Nusantara | 7 KAMIS, 30 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Tetap Bersedekah di Tengah Paceklik Dalam setahun ini, cuaca buruk menghalau rezeki nelayan. Keprihatinan tidak membuat mereka urung menggelar ritual syukur bagi Sang Pencipta. Liliek Dharmawan S UARA gamelan mengalun lembut. Sejumlah lelaki muda berseragam prajurit ala keraton Jawa berjalan sambil membawa umbul-umbul berwarna hijau, berpadu warna pink. Di belakang mereka, dua pria membawa dupa yang dibakar. Baunya menyengat di sepanjang jalan mulai dari Pendopo Kabupaten Cilacap sampai ke Teluk Penyu, yang berjarak sekitar 3 kilometer. Rombongan berikutnya adalah para nelayan yang berpakaian hitam-hitam. Mereka membawa jolen, sesajen yang terdiri dari berbagai hasil bumi dan kepala kerbau. Ada juga kepala hewan lainnya seperti sapi, kambing, dan ayam. Di jalan panjang ini, Selasa (28/12), ribuan warga Cilacap antusias melihat arak-arakan sedekah laut yang digelar setahun sekali. Di Teluk Penyu, 11 jolen yang menjadi sedekah nelayan dibawa perahu ke pesisir Karangbandung, dekat dengan Pulau Nusakambangan. Jolen dilempar ke laut. Para nelayan dan warga, yang mengikuti dengan beberapa perahu, berebut jolen yang telah tumpah ke laut itu. Mereka rela mengambil jolen yang sudah penuh dengan air dan membawanya ke perahu. Inilah ritual setahun sekali yang dilaksanakan oleh nelayan Cilacap. Sedekah laut adalah bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa karena selama setahun mereka telah diberi keselamatan dan rezeki dari laut. Sedekah laut yang digelar tahun ini berbeda dengan tahuntahun sebelumnya. Saat itu, MI/LILIEK DHARMAWAN danaran, Cilacap, Misban, 61, juga mengakui keprihatinan tengah melanda nelayan Cilacap. “Terjadinya paceklik panjang membuat nelayan tidak mampu mempersembahkan jolen seperti tahun sebelumnya.” Tahun ini, untuk biaya pembuatan jolen hanya terkumpul Rp30 juta. Biasanya, dana terkumpul tidak kurang dari MENGIRINGI SESAJEN: Sejumlah perempuan membawa kembang saat mengiringi jolen atau sesajen yang diarak dari Pendopo Kabupaten Cilacap menuju Teluk Penyu, Selasa (28/12). MI/LILIEK DHARMAWAN seluruh rukun dan kelompok nelayan pasti mempersembahkan kepala kerbau. Tahun ini, paceklik panjang membuat nelayan tidak memaksakan diri mereka untuk mempersembahkan kepala kerbau dalam ritual. “Tahun ini kami prihatin, karena selama setahun nelayan sama sekali tidak mengalami musim panen. Karena itu, rukun nelayan yang biasanya menyembelih kerbau dan melarung kepalanya, kini diganti dengan hewan lain, kepala kambing atau ayam,” kata sesepuh nelayan Cilacap, Kastam, 60. Ia yakin, meski diganti dengan hewan lain, persembahan itu tidak mengurangi nilai ritual sedekah laut. Yang paling penting adalah niat dari nelayan. Nelayan, kata dia, tetap memiliki kesadaran untuk senantiasa bersyukur atas perlindungan dan rezeki yang diberikan oleh Sang Mahapencipta. Walaupun saat sekarang kondisinya penuh keprihatinan karena didera paceklik panjang, nelayan tetap mengucapkan rasa syukur dengan menggelar sedekah laut. “Kami terus dan tetap bersyukur karena masih diberi umur panjang, keselamatan saat melaut, dan ikan yang masih ada, meski tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya,” tandas Kastam. Ketua Rukun Nelayan Pan- Rp50 juta. Sejumlah rukun nelayan benar-benar terkapar. Mereka tidak mampu membeli kerbau, sapi, bahkan kambing. Akhirnya ayam menjadi pilihan terakhir. “Mereka tidak mampu lagi mengumpulkan dana seperti tahun-tahun sebelumnya, yang masih memberikan musim panen. Tahun ini benar-benar paceklik, bahkan berlangsung hampir setahun,” tambah Misban. Data Dinas Kelautan dan Perikanan Cilacap menyebutkan tangkapan ikan selama 2010 di perairan Cilacap merupakan yang terburuk selama lima tahun terakhir. Pada 2006 lalu, tangkapan ikan selama setahun tercatat 8.300 ton, kemudian merosot pada 2008 menjadi 5.550 ton. Tahun 2009 kembali anjlok menjadi 3.900 ton. “Pada 2010, karena paceklik panjang, hasil tangkapan ikan nelayan Cilacap hanya 1.800 ton atau menurun lebih dari 50%,” jelas Kepala Subbagian Perencanaan Dinas Kelautan dan Perikanan Cilacap Riyanto. Wayangan Kondisi Laut Selatan yang semakin tidak menjanjikan membuat para nelayan terpuruk. Bahkan, sebagian besar nelayan tidak lagi melaut. Mereka memilih berganti profesi menjadi pekerja serabutan. “Ada yang menjadi buruh di pelabuhan, ada pula yang menjadi tukang rongsok atau buruh tani. Laut telah berubah, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya,” kata Misban. Berubahnya iklim yang berdampak pada menurunnya produksi ikan membuat nelayan semakin terpuruk. Namun, seperti Kastam, nelayan lain juga berharap tahun depan mereka bisa kembali melaut untuk mencari ikan. “Sedekah laut yang diselenggarakan nelayan bakal diikuti dengan pergelaran wayang,” tambah Kastam. Wayang adalah bagian dari ritual untuk mempertemukan antara Dewi Sri yang merupakan penguasa daratan dan Budup Basu, penguasa lautan. Dewi Sri memberikan kesuburan bagi daratan dan Budup Basu akan mendatangkan ikan yang banyak sehingga nelayan akan lebih sejahtera. “Itu memang harapan kami para nelayan untuk lepas dari keterpurukan,” tandas Kastam. (N-2) [email protected] MENGGELAR SEDEKAH: Nelayan mendorong perahu ke tengah laut saat menggelar sedekah laut di Cilacap, Jawa Tengah, Selasa (28/12). Mereka berharap keluar dari paceklik karena sepanjang tahun ini hasil tangkapan menurun drastis akibat cuaca buruk.