SOX, Enron, dan Tata Kelola IT

advertisement
Tata Kelola IT (EI-5263)
SOX, Enron, dan Tata Kelola IT
Oleh
M. Rachmat Gunawan
23207045
Program Magister Chief Information Officer
Sekolah Teknik Elektro dan Informatika
Institut Teknologi Bandung
SOX adalah “Sarbanes-Oxley Act of 2002“, yaitu sebuah Undang-Undang yang diterbitkan di Amerika
yang diprakarsai oleh senator Sarbanes dan senator Oxley. Undang-undang itu sendiri merupakan
sebuah response atas kejadian skandal yang menimpa Amerika Serikat yang berkaitan dengan pelaporan
keuangan, seperti kasus Enron yang melibatkan kantor akuntan public Arthur Andersen.
Pada tanggal 2 Desember 2001, dunia ekonomi dikejutkan dengan berita yang berasal dari kota minyak
Houston di Texas, Amerika. Enron, perusahaan ketujuh terbesar di Amerika, perusahaan energi
perdagangan terbesar di dunia menyatakan dirinya bangkrut.
Enron adalah sebuah perusahaan yang awalnya bergerak di bidang energi yang kemudian berubah
bentuk menjadi perusahaan perdagangan. Perusahaan yang beromzet US$ 100 miliar sekonyongkonyong kolaps dan harus menanggung rugi tak kurang dari $ 50 miliar. Dibandingkan dengan harga
pada Agustus 2000, harga sahamnya terjungkal hingga tinggal seperduaratusnya. Simpanan dana
pensiun $ 1 miliar milik 7.500 karyawan amblas karena manajemen Enron menanamkan dana tabungan
karyawan itu untuk membeli sahamnya sendiri. Pelaku pasar modal kehilangan $ 32 miliar. Inilah sebuah
rekor kebangkrutan bisnis terburuk di Amerika sepanjang sejarah. Ironisnya, tragedi ini justru terjadi di
negeri yang otoritas pasar modalnya sangat ketat menerapkan standar transparansi dan pembeberan
(disclosure) bagi perusahaan publik.
Kontroversi demi kontroversi mengiringi proses penyelidikan sebab-sebab kebangkrutan itu. Pertamatama, diketahui bahwa manajemen Enron telah melakukan window dressing, memanipulasi angkaangka laporan keuangan agar kinerjanya tampak kinclong. Tak kepalang tanggung, pendapatan di-markup dengan $ 600 juta, dan utangnya senilai $ 1,2 miliar disembunyikan dengan teknik off-balance sheet.
Auditor Enron, Arthur Andersen kantor Huston, dipersalahkan karena ikut membantu proses rekayasa
keuangan tingkat tinggi itu. Manipulasi ini telah berlangsung bertahun-tahun, sampai Sherron Watskin,
salah satu eksekutif Enron yang tak tahan lagi terlibat dalam manipulasi itu, mulai "berteriak"
melaporkan praktek tidak terpuji itu. Keberanian Watskin yang juga pernah bekerja di Andersen inilah
yang membuat semuanya menjadi terbuka.
Kontroversi lainnya adalah mundurnya beberapa eksekutif terkemuka Enron dan "dipecatnya" sejumlah
partner Andersen. Terbongkar juga kisah pemusnahan ribuan surat elektronik dan dokumen lainnya
yang berhubungan dengan audit Enron oleh petinggi di firma audit Arthur Andersen. Arthur Andersen
harus berjuang keras menghadapi serangan bertubi-tubi, bahkan berbagai tuntutan di pengadilan.
Diperkirakan tak kurang dari $ 32 miliar harus disediakan Arthur Andersen untuk dibayarkan kepada
para pemegang saham Enron yang merasa dirugikan karena auditnya yang tidak becus. Ratusan mantan
karyawan yang marah juga melayangkan gugatan kepada Andersen, yang tentu akan menambah beban
Andersen. Malah belakangan, salah satu mantan petinggi Enron tewas bunuh diri karena tak tahan
menghadapi tekanan bertubi-tubi. Ibarat telah menabur angin, berbagai pihak yang dahulu asyik
memetik keuntungan haram kini sibuk menuai badai.
SOX di Amerika telah mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pengembangan praktek good
corporate governance. Meskipun undang-undang ini ditujukan untuk perusahaan publik, tetapi
perusahaan yang belum go publik pun seharusnya juga diperlukan jika ingin memperbaiki tata kelola dan
pengendalian internalnya. Perusahaan yang tidak go publik juga harus belajar mengenai berbagai aspek
pengelolaan yang terjadi di perusahaan yang telah go publik dan yakin bahwa praktek yang telah
dijalankannya berjalan baik dan menggambarkan niatnya untuk fokus pada integritas dan pengungkapan
laporan keuang annya.
SOX sangat luas pengaruhnya. SOX mengarah pada perubahan yang ekstensif dalam sistem
pengungkapan dan pelaporan keuangan, serta menyatakan beberapa pembatasan mengenai
perusahaan publik dan para akuntann ya berkegiatan. Hal yang paling berpengaruh adalah adanya
ketetapan yang terpadu yang berfokus pada masalah-masalah mendasar yang menjadi penyebab
skandal akuntansi, berupa prinsip-prinsip fundamental mengenai ethical corporate conduct, yang berisi:

Laporan keuangan harus menyajikan secara wajar (fairly) tentang kondisi bisnis (Sections 401).

Chief Executive harus bertanggungjawab secara personal tentang akurasi (accuracy) dan
kelengkapan (completness) mengenai laporan keuangan perusahaan (Sections 302).

Jasa Non-Audit yang dilakukan oleh eksternal auditor harus dibatasi untuk menjaga adanya
kemungkinan conflict of interest yang dapat menyangsikan kemungkinan integritas sebuah
pelaksanaan audit (audit integrity) (Sections 201, 202 dan 206).

Perusahaan harus memiliki sebuah Boards dan Komite Audit yang independen, yang menjunjung
tinggi kepentingan pemegang saham dengan mengawasi isu-isu utama dan penting dari aktivitas
manajemen dan auditor (Sections 301 dan 305).

Sebuah sistem pengendalian intern yang kuat dan memadai harus ditegakkan untuk mencegah
penyalahgunaan wewenang dan fraud (Section 404).

Perusahaan harus menjunjung tinggi dan menunjukkan budaya etis mulai dari pucuk pimpinan
hingga ke bawah (Section 406)
Walaupun diterbitkan di Amerika, SOX ini menjadi sangat berpengaruh terhadap perusahaanperusahaan di luar Amerika Serikat yang telah dan akan listing di Bursa Dow Jones. SOX ini mewajibkan
setiap perusahaan yang akan listing di Bursa yang ada di Amerika untuk memenuhi ketentuan SOX ini.
Pada dasarnya, SOX ini mewajibkan perusahaan-perusahaan ini untuk melaksanakan tata kelola
perusahaan dengan baik dan benar.
Berkaitan dengan tata kelola perusahaan, pemerintah Indonesia melalui Kementrian BUMN telah
menggariskan kebijakan Good Corporate Governance (GCG) bagi seluruh badan usaha milik negara di
Indonesia. Melalui isu GCG ini diharapkan BUMN di Indonesia dapat menjadi lebih baik, baik dari segi
kinerja keuangan maupun dari segi pelaksanaan misi pelayanan publiknya.
Lalu, apa hubungannya dengan tata kelola IT (IT Governance)?
CISR MIT mendefinisikan IT Governance sebagai: Specifying the decision rights and accountability
framework to encourage desirable behavior in using Information Technology. Hubungan antara
Corporate Governance dengan IT Governance digambarkan sebagai berikut:
Referensi:
1. TheAccountan.Com, http://www.theakuntan.com/pasar-modal/sox-dan-ruu-akuntan-publik-2
2. Nazhi
Siregar,
Benang
Kusut
Kapitalisme
Amerika,
Enron
Inc.,
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0202/19/opi01.html
3. Sudirman Said, Enron dan Akuntan Publik, MAJALAH TEMPO Kolom No. 49/XXX/4 - 10 Februari
2002
4. Peter Weill, Effective IT Governance, How Top Performing Enterprise Govern IT,
http://mitsloan.mit.edu/cisr
Download