BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang “Latihan merupakan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
“Latihan merupakan gerakan dan kegiatan fisik yang melibatkan
penggunaan kelompok otot besar, seperti latihan kalistenik, jogging,
berenang, dan berlari” (Kent dalam Soni, 2008: 72). “Latihan olahraga
merupakan salah satu modulator fungsi biologis yang bersifat ganda, yakni
dapat menimbulkan pengaruh positif (meningkatkan dan memperbaiki),
maupun pengaruh negatif (menurunkan dan merusak)” (Harjanto dan Santoso
dalam Bawono, 2008: 102). Menurut Sugiarto, “Latihan olahraga yang
dilakukan secara baik, teratur, progesif, dan tepat dosis akan menyebabkan
peningkatan sistem adaptasi tubuh” (Bawono, 2008: 103).
Latihan merupakan salah satu tekanan ekstrim yang diterima oleh
tubuh. Adaptasi fisiologis merupakan bentuk reaksi yang terjadi dalam tubuh
untuk mempertahankan homeostatis tubuh saat menghadapi tekanan latihan
olahraga. Ada empat bentuk adaptasi yang nampak dalam mempertahankan
proses homeostatis tubuh, meliputi adaptasi neuromuscular, adaptasi
metabolisme, adaptasi kardiorespiratori, dan adaptasi otot skelet. Selain
empat bentuk adaptasi tersebut, kelelahan otot merupakan salah bentuk
mempertahankan homeostatis tubuh (Roger, 2009: 24).
“Salah satu bentuk adaptasi otot skelet pada latihan olahraga adalah
terjadinya proses hipertropi” (Fox dalam Pardjiono, 2008: 114). Menurut
Guyton dan Hall, (Pardjiono, 2008: 114).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaruh latihan olahraga terhadap mekanisme hipertropi
otot skelet?
2. Jelaskan bentuk-bentuk latihan terhadap hipertropi otot skelet?
3. Bagaimanakah mekanisme terjadinya kelelahan otot dan macam-macam
cedera otot skelet?
C. Tujuan
1. Menjelaskan pengaruh latihan terhadap hipertropi otot skelet.
2. Menjelaskan bentuk-bentuk latihan terhadap hipertropi otot skelet.
3. Menjelaskan mekanisme kelelahan otot skelet dan macam-macam cedera
otot skelet.
D. Manfaat
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis penulisan makalah ini bermanfaat untuk menambah
pengetahuan tentang proses adaptasi apa saja yang dapat terjadi akibat
latihan, dan apa asaja pengaruhnya terhadap otot skelet.
2. Manfaat Praktis
Dalam penulisan makalah ini, kami berharap agar para pembaca
khususnya
masyarakat
olahraga (pelatih
dan atlet)
untuk
lebih
memperhatikan dampak yang dapat timbul akibat latihan (Training)
terhadap tubuh khususnya otot skelet, agar dapat dapat menjalankan
latihan dengan prinsip-prinsip yang benar dan dapat mengoptimalkan
penampilan.
E. Definisi
1) Adaptasi adalah penyesuaian atau pengkondisian akibat pengaruh atau
stimulus dari luar (Badudu, 2001: 7).
2) Adaptasi olahraga adalah perubahan struktur atau fungsi organ-organ
tubuh yang sifatnya lebih menetap karena latihan fisik yang dilakukan
dengan
teratur
dalam
periode
waktu
tertentu
(Vananen
dalam
Bawono,2008:103).
3) Latihan adalah gerakan atau kegiatan fisik yang menggunakan sekelompok
otot besar, seperti latihan kalistenik, dansa, bersepeda, berlari dan lain-lain
(Kent dalam Soni, 2008: 72).
4) Fisiologi adalah Ilmu yang mempelajari fungsi pada zat hidup dan
mencoba menerangkan faktor-faktor fisik dan kimia yang bertanggung
jawab akan asal, perkembangan, dan gerak maju kehidupa (Dault, 2006:
1).
5) Fisiologi olahraga adalah suatu diskusi mengenai batas tertinggi bagi
sebagian besar mekanisme tubuh untuk menerima stress (Weineck dalam
Pardjiono, 2008: 114).
6) Otot skelet adalah salah satu jenis otot yang menempel pada rangka dan
mempunyai fungsi untuk gerak tubuh serta dalam menjalankan tugasnya
dipengaruhi oleh kehendak (Dault, 2006: 37).
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Latihan
“Latihan olahraga merupakan gerakan atau kegiatan fisik yang melibatkan
penggunaan kelompok otot besar, seperti dansa, kalistenik, permainan dan
aktivitas yang lebih formal seperti jogging, berenang, dan berlari” (Kent dalam
Soni, 2008: 72). Menurut Maladi “Latihan olahraga adalah suatu bentuk kegiatan
jasmani yang terdapat di dalam permainan, perlombaan dan kegiatan intensif
dalam rangka memperoleh relevansi kemenangan dan prestasi olahraga”
(Syarifuddin, 2009: 1).
Acute exercise adalah latihan yang dilakukan hanya sekali saja atau
disebut juga dengan exercise, sedangkan chronik exercise adalah latihan yang
dilakukan secara berulang-ulang sampai beberapa hari atau bahkan sampai
beberapa bulan. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah dengan melakukan
Training akan terjadi perubahan penting di dalam tubuh sedangkan dengan
melakukan exercise perubahan yang terjadi kurang penting. Perubahan yang
terjadi saat seseorang melakukan exercise disebut dengan respon. Sedangkan
perubahan yang terjadi karena training disebut adaptasi ( Bawono, 2008: 104).
B. Prinsip-Prinsip Latihan
Dalam mempelajarai prinsip umum berolahraga kita perlu memperhatikan
tiga disiplin ilmu yaitu: Ilmu Faal (Fisiologik), Ilmu Jiwa (Psikologik), dan Ilmu
Kependidikan (Pedagogik). Dari ketiga disiplin ilmu tersebut menghasilkan tiga
hukum atau prinsip dasar berolahraga yaitu: hukum pedagogik, hukum psikologik,
hukum fisiologik. Dalam berolahraga dipengaruhi oleh tiga hukum fisiologik,
yaitu : hukum overload, hukum kekhususan (Specificity), dan hukum
reversibilitas (Reversibility) (Roger, 2009: 2).
a. Prinsip overload
“Prinsip overload banyak memperbaiki dalam kebugaran seorang,
sehingga membutuhkan suatu peningkatan beban latihan yang akan menantang
keadaan kebugaran seseorang. Beban latihan berfungsi sebagai suatu stimulus
dan mendatangkan suatu respon dari tubuh” (Roger, 2009: 2).
Hanya dengan prinsip overload atau pembebanan yang meningkat seacara
bertahap akan menghasilkan overkompensasi dalam kemampuan biologik. Karena
itu, bias terjadi beban latihan terlampau ringan, jauh dibawah demand yang
sesungguhnya dan sebaliknya bila proses pembebanan tersebut berlebihan maka
akan terjadi overtraining (Sudrajat dkk, 2000: 28).
b. Prinsip kekhususan (Specificity)
“Prinsip kekhususan adalah bahwa beban latihan yang alami menentukan
efek latihan”, latihan harus secara khusus untuk efek yang diinginkan”. “Metode
latihan yang diterapkan harus sesuai dengan kebutuhan latihan”. Beban latihan
menjadi spesifik ketika memiliki rasio ... dan struktur pembebanan latihan yang
tepat” (Roger, 2009: 3).
c. Prinsip kebalikan (Reversibility)
Prinsip latihan yang lain adalah prinsip kebalikaan atau reversibility,
Prinsip kebalikan (reversibility) adalah apabila kita berhenti berlatih maka tubuh
kita akan kembali ke keadaan semula atau kondisinya tidak akan meningkat.
Tingkat kebugaran akan menurun jika pembebanan latihan tidak dilanjutkan
(continued). Dalam pembebanan latihan, tuntutan ini adalah bahwa beban latihan
harus berkelanjutan jika kebugaran umum dan khusus terus ditingkatkan, beban
latihan harus ditingkatkan secara regular (Roger, 2009: 12).
C. Fisiologi
Menurut Dault, (2006: 1-2) “Fisiologi merupakan ilmu yang mempelajari
fungsi pada zat hidup, yang mencoba ... menerangkan faktor-faktor fisik dari
kimia yang bertanggung jawab akan asal, perkembangan, dan gerak maju
kehidupan”. Dia menambahkan, “dalam fisiologi manusia lebih membahas
tentang sel, jaringan, organ, sistem organ dalam tubuh” ....
D. Fisiologi Olahraga
“Fisiologi olahraga adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia ... pada
waktu olahraga”. “Fisiologi olahraga ... berusaha untuk mempelajari efek latihan
terhadap tubuh, mempelajari bagaimana efisiensi tubuh manusia yang dapat
diperbaiki dengan latihan” (Claudius, 2009: 3).
Fisiologi olahraga merupakan suatu diskusi mengenai batas tertinggi bagi
sebagian besar mekanisme tubuh untuk menerima stress. Misalnya pada seseorang
yang menderita demam yang sangat tinggi, mendekati tingkat letal, metabolisme
tubuh meningkat sekitar 100 % di atas normal. Sebagai pembandinya yaitu
metabolisme tubuh selama lari marathon, meningkat sampai 2000 % di atas
normal (Weineck dalam Pardjiono, 2008: 114).
E. Otot
“Otot digunakan untuk menggerakkan bagian tubuh, dengan cara
berkontraksi, kalau dikaitkan dengan kegiatan manusia fungsi otot memiliki
urutan teratas ... terutama dalam latihan olahraga”. “ Otot yang terlatih akan
menyebabkan otot tersebut menjadi lebih efisien artinya dalam pekerjaanya otot
tersebut akan memerlukan relatif sedikit tenaga dibanding otot yang tak terlatih”
(Tjaliek, 1992: 70). “Berdasarkan stuktur dan sifat fisiologik, otot dibagi menjadi
3 jenis, yakni otot skelet, otot polos dan otot jantung”, khusus untuk pergerakan
tubuh dilakukan oleh otot skelet saja”. Hampir 50% tubuh tersusun oleh otot,
sekitar 40%-nya adalah otot skelet, dan 5-10%-nya adalah otot polos dan otot
jantung” (Guyton dan Hall, dalam Pardjiono 2008: 112).
F. Otot Skelet
Berdasarkan uraian di atas, salah satu jenis otot pada manusia adalah otot
skelet atau otot rangka. Otot ini kebanyakan melekat pada tulang sehingga disebut
sebagai otot rangka atau tulang. Penampang otot skelet jika diamati dengan
mikroskop akan nampak seperti lurik. Otot ini memiliki sifat bisa diperintah oleh
kehendak (voluntary), artinya dalam proses pemendekanya tergantung kepada
kemauan atau kehendak. Otot skelet ada dua macam yakni otot merah atau slow
twich dan otot putih atau fast twich. Otot merah kontraksinya lambat memiliki
banyak pembuluh darah, power tidak begitu besar, tetapi tahan lama. Otot putih
kontraksinya cepat, tidak banyak mengandung pembuluh darah, power tidak
begitu besar, dan tetapi tidak tahan tahan lama dalam melakukan kontraksinya (
Tjaliek, 1992: 73).
Gibson:1995: 34). “Otot skelet terdiri beberapa komponen, yaitu
sarkolema, myofibril, dan sarkoplasma” (Thibodeau dan patton dalam Pardjiono,
2008: 113-114). “Sarkolema adalah membran sel serabut otot yang terdiri dari
membran plasma dan lapisan luarnya terdiri dari lapisan polisakarida dan
mengandung banyak serat kolagen”. “Ujung-ujung serabut otot yang dilapisi
sarkolema akan menyatu ... dan bergabung dengan serat tendon otot”. “Beberapa
serat tendon otot akan bergabung menjadi berkas otot membentuk tendon otot dan
melekat pada tulang (Guyton dan Hall dalam Pardjiono, 2008: 113).
Menurut Guyton dan Hall, “Tiap-tiap serabut otot mengandung beratus-ratus
bahkan beribu-ribu myofibril yang terdiri dari filament aktin dan myosin, yang
terlihat sebagai bintik-bintik pada potongan melintang”. Selain itu, “Filamen aktin
dan myosin ... berperan dalam kontraksi otot” . “Pita gelap tebal disebut pita A,
bersifat anisotop, terdiri dari filament myosin yang tersusun parallel”. Sedangkan,
“Pita terang lebar disebut pita I, bersifat isotrop, terdiri dari filament aktin yang
terbagi menjadi dua yang simetris oleh sebuah pita A terdapat pita yang lebih
terang dan lebar, juga membagi dua simetris pita A, disebut pita H”. Daerah yang
terletak diantara dua pita Z disebut sarkomer” (Pardjiono, 2008: 114).
Menurut Patton,Fuch dan Hille, “Myofibril terbagi menjadi dua yaitu miofilamen
atau filament myosin lebarnya 10-14 nm dengan panjang 1,6m, sedangkan
filament aktin lebarnya 7 nm dan panjangnya” (Pardjiono,2008: 113).
G. Adaptasi Latihan
Menurut Sugiarto, “ketika tubuh melakukan latihan fisik yang merupakan
suatu bentuk stressor fisik dapat menyebabkan gangguan homeostatik, dan tubuh
akan memberikan tanggapan berupa mekanisme umpan balik negatif” ( Bawono,
2008:
103).
Tanggapan tersebut berupa :
1. Respon “jawab sewaktu’’ adalah perubahan fungsi organ tubuh yang bersifat
sementara dan berlangsung tiba-tiba, sebagai akibat dari aktivitas fisik.
Perubahan fungsi ini akan segera hilang dengan segera dan kembali normal
setelah aktivitas dihentikan.
2. Adaptasi “ jawab lambat adalah perubahan struktur atau fungsi organ- organ
tubuh yang sifatnya lebih menetap karena latihan fisik yang lebih dilakukan
dengan teratur dalam periode waktu tertentu (Vaananen dalam Bawono,
2008: 103).
“Reaksi adaptasi hanya akan timbul apabila beban latihan yang diberikan
intensitasnya cukup memadai dan berlangsung cukup lama” (Vaananen dalam
Bawono, 2008). Jadi latihan harus dilakukan dalam training zone dan durasi
latihan dilakukan dalam waktu yang cukup lama. Menurut Supriadi, “chronic
training adalah latihan yang dilakukan secara berulang-ulang sampai beberapa
hari atau sampai beberapa bulan (Training)” (Bawono, 2008:103). “ Perubahan
yang terjadi karena training disebut dengan adaptasi, salah satu bentuk adaptasi
otot skelet pada olahraga, diantaranya terjadinya hipertropi otot, kelelahan otot ”
(Tjaliek, 1992: 45).
H. Hipertropi Otot Skelet
“Dengan olahraga otot dapat mengalami hipertropi, karena selama kita
latihan menghasilkan faktor-faktor yang … mempengaruhi terjadinya hipertropi
otot.’’ Sedangkan, “ Mekanisme hipertropi otot skelet dapat terjadi karena
beberapa factor, antara lain hormon pertumbuhan,IGF-1, sintesa protein
miofibrilar, sintesa aktin protein aktin mRNA, aktifitas aktin promoter, rintangan
dari ubiquitin ligases tertentu serta famili integrin yang secara umum sampai saat
ini telah diketahui dapat berfungsi sebagai ‘’ promotor’’ atau ‘’inisiator’’ pada sel
otot skelet untuk modulasi hipertropi otot " (Weineck dalam Pardjiono, 2008:
115). Calcineurin juga berperan dalam proses hipertropi otot, … yakni
calmodulin-dependen phosphatase yang penting sekali dalam memberikan sinyal
pada keadaan yang kelebihan muatan serat otot yang mengalami hipertropi otot
(Astrand, Rodahl, Dahl dalam Pardjiono, 2008: 119). Kegunaan calcineurin
dalam dalam hipertropi otot dengan beragam perintang farmakologi calcineurin.
Calcineurin diaktifkan dalam otot yang terlalu berat melalui peningkatan kronis
dalam kalsium intraselular yang terjadi di bawah kondisi yang kelebihan muatan
sebagai hasilnya dari suatu penggandaan syaraf yang di tengahi aktifasi serat otot
dan muatan yang bersangkutan meningkat dalam IGF-1 (Weineck dalam
Pardjiono, 2008). Sekali diaktifkan, calcineurin memberikan sinyal ke bawah gen
yang terlibat dalam pengaturan ukuran serat otot melalui desphophorylation dari
factor transkipsi substratnya, factor nuklir sel T yang diaktifkan (NFAT)
(Selman, De Ruisseau dan Betters dalam Pardjiono,2008:117). Beragam isoform
NFAT mampu untuk mengakifkan beragam gen, yang telah diimplikasikan dalam
serat otot yang lemah dan gen otot yang hipertropi. Calcineurin diperlukan hanya
pada waktu yang spesifik dan pertumbuhan kembali otot dari otot yang atropi,
dan waktu ini beragam diantara beragam diantara otot cepat dan lambat (De Vol,
Rotwein dan Sadow,dalam Pardjiono, 2008).
Rintangan dari ubiquitin ligases tertentu juga berperan dalam hipertropi
otot. Myostastin terdapat dalam otot yang mengalami hipertropi,peregangan otot
dapat meningkatkan protein myostatin, sebaliknya ketika pada waktu terjadi
muatan singkat menghalangi selama peregangan. Kondisi yang kuat untuk
pertumbuhan pada pengaturan otot myostatin adalah setelah lahir. Rintangan dari
sintesa glikogen kinase-3a oleh suatu muatan negatif yang dominan atau LICI
dihubungkan dengan suatu perluasan dari C2C12 myotubes dalam turunan
(Amstrong,Wong dan Esser,dalam Pardjiono, 2008: 116 ).
Aktifasi’’ eksternal ’’ integrin dapat disebabkan oleh signaling
transduction dari senyawa aggrin yang serupa integrin pada neuromuscular
junction dan nitric oxide (NO) yang disekresi olek ujung serabut saraf (Selman,De
Ruisseau dan Betters,dalam Pardjiono, 2008: 117). Sedangkan “ signaling
transduktion pathways intraselular atau ‘’internal’’ secara garis besar meliputi dua
tahap”. “Tahap pertama signaling transduction pathways terjadi sampai pada
tingkat modulasi transkipsi gen”, modulasi tersebut juga berjalan secara
berjenjang secara cascade (De Vol, Rotwein dan Sadow,dalam Pardjiono, 2008 :
117). Selanjutnya, adalah “ Tahap kedua, signaling transduction pathways terjadi
pada tingkat transkipsi gen ( inisiator dan inhibitor)”. “ Genetik renspons diawali
dengan proses transkipsi, Proses ini sangat penting untuik diketahui, sebab proses
tersebut terjadi secara pesifik pada gen yang terkait dengan biologis otot skelet.
Proses transkipsi terdiri dari transcription-initiator factor dan transciptioninhibitor factor’’. “Kedua macam senyawa tersebut berupa senyawa activator
domain dan inhibitory domain kedua domain tersebut mempunyai ikatan pada
DNA (DNA binding domain)” (Adams dan Haddad, dalam Pardjiono, 2008: 115).
Selanjutnya serangkaian mekenisme hipertropi otot tersebut adalah terbentuknya
berbagai macam protein baik yang bersifat structural (terutama actin dan miosin)
dan berbagai enzim untuk kepentingan metabolisme sel. Namun sampai saat ini
proporsi sitesis semacam protein terutama yang menyangkut jumlah aktin dan
miosin belum diketahui dengan jelas (Astrand, Rodahl dan K, Dahl dalam
Pardjiono, 2008: 114).
I.
Mekanisme kelelahan otot skelet
Setiap otot berkontraksi akan terjadi asam laktat. Makin tinggi intensitas
latihan makin banyak asam laktat yang terbentuk dan untuk mengurangi asam
laktat diperlukan oksidasi .... Bila O2 yang masuk kedalam otot relatif sedikit bila
dibanding dengan kebutuhan proses oksidasi, dapat dipastikan makin lama jumlah
asam laktat akan bertambah banyak. Kadar asam laktat dalam otot mencapai
0,3%-0.6%, maka otot tak dapat bereaksi lagi terhadap rangsang, sehingga otot
tersebut dapat dikatakan leleh total …. “ Bertambah banyaknya asam laktat ini
dapat menghalangi rangsang yang dibawa oleh saraf menuju otot, sehingga tidak
semua rangsang sampai pada otot dan otot akan berkurang kekuatannya.” “
Dengan demikian seseorang yang mempunyai kemampuan mengambil O2 yang
baik saat latihan, ia tidak mudah lelah.’’ “ Apabila seseorang mengalami
kelelahan akibat latihan, kemudian istirahat, maka setelah beberapa waktu ia akan
pulih dengan ditandai kekuatan otot yang lebih besar. Keadaan ini dikenal dengan
recovery. Jadi recovery adalah proses pemulihan kekuatan otot, bukan pemulihan
tenaga. Proses recovery dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Otot yang lelah karena kada rasam laktat tinggi akibat latihan dengan
intensitas tinggi.
b. Kalau otot terus digunakan untuk latihan dan pemasukan O2 relatif sedikit,
maka makin lama kadar asam laktat semakin tingi sehingga menghalangi
saraf dan kekuatan semaikin lama makin menurun.
c. Dengan istirahat maka produksi asam laktat dan dio otot tak selalu ada
proses oksidasi sehingga kadar asam laktat makin kecil, kemudian blokir
terhadap rangsang hilang atau berkurang.
d. Setelah beristirahat kekuatan otot akan pulih kembali (Tjaliek, 1992: 7779).
J. Macam-Macam Cedera Otot Skelet Saat Latihan
“Selain menyebabkan adaptasi otot skelet yang bersifat positif, latihan juga
dapat menyebabkan pengaruh negatif ... diantaranya timbulnya berbagai
macam cedera otot skelet” (Harjanto dan Santoso dalam Bawono, 2008: 102).
Pertolongan pertama yang dianjurkan adalah dengan menerapkan metode
RICE,” yaitu :
R : rest = istirahat
I : ice = ditempel dengan iceatau bahan yang dingin
C : compression = Ditekan dengan bebat elastic
E: elevation = bagian yang mengalami cedera tadi dinaikkan
(Sumosarjuno, 1996: 157). Berikut akan diuraikan beberapa macam-macam
cedera otots kelet:
a. Cedera achilles tendonitis, cedera ini dengan mudah diketahui apabila
tendo ditekan akan terasa sakit. Rasa sakit akan terasa lebih pada pagi hari,
bisa juga saat akhir atau mulai latihan. Tendo Achilles mudah mengalami
cedera apabila peregangan pada otot betis tidak cukup dilakukan atau
bahkan tak melakukan sama sekali. Dapat juga karena otot betis terlalu
kaku, banyak lari, mendapat beban latihan berat dan kecepatan tinggi.
Pertolongan pertama pada cedera ini adalah dengan istirahat, gosoklah
bagian yang sakit dengan es dan akan obat-obat anti inflamasi. Jangan
latihan kecepatan dulu dan kurangi intensitas latihan (Sumosarjuno, 1996:
178).
b. Cedera strain “Cedera lain otot skelet akibat latihan olahraga adalah strain
atau pegel-pegel, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Cedera ini
disebabkan oleh latihan yang berlebihan pada otot tertentu” (Aminudin,
2009: 1).
c.
Miogelosis “Banyak atlet yang mengeluh bahwa otot-ototnya, terutama di
punggung menjadi keras di beberapa tempat, hal ini terjadi akibat latihan
olahraga yang cukup intensif dan terus-menerus”. “Keluhan ini disebut
dengan miogelosis ... Ada dua macam tipe miogelosis, yakni yang
berbentuk bulat dan memanjang”. “Penyebab miogelosis belum begitu
jelas, namun diduga akibat beban latihan beban lebih terhadap otot yang
bersangkutan” (Sumosarjuno, 1990: 140).
d.
Kram otot skelet “Aktifitas [saat] keadaan otot tidak siap dapat
mengakibatkan ketegangan berlebihan yang tidak dapat dikendalikan ...
otot, atau sering disebut dengan kram otot”. “Kram otot umumnya terjadi
pada saat mendekati akhir latihan, kontraksi otot ringan mula-mula
berkembang saat awal latihan, yang bertambah berat saat seseorang
mengalami kelelahan dan berkurang jika kerja otot berkurang”.
Kram otot akan meningkat jika panjang otot dalam keadaan sangat
memendek. Otot yang mengalami kram akan tampak sangat tegang,
bergerak-gerak di bagian tengahnya ... Kram otot diduga disebabkan oleh
ketidakseimbangan mineral dalam tubuh, khususnya natrium. Keadaan
kekurangan cairan dan kelelahan otot juga dipercaya dapat menyebabkan
kram otot. Dengan demikian pencegahan kram otot adalah menjaga
kondisi tubuh secara umum jika hendak berlatih, mempertahankan nutrisi,
perhatikan pemulihan kondisi tubuh jika setelah berlatih berat (Nani, 2009:
4).
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengaruh latihan terhadap Hipertropi Otot Skelet
Dengan olahraga otot dapat mengalami hipertropi, karena selama kita
latihan menghasilkan faktor-faktor yang mmempengaruhi terjadinya hipertropi
otot. Sedangkan, Mekanisme hipertropi otot skelet dapat terjadi karena beberapa
factor, antara lain hormon pertumbuhan,IGF-1, sintesa protein miofibrilar, sintesa
aktin protein aktin mRNA, aktifitas aktin promoter, rintangan dari ubiquitin
ligases tertentu serta famili integrin yang secara umum sampai saat ini telah
diketahui dapat berfungsi sebagai ‘promotor’’ atau ‘’inisiator’’ pada sel otot skelet
untuk modulasi hipertropi otot. Tidak semua latihan fisik dapat menyebabkan
hipertropi otot, pada intinya latihan dengan prinsip-prinsip yang benar, seperti
overload
progession
yang
dapat
menyebabkan
hipertropi
otot
skelet.
Selain mekanisme hipertropi, otot juga dapat mengalami hiperplasia yakni
bertambahnya jumlah sel akibat pembelahan. Mekanisme terjadinya hiperplasia
otot skelet sangat jarang terjadi dibandingkan dengan mekanisme hipertropi otot
skelet.
B. Bentuk bentuk latihan terhadap hipertropi otot skelet
Mekanisme terjadinya hipertropi otot skelet juga dipengaruhi oleh bentuk-bentuk
latihan. Pada umumnya apapun bentuk latihannya, kalau dilakukan dengan
prinsip-prinsip yang tepat dan benar dapat menyebabkan hipertropi otot skelet.
Ketika otot skelet mengalami hipertropi, serabut-serabut myofibril aktin dan
myosin yang berperan dalam proses kontaksi otot mengalami penambahan, selain
itu enzim untuk metabolisme energi juga bertambah. Berikut beberpa bentuk
latihan yng berhubungan dengan hipertropi otot diantarnya:
1. Latihan kekuatan, apabila latihan kekuatan dilakukan dengan prinsipprinsip yang benar maka hipertropi otot akan terjadi. Latihan kekuatan
sangat penting untuk kekuatan otot, apabila latihan ini mengalami
penurunan akan berlangsung hukum kebalikan.
2. Latihan beban, latihan beban atau weight training memang sangat
berhubungan dengan hipertropi otot skelet. Tujuan dari latihan beban
adalah melatih otot-otot tubuh, supaya mengalami peningkatan kekuatan.
Intinya dengan latihan beban yang terkonsep dan teratur dapat
menyebabkan penambahan masa serabut otot.
3. Latihan daya tahan, jenis latihan ini juga dapat mengakibatkan hipertropi
otot, namun sangat sedikit. Adaptasi terbesar yang disebabkan oleh latihan
ini adalah adaptasi biokimiawi dalam tubuh.
C. Mekanisme Terjadinya Kelelahan Otot dan Macam-Macam Cedera
Otot Skelet
Saat otot mengalami kontraksi dapat menghasilkan asam laktat, kadar
asam laktat akan mengalami peningkatan dalam otot saat jmlah oksigen dan
intensitas latihan tinggi. Asam laktat berhubungan dengan kelelahan otot, bahkan
sebagian orang menganggap bahwa asam laktat merupakan penyebab utama
terjadinya kelelahan otot. Padahal selain asam laktat ada dua factor lain yang
memilki peranan yang cukup untuk terjadinya kelelahan otot, yakni naiknya
denyut jantung yang semakin tinggi dan kehabisan simpanan glikogen dalam otot.
Oleh karena itu melakukan praktek karbohidrat loading sebelum pertandingan
yang melelahkan dan intensitas tinggi perlu dilakukan untuk menjaga simpanan
glikogen dalam otot. Apabila terjadi kelelahan otot, maka istirahat aktif maupun
pasif sangat diperlukan. Sebaliknya jika dalam keadaan kelelahan kita tetap
melakukan aktivitas atau latihan kadar asam laktat dan denyut jantung akan
semakin tinggi, dan cadangan glikogen semakin menurun akibatnya kekuatan
semakin menurun, dan bahkan dapat terjadi berbagai macam cedera otot. Cedera
otot yang terjadi akibat kelelahan diantarannya cedera strain. miogelosis, dan
kram otot.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
1. Dengan olahraga dapat menyebabkan hipertrofi otot skelet, karena selam kita
latihan dapat menghasilkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
hipertropi otot skelet. Latihan yang overload progessive adalah salah satu
prinsip latihan yang benar untuk menyebabkan mekanisme hipertropi otot
skelet. Sedangkan sangan jarang dan sedikit sekali latihan dsapat
mempengaruhi mekanisme hiperplasia.
2. Bentuk-bentuk latihan yang dapat mempengaruhi hipertropi otot skelet
diantaranya adalah latihan kekuatan, latihan beban serta latihan daya tahan.
Latihan beban dan latihan kekuatan sangat berhubungan, kedua macam
latihan tersebut apabila dilakukan dengan prinsip-prinsip yang benar dapat
menyebabkan hipertropi otot skelet. Sedangkan latihan daya tahan sangat
sedikit sekali dapat menyebabkan hipertropi otot skelet. .
3. Kelelahan otot adalah suatu keadaan dimana kadar asam laktat semakin tinggi
akibat latihan intensitasnya tinggi dan bertambah banyaknya asam laktat ini
dapat menghalangi rangsang yang dibawa oleh saraf menuju otot, sehingga
tidak semua rangsang sampai pada otot dan otot akan berkurang kekuatannya.
Saat dalam keadaan kelelahan kita memaksakam untuk berlatih dengan
intensitas yang tinggi dan durasi yang lama dapat menyebabkan berbagai
macam cedera yang timbul, diantaranya cedera strain, miogelosis, dan kram
otot.
B. Saran
1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh latihan dan
hipertropi otot skelet untuk mempertajam pengetahuan yang sudah ada
selama ini.
2. Pelatih dan atlet harus lebih memperhatikan lagi faktor fisiologi tubuh,
khususnya otot skelet hubungannya dengan latihan, guna memperoleh
penampilan yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Aminudin. 2009. Cedera Otot Pada Olahraga Futsal.Http://mediascastore.com.
diakses pada tanggal 25 februari 2010 jam 14.00.
Badudu. Sutan, Mohamad. 2001. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Bawono, M.N. 2008. Adaptasi latihan aerobic terhadap stress oksidatif dan
antioksidan. Jurnal Ilmu Keolahragaan. 5(2): 102-110.
Cahyani, N. 2006. Pengaruh latihan terhadap kerja otot rangka. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Carlson, N. R.1994. Physiology ofbehaviour,5Th Ed, USA. Allyn and Bacon,
Paramount Publish.
Claudius. 2009. Pengertian Fisiologi Olahraga.
http://ikorsportscience.blogspot.com. Diakses padatanggal 26 maret 2010 jam
14.00.
Dault, Adhyaksa. 2007. Ilmu Faal. Jakarta: Cerdas Jaya.
Gibson, J.1995. Fisiologi Dan Anatomi Modern Untuk Perawat. Jakarta. EGC.
Hlm: 75-78.
Mountcastle,V.B.1980. Medical physiology.14Th.Ed. USA The C.V. Mosby
Company. Pp; 1349-1364.
Nani.
2009.
Kram
Otot
Pada
Olahraga.
http://Nani.Kramp-otot-pada-
olahraga.html./. Diakses pada tanggal 24 februari 2010 jam 15.00
Patton, Fuchs, Hille, et all. 1990. Text book of physiology. 21Th. Ed. USA.W.B.
Saunders Company. Pp:1461-1470, 1584.
Pardjiono,
2008.
Hipertropi
keolahragaan.5(2):111-119.
otot
skelet
pada
olahraga.
Jurnal
ilmu
Roger. 2009. Prinsip umum berolahraga.
http://twdroger.blogspot.com/2009/10/prinsip-umum-or.html.
diakses
pada
tanggal 14 februari 2010 juam 12.15.
Syarifuddin, Aip. 1990. Belajar Aktif Pendidikan Jasmani dan Kesehatan SMP.
Jakarta: Grasindo. Soni. 2008. Pengaruh Pemberian Latihan Fisik Terhadap
Peningkatan kadar HB dan VO2max. jurnal ilmu keolahragaan.5(2): 71-85.
Sumosarjuno, Sadoso. 1990. Petunjuk praktis Kesehatan dan olahraga 2. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Sumosarjuno, Sadoso.1996. Sehat dan Bugar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sudrajat, Prawirasaputra. Lutan, Rusli. Ucup. 2000. Dasar-Dasar Kepelatihan.
Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
Tjaliek. 1992. Ilmu Faal. Jakarta. Depaetemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Thibodeau,G.U. and Patton, K.T. 1996. Anthoni’s tex book ofanatomy
andphisiology,15Th.Ed. St Louis Mosby year Book inc.
PENGARUH LATIHAN TERHADAP
HIPERTROFI OTOT
Di Susun Oleh :
Satriyo Pamungkas
1060 3141 043
Kukuh Wahyudin Pratama
1060 3141 045
PROGRAM STUDI ILMU KEOLAHRAGAAN
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2012
Download