BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologis Sistem Kardiovaskuler

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fisiologis Sistem Kardiovaskuler dan Pernafasan (Kardiorespirasi)
2.1.1. Heart Rate/Frekuensi Denyut Jantung
Heart rate adalah jumlah detak jantung per satuan waktu, biasanya dinyatakan
dalam detak per menit atau beats per minute (bpm). Frekuensi denyut jantung
pada hewan bervariasi tergantung pada spesies, usia, ukuran badan, breed, dan
kondisi fisiknya (Widodo, 2011). Frekuensi denyut jantung terdiri atas: sinus
bradikardia dan sinus takikardia. Sinus bradikardia memiliki irama teratur dan
detak jantung kurang dari 65 detak/menit. Kondisi ini dapat disebabkan oleh
penyakit sistemik, toksisitas, peningkatan tonus vagal, tekanan intrakranial tinggi
atau kompresi, hipotermia hipotiroidisme bola mata, atau obat-obatan (obat
penenang, propranolol, morfin, anastesi). Sinus takikardia didiagnosis ketika
detak jantung memiliki irama teratur kurang dari 160 detak/menit. Kondisi ini
sering disebabkan oleh stres pada hewan. Sinus takikardia dapat terjadi jika ada
peningkatan metabolisme dan permintaan oksigen atau persyaratan peningkatan
curah jantung (nyeri, ketakutan, kegembiraan), patologi (demam, shock, anemia,
hipoksia, hipertiroidisme) atau agen farmakologis (atropin, epinefrin, ketamin).
Golongan a2-adrenergik agonis seperti xilazin menyebabkan penurunan
transmisi simpatik dari susunan saraf pusat, tertekannya pacemaker secara
langsung, tertekannya konduksi jantung, terhambatnya pelepasan noradrenalin
dari ujung saraf simpatik, peningkatan pelepasan acetylcholine dari saraf
parasimpatik, dan meningkatnya tonus vagal (Rossi dan Junqueira, 2003).
Pengaruh ketamin mempunyai sifat simpatomimetik yang bekerja menghambat
5
6
saraf parasimpatis pada sistim saraf pusat sehingga bisa meningkatkan tekanan
darah dan jantung (Mulyana, 2007)
2.1.2. Respiration Rate/Frekuensi Respirasi
Respiration Rate/frekuensi respirasi adalah jumlah atau banyaknya nafas yang
diambil dan dihembuskan dalam 1 menit. Frekuensi respirasi dipengaruhi oleh
ukuran tubuh, umur hewan, aktivitas fisik, kegelisahan, suhu lingkungan,
kebuntingan, adanya gangguan pada saluran pencernaan, kondisi kesehatan dan
posisi hewan (Widodo, 2011). Frekuensi respirasi yang meningkat terjadi pada
keadaan stress, kerja, demam dan adanya rasa sakit. Sebaliknya juga dapat terjadi
penurunan frekuensi respirasi pada depresi kepekaan pusat nafas pada kasus
seperti peningkatan tekanan dalam otak, hilang kesadaran, uremia dan tekanan
oksigen yang meningkat (Widiyono, 2001).
Penggunaan xylazin pada kombinasi xylazin-ketamin dapat menekan
metabolisme
dan
kerja
jantung
sehingga
dapat
menurunkan
frekuensi
respirasi dan denyut jantung (Flecknell, 2000). Xylazin menyebabkan relaksasi
otot di antara tulang iga dan perut yang dapat mengembang-kempiskan rongga
dada sewaktu terjadi respirasi, karena xilazin tergolong muscle relaxant (Adams,
2001; Bishop, 1996)
2.1.3. Saturation Peripheral Oxygen (SPO2) /Saturasi Oksigen
Kadar oksigen dalam darah yang berikatan dengan hemoglobin disebut
saturasi oksigen (SPO2) (Schutz, 2011). Seringkali keadaan oksigen ini tidak di
perhatikan dalam suatu tindakan anastesi atau operasi, padahal oksigen sangat
mempengaruhi keadaan fisiologis lainnya. Kekurangan oksigen dalam darah akan
menyebabkan gangguan metabolisme tubuh karena kadar oksigen untuk reaksi
7
oksidasi tidak mencukupi dalam jaringan. Pada keadaan normal kandungan
oksigen dalam darah mencapai 95%, sedangkan dalam kondisi terbius bisa
dibawah maupun melebihi kadar normalnya (Cunningham, 1992).
Anastesi atau pembiusan dapat mempengaruhi keadaan SPO2 darah karena
sifat dari rata-rata obat bius yang diberikan perinjeksi akan mendepres fungsi
fisiologis tubuh sehingga terjadi penurunan fungsi fisiologis (Siswandono dan
Soekardjo, 1995).
Penurunan saturasi oksigen juga disebabkan karena obat anastetik xylazin
menyebabkan relaksasi otot bronkhus dan penurunan tingkat oksigenasi darah
(Ismail et al., 2010).
2.1.4. Non Invasive Blood Presure (NIBP)/Tekanan Darah
Non Invasive Blood Presure (NIBP)/Tekanan darah adalah kekuatan tekanan
darah yang menekan pembuluh darah secara vertikal pada saat darah dipompakan
dari jantung keseluruh anggota tubuh. Tekanan ditentukan oleh kekuatan dan
jumlah darah yang dipompa oleh jantung dan fleksibilitas dan ukuran dari nadi.
Tekanan darah dapat diukur secara kasar melalui palpasi pulsus, tetapi untuk
mendapatkan tekanan darah yang akurat harus dilakukan dengan alat pengukur
tekanan darah. Beberapa istilah yang digunakan untuk menentukan tekanan darah
adalah tekanan darah sistol (systolic arterial pressure/SAP), tekanan darah
diastole (diastolic arterial pressure/DAP), dan tekanan darah rata-rata (mean
arterial pressure/MAP). Systolic arterial pressure adalah tekanan darah tertinggi
yang dihasilkan karena kontraksi ventrikel yang memompa darah ke aorta dan
arteri besar. Diastolic arterial pressure adalah tekanan darah terendah yang
merupakan tekanan sisa pada saat jantung berada pada tahap istirahat atau
8
relaksasi sebelum kontraksi berikutnya. Mean arterial pressure adalah tekanan
rata-rata siklus jantung dan merupakan tekanan darah yang paling penting yang
berhubungan dengan anastesi, karena merupakan indicator paling baik untuk
mengetahui aliran darah pada organ dalam (Sudisma, 2011).
2.2. Aplikasi Anestesi Xylazin-Ketamin
Anastesi (pembiusan) berasal dari bahasa Yunani. An-“tidak, tanpa” dan
aesthesos, “persepsi, kemampuan untuk merasa”. Secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah Anastesia
digunakan pertama kali oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun 1948 yang
menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena anastesi
adalah pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan.
Sedangkan Analgesia adalah tindakan pemberian obat untuk menghilangkan nyeri
tanpa menghilangkan kesadaran pasien (Latief, 2001).
Ketamin merupakan jenis obat anastesi yang dapat digunakan pada hampir
semua jenis hewan (Hall dan Clarke, 1983). Ketamin dapat menimbulkan efek
yang membahayakan, yaitu takikardia, hipersalivasi, meningkatkan ketegangan
otot, nyeri pada tempat penyuntikan, dan bila berlebihan dosis akan menyebabkan
pemulihan berjalan lamban dan bahkan membahayakan (Jones et al., 1997). Efek
samping yang tidak diharapkan dari suatu pembiusan itu dapat diatasi dengan
mengkombinasikan obat-obatan dan mengambil kelebihan masing-masing sifat
yang diharapkan (Sardjana dan Kusumawati, 2004).
Kombinasi yang paling sering digunakan untuk ketamin adalah xylazin
(Sektiari dan Misaco, 2001). Kedua obat ini merupakan agen kombinasi yang
9
saling melengkapi antara efek analgesik dan relaksasi otot, ketamin memberikan
efek analgesik sedangkan xylazin menyebabkan relaksasi otot yang baik (Walter,
1985). Penggunaan xylazin dapat mengurangi sekresi saliva dan peningkatan
tekanan darah yang diakibatkan oleh penggunaan ketamin (Warren, 1983).
Penggunaan kombinasi xylazin-ketamin sebagai anastesi umum juga mempunyai
banyak keuntungan, antara lain: mudah dalam pemberian, ekonomis, induksinya
cepat begitu pula dengan pemulihannya, mempunyai pengaruh relaksasi yang baik
dan jarang menimbulkan komplikasi klinis (Benson et al.,1985).
Dalam pelaksanaan tindakan anastesi harus dilakukan pemantauan terus
menerus tentang keadaan pasien yaitu reaksi terhadap pemberian obat anastesi,
khususnya terhadap fungsi pernafasan dan jantung. Tujuan utama pemantauan
anastesi adalah untuk diagnosa adanya permasalahan, perkiraan kemungkinan
terjadinya kegawatan dan evaluasi hasil suatu tindakan, termasuk efektivitas serta
adanya efek tambahan. Hal-hal yang perlu diamati selama anastesi adalah tingkat
kedalam anastesi, efektivitas kardiovaskuler dan efisiensi perfusi jaringan serta
perubahan respirasi (Badrinath et al., 2000).
Dalam penelitian ini aplikasi anastesi kombinasi xylazin-ketamin bertujuan
untuk melakukan restrain. Restrain adalah alat atau tindakan pelindung untuk
membatasi gerakan/aktifitas fisik klien atau bagian tubuh klien (Kozier, 2004).
Tindakan restrain bertujuan untuk pemeriksaan fisik, pengambilan data fisiologis,
perlakuan kastrasi atau vasektomi untuk pengendalian populasi dan agresifitas
hewan dan pengambilan sampel darah.
10
2.3. Alat Fisiograf
Alat fisiograf adalah alat yang digunakan untuk melakukan pemantauan
(monitoring) perubahan-perubahan gambaran parameter fisiologis. Seluruh
gambaran parameter fisiologis dapat diukur secara bersamaan. Parameter yang
dapat diukur adalah frekuensi respirasi, tekanan darah, frekuensi denyut jantung
dan temperatur. Sedangkan parameter tambahan yang dapat diukur adalah saturasi
oksigen (SPO2) dan tekanan darah non invasif (NIBP) (Sudisma, 2011). Dalam
penelitian ini, alat fisiograf yang digunakan adalah Sinohero Model S70Vet.
Gambar 1. Alat Fisiograf Sinohero Model S70Vet (kanan); Fukuda Cardiograph
Recording Paper (kiri
2.4. Monyet Ekor Panjang
Monyet ekor panjang tergolong monyet kecil yang berwarna coklat dengan
bagian perut berwarna lebih muda dan disertai rambut keputih-putihan yang jelas
pada bagian muka. Dalam perkembangannya, rambut yang tumbuh pada muka
tersebut berbeda-beda antara satu individu dengan individu yang lainnya.
Perbedaan warna ini dapat menjadi indikator yang dapat membantu mengenali
individu berdasarkan jenis kelamin dan kelas umurnya (Sajuthi, 1983).
11
Gambar 2. Monyet Ekor Panjang (Maccaca fascicularis)
Bayi monyet ekor panjang yang baru lahir memiliki bulu yang berwarna hitam
dengan muka dan telinga berwarna merah muda. Dalam waktu satu minggu,
warna bulu pada kulit muka akan memudar dan berubah menjadi abu-abu
kemerah-merahan. Setelah kira-kira berumur enam minggu, warna bulu yang
hitam pada saat lahir berubah menjadi coklat. Setelah dewasa, bulu kulit berwarna
coklat kekuningan, abu-abu atau coklat hitam, tetapi bagian bawah perut dan kaki
sebelah dalam selalu lebih cerah. Rambut di atas kepalanya tumbuh kejur
(semacam kuncir) ke belakang, kadang-kadang membentuk jambul. Rambut di
pipi menjurai ke muka, di bawah mata selalu terdapat kulit yang tidak berbulu dan
berbentuk segi tiga, kulit pada pantat juga tidak berbulu. Warna rambut yang
menutupi tubuh monyet ekor panjang bervariasi tergantung pada umur, musim
dan lokasi. Monyet ekor panjang yang menghuni kawasan hutan umumnya
berwarna lebih gelap dan lebih mengkilap, sedangkan yang menghuni kawasan
pantai umumnya berwarna lebih terang (Rowe, 1996).
Panjang kepala dan badan berkisar antara 350-455 mm, panjang ekor berkisar
antara 400-565 mm, ukuran telapak kaki belakang berkisar antara 120-140 mm,
12
tengkorak 120 mm, dan telinga berkisar antara 34-38 mm. Bobot badan dewasa
monyet jantan 5,4 – 10,9 kg dan betina antara 4,3 – 10,6 kg (Sajuthi, 1983).
Ekor monyet ekor panjang berbentuk silindris dan muskular, serta ditutupi
oleh rambut-rambut pendek. Umumnya panjang ekor tersebut berkisar antara 80110% dari panjang kepala dan badan. Rambut pada mahkota kepala tersapu ke
belakang dari arah dahi. Monyet ekor panjang muda seringkali mempunyai
jambul yang tinggi, sedangkan monyet ekor panjang yang lebih tua mempunyai
cambang yang lebat mengelilingi muka. Ciri anatomi penting dari monyet ekor
panjang adalah adanya kantong pipi (cheek pouch) yang berguna untuk
menyimpan makanan sementara. Dengan adanya kantong pipi ini maka monyet
ekor panjang dapat memasukkan makanan ke dalam mulut secara cepat dan
mengunyahnya di tempat lain (Flannery, 2002).
2.5. Kerangka Konsep
Anastesi yang biasanya digunakan untuk monyet adalah ketamin yang
dikombinasikan dengan xylazin (Wandia et al., 2011). Pemilihan obat anastesi
yang tepat dan cara pemberian yang benar akan meminimalkan efek samping
yang tidak diinginkan terhadap sistem tubuh, khususnya pada sistem
kardiovaskuler, sistem respirasi dan temperatur tubuh. Hal ini disebabkan
hampir semua jenis obat anastesi menimbulkan efek samping terhadap sistem
kardiovaskuler, sistem respirasi dan temperatur tubuh (Hall dan Clarke, 1983).
Salah satu indikator kesehatan fungsi fisiologis tubuh monyet saat teranastesi
dapat dilihat dari hasil fisiograf. Perekaman fisiograf pada monyet yang
teranastesi dilakukan agar tidak terjadi efek samping yang tidak diinginkan,
seperti kematian. Hasil dari perekaman fisiograf dapat berfungsi untuk
13
menunjukan status parameter fisiologis yang terjadi pada saat monyet teranastesi.
Alat fisiograf digunakan dalam melakukan pemantauan (monitoring) perubahanperubahan gambaran parameter nilai fisiologis seperti heart rate (frekuensi denyut
jantung), respiration rate (frekuensi respirasi), Saturation Peripheral Oxygen
(SPO2/saturasi oksigen) dan Non-Invasive Blood Presure (NIBP/tekanan darah).
Faktor yang sangat berpengaruh terhadap hasil dari perekaman parameterparameter ini adalah jarak tempuh antara tempat monyet dianastesi dan tempat
dilakukannya perekaman fisiograf dan dosis anastesi yang diseragamkan tanpa
pengukuran berat badan monyet ekor panjang terlebih dahulu. Seluruh parameter
fisiologis yang diukur dengan alat fisiograf dapat diukur secara bersama-sama
dalam satu waktu. Dalam penelitian ini, alat fisiograf yang digunakan adalah
Sinohero Model S70Vet.
14
Anastesi xylazin-ketamin
Faktor yang mempengaruhi
SSP (otak)
Waktu
Dosis
Perekaman fisiograf
Frekuensi
denyut jantung
Saturasi
oksigen
Tekanan
darah
Meningkat atau Menurun?
Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian
Frekuensi
respirasi
Download