KERAGAMAN POLA TANAM USAHATANI TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT SEBAGAI KEARIFAN LOKAL DI KABUPATEN TASIKMALAYA Oleh : Rudi Priyadi dan Rina Nuryati Email: [email protected], [email protected] RINGKASAN ABSTRAK PENDAHULUAN Pembangunan sektor pertanian dalam lima tahun ke depan (2015-2019) akan mengacu pada Paradigma Pertanian untuk Pembangunan (Agriculture for Development) yang memposisikan sektor pertanian sebagai penggerak transformasi pembangunan yang berimbang dan menyeluruh mencakup transformasi demografi, ekonomi, intersektoral, spasial, institusional, dan tatakelola pembangunan (Renstra Kementan 2015-2019). Lebih lanjut dalam Renstra Kementan 2015-2019 dinyatakan bahwa neraca perdagangan sektor pertanian secara keseluruhan masih berada pada posisi surplus. Hal ini karena sub sektor perkebunan memberikan sumbangan yang relative besar terhadap neraca perdagangan sektor pertanian, sementara sub sektor lainnya cenderung pada posisi defisit. Laju pertumbuhan ekspor selama periode 2010-2014 sebesar 7,4 persen pertahun, sementara laju pertumbuhan impor lebih tinggi yaitu sekitar 13,1 persen per tahun, walaupun demikian secara rata-rata pertumbuhan neraca perdagangan sektor pertanian masih tumbuh positif dengan laju 4,2 persen per tahun (Gambar 1). Gambar 1. Perkembangan Ekspor – Impor dan Neraca Perdagangan Sektor Pertanian Tahun 2010-2014 Sehubungan dengan hal tersebut, maka sub sektor perkebunan merupakan sektor yang memegang peranan penting dan strategis dalam perekonomian, terutama dalam meningkatkan penerimaan devisa negara melalui ekspor, penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan baku industri dalam negeri, perolehan nilai tambah dan daya saing serta optimalisasi pengelolaan sumber daya alam. Dilihat dari nilai investasi sektor pertanian, investasi terbesar berasal dari swadaya petani dalam bentuk prasarana lahan serta sarana pendukungnya, sedangkan investasi pemerintah melalui APBN dan APBD diperkirakan hanya sekitar 4 persen dari total investasi di sektor pertanian. Di perkirakan total investasi di sektor pertanian mencapi 400 trilyun rupiah pada tahun 2014. Kontribusi investasi swasta terhadap total investasi di sektor pertanian sangat kecil, namun peningkatan investasi swasta di sektor pertanian akan mencerminkan kondisi yang kondusif bagi sektor pertanian sebagai tujuan investasi. Investasi merupakan penggerak pertumbuhan PDB sektor pertanian dimana makin tinggi investasi, maka makin besar pertumbuhan PDB sektor pertanian. Gambar 2. Realisasi Investasi PMDN dan PMA Sektor Pertanian Tahun 2010-2014 Demikian halnya dengan usaha tanaman perkebunan, sebagian besar usahatani tanaman perkebunan merupakan perkebunan yang dimiliki oleh masyarakat atau petani. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Soetrisno (2002) yang menyatakan bahwa tanaman perkebunan sebagian besar diusahakan dalam bentuk perkebunan rakyat sedangkan sisanya diusahakan oleh perkebunan besar, baik milik pemerintah maupun swasta. Berkenaan dengan hal tersebut maka perkebunan rakyat merupakan sector yang memegang peranan penting untuk dikembangkan dalam mendukung perkembangan perekonomian nasional. Usaha tanaman perkebunan saat ini tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, salah satu diantaranya adalah di Kabupaten Tasikmalaya propinsi Jawa Barat. Seperti di wilayah atau daerah lainnya, perkebunan di Kabupaten Tasikmalaya juga di dominasi oleh perkebunan rakyat. Luas areal dan produksi perkebunan rakyat jauh lebih luas dengan produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perkebunan besar Tabel 1. Tabel 1. Luas Area (ha) dan Produksi (ton) Tanaman Perkebunan di Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2014 2013 Perkebunan Rakyat Luas area Produksi (ha) (ton) 51.286,79 52.662,48 38.939,38 45.190,15 2012 38.315,23 45.193,48 Perkebunan Besar Luas area Produksi (ha) (ton) 2.728,28 2.660,45 3.713,32 8.651,78 - Jumlah Luas Area Produksi (ha) (ton) 54.015.07 55.322,93 42.673,20 53.841,93 2.644,66 41.046,51 47.838,15 2011 38.401,20 49.040,36 2.728,13 4.596,5 Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tasikmalaya 40.487,30 53.636,94 Komoditas tanaman perkebunan yang diusahakannya pada perkebunan rakyat dan perkebunan besar sangat beragam (Tabel 2). Masyarakat atau petani pada umumnya melakukan usaha budidaya tanaman pada lahan yang dimilikinya dalam upaya pemenuhan kebutuhan diri dan keluarganya. Dengan latar belakang pendidikannya yang rendah, modal terbatas dan pengusahaan lahan yang sempit serta rasa bertanggung jawab pada usaha memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya maka petani berusaha memperhitungkan resiko usahataninya sekecil mungkin. Kemauan untuk mengikuti perkembangan dalam usahataninya dalam upaya meningkatkan hasil tetap dipikirkannya tetapi pemenuhan kebutuhan keluarganya menjadi prioritas utama. Saat ini terdapat berbagai bentuk pola tanam usahatani tanaman perkebunan rakyat di Kabupaten Tasikmalaya. Pola tanam yang ada merupakan suatu bentuk kearifan lokal, berkenaan dengan sistem usahatani yang dikembangkan berlandaskan pada sumberdaya yang dimiliki petani, teknologi, budaya dan ekonomi lokal. Pola tanam usahatani tanaman perkebunan dilaksanakan oleh petani dengan berbagai keterbatasannya yang ada pada diri mereka, umumnya memiliki tingkat produktivitas yang rendah. Hal ini bisa dilihat diantaranya dari produktivitas tanaman kakao yang hanya mencapai 0,84 ton per ha padahal potensi produksi kakao dapat mencapai 2 ton biji kering/ha/tahun. Tabel 2. Luas lahan (ha) dan Produksi (ton) tanaman perkebunan di Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2014 Jenis Tanaman Kelapa Teh Kopi Cengkeh Aren Pandan Lada Kelapa Hybrida Pinang Paneli Kemiri Karet Pala Kapok Kakao Kayu Manis Jarak Pagar Jumlah Perkebunan Rakyat Perkebunan Besar Area Produksi Area Produksi 30.502,99 37.381,60 0,50 0,45 9.291,30 13.240,99 969,24 1.015,35 1.613,95 1.363,91 2.743,86 809,96 35,18 8.59 2.041,72 11.398,70 434,31 192,51 763,60 351,55 294,85 932,35 173,93 61,93 161,95 48,88 372,75 62,62 1.282,39 217,80 1.723,36 1.636,06 598,20 86,05 65,48 23,65 705,76 169,79 68,00 5,21 172,75 314,98 51.286,79 66.662,48 2.728,28 2.660,45 Jumlah Area Produksi 30.503,49 37.382,05 10.260,54 14.256,34 1.613,95 1.361,91 2.779,04 818,55 2.041,72 11.398,70 434,31 192,51 763,60 351,55 294,85 932,35 173,93 61,93 161,95 48,88 372,75 62,62 3.004,75 1.853,86 598,20 86,05 65,48 23,65 705,76 169,79 68,00 5,21 172,75 314,98 30.503,49 37.382,05 Pola tanam yang dilakukan petani tersebut merupakan hasil dari perjalanan panjang adaptasi usahatani terhadap berbagai faktor diantaranya adalah iklim, tanah, ekonomi dan budaya. Petani sebagai pelaku usahatani memiliki ikatan dengan tradisi budaya, keadaan ekonomi, politik dan agama, disertai dengan kemampuan dalam menggunakan hasil pemikirannya dalam penggunaan teknologi dalam bentuk kearifan lokal yang diterapkan secara turun temurun dalam upaya memperbaiki keadaan usahataninya. Sehubungan dengan hal tersebut maka masalah pada penelitian ini adalah bagaimanakah ragam pola tanam usahatani tanaman perkebunan berdasarkan kearifan lokal yang dilakukan oleh petani, dan bagaimana kontribusinya terhadap pendapatan petani dan keluarga tani. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menginventarisasi ragam pola tanam usahatani tanaman perkebunan yang dilakukan oleh petani berdasarkan kearifan lokal dan menganalisis kontribusinya terhadap pendapatan petani dan keluarga tani. Manfaat dari penelitian ini adalah dengan teridentifikasikannya ragam pola tanam usahatani tanaman perkebunan yang dilakukan oleh petani dapat dijadikan sebagai sumber informasi yang bermanfaat bagi seluruh pihak yang terkait dalam upaya meningkatkan pendapatan petani dan keluarga tani. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi penelitian adalah di Kabupaten Tasikmalaya Propinsi Jawa Barat tepatnya di Kabupaten Tasikmalaya Selatan. Lokasi ini dipilih karena mempunyai kekhasan, yaitu merupakan daerah pertanian termasuk kawasan andalan Priangan Timur dengan kondisi lahan relative kurang subur karena pasokan air kurang dan berbukit sehingga petani pada wilayah ini mengusahakan tanahnya dengan tanaman perkebunan. Metode penelitian yang digunakan adalah survey, dengan waktu penelitian dilakukan dari bulan Februari Sampai bulan Nopember 2017. Variabel dalam penelitian ini adalah keragaman pola tanam usahatani tanaman perkebunan rakyat yang merupakan kearifan lokal petani pelaksana usahatani tanaman perkebunan rakyat pada komponen ekosistem lahan kering terdiri dari kondisi umum pola tanam usahatani tanaman perkebunan rakyat di lokasi penelitian dan kondisi sosial ekonomi petani yang meliputi karakteristik petani (umur, pengalaman, pendidikan, tanggungan keluarga, dll), data input out put dan harga input, harga jual output, kelembagaan petani, dll. Instrumen Penelitian yang digunakan adalah angket wawancara kepada petani responden, yang meliputi petani pelaksana usaha perkebunan rakyat monokultur dan polikultur. Instrumen lainnya adalah data sekunder untuk kondisi umum daerah penelitian, kelembagaan yang ada di sekitar petani dan aspek lainnya dikaji dari berbagai studi pustaka atau literature dan data dari berbagai instansi yang ada kaitannya dengan penelitian yang dilaksanakan. Analisis data dilakukan secara deskriptif kuantitatif untuk mengetahui pola kearifan lokal petani pelaku usahatani tanaman perkebunan rakyat. HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas Responden Karakteristik responden merupakan sifat yang melekat pada individu petani pelaku usahatani polikultur tanaman perkebunan di lokasi penelitian. Karakteristik tersebut akan mempengaruhi kondisi social ekonomi dan pengambilan keputusan dalam rumah tangga. Karakteristik petani responden yang dianalisis pada penelitian ini meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan, pengalaman usahatani, tanggungan keluarga, dan kepemilikan lahan. No 1 2 3 4 5 6 Tabel 3. Karekteristik Responden Indikator Jenis Kelamin • Perempuan • Laki-laki Umur • < 15 tahun • 15-64 tahun • >64 tahun Pendidikan • Tidak sekolah • Tamat SD • SMP • SMA • Perguruan Tinggi Pengalaman Usahatani • < 1 Tahun • 1 – 17 Tahun • 17– 34 Tahun • 34 – 50 Tahun Rata-rata tanggungan keluarga Pekerjaan : • • Pertanian Sebagai Pekerjaan Utama Pertanian Sebagai Pekerjaan Sampingan Kepemilikan lahan • Milik • Milik dan Sewa • Sewa 8 Rata-rata luas lahan (ha) • Milik • Sewa Sumber: data primer diolah, 2017 Jumlah Presentase (%) 4 117 3,31 96,69 0 99 22 0 81,82 18,18 2 58 35 19 7 1,65 47,93 28,93 15,70 5,79 9 45 44 23 4 7,44 37,19 36,36 19,01 92 29 76,03 23,97 96 17 8 79,34 14,05 6,61 7 1,09 0,05 Secara umum, jenis kelamin responden adalah laki-laki 117 orang (96,69 persen) dan responden perempuan hanya 4 orang (3,31 persen). Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki masih sangat mendominasi aktifitas kegiatan di bidang pertanian. Sementara itu dari aspek umur, umur responden berada pada kriteria umur < 15 tahun tidak ada (0 persen), 15-64 tahun 99 orang (81,82 persen) dan 22 orang (18,18 persen) berada pada kisaran umur sudah tidak produktif (>64 tahun). Pendidikan petani responden pada umumnya berpendidikan SD 58 orang (47,93 persen), diikuti dengan SMP 19 orang (15,70 persen) dan berpendidikan SMA 19 orang (15,70 persen). Serdangkan yang tidak mengenyam pendidikan formal hanya 2 orang (1,65 persen) namun meskipun demikian ada pula yang berpendidikan tinggi sebanyak 7 orang (5,79 persen). Berdasarkan indikator pengalaman usahatani, 55,37 persen responden melakukan usahatani lebih dari 17 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan usahatani merupakan mata pencaharian yang telah lama ditekuni oleh responden. Hasil analisis terhadap rata-rata luas pengelolaan lahan petani responden menunjukkan bahwa luas lahan yang dikelola petani hanya mencapai 0,05-1 Ha per responden. Hal ini sejalan dengan pendapat Valeriana Darwis (2008) yang menyatakan bahwa Laju penyusutan lahan pertanian di Indonesia kian cepat, hal ini tercermin dari peningkatan jumlah rumah tangga petani kecil alias gurem dengan kepemilikan rata-rata 0,34 hektar (dibawah 1 hektar). Menurut Bappenas dan PSE-KP (2006), lahan pertanian secara ekonomi, social dan lingkungan mempunyai manfaat yang cukup luas yaitu : (1) secara ekonomi, lahan pertanian adalah masukan paling esensial dalam keberlangsungan proses produksi; (2) secara social, eksistensi lahan pertanian terkait dengan eksistensi tatanan kelembagaan masyarakat petani dan aspek budaya lainnya; dan (3) secara lingkungan, aktifitas pertanian pada umumnya relative lebih selaras dengan prinsip-prinsip pelestarian lingkungan. Dilihat dari variabel kepemilikan lahan, 96 orang (79,34 persen) menggarap lahan dengan status lahan milik sendiri, 8 orang (6,61 persen) menggarap lahan dengan status Sewa. Serta terdapat responden yang mengelola lahan milik sendiri tetapi sekaligus juga mengelola lahan dengan sistem sewa 17 orang ( 14,05 persen). Keragaman Usahatani Tabel 4 menunjukkan terdapat 23 jenis usahatani tanaman perkebunan yang ada di lokasi penelitian. Usahatani yang dilakukan petani tersebut, ada yang dilakukan secara monokultur dan ada pula yang polikultur. Usahatani monokultur yaitu usahatani yang hanya mengusahakan satu jenis tanaman, terdapat 1 orang petani yang hanya mengusahakan tanaman kopi saja, 18 orang petani mengusahakan kelapa saja dan 5 orang petani mengusahakan pisang saja. Tabel 4 juga menunjukkan bahwa petani pelaku usahatani polikultur lebih banyak dibandingkan dengan usahatani monokultur. Pada dasarnya penerapan pola tanam tumpangsari bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan meningkatkan pendapatan petani. Dari pola usahatani polikultur perkebunan yang ada, terdapat lima pola usahatani polikultur perkebunan yang paling banyak dilakukan oleh petani berturut-turut adalah kelapa – pisang, kelapa – lainnya, kakao – kopi – kelapa – pisang, kelapa – pisang – lainnya dan kakao - pisang. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Tabel 4. Keragaman Usahatani Petani Responden Jumlah Petani Pola (orang) Kakao-Kelapa 1 Kakao-Kelapa-Pisang 1 Kakao-Kelapa-Pisang-Lainnya 1 Kakao-Kopi 3 Kakao-Kopi-Kelapa 3 Kakao-Kopi-Kelapa-Lainnya 1 Kakao-Kopi-Kelapa-pisang 8 Kakao-Kopi-Kelapa-Pisang-Lainnya 1 Kakao-Kopi-Pisang 1 Kakao-Lainnya 3 Kakao-Pisang 7 Persentase 0,83% 0,83% 0,83% 2,48% 2,48% 0,83% 6,61% 0,83% 0,83% 2,48% 5,79% No Pola 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Kakao-Pisang-Lainnya Kelapa-Lainnya Kelapa-pisang Kelapa-Pisang-Lainnya Kelapa Saja Kopi Saja Kopi-Kelapa Kopi-Kelapa-Pisang Kopi-lainnya Kopi-Pisang Pisang Saja Pisang-Lainnya Tanaman Lainnya Saja Tidak Punya Tanaman Jumlah Petani (orang) Jumlah 4 10 25 7 18 1 1 1 1 1 5 3 6 8 121 Persentase 3,31% 8,26% 20,66% 5,79% 14,88% 0,83% 0,83% 0,83% 0,83% 0,83% 4,13% 2,48% 4,96% 6,61% 100,00% Sumber : data primer diolah, 2017 Dari beberapa komoditas yang diusahakan petani, tanaman kelapa merupakan jenis tanaman yang hampir selalu ada pada setiap kombinasi tanaman yang ditanam petani. Hal ini terkait dengan beberapa hal diantaranya adalah untuk pemanfaatan lahan di bawah pohon kelapa ataupun di antara pertanaman kelapa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Abdurahman dan Mulyani (2003), bahwa sebagian besar (sekitar 80%) lahan di bawah pohon kelapa ataupun diantara pertanaman kelapa belum di manfaatkan. Pemanfaatan lahan di bawah pohon kelapa dengan pola tanam tumpangsari dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan pada pertanaman kelapa. Lahan diantara tanaman kelapa berpeluang ditanami dengan sistem tumpangsari, di antaranya seperti jagung, pisang, padi, serta jenis umbi-umbian. Produktivitas lahan dapat meningkat melalui sistem pola tanam tumpangsari karena pertanaman tumpangsari mampu memanfaatkan faktor-faktor tumbuh secara maksimal (Paulus, 2001). Penanaman dengan pola tanam tumpangsari tidak berpengaruh negatif terhadap tanaman kelapa, bahkan produksi tanaman kelapa cenderung meningkat apabila tanaman tumpangsari dikelola dengan baik. Menurut Tjahyana (2000), salah satu usaha untuk meningkatkan pendapatan usaha tani kelapa adalah dengan melakukan penanaman dengan pola tanam tumpangsari. Keragaman Usahaternak Tabel 5 menunjukkan terdapat 11 pola usahaternak yang ada di lokasi penelitian. Dari 11 pola usahaternak yang ada, terdapat petani yang hanya mengusahakan 1 jenis ternak, ada yang mengusahakan 2 jenis ternak dan bahkan ada yang mengusahakan 3 jenis ternak. Ternak domba merupakan jenis ternak yang banyak diusahakan petani (42,15 persen), diikuti dengan ternak sapi dan kambing. Tabel 5. Keragaman Usahaternak Petani Responden No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Pola Jumlah Petani Ayam Kampung Saja Domba Saja Domba-Ayam Kampung Domba-Kambing Kambing Saja Sapi Saja Sapi-Ayam Kampung Sapi-Ayam Ras Sapi-Domba Sapi-Domba-Ayam Kampung Sapi-Kambing Tidak Punya Ternak 4 51 12 2 14 19 3 2 8 3 1 2 121 Jumlah Persen 3,31% 42,15% 9,92% 1,65% 11,57% 15,70% 2,48% 1,65% 6,61% 2,48% 0,83% 1,65% 100,00% Sumber : data primer diolah, 2017 Alsan pemilihan ternak domba oleh petani berdasarkan kuesioner yang diajukan adalah bahwa Domba merupakan jenis ternak yang siklusnya produksinya lebih cepat dibandingkan dengan ternak api atau ternak besar lainnya. Berdasarkan jumlah kepemilikan ternaknya (Tabel 6) terlihat bahwa jumlah pemeliharaan ternak per petani untuk jenis ternak sapi hanya sebanyak 1 ekor, ternak kambing 2 ekor/petani, ternak domba 4 ekor/petani dan ternak ayam ras serta ayam kampung masing-masing hanya 2 ekor/petani dan 5 ekor/petani. Ternak domba dan kambing yang meskipun telah menjadi komponen penting dalam usaha peternakan rakyat akan tetapi dalam pengusahaannya masih ditandai dengan biaya produksi yang relatif rendah, kurang berorientasi ekonomi, serta bentuk usaha yang bersifat pembibitan dan penggemukan yang masih sangat sederhana. No Tabel 6. Rata-rata Kepemilikan Ternak Per Petani Responden Jenis Ternak Rata-rata Kepemilikan (ekor/peternak) 1 Sapi 2 Kambing 3 Domba 4 Ayam Ras 5 Ayam Kampung Sumber: Data Primer diolah, 2017. 1 2 4 2 5 Keragaman Usahatani dan Usahaternak sebagai Usahatani Terpadu Pada pengelolaan usahatani dan usahaternaknya petani responden juga memiliki keragaman yang sangat luas, terdapat responden yang hanya melakukan pengelolaan usahatani monokultur dengan dan tanpa mengelola usahaternak, terdapat responden yang juga melakukan pengelolaan usahatani polikutur yang juga melakukan dan tanpa mengusahakan usahaternak. Sehubungan dengan hal tersebut maka dilakukan juga analisis terhadap keragaman pengelolaan usahatani dan usahaternak yang dilakukan petani responden untuk mengetahui kondisi usaha pertanian yang ada di lokasi kajian sekaligus untuk mengetahui keterkaitan pengelolaan di antara kedua cabang usaha tersebut. Kondisi Usahatani dan Usahaternak Petani Responden Tabel 7 menunjukkan terdapat 60 pola usahatani dan usahaternak yang ada di lokasi penelitian. Tabel 7. Keragaman Usahatani dan Usahaternak Petani Responden No Pola Jumlah Petani (orang) Persentase 1 Ayam Kampung-Kakao-Kopi-Kelapa-Pisang 3 2,48% 2 Ayam Kampung-Kakao-Kopi-Pisang 1 0,83% 3 Ayam Kampung-Kakao-Lainnya 1 0,83% 4 Ayam Kampung-Kakao-Pisang 1 0,83% 5 Ayam Kampung-Kelapa 4 3,31% 6 Ayam Kampung-Kelapa-Lainnya 2 1,65% 7 Ayam Kampung-Kelapa-Pisang 7 5,79% 8 Ayam Kampung-Kopi-Kelapa Pisang 1 0,83% 9 Ayam Kampung-Lainnya 1 0,83% 10 Domba-Ayam Kampung-Kakao-Kopi 1 0,83% 11 Domba-Ayam Kampung-Kakao-Kopi-Kelapa-Pisang 1 0,83% 12 Domba-Ayam Kampung-Kakao-Pisang 1 0,83% 13 Domba-Ayam Kampung-Kelapa 3 2,48% 14 Domba-Ayam Kampung-Kelapa-Lainnya 1 0,83% 15 Domba-Ayam Kampung-Kelapa-Lainnya 1 0,83% 16 Domba-Ayam Kampung-Kelapa-Pisang 5 4,13% 17 Domba-Ayam Kampung-Kopi-Kelapa-Pisang 1 0,83% 18 Domba-Kakao-Kopi 3 2,48% 19 Domba-Kakao-Kopi-kelapa-Lainnya 1 0,83% 20 Domba-Kakao-Kopi-kelapa-pisang 3 2,48% 21 Domba-Kakao-Kopi-Kelapa-Pisang-Lainnya 1 0,83% 22 Domba-Kakao-Kopi-Pisang 1 0,83% 23 Domba-Kakao-Pisang-Lainnya 1 0,83% 24 Domba-Kambing-Kakao-Kopi-Kelapa-Pisang 1 0,83% 25 Domba-Kelapa 1 0,83% 26 Domba-Kopi 2 1,65% 27 Kambing-Domba-Kelapa-Pisang-Lainnya 1 0,83% 28 Kambing-Kakao Pisang 4 3,31% 29 Kambing-Kakao-Lainnya 1 0,83% No Pola Jumlah Petani (orang) Persentase 30 Kambing-Kelapa-Pisang 3 2,48% 31 Kambing-Kelapa-Pisang-Lainnya 1 0,83% 32 Kambing-Kopi-Kelapa-Pisang 1 0,83% 33 Kambing-Kopi-Lainnya 1 0,83% 34 Kambing-Pisang-Lainnya 2 1,65% 35 Sapi-Ayam Kampung-Kakao-Lainnya 1 0,83% 36 Sapi-Ayam Kampung-Kelapa 2 1,65% 37 Sapi-Ayam Kampung-Kelapa-Lainnya 1 0,83% 38 Sapi-Ayam Kampunhg-Kelapa-Pisang 2 1,65% 39 Sapi-Domba-Ayam Kampung-Kelapa 1 0,83% 40 Sapi-Domba-Ayam Kampung-Kelapa-Lainnya 1 0,83% 41 Sapi-Domba-Kakao-Kopi-Kelapa 2 1,65% 42 Sapi-Domba-Kakao-Kopi-Kelapa-Pisang 1 0,83% 43 Sapi-Domba-Kelapa 5 4,13% 44 Sapi-Domba-Kelapa-lainnya 3 2,48% 45 Sapi-Domba-Kopi-Kelapa-Pisang 2 1,65% 46 Sapi-Domba-Lainnya 1 0,83% 47 Sapi-Domba-Pisang 1 0,83% 48 Sapi-Kakao-Kelapa 1 0,83% 49 Sapi-Kakao-Kelapa-Pisang-Lainnya 1 0,83% 50 Sapi-Kakao-Kopi-Kelapa 1 0,83% 51 Sapi-Kakao-Kopi-Kelapa-Pisang 1 0,83% 52 Sapi-Kambing-Kopi-Pisang 1 0,83% 53 Sapi-Kelapa 7 5,79% 54 Sapi-Kelapa-Lainnya 1 0,83% 55 Sapi-Kelapa-Pisang 5 4,13% 56 Sapi-Kelapa-Pisang-Lainnya 1 0,83% 57 Sapi-Kopi-Kelapa 1 0,83% 58 Sapi-Lainnya 2 1,65% 59 Tidak Punya Tanaman (Hanya Ternak) 8 6,61% 60 Tidak Punya Ternak (Hanya Tanaman) 5 4,13% 121 100,00% Jumlah Sumber: Data Primer Diolah, 2017. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA Pada tahapan berikutnya akan dilanjutkan dengan pengkajian lebih dalam yang meliputi: • Pemanfaatan Limbah Kandang Sebagai Sumber Pupuk Organik • Pemanfaatan Hijauan Sebagai Sumber Pakan • Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Terpadu SIMPULAN DAN SARAN Simpulan sementara yang dapat diperoleh yaitu: 1. Petani pelaku usahatani polikultur lebih banyak dibandingkan dengan usahatani monokultur. Tanaman kelapa merupakan jenis tanaman yang hampir selalu ada pada setiap kombinasi tanaman yang ditanam petani. Pola usahatani polikultur perkebunan yang ada, terdapat lima pola usahatani polikultur perkebunan yang paling banyak dilakukan oleh petani berturut-turut adalah : a. kelapa – pisang, b. kelapa – lainnya, c. kakao – kopi – kelapa – pisang, d. kelapa – pisang – lainnya e. kakao - pisang. 2. Pola usahaternak ada yang hanya mengusahakan 1 jenis ternak, ada yang mengusahakan 2 jenis ternak dan bahkan ada yang mengusahakan 3 jenis ternak sekaligus Ternak domba merupakan jenis ternak yang banyak diusahakan petani, diikuti dengan ternak sapi dan kambing. Pemeliharaan ternak per petani untuk jenis ternak sapi hanya sebanyak 1 ekor, ternak kambing 2 ekor/petani, ternak domba 4 ekor/petani dan ternak ayam ras serta ayam kampung masing-masing hanya 2 ekor/petani dan 5 ekor/petani. 3. Terdapat 60 pola usahatani dan usahaternak yang ada di lokasi penelitian. DAFTAR PUSTAKA Dinas Kehutanan dan Perkebunan kabupaten Tasikmalaya. Eko Setiawan. 2009. Kearifan lokal pola Tanam Tumpangsari di Jawa Timur. Agrovigor Volume 2 No.2. Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Bangkalan Madura. Fikagandhi. 2012. Pentingnya kearifan Lokal Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan di Pedesaan. Handoko, T. H. 2008. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusis. BPFE; Yogyakarta. Nurindah dan Sujak. 2006. Keanekaragaman Spesies parasitod Telur (Helicoverpa armigera) Pada Sistem Tanam Monokultur dan Polikultur Kapas. Balittas. Odum, E.P. 1998. Dasar-dasar Ekologi. Edisi ke tiga (terjemahan). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Reijntjes, C., Haverkort, B. dan Bayer, A.W. 1999. Pertanian Masa Depan, Pengantar untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah. ILEIA. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, pp: 88-107. Rencana Strategis. Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pertanian Tahun 2015-2019. Kementrian Pertanian. www.litbang.pertanian.go.id/profil/renstra 2015-2019.pdf. Sopyan, Elly Susanti, dan Dahlia. 2015. Analisis Usahatani Kakao Rakyat Pada Berbagai Pola Tanam Tumpangsari di Kecamatan Geulumpang Tiga Kabupaten Pidie. Agrisep Vol (16) No.1, 2015. Suhartini. 2009. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan penerapan MIPA [16 Mei 2009]. Yogyakarta. [Internet]. [diunduh 09 November 2011]. Dapat diunduh dari:http://www.search-document.com/pdf/1/Kajian-Kearifan-Lokal-Masyarakat-dalamPengelolaan-Sumberdaya-Alam-dan-Lingkungan.html. Syaiful Anwar. 2012. Pola Tanam Tumpangsari. Agroekoteknologi. Litbang Deptan.