BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pelayanan Nasabah 2.1.1 Definisi Nasabah Menurut Peraturan pemerintah No.7/7/PBI/2005 nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan. Nasabah terbagi menjadi dua yaitu nasabah debitur dan nasabah penyimpan (Dendawijaya, 2001). Nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian antara bank dan nasabah yang bersangkutan. Sedangkan nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan danannya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian antara bank dan nasabah yang bersangkutan. Nasabah adalah orang yang paling penting dalam suatu bank. Nasabah tidak tergantung pada bank, tetapi bank yang tergantung pada nasabah. Bank yang mampu merebut hati nasabah, yang akan diuntungkan dengan peningkatan dana yang diterima dari masyarakat. 2.1.2 Definisi Pelayanan Nasabah Sumber daya manusia merupakan faktor yang berperan penting dalam industri perbankan, hal ini disebabkan sektor perbankan merupakan industri jasa yang saat ini memegang peranan yang cukup dominan dalam menopang program-program pembangunan ekonomi. Kelancaran arus uang yang berbeda lokasi, kelancaran distribusi modal, baik untuk investasi maupun untuk modal usaha banyak ditentukan oleh lancar atau tidaknya pelayanan jasa bank. 5 6 Menurut Kotler (1994) pelayanan adalah pemberian jasa kepada pelanggan sesuai dengan kebutuhannya. Dikatakan pula bahwa jasa dapat didefinisikan sebagai kegiatan atau manfaat yang dapat diberikan oleh satu pihak kepada pihak lainnya yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak pula berakibat pemilikan sesuatu dan produksinya dapat atau tidak dapat dikaitkan dengan suatu produk fisik. Industri perbankan merupakan industri jasa yang memiliki sifat padat karya (labor intensive) sekaligus padat ilmu (knowledge intensive). Hanya dengan adanya petugas bank yang profesional maka kualitas sistem pelayanan bank akan lebih dapat ditingkatkan. 2.1.3 Pelayanan Bank Bagi dunia perbankan pemberian pelayanan menjadi hal yang terpenting bagi perusahaan, hal tersebut dikarenakan posisi pelayanan merupakan faktor pendukung terhadap aktivitas pemasaran jasa bank. Tidak terkecuali bank-bank dengan prinsip syariah harus juga dapat memberikan perhatian atas keuntungan yang dapat disumbangkan oleh proses pemberian layanan prima yang dapat diberikan oleh mereka Pelayanan di sektor perbankan khususnya difront liners menurut Sumarni (1997) secara garis besar terdiri dari ketanggapan pelayanan, kecepatan transaksi, keberadaan pelayanan dan profesionalisme. Ketanggapan pelayanan meliputi kegiatan dalam melayanai nasabah dengan cepat dan tanggap, termasuk juga menangani persoalan, pertanyaan dan keluhan yang dihadapi nasabah. Selain ketanggapan pelayanan, kecepatan transaksi juga memegang peranan penting dalam pemberian pelayanan di front liners. Kecepatan melakukan transaksi maksudnya trampil dalam melayani nasabah yang datang dan tidak sering melakukan kesalahan teknis, seperti kesalahan pendebetan, kelalaian dalam proses transfer dan lain-lain. Dalam memberikan pelayanan, keberadaan pelayanan sangat penting bagi suatu bank. Keberadaan pelayanan meliputi beberapa kegiatan misalnya memberi solusi apabila nasabah mendapat kesulitan atau masalah dalam proses transaksi. Selain itu juga memberikan jaminan kepada nasabah bahwa 7 dan yang disimpan di bank tersebut cukup aman. Bentuk pelayanan yang terakhir adalah sikap profesionalisme dari bankir atau pelaku bank. Profesionalisme maksudnya memiliki kemampuan mengoptimalisasi potensi yang ada dan hasilnya berguna bagi orang banyak serta memberikan kontribusi bagi perusahaan. Profesional bisnis adalah mampu menyeimbangkan antara idealisme profesi dengan tujuan bisnis yang sebenarnya yaitu keuntungan. 2.1.4 Jenis-Jenis Pelayanan Bank Ada 2 jenis pelayanan bank yaitu pelayanan bank klasik dan modern. Penjelasannya sebagai berikut : 1. Pelayanan Bank klasik Pelayanan bank secara klasik adalah pelayanan yang dilakukan bank secara sederhana atau bisa dikatakan manual jika dibandingkan dengan apa yang telah ada saat ini. Pada pelayanan perbankan di masa lampau para nasabah dalam bertransaksi, misalnya menyetor uang atau pun menarik uang harus mendatangi kantor cabang bank tertentu. Dan hal ini bisa saja terjadi secara bersamaan, sehingga akan terlihat rumit akibat banyaknya nasabah yang ingin melakukan transaksi, hal ini akan memaksa para nasabah harus mengantri berjam-jam untuk menyetor ataupun menarik uang. 2. Pelayanan bank modern Pada Zaman modern saat ini, dimana semakin beragam keinginan dan kebutuhan manusia, maka bank sebagai penyedia jasa finansial harus mampu memberikan apa yang diinginkan nasabah. Bank dituntut untuk dapat meningkatkan servisnya misalnya dengan melakukan inovasi terhadap produk dan layanannya, guna menjaga standart kualitas pelayanannya agar tetap dapat memuaskan nasabah. 8 2.1.5 Ciri-Ciri Pelayanan yang Baik Pelayanan dalam bank yang baik memiliki ciri-ciri tersendiri. Beberapa hal dibentuk oleh bank untuk membentuk pelayanan yang baik. Ada 2 hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan pelayanan yang baik terhadap nasabah yaitu: 1. Manusia yang memberikan pelayanan Yang pertama adalah manusia yang memberikan pelayanan tersebut. Manusia (Customer Service Officer) yang melayani nasabah harus memiliki kemampuan melayani pelanggan secara tepat dan cepat. Disamping itu, Customer Service Officer harus memiliki kemampuan dalam berkomunikasi, sopan santun, ramah, dan bertanggung jawab penuh terhadap nasabahnya. 2. Sarana dan prasana yang mendukung pelayanan. Yang kedua adalah sarana dan prasana yang diberikan Bank kepada nasabah. Dalam hal ini adalah seperti teknologi Anjungan Tunai Mandiri (ATM), e-banking, dan lain sebagainya. Sarana dan prasana harus bisa bekerja secara cepat, akurat dan tepat ketika dipergunakan nasabah. 2.1.6 Strategi Kualitas Jasa atau Pelayanan Dalam pemasaran jasa, kualitas jasa ditentukan oleh yang melakukan pelayanan. Definisi kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Menurut Wyckof (Tjiptono, 1997:146), kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Dengan kata lain ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu expected service dan perceived service (Parasuraman, et aL, 1985). Apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan apa yang diharapkan, maka atau dirasakan (perceived service) sesuai 9 dengan apa yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. Parasuraman, Zeithaml dan Berry mengidentifikasi lima kesenjangan yang menyebabkan penyajian layanan yang tidak berhasil dalam memenuhi kualitas pelayanan yang dikehendaki, yaitu (Fandi Tjiptono, 1997:146, Kotler, 2000:499): 1. Kesenjangan antara harapan konsumen dengan pandangan manajemen. Manajemen tidak selalu merasakan dengan tepat apa yang diinginkan oleh konsumen atau bagaimana penilaian konsumen terhadap komponen pelayanan. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa seharusnya didesain, dan jasa‑jasa pendukung apa saja yang diinginkan. 2. Kesenjangan antara pandangan manajemen dan spesifikasi kualitas pelayanan. Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu standar kinerja tertentu yang jelas. Hal ini bisa dikarenakan tiga faktor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa, kekurangan sumber daya, atau karena adanya kelebihan permintan. 3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas pelayanan dan penyampaian jasa. Penyebab terjadinya kesenjangan ini, misalnya karyawan kurang terlatih (belum menguasai tugasnya), beban kerja melampaui batas, tidak dapat memenuhi standar kinerja yang ditetapkan. Selain itu mungkin pula 10 karyawan dihadapkan pada standar‑standar yang kadangkala saling bertentangan. 4. Kesenjangan antara penyajian pelayanan dan komunikasi eksternal. Seringkali harapan pelanggan dipengaruhi oleh manajemen dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Risiko yang dihadapi perusahaan adalah apabila janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi. 5. Kesenjangan antar pelayanan yang dirasakan dan pelayanan yang diharapkan. Kesenjangan ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja perusahaan dengan cara yang berlainan, atau keliru mempersepsikan kualitas jasa. Walaupun pada awalnya persepsi yang dimiliki konsumen dan perusahaan adalah sama, akan tetapi karena berbagai faktor yang berlangsung, maka pada akhir proses pelayanan, persepsi konsumen dan perusahaan tentang kualitas jasa ynag dimaksud bisa saja berbeda. Kesenjangan ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja perusahaan dengan cara yang berlainan, atau keliru mempersepsikan kualitas jasa. Walaupun pada awalnya persepsi yang dimiliki konsumen dan perusahaan adalah sama, akan tetapi karena berbagai faktor yang berlangsung, maka pada akhir proses pelayanan, persepsi konsumen dan perusahaan tentang kualitas jasa ynag dimaksud bisa saja berbeda. 2.1.7 Menentukan Kualitas Jasa atau Pelayanan Menurut A.Parasuraman, dkk (dalam Valarie A.Zeithaml dan Mary Jo Bitner, Service Marketing, 1996 ; Philip Kotler, 2000 : 499) menjelaskan faktor-faktor yang menentukan kualitas jasa dapat dibagi menjadi 5 dimensi kualitas jasa, yaitu : 11 1. Bukti langsung (Tangible) Meliputi penampilan fisik, seperti gedung dan ruangan front office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapiahn dan kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi dan penampilan karyawan. 2. Keandalan (Realibility) Yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan 3. Daya tangkap (Responsiveness) Respon atau kesigapan karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, yang meliuputi kesigapan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan memeberikan pelayanan dengan tanggap. Kecepatan karyawan dalam menangani transaksi, dan penanganan keluhan pelanggan. 4. Empati (Emphaty) Perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada pelanggan,. Seperti kemudahaan untuk menghubungi perusahaan, kemempuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggan 5. Jaminan (Assurance) Mencangkup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staff , bebas dari bahaya, resiko dan keraguan. Tingkat kualitas pelayanan tidak dapat dinilai berdasarkan sudut pandang perusahaan, tetapi harus dipandang dari sudut pandang penialian pelanggan. Karena itu, dalam merumuskan strategi dan program pelayanan, perusahaan harus berorientasi pada kepentingan pelanggan dengan memperhatikan konponen kualitas pelayanan. 12 2.1.8 Tujuan Manajemen Jasa Pelayanan Tujuan menajemen jasa pelayanan adalah untuk mencapai tingkat kualitas pelayanan tertentu. Karena erat kaitnnya dengan pelanggan, tingkat ini dihubungkan dengan tingkat kepuasan pelanggan. Manajemen kualitas jasa pelayanan tidaklah semudah manajemen kualitas produk manufaktur. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam konsep manajemen jasa pelayanan (Freddy Rangkuti, “Measuring Customer Satisfaction”, 2003: 2021) : 1. Merumuskan suatu strategi pelayanan Strategi pelayanan dimulai dengan perumusan suatu tingkat keunggulan yang dijanjikan kepada pelanggan. Perumusan strategi pelayanan ini pada dasarnya dilakukan dengan merumuskan apa bidang usaha perusahaan, siapa pelanggan perusahaan dan apa yang bernilai bagi pelanggan 2. Mengkomunikasikan kualitas kepada pelanggan Strategi yang telah dirumuskan dikomunikasikan kepada pelanggan, hal ini membantu pelanggan agar tidak salah menafsirkan tingkat kepentingan yang akan diperolehnya. Pelanggan perlu mengetahui dengan jelas mengenai macam dan tingkat yang akan diperolehnya 3. Menetapkan suatu standar kualitas secara jelas Walaupun penetapan suatu standar kualitas pelayanan dalam bidang jasa tidak mudah, hal ini perlu diusahakan agar setiap orang mengetahui dengan jelas tingkat kualitas yang harus dicapai 4. Menetapkan sistem pelayanan yang efektif Menghadapai pelanggan tidaklah cukup hanya dengan senyuman dan sikap yang ramah, tetapi perlu lebih dari itu, yaitu suatu sistem yang terdiri dari metode dan prosedur untuk dapat memenuhi kebutuhan pelanggan secara tepat 5. Karyawan yang berorientasi kepada kualitas pelayanan Setiap karyawan yang terlibat dalam jasa pelayanan harus mengetahui dengan jelas standar kualitas pelayanan itu sendiri. Karena itu, perusahaan harus memperhatikan pemilihan karyawan yang tepat dan melakukan 13 pengawasan secara terus menerus bagaimana pelayanan itu harus disampaikan 6. Survei tentang kepuasan dan kebutuhan pelanggan Pihak yang menentukan kualitas jasa pelanggan adalah pelanggan. Karena itu, perusahaan perlu mengetahui sejauh mana tingkat kepuasan pelanggan dan kebutuhan pelanggan yang perlu dipenuhi perusahaan. Informasi tersebut plus jumlah pelanggan yang merasa puas dapat diketahui melalui survei secara periodik dan sistematis. Survei ini juga bisa menunjukkan dalam hal apa ketidakpuasan terjadi 2.2 Kepuasan Nasabah Pelanggan mengalami berbagai tingkat kepuasan atau ketidakpuasan setelah mengalami masing-masing jasa sesuai dengan sejauh mana harapan mereka terpenuhi atau terlampaui. Karena kepuasan adalah keadaan emosional, reaksi pascapembelian mereka dapat berupa kemarahan, ketidakpuasaan, kejengkelan, netralitas, kegembiraan, atau kesenangan. 2.2.1 Kepuasan, Kesenangan dan Loyalitas Nasabah Pelanggan yang marah atau tidak puas akan menimbulkan masalah karena mereka dapat berpindah ke perusahaan lain dan menyebarkan berita negatif dari mulut ke mulut. Tetapi apakah cukup hanya memuaskan pelanggan ? bagaimanapun, suatu perusahaan mungkin beralasan, produk dan jasa jarang ada yang sempurna dan orang sulit disenangkan. Perusahaanperusahaan yang mengambil pendekatan ini mungkin akan menghadapi masalah karena banyak bukti menunjukkan bahwa memuaskan pelanggan saja tidaklah cukup. Pelanggan yang sedikit puas atau netral dapat direbut oleh pesaing. Namun, pelanggan yang senang akan tetap loyal walaupun ada tawaran yang menarik dari pesaing. Kepuasan pelanggan memainkan peran yang sangat penting dalam industri yang sangat bersaing karena terdapat perbedaan yang sangat besar dalam loyalitas antara pelanggan yang sekedar puas dan benar-benar puas atau senang. Contohnya, studi tentang pelanggan 14 perbankan ritel menunjukkan bahwa pelanggan yang benar-benar puas hampir 42% lebih loyal dibandingkan dengan pelanggan yang sekedar puas. Untuk meningkatkan kepuasan pelanggannya, suatu perusahaan pertama-tama harus mencari tahu seberapa puas atau tidak puas pelanggan mereka sekarang. Salah satu cara yang umum digunakan untuk mengukur kepuasan adalah dengan meminta pelanggan mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang penting untuk memuaskan mereka dan kemudiankan mengevaluasi kinerja penyedia jasa dan pesaingnya berdasarkan faktor-faktor tersebut. Banyak perusahaan menggunakan skala nilai lima untuk mengukur kepuasan pelanggan dengan format berikut ini : 1 = sangat tidak puas 2 = agak tidak puas 3 = netral 4 = puas 5 = sangat puas Hasil berbagai survei kepuasaan ini dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah pelanggan yang loyal terhadap perusahaan, dan juga berapa banyak yang beisiko tidak loyal. Terdapat dua kelompok pelanggan yang sangat penting bagi penyedia jasa yakni “teroris” dan “rasul”. Teroris adalah mimpi buruk bagi setiap perusahaan. Mereka tidak hanya tidak puas, mereka akan memastikan bahwa setiap orang lain juga akan sama-sama memiliki kemarahan dan kekecewaan seperti mereka. Pelanggan ini memiliki pengalaman buruk yang tidak pernah diperbaiki perusahaan, dan mereka berniat menyebarkan berita negatif dari mulut ke mulut. Sebaliknya, rasul adalah jenis pelanggan yang diimpikan setiap penyedia jasa. Rasul adalah pelanggan yang begitu puas dengan pengalaman jasa mereka, yang harapannya jauh terlampaui, sehingga mereka merasa perlu membagi antusiasmenya dengan orang lain. Mereka begitu 15 loyal, dan kepuasan mereka membantu menarik pelanggan yang lain, menciptakan rasul dan menghilangkan teroris seharusnya menjadi tujuan utama setiap penyedia jasa. 2.2.2 Faktor Penentu Tingkat Kepuasan Nasabah Dari seluruh seluruh proses kegiatan pemberian pelayanan jasa kepada pelanggan oleh sebuah perusahaan, pada akhirnya akan bermuara pada nilai yang akan diberikan oleh pelanggan mengenai kepuasan yang dirasakan. Kepuasan menurut Kotler dan Keller (2008), dinyatakan sebagai tingkat perasaan dimana seseorang menyatakan hasil perbandingan atas kinerja produk atau jasa yang diterima dan diharapkan. Ada lima faktor yang harus diperhatikan oleh perusahaan untuk menentukan tingkat kepuasan pelanggan, yaitu sebagai berikut : a. Kualitas produk. Pelanggan akan merasa puas apabila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. b. Kualitas pelayanan. Pada industri jasa, adalah mutlak bahwa pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang pelanggan harapkan. c. Emosional. Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu, sehingga membuatnya mengalami tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk, tetapi nilai sosial atau self-esteem yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek tertentu. d. Harga. Produk yang mempunyai kualitas yang sama dengan produk lain, tetapi ditetapkan pada harga yang yang lebih murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya. e. Biaya. Pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa (pengorbanan semakin kecil), cenderung puas terhadap produk atau jasa ini. 16 2.2.3 Manfaat Kepuasan Nasabah Walaupun setiap pemasar yang berhasil ingin memberikan jasa yang memuaskan pelanggan, ini bukanlah satu-satunya sasaran. Perusahaan tidak dapat melupakan sasaran bisnis mendasar lainnya, seperti mencapai keunggulan bersaing atau mencetak keuntungan. Kepuasan pelanggan memberikan banyak manfaat bagi perusahaan, dan tingkat kepuasan pelanggan yang makin tinggi akan menghasilkan loyalitas pelanggan yang besar. Dalam jangka panjang, akan lebih menguntungkan mempertahankan pelanggan yang baik daripada terus menerus menarik dan membina pelanggan baru untuk menggantikan pelanggan yang pergi. Pelanggan yang sangat puas akan menyebarkan cerita positif dari mulut ke mulut dan malah akan menjadi iklan berjalan dan berbicara bagi suatu perusahaan, yang akan menurunkan biaya untuk menarik pelanggan baru. Hal ini terutama penting bagi penyedia jasa profesional (seperti dokter gigi, pengacara, insiyur, atau akuntan), karena nama baik dan cerita dari mulut ke mulut merupakan sumber informasi utama bagi klien baru. Kepuasan yang tinggi merupakan polis asuransi terhadap sesuatu yang salah, yang tidak akan terhindarkan karena adanya keragaman yang terkait dengan produksi jasa. Pelanggan jangka panjang dalam situasi seperti ini akan lebih memaafkan karena pengalaman buruk yang kadang-kadang terjadi akan diimbangi oleh pengalaman positif sebelumnya, dan pelanggan yang puas akan kurang tertarik dengan tawaran kepuasan pelanggan, mengingat hubungan yang langsung dengan kesetiaan pelanggan, pangsa pasar dan keuntungan. 2.2.4 Meningkatkan Kepuasan Nasabah Melalui Kualitas Jasa Kotler dan keller (2007) menyarankan untuk melakukan hal sebagai berikut : memperkecil kesenjangan-kesenjangan yang terjadi antara pihak manajemen dan pelanggan. Misalnya, melakukan penelitian dengan metode customer focus, dengan mengedarkan kuesioner dalam beberapa periode untuk mengetahui persepsi pelayanan menurut pelanggan. Selain itu, juga 17 dilakukan pengamatan dan pengawasan pegawai perusahaan tentang pelaksanaan pelayanan. Perusahaan harus berhasil membangun komitmen bersama seluruh personel ditiap bagian untuk menciptakan visi didalam perbaikan proses pelayanan. Yang termasuk didalamnya adalah memperbaiki cara berpikir, perilaku, kemampuan, dan pengetahuan dari semua sumber daya manusia yang ada, misalnya dengan metode brainstorming dan management by walking around untuk mempertahankan komitmen pegawai (pelanggan internal). Mengembangkan dan menerapkan accountable,proactive, dan partnership marketing sesuai dengan situasi pemasaran. a. Perusahaan menghubungi pelanggan setelah proses pelayanan terjadi untuk mengetahui kepuasan dan harapan pelanggan (accountable). b. Perusahaan menghubungi pelanggan dari waktu ke waktu untuk mengetahui perkembangan pelayanannya (proactive). c. Partnership marketing adalah pendekatan dimana perusahaan membangun kedekatan dengan pelanggan yang bermanfaat untuk meningkatkan citra dan posisi perusahaan di pasar. 2.2.5 Efek Kepuasan dan Ketidakpuasan Pelanggan Melalui Konsumsi Jasa Pada dasarnya, kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan atas produk akan berpengaruh pada pola perilaku selanjutnya. Hal ini ditujukan pelanggan setelah terjadi proses pembelian (post purchase action) (Kotler, 1997). Apabila pelanggan merasa puas, maka dia akan menunjukkan besarnya kemungkinan untuk kembali membeli produk yang sama. Pelanggan yang puas cenderung memberikan nreferensi yang baik terhadap produk atau jasa kepada orang lain. Tidak demikian dengan seorang pelanggan yang tidak puas (dissatisfied). Pelanggan yang tidak puas dapat melakukan tindakan pengembalian produk atau secara ekstrem, bahkan dapat mengajukan gugatan 18 terhadap perusahaan melalui pengacara, dan dipastikan memberikan referensi yang negatif terhadap produk atau jasa kepada orang lain. Oleh karena itu, perusahaan harus mengantisipasinya, karena seorang pelanggan yang tidak puas dapat merusak citra perusahaan. Perusahaan harus memiliki cara untuk meminimalisir jumlah pelanggan yang tidak puas setelah proses pembelian terjadi.` 2.2.6 Menggunakan Informasi Kepuasan Nasabah Begitu suatu perusahaan mengumpulkan data tentang kepuasan dari pelanggannya, langkah berikut adalah memutuskan strategi yang paling tepat untuk meningkatkan kepuasan. Jika kebanyakan tingkat kepuasan jatuh pada kisaran 2-3, mungkin ada masalah dalam penyerahan jasa inti perusahaan tersebut yang merupakan paket manfaat dasar yang diharapkan pelanggan dapat disediakan setiap perusahaan dalam industri tersebut. Inilah elemen lakukan atau mati, pada elemen ini sering berubah ketika harapan pelanggan meningkat, penawaran-penawaran pesaing makin bagus, atau pesaing baru memasuki pasar. Solusi terhadap masalah tersebut adalah memastikan bahwa produk dasar perusahaan memenuhi standar industri yang ditentukan pelanggan. Pelanggan yang netral atau puas mungkin senang dengan jasa intinya tetapi ingin senantiasa mendapatkan jasa tambahan yang membuat produk dasar lebih efektif atau lebih mudah digunakan. Hal ini mencangkup elemen lakukan dan mundur dan elemen kalahkan. Perusahaan juga seharusnya memiliki proses perbaikan jasa yang tanggap sehingga, apabila terjadi masalah, pelanggan tidak pindah ke katerogi tidak puas. Penyedia jasa dengan jumlah pelanggan netral dan puas yang tinggi perlu menambah jenis jasa pendukungnya dan mengembangkan strategi pemulihan proaktif untuk memperbaiki masalah yang muncul selama penyerahan jasa. Pelanggan yang sangat puas percaya bahwa perusahaan sangat memahi dan memperhatikan kesukaan, kebutuhan, harapan, dan masalah pribadi mereka. Penyedia jasa dengan peringkat kepuasaan pelanggan 5 jelas 19 telah mendengarkan dengan hati-hati pelanggan mereka dan sebagai hasilnya telah sanggup menggabungkan dalam jumlah besar elemen kalahkan ke dalam tawaran jasa inti mereka. Karena elemen kalahkan dapat dengan mudah menjadi elemen imbangi jika ditiru oleh pesaing, perusahaan harus terus-menerus mendengarkan pelanggannya dan mencari cara baru untuk menyenangkan mereka. 2.2.7 Produktivitas dan Kepuasan Nasabah Walaupun banyak perusahaan ingin meningkatkan produktivitas maupun kualitas, keduanya tidak selalu sejalan. Manajer mungkin harus meniti keseimbangan antara kuantitas dan kualitas, khususnya apabila kepuasan pelanggan bergantung pada jasa khusus yang disediakan langsung oleh karyawan. Tingkat produktivitas dan kepuasan pelanggan yang tinggi adalah yang paling menguntungkan dan paling memungkinkan untuk perusahaan-perusahaan seperti pemesanan lewat pos, toko pakaian, dan restoran cepat saji, yang menyediakan gabungan antara barang dan jasa kepada pelanggan dengan cara yang cukup standar. Contohnya Taco Bell sangat berhasil dalam melakukan perbaikan produktivitas yang menambah kepuasan pelanggan dan memberi dampak sangat positif pada keuntungan. Namun, bagi perusahaan-perusahaan yang outputnya adalah sesuatu yang lebih tidak berwujud seperti penerbangan, bank dan agen perjalanan carter keuntungan terbesar disebabkan oleh kepuasan pelanggan yang lebih tinggi dan produktivitas yang relatif lebih rendah. Jadi, untuk jasa yang lebih khusus, fokus utamanya seharusnya adalah peningkatan kepuasan pelanggan. Perusahaan harus meningkatkan produktivitasnya hanya jika mereka yakin bahwa perubahan itu tidak akan membawa pengaruh negatif terhadap persepsi pelanggan tentang kualitas jasa. Sayangnya, banyak upaya untuk meningkatkan produktivitas jasa cenderung terpusat pada tindakan-tindakan untuk menghilangkan pemborosan dan menurunkan biaya tenaga kerja. Pengurangan pekerja di depan panggung berarti sisa karyawan harus bekerja lebih keras dan lebih 20 cepat atau juga terjadi kekurangan karyawan untuk melayani pelanggan dengan cepat pada jam-jam sibuk. Walaupun karyawan mungkin dapat bekerja lebih cepat dalam kurun waktu singkat, hanya sedikit dapat mempertahankan irama yang cepat dalam waktu yang lama. Mereka akhirnya menjadi lelah, melakukan kesalahan, dan memperlakukan pelanggan dengan tidak simpatik. Pekerja yang mencoba mengerjakan dua atau tiga hal sekaligus (misalnya melayani pelanggan secara langsung sambil sekaligus menjawab telepon dan memisah-misahkan kertas), mungkin akan menghasilkan pekerjaan yang jelek untuk masing-masing tugas. Tekanan yang berlebihan untuk meningkatkan produktivitas akan menimbulkan ketidakpuasan dan kekecewaan dikalangan semua karyawan, tetapi hal itu akan sangat sulit lagi bagi karyawan kontak pelanggan, yang terjebak antara mencoba memenuhi kebutuhan pelanggan dan berupaya mencapai sasaran produktivitas manajemen. 2.2.8 Kontak Pelanggan dan Organisasi Jasa “Halo, first direct. Ada yang dapat saya bantu ?” terdengar suara yang ramah menyambut pelanggan yang menelpon tengah malam untuk melakukan beberapa transaksi perbankan. First direct, salah satu divisi Midland Bank di Inggris, tidak memiliki cabang satupun . Bank ini melayani pelanggan di seluruh Inggris (dan luar Inggris) dari beberapa pusat layanan pelanggan yang lokasinya jauh dari perusahaan-perusahaan raksasa keuangan di London. Dewasa ini banyak bak yang menawarkan layanan telpon, tetapi hal itu biasanya hanya sebagai jasa pelengkap pengoperasian cabang tradisional. Namun, ada kecenderungan Bank-Bank besar menawarkan kontak langsung lewat telepon 24 jam sehari 365 hari setahun. Bankir dari seluruh dunia datang untuk mempelajari First Direct guna melihat apa yang dapat mereka peroleh dari Bank pertama yang seluruhnya menggunakan telpon. 21 Ide yang menyebabkan First Direct tumbuh mencengangkan seperti itu mulanya berasal dari riset Midland pada tahun 1988. Sebuah survai pelanggan bank Inggris menghasilkan beberapa temuan yang mengejutkan : a. 51 persen pemegang rekening mengatakan mereka lebih suka mendatangi cabang banknya sesedikit mungkin. b. 20 persen tidak pernah mendatangi cabang banknya dalam sebulan terakhir. c. 38 persen mengatakan jam kerja perbankan tidak sesuai. d. 27 persen mengharapkan mereka dapat melakukan lebih banyak transaksi melalui telepon (tetapi tetap dengan orang yang sesungguhnya). Sebagai tanggapannya, Midland memutuskan untuk membuka bank baru tanpa cabang. Untuk melayani pelanggan yang seluruhnya dilakukan dengan telepon, diperlukan proses baru yang mudah digunakan staf maupun pelanggan. Sebagaimana dikemukakan seorang manajer operasi, “Kami harus mampu menjawab dalam hitungan detik, bukan menit-prosedur bank biasa sama sekali tidak berlaku. Kami harus menciptakan sistem yang dapat bekerja menjadi pembantu, bukan majikan, bagi yang menggunakannya.” Para perancang berkeliling mencari sistem komputer dan telekomunikasi yang dapat menyediakan layanan dengan kecepatan, produktivitas, dan kualitas yang dibutuhkan untuk menarik pelanggan dan memungkinkan bank baru itu memperoleh untung. Akses ke uang adalah persoalan sederhana-pelanggan dapat datang ke jaringan ATM nasional. Dalam merekrut orang yang dinamakan “perwakilan bank,” First direct tidak mencari teller bank tradisional. Sebaliknya, mereka mencari orang-orang yang mempunyai kemampuan berkomunikasi yang kuat untuk menciptakan kepercayaan dan keyakinan pada pelanggan, yang tidak akan pernah bertemu muka dengan karyawan dan akan selalu berurusan dengan orang yang berbeda setia kali mereka menelpon. Kriteria penting lainnya adalah kemampuan mendengar yang baik. Kemampuan-kemampuan itu 22 ditingkatkan melalui pelatihan intensif dan pengetahuan tambahan tentang produk dan prosedur perbankan. Walaupun terdapat prediksi bankir tradisional dan orang-orang yang skeptis lainnya bahwa usaha baru ini akan gagal, First Direct ternyata telah menikmati keberhasilan dan keuntungan. Biaya karyawan dan transaksinya berada jauh dibawah bank-bank konvensional yang mempunyai cabang. Pelanggan baru terbanyak tertarik karena rekomendasi pelanggan lama yang puas. Bank ini memperkirakan akan ada lebih dari sejuta pelanggan pada tahun 2000. Hebatnya, First Direct telah mengubah wajah industri perbankan dari bank yang mempunyai cabang dan kontak pelanggan yang tinggi menjadi perbankan dengan kontak yang rendah dengan menggunakan telepon dan ATM. Langkah logis berikutnya adalah perbankan rumah (home banking) melalui situs Web. Dengan merangkum filosofi bank tersebut, seorang manajer pemasaran berkata, “Orang tidak melihat bank sebagai bagian mendasar dari hidup mereka. Kami berupaya memasarkan First Direct sebagai aktivitas sampingan. Gagasannya adalah bahwa layanan itu efisien, mudah dan tersedia kapan saja anda menginginkannya. Anda cukup melakukan transaksi sebentar dan kemudian pergi lagi untuk mengerjakan hal lain yang lebih menarik. 2.2.9 Pelanggan dan Organisasi Jasa Dimana tempat yang cocok bagi pelanggan dalam organisasi jasa? Jelas, pelanggan First Direct memiliki tipe hubungan yang berbeda dengan pelanggan yang mengunjungi bank biasa. Pelanggan First direct mendapat keuntungan dari segi tempat dan waktu yang nyaman daripada harus mendatangi tempat penyedia jasa. Kontak fisik mereka hanyalah dengan mesin ATM, yang dapat ditemukan diberbagai tempat. Selanjutnya, kesan pelanggan terhadap pengoperasian First Direct adalah seberapa cepat telepon dijawab (standarnya adalah 75 persen panggilan harus dijawab dalam waktu 23 kurang dari 20 detik), keramahan dan profesionalisme suara karyawan dan kecepatan penyelesaian transaksi. Mendatangi Bank mengandung tipe hubungan yang berbeda dan lebih memakan waktu. Pelanggan hanya dapat mendatangi bank pada jam kerja, dan mungkin harus menempuh jarak yang jauh. Mereka akan melihat eksterior dan interior bangunan harus mengantre dan harus berhadapan mukan dengan petugas, yang dibanyak Bank akan berlindung dibalik kaca. Banyak orang menikmati interaksi sosial dengan mengunjungi suatu gerai ritel terutama apabila mereka mengenal petugas yang melayani mereka, dan tidak percaya pada mesin. Studi terakhir di A.S menunjukan bahwa 73 persen responden lebih menyukai bank yang mempunyai cabang, dan 64 persen mengatakan mereka lebih baik tidak menggunakan teknologi sama sekali untuk transaksi-transaksi tertentu.