Pengaruh Fashion Involvement Dan In Store Shopping Environment

advertisement
Pengaruh Fashion Involvement Dan In Store Shopping Environment
Terhadap Impulse Buying
(Studi Pada Metro Departement Store Di Kota Purworejo)
Ervina Prisca Rachmawati
[email protected]
Titin Ekowati, S.E., M.Sc.
Budiyanto, S.E., M.Sc.
Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi
Universitas Muhammadiyah Purworejo
ABSTRAK
Persaingan produk fashion semakin pesat. Pemasar berkompetisi menarik perhatian
konsumen untuk melakukan pembelian. Pembelian impulsif merupakan keputusan pembelian yang
tidak direncanakan sebelumnya oleh konsumen. Pengelolaan faktor stimulus dan situasi yang ada di
dalam toko penting dilakukan untuk meningkatkan laba dan produktifitas penjualan. Penelitian ini
bertujuan untuk menguji pengaruh fashion involvement dan in store shopping environment terhadap
Impulse Buying pada Metro Departement Store di Purworejo.
Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen Metro Departement Store di kota Purworejo
dengan jumlah populasi yang tidak diketahui karena tidak adanya data statistik mengenai jumlah
konsumen Metro Departement Store di Kota Purworejo. Pengambilan sampel menggunakan teknik
purposive sampling. Instrumen pengumpulan data menggunakan teknik skala likert yang masingmasing sudah di ujicobakan dan telah memenuhi syarat validitas dan reliabilitas. Analisis data
menggunakan regresi berganda dan uji signifikan (t-test).
Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan fashion involvement dan in store
shopping environment berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying pada Metro
Departement Store di kota Purworejo.
Kata kunci: fashion involvement, in store shopping environment, impulse buying.
A.
Pendahuluan
Persaingan produk fashion dewasa ini semakin pesat, hal ini dapat dilihat dari semakin
banyaknya penjual produk pakaian dengan aneka ragam dan mode. Di Indonesia industri
fashion akan terus berkembang dan didorong hingga menjadi salah satu sub sektor andalan
dalam sektor industri kreatif yang terdapat ditanah air, dan diyakini akan terus berkembang
yang terindikasi antara lain dari penyerapan tenaga kerja dan juga berkontribusi sekitar 55%
dari total ekspor industri kreatif pada tahun 2010, selanjutnya pertumbuhan yang telah dicapai
industri fashion diharapkan dapat diikuti sub sektor lain sehingga industri kreatif dapat
mencapai target nilai ekonomi sebesar Rp 537,8 triliun pada 2025 (www.kemenperin.go.id).
Pertumbuhan produk fashion semakin beragam seiring dengan banyaknya kebutuhan pakaian
masyarakat. Seperti pada saat perayaan hari raya idul fitri bagi orang-orang pemeluk agama
islam, keterlibatan konsumen terhadap produk fashion akan semakin bertambah
1
(www.liputan6.com). Perilaku belanja masyarakat dewasa ini dalam kegiatan konsumsi selain
untuk mencukupi kebutuhan juga untuk memenuhi keinginannya (Kotler dan Keller, 2009:12)
Pada kondisi persaingan yang kompetitif, produsen dituntut untuk memiliki strategi
penjualan yang mampu menarik perhatian konsumen baik dengan fasilitas fisik maupun
pelayanan yang diberikan. Para penjual juga berkompetitif untuk meningkatkan omzet
penjualannya. Semakin banyak kebutuhan masyarakat utamanya dalam hal fashion maka
penjual semakin gencar untuk menarik konsumen dengan strategi penjualan yang beraneka
ragam seperti pengadaan diskon, kupon, dan promo menarik lainnya (Tendai dan Crispen,
2009:103). Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan omzet penjualan. Dengan adanya
strategi tersebut konsumen akan tertarik untuk melihat produk yang dijual dan mampu
mengakibatkan konsumen untuk melakukan pembelian. Dalam hal fashion saat ini konsumen
tidak hanya membutuhkan manfaat dari produk yang dikonsumsi, melainkan juga untuk
memperoleh nilai dan daya tarik tersendiri untuk menggunakan produk tersebut. Untuk itu
konsumen sering melihat trend dan mode yang ada saat ini agar produk yang dibeli tersebut
mampu memberikan nilai dan karakteristik masing-masing konsumen. Menurut Supriadi (2013),
banyak konsumen dalam hal fashion lebih banyak mengeluarkan waktu dan uang untuk
mendapatkan gaya dan mode yang terbaru, kemudian konsumen juga mencari produk yang
dapat memberikan karakteristiknya yang mungkin berkaitan dengan aspek sosial seperti nilai
sosial yang diperoleh saat menggunakan produk tersebut. Keterlibatan seseorang terhadap
produk pakaian dapat terjadi karena adanya kebutuhan dan ketertarikan akan produk tersebut.
Perilaku belanja masyarakat dewasa ini juga berkembang seiring dengan adanya
kebutuhan dan keinginan dengan memperhatikan kondisi lingkungan toko baik dari luar
maupun dari dalam toko. Penciptaan suasana toko berarti kombinasi dari karakteristik fisik toko
seperti arsitektur, tata letak, pencahayaan, display, warna, temperature, musik, aroma yang
secara menyeluruh akan menciptakan citra dalam benak konsumen (Utami, 2010:255). Kondisi
lingkungan toko menjadi salah satu faktor penentu keputusan pembelian konsumen. Dengan
penataan ruang yang nyaman untuk berbelanja, kondisi keramaian di dalam toko, musik dan
faktor lingkungan fisik lainnya yang ada didalam toko yang mampu menarik perhatian
konsumen untuk mengunjungi toko tersebut sehingga menimbulkan keputusan pembelian.
Selain itu faktor penentu keputusan pembelian konsumen juga dapat dipengaruhi oleh adanya
pelayanan yang baik dengan tenaga penjual yang mampu menarik perhatian konsumen untuk
melakukan pembelian produk atau jasa. Dalam kegiatan penjualan pakaian biasanya konsumen
tertarik dengan penataan produk yang ada dan berkeinginan untuk mencoba produk tersebut,
oleh karena itu penataan tempat sekaligus produk sangat dinilai oleh konsumen. Agar
konsumen tertarik dan menimbulkan keputusan pembelian.
Didalam berbelanja, keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen tidak selalu
direncanakan. Keputusan pembelian konsumen yang tidak direncanakan (impulse buying)
terjadi ketika konsumen berbelanja dan memutuskan untuk membeli produk atau jasa dalam
waktu yang relatif cepat dan adanya keinginan untuk memiliki secara cepat (Japariyanto dan
Sugiyono, 2011:34). Perilaku belanja masyarakat di kota Purworejo terus berkembang seiring
dengan adanya kebutuhan dan keinginan dari masyarakat itu sendiri. Pemasar terus
berkompetisi untuk melakukan strategi pemasaran dari penjualan produk maupun jasa agar
mampu menarik perhatian konsumen untuk melakukan keputusan pembelian. Masyarakat di
kota Purworejo sering kali berbelanja karena adanya ketertarikan akan produk fashion yang
ditawarkan dengan fasilitas fisik yang menarik akan produk tersebut. Kondisi lingkungan belanja
2
ini dapat mengakibatkan pembelian yang tidak direncakanan. Peritel di kota Purworejo dalam
hal produk fashion memperhatikan akan kebutuhan dan keinginan dari konsumen, mengenai
kebutuhan akan fashion, pelayanan toko dan kondisi lingkungan toko yang menarik untuk
menciptakan keputusan pembelian secara impulsif.
Metro Departement Store merupakan salah satu peritel di kota Purworejo yang
memasarkan produk fashion berupa pakaian. Metro berusaha untuk melakukan penjualan
produk dengan memperhatikan kebutuhan dan keinginan konsumen. Salah satu strategi
penjualan produk yaitu dengan menjual produk pakaian dengan menjaga kualitas produk,
mengikuti mode dan trend fashion terbaru. Selain menjaga kualitas produk, Metro juga
memperhatikan suasana lingkungan yang ada didalam toko. Penciptaan suasana lingkungan
didalam toko penting dilakukan untuk menarik perhatian konsumen agar tertarik untuk
memasuki toko dan melakukan pembelian. Penataan produk dirancang agar mudah dijangkau
oleh konsumen sehingga konsumen dapat melihat ataupun mencoba terlebih dahulu sebelum
melakukan pembelian. Metro menerapkan sistem pencahayaan pada display agar produk
tampak lebih menarik bagi konsumen, penempatan produk pada display juga dibuat beragam
dari produk pakaian pria dan wanita. Tidak hanya penempatan produk menarik yang dilakukan
oleh pemilik toko, penciptaan suasana didalam toko mengenai warna pada dinding toko, suara
musik dan aroma didalam toko juga dirancang agar menimbulkan perasaan nyaman yang
berdampak pada mood setiap konsumen, sehingga menumbuhkan emosional konsumen untuk
menikmati ketika berbelanja dan melakukan pembelian. Metro juga memberikan pelayanan
terbaik yang diberikan oleh karyawan dalam toko agar konsumen merasa nyaman dan dihargai
pada saat berbelanja. Metro melakukan penciptaan suasana lingkungan didalam toko agar
dapat menciptakan citra dalam benak konsumen dan mampu menarik konsumen untuk
melakukan pembelian. Selain aspek lingkungan sosial baik secara langsung maupun tidak
langsung dan lingkungan fisik dalam toko, konsumen dapat tertarik untuk berkunjung kedalam
toko karena adanya tawaran khusus seperti diskon menarik untuk konsumen dan pengadaan
model terbaru. Perilaku pembelian impulsif konsumen dilakukan dalam waktu yang singkat,
sering kali tanpa berfikir dan tidak banyak pertimbangan sebelum membeli. Perasaan menyesal
biasanya dirasakan pasca pembelian. Hal ini karena konsumen tertarik untuk masuk ke dalam
toko dan menimbulkan kegiatan konsumsi (Utami, 2010).
Dari paparan di atas, memahami, mengukur dan mengelola penjualan perusahaan
sangatlah penting. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian dengan mengambil judul
“Pengaruh Fashion Involvement dan In Store Shopping Environment Terhadap Impulse Buying
(Studi Pada Metro Departement Store Di Kota Purworejo)”.
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan identifikasi masalah, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah fashion involvement berpengaruh positif terhadap impulse buying pada konsumen
Metro Departemen Store di Kota Purworejo?
2. Apakah in store shopping environment berpengaruh positif terhadap impulse buying pada
konsumen Metro Departemen Store di Kota Purworejo?
3
C.
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
1. IMPULSE BUYING
Menurut Schiffman dan Kanuk (2008:489) bahwa pembelian secara impulsif
merupakan pembelian atas dasar desakan hati, keinginan yang tiba-tiba, atau karena
terdorong secara emosional dengan hanya sedikit perhatian yang diberikan untuk pencarian
informasi sebelum melakukan pembelian. Menurut Utami (2010:50) pembelian impulsif atau
pembelian tidak terencana adalah suatu tindakan pembelian yang dibuat tanpa
direncanakan sebelumnya atau keputusan pembelian dilakukan pada saat berada di dalam
toko. Perilaku pembelian yang tidak direncanakan merupakan perilaku pembelian yang
dilakukan di dalam toko, dimana pembelian berbeda dari apa yang telah direncanakan oleh
konsumen pada saat mereka berada di dalam toko. Menurut Utami (2010:51), pembelian
tak terencana dibagi menjadi dua kategori yaitu:
a. Reminder purchases
Reminder purchases merupakan pembelian yang terjadi ketika konsumen melihat
produk atau merek tertentu di dalam toko dan teringat bahwa produk atau merek
tersebut dibutuhkan. Ingatan konsumen akan produk tersebut rendah, konsumen
melihat produk di counter display dan teringat bahwa ia membutuhkan produk
tersebut dan secara spontan memutuskan untuk membeli karena pengalaman, iklan
atau rekomendasi orang lain sebelumnya. Contohnya ketika konsumen akan
membeli pakaian pada suatu toko, dan didalam toko tersebut juga menyediakan
sepatu, dengan melihat sepatu tersebut konsumen menjadi teringat bahwa ia juga
membutuhkan sepatu dan kemudian konsumen tersebut melakukan pembelian.
b. Impulse purchases
Pembelian impulsif terjadi ketika konsumen melihat produk atau merek tertentu,
kemudian konsumen menjadi tertarik untuk mendapatkannya, biasanya karena
adanya rangsangan yang menarik dari toko tersebut dan konsumen mengambil
keputusan pembelian di dalam toko. Contohnya ketika konsumen sedang berbelanja
di mall, ia melihat adanya tas bermerek yang menarik dan ingin untuk segera
memiliki tas tersebut. Kemudian ia membelinya meskipun tidak ada rencana untuk
membeli tas sebelumnya.
Sedangkan tipe pembelian impulsif menurut Stern dalam Utami (2010:68)
dikategorikan dalam empat kelompok yaitu:
a. Impuls Murni (pure impulse)
Impuls murni mengacu pada tindakan pembelian sesuatu karena alasan menarik,
biasanya ketika suatu pembelian terjadi karena loyalitas terhadap merek atau perilaku
pembelian yang telah biasa dilakukan. Pembelian ini terjadi tanpa terencana atau
mendadak. Contohnya, membeli sekaleng asparagus bukanya membeli sekaleng
macaroni seperti biasanya.
b. Impuls Pengingat (reminder impulse)
Impuls pengingat terjadi karena unit tersebut biasanya memang dibeli juga,
tetapi tidak terjadi untuk diantisipasi atau tercatat dalam daftar belanja. Konsumen
melihat produk di dalam toko dan menjadi teringat akan produk tersebut karena iklan
atau rekomendasi dari temannya. Contohnya ketika sedang menunggu antrean untuk
membeli shampoo di toko obat, konsumen melihat merek aspirin pada rak dan ingat
4
bahwa persediaannya dirumah akan habis, sehingga ingatan atas penglihatan pada
produk tersebut memicu pembelian yang tidak terencana.
c. Impuls Saran (suggestion impulse)
Suatu produk yang ditemui konsumen untuk pertama kali dan menstimulasi
konsumen untuk mencobanya. Pembelian ini biasanya berdasarkan saran orang lain
atau promosi di dalam toko. Contohnya, seorang ibu rumah tangga yang secara tidak
sengaja melihat produk penghilang bau tidak sedap di suatu counter display, hal ini
secara langsung akan merelasikan produk tersebut didasarkan atas pertimbangan
tentang adanya bau disebabkan karena aktivitas memasak didalam rumah dan
kemudian membelinya.
d. Impuls Terencana (planned impulse)
Aspek perencanaan dalam perilaku ini menunjukkan respons konsumen terhadap
beberapa insentif spesial untuk membeli unit yang tidak diantisipasi. Impuls ini
biasanya distimulasi oleh pengumuman penjualan kupon, potongan kupon atau
penawaran menggiurkan lainnya. Konsumen telah memiliki rencana untuk melakukan
pembelian, namun keputusan pembelian dilakukan berdasarkan promosi penjualan.
Menurut (Utami, 2010:68) terdapat tiga perspektif yang digunakan untuk menjelaskan
pembelian impulsif:
a. Karakteristik produk yang dibeli
Pembelian impulsif terjadi untuk produk yang sering dikonsumsi, seperti roti,
susu, telur dari pada produk yang jarang dikonsumsi seperti vitamin, permen
maupun makanan penutup.
b. Karakteristik konsumen
Karakteristik konsumen seperti faktor demografi konsumen, kepribadian
konsumen dan kesenangan berkunjung ke tempat belanja semuanya mempengaruhi
pembelian impulsif.
c. Karakteristik display tempat belanja
Tempat belanja seperti display didekat konter pembayaran dan display pada
ujung koridor terbukti menstimulasi terjadinya pembelian impulsif. Begitu juga,
parameter desain rak belanja, seperti ruang antar rak, tinggi rak dan arah
menghadap rak dapat mempengaruhi pembelian impulsif.
Menurut (Utami, 2010:69) terdapat dua penyebab terjadinya pembelian impulsif
sebagai berikut:
a. Pengaruh stimulus ditempat belanja,
b. Pengaruh situasi.
2. FASHION INVOLVEMENT
Menurut Christopher, et. al., (2004) bahwa fashion merupakan berbagai barang
yang pengukurannya didasarkan pada elemen-elemen style dan biasanya dengan usia
ekonomis yang relatif pendek atau sangat dinamis. Menurut Mowen dan Minor (2002:83)
keterlibatan konsumen (consumer involvement) adalah pribadi yang dirasakan penting atau
minat konsumen terhadap perolehan, konsumsi, dan disposisi barang, jasa atau ide. Tingkat
keterlibatan konsumen memiliki implikasi yang penting dalam proses pengambilan
keputusan. Menurut Japarianto dan Sugiono (2011) fashion involvement adalah keterlibatan
seseorang dengan suatu produk pakaian karena kebutuhan, kepentingan, ketertarikan dan
5
nilai terhadap produk yang ditentukan oleh beberapa faktor yaitu karakteristik konsumen,
pengetahuan tentang fashion, dan perilaku pembelian Menurut Japarianto dan Sugiono
(2011:34) dalam membuat keputusan pembelian pada fashion involvement ditentukan oleh
beberapa faktor yaitu karakteristik konsumen, pengetahuan tentang fashion, dan perilaku
pembelian. Pakaian sangat terkait dengan keterlibatan ke karakteristik pribadi mengenai
trend fashion, pentingnya berpakaian yang menunjukkan karakteristik dan pengetahuan
tentang fashion yang pada gilirannya dipengarui oleh keyakinan konsumen dalam membuat
keputusan dengan memilih mencoba sebelum melakukan pembelian atau membandingkan
dengan adanya fashion terbaru.
3. IN STORE SHOPPING ENVIRONMENT
Menurut Hatane (2005:146) lingkungan adalah semua karakteristik fisik dan sosial
konsumen, termasuk di dalamnya objek fisik (produk dan toko), hubungan keruangan (lokasi
toko dan produk di toko), dan perilaku sosial orang lain (siapa yang berada disekitar dan apa
yang mereka lakukan). Menurut Tendai dan Crispen (2009) sebagian besar pemasar
mencoba mempengaruhi keputusan di dalam toko kepada konsumen secara potensial
mereka melalui penciptaan menyenangkan, lingkungan seni menarik dan modern mulai dari
musik latar belakang, ventilasi, aroma menyegarkan, tata letak toko yang menarik, display
toko dan asisten toko. Lingkungan fisik (phsical surrondings) merupakan aspek fisik dan
tempat yang kongrit dari lingkungan yang meliputi suatu kegiatan konsumen, dengan stimuli
seperti warna, suara, penerangan, cuaca dan susunan ruang orang atau benda dapat
mempengaruhi perilaku konsumen. Pengruh musik dalam toko, keadaan berdesakan, lokasi
toko, tata ruang toko dan suasana toko mampu mempengaruhi pembeli untuk
meningkatkan pembelian sehingga terjadi pembelian secara impulsif atau mengurangi
pembelian (Mowen dan Minor, 2002:133). Menurut Utami (2010:255) suasana toko
merupakan kombinasi dari karakteristik fisik toko seperti arsitektur, tata letak, pencahayaan,
pemajangan, warna, temperature, musik, aroma yang secara menyeluruh akan menciptakan
citra dalam benak konsumen. Melalui suasana toko yang sengaja diciptakan, toko tersebut
berupaya untuk mengkomunikasikan informasi yang terkait dengan layanan, harga maupun
ketersediaan barang dagangan yang bersifat fashion. Utami (2010:279) mengungkapkan
penciptaan suasana toko berarti rancangan lingkungan melalui komunikasi visual,
pencahayaan, warna, musik, dan wangi-wangian untuk merancang respon emosional dan
perseptual pelanggan dan untuk mempengaruhi pelanggan dalam membeli.
4. KERANGKA PIKIR
Dalam penelitian ini dibuat suatu kerangka pemikiran yang dapat menjadi landasan
dalam penulisan ini. Model penelitian ini didasarkan pada konsep-konsep yang terdapat
dalam penelitian mengenai fashion involvement, in store shopping environment dan impulse
buying. Model ini menggambarkan pengaruh secara parsial mengenai fashion involvement
dan in store shopping environment terhadap impulse buying.
6
Kerangka pemikiran ini digambarkan sebagai berikut:
Fashion Involvement (X1)
H1 +
Impulse Buying
(Y)
In Store Shopping Environment (X2)
H2 +
Gambar. 1 Kerangka Pikir
Keterangan:
: Pengaruh variabel X terhadap variabel Y secara parsial
D. HIPOTESIS
1. Hubungan antara fashion involvement dengan impulse buying
Menurut Setiadi (2010:47) konsumen memiliki tingkat keterlibatan yang tinggi
terhadap suatu produk atau jasa ketika objek (produk, jasa atau pesan promosi)
dirasakan membantu dalam memenuhi kebutuhan, tujuan dan nilai yang penting.
Japarianto dan Sugiono (2011) keterlibatan seseorang dengan suatu produk pakaian
karena kebutuhan, kepentingan, ketertarikan dan nilai terhadap produk yang ditentukan
oleh beberapa faktor yaitu karakteristik konsumen, pengetahuan tentang fashion dan
perilaku pembelian. Mowen dan Minor (2002:10) pembelian impulsif didefinisikan
sebagai tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai hasil dari
suatu pertimbangan atau niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko. Hal ini
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Temaja et, al., (2015) fashion involvement
berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying. Oleh karena itu dapat
dihipotesiskan bahwa:
H1 : Diduga terdapat pengaruh positif antara fashion involvement terhadap impulse
buying.
2. Hubungan antara in store shopping environment dengan impulse buying
Menurut Utami (2010:69) pembelian impulsif terjadi akibat adanya pengaruh
stimulus ditempat belanja dan pengaruh situasi. Penciptaan suasana toko berarti
rancangan lingkungan melalui komunikasi visual, pencahayaan, warna, musik dan wangiwangian untuk merancang respon emosional dan perseptual pelanggan dan untuk
mempengaruhi pelanggan dalam membeli (Utami, 2010:279). Suasana dalam toko
mampu mempengaruhi persepsi konsumen dengan beberapa faktor seperti musik
sebagai latar belakang toko, tampilan toko, aroma, promosi dalam toko, harga,
kebersihan toko, kepadatan toko atau kemacetan dan semua personil yang membentuk
lingkungan belanja dalam toko (Tendai dan Crispen, 2009:103). Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Supriadi (2013) diperoleh hasil bahwa instore shopping environment
berpengaruh positif terhadap pembelian impulsif dengan nilai korelasi sebesar 0,515. Hal
ini terjadi karena adanya pengaruh dari elemen-elemen yang ada di in store shopping
environment seperti musik, aroma, suhu, citra, funitur, gaya layanan dan orang dapat
7
mempengaruhi kondisi psikologis konsumen, retailer dapat menciptakan stimuli yang
akan memicu konsumen dalam melakukan pembelian impulsif. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Tendai dan Crispen (2009) diperoleh hasil bahwa faktor seperti harga yang
lebih murah, kupon dan pelayan toko mempengaruhi pembelian impulsif. Faktor dengan
efek atmosfer seperti musik, aroma segar dan ventilasi hanya penting dalam membantu
menjaga konsumen di toko-toko untuk mempengaruhi pembelian impulsif. Konsumen
yang tinggal lebih lama di toko mungkin lebih cenderung untuk terlibat dalam
perbandingan harga, mencari promosi dan untuk mendengarkan pelayan toko, sehingga
mereka lebih cenderung untuk menikmati pembelian impulsif. Oleh karena itu peneliti
merumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2 : Diduga terdapat pengaruh positif antara in store shopping environment terhadap
impulse buying.
E. METODE PENELITIAN
1. Definisi Operasional Variabel
a. Fashion Involvement (X1)
Menurut Japarianto dan Sugiono (2011) fashion involvement adalah
keterlibatan seseorang dengan suatu produk pakaian karena kebutuhan,
kepentingan, ketertarikan dan nilai terhadap produk yang ditentukan oleh beberapa
faktor yaitu karakteristik konsumen, pengetahuan tentang fashion, dan perilaku
pembelian. Banyak orang terlibat dalam hal fashion, dengan menghabiskan waktu
dan uang untuk gaya tebaru, sedangkan yang lain berbelanja pakaian sebagai tugas.
Menurut Japarianto dan Sugiono (2011) fashion involvement di ukur dengan
menggunakan indikator yaitu:
1) Fashion adalah hal yang penting
2) Menyukai pakaian yang berbeda dari yang lain.
3) Pakaian menunjukkan karakteristik.
4) Tertarik pada pakaian favorit.
5) Membandingkan fashion terbaru.
b. In Store Shopping Environment (X2)
Menurut Tendai dan Crispen (2009:103) “The in-store shopping environment
is a very important determinant of impulsive buying. It is constituted by micro
variables which are specific to particular shopping situations and confined to a
specific geographic space. Factors such as in-store background music, store display,
scent, instore promotions, prices, shop cleanliness, shop density or congestion and
store personnel all make up the instore shopping environment, among others”,
bahwa in store shopping environment merupakan penentu pembelian yang tidak
direncanakan yang didasari oleh mikro variabel spesifik untuk situasi belanja
tertentu dan terbatas pada ruang geografis tertentu. Lingkungan dalam toko mampu
mempengaruhi konsumen melalui faktor seperti musik dalam toko, display produk,
promosi dalam toko, personil dalam toko, tampilan toko, aroma, kebersihan toko,
kemacetan atau kepadatan toko dan semua hal yang membentuk suasana
lingkungan dalam toko. Indikator dari in store shopping environment menurut
Tendai dan Crispen (2009) adalah:
1) Kenyamanan dari suasana musik dalam took
8
2) Tampilan toko menarik
3) Kenyamanan berbelanja dari aroma dalam took
4) Harga menarik untuk melakukan pembelian
5) Kebersihan toko terjaga
6) Ketertarikan berbelanja dari kepadatan toko
7) Pelayanan terbaik dari personil dalam toko
c. Impulse Buying (Y)
Menurut Utami (2010:50) pembelian impulsif atau pembelian tidak
terencana adalah suatu tindakan pembelian yang dibuat tanpa direncanakan
sebelumnya atau keputusan pembelian dilakukan pada saat berada di dalam toko.
Menurut Supriadi (2013) pembelian impulsif adalah suatu kebiasaan dimana
seseorang secara tiba-tiba membelanjakan sesuatu barang yang tidak dibutuhkan
tanpa terencana, biasanya dalam bentuk besar dan hal tersebut terjadi berulangulang. Indikator dari impulse buying menurut Supriadi (2013) yaitu:
1) Tawaran khusus
2) Model terbaru
3) Tanpa berfikir sebelum membeli
4) Langsung memasuki took
5) Terobsesi belanja
6) Membeli produk fashion walaupun tidak membutuhkan
2. Pengujian Instrumen Penelitian
Uji validitas menunjukkan hasil yang valid, dilihat dari output pearson correlation
dengan nilai lebih dari 0,3 maka semua butir valid untuk mengukur indikator konstruk.
Hasil uji reliabilitas menunjukkan nilai koefisien reliabilitas Cronbach’s Alpha dari per
butir dan per variabel lebih dari 0,70 sehingga semua butir pernyataan konsisten atau
dapat diandalkan dalam pengambilan data selanjutnya.
F. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. HASIL PENELITIAN
Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel
fashion involvement dan in store shopping environment terhadap impulse buying.
Tabel 1.
Hasil Uji Regresi Linier Berganda
Standardized
Variabel
coefficients
Signifikansi
Keterangan
beta
Fashion
Positif dan
0,370
0,000
Involvement (X1)
Signifikan
In Store Shopping
Positif dan
0,556
0,000
Environment (X2)
Signifikan
Sumber: data primer diolah (2016)
Berdasarkan tabel, model persamaan regresi yang dapat dituliskan dari hasil uji
regresi linier berganda sebagai berikut:
Y = 0,370X1+0,556X2
9
2.
PEMBAHASAN
a. H1 : Diduga fashion involvement berpengaruh positif terhadap impulse buying.
Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda diketahui bahwa nlai
koefisiensi beta (β) fashion involvement (X1) = 0,370 dengan nilai signifikansi =
0,000 yang berarti positif dan signifikan (p-value kurang dari 0.05). Dengan demikian
hipotesis pertama yang menyatakan fashion involvement (X1) berpengaruh positif
terhadap impulse buying (Y) terdukung. Fashion involvement merupakan salah satu
penentu pembelian impulsif konsumen.
Terbuktinya hipotesis pertama penelitian ini disebabkan karena, konsumen
Metro Departemen Store di Kota Purworejo memberikan nilai yang tinggi pada
elemen yang ada di dalam fashion involvement yang meliputi karakterisitik fashion
konsumen, fashion merupakan hal yang penting bagi konsumen, konsumen
menyukai pakaian yang berbeda dari konsumen lain, konsumen tertarik untuk
menggunakan pakaian favorit dan fashion terbaru sehingga konsumen akan
melakukan keputusan pembelian secara impulsif.
Hasil penelitian ini mendukung teori dari Japarianto dan Sugiyono (2011)
bahwa fashion involvement adalah keterlibatan seseorang dengan suatu produk
pakaian karena kebutuhan, kepentingan, ketertarikan dan nilai terhadap suatu
produk yang ditentukan oleh beberapa faktor yaitu karakteristik konsumen,
pengetahuan tentang fashion dan perilaku pembelian. Kemudian dalam teori
keterlibatan menurut Setiadi (2010:47) bahwa konsumen dengan tingkat
keterlibatan yang tinggi terhadap suatu produk atau jasa ketika objek (produk, jasa
atau pesan promosi) dirasakan membantu dalam memenuhi kebutuhan, tujuan dan
nilai yang penting.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang telah
dilakukan oleh Supriadi (2013) yang menyimpulkan bahwa fahion involvement
berpengauh positif dan signifikan terhadap pembelian impulsif. Kemudian penelitian
oleh Japarianto dan Sugiono (2011) menyimpulkan fashion involvement
berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembelian impulsif. Penelitian yang
dilakukan oleh Temaja et. al., (2015) yang menyimpulkan bahwa fashion
involvement berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulsif buying.
b. H2 : Diduga in store shopping environment berpengaruh positif terhadap impulse
buying.
Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda diketahui bahwa nilai
koefisiensi beta (β) in store shopping environment (X2) = 0,556 dengan nilai
signifikansi = 0,000 (<0,05) yang berarti positif dan signifikan (p-value kurang dari
0.05). Sehingga in store shopping environment (X2) memberi pengaruh terhadap
impulse buying (Y). Dengan demikian hipotesis kedua dalam penelitian ini yang
menyatakan bahwa diduga in store shopping environment berpengaruh positif
terhadap pembelian impulsif terdukung.
Terbuktinya hipotesis kedua penelitian ini disebabkan karena in store
shopping environment meliputi suara musik, penempatan produk, potongan harga
dan diskon, kebersihan kerapihan dan aroma toko, banyaknya pengunjung didalam
toko dan pelayanan yang baik yang ada didalam toko Metro Departemen Store di
10
Kota Purworejo menarik bagi konsumen sehingga terjadi pembelian secara impulsif
oleh konsumen.
Hasil penelitian ini mendukung teori dari Utami (2010:279) bahwa penciptaan
suasana toko berarti rancangan lingkungan melalui komunikasi visual, pencahayaan,
warna, musik dan wangi-wangian untuk merancang respon emosional dan
perseptual pelanggan dan untuk mempengaruhi pelanggan dalam membeli.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
Supriadi (2013) yang menyimpulkan bahwa instore shopping environment
berpengaruh positif terhadap pembelian impulsif. Kamudian penelitian oleh Tendai
dan Crispen (2009) bahwa pada faktor yang bersifat ekonomi seperti harga yang
lebih murah, kupon dan pelayanan toko mempengaruhi pembelian impulsif. Dan
penelitian yang dilakukan oleh Hatane (2005) menyimpulkan variabel respon
lingkungan belanja berpengaruh langsung terhadap pembelian tidak terencana.
G. SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Fashion involvement berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying pada
Metro Departemen Store di Kota Purworejo.
2. In store shopping environment berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse
buying pada Metro Departemen Store di Kota Purworejo.
DAFTAR PUSTAKA
Christopher, Martin, Robert Lowson, dan Helen Peck, 2004. Creating Agile Supply Chain in The
Fashion Industry, International Journal of Retail and Distribution Management, Vol.
32,2004.
Japarianto, Edwin dan Sugiharto, Sugiono. 2011. Pengaruh Shopping Life Style dan Fashion
Involvement Terhadap Impulsif Buying Behavior Masyarakat High Income Surabaya. Journal
Managemen Pemasaran, Vol. 6, No 1, 31-41.
Kotler, Philip dan K.L. Keller. 2009. Manajemen Pemasaran. Edisi 12. Jilid 1. Jakarta: PT.Indeks.
Kotler, Philip dan K.L. Keller. 2009. Manajemen Pemasaran. Edisi 13. Jilid 1. Jakarta: PT.Indeks.
Mowen, J.C. dan Minor, M. 2002. Perilaku Konsumen. Edisi 5. Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Mowen, J.C. dan Minor, M. 2002. Perilaku Konsumen. Edisi 5. Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Hatane, Samuel. 2005. Respons Lingkungan Berbelanja Sebagai Stimulus Pembelian Tidak Terencana
Pada Toko Serba Ada (Toserba).JurnalManajemen & Kewirausahaan, Vol. 7, No. 2, 152-170.
Sciffman dan Kanuk, 2008. Perilaku Konsumen. Indonesia: PT Macanan Jaya Cemerlang.
Setiadi, Nugroho J. 2003. Perilaku Konsumen. Jakarta: Kencana.
11
Supriadi, Andri. 2013. Pengaruh Fashion Involvement Dan In-Store Shopping Environment Terhadap
Pembelian Impulsif. Jurnal Universitas Komputer Indonesia Bandung.
Temaja, I Km. Wisnu B., Rahanatha, Gede Bayu., Yasa, Ni Nyoman Kerti. 2015. Pengaruh Fashion
Involvement, Atmosfer Toko dan Promosi Penjualan Terhadap Impulse Buying pada
Matahari Departement Store Di Kota Denpasar. Jurnal Manajemen Unud,Vol.4, No. 6, 14661482.
Tendai, M., and Crispen, C., 2009. In-Store Shopping Environment and Impulsif Buying. Journal of
Marketing Management, Vol.01, No. 04,102-108.
Utami, Christina W. 2010. Manajemen Ritel. Jakarta: Salemba Empat.
www.liputan6.com diakses pada tanggal 15 Oktober 2015.
www.kemenperin.go.id diakses pada tanggal 15 Oktober 2015.
12
Download