BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Iklan-iklan yang muncul pada media elektronik seperti melalui televisi semuanya memiliki persamaan yaitu ingin mendekatkan khalayak sasaran dengan menarik perhatian mereka (Khasali:1992,79). Untuk mendekatkan iklan kepada khalayak sasaran, hanya iklan yang mampu menarik perhatian saja yang akan diingat oleh calon pembeli. Caranya bermacam-macam, mulai dari menampilkan paras bintang iklan yang menarik hingga mengangkat tema yang menarik agar konsumen dapat aware dengan iklan yang ditayangkan. Terdapat banyak tema yang menarik dan dapat diangkat ke dalam iklan. Tema iklan misalnya dapat diambil dari topik-topik yang sedang booming pada massanya atau dapat juga mengangkat tema yang berbeda dengan konsep iklan-iklan sebelumnya. Pada iklan televisi di Indonesia perempuan masih sering menjadi objek agar iklan terlihat lebih menarik. Sosok perempuan pada iklan televisi direpresentasikan cenderung penuh prasangka, yaitu menampilkan perempuan secara stereotip sebagai sosok lemah, sub-ordinasi terhadap laki-laki, terbatas lebih banyak diperlihatkan sisi fisik semata, serta cenderung direpresentasikan mengerjakan pekerjaan domestik (Widyatama, 2006: 36). Adapun suatu gerakan agar perempuan tidak dikonstruksikan terus menerus seperti yang digambarkan pada iklan televisi yaitu feminisme. Feminisme sebagai gerakan pada mulanya berangkat dari asumsi bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieskploitasi, serta usaha untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi tersebut. Gerakan feminisme ini merupakan perjuangan dalam rangka mentransformasikan sistem dan struktur yang tidak adil, menuju ke sistem yang adil bagi perempuan ataupun laki-laki. Dengan kata lain, hakikat feminisme adalah gerakan transformasi sosial dalam arti tidak selalu memperjuangkan persoalan kaum perempuan saja (Faqih, 2013:100). 1 Pada iklan masih saja terdapat iklan yang mengeksploitasi perempuan atau ada juga yang menganggap perempuan masih dalam sosok yang tradisional dan lemah sedangkan laki-laki seringkali digambarkan lebih kuat dibandingkan perempuan. Padahal dalam perspektif gender, maskulin dan feminim sebenarnya merupakan pilihan. Artinya laki-laki dan perempuan dapat secara bebas memilih penampilannya sendiri sesuai dengan yang disukainya. Salah satu tema yang menarik untuk diangkat pada iklan televisi yaitu tema bias gender. Salah satu iklan televisi produk perawatan kulit dari Unilever yaitu iklan Fair and Lovely versi nikah atau S2 mengangkat mitos yang dimana anak perempuan tidak diperbolehkan untuk berpendidikan tinggi. Sosok anak perempuan pada iklan masih digambarkan berada dalam sosok yang tradisional. Gambaran pada iklan tersebut sesuai dengan makna bias gender, yaitu sebuah prasangka atau konstruksi sosial yang berupaya mendudukan perempuan dalam sosok yang tradisional, lebih lemah dibandingkan dengan pria (Widyatama, 2006:7). Perempuan digambarkan dalam sosok tradisional pada iklan ini yaitu gambaran orangtua yang lebih menginginkan anak perempuannya untuk menikah dibandingkan melanjutkan pendidikan S2 nya. Adapun gambaran tersebut senada dengan konstruksi budaya dalam masyarakat zaman dahulu yang mengajarkan bahwa aktivitas utama seorang perempuan adalah dalam tiga wilayah yaitu kasur, sumur dan dapur. Tiga tempat utama itu merupakan wilayah utama seorang perempuan. Pemikiran seperti itu seolah menegaskan bahwa tempat paling utama dari seorang perempuan hanyalah di wilayah domestik saja atau daerah rumah saja. Pada iklan ini pemikiran sang ayah dan sang ibu masih seperti itu. Pada iklan Fair and Lovely versi nikah atau S2 ini juga menggambarkan bahwa terlihat adanya kesetaraan antara kaum perempuan dan kaum laki-laki, khususnya dalam bidang pendidikan. Iklan sebagai suatu propaganda tentang perempuan, bahwa saat ini wanita peduli akan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Wanita ingin membuktikan bahwa ranah wanita tidak hanya pada ranah domestik saja, bahkan bisa sejajar dengan kaum laki-laki. 2 Tema bias gender ini menarik untuk diangkat menjadi konsep iklan perawatan kulit karena yang telah diamati sebelumnya oleh peneliti, iklan perawatan kulit hanya menampilkan keunggulan produk serta kecantikan dari bintang iklan. Sama halnya dengan iklan Fair and Lovely yang tayang beberapa tahun terakhir ini yaitu iklan Fair and Lovely versi Shireen Sungkar dan iklan Fair and Lovely versi Jesicca Mila yang dimana pada kedua versi iklan ini hanya menampilkan keunggulan produk dan menggunakan bintang iklan yang cantik. Namun, pada iklan Fair and Lovely versi nikah atau S2 yang tayang mulai pertengahan tahun 2015 hingga tulisan ini dibuat (5 Februari 2016) iklan ini masih tayang, pada iklan ini menurut asumsi peneliti memiliki konsep cerita yang berbeda dari iklan perawatan kulit lain dan menggambarkan tema yang berbeda dari iklan perawatan kulit sebelumnya yaitu bias gender. Terdapat daftar mengenai stereotip gender pada iklan. Dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1.1 Daftar Stereotip Gender Pada Iklan Perempuan Laki-laki Lembut Kasar Emosional Rasional Feminim Maskulin Cengeng Tabah Berambut panjang Berkumis Berkulit putih Terpesona pada kecantikan Bertubuh langsing Berpenampilan mapan Pakai rok Pakai celana Mengasuh anak Bekerja Mencuci piring Mencuci mobil 3 Tidak perlu sekolah Berpendidikan tinggi Ibu rumah tangga Bekerja di ruang public Lemah Kuat Sumber: Kusumastutie,2004:111 diakses pada 13 Desember 2015 pukul 19.40 WIB Dilihat pada tabel di atas, dalam iklan masih adanya stereotip antara laki-laki dan perempuan. Iklan Fair and Lovely versi nikah atau S2 lebih mendekati kepada stereotip gender bahwa perempuan tidak perlu sekolah dan laki-laki perlu berpendidikan tinggi. Pada iklan Fair and Lovely versi nikah atau S2 masih terdapat stereotip seperti hal tersebut, yaitu bias gender pada pendidikan. Tema bias gender menarik untuk diteliti juga karena data bias gender di Indonesia masih tinggi. Menurut sumber dari UNICEF masih ada kesenjangan gender dalam pendidikan di Indonesia. Data Departemen Pendidikan memperlihatkan adanya kesenjangan gender yang signifikan antara jumlah anak laki-laki dan anak perempuan yang putus sekolah di tingkat SD maupun SLTP. Tiga kemungkinan anak perempuan untuk putus sekolah lebih besar dibandingkan anak laki-laki. Di SD, dari 10 anak yang putus sekolah, enam antaranya anak perempuan dan empat lainnya anak lakilaki. Demikian halnya di SLTP. Kesenjangan gender antara murid laki-laki dan perempuan yang putus sekolah sedikit lebih tinggi di sekolah lanjutan atas, yaitu tujuh anak perempuan dibandingkan tiga anak laki-laki (Departemen Pendidikan Nasional, 2002 dalam www.unicef.org diakses pada 13 Mei 2016 pukul 22.05 WIB). Stereotip gender masih terus ada dan ini terefleksikan melalui cara siswa memilih spesialisasi di sekolah kejuruan dan universitas, dimana tampak adanya semacam diskriminasi yang dilakukan secara sadar oleh anak perempuan maupun laki-laki. Ilmu sosial umumnya banyak diambil oleh siswa perempuan sedangkan bidang teknologi banyak dipelajari oleh siswa laki-laki. Karena masih adanya kesenjangan 4 gender di Indonesia untuk itu pihak biro iklan perlu untuk memenuhi tuntutan akan kesetaraan gender. Angka bias gender di Indonesia masih tinggi mungkin salah satu penyembabnya karena sejak dahulu sudah dikonstruksikan bahwa kaum laki-laki memiliki peran lebih dibandingkan dengan perempuan. Diakses pada 25 Desember 2015 pada www.kompasiana.com pukul 19.50 WIB dalam artikel persepsi kecantikan yaitu pada masa orde baru, melalui tayangan TVRI yang mempersembahkan sebuah definisi feminis dan perempuan dalam masyarakat. Perempuan ditampilkan pada ranah domestik yang patuh pada tradisi dan adat. Bahkan mereka dibentuk untuk tidak memiliki wawasan yang luas. Hal tersebut membuktikan bahwa sudah dari masa orde baru wanita dikonstruksi seperti itu. Karena proses sosialisasi dan rekonstruksi berlangsung secara mapan dan lama tersebut, akhirnya menjadi sulit dibedakan apakah sifat-sifat gender itu, seperti kaum perempuan lemah lembut dan kaum laki-laki kuat perkasa, dikonstruksikan atau dibentuk oleh masyarakat atau kodrat biologis yang ditetapkan oleh Tuhan. Namun, dengan menggunakan pedoman bahwa setiap sifat biasanya melekat pada jenis kelamin tertentu dan sepanjang sifatsifat tersebut bisa dipertukarkan, maka sifat tersebut adalah hasil konstruksi masyarakat dan sama sekali bukanlah kodrat. Maka dengan tayangnya iklan Fair and Lovely versi nikah atau S2 ini peneliti ingin mempresentasikan bahwa tidak hanya pada masa order baru saja iklan digambarkan bias gender namun hingga saat ini masih terdapat iklan bias gender. Konstruksi bias gender salah satunya disebabkan oleh tayangan televisi bahkan dari tayangan sejak masa orde baru. Apabila tayangan televisi tersebut disaksikan oleh banyak masyarakat tentu sangat memberikan pengaruh mengenai konsep bias gender di masyarakat. Saat ini tayangan iklan yang mengalami peningkatan yaitu produk kecantikan. Diakses pada 25 Desember 2015 dalam http://www.marketing.co.id pukul 21.50 WIB pada artikel yang berjudul Menjual Solusi dari Fitur Produk, mengutip hasil survei yang dilakukan Nielsen pada tahun 2010, khususnya untuk produk kecantikan, ada peningkatan dalam penjualan produk 5 kecantikan sebesar 11%. Nilai tersebut lebih tinggi daripada penjualan barang fast moving consumer goods. Adapun faktor peningkatan penjualan tersebut karena kesuksesan perusahaan dalam beriklan. Hal tersebut berarti iklan yang ditampilkan oleh perusahaan-perusahaan produk kecantikan efektif mempengaruhi konsumen untuk membeli produk mereka. Gambar 1.1 Potongan Iklan Fair and Lovely versi nikah atau S2 Sumber: www.youtube.com diakses pada 25 Desember 2015 pukul 22.55 WIB Meskipun iklan produk kecantikan mengalami peningkatan namun produk kecantikan Fair and Lovely ini tergolong baru di Indonesia dibandingkan dengan negara asalnya di India. Produk ini sudah diperkenalkan di India sejak tahun 1978. Produk Fair and Lovely sudah tersebar luas di 30 negara, termasuk Indonesia. Produk perawatan yang dikeluarkan oleh HUL (Hindustan Unilever Limited). Meskipun tergolong baru di Indonesia, produk Fair and Lovely termasuk ke dalam “Top 10 Merek Kosmetik Terbaik 2014” (diakses pada 26 Desember 2015 dalam http://www.rangking10.com pukul 19.40 WIB). Tabel 1.2 Top 10 Merek Kosmetik Terbaik 2014 Rangking 1 Nama Produk Dove 6 2 Olay 3 Clinique 4 Fair and Lovely 5 Retinol Beauty Products 6 SK-II Facial Treatment 7 Christian Dior 8 Josie Maran’s Argan Oil 9 Biore 10 Lakme Cosmetics Sumber: http://www.rangking10.com diakses pada 26 Desember 2015 pukul 19.40 WIB Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa produk Fair and Lovely berada pada urutan keempat. Yang dimana produk dari urutan pertamanya yaitu Dove, Olay dan Clinique. Dari kedua produk tersebut yaitu Dove dan Olay juga menggunakan televisi sebagai alat promosi, namun Clinique tidak beriklan di televisi, Pengamatan dari peneliti sebelumnya, iklan televisi yang digunakan oleh Dove dan Olay tersebut tidak membahas bias gender seperti iklan Fair and Lovely versi nikah atau S2. Dilihat dari iklan Dove New Volume Nourishment yang tayang sejak pertengahan 2015 hanya menampilkan keunggulan produk. Sama halnya dengan iklan Olay, salah satunya iklan Olay Total Effects versi Kajol Devgan yang tayang sekitar satu tahun yang lalu hanya menampilkan keunggulan produk dan menggunakan bintang iklan yang cantik. Iklan Fair and Lovely versi nikah atau S2 ini selain tayang di televisi juga dapat di akses melalui youtube. Namun iklan yang akan diteliti yaitu iklan Fair and Lovely yang tayang di televisi karena hingga saat ini televisi adalah salah satu media yang paling banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Meskipun saat ini sudah berkembang media baru namun televisi masih efektif sebagai media promosi bagi 7 merek untuk mempengaruhi konsumen. Berdasarkan survei Nielsen mengenai Kepercayaan Terhadap Iklan di Asia Tenggara disebutkan bahwa televisi masih termasuk dalam media iklan berbayar yang paling dipercaya konsumen Asia Tenggara. Hampir delapan dari sepuluh konsumen Indonesia (79%) percaya pada iklan televisi. Kepercayaan bangsa ini terhadap iklan televisi bahkan mengungguli Thailand (78%), Filipina (75%), Vietnam (69%), Singapura (64%), dan Malaysia (63%). Semua negara itu berada di atas atau konsisten dengan rata-rata global yang sebesar 63% (sumber: http://marketeers.com/administrator/index.php/article/walauonline-kian-ngetren-iklan-televisi-masih-dipercaya-konsumen.html diakses pada 10 Mei 2016 pukul 00.35 WIB). Berdasarkan latarbelakang di atas peneliti ingin menganalisis mengenai bias gender yang ada dalam iklan Fair and Lovely yang tayang di televisi yang mulai tayang tahun 2015. Peneliti menggunakan analisis Semiotika Roland Barthes. Dalam konteks pertandaan, Barthes menggagas adanya dua tatanan pertandaan, yaitu denotasi dan konotasi. Tahap selanjutnya ketika konotasi menjadi ideologi, maka Barthes menyebut konotasi sebagai mitos. Mitos bukanlah objek, mitos bukan pula konsep ataupun suatu gagasan, melainkan suatu cara signifikasi, suatu bentuk. Mitos tidak hanya berupa pesan yang disampaikan dalam bentuk verbal (kata-kata lisan maupun tulisan), namun juga dalam berbagi bentuk lain atau campuran antara bentuk verbal dan noverbal. Misalnya dalam bentuk film, lukisan, fotografi dan iklan (dalam Sobur, 2013:2). Menurut Urban dalam Sobur (2013;222), menyatakan bahwa mitos adalah cara utama yang unik untuk memahami realitas. Peneliti ingin mengetahui tanda-tanda denotasi, konotasi hingga mitos yang ada pada iklan Fair and Lovely versi nikah atau S2, selain itu peneliti juga ingin memahami realitas yang dikonstruksikan oleh iklan televisi mengenai bias gender yang dimana menurut peneliti realitas yang dikonstruksikan tersebut masih menyatakan mitos maka dari itu penulis menggunakan semiotika Roland Barthes. Mengetahui makna dibalik sebuah iklan sangat penting karena budaya stereotip yang masyarakat percaya cukup banyak dibangun oleh iklan-iklan ini. Agar nantinya 8 masyarakat tidak salah persepsi mengenai makna gender. Dengan adanya latarbelakang yang sudah dijabarkan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Presentasi Bias Gender pada Iklan Televisi Fair and Lovely Versi Nikah atau S2." 1.2 Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka peneliti memaparkan fokus penelitian pada penelitian ini adalah bagaimana presentasi bias gender yang ditampilkan pada iklan televisi Fair and Lovely versi nikah atau S2. Menggunakan semiotika Roland Barthes, yang di mana tanda-tanda dikelompokkan berdasarkan makna denotasi, konotasi dan mitos. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini dapat peneliti sebutkan yaitu untuk mengetahui presentasi bias gender pada iklan televisi Fair and Lovely versi nikah atau S2. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang peneliti harapkan dari penelitian ini mencakup dua aspek, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. 1.4.1 Manfaat Teoritis Manfaat teoritis yang akan didapatkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Bagi penulis, mendapatkan ilmu pengetahuan dan wawasan tentang peran sebuah iklan dalam membentuk persepsi gender pada khalayak, yang diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan, terutama bagi masyarakat yang berada pada bidang periklanan. 9 b) Menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam mengembangkan kemampuan berpikir dan belajar dalam menganalisa aspek presentasi dalam suatu iklan. c) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi pengetahuan tentang penelitian semiotika Roland Barthes untuk dijadikan referensi selanjutnya. 1.4.2 Manfaat Praktis Manfaat praktis yang akan didapatkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a) Sebagai suatu syarat kelulusan Sarjana Ilmu Komunikasi (S.Ikom) Universitas Telkom. b) Menambah koleksi perpustakaan Universitas Telkom. 1.5 Tahapan Penelitian Terdapat beberapa tahapan yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini yang digambarkan pada tabel di bawah ini: Tabel 1.3 Tahapan Penelitian Tahun 2015 – 2016 Tahapan No. 1. Kegiatan Mencari Nov Des Jan topik penelitian, pengamatan terhadap objek penelitian yang akan diteliti, 10 Feb Mar Apr Mei mencari referensi dan menentukan kasus penelitian. 2. Pencarian awal data penelitian, observasi objek awal penelitian, serta penyusunan tinjauan pustaka. 3. Penyusunan proposal skripsi (Bab 1-3). 4. Pengumpulan data melalui pengamatan objek penelitian. 5. Proses analisis. 6. Penyusunan hasil penelitian berupa kesimpulan dan saran. Sumber: (Olahan Peneliti, 2016) 1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dibatasi dalam ruang lingkup sebagai berikut: 1. Waktu penelitian dilakukan pada bulan November hingga bulan Mei 2016. 11 2. Lokasi penelitian yaitu pengumpulan data literatur yang dapat diperoleh dari buku, skripsi, jurnal, artikel yang dapat di peroleh di perpustakaan maupun media elektronik dan media cetak. 12