bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Implementasi
pemerintahan
yang
teknologi
informasi
bertujuan
untuk
dan
komunikasi
meningkatkan
(TIK)
efektifitas,
dalam
efisiensi,
akuntabilitas dan transparansi kinerja pemerintahan hanya akan terwujud ketika
penerapan e-government mampu menghapus batasan-batasan sosial dengan
masyarakat [1]. Konsep e-government tidak hanya semata pada persoalan service
delivery dan transformasi layanan publik berbasis TIK. Tantangan e-government
saat ini adalah bagaimana publik dapat terlibat dan dilibatkan dalam proses jalannya
pemerintahan dan pengambilan keputusan, serta mampu mendorong masyarakat
berpartisipasi pada aspek politik, sosial dan budaya [2].
Telah menjadi pemahaman umum bahwa perkembangan TIK dewasa ini
sungguh luar biasa. Teknologi memengaruhi gaya hidup dan kehidupan sosial,
menciptakan metode-metode baru dalam komunikasi, pendidikan, perdagangan,
dan lain sebagainya. Sebagai media komunikasi, TIK -- dan internet sebagai
produknya -- telah merevolusi cara-cara manusia berinteraksi antar sesama,
maupun berpartisipasi dalam ruang publik, pemerintahan dan demokrasi.
Penggunaan perangkat-perangkat digital saat ini mampu mengurangi bahkan
mengeliminasi keterbatasan jarak dan waktu pada partisipasi tatap muka, sehingga
dengan bantuan teknologi informasi, praktik demokrasi dan partisipasi dapat lebih
terjangkau masyarakat [3]. Adopsi TIK dalam wilayah demokrasi melahirkan
konsep partisipasi elektronik atau partisipasi online, yang kemudian konsep ini
dinamakan e-participation.
e-Participation didefinisikan sebagai transformasi aktivitas partisipasi
publik dalam konteks sosial-demokrasi melalui pemanfaatan teknologi informasi
[4]. e-Participation merupakan salah satu bagian dari konsep e-demokrasi yang
1
menekankan pada keterlibatan publik dalam konteks pengambilan keputusan,
sedikit berbeda dengan e-voting yang fokus pada pemungutan suara [5]. Jika
dikaitkan dengan konsep e-government, e-participation merupakan salah satu
penerapan pada aspek government to citizen (G2C) yang berhubungan erat dengan
pelayanan masyarakat.
Dalam kajian ilmiah, e-participation merupakan bidang penelitian yang
relatif baru berkembang sejak dua dekade belakangan ini. Kebaruan bidang ini
cukup menarik minat para ahli dan peneliti untuk mengeksplorasi konsep, metode,
manfaat, dan berbagai aspek lainnya. Sejalan dengan itu, berbagai negara maju
terutama negara-negara di eropa mulai menerapkan e-Participation sebagai inovasi
partisipasi di dalam sistem pemerintahannya. E-Participation dipandang sebagai
alternatif solusi atas krisis demokrasi yang terjadi di banyak pemerintahan yang
dicirikan dengan penurunan angka partisipasi pemilih, dan tingkat kepercayaan
publik yang rendah terhadap partai politik dan lembaga pemerintah [6].
Adapun salah satu bentuk penerapan e-participation adalah model
konsultasi publik berbasis teknologi informasi, atau disebut juga dengan econsultation.
e-Consultation
adalah
konsep
layanan
pemerintah
yang
mengakomodir aspirasi masyarakat melalui diskusi secara daring (online) untuk
membahas suatu isu atau permasalahan dalam perumusan kebijakan. Jika
sebelumnya konsultasi publik dilaksanakan melalui tatap muka dalam bentuk
seminar, rapat dengar pendapat umum (RDPU), ataupun dengan publikasi di mediamedia cetak, maka melalui e-consultation, konsultasi publik diselenggarakan secara
online melalui media internet. Inisiatif ini dinilai menjadi langkah positif untuk
menampung aspirasi masyarakat dalam perumusan kebijakan yang biasanya relatif
lebih sulit jika dilakukan dengan tatap muka [7], yang biasanya disebabkan
keengganan masyarakat umum untuk berbicara dalam topik politik dan kebijakan.
Hal-hal seperti topik yang kontroversial, rasa tidak ingin berdebat, kekuatiran akan
konsekuensi atas pendapatnya, ataupun merasa tidak memiliki pengalaman dan
pengetahuan yang memadai dalam ranah politik menjadi alasan mengapa sebagian
orang enggan terlibat dalam diskusi politik. Namun dengan memungkinkannya
komunikasi dilangsungkan secara online, hal ini kemudian mampu menghapus
2
beban psikologis tadi sehingga mendorong orang untuk terlibat dalam diskusi
politik. Karakteristik dunia maya membuat pengguna dapat hadir secara anonim,
dan mengurangi kekuatiran akan keberadaan fisiknya.
Namun sayangnya, penerapan e-consultation dan e-participation belum
menjadi prioritas di lembaga-lembaga pemerintah di Indonesia. Hasil penelusuran
layanan konsultasi publik online melalui mesin pencari Google hanya menampilkan
satu lembaga yang aktif menerapkannya, yaitu Direktorat Jenderal Sumber Daya
dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kementerian Komunikasi dan
Informatika. Rendahnya penerapan e-participation di Indonesia juga diperkuat
dengan hasil pemeringkatan index e-participation dunia oleh United Nations yang
menunjukkan Indonesia hanya berada pada urutan ke-110, masih cukup jauh
tertinggal dibandingkan negara lain [8].
Saat ini sejumlah negara telah mengembangkan dan mengimplementasikan
e-consultation sebagai salah satu cara untuk mensosialisasikan kebijakan
pemerintahannya. Namun ternyata menggelar wadah komunikasi berbasis
teknologi dalam wilayah demokrasi tidak serta merta membawa kepada deliberasi
dan diskusi yang berkualitas. Menyediakan layanan online yang ditujukan kepada
masyarakat umum berarti menjadikan tingkat partisipasi publik sebagai salah satu
indikator keberhasilannya, sebab tanpa adanya partisipasi publik, tentunya layanan
tersebut akan menjadi sia-sia. Hal seperti inilah yang terjadi pada forum econsultation salah satu pemerintah lokal di negara bagian Amerika Serikat yang
dihentikan karena jumlah partisipasi yang sangat rendah [9]. Dalam studi yang lain
dikatakan bahwa sebagian besar e-consultation yang dilaksanakan masih dalam
tahap uji coba atau pilot-project. Kondisi tersebut menjadikan layanan ini belum
sepenuhnya menjadi bagian yang resmi dalam proses pengambilan keputusan
sehingga kontribusi-kontribusi yang dihasilkan pun belum berdampak pada
kebijakan yang dihasilkan [7], [10].
Gagalnya dalam penerapan e-consultation juga dikemukakan oleh Klasinc
[11] yang meneliti pelaksanaan e-consultation di Kroasia. Dalam studinya, ia
menemukan bahwa pelaksanaan e-consultation di Kroasia berlangsung dengan
tidak produktif. Forum komunikasi yang seharusnya menjadi wadah untuk
3
menyampaikan kontribusi-kontribusi positif justru menjadi tempat untuk
melemparkan komentar-komentar negatif dan penghinaan yang cenderung
menyerang pemerintah ketika tema yang dibahas dianggap merugikan pihak-pihak
tertentu. Adapun menurut Klasinc, hal tersebut terjadi karena kurangnya
perencanaan dan pemahaman yang baik pada strategi pelaksanaannya.
Pengembangan sistem informasi dan teknologi informasi memang tidak
selalu diikuti dengan pemanfaatan dan hasil yang diharapkan. Terlebih dalam
lingkungan sektor publik seperti halnya e-consultation, keberhasilan layanan
berbasis teknologi informasi sangat bergantung pada sejauhmana perencanaan
organisasi dan pemahaman yang holistik terhadap sistem yang akan dikembangkan.
Untuk menjawab kebutuhan tersebut, maka melalui penelitian ini akan
dikembangkan sebuah kerangka implementasi e-consultation yang dapat digunakan
sebagai pendekatan implementasi serta panduan dalam penerapannya inisiatif econsultation.
1.2
Perumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dirumuskan beberapa
masalah penelitian sebagai berikut:
1. Hasil survei United Nations memperlihatkan bahwa index e-participation di
Indonesia berada pada urutan ke-110, masih cukup rendah dibandingkan
negara-negara lain;
2. Inisiatif konsultasi publik yang digelar secara online (e-consultation) masih
jarang dilaksanakan di institusi pemerintahan di Indonesia;
3. Pelaksanaan e-consultation masih menemui kelemahan-kelemahan seperti
partisipasi yang rendah baik dari publik maupun dari pemerintah dan
politisi, diskusi yang berlangsung dengan tidak produktif, dan sebagian
besar masih dalam bentuk uji coba sehingga belum menjadi bagian yang
resmi dalam perumusan kebijakan;
4. Belum adanya suatu model pengembangan yang baku sebagai acuan
pengembangan dan implementasi e-consultation di Indonesia.
4
1.3
Keaslian penelitian
Penelitian terkait pengembangan kerangka implementasi e-consultation
maupun e-participation secara umum masih jarang dilakukan. Hal ini dikarenakan
konsep e-participation yang masih tergolong baru sehingga belum ada metode
pengembangan yang baku dan banyak pelaksanaan e-participation masih bersifat
pilot project dan uji coba.
Studi pengembangan model dan kerangka (framework) implementasi eparticipation yang dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya dibedakan
berdasarkan pendekatan tertentu. Diantaranya adalah studi pengembangan
framework e-participation yang memfokuskan pada pemilihan teknik partisipasi
dan perangkat TIK oleh Phang dan Kankanhalli [12]. Studi ini mengkaji tentang
kesesuaian antara tujuan dengan metode partisipasi yang diterapkan. Dalam
studinya mereka berpendapat bahwa inisiatif e-participation memiliki 4 (empat)
tujuan pelaksanaan, dan pemilihan metode partisipasi serta perangkat TIK harus
diselaraskan dengan tujuan pelaksanaan tersebut untuk mendapatkan hasil yang
optimal. Berdasarkan tujuan e-participation yang dikemukakan, Phang dan
Kankanhalli menyusun kerangka pemanfaatan TIK untuk e-participation dan 3
(tiga) langkah prosedur implementasi e-participation seperti yang diperlihatkan
pada Tabel 1.1 dan Gambar 1.1.
Tabel 1.1 Kerangka Pemanfaatan TIK untuk e-participation [12]
Tujuan e-participation
Information
Exchange
Fitur utama
Education &
Support building
Decision-making
Supplement
Input Probing
Menyediakan wadah
Pemilihan dan
partisipasi publik
pelibatan publik dari
untuk melakukan
kalangan tertentu
komunikasi dua arah
berdasarkan
secara bebas dan
demografi.
terbuka
Mekanisme untuk
untuk memperoleh
informasi tertentu
untuk kepentingan
pengambilan
keputusan
Mekanisme untuk
mengumpulkan dan
menganalisis
masukan/opini
publik secara
sistematis.
Group support
system, Survei
online, Visualization
tools
Survei online, web
comment form,
teknik analisis data
(Natural Language
Processing, dll)
Perangkat TIK Portal web dengan
yang sesuai
forum online, online
chat
Electronic profiling,
online chat, forum
diskusi dengan
registrasi,
teleconference,
videoconference,
e-mail
5
Gambar 1.1 Tiga langkah prosedur implementasi e-participation [12]
Islam [13] mengembangkan model implementasi e-participation yang ia
nyatakan bersifat berkelanjutan (sustainable). Studi ini dilaksanakan melalui
analisis benchmarking terhadap sejumlah hasil penilaian e-government dan
pelayanan publik elektronik oleh lembaga-lembaga internasional. Dalam hasil
penelitiannya, Islam menyusun tahapan implementasi e-participation yang
kemudian dinamakan 7Ps Sustainable e-Participation Implementation Model yang
terdiri atas tujuh tahapan, yaitu (1) Pengembangan kapasitas dan kebijakan; (2)
Perencanaan dan penentuan sasaran; (3) Pengembangan program dan informasi; (4)
Penentuan proses dan perangkat; (5) Promosi; (6) Partisipasi; dan (7) Analisis
implementasi. Model implementasi e-participation yang dikembangkan oleh Islam
diperlihatkan pada Gambar 1.2.
Post-implementation
analysis
Participation
Promotion
Process & tools
Program & content
development
Planning & goal
settings
Policy & capacity
buliding
Gambar 1.2 7Ps Sustainable e-Participation Implementation Model [13]
Scherer et.al. [14] melakukan studi penyusunan kerangka panduan inisiatif
e-participation. Penelitian ini dilaksanakan melalui studi kasus implementasi
6
proyek e-participation VoicE dan VoiceS di Eropa. Kerangka yang disusun berupa
proses iteratif yang terdiri atas empat tahapan, yang kemudian di-breakdown
menjadi enam aktivitas, yaitu: (1) Inisiasi proyek; (2) Perancangan partisipasi; (3)
Perancangan e-Participation; (4) Mempersiapkan informasi dan implementasi
platform; (5) Promosi dan pemeliharaan; dan (6) Evaluasi. Kerangka panduan eparticipation yang disusun Scherer et.al. diperlihatkan pada Gambar 1.3.
Gambar 1.3 Kerangka panduan inisiatif e-participation [14]
Studi penyusunan kerangka acuan e-participation juga dilaksanakan oleh
Scherer dan Wimmer [15]. Penelitian ini menggunakan metodologi reference
modelling dan pendekatan enterprise architecture dengan mengambil studi kasus
pada proyek e-participation di Eropa yaitu LEX-IS, VoicE, dan VoiceS. Kerangka
implementasi yang dikembangkan kemudian dinamakan Model Referensi eParticipation yang terdiri atas empat blok entitas, yaitu (1) Blok model prosedural;
(2) Blok dimensi; (3) Blok pustaka (library); dan (4) Blok Domain Meta Model.
Model referensi e-participation yang dikembangkan diperlihatkan pada Gambar
1.4.
7
Gambar 1.4 Kerangka panduan inisiatif e-participation [15]
Dari penelitian-penelitian sebelumnya yang telah dikemukakan di atas,
umumnya kerangka implementasi yang dihasilkan masih bersifat generik, dalam
artian dikembangkan sebagai panduan implementasi e-participation secara umum
yang tidak spesifik pada bentuk-bentuk dan area partisipasi tertentu. Disini peneliti
berasumsi bahwa setiap bentuk e-participation tentunya memiliki karakteristik yang
unik dan proses yang berbeda satu dengan yang lainnya, sehingga perspektif dalam
perencanaan dan implementasinya tentu berbeda pula. Melihat kekurangan
tersebut, penelitian ini mencoba untuk menutupi kekurangan tersebut dengan
mengembangkan
kerangka
implementasi
e-consultation
sebagai
panduan
implementasi e-participation yang spesifik pada konsultasi publik elektronik.
Perbandingan antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya
dituangkan dalam Tabel 1.2.
8
Tabel 1.2 Penelitian terkait pengembangan model dan kerangka implementasi
Peneliti
Tujuan
Metode
Area
E-participation
Studi literatur
Umum
Benchmarking,
Studi literatur
Umum
Phang &
Kankanhalli [12]
Mengembangkan kerangka
pemanfaatan TIK dalam
menerapkan e-participation
Islam [13]
Mengembangkan Model
Implementasi e-participation yang
berkelanjutan (sustainable)
Scherer et.al. [14]
Mengembangkan kerangka
panduan inisiatif e-participation
Studi kasus
Umum
Scherer &
Wimmer [15]
Mengembangkan model referensi
untuk penerapan e-participation
Studi kasus
Umum
Penelitian ini
Kerangka implementasi econsultation
Studi literatur, best
practice, dan studi
lapangan.
E-consultation
1.4
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan kerangka implementasi
layanan e-consultation. Kerangka implementasi terdiri atas komponen-komponen
yang menjadi karakteristik e-consultation yang disusun dalam bentuk model
tahapan yang diharapkan dapat menjadi acuan dalam menerapkan e-consultation di
institusi pemerintah. Penelitian ini juga akan mengembangkan prototipe aplikasi
yang akan menggambarkan antarmuka (interface) e-consultation yang akan
dikembangkan.
1.5
Manfaat Penelitian
Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai pedoman dan
acuan pengembangan layanan e-consultation sebagai media konsultasi publik bagi
institusi pemerintahan untuk mendorong tingkat partisipasi masyarakat dalam
proses perumusan kebijakan. Adapun manfaat secara teoritis, hasil penelitian ini
dapat memberikan kontribusi keilmuan dan tambahan informasi dalam lingkup
9
keilmuan e-participation, serta dapat menjadi acuan dalam melakukan penelitianpenelitian sejenis.
10
Download