-hari yakni sebesar 75. Artinya, siswa dianggap tuntas atau lulus dalam pembelajaran apabila nilai, yang menunjukkan hasil belajar siswa, mencapai 75. Berdasarkan KKM tersebut, hipotesis tindakan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “penerapan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan pada mata pelajaran PAI materi menghindari perilaku tercela hingga melampaui Kriteria Ketuntasan Minimal sebesar 75”. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Belajar PAI Menghindari Perilaku Tercela Siswa Kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan Sebelum Penerapan Strategi Pembelajaran Bermain Peran dan Ekspositori Sebelum menerapkan tindakan, terlebih dahulu peneliti mengukur hasil belajar PAI siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan. Pengukuran ini menggunakan instrumen butir soal yang tergabung dalam lembar pretes (terlampir). Pengukuran ini penting dalam penelitian tindakan kelas (PTK) sebagai dasar ukuran peningkatan hasil belajar yang didapatkan setelah penerapan tindakan. Artinya, peningkatan hasil belajar siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan tidak dapat diketahui kecuali diketahui hasil belajar sebelum tindakan. Tes pra-tindakan, atau disebut juga pretes dilaksanakan pada Kamis 12 April 2012. Dari 30 jumlah siswa yang terdaftar, hanya 29 siswa yang dapat mengikuti tes pra-tindakan. Hasil pretes siswa sebelum penerapan tindakan dapat digambarkan dalam bagan berikut: lxxi Joan Anggara Yulinda Wahyu Widodo Tri Dita Wijaya Sri Wahyu Ningsih Rezeki Ananda Aprilia Ramadhan Nur Marrita Kelvin Prabowo Fitri Yani Ritonga Fahrian Fadil Dicky Pradika Devi Lestari Bella Yani Anggi Gunawan 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Gambar 1 Bagan Hasil Pretes Berdasarkan tes pra-tindakan, diketahui hanya 5 dari 29 siswa yang mencapai kriteria kelulusan minimal (KKM) sebesar 75. Dengan demikian, persentasi tingkat kelulusan atau ketuntasan hasil belajar siswa pada tes pra tindakan adalah 17.24%, sebagai berikut: x = persentasi tingkat kelulusan siswa y = jumlah siswa yang mencapai KKM n = jumlah siswa keseluruhan Lebih lanjut, hasil tes pra-tindakan siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan dapat digambarkan dalam tabel berikut: Tabel 2 Hasil Tes Pra-Tindakan No Nilai Nama Pretest 45 Tidak Tuntas 1 Ahmad Rifai lxxii 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Anggi Gunawan 20 Tidak Tuntas Ayu Syahfitri 50 Tidak Tuntas Bella Yani 60 Tidak Tuntas Bimo Ismawan 40 Tidak Tuntas Devi Lestari 45 Tidak Tuntas Dian Purnama Sari 50 Tidak Valid Dicky Pradika 65 Tidak Tuntas Elsa Monica 75 Tuntas Fahrian Fadil 70 Tidak Tuntas Fajar Asharu 75 Tuntas Fitri Yani Ritonga 35 Tidak Tuntas Ilham Syahputra 30 Tidak Tuntas Kelvin Prabowo 50 Tidak Tuntas Muhammad Iqbal Gumiang 80 Tuntas Nur Marrita 75 Tuntas Puja Ariska 60 Tidak Tuntas Ramadhan 55 Tidak Tuntas Rendy Pramuja 75 Tuntas Rezeki Ananda Aprilia 45 Tidak Tuntas Rina Adeliya 60 Tidak Tuntas Sri Wahyu Ningsih 40 Tidak Tuntas Tedi Alfiandi 45 Tidak Tuntas Tri Dita Wijaya 65 Tidak Tuntas Vivi Ramadani 40 Tidak Tuntas Wahyu Widodo 60 Tidak Tuntas widya Lestari 35 Tidak Tuntas Yulinda 50 Tidak Tuntas Yunita Tri Utari 55 Tidak Tuntas Joan Anggara Tidak Valid Rata-Rata 53.45 Tingkat Ketuntasan 17.24 5 dari 29 Rata-rata nilai tes pra-tindakan adalah 53.45. Secara keseluruhan, berdasarkan nilai rata-rata siswa, hasil belajar siswa kelas VIII6 SPMN 2 Percut Sei Tuan belum mencapai KKM. Nilai tertinggi yang dapat dicapai oleh siswa adalah 80, yang didapatkan oleh satu orang siswa. Empat siswa lainnya mendapatkan nilai 75. Selain itu tidak mencapai KKM. Sedangkan nilai siswa yang paling rendah adalah 20 yang didapatkan oleh satu orang siswa. Nilai paling banyak didapatkan siswa adalah 50, yang didapatkan oleh empat siswa. lxxiii Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas, hasil belajar PAI siswa kelas VIII-6 SMPN Percut Sei Tuan sebelum penerapan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori adalah 17.24%. 2. Hasil Belajar PAI Menghindari Perilaku Tercela Siswa Kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan Setelah Penerapan Strategi Pembelajaran Bermain Peran dan Ekspositori a. Siklus I Siklus I dilaksanakan pada hari Kamis, 19 dan 26 April 2012. Tes pasca tindakan siklus I dilaksanakan setelah pembelajaran, yakni pada hari Kamis, 26 April 2012. Hasil belajar siswa yang dikumpulkan dengan menggunakan instrumen butir soal dalam tes pasca tindakan siklus I dapat diuraikan seperti pada tabel berikut: Tabel 3 Hasil Belajar PAI Siswa Kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan Pada Siklus Pertama Nilai No Nama Angka Ketuntasan 1 2 3 4 1 Ahmad Rifai 75 Tuntas 2 Anggi Gunawan 60 Tidak Tuntas 3 Ayu Syahfitri 65 Tidak Tuntas 4 Bella Yani 80 Tuntas 5 Bimo Ismawan 60 Tidak Tuntas 6 Devi Lestari 70 Tidak Tuntas 7 Dian Purnama Sari Tuntas 8 Dicky Pradika 75 Tuntas 9 Elsa Monica 80 Tuntas 1 2 3 4 10 Fahrian Fadil 65 Tidak Tuntas 11 Fajar Asharu 85 Tuntas 12 Fitri Yani Ritonga 50 Tidak Tuntas 13 Ilham Syahputra 40 Tidak Tuntas 14 Kelvin Prabowo 75 Tuntas 15 Muhammad Iqbal Gumiang 90 Tuntas 16 Nur Marrita 80 Tuntas 17 Puja Ariska 75 Tuntas 18 Ramadhan 80 Tuntas 19 Rendy Pramuja 75 Tuntas 20 Rezeki Ananda Aprilia 75 Tuntas 21 Rina Adeliya 75 Tuntas lxxiv 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Sri Wahyu Ningsih Tedi Alfiandi Tri Dita Wijaya Vivi Ramadani Wahyu Widodo widya Lestari Yulinda Yunita Tri Utari Joan Anggara Rata-Rata Tingkat Ketuntasan 70 65 75 75 85 75 75 80 65 72.24 65.52 Tidak Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tidak Tuntas 19 dari 29 Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I adalah 72.24. Secara umum, berdasarkan nilai-rata hasil belajar yang tercapai pada siklus I belum memuaskan karena belum mencapai KKM. Hanya 19 dari 29 siswa yang mencapai KKM. Dengan demikian, persentasi ketuntasan siswa, berdasarkan KKM adalah 65.52, sebagai berikut: x = persentasi tingkat kelulusan siswa y = jumlah siswa yang mencapai KKM n = jumlah siswa keseluruhan Nilai maksimal hasil belajar siswa setelah penerapan tindakan pada siklus pertama adalah 90, yang dicapai oleh satu siswa. Hasil belajar siswa paling rendah ditunjukkan dengan nilai 40 yang didapatkan oleh satu siswa. Nilai median hasil belajar siswa adalah 75 yang didapatkan 2 siswa. Berdasarkan uraian di atas, maka hasil belajar PAI siswa kelas VIII-6 SMPN Percut Sei Tuan setelah penerapan tindakan pada siklus pertama adalah 65.52% b. Siklus II Penerapan tindakan pada siklus kedua dilaksanakan pada hari Kamis, 3 dan 10 Mei 2012. Tes pasca tindakan siklus kedua dilaksanakan setelah pembelajaran pada hari Kamis, 10 Mei 2012. Tes pasca tindakan pada siklus kedua diikuti oleh seluruh siswa, yang berjumlah 30 siswa. Hasil belajar siswa setelah penerapan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori pada siklus kedua, yang didapatkan dengan menggunakan instrumen butir soal dalam lembar tes dapat diuraikan seperti dalam tabel berikut: Tabel 4 lxxv Hasil Belajar PAI Siswa Kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan Pada Siklus Kedua Nilai No Nama Angka Ketuntasan 1 2 3 4 1 Ahmad Rifai 80 Tuntas 2 Anggi Gunawan 75 Tuntas 3 Ayu Syahfitri 90 Tuntas 4 Bella Yani 80 Tuntas 5 Bimo Ismawan 75 Tuntas 1 2 3 4 6 Devi Lestari 75 Tuntas 7 Dian Purnama Sari 65 Tidak Tuntas 8 Dicky Pradika 75 Tuntas 9 Elsa Monica 85 Tuntas 10 Fahrian Fadil 75 Tuntas 11 Fajar Asharu 85 Tuntas 12 Fitri Yani Ritonga 75 Tuntas 13 Ilham Syahputra 80 Tuntas 14 Kelvin Prabowo 75 Tuntas 15 Muhammad Iqbal Gumiang 90 Tuntas 16 Nur Marrita 85 Tuntas 17 Puja Ariska 75 Tuntas 18 Ramadhan 85 Tuntas 19 Rendy Pramuja 80 Tuntas 20 Rezeki Ananda Aprilia 80 Tuntas 21 Rina Adeliya 85 Tuntas 22 Sri Wahyu Ningsih 75 Tuntas 23 Tedi Alfiandi 85 Tuntas 24 Tri Dita Wijaya 80 Tuntas lxxvi 25 Vivi Ramadani 75 Tuntas 26 Wahyu Widodo 85 Tuntas 27 widya Lestari 80 Tuntas 28 Yulinda 85 Tuntas 29 Yunita Tri Utari 75 Tuntas 30 Joan Anggara 80 Tuntas Rata-Rata 79.67 Tingkat Ketuntasan 96.67 29 Secara keseluruhan, hasil belajar siswa telah mencapai KKM sebesar 75, yang ditunjukkan oleh nilai rata-rata hasil belajar siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan sebesar 79.67. Akan tetapi, berdasarkan KKM, tingkat ketuntasan siswa belum mencapai 100%. Karena hanya 29 dari 30 siswa yang tuntas (mencapai KKM). Satu siswa tidak mencapai KKM. Persentasi kelulusan/ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus II adalah 96.67%, sebagai berikut: x = persentasi tingkat kelulusan siswa y = jumlah siswa yang mencapai KKM n = jumlah siswa keseluruhan Hasil belajar siswa yang paling tinggi ditunjukkan oleh nilai 90, yang dicapai oleh 2 siswa. Sedangkan hasil belajar paling rendah adalah 65 (tidak mencapai KKM) yang didapatkan oleh 1 siswa. Hasil belajar siswa paling banyak ditunjukkan oleh nilai 80, yang didapatkan oleh 7 siswa. Akan tetapi, meskipun persentasi tingkat kelulusan/ ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus kedua hanya mencapai 96.67, penelitian ini tidak dilanjutkan kepada siklus ketiga karena pada dasarnya tingkat ketuntasan/kelulusan siswa telah maksimal. Hal ini dapat dijelaskan bahwa siswa yang tidak tuntas/lulus pada siklus kedua memang tidak mengikuti proses pembelajaran pada siklus pertama. Dengan demikian, bila nilai siswa tersebut tidak dimasukkan dalam penghitungan persentasi tingkat kelulusan/ketuntasan siswa, maka akan didapatkan nilai 100%, dalam arti hasil belajar 29 dari 29 jumlah siswa mencapai KKM, dengan penghitungan sebagai berikut: lxxvii x = persentasi tingkat kelulusan siswa y = jumlah siswa yang mencapai KKM n = jumlah siswa yang mengikuti tindakan pada siklus pertama dan kedua Berdasarkan uraian tersebut di atas, hasil belajar PAI siswa kelas VIII6 SMPN Percut Sei Tuan setelah penerapan tindakan pada siklus kedua adalah 100%. 3. Penerapan Strategi Pembelajaran Bermain Peran dan Ekspositori Dalam Pembelajaran PAI Seperti yang direncanakan sebelumnya, pada tahap perencanaan, penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus. Penerapan tindakan pada siklus pertama dilakukan dalam dua pertemuan sedangkan penerapan tindakan pada siklus kedua dilakukan hanya pada satu pertemuan. a. Siklus I 1) Perencanaan Pada tahap perencanaan, peneliti mengidentifikasi masalah dalam pembelajaran yang menyebabkan rendahnya hasil belajar PAI siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan. Identifikasi permasalahan menunjukkan bahwa kurangnya minat dan keaktifan siswa, serta suasana kelas selama pembelajaran yang membosankan menjadi penyebab tidak efektifnya pembelajaran PAI. Untuk itu, peneliti merumuskan solusi atas permasalahan tersebut di atas dengan menyusun tindakan yang akan diuji efektivitasnya, yakni penerapan strategi bermain peran dan ekspositori dalam pembelajaran PAI. Strategi bermain peran dipilih sebagai solusi untuk merubah suasana pembelajaran yang monoton. Di samping itu, strategi pembelajaran bermain peran sangat cocok dengan materi pembelajaran nilai. Sedangkan strategi pembelajaran ekspositori dipilih untuk mengefektifkan pembelajaran materi yang bersifat teoritis seperti pengertian dari perilaku tercela: anāniyah, gaḍab, ḥasad, namīmah dan gībah. Penggunaan strategi ini juga bertujuan untuk menekankan serta menjelaskan poin-poin pembelajaran yang tidak dapat dijelaskan dalam strategi bermain peran. Solusi ini diuji efektivitas dalam pembelajaran dengan materi menghindari perilaku tercela. Pemilihan materi ini ditetapkan karena strategi pembelajaran bermain peran sangat cocok untuk pembelajaran nilai bagi siswa. lxxviii Untuk menerapkan solusi (tindakan) tersebut, peneliti mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yakni perencanaan proses pembelajaran di kelas. Selain Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, peneliti juga mempersiapkan instrumen pengukur hasil belajar siswa berupa butir soal yang tergabung dalam tes baik pra tindakan maupun pasca tindakan. Instrumen lain yang peneliti persiapkan adalah Panduan observasi untuk guru pengamat selama penerapan tindakan serta menetapkan dan meminta kesediaan guru pengamat. Untuk kepentingan observasi, peneliti meminta kesediaan Dra. Nurhimmah, rekan peneliti, sebagai guru pengamat. 2) Pelaksanaan Tindakan Penerapan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori pada siklus pertama dilakukan dalam dua kali pertemuan yakni pada hari Selasa, 27 Maret dan 3 April 2012. a) Kegiatan Awal Setelah memasuki kelas, guru mengucapkan salam yang dijawab bersama-sama oleh para siswa. Setelah mengucapkan salam, guru bersama siswa mengucapkan basmalah dan membaca surat al-Fatihah dan membaca doa sebelum memulai pembelajaran. Selanjutnya, guru membaca absensi siswa. Sebagai apersepsi, guru memberikan beberapa pertanyaan terkait materi pembelajaran yang akan dipelajari. Beberapa pertanyaan yang guru ajukan adalah: (1) Seseorang yang memikirkan dirinya sendiri, tidak perduli dengan orang lain. Perilaku orang tersebut adalah? (2) Ali mengatakan kepada Sayyid bahwa Rasyid telah menjelek-jelekkan dirinya. Lalu kemudian Ali juga mengatakan kepada Rasyid bahwa Sayyid telah menjelekjelekkan dirinya. Perilaku Ali tersebut adalah? (3) Baik egois dan mengadu domba merupakan dua contoh perilaku yang tercela. Coba sebutkan contoh perilaku tercela lainnya. Guru mengajukan pertanyaan tersebut satu persatu dan menunjuk siswa untuk menjawab pertanyaan tersebut. Tujuan utama dari pengajuan pertanyaan tersebut bukan untuk mendapatkan jawaban yang paling benar dari siswa, akan tetapi mempersiapkan perhatian dan pikiran siswa untuk mengikuti pembelajaran PAI materi menghindari perilaku tercela. lxxix Selanjutnya, guru menjelaskan kepada siswa bahwa pembelajaran PAI tentang menghindari perilaku tercela menggunakan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori. Sebagai penjelasan tentang strategi pembelajaran bermain peran, guru menggambarkan penerapannya dan langkah-langkah pembelajaran. Dalam pembelajaran bermain peran yang akan diterapkan dalam pembelajaran, siswa dibagi kepada 5 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 6 siswa. Setiap kelompok akan memainkan drama yang telah disediakan skenarionya oleh guru. Pemeran dalam drama tersebut adalah 6 tokoh, sesuai dengan jumlah siswa dalam satu kelompok. Ketika satu kelompok memainkan peran drama di depan kelas, kelompok yang lain bertugas untuk mengamati dan menulis hal-hal penting yang didapatkan selama pementasan drama. Masih dari bagian pendahuluan pembelajaran, untuk strategi ekspositori, guru menjelaskan bahwa setelah dua atau tiga kelompok memainkan drama di depan kelas, guru akan menjelaskan lebih lanjut tentang materi pembelajaran dengan cara ceramah dan tanya-jawab dengan siswa. Pada akhir bagian apersepsi, guru menanyakan apakah ada hal-hal yang kurang jelas dan perlu dipertanyakan tentang metode pembelajaran. Beberapa pertanyaan muncul dari siswa. Umumnya pertanyaan tersebut terkait dengan strategi bermain peran, berkenaan dengan peran apa yang akan dimainkan, bagaimana dialognya, bagaimana kalau tidak hafal dialog dan sebagainya. Guru kemudian menjelaskan bahwa peran yang akan dimainkan sangat sederhana, dialognya tidak ditentukan akan tetapi dikembangkan sendiri oleh siswa, karena itu tidak perlu menghafal, kecuali alurnya saja. Guru juga menyebutkan dan menuliskan di papan tulis Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Standar Kompetensi dalam pembelajaran adalah menghindari perilaku tercela. SK ini kemudian diterjemahkan ke dalam 3 Kompetensi Dasar: (1) Menjelaskan pengertian anāniyah, gaḍab, ḥasad, gībah dan namīmah (2) Menyebutkan contoh-contoh prilaku anāniyah, gaḍab, ḥasad dan namīmah (3) Menghindari prilaku anāniyah, gaḍab, ḥasad, gībah dan namīmah b) Kegiatan Inti lxxx Selanjutnya, ketika siswa sudah memahami pembelajaran, guru membagi siswa ke dalam 5 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 6 siswa, sebagai berikut: Tabel 5 Pembagian Kelompok Bermain Peran Siswa Kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan Kelompok I Kelompok III Kelompok V 1 Rifai 1 Bimo 1 Vivi 2 Bella 2 Fitri 2 Joan 3 Widya 3 Rezki 3 Ilham 4 Yunita 4 Rendy 4 Wahyu 5 Kelvin 5 Iqbal 5 Dita 6 Nita 6 Devi 6 Diki Kelompok II Kelompok IV 1 Rina 1 Yuni 2 Anggi 2 Puja 3 Fajar 3 Tedi 4 Elsa 4 Ayu 5 Yulinda 5 Farian 6 Elsa 6 Ramadan Selanjutnya guru membagikan naskah drama kepada masing-masing siswa dan memberikan waktu sekitar 5 menit untuk membacanya. Setelah berlalu lima menit waktu untuk membaca naskah drama, guru menunjuk dan menginstruksikan kelompok pertama untuk maju dan memainkan peran dalam drama di depan kelas. Guru juga menginstruksikan siswa yang lain yang tidak bertugas memainkan peran dalam drama untuk mengamati drama yang berlangsung di depan kelas dan menulis hal-hal penting sebagai pembelajaran. Selanjutnya, guru menginstruksikan kelompok kedua dan ketiga secara bergiliran untuk memainkan peran dalam drama di depan kelas. Selama drama berlangsung di depan kelas, guru bertindak sebagai pengatur dan instruktur. Fungsi guru sebagai manajer terlihat ketika muncul suasana tidak kondusif di dalam kelas seperti siswa tertawa karena peranan beberapa siswa yang lucu. lxxxi Sebagai instruktur, guru mengarahkan proses drama ke arah yang lebih baik, mengingatkan pemeran akan lakon yang ia perankan, mengatur waktu babak per babak agar proporsional dan seimbang, menginstruksikan siswa yang lalai untuk mengamati drama dan sebagainya. Dalam skenario drama yang telah direncanakan, lakon yang diperankan oleh siswa terdiri dari 6 tokoh yakni: (1) Budi: seorang tokoh siswa yang baik budi dan berhubungan dekat dengan tokoh Rohaya (2) Samin: seorang tokoh siswa yang berperilaku buruk dan merasa iri dengan kedekatan Budi dengan Rohaya (3) Lukman: seorang tokoh siswa teman sekelas Budi dan Samin (4) Rohaya: seorang tokoh siswi teman sekelas Budi, Lukman dan Samin (5) Aminah: seorang tokoh siswi teman sekelas Budi, Lukman, Samin dan Rohaya (6) Pak Ali: seorang tokoh guru PAI di SMPN 2 Percut Sei Tuan. Dalam pelaksanaan drama, keenam tokoh tersebut berubah sesuai dengan kebutuhan dan porsi jenis kelamin lakilaki/perempuan dalam satu kelompok. Artinya tidak semua kelompok memiliki anggota yang terdiri dari 4 siswa dan 2 siswi. Perubahan lakon terjadi pada tokoh Pak Ali sebagai guru menjadi Ibu Fatimah sebagai guru atau Lukman yang menjadi Nur Hayati. Perubahan ini tidak banyak mengganggu proses pementasan drama di depan kelas. Secara keseluruhan, pemeranan tokoh dalam drama di depan kelas berjalan dengan lancar meskipun kualitasnya tidak memuaskan. Dalam memainkan peran tokoh Budi, Samin, Lukman, Rohaya, Aisyah dan Pak Ali, siswa kurang menghayati. Dialog yang seharusnya muncul sesuai dengan penghayatan dan kreativitas siswa tidak mengalir dengan lancar, bahkan kadang kala, dialog yang muncul tidak sesuai dengan skenario umum drama yang telah direncanakan. Selain itu, siswa juga tampak kaku dalam memainkan peranan di depan kelas. Kekakuan tersebut disebabkan tidak ada ekspresi yang menunjukkan kemarahan, atau iri dan perilaku tercela lainnya yang tergambar dalam skenario drama. Sebagian siswa hanya berdiri saja sambil sesekali melirik ke skenario drama yang mereka pegang. lxxxii Ada juga siswa yang terdiam, tidak tahu akan mengucapkan dialog apa, sebaliknya ada juga siswa yang tertawa selama memainkan peran, padahal tidak ada aksi tertawa dalam skenario. Hal ini menunjukkan kurang seriusnya siswa dalam pembelajaran. Selain itu, permasalahan lain yang muncul adalah suara yang terlalu pelan hingga tidak kedengaran. Sesuai dengan temuan peneliti, Nurhimmah, guru pengamat juga menuliskan bahwa pementasan drama kurang hidup dan terkesan bermain-main disebabkan siswa kurang apresiasi terhadap tokoh yang mereka perankan dan tidak menguasainya. Meskipun secara umum, kualitas pemeranan tidak memuaskan, ada juga beberapa siswa yang dapat menghayati tokoh yang ia perankan dengan baik. Seperti Bella yang mengucapkan dialog dengan lancar, atau Fajar yang tidak lagi melihat skenario drama dalam memainkan peran. Hal ini tentu saja bersumber dari penghayatan yang baik terhadap tokoh yang diperankan. Hal ini juga disebutkan oleh Nurhimmah dalam laporan observasi bahwa sebagian siswa lain dapat mengerti dan memahami perannya dengan baik. Ketika pemeranan atau pementasan drama berlangsung di depan kelas, tugas siswa yang lain adalah mengamati proses permainan peran dan menulis hal-hal yang dianggap penting. Menurut pengamatan Nurhimmah, sebagai siswa aktif dalam mengamati proses pementasan drama dan menulis laporan, sementara siswa yang lain pasif dan acuh tak acuh terhadap drama yang sedang berlangsung. Umumnya laporan siswa hanya berkenaan dengan kualitas drama, seperti pemeranan yang tidak baik, suara yang tidak terdengar, kekakuan, kelancaran dialog dan sebagainya. Belum ada siswa yang melaporkan hasil pengamatan tentang materi pembelajaran seperti perilaku yang tergambar dalam tokoh Budi dan Samin dan seterusnya. Setelah tiga kelompok pertama selesai memainkan drama di depan kelas, pembelajaran masuk kepada tahap penerapan strategi ekspositori sebagai bagian dari tindakan. Pada tahap ini, setelah guru menjelaskan materi pelajaran dengan teknik ceramah dengan menekankan pada poin-poin penting pembelajaran serta menghubungkannya dengan drama yang telah dipentaskan di depan kelas. Penjelasan guru terkait dengan pengertian perilaku tercela anāniyah, gaḍab, gībah, ḥasad dan namīmah serta akibat buruk yang muncul dari perilaku tersebut. Selain dengan teknik ceramah, guru juga melakukan tanya-jawab dengan siswa seputar materi pembelajaran. Guru mempersilahkan siswa untuk mempertanyakan hal-hal yang belum jelas seputar anāniyah, gaḍab, gībah, ḥasad dan namīmah lxxxiii dan menjawab pertanyaan yang diajukan. Teknik ini berguna untuk menjelaskan materi pelajaran yang tidak tersentuh oleh penjelasan guru dalam teknik ceramah. Selain itu, guru juga mengajukan beberapa pertanyaan seputar materi pembelajaran dan menunjuk beberapa siswa utuk menjawab. Teknik ini berfungsi untuk menegaskan atau menekankan penjelasan pembelajaran terkait inti-inti atau poin penting pembelajaran. Pada akhir tahap inti pembelajaran, guru bersama-sama dengan siswa menyimpulkan hasil pembelajaran tentang pengertian anāniyah, gaḍab, gībah, ḥasad dan namīmah serta akibat buruk yang muncul dari perilaku tersebut. c) Penutup Sebagai penutup pembelajaran, guru menginstruksikan kepada siswa untuk membuat kesimpulan pembelajaran di rumah dan membaca ulang buku pelajaran. Selain itu, guru juga mengingatkan bahwa pada pertemuan selanjutnya, pembelajaran masih menggunakan strategi yang sama. Dua kelompok yang belum memainkan peran akan mendapat kesempatan. Selanjutnya, guru bersama-sama dengan siswa mengucapkan al-ḥamdalah sebagai penutup pembelajaran. Kemudian guru mengucapkan salam dan meninggalkan kelas. Selanjutnya, penerapan tindakan siklus pertama pada pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Kamis, 26 April 2012. Tidak banyak perbedaan dalam penerapan tindakan pada pertemuan pertama dengan pertemuan kedua. Secara keseluruhan, proses penerapan tindakan siklus pertama pada pertemuan kedua dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Kegiatan Awal Kegiatan awal pembelajaran pada pertemuan kedua pada siklus pertama tidak jauh berbeda dengan pembelajaran pada pertemuan pertama. Setelah memasuki kelas, guru mengucapkan salam. Kemudian, guru bersama siswa membaca al-Basmalah dan surat al-Fatihah untuk membuka pembelajaran, yang dilanjutkan dengan pembacaan absensi siswa. Pada tahap selanjutnya, guru kembali menjelaskan strategi pembelajaran yang akan diterapkan yakni strategi bermain peran dan ekspositori. Penjelasan ini lebih ringkas dibandingkan penjelasan pada pertemuan pertama. Selanjutnya, guru juga menyebutkan dan menuliskan di papan tulis, standar kompetensi dan dasar kompetensi yang hendak dicapai selama pembelajaran. Standar kompetensi dan kompetensi dasar pada pertemuan kedua sama sekali tidak berbeda dengan pertemuan pertama, yakni: menghindari lxxxiv perilaku tercela. SK ini kemudian diterjemahkan ke dalam 3 kompetensi dasar: a) Menjelaskan pengertian anāniyah, gaḍab, ḥasad, gībah dan namīmah b) Menyebutkan contoh-contoh prilaku anāniyah, gaḍab, ḥasad dan namīmah c) Menghindari prilaku anāniyah, gaḍab, ḥasad, gībah dan namīmah 2) Kegiatan Inti Sebelum menunjuk kelompok siswa untuk memainkan peran, guru tidak lagi menyediakan waktu bagi siswa untuk membaca skenario drama yang telah dibagikan. Hal ini disebabkan karena naskah drama telah dibagikan pada pertemuan pertama, dan guru meyakini bahwa siswa telah membacanya kembali. Sebagai kegiatan inti pembelajaran, guru menginstruksikan siswa dari kelompok empat untuk maju dan memainkan peran. Guru membagikan peran untuk masingmasing siswa. Setelah pemeranan kelompok empat selesai, guru meminta kelompok lima untuk maju dan memainkan peran dalam drama. Sementara itu, tugas siswa yang tidak ikut memerankan peran dalam drama bertugas untuk mengamati dan mencatat halhal penting yang berkaitan dengan perilaku tercela. Pemeranan atau pementasan drama berlangsung lebih baik dibandingkan pemeranan di pertemuan pertama. Para siswa lebih menghayati tokoh yang diperankannya. Dialog-dialog yang berlangsung, secara keseluruhan lebih lancar dibandingkan pada proses drama di pertemuan pertama. Akan tetapi, ada juga beberapa siswa yang masih sangat kaku dan tidak dapat menghayati tokoh yang diperankannya dengan baik, khususnya dalam menunjukkan sikap marah dan dengki. Sejalan dengan itu, hasil observasi Nurhimmah, guru pengamat, menyatakan bahwa proses pemeranan dalam drama pada pertemuan kedua lebih baik dibandingkan pada drama di pertemuan pertama. Laporan pengamatan siswa yang tidak berperan dalam drama juga telah menunjukkan peningkatan. Meskipun masih sebagian kecil, beberapa siswa telah menulis karakter dari beberapa tokoh yang diperankan dalam drama. Sebagian yang lain telah menulis akibat buruk yang diterima oleh tokoh Samin lxxxv dalam drama. Akan tetapi secara keseluruhan, laporan pengamatan siswa masih berfokus di seputar kualitas drama. Setelah kedua kelompok selesai memainkan peran dalam drama, guru mengambil alih pembelajaran dengan menerapkan strategi pembelajaran ekspositori. Pada tahap ini, guru kembali menjelaskan materi pembelajaran dengan teknik ceramah baik terkait pengertian anāniyah, ḥasad, gaḍab, ḥasad dan namīmah serta akibat buruk yang diterima pelakunya. Selain menggunakan teknik ceramah, guru juga mempersilahkan siswa untuk mengajukan pertanyaan apabila ada hal-hal yang belum dimengerti dengan baik atau mengajukan pertanyaan untuk menegaskan atau meyakinkan bahwa siswa telah benar-benar menguasai materi pelajaran. 3) Penutup Sebagai penutup, guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran tentang menjauhi perilaku tercela anāniyah, ḥasad, gaḍab, ḥasad dan namīmah. Sebelum menutup pembelajaran guru membagikan lembar soal pasca tindakan siklus I. sebelum menjawab pertanyaanpertanyaan tersebut, guru menekankan agar siswa mengisinya dengan serius dan tidak bekerja sama dengan siswa yang lain. Guru memberikan waktu selama 20 menit untuk menjawab soal. Setelah waktu berakhir, guru meminta siswa untuk mengumpulkan jawaban ke depan. Terakhir, guru memberikan nasehat kepada siswa untuk mengulangi pelajaran di rumah dengan membaca kembali. Selain itu, guru juga mengingatkan bahwa ada kemungkinan di pertemuan selanjutnya proses pembelajaran yang sama akan diulangi, yakni pada siklus II. Akhirnya, guru bersama siswa mengucapkan al-ḥamdalah untuk mengakhiri pelajaran, dan mengucapkan salam sebelum meninggalkan kelas. 3) Observasi Observasi tindakan pada siklus pertama baik untuk pertemuan pertama dan kedua dilakukan oleh Nurhimmah, rekan penulis sesama guru di SMPN 2 Percut Sei Tuan. Observasi yang dilakukan oleh pengamat dipandu oleh lembar panduan observasi yang telah dipersiapkan sebelumnya. Hasil observasi, berdasarkan panduan observasi guru pengamat dan guru pengajar selama proses penerapan tindakan pada siklus pertama adalah sebagai berikut: a) Keadaan Guru Selama Tindakan Guru menguasai tahap-tahap pembelajaran, mulai dari tahap pendahuluan (apersepsi), tahap inti pempelajaran (pementasan drama dan ekspositori) hingga penutup. Pada lxxxvi tahap pemeranan drama, guru bertindak sebagai pengatur sekaligus sebagai instruktur. Selama drama berlangsung, guru mengamati proses pemeranan drama, sesekali mengarahkan pemeranan ke arah yang lebih baik. Selain itu, guru juga berkeliling di antara siswa untuk mengawasi dan mengontrol keadaan kelas. Pada saat pemeranan drama, perhatian guru terbagi kepada drama dan siswa. Akan tetapi secara umum, guru lebih memperhatikan proses pemeranan drama. Pada tahap ekspositori, guru menguasai materi pembelajaran. Penerapan teknik ceramah cukup efektif dengan menekankan pada inti dan poin-poin pembelajaran. Selain menggunakan teknik ceramah, guru juga menggunakan teknik tanya-jawab dengan siswa. b) Keadaan Murid Selama Tindakan Siswa terlihat tertarik dengan penjelasan guru tentang strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori. Hal ini disebabkan karena metode ini baru dikenal oleh siswa. Keadaan siswa sedikit berisik ketika beberapa siswa memerankan peranan dengan cara yang lucu. Dalam pembelajaran bermain peran, banyak terbuang ketika pergantian kelompok dalam pemeranan drama. Sebagian siswa terlihat aktif dalam pembelajaran. Sebagian yang lain tidak terlalu memperhatikan. c) Drama Dalam Tindakan Dalam pemeranan drama selama pembelajaran pada siklus pertama, secara umum dapat dikatakan bahwa siswa kurang menghayati perannya masing-masing. Hal ini disebabkan kurangnya waktu penghayatan yang diberikan oleh guru. Selain itu, strategi pembelajaran bermain peran yang cukup baru bagi siswa juga turut berpengaruh dalam hal ini. Dalam pemeranan drama, siswa kadang kala terdiam tidak tahu dialog yang harus ia ucapkan. Ekspresi siswa juga tidak mencerminkan karakter yang mereka perankan. Selain itu, suara yang terlalu pelan juga menjadi permasalahan dalam penerapan tindakan. Kurangnya penghayatan siswa terhadap tokoh yang mereka perankan berakibat kualitas drama yang tidak memuaskan. Drama terlihat tidak hidup dan seperti bermainmain. d) Keributan Selama Tindakan Secara umum, suasana pembelajaran cukup tenang. Keributan muncul ketika secara tiba-tiba terdapat adegan lucu dalam pemeranan drama. Selain itu, suasana cukup tenang. lxxxvii Khususnya ketika tahap ekspositori berlangsung, semua siswa terlihat tentang mendengarkan penjelasan guru. e) Pemahaman Siswa Terhadap Instruksi Guru Sebagian siswa belum memahami dengan baik instruksi guru selama apersepsi. Untuk berdialog, beberapa siswa, dalam memerankan drama masih melihat kepada skenario drama, padahal dialog dalam drama dipercayakan pada kreativitas siswa. Skenario drama sendiri tidak mencantumkan dialog yang harus diucapkan oleh siswa. Akan tetapi, ada beberapa siswa yang dapat mengerti instruksi guru dengan baik. Dialognya dalam drama terdengar lancar. Penghayatan yang diperlihatkan juga cukup baik. Beberapa siswa tidak hanya berdiri kaku sambil berhadaphadapan, akan tetapi mulai lebih nyaman dengan strategi pembelajaran dengan menggerakkan beberapa anggota tubuhnya. Hal itu membuktikan penghayatan peran yang lebih baik. f) Aktivitas Siswa Pengamat Selama Drama Sebagian besar siswa terlihat aktif dan serius mengamati pemeranan drama yang berlangsung di depan kelas. Akan tetapi sebagian yang lain kurang aktif, pasif dan seperti acuh tidak acuh terhadap pemeranan yang sedang berlangsung. Untuk laporan pengamatan, seluruh siswa aktif menulis hasil pengamatan mereka tentang drama yang berlangsung di depan kelas. Tabel 6 Hasil Observasi Penerapan Strategi Bermain Peran Dan Ekspositori Dalam Pembelajaran PAI Untuk Kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan Pada Siklus Pertama LAPORAN OBSERVASI PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN DAN EKSPOSITORI DALAM PEMBELAJARAN PAI Pengamat : Dra. Nurhimmah Guru Pengajar : Dra. Rohani No Objek Observasi 1 1 2 Keadaan guru selama tindakan 1 - 2 - lxxxviii Tgl: 19 & 26 April 2012 Kelas : VIIII-6 Penjelasan 3 Guru memulai pembelajaran dengan membaca doa dan surat al-Fatiha 3 Perangkat pembelajaran lengkap - 2 Keadaan murid selama tindakan - 3 Drama tindakan 4 Keributan tindakan dalam - selama - 5 Pemahaman siswa terhadap instruksi guru - 6 Aktivitas pengamat drama siswa selama Guru memberikan apersepsi, pretes dan menjelaskan metode yang digunakan Siswa aktif dan memperhatikan penjelasan guru Siswa memerankan perannya masing-masing Siswa aktif dan memerankan drama dengan baik, sedikit kurang menghafal teks drama dan kurang mengapresiasikan peran Guru sebagai fasilitator Keributan selama tindakan tidak muncul, sebab siswa kurang menguasai perannya masingmasing Akibatnya, drama kurang hidup dan terkesan bermain-main Sebahagian siswa kurang memahami penjelasan/instruksi guru dengan perannya masingmasing Sebahagian yang lain mengerti dan memahami perannya dengan baik Sebahagian siswa aktif. Sebahagian yang lain kurang aktif, pasif dan acuh tidak acuh terhadap drama yang sedang berlangsung. 4) Refleksi Berdasarkan hasil observasi pada siklus I, ada beberapa permasalahan yang muncul dalam penerapan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori. Permasalahan paling banyak muncul berkenaan dengan penerapan strategi bermain peran. Permasalahan tersebut berhubungan kualitas atau penghayatan siswa, waktu yang digunakan terlalu lama serta aktivitas siswa selama pengamatan. a) Mutu pembelajaran Mutu pembelajaran merupakan hal yang harus mendapat perhatian setelah penerapan tindakan. Refleksi atau evaluasi terhadap mutu pembelajaran menentukan apakah lxxxix tindakan harus dilanjutkan kepada siklus selanjutnya atau tidak. Evaluasi terhadap mutu pembelajaran dilakukan dengan memeriksa hasil belajar siswa pada siklus pertama berdasarkan jawaban yang diberikan dalam tes pasca tindakan di siklus pertama. Hasil belajar siswa pada tindakan di siklus pertama belum menunjukkan nilai yang memuaskan. Nilai rata-rata hasil belajar siswa hanya mencapai 72.24. Dari segi ketuntasan, persentasi ketuntasan/kelulusan siswa hanya 65.52% yakni 19 dari 29 siswa lulus atau tuntas dalam pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut, peneliti memutuskan untuk melanjutkan tindakan pada siklus kedua dengan harapan lebih efektifnya pembelajaran dan menyebabkan peningkatan hasil belajar yang signifikan. b) Penghayatan Masalah penghayatan siswa adalah permasalahan paling umum ditemukan selama penerapan tindakan. Dangkalnya penghayatan siswa terhadap karakter yang mereka perankan mengakibatkan buruknya kualitas drama yang ditampilkan di depan kelas. Kurang mampunya siswa menghayati perannya masing-masing disebabkan beberapa hal, antara lain waktu penghayatan yang terlalu sedikit yang berakibat pada sebagian besar siswa tidak hafal skenario umum. Selain itu, rasa canggung dan malu juga menyebabkan kurangnya dalamnya penghayatan siswa disebabkan siswa kurang terbiasa dengan strategi pembelajaran bermain drama. Solusi untuk permasalahan ini adalah memberikan waktu yang lebih lama bagi siswa untuk memahami skenario drama dan menghayati tokoh yang mereka perankan. Akan tetapi, dalam pembelajaran, guru tidak perlu memberikan waktu tambahan bagi siswa untuk memahami skenario drama dan untuk menghayati tokoh yang mereka perankan, mengingat selang waktu antara siklus pertama dan kedua berjarak hingga satu minggu. Dengan demikian, permasalahan ini diharapkan dapat teratasi pada siklus kedua. Selain itu, guru juga harus menekankan pada siswa di siklus kedua untuk mengucapkan dialog sesuai dengan pemahaman mereka terhadap karakter lakon yang mereka perankan. Tidak perlu melihat skenario drama, karena di dalamnya hanya terdapat skenario secara umum. c) Waktu Waktu yang digunakan untuk penerapan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori cukup lama yakni xc dua kali pertemuan (4x40 menit). Mengikuti hal tersebut, apabila diterapkan dalam dua siklus, maka dibutuhkan empat kali pertemuan (8x40 menit). Panjangnya waktu yang dibutuhkan untuk penerapan tindakan disebabkan pementasan drama yang dilakoni oleh seluruh siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan. Untuk itu, pada siklus kedua, pementasan drama hanya dilakukan dua kali saja oleh beberapa siswa saja. Artinya, tidak semua siswa memainkan peranan dalam drama. d) Pengamatan Siswa Permasalahan lain yang muncul selama penerapan tindakan pada siklus pertama adalah pengamatan siswa. Siswa yang tidak berperan dalam drama di depan kelas bertugas untuk mengamati drama dan mencatat hal-hal penting dan mengomentari drama. Pada penerapan tindakan siklus pertama, siswa hanya melaporkan atau mengomentari kemampuan peranan temannya. Hanya sebagian kecil yang mencatat hal selain kualitas peranan. Para siswa umumnya menulis suara yang kurang kuat, ekspresi yang tidak bagus, gerakan yang kaku dalam pemeranan drama. Untuk mengatasi hal tersebut, pada siklus kedua, guru akan memperjelas instruksi pengamatan siswa yang berpokus pada: (1) Karakter masing-masing tokoh dalam drama (2) Identifikasi perilaku buruk pada tokoh (3) Akibat buruk yang muncul dari perilaku buruk dalam drama. Seluruh solusi dari permasalahan tersebut di atas akan diterapkan pada penerapan tindakan di siklus II. a. Siklus II Penerapan tindakan pada siklus kedua dilaksanakan pada hari Kamis, 3 Mei 2012. Siklus kedua terdiri empat tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. 1) Perencanaan Pelaksanaan tindakan yakni penerapan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori untuk pembelajaran PAI bagi kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan direncanakan berlangsung dalam satu pertemuan saja (2x40 menit). Hal ini berbeda dengan siklus pertama yang dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan. Ada beberapa yang menyebabkan guru memutuskan untuk menerapkan tindakan pada siklus dua dalam satu pertemuan, yakni: xci a) Pada dasarnya siklus kedua adalah lanjutan dari siklus pertama. Akan tetapi, selain itu siklus kedua juga merupakan ulangan dari siklus pertama dengan berbagai penerapan solusi-solusi atas permasalahan baru yang muncul pada siklus pertama. Karena itu, sifatnya yang merupakan pengulangan memberikan kesempatan bagi guru untuk mempersingkat waktu penerapan tindakan hingga satu pertemuan saja. b) Pengurangan waktu untuk penerapan tindakan pada siklus kedua sama sekali tidak mengurangi langkah-langkah pembelajaran. Karena itu, secara prinsip ia tidak berbeda dengan penerapan tindakan pada siklus pertama. c) Penerapan tindakan pada siklus kedua bersifat pengulangan dan penekanan. Untuk itu, pada siklus kedua, tahap ekspositori lebih ditekankan daripada tahap bermain peran. Hal itu dimaksud agar materi pembelajaran lebih mudah dieksplorasi dengan menggunakan strategi ekspositori dibandingkan bermain peran. d) Bila penerapan tindakan pada siklus kedua dilaksanakan dalam dua pertemuan, maka total waktu pelajaran yang dibutuhkan untuk mengajarkan satu bab pelajaran adalah 4 pertemuan atau (8x40 menit). Waktu tersebut terlalu banyak untuk pembelajaran satu bab PAI. Artinya, pembelajaran dengan menggunakan strategi apapun bila diulangi dalam 8 kali pertemuan akan meningkatkan hasil belajar siswa. Tahap perencanaan pada siklus kedua tidak jauh berbeda dengan siklus pertama. Perbedaannya hanya terletak pada perencanaan penerapan solusi terhadap permasalahan yang muncul pada siklus pertama, terkait dengan penghayatan drama, waktu dan pengamatan siswa. Penerapan solusi atas permasalahan tersebut direncanakan dalam perumusan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran untuk penerapan tindakan pada siklus kedua. Selain Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), guru juga mempersiapkan kembali instrumen pengukur hasil belajar siswa yakni butir soal. Soal yang digunakan pada siklus kedua sama dengan soal yang digunakan pada siklus pertama. Panduan observasi yang xcii digunakan selama observasi juga sama dengan panduan yang digunakan pada siklus pertama. 2) Pelaksanaan Penerapan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori dalam pembelajaran pada siklus kedua dilaksanakan pada hari kami, 3 April 2012. a) Kegiatan Awal Guru mengucapkan salam ketika memasuki kelas yang dijawab oleh siswa. Setelah mengucapkan basmalah, surat alfatihah dan berdoa, guru membaca absensi siswa. Pada tahap selanjutnya, guru mempersiapkan perhatian dan minat siswa untuk pembelajaran dengan memberikan beberapa pertanyaan seputar materi pembelajaran. Beberapa pertanyaan yang guru sampaikan pada tahap ini adalah: (1) Sebutkan beberapa contoh perilaku tercela! (2) Apa yang dimaksud dengan anāniyah? (3) Sebutkan satu contoh bahaya dari perilaku anāniyah? Guru menunjuk beberapa siswa untuk memberikan jawaban. Setelah jawaban dari siswa cukup memuaskan, lalu guru menjelaskan bahwa materi pelajaran yang akan dipelajari saat ini masih tentang menjauhi perilaku tercela, yakni anāniyah, gaḍab, ḥasad, namīmah dan gībah. Kemudian guru kembali menyebutkan dan menuliskan di papan tulis standar kompetensi dan kompetensi dasar pembelajaran. Baik standar kompetensi maupun kompetensi dasar yang dirumuskan dalam pembelajaran sama sekali tidak berbeda dengan SK dan KD pada siklus pertama, yakni: menghindari perilaku tercela. SK ini kemudian diterjemahkan ke dalam 3 kompetensi dasar: (1) Menjelaskan pengertian anāniyah, gaḍab, ḥasad, gībah dan namīmah (2) Menyebutkan contoh-contoh prilaku anāniyah, gaḍab, ḥasad dan namīmah (3) Menghindari prilaku anāniyah, gaḍab, ḥasad, gībah dan namīmah Selanjutnya, pada tahap apersepsi, guru kembali menjelaskan secara ringkas tentang strategi pembelajaran yang digunakan selama pembelajaran, yakni strategi bermain peran dan ekspositori. Dalam penjelasan tersebut, guru menekankan pada beberapa hal, sesuai dengan penerapan solusi permasalahan yang muncul pada siklus pertama, yakni: xciii (1) Guru memilih beberapa siswa untuk memainkan peran dalam drama di depan kelas, yakni: Bella sebagai Rohaya, Yunita sebagai Aminah, Fajar sebagai Samin, Iqbal sebagai Budi, Rendy sebagai Lukman dan Tedi sebagai Pak Ali. Selanjutnya guru juga memilih Ayu sebagai Aminah, Yuni sebagai Rohaya, Fahrian sebagai Samin, Rifa’i sebagai Pak Ali dan Ramadan sebagai Budi. Berbeda dengan pembelajaran pada siklus pertama, tidak semua siswa mendapatkan kesempatan untuk memainkan peran. (2) Siswa yang dipilih untuk memainkan peran dalam drama di depan kelas harus berusaha untuk menghayati tokoh yang diperankannya sebaik mungkin. Skenario drama yang diberikan kepada siswa hanya alur secara umum tidak mencakup dialog. Penentuan dialog dipercayakan kepada siswa berdasarkan penghayatannya terhadap tokoh yang ia perankan. Guru juga menekankan bahwa dalam memainkan peranan tokoh, para siswa tidak perlu canggung dan “membuat-buat”, karena drama dalam pembelajaran adalah drama sederhana. Penghayatan siswa terhadap tokoh dalam drama didasarkan pada pengalaman sehari-hari yang sering ditemui oleh siswa. (3) Tugas siswa yang tidak memerankan tokoh dalam drama adalah mengamati dan mencatat hasil laporannya. Pengamatan siswa difokuskan pada: (a) Karakter dari masing-masing tokoh (b) Perilaku buruk pada tokoh (c) Akibat buruk yang muncul dari perilaku buruk dalam drama tersebut b) Kegiatan Inti Sebagai kegiatan inti pembelajaran, guru memilih enam orang siswa, yakni: Bella sebagai Rohaya, Yunita sebagai Aminah, Fajar sebagai Samin, Iqbal sebagai Budi, Rendy xciv sebagai Lukman dan Tedi sebagai Pak Ali. Selanjutnya guru juga menunjuk Ayu sebagai Aminah, Yuni sebagai Rohaya, Fahrian sebagai Samin, Rifa’i sebagai Pak Ali dan Ramadan sebagai Budi. Selanjutnya, guru memberikan waktu untuk pemeranan dua drama di depan kelas. Pada saat pemeranan drama berlangsung di depan kelas, guru bertindak sebagai instruktur, manajer dan pengontrol proses pembelajaran. Guru memberikan instruksi kepada siswa untuk mengamati proses pemeranan drama dan mencatat hasil pengamatannya. Selain itu, guru juga mengatur proses pemeranan baik terkait waktu dan perpindahan dari babak ke babak. Guru juga bertindak sebagai pengawas dengan cara berkeliling mengawasi aktivitas siswa yang serius mengamati proses pemeranan drama. Dapat dikatakan bahwa pemeranan drama di depan kelas pada siklus kedua jauh lebih lancar dan berkualitas dibandingkan dengan pemeranan drama pada siklus pertama. Siswa tidak lagi melihat kepada lembar skenario drama, drama lebih hidup, dialog lebih lancar dan beragam, serta ekspresi lebih terlihat. Peningkatan kualitas drama juga dinyatakan oleh guru pengamat bahwa siswa terlihat lebih baik dan aktif memainkan perannya masing-masing. Intonasi, mimik dan watak masingmasing tokoh sudah baik. Selain itu, siswa sudah hafal alur cerita drama yang mereka tampilkan. Faktor yang menyebabkan peningkatan kualitas pemeranan adalah meningkatnya penghayatan siswa terhadap karakter tokoh yang diperankannya. Ada beberapa alasan yang menjelaskan peningkatan penghayatan siswa terhadap karakter yang mereka perankan, yakni: (1) Siswa telah pernah memerankan skenario tersebut sebelumnya, yakni pada siklus pertama. (2) Siswa telah memiliki skenario drama sejak dua minggu sebelumnya. (3) Guru sengaja memilih siswa yang mampu menghayati peran pada siklus pertama. Selama proses pemeranan drama di depan kelas, suasana terasa kondusif, tidak ada keributan seperti tawa. Siswa secara serius mengamati proses drama dan menulis hasil pengamatan tentang tiga hal yang telah ditentukan sebelumnya. Sejalan dengan hal tersebut, Nurhimmah, guru pengamat menyatakan bahwa siswa aktif dalam mengamati drama serta memperhatikan dan memahami petunjuk dari guru. xcv Setelah pemeranan dua drama selesai, guru melanjutkan pembelajaran dengan menggunakan strategi ekspositori. Guru menjelaskan materi pembelajaran menjauhi perilaku tercela: anāniyah, gaḍab, ḥasad, gībah dan namīmah dengan menggunakan teknik ceramah. Guru menguraikan pengertian dari masing-masing perilaku tercela dan memberikan contohcontoh akibat buruk dari perilaku tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Lebih lanjut, guru juga menggunakan teknik tanya-jawab dengan siswa dengan mempersilahkan siswa untuk mempertanyakan hal-hal yang kurang jelas seputar materi pembelajaran. Sebagian siswa mempertanyakan pengalamannya sehari-hari dan meminta penjelasan apakah dalam pengalamannya tersebut terdapat bentuk dari salah satu perilaku tercela tersebut di atas. Sebagian yang lain mengemukakan perilakunya dalam sebuah keadaan dan mempertanyakan apakah perilakunya termasuk dari perilaku yang tercela. Menurut penulis, keaktifan siswa bertanya menunjukkan peningkatan aktivitas dan minat siswa terhadap pembelajaran. Meskipun ada, pertanyaan-pertanyaan seperti ini tidak banyak muncul pada siklus pertama. Selanjutnya, guru juga menggunakan teknik bertanya sebagai bagian dari penerapan strategi ekspositori. Guru memberikan beberapa contoh kasus perilaku siswa dalam kehidupan sehari-hari dan menunjuk beberapa siswa untuk mengidentifikasi apakah perilaku tersebut merupakan perilaku tercela atau bukan. Selain itu, guru juga meminta beberapa siswa untuk menjelaskan pengertian dari anāniyah, gaḍab, ḥasad, gībah dan namīmah. Penggunaan teknik bertanya dalam penerapan strategi ekspositori ini bertujuan untuk mengkonfirmasi pemahaman dan penguasaan siswa atas materi pembelajaran. Secara umum, siswa dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan baik. c) Penutup Pada tahap penutup, guru bersama dengan siswa menyimpulkan tentang pengertian anāniyah, gaḍab, gībah, ḥasad dan namīmah serta akibat buruk yang muncul darinya. Sebelum menutup pelajaran, guru membagikan lembar soal pasca tindakan siklus kedua dan meminta siswa untuk menjawab soal-soal tersebut dan mengumpulkannya ke depan setelah selesai. xcvi Setelah jawaban dikumpul, guru bersama dengan siswa menutup pembelajaran dengan mengucapkan al-ḥamdalah. Tidak lupa guru memberi nasehat bagi siswa untuk mengulangi pelajaran di rumah. Kemudian guru meninggalkan ruang kelas setelah mengucapkan salam. d) Observasi Guru pengamat selama penerapan tindakan pada siklus kedua adalah Dra. Nurhimmah. Panduan observasi yang digunakan sama dengan panduan observasi pada siklus pertama. Hasil observasi guru pengamat pada penerapan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori pada siklus kedua adalah sebagai berikut: (1) Keadaan Guru Selama Tindakan Guru menguasai tahap-tahap dan langkah-langkah pembelajaran selama penerapan tindakan pada siklus kedua, mulai dari tahap pendahuluan, kegiatan inti hingga penutup pembelajaran. Selama pembelajaran, guru bertindak sebagai instruktur, manajer, pengawas, dan pengajar selama penerapan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori. Pada tahapan penerapan strategi ekspositori, guru lebih banyak memberikan pertanyaan konfirmasi kepada siswa dibandingkan pada pembelajaran di siklus pertama. (2) Keadaan Siswa Selama Tindakan Siswa aktif mendengarkan serta memperhatikan instruksi dari guru selama pembelajaran. Keaktifan siswa juga terlihat ketika guru memberikan kesempatan untuk mempertanyakan hal-hal yang belum jelas seputar materi, di mana jumlah siswa yang bertanya pada siklus kedua lebih banyak dibandingkan pada siklus pertama. Selain itu, pertanyaannya pun lebih bervariasi. (3) Drama Dalam Tindakan Kualitas drama pada penerapan tindakan di siklus kedua jauh lebih baik dibandingkan drama pada siklus pertama. Para siswa, secara aktif dan kreatif menghayati karakter tokoh yang mereka perankan. Intonasi, mimik dan dialog dalam drama sangat baik. Drama berjalan dengan baik dan tidak kaku. Para pelakon mampu menciptakan dialog-dialog kreatif yang lebih beragam dibandingkan pada siklus pertama. (4) Keributan Selama Tindakan Suasana pembelajaran kondusif. Tidak ada keributan berarti yang terjadi selama penerapan tindakan. Pada tahap xcvii pendahuluan dari pembelajaran, siswa serius mendengarkan instruksi dan penjelasan guru tentang pembelajaran. Pada tahap pemeranan drama, para siswa juga serius mengamati proses penampilan dan secara aktif menulis halhal yang berkaitan dengan karakter tokoh, perilaku buruk tokoh serta akibat buruk yang muncul darinya. Pada tahap ekspositori, keadaan juga relatif tenang ketika guru menjelaskan materi pembelajaran. Meskipun siswa diberikan kesempatan untuk bertanya, suasana tetap kondusif dan tidak ada keributan yang terjadi. (5) Pemahaman Siswa Terhadap Instruksi Guru Secara umum, instruksi guru selama pembelajaran dapat dipahami oleh siswa dengan baik. Penjelasan dan instruksi guru selama tahap apersepsi dalam pendahuluan dimengerti dan diikuti oleh siswa selama pembelajaran. Siswa yang memerankan peranan dalam drama tidak lagi melihat kepada lembar skenario drama, akan tetapi memainkan peran sesuai dengan penghayatannya. Sementara itu, siswa yang lain serius mengamati proses drama dan menulis hasil pengamatan secara aktif seperti yang diminta oleh guru. Pada tahap penerapan strategi ekspositori, siswa mendengarkan dan menyimak penjelasan guru. Hal ini sesuai dengan instruksi guru. Selain itu, ketika guru memberikan waktu untuk mengajukan pertanyaan, beberapa siswa aktif mempertanyakan berbagai hal yang terkait dengan pembelajaran menjauhi perilaku tercela. Hal ini juga menunjukkan pemahaman siswa terhadap instruksi guru. (6) Aktivitas Siswa Pengamat Drama Siswa yang tidak bertugas memainkan drama di depan kelas bertugas untuk mengamati proses berlangsungnya drama. Para siswa serius dalam mengamati drama dan aktif menulis hasil pengamatan terkait karakter tokoh yang diperankan, perilaku tercela dalam drama serta akibat buruk yang muncul darinya. Berikut adalah laporan hasil observasi penerapan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori pada siklus kedua: Tabel 7 Hasil Observasi Penerapan Strategi Bermain Peran Dan Ekspositori Dalam Pembelajaran PAI Untuk Kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan Pada Siklus Kedua LAPORAN OBSERVASI PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN DAN xcviii EKSPOSITORI DALAM PEMBELAJARAN PAI Pengamat : Dra. Nurhimmah Tgl: 3 Mei 2012 Guru Pengajar : Dra. Rohani Kelas : VIIII-6 No Objek Observasi Penjelasan 1 2 3 1 Keadaan guru - Guru memulai pelajaran selama tindakan dengan memberi salam, membaca surat al-Fatihah serta berdoa - Guru memberi apersepsi tentang KD dan SK, serta strategi pembelajaran yang digunakan - Guru mengabsen siswa 2 Keadaan murid - Siswa aktif dan mendengarkan selama tindakan serta memperhatikan petunjukpetunjuk dari guru - Siswa sangat baik memerankan perannya masing-masing 3 Drama dalam - Siswa terlihat lebih baik dan tindakan aktif memerankan perannya masing-masing - Intonasi, mimik dan watak masing-masing sudah sangat baik. - Siswa sudah dapat menghafal teksnya masing-masing. - Guru bertindak sebagai fasilitator 4 Keributan selama - Selama berlangsungnya drama, tindakan siswa yang lain sangat memperhatikan dan menikmatinya dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti keributan dan perkelahian dan lain-lain. 1 6 2 Pemahaman siswa terhadap instruksi guru - Aktivitas pengamat siswa selama xcix 3 Instruksi dari guru sudah dipahami siswa Siswa sudah sangat mengerti dan dapat mengapresiasikan perannya masing-masing. Siswa aktif mengamati dan menuliskan kritik dan saran drama terhadap drama yang disajikan . e) Refleksi Hasil observasi tindakan pada siklus kedua menunjukkan peningkatan kualitas pembelajaran yang ditunjukkan oleh peningkatan kualitas drama. Siswa mampu menghayati karakter tokoh yang mereka perankan. Dialog-dialog yang muncul selama pemeranan drama lancar dan bervariasi. Sementara itu, siswa yang lain cukup menikmati dan serius dalam memperhatikan dan mengamati drama. Siswa juga secara aktif menuliskan hal-hal penting terkait karakter tokoh dalam drama, perilaku tercela dalam drama serta akibat buruk yang muncul darinya. Berdasarkan hasil observasi, peningkatan juga terlihat dalam penerapan strategi ekspositori di mana pertanyaan yang muncul lebih beragam. Dengan demikian permasalahan yang muncul pada siklus pertama dapat diatasi pada penerapan tindakan pada siklus kedua dengan menerapkan solusi yang telah direncanakan sebelumnya. Evaluasi mutu pembelajaran terkait hasil belajar PAI siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan juga menunjukkan peningkatan. Rata-rata hasil belajar siswa menunjukkan 79.67. Secara umum, hasil tersebut telah mencapai KKM. Berdasarkan KKM, ketuntasan/kelulusan siswa mencapai 96.67% atau 29 siswa lulus dari 30 jumlah keseluruhan. Satu siswa yang tidak mencapai KKM pun dapat dijelaskan karena ia tidak mengikuti tindakan pada siklus pertama. Berdasarkan analisis mutu pembelajaran, penelitian ini tidak dilanjutkan kepada siklus ketiga. 4. Peningkatan Hasil Belajar PAI Menghindari Perilaku Tercela Siswa Kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan Setelah Penerapan Strategi Pembelajaran Bermain Peran dan Ekspositori a. Siklus I Peningkatan hasil belajar PAI materi menghindari perilaku tercela siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan setelah penerapan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori pada siklus pertama dapat diukur melalui dua model, yakni: 1) Peningkatan Rata-Rata Rata-rata hasil belajar siswa pada yang dikumpulkan melalui tes pra-tindakan adalah 53.45. Sedangkan nilai rata-rata hasil belajar siswa yang dikumpulkan melalui tes pasca tindakan siklus c pertama adalah 72.24. Dengan demikian, peningkatan hasil belajar PAI materi menghindari perilaku tercela siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan pada siklus pertama adalah 35.15%, sebagai berikut: x = Persentasi peningkatan hasil belajar siswa y = rata-rata hasil belajar siswa pada siklus pertama n = rata-rata nilai siswa pada tes pra-tindakan Perbandingan antara hasil pretes dengan test pada siklus pertama dapat digambarkan dalam bagan berikut: Yunita Tri Utari widya Lestari Vivi Ramadani Tedi Alfiandi Rina Adeliya Rendy Pramuja Puja Ariska Test Siklus I Muhammad Iqbal Gumiang Pretes Ilham Syahputra Fajar Asharu Elsa Monica Dian Purnama Sari Bimo Ismawan Ayu Syahfitri Ahmad Rifai 0 20 40 60 80 100 Gambar 2 Bagan Perbandingan Nilai Pretes dan Tes Siklus I 2) Peningkatan Persentasi Ketuntasan Peningkatan hasil belajar juga dapat diukur berdasarkan peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa berdasarkan KKM. Jumlah siswa yang mencapai KKM pada tes pra-tindakan adalah 5 siswa. Sedangkan jumlah siswa yang mencapai KKM pada siklus I ci adalah 19 siswa. Dengan demikian, peningkatan hasil belajar siswa adalah 280% atau 14 siswa, sebagai berikut: x = persentasi peningkatan kelulusan siswa y = jumlah siswa yang mencapai KKM di siklus pertama n= jumlah siswa yang mencapai KKM dalam tes pra-tindakan b. Siklus II Demikian halnya dengan peningkatan hasil belajar PAI siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan dapat diukur dari dua sisi, yakni peningkatan nilai rata-rata siswa dan peningkatan persentasi ketuntasan siswa. 1) Peningkatan Nilai Rata-Rata Nilai rata-rata siswa sebelum penerapan tindakan adalah 53.45. Sedangkan nilai rata-rata siswa setelah penerapan tindakan pada siklus kedua adalah 79.67. Dengan demikian, peningkatan hasil belajar siswa berdasarkan peningkatan nilai rata-rata adalah 49.05%, sebagai berikut x = Persentasi peningkatan hasil belajar siswa y = rata-rata hasil belajar siswa pada siklus kedua n = rata-rata nilai siswa pada tes pra-tindakan Bila diukur dari siklus pertama, di mana nilai rata-rata siswa mencapai 72.24, maka peningkatan hasil belajar siswa pada siklus kedua adalah 10.28%, sebagai berikut: x = Persentasi peningkatan hasil belajar siswa y = rata-rata hasil belajar siswa pada siklus kedua n = rata-rata nilai siswa pada siklus pertama Perbandingan antara nilai pretes dengan tes siklus pertama dan siklus kedua dapat digambarkan dalam bagan berikut: cii Yunita Tri Utari widya Lestari Vivi Ramadani Tedi Alfiandi Rina Adeliya Rendy Pramuja Puja Ariska Tes Siklus II Muhammad Iqbal Gumiang Test Siklus I Pretes Ilham Syahputra Fajar Asharu Elsa Monica Dian Purnama Sari Bimo Ismawan Ayu Syahfitri Ahmad Rifai 0 20 40 60 80 100 Gambar 3 Bagan Perbandingan Nilai Pretes Dengan Tes Siklus I dan II 2) Peningkatan Persentasi Ketuntasan Jumlah siswa yang mencapai KKM pada tes pra-tindakan adalah 5 siswa. Sementara jumlah siswa yang mencapai KKM pada siklus kedua adalah 29 orang. Maka persentasi peningkatan kelulusan siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan adalah 24 siswa atau 480%, sebagai berikut: x = persentasi peningkatan kelulusan siswa y = jumlah siswa yang mencapai KKM di siklus kedua n= jumlah siswa yang mencapai KKM dalam tes pra-tindakan Bila diukur dari siklus kedua, di mana jumlah siswa yang mencapai KKM adalah 19 orang, maka peningkatan hasil belajar siswa mencapai 52.63%, sebagai berikut: ciii x = persentasi peningkatan kelulusan siswa y = jumlah siswa yang mencapai KKM pada siklus kedua n= jumlah siswa yang mencapai KKM pada siklus pertama Sesuai dengan hal tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa peningkatan hasil belajar PAI siswa kelas VIII-6 SMPN Percut Sei Tuan setelah penerapan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori adalah 480%. B. Pembahasan Penelitian Pada siklus pertama, masih banyak hasil belajar PAI siswa kelas VIII6 SMPN 2 Percut Sei Tuan yang belum tuntas atau belum mencapai KKM. Ada beberapa faktor yang dapat menjelaskan hal tersebut yakni: 1. Para siswa baru mengenal dan mengikuti pembelajaran yang menerapkan strategi pembelajaran bermain peran. Karena itu, siswa masih merasa canggung dalam mengikuti pembelajaran. 2. Akibat dari tidak adanya pengalaman tentang strategi bermain peran, siswa beranggapan bahwa dialog dalam drama harus dihafalkan. Karena itu, tidak ada inisiasi siswa untuk merubah dialog sesuai dengan penghayatannya. Akibatnya, dialog dalam drama terkesan lambat, kaku dan tidak dinamis. Dalam pemeranan masih banyak siswa yang merasa malu-malu untuk memainkan peran, sebagian siswa yang lain bingung. Seiring dengan berlangsungnya pembelajaran menggunakan strategi pembelajaran bermain peran pada siklus pertama, siswa memiliki pengalaman mengikuti pembelajaran menggunakan strategi pembelajaran bermain peran. Pada siklus kedua siswa sudah hafal alur cerita dan mampu menghadirkan dialog-dialog yang dinamis dan variatif. Dalam memainkan peran, siswa tidak lagi membawa naskah drama ke depan kelas. Drama pada siklus kedua lebih hidup dan dinamis. Demikian halnya dengan siswa yang lain yang tidak memainkan peran di depan kelas, mereka bisa melihat dan memahami karakter dari tokoh yang diperankan oleh temannya. Sesuai dengan peningkatan kualitas belajar yang dapat diamati pada pembelajaran di siklus kedua, hasil belajar yang ditunjukkan oleh tes pasca tindakan pada siklus menunjukkan peningkatan, di mana seluruh hasil belajar siswa mencapai KKM. Memang ada satu siswa yang hasil belajarnya tidak mencapai KKM, akan tetapi ia tidak mengikuti pembelajaran pada siklus pertama. Karena itu, civ ia tidak bisa dianggap sebagai bagian dari subjek yang menentukan hasil belajar siswa pada siklus kedua. Pada siklus pertama, hasil belajar siswa mencapai 65.52. Sedangkan hasil belajar siswa pada siklus kedua mencapai 96.67. Peningkatan hasil belajar siswa paling tinggi terjadi pada siklus kedua, yakni sebesar 460.66%. Sedangkan peningkatan hasil belajar siswa pada siklus pertama hanya mencapai 280%. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melakukan penelitian tentang penerapan strategi bermain dan ekspositori terhadap peningkatan hasil belajar PAI di kelas VIII SMPN 2 Percut Sei Tuan, peneliti menyimpulkan beberapa hal, yakni: 1. Hasil belajar PAI Siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan Sebelum penerapan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori mencapai 17.24%. 2. Hasil belajar PAI Siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan setelah penerapan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori pada siklus pertama mencapai 65.52%, dan 100% pada siklus kedua. 3. Penerapan tindakan (strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori) dalam pembelajaran PAI untuk siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan, dilakukan dalam dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari empat tahap yakni perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Dalam menerapkan tindakan, ada tiga tahap pembelajaran, yakni: a. Pendahuluan, terdiri dari 1) penjelasan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori, 2) perumusan standar kompetensi dan dasar kompetensi b. Kegiatan inti pembelajaran, terdiri dari: 1) pemeranan dalam drama, 2) pengamatan peran dalam drama, dan 3) penjelasan verbal cv c. Penutup, terdiri dari pengambilan kesimpulan pembelajaran secara umum. 4. Peningkatan hasil belajar PAI siswa kelas VIII-6 SMPN 2 Percut Sei Tuan setelah penerapan tindakan mencapai 280%, dan 480% pada siklus kedua. Berdasarkan hal tersebut di atas, penelitian ini menyimpulkan secara umum bahwa penerapan strategi bermain peran dan ekspositori dapat 99 meningkatkan hasil belajar PAI siswa kelas VIII Percut Sei Tuan hingga mencapai KKM. B. Saran Pada bagian ini, peneliti menulis saran bagi pihak-pihak tertentu yakni: 1. Kepala sekolah SMPN 2 Percut Sei Tuan, untuk menginstruksikan guru agar menerapkan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII dalam pelajaran PAI, 2. Guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMPN 2 Percut Sei Tuan, untuk menerapkan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam untuk kelas VIII, 3. Bagi pemerintah, untuk menggalakkan pelatihan bagi guru SMP terkait penerapan strategi pembelajaran bermain peran dan ekspositori, 4. Bagi komite sekolah, untuk menjalin kerjasama yang baik dengan pihak sekolah untuk membina akhlak anak didik. 5. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk mengkaji topik yang sama atau berkaitan dengan penelitian ini, untuk lebih memperdalam kajian ini dan menjadikan penelitian ini menjadi informasi dan data awal penelitian. cvi DAFTAR PUSTAKA Abrasyi, M. Athiyah. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Bustami dkk. Jakarta: Bulan Bintang, 1990. Achmad, Mudlor. Etika Dalam Islam, cet. II. Surabaya: Al-Ikhlas, t.t. Alwi, Hasan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. IV. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2007. Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, cet. II Jakarta: Bumi Aksara, 1995. Arikunto, Suharsimi. et. al. Penelitian Tindakan Kelas, cet. I. Jakarta: Bumi Aksara, 2008. BNSP. Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BNSP, 2006. Daryanto. Evaluasi Pendidikan, cet. I. Jakarta: Rineka Cipta, 2007. Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran, cet. II. Jakarta: Rineka Cipta, 1999. Djamarah. Strategi Belajar Mengajar, cet. I. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002. E. Nourman Grounlund, dan Linn, Robert L. Measurement and Evaluation in Teaching, cet. I. New York: McMillan Publishing Company, 1985. Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar, cet. II. Bandung: Bumi Aksara, 2006. Hasibuan, J.J. dan Moedjiono. Proses Belajar Mengajar, cet. II. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000. Hudoyo, Herman. Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di Depan Kelas, cet. I. Surabaya: Usaha Nasional, 1998. Killen, Roy. Effective Teaching Strategies, Lesson from Research and Practice, cet. IV. Australia: Social Science Press, 1998. Mālik bin Anas. al-Muwaṭṭa`. Beirut: Mu’assasah ar-Risālah, 1998. jil. 2. Margono. Strategi Belajar Mengajar Buku I, cet. I. Surakarta: UNS Press, 1989. cvii Mulyasa, Encong. Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran, cet. I. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004. Munawwir, Ahmad Warson. Kamus al-Munawwir, cet. XVI. Surabaya: Pustaka Progressif, 2001. Muslich, Mansur. Melaksanakan PTK Itu Mudah, cet. I. Jakarta: Bumi Aksara, 2009. N.K., Roestiyah. Masalah-Masalah Ilmu Keguruan, cet. I. Jakarta: Bina Aksara, 1986. Nasikin. et.al. Ayo Belajar Agama Islam Untuk SMP Kelas VIII. Jakarta: Erlangga, 2006. Nata, Abuddin. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, cet. I. Jakarta: Rajawali Press, 1998. Percival, Fred dan Ellington, Henry. A Handbook of Educational Technology, cet. I. New York: Phill Race, 1993. Popham , James dan Baker, Eva. Teknik Mengajar Secara Sistimatis, terj. Amirul Hadi dkk, cet. I. Jakarta: Rineka Cipta, 1992. Purwanto, M. Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, cet. I. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995. Rusyan, A. Tabrani. Peningkatan Kemampuan Guru Pendidikan Dasar, cet. I. Bandung: Bina Budhaya, 1993. Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, cet. II. Jakarta: Kencana Pernada Media Group, 2007. Sijistānī, Abū Dāūd. Sunan Abī Dāūd. Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t. jil. 4. Soedijarto. Menuju Pendidikan Nasional yang Relevan dan Bermutu, cet. I. Jakarta: Balai Pustaka, 1993. Somantri, Numan. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS, cet. I. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001. Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, cet. I. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005. Tim Abdi Guru. Ayo Belajar Agama Islam untuk SMP kelas VIII. Jakarta: Erlangga, 2007. cviii Waluyo, Herman J. Pengembangan Model Pengajaran Bahasa Indonesia Dengan Pendekatan Apresiasi Drama, cet. II. Yogyakarta: Hanindita, 2008. Winkel, WS. Psikologi Pengajaran, cet. III. Jakarta: PT Grasindo, 1999. Zainul, Asmawi dan Noehi, Nasoetion. Penilaian Hasil Belajar, cet. I. Jakarta: Ditjen Dikti Depdikbud, 1996. cix