BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan media komunikasi yang digunakan manusia untuk mengerti satu sama lain. Semua orang menyadari bahwa interaksi dan segala macam kegiatan dalam masyarakat akan lumpuh tanpa bahasa. Begitu pula melalui bahasa, kebudayaan suatu bangsa dapat dibentuk, dibina, dan dikembangkan serta dapat diturunkan kepada generasi-generasi mendatang. Adanya bahasa sebagai alat komunikasi, maka semua yang berada di sekitar manusia: peristiwa-peristiwa, binatang-binatang, tumbuh-tumbuhan, hasil cipta karya manusia dan sebagainya, mendapat tanggapan dalam pikiran manusia, disusun dan diungkapkan kembali kepada orang-orang lain sebagai bahan komunikasi. Komunikasi melalui bahasa ini memungkinkan setiap orang menyesuaikan dirinya dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya, dan memungkinkan setiap orang mempelajari kebiasaan, adat-istiadat, kebudayaan serta latar belakanganya. Bahasa sendiri adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa bukan sembarang bunyi dan bunyi itu sendiri haruslah merupakan simbol atau perlambang. Karena bahasa merupakan suatu sistim komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbiter, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang nyata. Maka dari itu bahasa merupakan simbol karena rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia harus diberikan makna tertentu, yaitu mengacu kepada sesuatu yang dapat diserap panca indera. Menurut Sutedi (2011:2), bahasa merupakan media atau sarana untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain. Sebab itu bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberdaan manusia itu sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. 1 2 Pada saat menyampaikan ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada seseorang, baik secara lisan maupun tertulis, orang tersebut bisa menangkap apa yang kita maksud karena memahami makna yang dituangkan melalui bahasa tersebut. Menurut Keraf (1997 : 3), bila kita meninjau kembali sejarah bahasa dari awal hingga sekarang, maka fungsi bahasa dapat diturunkan dari dasar dan motif pertumbuhan bahasa itu sendiri, yaitu : 1. Bahasa untuk menyatakan ekspresi diri 2. Bahasa sebagai alat komunikasi 3. Bahasa sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial 4. Bahasa sebagai alat untuk kontrol sosial. Ilmu yang mempelajari tentang Bahasa adalah ilmu linguistik. Secara umum kata linguistik berasal dari kata latin lingua yang berarti ‘bahasa’. Ilmu linguistik sering disebut juga dengan linguistik umum yang artinya ilmu linguistik tidak hanya mengkaji sebuah bahasa saja, melainkan mengkaji seluk beluk Bahasa pada umumya. (Chaer, 2007 : 1) Dalam kajian linguistik, adanya berbagai objek kajian tersebut maka lahirlah seperti fonetik (onseigaku), fonologi (on-in-ron), morfologi (keitairon), sintaksis (tougoron), semantik (imiron), pragmatik (goyouron), sosio-linguistik (shakai gengogaku) dan yang lainnya. (Chaer, 2007 : 1) Dalam penyusunan skripsi ini, penulis memilih tema linguistik diteliti dari bagian semantik. Semantik dalam Bahasa Jepang disebut dengan imiron 「意味論」, yaitu ilmu yang mengkaji tentang makna kata, frase, dan klausa dalam suatu kalimat. (Sutedi, 2011 : 6). Semantik memegang peranan penting karena bahasa yang digunakan dalam komunikasi tiada lain untuk menyampaikan suatu makna. Ketika seseorang menyampaikan ide dan pikiran kepada lawan bicara, lalu lawan bicaranya bisa memahami apa yang disampaikannya. Penulis memilih semantik karena banyak sekali yang dapat dibahas seperti makna leksikal, gramatikal, dan kontekstual, makna referensial dan non referensial, makana denotatif dan konotatif, makna konseptual dan asosiatif, makna kata dan istilah, makna idom dan peribahsaa. Hal ini sangat menarik untuk dibahas, khususnya yang terkait dengan makna idiom dalam Bahasa Jepang. Dalam Bahasa Jepang ungkapan hon o yomu (membaca buku), utsu wo kau (membeli sepatu), dan hara ga tatsu ( perut berdiri = marah) dianggap sebagai suatu idiom. 3 Menurut Chaer (2007 : 296), idiom merupakan satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Contohnya, secara gramatikal bentuk menjual rumah bermakna ‘yang menjual menerima uang dan yang membeli menerima rumahnya’; bentuk menjual sepeda bermakna ‘yang menjual menerima uang dan yang membeli menerima sepeda’; tetapi, dalam bahsa Indonesia bentuk menjual gigi tidaklah memiliki makna seperti itu, melainkan bermakna ‘tertawa keras-keras’. Jadi, makna seperti yang dimiliki bentuk menjual gigi itulah yang disebut dengan makna idiom. Contoh lain dari idiom adalah bentuk membanting tulang dengan makna ‘bekerja keras’, meja hijau dengan makna ‘pengadilan’, dan sudah beratap seng dengan makna ‘sudah tua’. Menurut Chaer (2007 : 296), idiom biasanya dibedakan menjadi dua macam idiom, yaitu idiom penuh dan idiom sebagian. Idiom penuh adalah idiom yang semua unsur-unsurnya sudah melebur menjadi satu kesatuan, sehingga makna yang dimiliki berasal dari seluruh kesatuan itu. Bentuk-bentuk seperti membanting tulang, menjual gigi, dan meja hijau termasuk contoh idiom penuh. Sedangkan, idiom sebagian adalah idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikalnya sendiri. Contohnya, buku putih yang bermakna ‘buku yang memuat keterangan resmi mengenai suatu kasus’; daftar hitam yang bermakna ‘daftar yang memuat namanama orang yang diduga atau dicurigai berbuat kejahatan’; dan koran kuning dengan makna ‘koran yang biasa memuat berita sensasi’. Pada contoh tersebut, kata buku, daftar, dan koran masih memiliki makna leksikalnya. Dalam penggunaannya idiom juga mempunyai beberapa fungsi dalam penggunaannya, yaitu untuk memperhalus ucapan, menunjukkan makna yang berlebihan, dan mempersingkat ucapan. (Chaer, 2007 : 296) Dalam memahami makna idiom sering mengalami kesulitan karena situasi yang terdapat dalam makna idiom tersebut berbeda-beda dan para pembelajar cenderung menerjemahkan idiom secara harafiah melalui kata-kata pembentuknya. Sehingga menyebabkan para pembelajar tidak mampu menerima pesan yang sebenarnya dari penggunaan idiom tersebut. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan makna idiom sesuai dengan medan makna keadaan, tindakan, dan keputusan. 4 1.2 Masalah Pokok Penulis bermaksud untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi makna 「慣用句」berkanji tangan atau te「手」 . idiomatik dari kanyouku 1.3 Formulasi Masalah Kanyouku 「慣用句」berkanji tangan「手」memiliki makna idiomatik yang mengacu kepada keputusan, keadaan dan tindakan akan menjadi fokus penelitian dalam skripsi ini. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Penulis akan menganalisis delapan makna idiomatik bahasa Jepang atau kanyouku 「慣用句」berkanji tangan atau te 「手」yang akan dihubungkan dengan tiga medan makna, yaitu medan makna keputusan, medan makna keadaan, dan 「慣用句」yang akan penulis teliti, yaitu te wo hiku 「手を引く」 , te wo kiru 「手を切る」 , te ga aku 「手があく」 , te ni tsukanai「手につかない」, te ga tsukerarenai「手がつけられない」, te wo utsu 「手を打つ」, te wo kasu「手を貸す」, dan te wo someru「手を染める」. medan makna tindakan. Kanyouku 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah agar pembaca dapat mengetahui dan memahami medan makna yang terdapat dalam makna idiomatik bahasa Jepang atau kanyouku 1.6 「慣用句」dari kanji tangan atau te「手」 Tinjauan Pustaka Sebelum penulis mengidentifikasi dan mengklasifikasikan makna idiomatik dari kanji tangan dalam skripsi ini, telah ada penelitian sebelumnya yang membahas megenai makna idiomatik. Tanaka (2002) orang yang meneliti mengenai ekspresi makna idiomatik. Judul penelitiannya adalah “(kuchi) no kanyou hyougen –metafaa 「口」の慣用表現―メタファーとメトニミーの相互 to metonimii no sougo sayou-” ( 作用―) 5 Pada penelitian tersebut membahas mengenai ekspresi makna idiomatik berdasarkan metafora dan metonimi. Dalam skripsi ini penulis akan membahas mengenai makna idiomatik, tetapi perbedaannya dengan penelitian tersebut adalah pada cara analisisnya. Penulis akan menganalisis makna idiomatik berdasarkan medan makna yang terdapat dalam makna idiomatik dari kanji tangan atau te 「手」. 6