70 BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN Bab ini diawali dengan kesimpulan mengenai hasil penelitian. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi mengenai hasil penelitian yang berhubungan dengan temuan penelitian. Selain itu, peneliti turut menambahkan saran-saran guna memperkaya penelitian ini. 5.1 Simpulan Dapat disimpulkan bahwa baik dan buruk, pantas dan tidak pantas tentang suatu hal yang berhubungan pada diri perempuan dibentuk melalui pelabelan sosial (constructivisme social) yang diputuskan oleh pihak lakilaki. Terkait hasil penelitian yang telah dilakukan tentang analisis relasi seksual antara laki-laki dan perempuan terhadap praktik khitan perempuan (female genital mutilation), diketahui bahwa sebanyak lima puluh delapan partisipan memiliki sikap tidak setuju atau menolak adanya praktik khitan yang mengandung unsur kekerasan yang dikenakan terhadap perempuan. Sementara sebanyak empat puluh dua partisipan lainnya memiliki sikap setuju atau mendukung khitan pada perempuan yang tidak mengandung unsur kekerasan. Ini menunjukkan bahwa mayoritas partisipan laki-laki dan perempuan memiliki sikap tidak setuju atau menolak pemberlakuan khitan pada perempuan yang mengandung unsur kekerasan. 71 5.2 Diskusi Merujuk pada Gross (2009) yang menjelaskan bahwa dalam sebuah penelitian dibutuhkan kejelasan serta batasan peneliti dalam menempatkan diri (action research). Dengan kata lain, posisi peneliti yang tidak netral dapat memicu kontroversial dalam komunitas ilmiah. Oleh karena itu, untuk menghindari posisi peneliti dari ketidaknetralan, peneliti mengkombinasikan pembahasan ke dalam dua unsur perspektif yaitu perspektif etic sebagai outsider dan perspektif emic sebagai insider. Dalam perspektif emic, peneliti secara subyektif memposisikan diri sebagai bagian dari partisipan perempuan (insider) yang menganggap khitan perempuan (female genital mutilation) sebagai suatu bentuk adanya ketidaksetaraan khitan antara laki-laki dan perempuan di Indonesia yang bahkan mengandung unsur kekerasan. Kontras dengan pandangan emic, peneliti turut memposisikan diri sebagai bagian luar (outsider) yaitu mengubah sudut pandang sebagai partisipan laki-laki guna mempertahankan nilai obyektifitas penelitian. Dengan kata lain, pada penelitian ini diketahui sebanyak lima puluh delapan partisipan memiliki sikap tidak setuju atau menolak khitan perempuan yang mengandung unsur kekerasan yang ditinjau dari sudut pandang agama, sosial, medis, dan hukum. Dalam perspektif agama Islam, banyak persektif tentang khitan perempuan kendati demikian, tidak sedikit tafsiran teologis dari berbagai agama baik Katolik, Protestan, Hindu, dan Budha maupun Hadits Nabi dalam agama Islam yang dinilai mendukung penerapan praktik khitan perempuan yang masih diperdebatkan kebenarannya. Dalam perspektif budaya, adanya tradisi turun-temurun khitan perempuan dinilai dapat 72 membuat dorongan seksual perempuan tidak melebihi dorongan seksual pada kaum laki-laki. Tidak adanya kepastian dari budaya tersebut yang menunjukkan bahwa perempuan yang dikhitan memiliki dorongan seksual lebih rendah dibandingkan perempuan yang tidak dikhitan, justru budaya khitan dinilai memberikan dampak dan implikasi negatif terhadap tubuh perempuan. Begitu pula dalam perspektif medis, paling tidak dibutuhkan studi lebih banyak dan lebih ekstensif lagi guna memastikan manfaat khitan perempuan (female genital mutilation). Pada kenyataannya, khitan perempuan justru banyak mendatangkan dampak negatif yang cukup berat, yaitu terbatasnya kemampuan perempuan untuk mencapai kepuasan seksual serta implikasi lain yang dirasakan pada fisik dan psikis perempuan. Sama halnya dengan perspektif hukum, yang diketahui belum adanya sanksi hukuman yang pantas untuk diterapkan bagi masyarakat yang melakukan praktik khitan pada perempuan. 5.3 Saran Peneliti turut menambahkan saran keilmuan guna memperkaya penelitian ini. Perlu adanya tinjauan ulang dan analisa oleh peneliti berikutnya yang akan menggunakan teori tahap perkembangan Erikson khususnya pada fase dewasa awal 20 hingga 40 tahun (young adulthood) sebagai acuan teori penelitian. Peneliti menilai teori Erikson cenderung memaksakan generaliasi kelompok usia antara 20 sampai 40 tahun ke dalam rentang usia yang terlalu jauh yang belum tentu memiliki mental age yang sama. Oleh karena itu, perlu diadakan tinjauan ulang oleh peneliti berikutnya guna menghindari construct validity menjadi rendah. 73 Salah satunya adalah dengan meminimalisasikan jarak usia agar tidak terlalu berjauhan antara satu sama lain. Terkait metode pengumpulan data, perlu diadakan penelitian lebih lanjut terkait penelitian ini seperti menambahkan metode wawancara guna memperkaya hasil dan memperdalam analisa tentang sikap jender terhadap khitan perempuan. Dalam khazanah hukum, berangkat dari asumsi bahwa khitan perempuan (female genital mutilation) merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan, patut dipertimbangkan penerapan sanksi yang lebih definitif terhadap siapapun yang masih mempertahankan tradisi usang. Terkait penelitian berikutnya, perlu adanya perspektif baru yakni dari sudut pandang jender sebagai aspek pembahasan penelitian. Selain itu, guna memberikan menciptakan saran kesejahteraan kepada kaum perempuan, perempuan agar peneliti turut lebih dapat mempertahankan hak sebagai makluk Tuhan yang sejajar sama halnya dengan laki-laki. Kesejajaran akan menempatkan perempuan dan lakilaki sebagai jenis kelamin yang bebas berkehendak dan menentukan segala sesuatu yang pantas maupun tidak pantas yang akan dikenakan pada diri masing-masing. Guna mendukung hak perempuan, harus dibangun suatu budaya baru yang berlaku baik bagi laki-laki maupun perempuan perempuan. dengan mengembalikan nilai-nilai seksualitas kepada