Oleh karena itu, kinerja dapat diartikan sebagai hasil pencapaian dari tujuan yang telah direncanakan. Kinerja seorang karyawan menjadi penting bagi suatu perusahaan, karena kinerja karyawan tersebut merupakan sumbangan bagi tercapainya tujuan perusahaan. b. Elemen Penilaian Kinerja Menurut Dale Furtwengler (2002:1), elemen-elemen penilaian kerja mencakup: 1) Perbaikan kinerja, kinerja diukur dalam hal kecepatan, kualitas, layanan, nilai. Ukuran tersebut dan ukuran lainnya menjadi semakin penting dalam mencapai dan mempertahankan keunggulan bersaing. 2) Pengembangan karyawan, karyawan harus memiliki keterampilan yang diperlukan untuk mengkonversikan sasaran tersebut ke dalam realitas. pada dunia yang maju ini, sangatlah sulit bagi karyawan menepati deadline dan mengevaluasi kebutuhan mereka akan pengembangan keterampilan. 3) Kepuasan kerja karyawan, ciri-ciri karyawan yang bahagia adalah lebih besar kemungkinannya untuk betah bekerja pada perusahaan tersebut, absen lebih sedikit dibandingkan dengan karyawan yang tidak bahagia, jarang mengeluh, menyelesaikan pekerjaannya dalam waktu yang lebih cepat, menghasilkan pekerjaan yang berkualitas tinggi, mencari cara untuk meningkatkan efektivitasnya. 4) Keputusan kompensasi, beberapa faktor yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan program kompensasi insentif yaitu: sasaran yang 11 ditetapkan dengan jelas dan dikomunikasikan dengan baik, persetujuan mengenai cara menghitung insentif dan menentukan kapan insentif tersebut akan dibayarkan, sistem umpan balik yang mencegah kejutan yang tidak menyenangkan. 5) Keterampilan berkomunikasi, keterampilan berkomunikasi pada karyawan harus ditingkatkan. Hal yang perlu diamati dalam meningkatkan keterampilan berkomunikasi kelengkapan komunikasi pada mereka, karyawan adalah kemampuan bagaimana mereka untuk mendengarkan pada waktu berkomunikasi, hormat pada orang, gaya komunikasi yang dipergunakan (diktator, kooperatif, patuh atau parental), pengaruh suasana hati mereka terhadap komunikasi mereka dan nada komunikenya. Simamora (2004:353), menyatakan bahwa kinerja karyawan sesungguhnya dinilai atas lima dimensi: 1) Mutu Buruk Menengah Sangat baik Buruk Menengah Sangat baik Buruk Menengah Sangat baik Buruk Menengah Sangat baik Buruk Menengah Sangat baik 2) Kualitas 3) Penyelesaian Proyek 4) Kerjasama 5) Kepemimpinan 12 Berkaitan dengan pengukuran diatas Tohardi (2002:255), mengajukan unsur-unsur yang dinilai meliputi: kesetiaan (loyalitas), tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa, daerah organisasi. Tidak semua kreteria pengukuran kinerja dipakai dalam suatu penilaian karyawan dimana hal ini harus disesuaikan dengan jenis pekerjaan. c. Standar Kinerja Standar kinerja menjelaskan kuantitas dan kualitas kinerja yang diharapkan dalam tugas-tugas dasar yang ditetapkan sebelumnya dalam deskripsi pekerjaan. Menurut Simamora (2004:147), ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam menetapkan standar kinerja antara lain: 1) Standar kinerja harus relevan dengan individu dan organisasi. 2) Standar kinerja harus stabil dan dapat diandalkan. 3) Standar kinerja harus dapat membedakan antara pelaksanaan pekerjaan yang baik, sedang dan buruk. 4) Standar kinerja harus dinyatakan dalam angka. 5) Standar kinerja harus mudah diukur. 6) Standar kinerja harus mudah dipahami oleh karyawan dan penyelia. 7) Standar kinerja harus mudah ditafsirkan, sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda. 13 d. Fungsi dan Tujuan Standar Kinerja Simamora (2004:149), mengemukakan bahwa standar kinerja mempunyai dua fungsi yaitu: 1) Menjadi tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran dari upaya karyawan. Jika standar telah dipenuhi maka karyawan akan merasa adanya pencapaian dan penyelesaian. 2) Standar kinerja merupakan kreteria pengukuran kesuksesan sebuah pekerjaan. Tanpa adanya standar tidak ada sistem pengendalian yang dapat mengevaluasi kinerja karyawan. Standar kinerja karyawan memiliki tujuan sebagai berikut: 1) Membentuk pedoman-pedoman terhadap kinerja aktual. Hal ini berfaedah bagi orang yang menduduki jabatan tersebut dan atasannya dapat mengevaluasi kinerja orang tersebut. 2) Meningkatkan motivasi dan komitmen. Jika penyelia dan karyawan bekerja sama untuk membuat standar-standar kinerja, partisipasi karyawan dapat memberikan kontribusi bagi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan akan afiliasi, pangakuan, dan otonomi. 2.1.2 Komunikasi a. Pengertian komunikasi Pelaksanaan aktivitas perusahaan yang dilakukan sehari-hari tidak akan dapat dilepaskan dari proses komunikasi. Proses komunikasi merupakan proses pemberian informasi-informasi dari pimpinan kepada karyawan, karyawan kepada 14 pimpinan maupun antar karyawan dalam perusahaan itu demi tercapainya tujuan perusahaan. Menurut Wiryawan dan Noodhadi dikutip Torhadi (2002:351), menyatakan bahwa: 1) Komunikasi dapat dipandang sebagai proses penyampaian informasi. Dalam pengertian ini, keberhasilan komunikasi sangat tergantung dari penguasaan materi dan pengaturan cara-cara penyampaiannya sedangkan pengirim dan penerima pesan bukan merupakan komponen yang menentukan. 2) Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan dari seorang kepada orang lain. Pengertian ini secara implicit menempatkan pengirim pesan sebagai penentu dalam keberhasilan, sedangkan penerima pesan dianggap obyek yang pasif. Gorda (2004:163), menyatakan bahwa komunikasi merupakan suatu proses penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain dengan harapan timbul kesamaan pengertian dan persepsi, kemudian untuk diarahkan kepada suatu tindakan tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Berdasarkan pengertian-pengertian yang dikemukakan diatas dapat dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain dengan tujuan untuk dapat saling mengerti dalam usaha pencapaian tujuan organisasi. 15 Beberapa unsur pokok dalam komunikasi (Tohardi, 2002:323), antara lain: 1) Komunikator, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang menyampaikan pikirannya atau perasaannya kepada orang lain. 2) Pesan, yaitu lambang yang membawakan pikiran atau perasaan komunikator. 3) Komunikan, seseorang atau sejumlah orang yang menjadi sasaran komunikator saat menyampaikan pesan. 4) Media, yaitu sarana untuk menyalurkan pesan-pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. 5) Efek, yaitu tanggapan responden reaksi dari komunikan ketika ia menerima pesan dari komunikator atau efek adalah akibat dari proses komunikasi. b. Hambatan-hambatan komunikasi Menurut (Gorda, 2004:220), komunikasi dalam perusahaan adalah vital, akan tetapi komunikasi sering kurang efektif karena dengan beberapa hambatan, antara lain: 1) Struktur organisasi, pemekaran struktur organisasi menyebabkan semakin banyak jenjang organisasi yang harus dilalui dalam berkomunikasi sehingga akan menyebabkan informasi mengalami berbagai interpretasi sering menyimpang atau berbeda dengan arti dan maknanya semula. 16 2) Spesialisasi, menjadi sumber timbulnya hambatan komunikasi yang efektif karena karyawan cenderung bersifat individualitas dan memisahkan diri satu dengan yang lain. 3) Ketidakjelasan informasi, akan menimbulkan salah pengertian antara pemberi informasi (komunikor) dengan penerima informasi (komunikan). 4) Waktu, ketepatan dalam penyampaian informasi sangat mempengaruhi persepsi penerima, dimana diwaktu yang tidak tepat menyampaikan informasi maka akan mengganggu konsentrasi komunikasi dan menyebabkan perbedaan persepsi. 5) Kesenjangan, terjadinya kesenjangan yang tinggi antara komunikator dengan komunikan menyebabkan terjadinya kekakuan dalam proses komunikasi sehingga efektifitas pelaksanaan komunikasi terganggu. 6) Tingkat kepercayaan, komunikan kurang mempercayai komunikator akan menyebabkan kurang efektifnya proses komunikasi dalam perusahaan. 7) Egoistis, sifat orang-orang yang menonjolkan sifat egoistisnya akan cenderung memunculkan situasi ketegangan dan konflik dalam perusahaan sehinggga akan menganggu stabilitas perusahaan. 8) Tidak Konsisten, tidak konsistennya informasi yang disampaikan menyebabkan kebingungan dikalangan karyawan di dalam melaksanakan berbagai kegiatan sesuai dengan ruang lingkup tugas dan tanggung jawab. 17 c. Pentingnya Komunikasi Sebuah perusahaan tidak mungkin tanpa komunikasi. Adanya komunikasi orang akan memperoleh informasi, masukan dan bahkan instruksi. Perusahaan akan runtuh disebabkan karena ketiadaan komunikasi. Berikut adalah gambar dimana semua tindakan pimpinan melewati leher botol komunikasi. Gambar 2.1 Tindakan Pimpinan Melewati Leher Botol Komunikasi. Manajer Perencanaan Pengoperasian Pengaturan staf Pengarahan Pengendalian Komunikasi Kelompok kerja Kinerja karyawan Sumber : Devis & Newstrom, 1985 Pada Gambar 2.1 ditinjau dari sudut pandang manajemen, semua tindakan pimpinan harus melewati leher botol komunikasi. Semua gagasan besar manajemen hanya merupakan pikiran dari belakang meja sampai manajer dapat menerapkannya melalui komunikasi. Rencana manajer boleh jadi yang terbaik di dunia, tapi apabila tidak dapat dikomunikasikan dengan baik maka rencana itu tidak berharga. Apabila komunikasi efektif akan dapat mendorong timbulnya kinerja yang lebih baik. d. Pedoman Komunikasi Efektif Gorda (2004:223), menyatakan bahwa ada beberapa hal yang harus diperhatikan dikalangan manajer di dalam berkomunikasi dengan orang lain, 18 termasuk para karyawannya sebagai upaya membina komunikasi yang efektif, antara lain: 1) Manajer puncak memandang penting komunikasi, keberhasilan proses komunikasi di dalam perusahaan, amat tergantung dari dukungan dan perhatian manajer puncak. 2) Manajer mambangun komunikasi dua arah, model komunikasi dua arah akan menciptakan suasana rasa saling percaya di antara menajer dan karyawan, antara manajer dan manajer, dan antara karyawan itu sendiri. 3) Manajer memanfaatkan umpan balik, memanfaatkan umpan balik, akan membangun sikap dan prilaku karyawan seperti rasa ikut memiliki dan rasa bertanggung jawab. 4) Manajer mengambangkan komunikasi bernuansa empati, pihak manajer (komunikator) berupaya untuk merumuskan pesan dengan bahasa sederhana sesuai dengan kondisi komunikan. 5) Manajer lebih menekankan komunikasi tatap-muka, akan membangun saling pengertian antara komunikator dengan komunikan terhadap berbagai salah pengertian. 6) Manajer mampu membangun tanggung jawab bersama, komunikasi yang efektif akan mampu dibangun di dalam suatu perusahaan bila manajer puncak mengembangkan atau membangun tanggung jawab bersama dalam proses komunikasi. 19 e. Jenis-jenis Komunikasi 1) Jenis-jenis Komunikasi Handoko (2001:89), menyatakan bahwa jenis komunikasi ditinjau dari sifatnya ada dua yaitu komunikasi formal dan komunikasi informal. a) Komunikasi formal terjadi berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam suatu organisasi yang berupa komunikasi verbal termasuk juga komunikasi horizontal. b) Komunikasi informal adalah komunikasi yang dilaksanakan tidak berdasarkan atas ketentuan-ketentuan dalam struktur organisasi atau peraturan yang berlaku di lingkungan organisasi. Bentuk komunikasi antara lain sebagai berikut: a) Komunikasi vertikal, adalah komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas atau komunikasi dari pimpinan ke bawahan atau dari bawahan ke pimpinan secara timbal balik. b) Komunikasi horisontal, adalah komunikasi secara mendatar misalnya komunikasi antara karyawan dengan karyawan dan komunikasi ini sering kali berlangsung tidak formal yang berlainan dengan komunikasi vertikal yang terjadi secara formal. c) Komunikasi diagonal, adalah komunikasi yang sering kali juga dinamakan komunikasi silang yaitu komunikasi dalam organisasi antara seseorang dengan orang lain yang satu dengan yang lainnya berbeda dalam kedudukan dan bagian. 20 2.1.3 Konflik a. Pengertian konflik Hampir setiap hari kita menyaksikan, membaca dan bahkan mungkin mengalami sendiri situasi konflik dengan berbagai akibat baik bagi diri sendiri, kelompok, ataupun organisasi. Banyak para ahli maupun pemerhati perilaku organisasi, berpendapat bahwa baik organisasi bisnis maupun non-bisnis tidak lepas dari konflik bahkan eksistensi konflik dalam organisasi dikatakan telah membudaya. Menurut Gorda (2004:224), konflik pada dasarnya merupakan proses batin yang diliputi kegelisahan, kewas-wasan karena adanya pertentangan atau perbedaan yang tak terkendali antara dua orang atau lebih. b. Penyebab terjadinya konflik Menurut Handoko (2000:345), secara ringkas penyebab terjadinya konflik sebagai berikut: 1) Komunikasi, salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti, atau informasi yang mendua dan tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak konsisten. 2) Struktur, pertarungan kekuasaan antar departemen dengan kepentingankepentingan atau sistem penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber-sumber daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok-kelompok kegiatan untuk mencapai tujuan mereka. 21 3) Pribadi, ketidaksesuaian tujuan atau nilai-nilai sosial pribadi karyawan dengan perilaku yang diperankan pada jabatan mereka dan perbedaan dalam nilai-nilai atau persepsi. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penyebab timbulnya konflik antara lain dikarenakan adanya kesalahan komunikasi, perbedaan tujuan dan perbedaan persepsi mengenai keterbatasan sumber daya yang ada dalam organisasi. c. Akibat Konflik Menurut Hasibuan (2003:200), akibat dari konflik karyawan bagi perusahaan ada dua yaitu akibat baik dan akibat buruk. Akibat baik (positif) dari konflik adalah sebagai berikut: 1) Evaluasi diri atau intropeksi diri demi kemajuan. 2) Moral kerja atau prestasi kerja yang akan meningkat. 3) Mengembangkan diri demi kemajuan karena dorongan persaingan. 4) Memotivasi dinamika organisasi dan kreativitas karyawan. Sedangkan akibat buruk (negatif) konflik karyawan sebagai berikut: 1) Kerjasama kurang serasi dan harmonis diantara para karyawan. 2) Memotivasi sikap-sikap emosional karyawan. 3) Menimbulkan sikap apriori karyawan. 4) Meningkatkan absen dan turnover karyawan. 5) Kerusakan produksi dan kecelakaan semakin meningkat. 22 d. Proses Konflik Gambar 2.2 Proses Konflik Tahap I Oposisi Potensial Tahap II Kognisi & Personalisasi Tahap III Prilaku Dirasakan sebagai konflik Tahap II Hasil Peningkatan kinerja kelompok Kondisi awal : - Komunikasi - Struktur - Faktor pribadi Pemindahan Konflik Penurunan kinerja kelompok Konflik nyata Dianggap sbg konflik prilaku : - Kompetisi - Kolaborsi - Akomodasi - Penghindaran - Kompromi Sumber : Stephen P Robbins, 2002 Berdasarkan Gambar 2.2 dapat dilihat proses atau tahap konflik karyawan. 1) Tahap I Potensial, merupakan tahap pertama yang menyebabkan konflik antara lain komunikasi, struktur, dan faktor pribadi. 2) Tahap II Kognisi dan Personalisasi, Kondisi awal dapat mengarah pada terjadinya konflik hanya jika satu pihak atau lebih dipengaruhi dan dikognisasi oleh konflik tersebut. 3) Tahap III Prilaku, merupakan tahap dimana prilaku penanganan konflik paling banyak dimulai. 4) Tahap IV Hasil, Kondisi saling mempengaruhi antara prilaku konflik yang nyata dengan prilaku penanganan konflik yang menghasilkan konsekuensi. Hasilnya bisa menjadi fungsional atau bisa juga menjadi disfungsional. 23 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Pertama, penelitian yang terkait dengan penelitian sekarang ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Gama Lisa Agustina (2007) yang berjudul Pengaruh Komunikasi, Manajemen Konflik, dan Manajemen Stres terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Bank Jatim di Jawa Timur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh signifikan secara parsial maupun simultan antara variabel komunikasi, manajemen konflik, dan manajemen stres terhadap kinerja karyawan, serta untuk mengetahui variabel manakah yang memiliki pengaruh dominan terhadap kinerja karyawan di PT. Bank Jatim di Jawa Timur. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan antara variabel bebas X1 (komunikasi), X2 (Manajemen Konflik), X3 (Manajemen Stres) dengan variabel terikat yaitu kinerja karyawan (Y). Hal ini ditandai dengan adanya nilai koefesien korelasi atau nilai R yang diperoleh sebesar 0,726 tanda positif dari nilai R berarti variabel bebas tersebut mempunyai hubungan searah dengan variabel terikatnya. Variabel komunikasi mempunyai pengaruh dominan terhadap kinerja karyawan PT. Bank Jatim di Jawa Timur. Hal ini dapat diketahui dari nilai koefesien tertinggi variabel tersebut yaitu 0,496, yang paling besar diantara variabel bebas lainnya. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh I Gede Eka Cipta Ariawan (2005) yang berjudul Pengaruh Komunikasi dan Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan pada Kantor Pusat PT. Bank Perkreditan Rakyat Kapal Basak Pursada. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh komunikasi dan kepemimpinan baik secara parsial maupun simultan, serta untuk mengetahui 24 variabel mana yang lebih dominan mempengaruhi kinerja karyawan pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Kapal Basak Pursada. Dari penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan baik secara simultan maupun parsial variabel komunikasi (X1) dan kepemimpinan (X2) berpengaruh terhadap kinerja karyawan pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Kapal Basak Pursada. Hal ini ditandai dengan adanya nilai koefesien korelasi atau nilai R yang diperoleh sebesar 0,792 tanda positif dari nilai R berarti variabel bebas tersebut mempunyai hubungan searah dengan variabel terikatnya. Variabel kepemimpinan mempunyai pengaruh dominan terhadap kinerja karyawan PT. Bank Perkreditan Rakyat Kapal Basak Pursada. Hal ini dapat diketahui dari nilai koefesien tertinggi variabel tersebut yaitu 0,602, yang paling besar diantara variabel bebas lainnya. Ketiga penelitian dari Primidya Kartika Miranda yang berjudul Corporate Communication dan Corporate Image (2001). Penelitian ini mengemukakan bahwa paradigma pemasaran di era modern yang telah bergeser dari pemasaran tradisional/pemasaran produk ke pemasaran organisasi atau perusahaan (corporate marketing). Semakin beragam pilihan dasar pasar produk membuat perusahaan harus lebih menekankan pentingnya reputasi dan image untuk mempertahankan kekompetitifan posisinya dan secara lebih spesifik lagi. Reputasi dan image terhadap perusahaan menjadi penting karena masih banyak orang yang lebih mengandalkan kepada siapa yang menyampaikan dan bukan pada apa yang disampaikan. Penggambungan keduanya –siapa dan apa- kedalam satu kemasan terpadu, melalui program corporate marketing, akan memberikan sinergi yang sangat kuat bagi kinerja perusahaan. Corporate communication merupakan salah 25 satu alat dalam corporate marketing untuk menciptakan corporate image tertentu dimata pihak-pihak yang memiliki hubungan dan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan. 2.3 Rumusan Hipotesis Berdasarkan landasan teori dan penelitan sebelumnya, maka dapat dinyatakan rumusan hipotesis sebagai berikut : a. Komunikasi dan konflik karyawan secara simultan berpengaruh terhadap kinerja karyawan pada PT. Adhara Bali Medika Denpasar. b. Komunikasi dan konflik karyawan secara parsial berpengaruh terhadap kinerja karyawan pada PT. Adhara Bali Medika Denpasar. c. Komunikasi lebih besar pengaruhnya terhadap kinerja karyawan pada PT. Adhara Bali Medika Denpasar. 26