BAB II POLA ASUH, KEPRIBADIAN DAN ANAK A. Pola Asuh Orang Tua 1. Pengertian Pola Asuh Orang Tua Secara etimologi, pengasuhan berasal dari kata „asuh‟ yang artinya pemimpin, pengelola, pembimbing, sehingga „pengasuh‟ adalah orang yang melaksanakan tugas membimbing, memimpin, atau mengelola. Pengasuhan yang dimaksud di sini adalah mengasuh anak. Mengasuh anak adalah mendidik dan memelihara anak, seperti mengurus makannya, minumnya, pakaiannya, dan keberhasilannya dalam periode yang pertama sampai dewasa. Dengan pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa pengasuhan anak yang dimaksud adalah kepemimpinan dan bimbingan yang dilakukan terhadap anak yang berkaitan dengan kepentingan hidupnya.1 Pola asuh atau parenting style adalah salah satu faktor yang secara signifikan turut membentuk karakter anak. Hal ini didasari bahwa pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan utama dan pertama bagi anak, yang tidak bisa digantikan oleh lembaga pendidikan manapun.2 Menurut Iswantini dalam bukunya berjudul Pola Asuh Orang Tua terhadap Perkembangan Anak, mengutip pendapat Dagun bahwa “pola asuh orang tua adalah cara atau tehnik yang dipakai orang tua dalam 1 Maimunah Hasan, Pendidikan Anak Usia Dini (Jogjakarta: Diva Press, 2011), hlm.21. Agus Wibowo, Pendidikan Karakter Usia Dini, Strategi Membangun Karakter di Usia Emas (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 75. 2 20 21 mendidik dan membimbing anak-anaknya agar kelak menjadi orang tua yang berguna dan sesuai dengan harapan yang mereka inginkan”.3 Pola asuh merupakan cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak-anaknya sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anknya. Dalam kaitannya dengan pendidikan berarti orang tua mempunyai tanggung jawab yang disebut tanggung jawab primer. Dengan maksud tanggung jawab yang harus dilaksanakan, kalau tidak maka anak-anaknya akan mengalami kebodohan dan lemah dalam menghadapi kehidupan pada zamannya. Dengan demikian pola asuh yang dilakukan orang tua sama dengan bagaimana seorang yang memimpin suatu individu maupun kelompok, karena pada dasarnya orang tua juga bisa disebut sebagai pemimpin.4 Dari pengertian-pengertian pola asuh di atas dapat peneliti simpulkan bahwa pola asuh orang tua adalah sikap atau upaya orang tua dalam mengasuh, mendidik, serta memelihara anak sebagai wujud pertanggung jawaban orang tua agar nantinya anak menjadi orang yang berguna bagi nusa, bangsa dan agama serta mempunyai kepribadian yang mulia. 2. Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua Menurut Moch. Shochib, perlakuan atau pola asuh yang dilakukan orang tua terhadap anak-anaknya dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut: 3 Iswantini, Berbagai Pola Asuh Orang Tua terhadap Perkembangan Anak (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 6. 4 Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 350-351. 22 a. Pengalaman masa lalu, perlakuan orang tua terhadap anaknya mencerminkan perlakuan yang mereka terima saat masa kecilnya dulu. Bila perlakuan yang mereka terima keras dan kejam, maka perlakuan mereka terhadap anak-anaknya juga keras seperti itu. b. Kepribadian orang tua, kepribadian yang dimiliki orang tua juga berpengaruh terhadap pola asuh yang diterapkan kepada anak-anaknya. Orang tua yang kepribadiannya tertutup dan konsevatif cenderung memperlakukan anaknya dengan keras dan otoriter. c. Nilai-nilai yang dianut orang tua, penghayatan terhadap nilai-nilai tertentu akan berdampak pada perlakuan orang tua kepada anakanaknya. Orang tua yang keberagamaannya bagus cenderung baik dalam pola asuhnya, sebaliknya yang keberagamaannya kurang cenderung kurang baik dalam menerapkan pola asuh terhadap anakanaknya.5 d. Budaya, budaya memberikan cara melihat dunia dan bersamaan dengan pengaruh lain, menentukan pola perasaan dan perilaku sehari-hari. Budaya memberikan relung perkembangan yang mencakup: latar belakang fisik dan sosial bagi orang tua dan anak, karakter psikologis yang dihargai oleh orang tua dan anak, serta perilaku yang dianjurkan bagi orang tua. Dengan demikian budaya membentuk kisaran yang luas 5 Moch. Shochib, Pola Asuh Orang Tua untuk Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm.12. 23 pada perilaku pengasuhan, dari nilai umum yang diajarkan orang tua hingga aspek nyata dalam keseharian.6 3. Macam-Macam Pola Asuh Orang Tua Ada tiga macam gaya pengasuhan (parenting style) orang tua kepada anak. Gaya pengasuhan mengacu pada pola keseluruhan dalam mengasuh anak, bukan sekadar sebuah tindakan tunggal.7 Gaya pengasuhan tersebut yaitu: a. Gaya otoritatif Orang tua tipe otoritatif akan menerima dan melibatkan anak sepenuhnya. Orang tua ini memiliki tingkat pengendalian yang tinggi dan mengharuskan anak-anaknya bertindak pada tingkat intelektual dan sosial sesuai usia dan kemampuan mereka. Akan tetapi, mereka tetap memberi kehangatan, bimbingan, dan komunikasi dua arah. Mereka memberikan penjelasan dan alasan atas hukuman dan larangan.8 Orang tua yang memiliki karakteristik sikap demokrasi (otoritatif) memperlakukan anak sesuai dengan tahapan perkembangan usia anak dan memerhatikan serta mempertimbangkan keinginan-keinginan anak. Anak dengan pola pengasuhan yang demokratis akan menunjukkan sikap atau perilaku tanggung jawab yang besar, dapat menerima perintah dan dapat diperintah sesuai dengan wajar, dapat menerima 6 Jane Brooks, The Process Of Parenting, edisi terjemahan oleh Rahmat Fajar (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 127. 7 Carolyn Meggitt, Memahami Perkembangan Anak, edisi terjemahan oleh Agnes Theodora W (Jakarta: Indeks, 2013), hlm.20. 8 Maimunah Hasan, Op. Cit., hlm. 26. 24 kritik secara terbuka, memiliki keberanian untuk berinisiatif dan kreatif, memiliki emosi yang stabil, dapat menghargai orang lain, mudah beradaptasi, lebih toleran, serta mau menerima dan memberi.9 Pola asuh otoritatif (demokratis) tampaknya lebih kondusif dalam pendidikan karakter anak. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh berbagai ahli psikologi perkembangan anak seperti Baumrind yang menunjukkan bahwa sosok orang tua yang demokratis berkorelasi positif dengan perkembangan karakter anak, terutama dalam hal kemandirian dan tanggung jawab.10 b. Gaya otoritarian Orang tua dengan gaya asuh otoriter cenderung rendah dalam dimensi responsifnya dan tinggi dalam dimensi tuntutannya. Orang tua ini menciptakan lingkungan yang terstruktur dan tertata rapi dengan aturan-aturan yang jelas. Mereka menetapkan standar yang absolut untuk perilaku anaknya, menerapkan disiplin yang ketat dan menuntut kepatuhan yang segera, serta kurang menggunakan metode persuasif.11 Orang tua tipe ini seringkali memaksa untuk anak untuk berperilaku seperti dirinya, anak jarang diajak berkomunikasi dan diajak ngobrol, bercerita, bertukar pikiran dengan orang tua, orang tua menganggap bahwa semua sikapnya yang dilakukan itu dianggap sudah 9 Diana Mutiah, Psikologi Bermain Anak Usia Dini (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 89. Agus Wibowo, Op. Cit., hlm. 78. 11 Asep Umar Fakhruddin, Terapan Quantum Learning untuk Keluarga (Jogjakarta: Laksana, 2011), hlm. 292. 10 25 benar sehingga tidak perlu anak dimintai pertimbangan atas semua keputusan yang menyangkut permasalahan anak-anaknya.12 Orang tua yang otoriter juga cenderung kurang menggunakan caracara persuasif yang lebih lembut terhadap anak-anaknya, dengan cara mereka tidak menunjukkan kasih sayang, pujian ataupun imbalan. Pola asuh otoriter amat merugikan karakter dan tumbuh kembang anak. Selain membuat anak kurang nyaman, merasa terkekang, tidak mandiri, kurang tanggungjawab, juga akan menyebabkan anak cenderung agresif serta agresif.13 c. Gaya permisif Orang tua yang permisif cenderung moderat hingga tinggi dalam dimensi responsifnya tetapi rendah dalam dimensi tuntutannya. Orang tua dengan gaya asuh ini menerapkan relatif sedikit tuntutan kepada anaknya dan cenderung inkonsisten dalam menerapkan disiplin. Mereka selalu menerima impuls, keinginan dan perbuatan anaknya, serta cenderung kurang memonitor perilaku anaknya.14 Orang tua pada tipe ini menganggap anak sebagai orang dewasa atau muda, ia diberi kelonggaran seluas-luasnya apa saja yang dikehendaki. Semua yang dilakukan oleh anak adalah benar dan tidak perlu mendapat teguran, arahan, atau bimbingan.15 Meskipun anak nantinya cenderung ramah dan mudah bergaul, tetapi mereka kurang 12 Mansur, Op. Cit., hlm. 354. Agus Wibowo, Op. Cit., hlm. 79. 14 Asep Umar Fakhruddin, Op. Cit., hlm. 293. 15 Mansur, Op. Cit., hlm.356. 13 26 memiliki pengetahuan tentang perilaku yang tepat untuk situasi sosial pada umumnya dan kurang bertanggungjawab atas perilaku yang salah.16 Menurut Hurlock, ciri-ciri pola asuh permisif yaitu: 1) Kurang tegas dalam menerapkan peraturan yang ada 2) Orang tua bersifat longgar/bebas 3) Bimbingan terhadap anak kurang 4) Adanya kontrol yang kurang dari orang tua 5) Anak diberikan kesempatan sebebas-bebasnya untuk berbuat dan memenuhi keinginannya.17 Pola asuh permisif yang cenderung memberi kebebasan terhadap anak untuk berbuat apa saja, tentu saja tidak kondusif bagi pembentukan karakter anak. Itu karena anak masih tetap memerlukan arahan dari orang tuanya untuk dapat mengenal atau membedakan mana yang baik dan mana yang salah.18 B. Kepribadian 1. Pengertian Kepribadian Kata kepribadian berasal dari kata Personality (bhs. Inggris) yang berasal dari kata Persona (bhs. Latin) yang berarti kedok atau topeng. Yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemain panggung, yang maksudnya untuk menggambarkan perilaku, watak atau pribadi 16 Asep Umar Fakhruddin, Loc. Cit., hlm, 293. Elizabeth B Hurlock, Perkembangan Anak jilid 2 (Jakarta: Erlangga, 1999), hlm. 26. 18 Agus Wibowo, Loc. Cit., hlm. 78. 17 27 seseorang. Hal itu dilakukan oleh karena terdapat ciri-ciri yang khas yang hanya dimiliki oleh seseorang tersebut baik dalam arti kepribadian yang baik ataupun yang kurang baik.19 Dalam kehidupan sehari-hari, kata kepribadian digunakan untuk menggambarkan identitas diri, jati diri seseorang, kesan umum seseorang tentang orang lain, dan fungsi-fungsi kepribadian yang sehat atau bermasalah.20 Selanjutnya G.W. Allport berpendapat bahwa kepribadian merupakan organisasi yang dinamis dalam diri individu tentang sistem psikofisik yang menentukan penyesuaiannya yang unik terhadap lingkungannya. Kata dinamis merujuk pada perubahan kualitas perilaku (karakteristik) individu, dari waktu ke waktu, atau dari situasi ke situasi. Kata organisasi menekankan pemulaan bagian-bagian struktur kepribadian yang indepeden, yang masing-masing bagian tersebut mempunyai hubungan khusus satu sama lainnya. Kata sistem psikofisik terdiri atas kebiasaan, sikap, emosi, sentimen, motif, keyakinan, yang kesemuanya merupakan aspek psikis. Kata determine menunjukkan peranan motivasional sistem psikofisik. Dalam diri individu, sistem ini mendasari kegiatan-kegiatan yang khas, dan mempengaruhi bentuk-bentuknya. Kata 19 Agus Sujanto, Halem Lubis, dan Taufik Hadi, Psikologi Kepribadian (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004), hlm. 10. 20 Syamsu Yusuf LN dan Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian (Bandung: PT Remaja RosdaKarya, 2007), hlm. 3. 28 unik merujuk pada keunikan atau keragaman tingkah laku individu sebagai ekspresi dari pola sistem psikofisiknya.21 Sementara itu, M. Prince mengemukakan bahwa pengertian personality seseorang mengandung hal-hal yang merupakan kebulatan yang bersifat kompleks disebabkan banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor tersebut meliputi faktor-faktor dalam dan luar yang kesemuanya berpengaruh pada pembentukan kepribadian seseorang.22 Dari pengertian-pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kepribadian adalah sistem otak yang berhubungan dengan jiwa manusia dan diwujudkan dalam bentuk sifat dan perilaku yang mendasar dalam diri manusia. Beberapa indikator yang digunakan sebagai bentuk manifestasi dari aspek-aspek kepribadian yang nampak dalam interaksi lingkungan antara lain: a) Konsekuen atau tidaknya aturan etika. b) Teguh atau tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat. c) Cepat atau lambatnya (temperament). d) Mudah atau tidaknya tersinggung/marah, menangis, putus asa, stabilitas emosional. e) Menerima atau melarikan diri dari resiko atas tindakan dan perbuatannya (tanggung jawab/responsibility). 21 Ibid., hlm. 4-5. Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Kepribadian dengan Perspektif Baru (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 34-35. 22 29 f) Keterbukaan atau ketertutupan dirinya serta kemampuannya berkomunikasi dengan orang tuanya (sosiobilitas).23 2. Struktur Kepribadian Sigmund Freud berkeyakinan bahwa jiwa manusia mempunyai struktur, meski tentu tidak terdiri dari bagian-bagian dalam ruang. Struktur jiwa ini meliputi tiga instansi atau sistem yang berbeda. Masing-masing sistem ini memiliki peran dan fungsi-fungsi sendiri. Keharmonisan dan keselarasan kerja sama diantara ketiganya sangat menentukan kesehatan jiwa seseorang. Ketiga sistem ini meliputi: a. Id (Das Es) Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan biologis manusia, pusat insting (hawa nafsu). Ada dua insting dominan, yakni Libido-insting reproduktif yang menyediakan energi dasar untuk kegiatan-kegiatan manusia yang konstruktif dan Thanatos-insting destruktif dan agresif. Yang pertama disebut juga insting kehidupan (eros), yang dalam konsep Freud bukan hanya meliputi dorongan seksual, tetapi juga segala hal yang mendatangkan kenikmatan, sedangkan yang kedua merupakan insting kematian. Semua motif manusia merupakan gabungan antara eros dan thanatos.24 Id bergerak berdasarkan kesenangan (pleasure principle), ingin segera memenuhi kebutuhannya. Bayi yang baru lahir dikendalikan 23 http://e-medis.blogspot.com/2013/12/pengertian-kepribadian-dan-indikator.html. Diakses tanggal 23 Februari 2015 Pukul 09.30 WIB. 24 Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 80. 30 oleh id, yang bekerja menurut prinsip kesenangan, dorongan untuk mencari kepuasan segera atas kebutuhan dan hasratnya.25 b. Ego (Das Ich) Ego adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul karena kebutuhan manusia untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan. Ego berpegang pada prinsip kenyatan (reality principle) dan berhubungan dengan proses sekunder. Proses sekunder ini merupakan proses berpikir realistis. Dengan menggunakan proses sekunder, Ego merumuskan suatu rencana untuk pemuasan kebutuhan dan mengujinya dengan suatu tindakan untuk mengetahui apakah rencananya ini berhasil atau tidak. Aktivitas Ego ini bisa sadar, prasadar, atau tak disadari.26 Ego menurut Freud seperti joki penunggang kuda yang harus memahami kekuatan kuda. Dalam rangka menghindar dari masalah, ego harus berusaha menjinakkan dorongan-dorongan id yang tak terkendali. Hal yang harus diperhatikan dari ego ini bahwa: 1) Ego merupakan bagian dari id yang kehadirannya bertugas untuk memuaskan id, bukan untuk mengecewakannya 2) Seluruh energi (daya) ego berasal dari id, sehingga ego tidak terpisah dari id 3) Peran utamanya menengahi kebutuhan id lingkungan sekitar 25 26 Lusi Nuryanti, Psikologi Anak (Jakarta: PT Indeks, 2008), hlm. 12. Yudrik Jahja, Op. Cit., hlm. 82. dan kebutuhan 31 4) Ego bertujuan untuk mempertahankan kehidupan individu dan pengembangbiakannya.27 c. Superego (Das Uber Ich) Superego merupakan komponen moral kepribadian yang terkait dengan standar atau norma masyarakat mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Super ego berkembang pada usia sekitar 3 atau 5 tahun. Pada usia ini anak belajar untuk memperoleh hadiah (rewards) dan menghindari hukuman (punishment) dengan cara mengarahkan tingkah lakunya yang sesuai dengan ketentuan atau keinginan orang tuanya. Super ego berfungsi untuk: 1) Merintangi dorongan-dorongan id, terutama dorongan seksual dan agresif, karena dalam perwujudannya sangat dikutuk oleh masyarakat 2) Mendorong ego untuk menggantikan tujuan-tujuan realistik dengan tujuan-tujuan moralistik 3) Mengejar kesempurnaan (perfection).28 Perilaku manusia sebagian besar ditentukan oleh mekanisme masingmasing struktur. Pembentukan kepribadian akibat mekanisme tersebut secara global yaitu: 1) Apabila rasa id-nya menguasai sebagian besar energi psikis itu, maka pribadinya akan bertindak primitif, impulsif, dan agresif dan ia akan mengumbar impuls-impuls primitifnya 27 28 Syamsu Yusuf LN dan Juntika Nurihsan, Op. Cit., hlm. 43. Ibid., hlm. 44-45. 32 2) Apabila rasa Egonya menguasai sebagian besar energi psikis itu, maka pribadinya bertindak dengan cara-cara yang realistis, logis, dan rasional 3) Apabila rasa Superegonya menguasai sebagian besar energi psikis itu, maka pribadinya akan bertindak pada hal-hal yang bersifat moralitas, mengejar hal-hal yang sempurna yang kadang-kadang irasional.29 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepribadian Secara garis besar ada dua faktor utama yang mempengaruhi kepribadian, yaitu: a. Faktor genetika (pembawaan) Setiap individu terbentuk dari kromsom orang tua dimana di dalamnya terdapat beribu-ribu gen yang mengandung sifat-sifat fisik dan psikis/mental individu atau yang menentukan potensi-potensi hereditasnya. Pengaruh gen terhadap kepribadian sebenarnya tidak secara langsung, karena yang dipengaruhi gen secara langsung yaitu kualitas sistem syaraf, keseimbangan biokimia tubuh, dan struktur tubuh. Namun hereditas mempunyai fungsi dalam kaitannya dengan perkembangan kepribadian, diantaranya: 1) Sebagai sumber bahan intelegensi, dan temperamen 29 Yudrik Jahja, Op. Cit., hlm. 86. mentah kepribadian seperti fisik, 33 2) Membatasi perkembangan kepribadian. Meskipun kondisi lingkungannya sangat baik/kondusif, perkembangan kepribadian tidak bisa melebihi kapasitas atau potensi hereditas 3) Mempengaruhi keunikan kepribadian.30 b. Faktor lingkungan 1) Keluarga Keluarga dipandang sebagai penentu utama pembentukan kepribadian anak karena: a) Keluarga merupakan kelompok sosial pertama yang menjadi pusat identifikasi anak b) Anak banyak menghabiskan waktunya di lingkungan keluarga c) Para anggota keluarga merupakan “significant people” bagi pembentukan kepribadian anak. 2) Kebudayaan Pengaruh kebudayaan terhadap kepribadian ini dapat dilihat dari perbedaan antara masyarakat modern, yang budayanya maju dengan masyarakat primitif, yang budayanya masih sederhana. Perbedaan itu tampak dalam gaya hidupnya, seperti dalam cara makan, berpakaian, memelihara kesehatan, pencaharian, dan cara berpikir. 3) Sekolah 30 Syamsu Yusuf LN dan Juntika Nurihsan, Op. Cit., hlm. 20-21 berinteraksi, 34 Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral, spiritual, intelektual, emosional maupun sosial. Lingkungan sekolah dapat mempengaruhi kepribadian anak. Faktor-faktor yang dipandang berpengaruh diantaranya yaitu iklim emosional kelas, sikap dan perilaku guru, disiplin (tata tertib), prestasi belajar, dan penerimaan teman sebaya.31 4. Tipe Kepribadian a. Tipe Sanguinis 1) Mudah berjanji, tetapi tidak ditepati. 2) Mudah menolong orang lain, tetapi tidak dapat dipakai sebagai patokan. 3) Suasana perasaannya penuh harapan. 4) Peramah dan periang dalam pergaulan. 5) Umumnya cukup pemberani, tetapi jika bersalah sukar bertobat, dia menyesal, tetapi sesalnya mudah hilang. 6) Selalu senang pada permainan dan hiburan, tetapi mengenai soalsoal yang saklek mudah bosan.32 Orang-orang sanguinis menunjukkan sifat yang tidak kenal lelah, artinya selalu aktif. Mereka dengan kuatnya menuju ke suatu tujuan 31 Ibid., hlm. 27-33. Ki Fudyartanta, Psikologi Kepribadian: Paradigma Fisiologis, Tipologis, Psikodinamik, dan Organismik-Holistik (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 71-72. 32 35 yang disadarinya sungguh-sungguh. Orang sanginis juga banyak yang „bertingkah‟, mudah berubah dan mudah tertarik pada masalah-masalah lainnya. Orang sanguinis mempunyai daya reaksi yang tinggi, di dalam hidupnya sering timbul kebutuhan akan perubahan dan selingan. Jika ada sesuatu tujuan yang kuat, maka ia akan berinisiatif bertindak aktif dan mencoba menghindarkan diri dari hambatan-hambatan. Tetapi, jika tidak ada tujuan tertentu, maka kebutuhan akan perubahan dan selingan itu akan membawanya ke sifat lalai dan mudah lupa, serta kurang berhati-hati.33 b. Tipe Flegmatis, orang berdarah dingin. Sifat-sifatnya antara lain: 1) Cenderung tidak peka terhadap pengaruh orang lain. 2) Lamban bertindak, rangsangan harus kuat. 3) Mudah jenuh dan mengantuk. 4) Sukar bergerak (bertindak), tetapi jika sudah bergerak dapat tahan lama. 5) Tidak mudah marah.34 Tipe orang flegmatik adalah orang-orang yang hatinya tertutup, bekerja rajin, dapat dipercaya, tetapi pergaulannya kurang lancar. Mereka senang tinggal dirumah saja, dalam pertemuan-pertemuan tidak disukai orang lain karena pendiam. Mereka bekerja teliti dan cermat, kuat pendiriannya, suka tugas-tugas akademik.35 33 Ibid., hlm. 107-108. Ibid., hlm. 73. 35 Ibid., hlm. 85. 34 36 c. Tipe Melankolis, orang dengan darah berat. Sifat-sifatnya adalah sebagai berikut: 1) Barang apa saja yang mengenai dirinya dianggapnya penting, selalu ada prasangka dan kebimbangan. 2) Sangat memerhatikan segi kesukaran-kesukaran dalam menghadapi sesuatu masalah. 3) Sukar berjanji, tetapi selalu menepati janjinya supaya tidak merisaukan hatinya bukan karena moralitas. 4) Kurang ramah, kurang percaya dan suka melihat kesenangan orang lain. d. Tipe Kholeris, orang dengan darah panas, sifat-sifatnya antara lain: 1) Mudah terbakar (tersinggung) hatinya, tetapi juga mudah tenang kembali tanpa rasa benci. 2) Selalu sibuk, tetapi dalam kesibukannya itu ia lebih suka memerintah daripada mengerjakan sendiri. 3) Bernafsu mengejar kehormatan. 4) Suka sibuk di depan orang banyak dan senang dipuji oleh orang lain. 5) Senang sikap semu (pura-pura) dan formal. 6) Senang bermurah hati dan melindungi, tetapi hal ini dilakukan bukan karena sayang kepada orang lain, melainkan sayang kepada diri sendiri untuk memperoleh kehormatan.36 36 Ibid., hlm. 72. 37 Sedangkan Paul Gunadi menambahkan satu tipe lagi, dimana pada umumnya terdapat lima penggolongan kepribadian yang sering dikenal dalam kehidupan sehari-hari, yaitu sebagai berikut: a. Tipe Sanguin Seseorang yang termasuk tipe ini memiliki ciri-ciri antara lain: memiliki banyak kekuatan, bersemangat, dapat membuat lingkungannya gembira dan senang. Akan tetapi, tipe ini memiliki kelemahan antara lain: cenderung impulsif, bertindak sesuai emosinya atau keinginannya, sangat mudah dipengaruhi oleh lingkungannya dan rangsangan dari luar dirinya, dan kurang bisa menguasai diri atau penguasaan diri lemah. Kelompok ini perlu ditingkatkan perkembangan moral kognitifnya melalui tingkat pertimbangan moralnya sehingga dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain lebih menggunakan pikirannya daripada menggunakan perasaan/emosinya.37 b. Tipe Flegmatik Seseorang yang termasuk tipe ini memiliki ciri antara lain: cenderung tenang, pendiam, gejolak emosinya tidak tampak, cenderung dapat menguasai dirinya dengan cukup baik dan lebih introspektif. Orang bertipe seperti ini memiliki kelemahan antara lain: ada kecenderungan untuk mengambil mudahnya dan tidak mau susah, kurang mau berkorban demi orang lain, dan cenderung egois. Orang yang memiliki tipe flegmatik ini perlu mendapatkan bimbingan yang 37 Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak: Peran Moral, Intelektual, Emosional, dan Sosial Sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), hlm.11. 38 mengarahkan pada meningkatnya pertimbangan moralnya guna peningkatan rasa kasih sayang sehingga menjadi orang yang lebih bermurah hati. c. Tipe Melankolik Seseorang yang termasuk tipe ini memiliki ciri yaitu perasaannya sangat kuat dan sangat sensitif. Orang bertipe seperti ini memiliki kelemahan antara lain: sangat mudah dikuasai oleh perasaan dan cenderung perasaan yang mendasari hidupnya sehari-hari adalah perasaan murung. Untuk membantu mengatasi perasaanya yang kuat dan sensivitas yang mereka miliki harus ditingkatkan pertimbangan moral kognitifnya. Dengan demikian, kekuatan emosionalnya dapat berkembang secara seimbang dengan perkembangan moral kognitifnya. d. Tipe Kolerik Orang bertipe ini mampu melaksanakan tugas dengan setia dan bertanggung jawab atas tugas yang diembannya. Namun orang bertipe ini memiliki kelemahan antara lain: kurang mampu merasakan perasaan orang lain, kurang mampu mengembangkan rasa kasihan kepada orang yang sedang menderita, dan perasaannya kurang bermain. Kelompok ini perlu ditingkatkan kepekaan sosialnya melalui pengembangan emosional yang seimbang dengan moral kognitifnya sehingga menjadi lebih peka terhadap penderitaan orang lain. 39 e. Tipe Asertif Tipe asertif ini adalah tipe yang ideal. Orang bertipe ini memiliki ciri mampu menyatakan pendapat, ide, dan gagasannya secara tegas, kritis, tetapi perasaannya halus sehingga tidak menyakiti perasaan orang lain, serta mampu mengekspresikan perasaan sendiri dengan cara yang terbuka, langsung, jujur, dan tepat.38 5. Perubahan Kepribadian Meskipun kepribadian seseorang itu relatif konstan, namun kenyataan sering ditemukan adanya perubahan kepribadian. Perubahan itu terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini: a. Faktor fisik, seperti: gangguan otak, kurang gizi, mengkonsumsi obatobat terlarang, minuman keras, dan gangguan karena sakit atau kecelakaan. b. Faktor lingkungan sosial budaya, seperti: krisis politik, ekonomi, dan keamanan yang menyebabkan terjadinya masalah pribadi (stres dan depresi) dan masalah sosial (pengangguran, premanisme, dan kriminalitas) c. Faktor diri sendiri, seperti: tekanan emosional (frustasi yang berkepanjangan) dan identifikasi atau imitasi terhadap orang lainyang berkepribadian menyimpang.39 38 39 Ibid., hlm. 12-13. Syamsu Yusuf LN dan Juntika Nurihsan, Op. Cit., hlm. 11. 40 C. Anak 1. Pengertian Anak Menurut Seto Mulyadi (Kak Seto) di edukasi.kompasiana.com sebagaimana dikutip oleh Akhmad Muhaimin Azzet, bahwa anak merupakan individu yang unik, yang mana satu sama lain memiliki potensi yang berbeda.40 Sedangkan dalam pandangan agama Islam, anak merupakan amanah (titipan) Allah swt. yang harus dijaga, dirawat, dan dipelihara dengan sebaik-baiknya oleh setiap orang tua. Sejak lahir anak telah diberikan berbagai potensi kehidupannya yang dimasa dapat depan. dikembangkan Apabila sebagai potensi-potensi penunjang itu tidak diperhatikan, nantinya anak akan mengalami hambatan-hambatan dalam pertumbuhan maupun perkembangannya.41 Dalam mendidik anak, orang tua perlu memahami dan mengenal dunia anak, diantaranya: a. Bukan orang dewasa mini Anak adalah tetap anak, bukan orang dewasa ukuran mini. Mereka memiliki keterbatasan-keterbatasan bila harus dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu mereka juga memiliki dunia tersendiri yang khas dan harus dilihat dengan kacamata anak-anak. b. Dunia bermain 40 Akhmad Muhaimin Azzet, Mengembangkan Kecerdasan Sosial bagi Anak (Jogjakarta: Katahati, 2010), hlm. 28. 41 M.Fadhillah dan Lilif Mualifatu Khorida, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 44. 41 Dunia mereka adalah dunia bermain, yaitu dunia yang penuh spontanitas dan menyenangkan. Sesuatu akan dilakukan oleh anak dengan penuh semangat apabila terkait dengan suasana yang menyenangkan. c. Berkembang Selain tumbuh secara fisik, anak juga berkembang secara psikologis. Ada fase-fase perkembangan yang dilaluinya. Perilaku yang ditampilkan anak akan sesuai dengan ciri-ciri masing-masing fase perkembangan tersebut.42 d. Senang meniru Setiap anak pada dasarnya senang meniru. Hal ini terjadi karena salah satu proses pembentukan tingkah laku mereka diperoleh dengan cara meniru. Sehingga orang tua dan guru dituntut untuk bisa memberikan contoh-contoh keteladanan yang nyata akan hal-hal yang baik. e. Kreatif Anak-anak pada dasarnya adalah kreatif. Hal itu karena anak mempunyai banyak rasa ingin tahu dan berimajinasi tinggi. Sebagai contoh ketika anak baru bisa bicara dan berjalan, ia akan berjalan kesana-kemari sekian tak kenal lelah, dan ia terus saja bertanya tentang segala sesuatu. Dalam hal ini, orang tua harus sabar dan rendah hati 42 Arismantoro, Tinjauan Berbagai Aspek Character Building: Bagaimana Mendidik Anak Berkarakter ? (Jogjakarta: Tiara Wacana, 2008), hlm. 3. 42 serta tetap bisa menghargai cerita dan ide dari anak-anak yang tidak jarang dinilai aneh oleh orang dewasa.43 2. Karakteristik Perkembangan Anak (Kanak-Kanak Akhir) Banyak ahli menganggap masa ini sebagai masa tenang atau masa latent, dimana apa yang terjadi dipupuk pada masa sebelumnya akan berlangsung terus untuk masa-masa selanjutnya. Label yang sering digunakan oleh orang tua, pendidik, dan ahli psikologi untuk masa ini adalah sebagai berikut: a. Label yang digunakan orang tua 1) Usia yang menyulitkan dimana anak sudah tidak lagi menuruti kehendak orang tua dan lebih banyak dipengaruhi oleh temantemannya. 2) Usia tidak rapi, masa dimana anak tidak memperhatikan penampilan dan lingkungannya hingga sering tampak berantakan. 3) Usia bertengkar, masa dimana banyak terjadi pertengkaran dalam keluarga dan suasana rumah tangga tidak lagi menyenangkan bagi seluruh anggota keluarga. b. Label yang digunakan pendidik 1) Usia sekolah dasar, anak diharapkan memperoleh pengetahuan dasar bagi bekal dalam penyesuaian dirinya kelak dewasa dan untuk memperoleh keterampilan tertentu. 43 Akhmad Muhaimin Azzet, Op. Cit., hlm. 31-32. 43 2) Periode kritis dalam dorongan berprestasi, masa dimana anak membentuk kebiasaan untuk mencapai sukses. Perilaku pada masa kanak-kanak mempunyai korelasi yang tinggi dengan perilaku berprestasi pada masa dewasanya. c. Label yang digunakan ahli psikologi 1) Usia berkelompok, masa dimana perhatian anak tertuju pada keinginan diterima oleh teman sebayanya sebagai anggota kelompok. Terutama kelompok yang dipandang bergengsi dimata teman-temannya. 2) Usia penyesuaian diri, anak menyesuaikan diri dengan standar yang disetujui kelompok.44 Selanjutnya Elfi Yuliani Rochmah menambahkan bahwa pada masa ini merupakan usia kreatif. Penelitian mengenai kreativitas menunjukkan bahwa anak-anak yang lebih besar bila tidak dihalangi oleh rintangan lingkungan, oleh kritik, atau cemoohan orang-orang dewasa yang lain, mereka cenderung mengerahkan tenaganya ke dalam kegiatan-kegiatan kreatif. Masa ini juga merupakan usia bermain, yang dimaksud adalah luasnya minat dan kegiatan bermain, bukan karena banyaknya waktu untuk bermain.45 44 Sugeng Sholahudin, Psikologi Perkembangan dalam Perspektif Pengantar (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2008), hlm. 108-109. 45 Elfi Yuliani Rochmah, Psikologi Perkembangan (Jogjakarta: STAIN Ponorogo Press, 2005), hlm. 165. 44 3. Tugas Perkembangan Anak (Kanak-Kanak Akhir) Menurut Havighurst, tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu, yang jika berhasil akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa ke arah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Akan tetapi, kalau gagal, akan menimbulkan rasa tidak bahagia dan kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya.46 Beberapa tugas perkembangan yang dituntut untuk dikuasai pada masa ini adalah: a. Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan Anak pada masa ini senang sekali bermain, untuk itu diperlukan keterampilan-keterampilan fisik. Melalui pertumbuhan fisik dan otak, anak belajar dan berlari semakin stabil, makin mantap dan cepat. b. Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis yang sedang tumbuh dan berkembang. Pada masa ini anak dituntut mengenal dan dapat memelihara kepentingan kesejahteraan dirinya. Dapat memelihara kesehatan dan keselamatan dirinya, menyayangi dirinya, senang berolah raga dan berekreasi untuk menjaga kesehatan diri, memiliki sikap yang tepat terhadap jenis kelamin lain. c. Belajar menyesuaikan diri (bergaul) dengan teman-teman sebayanya 46 Ahmad Juntika Nurihsan dan Mubiar Agustin, Dinamika Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung: PT Refika Aditama, 2011), hlm. 18. 45 Pada masa ini, anak dituntut untuk mampu bergaul, bekerjasama dan membina hubungan baik dengan teman sebaya, saling menolong dan membentuk kepribadian sosial. d. Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya Anak dituntut melakukan peranan-peranan sosial yang diharapkan masyarakat sesuai dengan jenis kelaminnya. e. Belajar keterampilan dasar untuk membaca, menulis, dan berhitung Salah satu sebab masa usia 6-12 tahun disebut masa sekolah, karena pertumbuhan jasmani dan perkembangan rohaninya sudah cukup matang untuk menerima pengajaran. f. Belajar mengembangkan konsep (pengertian) yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari Agar dapat menyesuaikan diri dan berperilaku sesuai dengan tuntutan dari lingkungannya, anak dituntut telah memiliki konsepkonsep yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, baik yang berkenaan dengan pergaulan, pekerjaan, kehidupan keagamaan, dan lain-lain.47 g. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tata tingkatan nilai Pada masa ini, anak dituntut telah mampu menghargai perbuatanperbuatan yang sesuai dengan moral, dapat melakukan kontrol terhadap perilakunya sesuai dengan moral. Juga diharapkan mulai tumbuh 47 Elfi Yuliani Rochmah, Op. Cit., hlm. 71-75 46 pemikiran akan skala nilai dan pertimbangan-pertimbangan yang didasarkan atas kata hati. h. Mengembangkan sikap terhadap kelompok sosial dan lembaga Anak diharapkan telah memiliki sikap yang tepat terhadap lembaga-lembaga dan unit atau kelompok-kelompok sosial yang ada dalam masyarakat. i. Belajar memperoleh kebebasan pribadi Anak dituntut agar dapat menjadi orang yang berdiri sendiri, dalam arti dapat membuat rencana, berbuat untuk masa sekarang dan masa yang akan datang, bebas dari pengaruh orang tua maupun orang lain.48 4. Faktor Pendukung dan Penghambat Penyelesaian Tugas Perkembangan Tugas perkembangan tersebut harus diselesaikan oleh anak ketika menyelesaikan masa anak. Keberhasilan atau kegagalan dalam menguasai tugas-tugas perkembangan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang mendukung maupun yang menghambat. a. Faktor pendukung penyelesaian tugas perkembangan 1) Tingkat perkembangan yang normal 2) Kesempatan-kesempatan untuk mempelajari tugas-tugas perkembangan tersebut dengan arahan dan bimbingan yang tepat 3) Motivasi yang tinggi 4) Kesehatan fisik yang baik dan tidak memiliki ketunaan secara fisik 48 Ibid., hlm. 74-75. 47 5) Tingkat kecerdasan yang memadai 6) kreativitas b. Faktor penghambat penyelesaian tugas perkembangan 1) Tingkat perkembangan yang mundur 2) Tidak mendapat kesempatan yang cukup untuk belajar dan tidak mendapat bimbingan dan arahan yang tepat 3) Tidak ada motivasi 4) Kesehatan yang buruk 5) Cacat tubuh 6) Tingkat kecerdasan yang rendah.49 49 Lusi Nuryanti, Op. Cit., hlm. 53-54.