I. PENDAHULUAN

advertisement
I. PENDAHULUAN
Sargassum polycystum termasuk alga yang sangat potensial sebagai bahan baku
alginat (alginofit) (Rasyid, 2001). Algin merupakan bahan yang sangat banyak dimanfaatkan
dalam dunia industri. Algin berbentuk asam alginik (alginic acid) yang merupakan getah
selaput (membrane missilage). Asam alginik tidak terdapat dalam bentuk yang bebas, tetapi
umumnya membentuk garam dengan unsur kimia lainnya. Garam alginik biasanya disebut
alginat, umumnya mempunyai sifat larut dalam air, misalnya sodium alginat, pottasium
alginat, dan ammonium alginat.Contoh garam alginik yang tidak dapat larut di dalam air
adalah kalsium alginat. Pada bidang industri kosmetik, algin juga mempunyai peranan
penting sebagai bahan baku untuk membuat cream, lotion, shampo, maupun cat rambut.
Pada bidang farmasi, algin sering digunakan sebagai bahan untuk membuat suspensi,
emulsi, pemantap tablet, salep, kapsul, plester, maupun filter. Algin juga bermanfaat pada
industri bahan makanan, yaitu sebagai bahan baku dalam pembuatan saus, mentega,
bahkan tidak jarang digunakan sebagai sayuran, selain berperan dalam industri tersebut,
algin juga berperan pada industri tekstil, kertas, keramik, fotografi, insektisida, pestisida,
bahan pegawet kayu (Afrianto dan Evi, 1989).
Sumberdaya Sargassum polycystum di Indonesia cukup tinggi, namun alginat masih
diimpor dari luar negeri. Panen rumput laut Sargassum polycystum Sampai saat ini masih
mengandalkan panen alamiah yang bergantung pada kondisi alam dan musim yang
dikhawatirkan akan dapat menurunkan kemampuan tersedianya produksi secara
berkelanjutan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian kearah produksi dengan
budidaya.
Penelitian ini menggunakan metode apung, metode apung adalah salah satu teknik
budidaya rumput laut dengan menggunakan bambu sebagai rakit dengan berbagai ukuran.
Metode ini cocok untuk perairan dengan dasar perairan yang terdiri dari karang yang
pergerakan airnya didominasi oleh ombak (Aslan, 1998). Menurut Suryadi et al. (1993),
rumput laut akan tumbuh paling baik pada metode apung bila dibandingkan dengan
metode dasar dan metode lepas dasar, karena intensitas cahaya matahari yang diterima
talus rumput laut lebih tinggi. Keuntungan lain dari metode apung adalah tanaman
terbebas dari hama yang biasanya menyerang dari dasar perairan, pertumbuhannya lebih
cepat dan kualitas rumput laut yang dihasilkan baik.
Bibit yang baik berasal dari tanaman induk yang sehat, segar, dan bebas dari jenis lain
agar memberikan pertumbuhan yang optimal. Pertumbuhan antar bibit agar maksimal juga
diperlukan jarak tanam yang tepat, jarak tanam yang biasa digunakan pada metode apung
1
adalah 15-30 cm. Menurut Iksan (2005) jarak tanam yang menggunakan rakit apung yaitu
dengan jarak 30 cm menunjukkan pertumbuhan harian yang paling tinggi sebesar 3,59% per
hari.
Pantai Nusakambangan terletak di Kelularahan Tegal Kamulyan, Kecamatan Cilacap
Selatan, Kabupaten Cilacap. Lokasinya yang tidak berhubungan langsung dengan Samudera
Hindia sehingga ombaknya tidak terlalu besar. Pantai Teluk penyu memiliki perairan yang
bersubstrat karang mati, salinitas sebesar 27-32 o/oo dengan kadar pH antara 7-8.
Kedalaman saat surut sekitar 100 cm dan saat pasang sekitar 210 cm sehingga masih
mendukung pertumbuhan rumput laut.
Berdasarkan uraian di atas maka muncul permasalahan :
1. Bagaimana pengaruh sistem dan jarak tanam yang berbeda terhadap pertumbuhan
Sargassum polycystum di Pantai Nusakambangan?
2. Sistem modifikasi apa dan jarak tanam berapa, yang mampu menghasilkan pertumbuhan
Sargassum polycystum yang tertinggi di Pantai Nusakambangan?
Berdasarkan permasalahkan tersebut muncul tujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh sistem rakit dan jarak tanam terhadap pertumbuhan dan produksi
Sarggassum polycystum di Pantai Nusakambangan.
2. Menentukan sistem rakit dan jarak tanam yang menghasilkan produksi tertinggi
Sarggassum polycystum di Pantai Nusakambangan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pertumbuhan
dan produksi Sargassum polycystum menggunakan modifikasi sistem penanaman apung
dan jarak tanam berbeda di Pantai Nusakambangan Cilacap.
Menurut
Rahmadi
(2008)
pertumbuhan
rumput
laut
Eucheuma
cottonii
menggunakan sistem tali tunggal rakit terbesar diperoleh pada jarak tanam 25 cm yang
masing-masing nilai rata-ratanya sebesar 157 gram dan 267,34 gram sedangkan
pertumbuhan rumput laut Eucheuma cottonii menggunakan metode lepas dasar dan rakit
apung yang terkecil pada jarak tanam 10 cm dengan nilai rata-rata masing-masing adalah
98,03 gram dan 134,72 gram.
Hasil penelitian Faisal et al. (2009), rumput laut G. verrucosa yang ditanam dengan
sistem jaring waring menghasilkan laju pertumbuhan sebesar 0,514 kg/m2, dengan sistem
jaring menghasilkan laju pertumbuhan sebesar 0,449 kg/m2, sedangkan dengan sistem tali
tunggal menghasilkan laju pertumbuhan terkecil sebesar 0,415 kg/m2. Amin et al. (2007),
rumput laut E. cottonii yang ditanam dengan sistem jaring waring kedalaman 0-30 cm
sebesar 261,33 g/m2, sedangkan produksi terendah diperoleh dari perlakuan jaring
kedalaman 0-30 cm sebesar 122 g/m2.
2
Berdasarkan landasan pemikiran yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Modifikasi sistem rakit dan jarak tanam yang berbeda, berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan produksi Sargassum polycystum di Pantai Nusakambangan
Kabupaten Cilacap.
2. Budidaya menggunakan sistem tali tunggal rakit dan jarak tanam 25 cm, menghasilkan
pertumbuhan dan produksi Sargassum polycystum tertinggi di Pantai Nusakambangan
Kabupaten Cilacap.
3
Download