BAB 02 PERILAKU ETIS DALAM BISNIS.

advertisement
PERILAKU ETIKA DALAM BISNIS
1. Lingkungan Bisnis Yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Tujuan dari sebuah bisnis kecil adalah untuk tumbuh dan menghasilkan uang.Untuk
melakukan itu, penting bahwa semua karyawan di papan dan bahwa kinerja mereka
dan perilaku berkontribusi pada kesuksesan perusahaan. Perilaku karyawan,
bagaimanapun, dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal di luar bisnis. Pemilik usaha
kecil perlu menyadari faktor-faktor dan untuk melihat perubahan perilaku karyawan
yang dapat sinyal masalah.
Budaya Organisasi
Keseluruhan budaya perusahaan dampak bagaimana karyawan melakukan diri dengan
rekan kerja, pelanggan dan pemasok. Lebih dari sekedar lingkungan kerja, budaya
organisasi mencakup sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan
perusahaan dan otonomi / pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan. “Nada di
atas” sering digunakan untuk menggambarkan budaya organisasi perusahaan. Nada
positif dapat membantu karyawan menjadi lebih produktif dan bahagia. Sebuah nada
negatif dapat menyebabkan ketidakpuasan karyawan, absen dan bahkan pencurian
atau vandalisme.
Ekonomi Lokal
Melihat seorang karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan
perekonomian setempat. Jika pekerjaan yang banyak dan ekonomi booming,
karyawan secara keseluruhan lebih bahagia dan perilaku mereka dan kinerja cermin
itu. Di sisi lain, saat-saat yang sulit dan pengangguran yang tinggi, karyawan dapat
menjadi takut dan cemas tentang memegang pekerjaan mereka.Kecemasan ini
mengarah pada kinerja yang lebih rendah dan penyimpangan dalam penilaian. Dalam
beberapa karyawan, bagaimanapun, rasa takut kehilangan pekerjaan dapat menjadi
faktor pendorong untuk melakukan yang lebih baik.
Reputasi Perusahaan dalam Komunitas
Persepsi karyawan tentang bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat
lokal dapat mempengaruhi perilaku. Jika seorang karyawan menyadari bahwa
perusahaannya dianggap curang atau murah, tindakannya mungkin juga seperti itu.
Ini adalah kasus hidup sampai harapan. Namun, jika perusahaan dipandang sebagai
pilar masyarakat dengan banyak goodwill, karyawan lebih cenderung untuk
menunjukkan perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok berharap bahwa dari
mereka.
Persaingan di Industri
Tingkat daya saing dalam suatu industri dapat berdampak etika dari kedua
manajemen dan karyawan, terutama dalam situasi di mana kompensasi didasarkan
pada pendapatan. Dalam lingkungan yang sangat kompetitif, perilaku etis terhadap
pelanggan dan pemasok dapat menyelinap ke bawah sebagai karyawan berebut untuk
membawa lebih banyak pekerjaan. Dalam industri yang stabil di mana menarik
pelanggan baru tidak masalah, karyawan tidak termotivasi untuk meletakkan etika
internal mereka menyisihkan untuk mengejar uang.
2. Kesaling Tergantungan Adalah Bisnis Dan Masyarakat
Alam telah mengajarkan kebijaksanaan tentang betapa hubungan yang harmonis dan
kesalingtergantungan itu adalah amat penting. Bumi tempat kita berpijak, masih
setia bekerja sama dan berkolaborasi dalam tim dan secara tim dengan planetplanet lain, namun penghuninya kebanyakan telah berjalan sendiri-sendiri. Manusia
yang konon khalifah di bumi, merasa sudah tidak membutuhkan manusia lainnya.
Bukanlah kesalingtergantungan yang dibina, melainkan ketergantungan yang terus
diusung.
Kesalingtergantungan bekerja didasarkan pada relasi kesetaraan, egalitarianisme.
Manusia bekerjasama, bergotong-royong dengan sesamanya memegang prinsip
kesetaraan. Tidak akan tercipta sebuah gotong-royong jika manusia terlalu percaya
kepada keunggulan diri dibanding yang lain, entah itu keunggulan ras, agama, suku,
ekonomi dsb.
Wajah Indonesia yang carut marut dewasa ini adalah karena terlalu membuncahnya
subordinasi relasi manusia atas manusia lain. Negara telah dikuasai oleh jenis
manusia yang memiliki mentalitas pedagang. Pucuk kekuasaan telah disulap menjadi
lahan bisnis, dimana dalam dunia bisnis maka yang dikenal adalah tuan dan budak,
majikan dan buruh. Dalam hal ini, yang tercipta adalah iklim ketergantungan, bukan
kesalingtergantungan.
Di negara lain, kelas proletar yang dahulu diperjuangkan, toh setelah meraih
kekuasaan, pada gilirannya ia menjelma menjadi kelas yang istimewa, yang rigid
terhadap kritik. Hukum diselewengkan, dan bui menjadi jawaban praktis bagi para
oposan. Proletar melakukan kesalahan yang sama dengan borjuis yang dilawannya
habis-habisan.
Jika borjuis menggunakan sentimen agama untuk mengelabui rakyat jelata, maka
proletar menganggap agama sebagai candu rakyat. Yang satu mengatasnamakan
agama, yang lainnya mengatasnamakan rakyat miskin. Namun keduanya memiliki
tujuan yang sama: kekuasaan. Kekuasaan negara, dan juga agama telah menjadi
petualangan bisnis, dimana siapa saja yang berkuasa maka kekayaan hendak
menumpuk dalam istananya dengan benteng menjulang, sementara secuil saja
kekayaan yang dinikmati mereka yang bekerja keras.
Di abad yang lalu, orang-orang Eropa yang berasal dari Belanda, Inggris, Spanyol dan
Portugis mengunjungi Asia termasuk negeri ini muasalnya bertujuan untuk berdagang
dengan penduduk setempat. Mereka melakukan kerjasama bisnis dengan penduduk
lokal dan beberapa elit penguasa. Pada mulanya mereka menikmati peran sebagai
partnerbisnis, lambat laun peran ini dianggap tidak lagi menarik. Mereka pun
berubah menjadi majikan, dan kelak menjajah dan memperbudak bangsa ini hingga
ratusan tahun untuk mempertahankan posisi itu dan menciptakan ketergantungan
penduduk lokal kepada mereka. Rupanya peran yang belakangan lebih menarik dan
lebih menantang.
Perbudakan adalah sesuatu yang tidak alami, menyalahi takdir sebagai manusia.
Setiap manusia berhak atas kebebasan. Namun pola perbudakan semacam itu kiranya
tidak lekang oleh zaman,. meski bentuknya diubah sedikit supaya lebih beradab.
BAB II Perilaku Etika dalam Bisnis | 9
Perbudakan dewasa ini lebih modern, kendati tetap ditempuh dengan cara-cara yang
zalim.
Apalagi di Indonesia yang masyarakatnya kebanyakan beragama bukan karena
kesadaran melainkan telah ditentukan orangtua sejak lahir, maka agama lagi-lagi
merupakan alat yang nyaris selalu laris untuk memuluskan tujuan-tujuan tersebut.
Lembaga keagamaan dan negara berkonspirasi untuk memperbudak jiwa manusia.
Di negeri ini, berapa banyak fatwa mufti negara, undang-undang dan peraturan
daerah bernuansa agama yang tidak masuk akal yang menghendaki rakyat senantiasa
bergantung kepada mereka? Keadaan demikian menciptakan kericuhan di dalam
masyarakat akibat hiperregulasi, karena tingkat kepatuhan masyarakat menurun.
Keamanan menjadi barang yang mahal. Kepergian para investor karena merasa tidak
aman memperparah perekonomian Indonesia.
Dalam keadaan collapse akhirnya kita memiliki ketergantungan yang tinggi kepada
negara luar. Kucuran dana negara asing kepada kita bukanlah sesuatu yang gratis. No
free lunch. Dana punia dan pinjaman mereka seraya mendesakkan kepentingan dan
agenda mereka, tidak bisa dipungkiri. Barangkali Paman Sam dengan kapitalismenya,
maka Arab Saudi yang setia dengan garis iman Wahhabi tentunya akan mendesakkan
agenda mereka kepada Indonesia.
Pemikiran-pemikiran sekuler Barat yang telah merasuki dunia Islam misalnya, dengan
ideologi kapitalisme yang mengurung sendi-sendi perekonomian umat Islam telah
menjadikan dunia Islam menjadi terpuruk dengan ketergantungan yang tinggi
terhadap Barat. Sebagai jalan keluar, sebagian orang sering mengalami eskapisme
untuk memasuki dunia “pasti” yang menentramkan hati. Jalan yang diambil adalah
dengan penyerahan diri kepada sebuah “otoritas transedental” (baca: otoritas mufti
negara) yang menjanjikan kesenangan eskatologis.
Sebagian yang lain meresponnya dengan melakukan tindakan-tindakan anarkis dan
vigilantisme. Seperti pernah dituturkan Amrozi dalam Koran Tempo tahun 2003,
peledakan bom Bali adalah untuk menjaga kehidupan beragama.
Pola relasi negara kita dengan negara luar layak dibenahi. Bangsa kita harus memiliki
keberanian yang cukup untuk bisa pula mendesakkan cita-cita negara kita sesuai
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 kepada mereka. Bangsa kita harus memiliki
nyali yang cukup untuk menolak agenda mereka yang bisa merusak kemerdekaan
yang telah susah payah diraih. Hubungan luar negeri kita harus berubah dari
ketergantungan, menjadi kesalingtergantungan, sebagai bangsa-bangsa yang sejajar
dan sederajat. Kemerdekaan dan kebebasan saja belum cukup, namun saat ini
penting kemerdekaan untuk hidup merdeka, kebebasan untuk hidup bebas.
Setiap orang warga negara ini, bahkan warga seluruh dunia memiliki kebutuhan
individu. Kebutuhan akan makan, tempat tinggal yang nyaman, pekerjaan dsb
sejatinya bukanlah kebutuhan individu atau segelintir orang saja, melainkan seluruh
orang yang hidup di dunia ini membutuhkannya. Setiap orang tidak akan mampu
mencukup
kebutuhannya
sendiri
tanpa
semangat
gotong-royong,
kesalingtergantungan, kerjasama, kolaborasi dengan orang lain.
3. Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap Etika
BAB II Perilaku Etika dalam Bisnis | 10
Korupsi, kolusi, dan nepotisme yang semakin meluas di masyarakat yang sebelumnya
hanya di tingkat pusat dan sekarang meluas sampai ke daerah-daerah, dan
meminjam istilah guru bangsa yakni Gus Dur, korupsi yang sebelumnya di bawah
meja, sekarang sampai ke meja-mejanya dikorupsi adalah bentuk moral hazard di
kalangan ekit politik dan elit birokrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa di sebagian
masyarakat kita telah terjadi krisis moral dengan menghalalkan segala mecam cara
untuk mencapai tujuan, baik tujuan individu memperkaya diri sendiri maupun tujuan
kelompok untuk eksistensi keberlanjutan kelompok. Terapi ini semua adalah
pemahaman, implementasi dan investasi etika dan nilai-nilai moral bagi para pelaku
bisnis dan para elit politik. Dalam kaitan dengan etika bisnis, terutama bisnis
berbasis syariah, pemahaman para pelaku usaha terhadap ekonomi syariah selama ini
masih cenderung pada sisi “emosional” saja dan terkadang mengkesampingkan
konteks bisnis itu sendiri. Padahal segmen pasar dari ekonomi syariah cukup luas,
baik itu untuk usaha perbankan maupun asuransi syariah.
Dicontohkan, segmen pasar konvensional, meski tidak “mengenal” sistem syariah,
namun potensinya cukup tinggi. Mengenai implementasi etika bisnis tersebut,
Rukmana mengakui beberapa pelaku usaha memang sudah ada yang mampu
menerapkan etika bisnis tersebut. Namun, karena pemahaman dari masing-masing
pelaku usaha mengenai etika bisnis berbeda-beda selama ini, maka
implementasinyapun berbeda pula, Keberadaan etika dan moral pada diri seseorang
atau sekelompok orang sangat tergantung pada kualitas sistem kemasyarakatan yang
melingkupinya. Walaupun seseorang atau sekelompok orang dapat mencoba
mengendalikan kualitas etika dan moral mereka, tetapi sebagai sebuah variabel yang
sangat rentan terhadap pengaruh kualitas sistem kemasyarakatan, kualitas etika dan
moral seseorang atau sekelompok orang sewaktu-waktu dapat berubah.
Baswir (2004) berpendapat bahwa pembicaraan mengenai etika dan moral bisnis
sesungguhnya tidak terlalu relevan bagi Indonesia. Jangankan masalah etika dan
moral, masalah tertib hukum pun masih belum banyak mendapat perhatian.
Sebaliknya, justru sangat lumrah di negeri ini untuk menyimpulkan bahwa berbisnis
sama artinya dengan menyiasati hukum. Akibatnya, para pebisnis di Indonesia tidak
dapat lagi membedakan antara batas wilayah etika dan moral dengan wilayah
hukum. Wilayah etika dan moral adalah sebuah wilayah pertanggungjawaban pribadi.
Sedangkan wilayah hukum adalah wilayah benar dan salah yang harus
dipertanggungjawabkan di depan pengadilan.
Akan tetapi memang itulah kesalahan kedua dalam memahami masalah etika dan
moral di Indonesia. Pencampuradukan antara wilayah etika dan moral dengan
wilayah hukum seringkali menyebabkan kebanyakan orang Indonesia tidak bisa
membedakan antara perbuatan yang semata-mata tidak sejalan dengan kaidahkaidah etik dan moral, dengan perbuatan yang masuk kategori perbuatan melanggar
hukum. Sebagai misal, sama sekali tidak dapat dibenarkan bila masalah korupsi
masih didekati dari sudut etika dan moral. Karena masalah korupsi sudah jelas dasar
hukumnya, maka masalah itu haruslah didekati secara hukum. Demikian halnya
dengan masalah penggelapan pajak, pencemaran lingkungan, dan pelanggaran hak
asasi manusia.
Contoh Kasus Sebagai Pelaku Bisnis. Pada tahun 1990 an, kasus yang masih mudah
diingat yaitu Enron. Bahwa Enron adalah perusahaan yang sangat bagus dan pada
BAB II Perilaku Etika dalam Bisnis | 11
saat itu perusahaan dapat menikmati booming industri energi dan saat itulah Enron
sukses memasok enegrgi ke pangsa pasar yang bergitu besar dan memiliki jaringan
yang luar biasa luas. Enron bahkan berhasil menyinergikan jalur transmisi energinya
untuk jalur teknologi informasi. Dan data yang ada dari skilus bisnisnya, Enron
memiliki profitabilitas yang cukup menggiurkan. Seiring dengan booming indutri
energi, akhirnya memosisikan dirinya sebagai energy merchants dan bahkan Enron
disebut sebagai ”spark spead” Cerita pada awalnya adalah anggota pasar yang baik,
mengikuti peraturan yang ada dipasar dengan sebagaimana mestinya. Pada akhirnya
Enron meninggalkan prestasi dan reputasinya baik tersebut, karena melakukan
penipuan dan penyesatan.. Sebagai perusahaan Amerika terbesar ke delapan, Enron
kemudian kolaps pada tahun 2001.
4. Perkembangan Dalam Etika Bisnis
Berikut perkembangan etika bisnis
1. Situasi Dahulu. Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf
Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia
bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan
kegiatan niaga harus diatur.
2. Masa Peralihan: tahun 1960-an. Ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan
otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis),
penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada
dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata
kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang
paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3. Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an. Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam
memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap
sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis
di AS.
4. Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an. Di Eropa Barat, etika bisnis sebagai
ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum
pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut
European Business Ethics Network (EBEN).
5. Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an. Tidak terbatas lagi pada
dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan
International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli
1996 di Tokyo.
Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan
salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam
kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis.
BAB II Perilaku Etika dalam Bisnis | 12
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara
lain adalah:
1.
2.
3.
Pengendalian diri
Pengembangan tanggung jawab social (social responsibility)
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh
pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
4. Menciptakan persaingan yang sehat
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan
golongan pengusaha ke bawah
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah
disepakati
11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hokum positif
yang berupa peraturan perundang-undangan
Ada 3 jenis masalah yang dihadapi dalam Etika yaitu
1. Sistematik
Masalah-masalah sistematik dalam etika bisnis pertanyaan-pertanyaan etis yang
muncul mengenai sistem ekonomi, politik, hukum, dan sistem sosial lainnya dimana
bisnis beroperasi.
2. Korporasi
Permasalahan korporasi dalam perusahaan bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan yang
dalam perusahaan-perusahaan tertentu. Permasalahan ini mencakup pertanyaan
tentang moralitas aktivitas, kebijakan, praktik dan struktur organisasional
perusahaan individual sebagai keseluruhan.
3. Individu
Permasalahan individual dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul seputar
individu tertentu dalam perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan tentang
moralitas keputusan, tindakan dan karakter individual.
5. Etika Bisnis Dalam Akuntansi
Amerika Serikat yang selama ini dianggap sebagai Negara super power dan juga
kiblat ilmu pengetahuan termasuk displin ilmu akuntansi harus menelan kepahitan.
Skandal bisnis yang terjadi seakan menghilangkan kepercayaan oleh para pelaku
bisnis dunia tentang praktik Good Corporate Governance di Amerika Serikat.
Banyak perusahaan yang melakukan kecurangan diantaranya adalah TYCO yang
diketahui melakukan manipulasi data keuangan (tidak mencantumkan penurunan
aset), disamping melakukan penyelundupan pajak. Global Crossing termasuk salah
satu perusahaan terbesar telekomunikasi di Amerika Serikat dinyatakan bangkrut
setelah melakukan sejumlah investasi penuh resiko. Enron yang hancur berkeping
terdapat beberapa skandal bisnis yang menimpa perusahaan-perusahaan besar di
Amerika Serikat. Worldcom juga merupakan salah satu perusahaan telekomunikasi
terbesar di Amerika Serikat melakukan manipulasi keuangan dengan menutupi
BAB II Perilaku Etika dalam Bisnis | 13
pengeluaran US$3.8 milyar untuk mengesankan pihaknya menuai keuntungan,
padahal kenyataannya rugi. Xerox Corp. diketahui memanipulasi laporan keuangan
dengan menerapkan standar akunting secara keliru sehingga pembukuan perusahaan
mencatat laba US $ 1.4 milyar selama 5 tahun. Dan masih banyak lagi.
Dalam tugas ini saya akan membahas mengenai kehancuran ENRON yang terjadi di
Negara Amerika Serikat. Enron merupakan perusahaan dari penggabungan antara
InterNorth (penyalur gas alam melalui pipa) dengan Houston Natural Gas. Kedua
perusahaan ini bergabung pada tahun 1985. Bisnis inti Enron bergerak dalam industri
energi, kemudian melakukan diversifikasi usaha yang sangat luas bahkan sampai
pada bidang yang tidak ada kaitannya dengan industri energi. Diversifikasi usaha
tersebut, antara lain meliputi future transaction, trading commodity non energy dan
kegiatan bisnis keuangan.
Enron adalah suatu perusahaan yang menduduki ranking tujuh dari lima ratus
perusahaan terkemuka di Amerika Serikat dan merupakan perusahaan energi
terbesar di AS yang jatuh bangkrut dengan meninggalkan hutang hampir sebesar US $
31.2 milyar. Dalam kasus Enron diketahui terjadinya perilaku moral hazard
diantaranya manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan 600 juta
Dollar AS padahal perusahaan mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan
disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati investor, kasus
memalukan ini konon ikut melibatkan orang dalam gedung putih, termasuk wakil
presiden Amerika Serikat.
Berikut adalah informasi dari berbagai sumber yang berkaitan dengan hancurnya
Enron:
 Board of Director (dewan direktur, direktur eksekutif dan direktur non eksekutif)
membiarkan kegitan-kegitan bisnis tertentu mengandung unsur konflik
kepentingan dan mengijinkan terjadinya transaksi-transaksi berdasarkan
informasi yang hanya bisa di akses oleh pihak dalam perusahaan (insider trading),
termasuk praktek akuntansi dan bisnis tidak sehat sebelum hal tersebut
terungkap kepada public.
 Board of Director (dewan direktur, direktur eksekutif dan direktur non eksekutif)
membiarkan kegitan-kegitan bisnis tertentu mengandung unsur konflik
kepentingan dan mengijinkan terjadinya transaksi-transaksi berdasarkan
informasi yang hanya bisa di akses oleh fihak dalam perusahaan (insider trading),
termasuk praktek akuntansi dan bisnis tidak sehat sebelum hal tersebut
terungkap kepada public.
 Enron merupakan salah satu perusahaan besar pertama yang melakukan out
sourcing secara total atas fungsi internal audit perusahaan. Mantan Chief Audit
Executif Enron (Kepala internal audit) semula adalah partner KAP Andersen yang
di tunjuk sebagai akuntan publik perusahaan, Direktur keuangan Enron berasal
dari KAP Andersen, Sebagian besar Staf akunting Enron berasal dari KAP
Andersen.
 Pada awal tahun 2001 patner KAP Andersen melakukan evaluasi terhadap
kemungkinan mempertahankan atau melepaskan Enron sebagai klien perusahaan,
mengingat resiko yang sangat tinggi berkaitan dengan praktek akuntansi dan
BAB II Perilaku Etika dalam Bisnis | 14
bisnis enron. Dari hasil evaluasi di putuskan untuk tetap mempertahankan Enron
sebagai klien KAP Andersen.
 Salah seorang eksekutif Enron di laporkan telah memepertanyakan praktek
akunting perusahaan yang dinilai tidak sehat dan mengungkapkan kekhawatiran
berkaitan dengan hal tersebut kepada CEO dan partner KAP Andersen pada
pertengahan 2001. CEO Enron menugaskan penasehat hukum perusahaan untuk
melakukan investigasi atas kekhawatiran tersebut tetapi tidak memperkenankan
penasehat hukum untuk mempertanyakan pertimbangan yang melatarbelakangi
akuntansi yang dipersoalkan. Hasil investigasi oleh penasehat hukum tersebut
menyimpulkan bahwa tidak ada hal-hal yang serius yang perlu diperhatikan.
 Pada tanggal 16 Oktober 2001, Enron menerbitkan laporan keuangan triwulan
ketiga. Dalam laporan itu disebutkan bahwa laba bersih Enron telah meningkat
menjadi $393 juta, naik $100 juta dibandingkan periode sebelumnya. CEO Enron,
Kenneth Lay, menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan
prospek yang sangat baik. Ia juga tidak menjelaskan secara rinci tentang
pembebanan biaya akuntansi khusus (special accounting charge/expense) sebesar
$1 miliar yang sesungguhnya menyebabkan hasil aktual pada periode tersebut
menjadi rugi $644 juta. Para analis dan reporter kemudian mencari tahu lebih
jauh mengenai beban $1 miliar tersebut, dan ternyata berasal dari transaksi yang
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh CFO Enron.
 Pada tanggal 2 Desember 2001 Enron mendaftarkan kebangkrutan perusahaan ke
pengadilan dan memecat 5000 pegawai. Pada saat itu terungkap bahwa terdapat
hutang perusahaan yang tidak di laporkan senilai lebih dari satu milyar dolar.
Dengan pengungkapan ini nilai investasi dan laba yang di tahan (retained earning)
berkurang dalam jumlah yang sama.
 Enron dan KAP Andersen dituduh telah melakukan kriminal dalam bentuk
penghancuran dokumen yang berkaitan dengan investigasi atas kebangkrutan
Enron (penghambatan terhadap proses peradilan).
 Dana pensiun Enron sebagian besar diinvestasikan dalam bentuk saham Enron.
Sementara itu harga saham Enron terus menurun sampai hampir tidak ada
nilainya.
 KAP Andersen diberhentikan sebagai auditor enron pada pertengahan juni 2002.
sementara KAP Andersen menyatakan bahwa penugasan Audit oleh Enron telah
berakhir pada saat Enron mengajukan proses kebangkrutan pada 2 Desember
2001.
 CEO Enron, Kenneth Lay mengundurkan diri pada tanggal 2 Januari 2002 akan
tetapi masih dipertahankan posisinya di dewan direktur perusahaan. Pada tanggal
4 Pebruari Mr. Lay mengundurkan diri dari dewan direktur perusahaan.
 Tanggal 28 Pebruari 2002 KAP Andersen menawarkan ganti rugi 750 Juta US dollar
untuk menyelesaikan berbagai gugatan hukum yang diajukan kepada KAP
Andersen.
BAB II Perilaku Etika dalam Bisnis | 15
 Pemerintahan Amerika (The US General Services Administration) melarang Enron
dan KAP Andersen untuk melakukan kontrak pekerjaan dengan lembaga
pemerintahan di Amerika.
 tanggal 14 Maret 2002 departemen kehakiman Amerika memvonis KAP Andersen
bersalah atas tuduhan melakukan penghambatan dalam proses peradilan karena
telah menghancurkan dokumen-dokumen yang sedang di selidiki.
 KAP Andersen terus menerima konsekwensi negatif dari kasus Enron berupa
kehilangan klien, pembelotan afiliasi yang bergabung dengan KAP yang lain dan
pengungkapan yang meningakat mengenai keterlibatan pegawai KAP Andersen
dalam kasus Enron.
 Tanggal 22 Maret 2002 mantan ketua Federal Reserve, Paul Volkcer, yang
direkrut untuk melakukan revisi terhadap praktek audit dan meningkatkan
kembali citra KAP Andersen mengusulkan agar manajeman KAP Andersen yang
ada diberhentikan dan membentuk suatu komite yang diketuai oleh Paul sendiri
untuk menyusun manajemen baru.
 tanggal 26 Maret 2002 CEO Andersen Joseph Berandino mengundurkan diri dari
jabatannya.
 Tanggal 8 April 2002 seorang partner KAP Andersen kunci dipengadilan bagi kasus
KAP Andersen dan Enron.
 tanggal 9 April 2002 Jeffrey McMahon mengumumkan pengunduran diri sebagai
presiden dan Chief Opereting Officer Enron yang berlaku efektif 1 Juni 2002.
 Tanggal 15 Juni 2002 juri federal di Houston menyatakan KAP Andersen bersalah
telah melakukan hambatan terhadap proses peradilan.
 Pada tanggal 16 Oktober 2001, Enron menerbitkan laporan keuangan triwulan
ketiga. Dalam laporan itu disebutkan bahwa laba bersih Enron telah meningkat
menjadi $393 juta, naik $100 juta dibandingkan periode sebelumnya. CEO Enron,
Kenneth Lay, menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan
prospek yang sangat baik. Ia juga tidak menjelaskan secara rinci tentang
pembebanan biaya akuntansi khusus (special accounting charge/expense) sebesar
$1 miliar yang sesungguhnya menyebabkan hasil aktual pada periode tersebut
menjadi rugi $644 juta. Para analis dan reporter kemudian mencari tahu lebih
jauh mengenai beban $1 miliar tersebut, dan ternyata berasal dari transaksi yang
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh CFO Enron.
 David Duncan, yang bertindak sebagai penanggungjawab audit Enron mengaku
bersalah atas tuduhan melakukan hambatan proses peradilan dan setuju untuk
menjadi saksi.
BAB II Perilaku Etika dalam Bisnis | 16
Download