FIQIH (bab 1-3) - mengetahui jual beli : Jual beli dalam istilah fiqih disebut dengan al-bai' - yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. ... Artinya:“Jual beli adalah menukar benda dengan dua mata uang (emas dan perak) dan semacamnya, atau tukar menukar barang dengan uang atau semacamnya menurut cara yang khusus. - mengetahui haid : Haidh atau haid (dalam ejaan bahasa Indonesia) adalah darah yang keluar dari rahim seorang wanita pada waktu-waktu tertentu yang bukan karena disebabkan oleh suatu penyakit atau karena adanya proses persalinan, dimana keluarnya darah itu merupakan sunnatullah yang telah ditetapkan oleh Allah kepada seorang wanita. Sifat darah ini berwarna merah kehitaman yang kental, keluar dalam jangka waktu tertentu, bersifat panas, dan memiliki bau yang khas atau tidak sedap. Penjelasan: Haid adalah sesuatu yang normal terjadi pada seorang wanita, dan pada setiap wanita kebiasaannya pun berbeda-beda. Ada yang ketika keluar haid ini disertai dengan rasa sakit pada bagian pinggul, namun ada yang tidak merasakan sakit. Ada yang lama haidnya 3 hari, ada pula yang lebih dari 10 hari. Ada yang ketika keluar didahului dengan lendir kuning kecoklatan, ada pula yang langsung berupa darah merah yang kental. - mengetahui sejarah khitan : Dalam sejarah Islam, khitan sudah dikenal sejak zaman Nabi Ibrahim AS. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA oleh Imam Bukhari, Muslim, Baihaqi, dan Imam Ahmad, bahwa Nabi SAW bersabda, “Ibrahim Khalil Ar-Rahman berkhitan setelah berumur 80 tahun dengan menggunakan kapak.” Namun, ada sejumlah riwayat dan literatur yang menerangkan bahwa khitan ini telah ada sejak zaman Nabi Adam AS. Bahkan, bangsa-bangsa terdahulu juga melakukan hal yang sama. Mengutip keterangan dari Injil Barnabas, Nabi Adam AS adalah manusia pertama yang berkhitan. Ia melakukannya setelah bertobat kepada Allah dari dosa-dosa yang dilakukannya karena melanggar larangan Allah untuk tidak memakan buah khuldi. Ketika syariat ini dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim AS, karena pada masa itu banyak keturunan Nabi Adam AS yang telah melupakan syariat ini. Karena itu, Nabi Ibrahim AS diperintahkan untuk menghidupkan kembali tradisi yang menjadi fitrah umat manusia itu. Pada masa Babilonia dan Sumeria Kuno, yakni sekitar tahun 3500 Sebelum Masehi (SM), mereka juga sudah melakukan praktik berkhitan ini. Hal ini diperoleh dari sejumlah prasasti yang berasal dari peradaban bangsa Babilonia dan Sumeria Kuno. Pada prasasti itu, tertulis tentang praktik-praktik berkhitan secara perinci. Begitu juga pada masa bangsa Mesir Kuno sekitar tahun 2200 SM. Prasasti yang tertulis pada makam Raja Mesir yang bernama Tutankhamun, tertulis praktik berkhitan di kalangan raja-raja (Firaun). Prasasti tersebut menggambarkan bahwa mereka menggunakan balsam untuk menghilangkan rasa sakit, saat sebagian kulit kemaluan laki-laki dipotong. Tujuan mereka melaksanakan khitan ini adalah untuk kesehatan. - menuliskan dasar hukum (dalil) tentang jual beli : Artinya :Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS. Al-Baqarah ayat: 275). Artinya :Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. (QS. Al-Baqarah ayat: 198). - menunjukkan dasar hukum (dalil) tentang jual beli dilakukan oleh orang yang ber akal : - mengetahui arti dari khiyar : khiyar adalah; hak yang dimiliki seseorang yang melakukan perjanjian usaha (jual-beli) untuk menentukan pilihan antara meneruskan perjanjian jual-beli atau membatalkannya. - menuliskan rukun jual beli : Pihak yang bertrasaksi, adanya penjual dan pembeli Barang, dapat berupa barang atau jasa. Biayanya objek jual berupa barang namun bisa juga jasa yang berupa sewa-menyewa Harga, kesepakatan nilai tukar. Harga bisa berupa senilai barang dan senilai uang Serah Terima, adanya penyerahan uang dari pembeli dan penyerahan barang dari penjual. - mengetahui hal hal yang dilarang ketika wanita sedang haid : Wanita yang haid tidak dibolehkan untuk shalat, puasa, thawaf, menyentuh mushaf, dan berhubungan intim dengan suami pada kemaluannya. Namun ia diperbolehkan membaca Al-Qur’an dengan tanpa menyentuh mushaf langsung (boleh dengan pembatas atau dengan menggunakan media elektronik seperti komputer, ponsel, ipad, dll), berdzikir, dan boleh melayani atau bermesraan dengan suaminya kecuali pada kemaluannya.