i. pendahuluan

advertisement
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki luas perairan 3.257.483 km2 dan
daratan seluas 1.922.570 km2 dengan potensi biota laut yang besar (Anonima, 2009).
Berbagai biota laut telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Pemanfaatan sumberdaya perikanan laut dilakukan melalui kegiatan perikanan tangkap.
Total potensi perikanan tangkap Indonesia mencapai 6,5 juta ton. Tingkat pemanfaatan laut
Indonesia mencapai 5,8 juta ton dengan nilai produksi sebesar Rp 99,9 triliun. Kegiatan
perikanan tangkap mampu memberikan dampak ekonomi yang signifikan kepada
masyarakat yang berada di wilayah pesisir (Ditjen Perikanan Tangkap, 2015).
Kabupaten Bekasi memiliki wilayah pesisir yang berbatasan langsung dengan Laut
Jawa dengan panjang pantai 72,5 km. Pantai yang berada di wilayah administrasi Bekasi
yaitu Pantai Muara Gembong, Pantai Muara Beting, dan Pantai Muara Bendera dimana
masing-masing lokasi memiliki tempat pendaratan ikan yaitu PPI Muara Jaya, PPI Muara
Bendera dan PPI Tarumajaya. Kondisi perairan yang tenang di pesisir pantai utara
berpotensi untuk pengembangan usaha budidaya laut (marine culture) dan kegiatan
penangkapan oleh nelayan (Anonimb, 2014).
Produksi ikan hasil tangkapan nelayan Bekasi pada tahun 2015 sebesar 607.844 kg
dengan nilai produksi sebesar Rp 14.8 miliar. Rajungan merupakan hasil tangkapan
terbesar dibandingkan jenis ikan lainnya yang ditangkap olah nelayan. Hasil tangkapan
rajungan mencapai 171.248 kg dengan nilai produksi sebesar Rp 6,7 miliar (Anonimc,
2016). Nelayan menggunakan berbagai alat tangkap untuk memperoleh ikan yang memiliki
nilai ekonomis tinggi. Alat tangkap yang digunakan antara lain pancing, bagan, sero, jaring
insang, pukat udang, dan bubu. Bubu merupakan alat tangkap yang banyak digunakan oleh
nelayan dalam mencari komoditas rajungan.
Bubu merupakan alat tangkap jenis perangkap dengan berbagai variasi jenis dan
bentuk. Bentuk bubu antara lain berupa sangkar (cages), silinder (cylindrical), gendang,
segitiga memanjang, kubah, dan lain-lainnya. Bahan bubu terbuat dari anyaman bambu
1
(bamboo’s splitting or-screen) atau kerangka besi yang dilapisi jaring. Bubu terdiri dari
beberapa bagian yaitu badan (body), mulut (funnel) atau ijeb, pintu (Partosuwiryo, 2002).
Bubu lipat merupakan alat penangkap ikan yang dipasang secara tetap (pasif) di
dalam air. Bubu lipat digunakan untuk menangkap rajungan dalam keadaan segar, hidup,
serta utuh bagian tubuhnya (Adlina et al., 2014). Tahap pengambilan hasil tangkapan bubu
dilakukan setelah pemasangan selama 2-3 hari (Partosuwiryo, 2002). Keberhasilan
penangkapan menggunakan bubu dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti konstruksi bubu,
lama perendaman (soaking time) dan umpan (Septiyaningsih et al., 2013).
Umpan merupakan faktor penting dalam menunjang keberhasilan suatu operasi
penangkapan ikan, khususnya untuk alat tangkap pasif seperti bubu dan pancing (Subani &
Barus, 1989). Alat tangkap bubu menggunakan umpan alami berupa ikan rucah karena
harga murah, mudah diperoleh dan masih memiliki kesegaran yang baik (Ramdani, 2007).
Umpan berperan sebagai salah satu bentuk pemikat (atractant) yang memberikan
rangsangan (stimulus) yang bersifat fisika dan kimia pada proses penangkapan ikan. Baubau yang terlarut di dalam air dapat merangsang reseptor pada organ olfaktorius yang
merupakan bagian dari indera penciuman ikan, sehingga menimbulkan reaksi terhadap ikan
tersebut (Syandri, 1988 cit. Caesario, 2011).
Syarat umpan yang baik yaitu efektif untuk menarik ikan target, ketersediaannya
melimpah, mudah untuk disimpan dan diawetkan, serta harganya murah agar operasi
penangkapan menguntungkan (Slack & Smith, 2001). Salah satu cara pengawetan umpan
yaitu menggunakan metode pengasapan. Asap dapat berperan sebagai bahan pengawet. Zatzat yang ada dalam asap merupakan bahan yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri
bahkan dapat membunuh bakteri. Penggunaan asap cair mempunyai keunggulan yaitu
memberikan aroma asap, ikan menjadi awet dan tidak mudah rusak selama terendam air.
Asap cair digunakan dengan cara disemprot atau dicelupkan (Utomo et al., 2012).
Nelayan menggunakan ikan rucah sebagai umpan yang diletakkan dalam bubu. Ikan
rucah segar yang digunakan sebagai umpan memiliki kelemahan yaitu tidak awet dan cepat
habis oleh organisme pemakan jasad renik. Tidak tahan lamanya umpan dapat
menyebabkan kemampuan untuk memikat ikan memasuki perangkap menjadi rendah. Oleh
karenanya, diperlukan penelitian mengenai penggunaan berbagai jenis umpan yang paling
2
efektif dan efisien dalam kegiatan penangkapan menggunakan alat tangkap bubu sebagai
upaya meningkatkan produktivitas hasil tangkapan.
2. Tujuan
1. Mengetahui komposisi ikan hasil tangkapan bubu lipat.
2. Mengetahui pengaruh penggunaan berbagai umpan terhadap hasil tangkapan bubu
lipat.
3. Kegunaan
Penelitian penggunaan variasi umpan diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai komposisi hasil tangkapan dan perbedaan hasil tangkapan dengan menggunakan
konstruksi bubu lipat. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan
data yang mendukung upaya peningkatan produktivitas hasil perikanan terutama di perairan
Kabupaten Bekasi.
3
Download