Pengaruh Pemberian Pepton terhadap Perkecambahan Biji

advertisement
Pengaruh Pemberian Pepton terhadap Perkecambahan Biji
Phalaenopsis amboinensis J. J. Sm. secara In Vitro
Dini Andayani, Edy Setiti Wida Utami, dan Hery Purnobasuki.
Prodi S-1 Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Airlangga, Surabaya
Abstract
The aims of this study were to determine: (1) the effect of peptone with
variation concentrations on seeds germination of Phalaenopsis amboinensis J. J.
Sm.; (2) which concentration of peptone that the best for P. amboinensis J. J. Sm.
seeds’ germination. Seeds were obtained from Lawang, Malang. This research is
an experimental research. There were 4 treatment groups based on the
concentration of peptone added to the VW medium: control group or without
peptone, group with peptone’s concentration 1 g/L, peptone’s concentration 2 g/L,
and peptone’s concentration 3 g/L. Each treatment has been repeated 5 times,
where in each repetition 30 seeds have been taken to be observed. Germination of
seeds being observed once every 2 week for 10 weeks by damaging the sample
(destruction). Data collected in this research were number and broad of
germinated seeds. Obtained data has been statistically tested using ANOVA and
proceeded with Duncan test. The result of this study suggested that peptone given
with different concentrations could enhanced the number and growth of embryos
that germinated significantly, peptone’s concentration 3 g/L gave the best result.
The number of germinated embryos reached 74.7% and the broad reached
425.327 μm2.
Keywords: Phalaenopsis amboinensis J. J. Sm., peptone, germination, broad.
Pendahuluan
Orchidaceae merupakan salah satu famili dalam sub divisi Angiospermae
yang anggotanya cukup banyak, meliputi 700 genus dan 25.000 spesies
(Bhattacharyya & Johri, 1998). Lima ribu diantara spesies tersebut terdapat di
Indonesia, namun keberadaannya terancam punah karena adanya perusakan
habitat dan kebakaran hutan (Indarto, 2011). Phalaenopsis amboinensis J. J. Sm.
merupakan salah satu anggrek endemik Indonesia khususnya di pulau Maluku dan
Sulawesi (Mogea, et al. 2001). Anggrek ini termasuk dalam appendiks I CITES
karena kelestariannya yang semakin terancam (Indarto, 2011).
Perbanyakan anggrek di alam memiliki persentase keberhasilan yang kecil.
Hal ini disebabkan oleh tidak adanya endosperm yang berfungsi sebagai cadangan
makanan di dalam embrio (Bhadra & Hossain, 2003). Biji hanya mengalami
perkecambahan jika jatuh di media yang tepat (Indarto, 2011). Metode kultur
jaringan bisa membantu proses perkecambahan biji anggrek. Dari kultur jaringan,
nutrisi yang dibutuhkan oleh embrio untuk tumbuh telah tersedia melalui media
yang diberikan.
Penambahan zat-zat organik di dalam media kultur jaringan memberikan
pengaruh terhadap perkecambahan biji anggrek (Arditti, 1979). Dalam penelitian
ini digunakan pepton sebagai zat organik tambahan. Pepton memiliki kandungan
yang kompleks dan mampu mempengaruhi perkecambahan serta pertumbuhan biji
anggrek. Hal ini telah terbukti pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
oleh Kaur dan Bhutani (2012) terhadap perkecambahan biji Cymbidium pendulum
(Roxb.) Sw., Sinha dan Roy (2004) terhadap perkecambahan biji Vanda teres
(Roxb.) Lindl., dan Hossain (2008) terhadap perkecambahan biji Epidendrum
ibaguense Kunth. Penambahan pepton ke dalam media VW diharapkan mampu
meningkatkan perkecambahan biji P. amboinensis J. J. Sm. secara in-vitro.
Bahan dan Metode
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan,
Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga,
Surabaya. Pelaksanaan penelitian ± 3 bulan, dimulai pada bulan Mei hingga Juli
2012.
Bahan hayati yang digunakan pada penelitian ini berupa biji dari buah P.
amboinensis J. J. Sm. yang diperoleh dari Malang dan telah berumur 4 bulan
setelah polinasi. Bahan kimia yang digunakan berupa bahan-bahan kimia
penyusun media VW (Vacin dan Went) dan pepton. Buah disterilisasi
menggunakan alkohol 70% dan api Bunsen. Media dan alat (botol kultur, pinset,
scalpel, Erlenmeyer, Petridish, Beaker glass, dan spatula) disterilisasi
menggunakan autoclave pada suhu 121oC, tekanan 1 atm. Penebaran biji pada
media dilakukan di dalam LAF (Laminar Air Flow) dalam keadaan yang steril.
Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental laboratoris.
Rancangan penelitiannya menggunakan rancangan acak lengkap (RAL).
Pengamatan dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Pengamatan kualitatif
berupa pengamatan tahapan-tahapan perkembangan embrio, sedangkan untuk
pengamatan secara kuantitatif dilakukan pengukuran luas dan penghitungan
jumlah embrio yang berkecambah pada minggu ke 2, 4, 6, 8, dan 10. Luas embrio
dihitung menggunakan rumus luas elips yaitu, L= π a b (Houston, 1948). Pada
penelitian ini digunakan 4 perlakuan, yaitu kontrol, pepton 1 g/L, 2 g/L, dan 3
g/L. Setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Data yang didapat kemudian diuji
dengan ANOVA (α = 0,05). Data selanjutnya diuji menggunakan uji Duncan.
Hasil dan Pembahasan
Data penelitian berupa jumlah dan luas biji yang berkecambah, serta
tahapan-tahapan perkembangan embrio dari minggu ke-2 hingga minggu ke-10
disajikan dalam diagram batang, tabel, dan gambar. Dari gambar 1 terlihat bahwa
perkecambahan biji terjadi sejak minggu ke-2 setelah tebar, yaitu pada perlakuan
pepton 1 g/L dan 3 g/L. Biji pada perlakuan dengan konsentrasi pepton 2 g/L
berkecambah pada minggu ke-4, sedangkan biji pada kontrol baru berkecambah
pada minggu ke-6. Hal tersebut menunjukkan bahwa tanpa pemberian pepton
(kontrol) biji tetap mampu berkecambah, namun dengan pemberian pepton
perkecambahan mampu terjadi lebih cepat dengan jumlah biji yang berkecambah
lebih banyak.
Jumlah Berkecambah (%)
90
80
70
60
50
Kontrol
40
Pepton 1 g/L
30
Pepton 2 g/L
20
Pepton 3 g/L
10
0
2
4
6
8
10
Waktu Pengamatan (Minggu ke-)
Gambar 1.
Diagram batang jumlah biji P. amboinensis J. J. Sm. yang
berkecambah dengan pemberian berbagai konsentrasi pepton setiap
2 minggu selama 10 minggu.
Pepton mampu mempercepat terjadinya perkecambahan dan pertumbuhan
biji
anggrek
karena
mengandung
zat-zat
yang
mampu
menginduksi
perkecambahan biji anggrek, yaitu ammonium nitrogen, asam aspartat, glisin
(Raghavan dan Torrey, 1964), amida nitrogen (Hossain, 2008), triptofan (Arditti,
1967b), piridoksin, biotin (Mead dan Bulard, 1979 dalam Hossain, 2008; Withner,
1959 dan Arditti, 1967 dalam Pierik, et al., 1988; Arditti, 1992), thiamin (Mead
dan Bulard, 1979 dalam Hossain, 2008; Arditti dan Harrison, 1977 dalam Islam,
et al., 2011; Arditti, 1992 ), asam nikotinat (Mead dan Bulard, 1979 dalam
Hossain, 2008; Withner, 1959 dan Arditti, 1967 dalam Pierik, et al., 1988), dan
asam amino (Hossain, 2008).
Dari minggu ke minggu terdapat peningkatan jumlah biji yang
berkecambah, namun pada kontrol dan perlakuan pepton 1 g/L, jumlah biji
berkecambah di minggu ke-8 menurun. Hal ini dikarenakan penelitian bersifat
destruktif dan biji yang diamati dari minggu ke minggu merupakan biji yang
berbeda. Hasil menunjukkan bahwa perlakuan pepton 3 g/L menunjukkan respon
yang terbaik karena jumlahnya yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan
perlakuan yang lain. Untuk minggu ke-10 jumlah biji yang berkecambah pada
perlakuan pepton 3 g/L mencapai 74,7%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
telah dilakukan oleh Hossain (2008) dan Kaur dan Bhutani (2012), konsentrasi
tertinggi pepton untuk perkecambahan embrio Epidendrum ibaguense Kunth. dan
Cymbidium pendulum (Roxb) Sw. yaitu 2 g/L, sedangkan pada penelitian ini 3
g/L.
Dari hasil uji ANOVA didapatkan nilai p = 0,000 < α = 0,05. Nilai F
hitung = 43,679, nilai tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan F tabel
(2,98), sehingga
H0 ditolak dan H1 diterima. Kesimpulan dari uji ANOVA
tersebut yaitu ada pengaruh yang signifikan untuk pemberian pepton dengan
berbagai variasi konsentrasi pada media VW terhadap jumlah biji P. amboinensis
J. J. Sm. yang berkecambah.
Tabel 1.
Persentase biji P. amboinensis J. J. Sm. yang berkecambah pada
minggu ke-10 dengan pemberian berbagai konsentrasi pepton.
Rerata jumlah biji yang
Konsentrasi pepton
berkecambah (%)
Kontrol
21,3 ± 5,6a
1 g/L
56,0 ± 11b
2 g/L
64,7 ± 3,8b,c
3 g/L
74,7 ± 9c
Keterangan : Angka rerata yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan beda
nyata menurut uji Duncan (α = 0,05).
Tabel di atas menunjukkan bahwa kontrol berbeda nyata dengan semua
perlakuan yang diberi pepton. Untuk perlakuan pepton 3 g/L memiliki beda nyata
dengan pepton 1 g/L, namun tidak berbeda nyata dengan pepton 2 g/L. Hasil
tersebut sesuai dengan pernyataan Oliva dan Arditti, 1984 dalam Hossain, 2008
bahwa pepton mampu meningkatkan perkecambahan dan perkembangan biji
anggrek.
600000
Luas Embrio (μm2)
500000
400000
Kontrol
300000
Pepton 1 g/L
Pepton 2 g/L
200000
Pepton 3 g/L
100000
0
Minggu ke Minggu ke Minggu ke Minggu ke Minggu ke
2
4
6
8
10
Waktu Pengamatan
Gambar 2.
Diagram batang rerata ukuran embrio P. amboinensis J. J. Sm. yang
berkecambah dengan pemberian berbagai konsentrasi pepton setiap
2 minggu selama 10 minggu.
Dari diagram batang di atas menunjukkan terjadinya peningkatan ukuran
embrio yang berkecambah dari minggu ke minggu. Respon terbaik terdapat pada
perlakuan pepton 3 g/L. Pada minggu ke-10 ukuran embrio pada pepton 3 g/L
mencapai 425.327 μm2.
Dari hasil uji ANOVA didapatkan nilai p = 0,020 < α = 0,05. Nilai F
hitung = 4,380, nilai tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan F tabel (2,98).
Karena nilai p lebih kecil dari α (0,05) dan F hitung lebih besar dari F tabel maka
H0 ditolak dan H1 diterima. Kesimpulan dari uji ANOVA tersebut yaitu ada
pengaruh yang signifikan untuk pemberian pepton dengan berbagai variasi
konsentrasi pada media VW terhadap ukuran embrio P. amboinensis J. J. Sm.
yang berkecambah.
Tabel 2 menunjukkan bahwa dari hasil uji Duncan pada kontrol berbeda
nyata dengan perlakuan pepton 1g/L dan 3 g/L, namun tidak terlalu berbeda nyata
dengan pepton 2 g/L. Sedangkan pepton 1 g/L dan 3 g/L tidak memiliki beda
nyata.
Tabel 2.
Rerata ukuran embrio P. amboinensis J. J. Sm. yang berkecambah
pada minggu ke-10 dengan pemberian berbagai konsentrasi pepton.
Rerata luas embrio yang
Konsentrasi pepton
berkecambah (μm2)
Kontrol
262.668 ± 90.663a
1 g/L
394.611 ± 52.536b
2 g/L
332.573 ± 93.028a,b
3 g/L
425.327 ± 63.351b
Keterangan : Angka rerata yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan beda
nyata menurut uji Duncan (α = 0,05)
Tahapan biji yang berkecambah dimodifikasi dari Johnson dan Kane
(2007). Tahap awal biji P. amboinensis J. J. Sm. berbentuk panjang dengan testa
(Gambar 3. A). Embrio selanjutnya mengalami pertumbuhan, ukurannya
membesar dan memenuhi bagian dalam testa (Gambar 3. B). Lebar biji pada tahap
ini sekitar 3 kali lebih lebar dari tahap sebelumnya, sedangkan panjangnya tidak
jauh berbeda. Adanya pertumbuhan yang terus menerus mengakibatkan testa
pecah di salah satu sisi (Gambar 3. C). Tahap ini disebut sebagai tahap
perkecambahan. Selain terjadinya pertumbuhan, pada tahap ini juga terjadi
perkembangan yang ditandai dengan perubahan warna embrio menjadi hijau yang
menandakan terbentuknya klorofil.
Perkembangan selanjutnya menunjukkan munculnya rhizoid yang
merupakan derivat epidermis di bagian basal embrio (Hossain, 2008) (Gambar 3.
D). Tahapan selanjutnya menunjukkan munculnya primordium daun di bagian
apikal embrio (Gambar 3. E). Perkembangan lebih lanjut menunjukkan adanya
radikula di bagian basal (Gambar 3. F). Radikula berwarna hijau pucat dan tumpul
pada bagian ujungnya.
2
0,1 mm
A
0,1 mm
0,1 mm
B
D
C
4
4
Gambar 3.
F
E
Tahap perkembangan dan perkecambahan biji P. amboinensis J. J.
Sm. A. Tahap 0 = testa intact, embrio dilindungi testa (Bar = 0,1
mm), B. Tahap 1 = embrio membengkak (Bar = 0,1 mm), C. Tahap
2 = testa pecah ; tahap perkecambahan (Bar = 0,1 mm), D. Tahap 3
= embrio membulat dan muncul rhizoid (Bar = 0,5 mm), E. Tahap
4 = muncul primordium daun (Bar = 0,5 mm), F. Tahap 5 =
muncul radikula. (Keterangan. 1 = testa; 2 = embrio; 3 = rhizoid; 4
= primordium daun; 5 = radikula).
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan :
1. Pemberian pepton dengan berbagai variasi konsentrasi pada media
Vacin dan Went mampu meningkatkan jumlah dan luas embrio
Phalaenopsis amboinensis J. J. Sm. yang berkecambah secara
signifikan.
2. Konsentrasi pepton 3 g/L merupakan konsentrasi yang terbaik untuk
meningkatkan jumlah dan luas embrio Phalaenopsis amboinensis J. J.
Sm. yang berkecambah.
Untuk penelitian lebih lanjut tentang pengaruh pemberian pepton terhadap
perkecambahan biji anggrek dapat digunakan konsentrasi pepton yang lebih
bervariasi dengan jumlah yang lebih tinggi. Selain itu waktu penelitian
diperpanjang untuk memaksimalkan pengamatan pada embrio anggrek.
Daftar Pustaka
Arditti, J. 1967b. Niacin biosynthesis in germinating Laeliocattleya orchid
embryos and young seedlings. American Journal Botany,54(3):291298.
Arditti, J. 1979. Aspect of physiology of orchid. Advances in Botanical
Research, 7:421-655.
Arditti, J. 1992. Fundamental of orchid biology. John Wiley & Sons. Amerika.
Bhadra, S. K. and Hossain, M. M. 2003. In vitro germination and
micropropagation of Geodorum densiflorum (Lam.) Schltr., an
endangered orchid species. Plant Tissue Culture,13(2):165-171.
Bhattacharyya, B. and Johri, B.M. 1998. Flowering plants, taxonomy, and
phylogeny. Narosa Publishing House. New Delhi.
Hossain, M. M. 2008. Asymbiotic seed germination and in vitro seedling
development of Epidendrum ibaguense Kunth. African Journal of
Biotechnology, 7(20):3614-3619.
Houston, W. V. 1948. Principles of mathematical physics second edition.
McGraw-Hill Book Company, Inc. USA.
Indarto, N. 2011. Pesona anggrek petunjuk praktis budidaya & bisnis
anggrek. Penerbit Cahaya Atma. Yogyakarta.
Islam, M. O., Akter, M., and Prodhan, A. K. M. A. 2011. Effect of potato extract
on in vitro seed germination and seedling growth of local Vanda
roxburgii orchid. Journal Bangladesh Agriculture, 9(2):211-215.
Johnson, T. R. and Kane, M. E. 2007. Asymbiotic germination of ornamental
Vanda: in vitro germination and development of three hybrids. Plant
Cell Tissue Organ Culture. 91:251-261.
Kaur, S. and Bhutani, K. K. 2012. Organic growth supplement stimulants for in
vitro multiplication of Cymbidium pendulum (Roxb.) Sw. Scientia
Horticulturae, 39:47-52.
Mogea, J. P., Gandawidjaja, D., Wiriadinata, H., Nasution, R. E., dan Irawati.
2001. Tumbuhan langka Indonesia. Puslitbang Biologi – LIPI.
Bogor.
Pierik, R. L. M., Sprenkels, P. A., Harst, B. V. D., and Meys, Q. G. V. D. 1988.
Seed germination and further development of planlets of
Paphiopedilum ciliolare Pfitz. in vitro. Scientia Holticulturae,
34:139-153.
Raghavan, V and Torrey, J. G. 1964. Inorganic nitrogen nutrition of the seedlings
of the orchid, Cattleya. American Journal of Botany, 51(3):264274.
Sinha, P. and Roy, S. K. 2004. Regeneration of an indigenous orchid, Vanda teres
(Roxb.) Lindl. through in vitro culture. Plant Tissue Culture,
14(1):55-61.
Download