Efektivitas Umpan Buatan dalam Penangkapan

advertisement
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Bubu (Traps)
Bubu merupakan alat penangkapan ikan yang pasif (pasif gear). Alat
tangkap ini memanfaatkan tingkah laku ikan yang mencari tempat persembunyian
maupun tertarik oleh umpan yang dipasang pada bubu sebagai atraktan, sehingga
ikan akan terperangkap dalam bubu. Konstruksi bubu dibuat sedemikian rupa,
sehingga ikan yang telah masuk ke dalam bubu tidak dapat melarikan diri
(Gunarso 1985)
Menurut von brandt (2005), perangkap adalah salah satu alat tangkap
menetap yang umumnya berbentuk kurungan, ikan akan dapat masuk dengan
mudah tanpa ada pemaksaan tetapi sulit untuk keluar atau meloloskan diri karena
dihalangi dengan berbagai cara. Pemasangan bubu disesuaikan dengan tingkah
laku ikan. Seperti pada perairan karang maka bubu dipasang setelah itu di atas
bubu di beri karang untuk menyamarkan bentuk bubu. Cara ini merupakan cara
yang tidak ramah lingkungan karena karang-karang yang berada di sekitar
pemasangan bubu digunakan untuk menutupi karang sehingga merusak ekosistem
terumbu karang.
Banyak nelayan menggunakan bubu karena alat tangkap yang satu ini
sangat mudah dioperasikan dan juga bahan yang diperlukan untuk membuat bubu,
harga tidak terlalu mahal. Selain murah dan mudah dioperasikan, hasil tangkapan
bubu ketika diangkat masih dalam keadaan segar bahkan hidup, sehingga ikan
hasil tangkapan memiliki nilai lebih. Selain dapat menangkap ikan-ikan hias yang
ada di perairan karang, bubu juga dapat menangkap ikan-ikan karang konsumsi
yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Bahan bubu ada yang terbuat dari bambu,
besi, jala sintetis dan juga perpaduan antara ketiganya. Di dunia penangkapan
ikan, teknologi penangkapan ikan dengan menggunakan bubu hampir merata pada
skala kecil, skala sedang dan skala besar.
Menurut Martasuganda (2003), penangkapan ikan dengan bubu pada skala
sedang dan besar dilakukan pada daerah lepas pantai dengan kedalaman antara 20
hingga 700 m. pada umumnya penangkapan ikan skala kecil dilakukan pada
perairan pantai yang dangkal dan banyak terdapat karang serta dapat juga
5
dioperasikan pada daerah hutan bakau untuk menangkap kepiting sebagai target
utamanya.
Menurut Martasuganda (2003) ada beberapa alasan utama pemakaian bubu
di suatu daerah penangkapan, yaitu:
1) Adanya pelarangan pengoperasian alat tangkap selain bubu;
2) Topografi daerah penangkapan yang tidak mendukung alat tangkap lain untuk
dioperasikan;
3) Kedalaman daerah penangkapan yang tidak memungkinkan alat tangkap lain
untuk dioperasikan;
4) Biaya pembuatan alat tangkap bubu murah;
5) Pembuatan dan pengoperasian alat tangkap bubu tergolong mudah;
6) Hasil tangkapan dalam keadaan hidup;
7) Kualitas hasil tangkapan baik; dan
8) Hasil tangkapan umumnya bernilai ekonomis tinggi.
2.2 Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Bubu
Suatu kegiatan penangkapan ikan membutuhkan suatu unit penangkapan
ikan. Dalam proses penangkapan ikan menggunakan bubu, unit penangkapan
selain bubu itu sendiri adalah nelayan dan kapal penangkap ikan. Nelayan adalah
sebagai pelaku dalam kegiatan yang berkaitan dengan segala usaha penangkapan
ikan, hewan air maupun tanaman air sedangkan kapal sebagai alat transportasi
untuk menangkap ikan dan untuk mangangkut hasil tangkapan maupun nelayan
itu sendiri.
2.2.1 Kapal
Kapal dibedakan menjadi 2 jenis menurut fungsinya berdasarkan Statistik
Kelautan Perikanan Indonesia, yaitu kapal penangkapan ikan dan kapal
pengangkut (DKP). Pembagian kapal penangkapan ikan dikelompokkan menjadi :
1) Perahu Tanpa Motor (non powered boat);
perahu tanpa motor adalah perahu yang digerakkan tanpa menggunakan motor,
tetapi dengan menggunakan dayung atau layar. Kapal jenis ini biasanya
digunakan untuk penangkapan ikan skala kecil. Bahan untuk pembuatnya ada
yang terbuat dari kayu maupun dari fiber. Dari kayu sendiri ada yang
6
menggunakan satu pohon kemudian dilubangi pada bagian tengahnya dan ada
juga yang terdiri dari beberapa papan kayu.
2) Perahu Motor Tempel (outboard engine); dan
perahu motor tempel adalah kapal atau perahu yang digerakkan menggunakan
tenaga penggerak mesin atau motor yang dipasang pada bagian belakang kapal.
Pada kapal ini biasanya mesin dipasang hanya pada saat operasional saja dan
pada saat selesai operasional mesin akan dilepas dari bagian kapal.
3) Kapal Motor (inboard engine)
pada kapal untuk menyatakan bobot menggunakan nama Gross tonnage
(GT).berdasarkan GT kapal dapat dibedakan mulai dari kapal motor <5 GT,
5<GT<10 hingga >200 GT. Kapal dengan inboard Engine mempunyai ruang
mesin tersendiri tidak seperti kapal motor tempel.
Alat tangkap yang
digunakan pada kapal dengan inboard Engine merupakan alat tangkap dalam
sekala besar untuk menangkap ikan seperti pukat udang, huhate, rawai tuna,
dan sebagainya. Kapal jenis ini pun biasanya digunakan untuk menangkap ikan
yang cukup jauh di laut lepas yang pada operasi penangkapan ikan dibutuhkan
waktu berhari-hari.
Kapal yang biasa digunakan oleh nelayan bubu Kepulauan Seribu adalah
kapal motor dengan kekuatan mesin 18 PK dan panjang sekitar sembilan meter.
Bahan utama yang digunakan didominasi oleh bahan kayu.
2.2.2 Nelayan
Secara umum nelayan adalah orang yang melakukan kegiatan penangkapan
ikan untuk mencukupi keubutuhan hidupnya. Menurut Direktorat Jenderal
Perikanan (2002) dikutip dalam Isnaini (2008), nelayan dapat diklasifikasikan
berdasarkan waktu kerjanya sebagai berikut :
1) Nelayan Penuh, adalah nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk
melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan atau mengumpulkan binatang
air maupun tanaman air lainya.
2) Nelayan sambilan utama, adalah nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya
untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan atau binatang air lainnya
maupun tanaman air lainnya.
7
3) Nelayan sambilan tambahan, adalah neyan yang sebagian kecil waktu kerjanya
digunakan untuk melakukan pekerjaan penangkapan ikan atau binatang air
lainnya maupun tanaman air lainnya.
Nelayan di daerah Kepalauan Seribu yang melakukan kegiatan penangkapan
ikan menggunakan bubu tambun hanya berjumlah satu orang saja setiap kapalnya
(Susanti 2005). Waktu tempuh menuju daerah fishing ground hanya berkisar
antara lima belas menit hingga satu jam saja, hal ini karena sebagian masyarakat
nelayan Kepulauan Seribu menggunakan parahu motor bermesin 5 hingga 18 PK
untuk melakukan operasi penangkapan ikan.
2.2.3 Umpan
Umpan merupakan salah satu parameter keberhasilan alat tangkap bubu
dalam menangkap ikan maupun crustacea. Pada dasarnya ikan tertarik terhadap
umpan kemudian ikan masuk ke dalam bubu dan setelah ikan masuk ke dalam
bubu maka ikan tidak akan dapat keluar dari bubu. Asalnya umpan terbagi
menjadi dua jenis, yaitu umpan buatan (artificial bait) dan juga umpan alami
(natural bait). Namun saat ini nelayan lebih banyak mengunakan umpan alami
seperti ikan rucah dan bulu babi. Sebenarnya ikan rucah yang digunakan dapat
diolah menjadi ikan asin untuk meningkatkan nilai ekonomisnya, sehingga
penggunaan umpan buatan dapat menggantikan ikan rucah yang biasa digunakan
oleh nelayan. Umpan merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh yang
besar terhadap keberhasilan dalam usaha penangkapan, baik masalah jenis umpan,
sifat dan cara pemasangan (Sadhori, 1985, dikutip dalam Indrawati, 2010).
Syarat umpan yang baik (Djatikusumo, 1975 dikutip dalam Piterurbinas, 2000)
1) Tahan lama artinya tidak mudah busuk;
2) Mempunyai ukuran yang memadai;
3) Harga terjangkau;
4) Mempunyai bau yang spesifik yang dapat merangsang;
5) Mempunyai warna yang mudah dilihat; dan
6) Disenangi oleh ikan yang menjadi tujuan penangkapan.
Beberapa pertimbangan dalam menentukan alternatif terhadap jenis ikan
sebagai umpan ( Leksono, 1983 dikutip dalam Riyanto 2008) yaitu:
1) Umpan harus dapat digunakan pada alat tangkap yang telah ada;
8
2) Umpan dapat memenuhi selera ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan;
3) Umpan mudah didapat dalam jumlah jumlah banyak serta kontinuitas yang
baik;
4) Lokasi sumberdaya relatif dekat serta mudah dalam penanganannya; dan
5) Biaya pengadaan murah.
Faktor penentu keberhasilan proses penangkapan ikan dengan menggunakan
umpan salah satunya adalah kandungan kimia yang ada dalam umpan. Perbedaan
jumlah hasil tangkapan bisa disebabkan oleh jenis umpan yang berbeda, hal
tersebut disebabkan karena bau yang dikeluarkan oleh kandungan kimia dari
umpan tersebut. Bau yang dikeluarkan oleh suatu umpan berdasarkan kandungan
asam amino yang merupakan bagian dari rangkaian protein (Taibin 1984 dikutip
dalam Riyanto 2008).
2.3 Umpan alami
Umpan alami adalah umpan yang berasal dari alam. Umpan alami yang
digunakan dalam penelitian ini adalah bulu babi. Penggunaaan bulu babi sebagai
umpan karena kelimpahan bulu babi di wilayah Kepulauan Seribu sangat
berlimpah dan mudah didapatkan. Bagian bulu babi yang digunakan untuk umpan
biasanya pada bagian gonadnya. Setelah bulu babi dihancurkan maka bau yang
menyengat akan keluar dar bagian dalam bulu babi tersebut. Efektivitas yang
diberikan oleh umpan alami sebesar 55,43 %, nilai tersebut menunjukkan bahwa
bulu babi sebagai umpan alami sudah cukup efektif karena nilainya sudah diatas
50,00 % (Riyanto 2008). Gambar umpan alami dari bulu babi dapat dilihat pada
Lampiran 4.
2.3.1 Umpan B (arginin dan leusina)
Pada mamalia, arginin termasuk ke dalam asam amino esensial. Asam
amino ini merupakan asam amino yang paling umum, sedangkan leusina paling
banyak
pada kandungan protein yang diperlukan dalam perkembangan dan
pertumbuhan. Leusin berperan dalam menjaga perombakan dan pembentukan
protein otot.
9
Tabel 1 Nilai arginin dan leusin hasil uji
Umpan
Komposisi Kimia
Arginin
Arginin hasil uji
Leusin
Leusin hasil uji
Persentase (%)
A (1)
0.225
0.325
0.249
0.762
Tebel di atas adalah hasil pengujian dari penelitian sebelumnya pada skala
laboratorium (Indrawati 2010).
King (1991) menjelaskan bahwa umpan pada bubu dan perangkap
digunakan untuk menangkap ikan dan crustacea. Pada dasarnya ikan akan tertarik
oleh umpan yang terpasang pada bubu, kemudian ikan akan masuk kedalam bubu
melalui mulut bubu dan ikan tidak bisa lagi melarikan diri. Dengan menentukan
kandungan asam amino, arginia dan leusia maka dapat menangkap ikan yang
diharapkan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Komposisi umpan buatan yang
berbeda maka ikan hasil tangkapan yang tertangkap pada bubu juga akan berbeda.
Engas dan Lokkerborg, (1994) menyatakan bahwa pada penangkapan ikan
dengan menggunakan umpan buatan, rangsangan kimia terhadap pola makan ikan
akan menurun seiring dengan hilangnya asam amino pada umpan. Umpan yang
mengandung asam amino diidentifikasikan dapat menjadi stimulus dan atraktor
makan pada ikan dan crustacea. Menurut pendapat Hansen dan Reutter (2004)
bahwa ikan predator (buas) yang memakan makanan yang tidak hidup (umpan)
menggunakan sistem penciuman mereka untuk dapat merangsang makan dan
dapat membedakan stimuli asam amino. Gampar umpan buatan B (arginin dan
leusin) dapat dilihat pada Lampiran 4.
2.3.2 Umpan C (minyak ikan)
Umpan C yang digunakan dalam penelitian ini adalah umpan yang terbuat dari
tepung ikan, minyak ikan,tepung terigu, dan tepung tapioka. Pada Penelitian
Sebelumnya dengan menggunakan umpan dari tepung ikan , minyak ikan,tepung
terigu, dan tepung tapioka dan memberikan jumlah hasil tangkapan yang cukup
banyak dan manghasilkan nilai efektivitas dari umpan alami sebesar 44,60 %
(Riyanto 2008). Komposisi umpan C (minyak ikan) dapat dilihat pada Tabel 2.
10
Tabel 2 Komposisi umpan C (minyak ikan)
No
1
2
3
4
Komposisi Bahan
Minyak Ikan
Tepung Ikan
Tepung Terigu
Tepung Tapioka
Total berat (gram)
Jumlah (gram)
35
1
13
39
100
Menurut Riyanto (2008) formulasi umpan buatan dengan minyak ikan yang
efektif dalam penangkapan ikan karang konsumsi adalah dengan kandungan
minyak ikan sebesar 35%. Gampar umpan C (minyak ikan)dapat dilihat pada
Lampiran 4.
2.4 Efektivitas Umpan
Efektivitas adalah tingkat pencapaian hasil yang telah dicapai terhadap suatu
tujuan. Gibson et al. (1990) menerangkan bahwa hasil yang telah dicapai atau
didapatkan dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dinyatakan
dalam persen. Efektivitas dapat pula diartikan bahwa hasil yang diharapkan sesuai
dengan hasil yang didapatkan. Efektivitas alat tangkap adalah suatu kemampuan
alat untuk mendapatkan hasil tangkapan yang optimum sesuai dengan tujuan
penangkapan.
Efektivitas alat tangkap secara umum tergantung pada beberapa faktor,
antara lain: parameter pada alat tangkap itu sendiri (rancang bangun dan
konstruksi), pola tingkah laku ikan, ketersediaan atau kelimpahan ikan dan
kondisi oseanografi. Efektivitas suatu alat tangkap dan efisiensi cara operasi
dapat mempengaruhi hasil tangkapan suatu alat tangkap (Fridman 1988).
Pengetahuan tentang tingkah laku ikan akan sangat membantu dalam
keberhasilan penangkapan ikan. Respon ikan karang terhadap alat tangkap pasif
dapat secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung adalah ikan tertarik
dengan bentuk fisik bubu maupun warna bubu, Mawardi (2001) menerangkan
bahwa secara tidak langsung ikan tertarik dengan adanya umpan di dalam bubu.
Download