VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 PENGEMBANGAN MAJALAH KIMIA UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR DAN KREATIVITAS PESERTA DIDIK KELAS X SMA N 1 MLATI Eko Yuliyanto1, Eli Rohaeti2 1 Pendidikan Kimia,Universitas Muhammadiyah Semarang 2 Pendidika Kimia, Universitas Negeri Yogyakarta email: [email protected]; [email protected] Abstrak Tujuan penelitian ini adalah (1) menguji kualitas majalah kimia berdasarkan aspek kelayakan materi, penyajian, bahasa dan gambar, dan (2) mengetahui perbedaan motivasi dan kreativitas peserta didik di kelas yang menggunakan majalah kimia (kelas eksperimen) dan di kelas yang tidak menggunakan majalah kimia (kelas kontrol) selama proses pembelajaran kimia. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang dilakukan melalui tujuh tahap yaitu: penelitian pendahuluan; perumusan tujuan; perancangan format produk dan pembuatan instrumen penilaian majalah kimia; penyusunan instrumen variabel (motivasi dan kreaivitas); penyusuanan draft majalah kimia; validasi oleh teman sejawat, ahli materi, ahli media dan pembelajaran, guru kimia; uji coba kelompok kecil, dan uji coba lapangan. Tahap uji coba lapangan menggunakan quasi exsperiment dengan rancangan non-equivalent control group design dan penelitian ini melibatkan kelas kontrol (n=29) dan kelas eksperimen (n=30) yang dipilih dengan teknik simple cluster random sampling dari tiga kelas yang ada di SMA N 1 Mlati. Instrumen pengumpulan data yang digunakan yaitu instrumen kualitas majalah kimia, lembar angket motivasi belajar, lembar observasi motivasi, lembar angket kreativitas peserta didik, dan lembar observasi kreativitas peserta didik, dan lembar respon siswa. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.(1) Hasil penelitian sesuai dengan prosedur penelitian pengembangan. (2) Majalah kimia untuk aspek materi oleh temen sejawat dan guru kimia dinilai “sangat baik”, dan oleh ahli materi dan peserta didik dinilai “baik”. (3) Validasi majalah kimia dalam aspek kelayakan penyajian oleh teman sejawat dinilai “sangat baik”, sedangkan oleh ahli media dan pembelajaran, guru-guru kimia, serta peserta didik dinilai “baik”. (4) Validasi dalam aspek kelayakan bahasa dan gambar oleh teman sejawat, ahli media dan pembelajaran, serta peserta didik dinilai “sangat baik”, sedangkan guru menilai “baik”. Majalah kimia memiliki kelayakan materi, kelayakan penyajian, dan kelayakan bahasa serta gambar yang baik sehingga majalah kimia layak digunakan sebagai sumber belajar mandiri oleh peserta didik. Berdasarkan hasil uji lapangan yang dianalisis menggunakan uji Multivariate Analisis of Variance (MANOVA) disimpulkan bahwa motivasi dan kreativitas peserta didik secara simultan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak berbeda signifikan (Sig.= 0,058; p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa majalah kimia belum mampu meningkatkan motivasi dan kreativitas peserta didik secara simultan. Kata Kunci: majalah kimia, sumber belajar mandiri, motivasi, dan kreativitas DEVELOPING A CHEMISTRY FOR IMPROVING THE LEARNING MOTIVATION AND CREATIVITY OF YEAR-10 STUDENTS OF SMA N 1 MLATI Abstract The study aims to (1) test the quality of chemistry magazine quality in the aspects of the material, presentation, language, and images; (2) know the difference in motivation and creativity of the students in the control class and experimental class. This study was a research and development conducted in seven steps, i.e preliminary research; determining the purpose of product; designing format of product and designing assessment of chemical magazine quality; designing instrument of independent variables (motivation and creativity); validation by peer reviewer, material expert, media and learning expert; limited try out; and field try out. The field try out used the quasi experiment with the design of non-equivalent control group design. This research involved the control class (n=29) and the experimental class (n=30) established using the simple random sampling technique from three classes in SMA N 1 Mlati. The instruments to collect the data were the magazine‟s validity sheets, Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 1 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 motivation questionnaire, observation of motivation sheets, creativity questionnaire, observation of creativity sheets, and students‟ response sheets. The results of the study show the following. (1) The development of chemistry magazine is conducted in accordance with the procedures of media development. (2) The magazine‟s validity on the material aspects by peer reviewer and chemistry teacher is in a very good category, and on material aspect by material expert and students is in a good category. (3) The magazine‟s validity on aspects of presentation by peer reviewer is in a very good category, on aspects of presentation by media expert, chemistry teacher, and students is in a good category. (4) The magazine‟s validity on the picture and language aspects by peer reviewer, media expert, and students is in a very good category, on the picture and language aspects by chemistry teachers is in a good category. The magazine‟s overall validity on material, presentation, picture and language aspect is in a good category. The field testing results analyzed using the Multivariate Analysis of Variance (MANOVA) concludes that the motivation and creativity of the students in both the experimental class and the control class do not differ significantly (sig.= 0.058; p> 0.05). This shows that the chemistry magazine has not been able to improve the motivation and creativity of the students simultaneously. Keyword: chemistry magazine, independent learning resources, motivation and creativity menjadikan mereka akan mencari sumber belajar di luar kelas. Oleh karena itu peserta didik mencoba belajar mandiri dengan bantuan sumber belajar yang sesuai dengan keinginan peserta didik. Hal ini menjadikan pendidik tanggap dengan kondisi seperti ini, yaitu dengan cara menyediakan sarana belajar yang menarik. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di SMA N 1 Mlati menunjukkkan bahwa 80% peserta didik kelas X menyukai majalah sebagai bahan bacaan mereka. Hal ini adanya potensi pengembagan majalah kimia sebagai sumber belajar kimia. Berdasarkan informasi di SMA N 1 Mlati belum ada perseorangan yang mengembangkan majalah kimia. Guru-guru kimia SMA N 1 Mlati juga belum pernah menggunakan majalah kimia dalam proses pembelajaran kimia. Oleh karena itu perlu adanya usaha pengembangan majalah kimia sebagai sumber belajar kimia yang menarik sehingga akan dapat memotivasi peserta didik belajar kimia dan siswa dapat menumbuhkembangkan sikap kreatif. Proses belajar mandiri yang dilakukan peserta didik harus didukung oleh sumber belajar yang menarik dan sesuai dengan minat peserta didik. Sumber belajar ini berupa majalah yang isi materinya sesuai dengan Standar Isi, sehingga nantinya dengan adanya majalah ini dapat membantu peserta didik untuk belajar secara mandiri dan mendapatkan kebermaknaan tentang mata pelajaran kimia yang sedang dipelajari. Selain sumber belajar dalam proses pembelajaran, penggunaan pendekatan pembelajaran juga penting, karena PENDAHULUAN Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran di kelas. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari peserta didik ataupun pendidiknya. Kualitas pembelajaran di kelas dapat diperoleh dari respon siswa selama pembelajaran. Berdasarkan survei di SMA N 1 Mlati diperoleh informasi 85% peserta didik kelas X menyatakan bahwa guru kimia dalam mengajar tidak menarik. Beberapa ketidakmenarikan ini berupa kurangnya pembelajaran dengan praktik, kurangnya intermeso dengan canda tawa, penjelasan materi pelajaran terlalu cepat, guru kurang memahami kondisi siswa, situasi pembelajaran terlalu tegang, tidak ada selingan menggunakan game, tidak ada intermeso berupa cerita, dan media pembelajaran monoton. Hal ini mengindikasikan motivasi belajar peserta didik dalam belajar kimia belum optimal dan selain itu juga minimnya motivasi belajar diduga dapat menyebabkan kreativitas peserta didik rendah. Hal ini akan berpotensi pada kurang maksimalnya prestasi hasil belajar kimia peserta didik. Ada beberapa upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Salah satu caranya melalui pengembangan sumber belajar terutama buku, baik buku pelajaran, buku bahan ajar, dan media cetak lainnya. Adanya faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar peserta didik menjadikan peserta didik mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran. Hal ini akan Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 2 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 akan sangat membantu dalam proses transfer informasi secara efektif dan efesien. Beberapa pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran kimia yaitu pendekatan Science, Environment, Technology, and Society (SETS). Pendekatan SETS digunakan dalam pengembangan majalah karena memiliki keunggulan tertentu dalam proses transfer informasi. Kesan dinamis nantinya akan terlihat pada setiap desain layout tiap halaman dalam majalah yang ditata sedemikian rupa agar tidak monoton dan menimbulkan suasana baru atau fresh. Selain itu penggunaan kolaborasi pendekatan SETS, Chemo Entrepreneurship (CEP), dan penerapan Mind Mapping dalam penulisan materi pelajaran, diharapkan akan menciptakan “Joyfull Learning”. Berdasarkan kajian teori dan kajian penelitian yang relevan, maka akan dilakukan penelitian tentang perbedaan motivasi dan kreativitas peserta didik pada penggunaan majalah kimia dan buku kimia biasa pada kelas X di SMA N 1 Mlati. Penelitian ini diprediksikan bahwa terjadi perbedaan motivasi dan kreativitas yang signifikan antara peserta didik yang menggunakan sumber belajar majalah kimia dan peserta didik yang menggunakan sumber buku kimia biasa. Permasalahan yang dikaji dan diidentifikasi dalam penelitian ini yaitu pendidik di SMA N 1 Mlati belum pernah menggunakan majalah dalam proses pembelajaran kimia, ada kecenderungan motivasi belajar peserta didik di SMA N 1 Mlati kelas X dalam belajar kimia masih cukup rendah hal ini karena pembelajarannya belum menarik, ada kecenderungan kreativitas peserta didik SMA N 1 kelas X Mlati dalam pelajaran kimia masih terbatas hal ini dikarenakan proses pembelajarannya belum menarik. penelitian dilakukan di kelas X SMAN 1 Mlati, Sleman, Yogyakarta. Subjek Penelitian Penelitian ini melibatkan kelas kontrol (n=29) dan kelas eksperimen (n=30) yang dipilih dengan teknik simple cluster random sampling dari tiga kelas X yang ada di SMA N 1 Mlati. Prosedur Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang dilakukan melalui tujuh tahap yaitu: penelitian pendahuluan; perumusan tujuan; perancangan format produk dan pembuatan instrumen penilaian majalah kimia; penyusunan instrumen variabel (motivasi dan kreaivitas); penyusuanan draft majalah kimia; validasi oleh teman sejawat, ahli materi, ahli media dan pembelajaran, guru kimia; uji coba kelompok kecil; dan uji coba lapangan. Tahap uji coba lapangan menggunakan quasi exsperiment dengan rancangan nonequivalent control group design Data, Intrumen, dan Teknik Pengumpulan Data Data yang diperoleh yaitu data kualitas majalah kimia aspek materi, penyajian dan bahasa dan gambar oleh peer reviewer, ahli materi, ahli media dan pembelajaran, reviewer serta peserta didik; data hasil uji coba berupa skor motivasi belajar dan kreativitas peserta didik sebelum dan sesudah pembelajaran; dan data hasil observasi berupa kemunculan motivasi belajar dan kreativitas peserta didik selama proses pembelajaran. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini ada 5 macam yaitu instrumen kualitas majalah kimia, lembar angket motivasi belajar, lembar observasi motivasi, lembar angket kreativitas peserta didik, dan lembar observasi kreativitas peserta didik. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan Research and Development. Model pengembangan yang digunakan yaitu model Borg and Gall (1983:772). Model Borg & Gall terdiri dari sepuluh langkah yang merupakan model prosedural. Pada penelitian ini hanya dilakukan hingga langkah ke-7 pada prosedur pada model Borg and Gall. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Teknik Analisis Data 1) Analisis Data untuk Variabel Kualitas Majalah Kimia: Penilaian kriteia menjadi diubah menjadi skor, dengan skala Likert model skala lima (S.Eko Putro Widoyoko, 2012:106), selanjutnya skor total dan ratarata skor total dihitung untuk setiap sub komponen majalah kimia. Skor total ratarata tiap sub komponen dihitung dengan rumus: Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilakukan dari bulan Desember 2012 hingga Mei 2013. Tempat Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 3 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 𝑋 6) Analisis Hasil Pengukuran Variabel Motivasi Belajar dan Kreativitas yang Dilakukan dengan Teknik Observasi. Rumus: X = 𝑛 Keterangan : X = Skor rata-rata tiap sub komponen 𝑋 = Jumlah skor tiap sub komponen n = Jumlah butir sub komponen a. Mengkonversi data dengan skala binomial (jika variabel muncul = 1, jika variabel tidak muncul = 0) Skor total dan rata-rata skor total dihitung untuk setiap komponen, selanjutnya skor akhir rata-rata yang diperoleh dikonversi menjadi tingkat kualitas produk secara kualitatif skala 5 dengan pedoman konversi pengkategorian (Sukardjo, 2008:83) seperti tersaji pada Tabel 1. b. Menjumlahkan skor semua indikator yang terdapat pada lembar observasi; c. Menghitung persentase skor dengan rumus: Persentase hasil observasi = Tabel 1. Kriteria Skala Lima Rentang Skor 4,206 < 𝑥 3,402 < 𝑥 ≤ 4,206 2,598 < 𝑥 ≤ 3,402 1,794 < 𝑥 ≤ 2,598 𝑥 ≤ 1,794 × 100% d. Menghitung rata-rata kedua observer, sehingga diperoleh data rata-rata persentase kemunculan motivasi dan sikap kreatif pada peserta didik. Kategori Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang HASIL PENELITIAN Dan PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan Berdasarkan hasil observasi dan penggalian informasi dengan menggunakan angket dari sebanyak 93 peserta didik kelas X diperoleh data bahwa 83% peserta didik sudah memiliki buku kimia, 84% peserta didik menyatakan bahwa buku-buku kimia yang ada disekolah belum mencukupi peserta didik, 95% peserta didik menyatakan belum pernah membaca majalah kimia, 85% peserta didik menyatakan bahwa pembelajaran kimia di sekolah belum menarik, 80% peserta didik menyatakan bahwa suka membaca majalah. 2) Analisis Perubahan Motivasi Belajar atau Kreativitas Mengubah kriteria menjadi skor, dengan skala Likert model skala lima. Pemberian skor dibedakan menjadi pernyataan positif dan pernyataan negativ, menghitung skor total dan rata-rata skor total data motivasi dan kreativitas, Skor akhir rata-rata yang diperoleh dikonversi menjadi kategori skala 5 dengan pedoman penilaian seperti terdapat pada Tabel 1. Berdasarkan penelitian pendahuluan tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kimia kelas X di SMA N 1 Mlati belum mampu menarik peserta didik untuk mengikuti pembelajaran kimia dengan baik, hal ini berpotensi minimnya motivasi peserta didik dalam mengikuti pembelajaran kimia. Pengembangan suatu sumber belajar dirasa perlu, sehingga dapat menarik peserta didik untuk belajar kimia. 3) Mentranformasi data motivasi dan kreativitas dari data ordinal menjadi data interval 4) Menghitung selisih skor postes dengan pretes pada variabel motivasi dan kreativitas 5) Analisis Perbedaan Motivasi dan Kreativitas Uji perbedaan peningkatan motivasi dan kreativitas kelas experimen dan kelas kontrol menggunakan uji Multivariate Analisis of Varians (MANOVA). Uji prasyarat yang harus dipenuhi sebelum pengujian uji MANOVA adalah uji normalitas, homogenitas, dan uji korelasi antar variabel independen. Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒 ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 Perumusan tujuan Tujuan pada proses pembelajaran ditinjau dari materi yang digunakan dalam proses pembelajaran. Penyusunan materi berdasar Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar(KD). SK yang digunakan yaitu: Memahami sifat-sifat senyawa organik atas dasar gugus fungsi dan senyawa makromolekul, sedangakan KD yang digunakan yaitu mendeskripsikan kekhasan atom karbon dalam 4 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 membentuk senyawa hidrokarbon, menggolongkan senyawa hidrokarbon berdasarkan strukturnya dan hubungannya dengan sifat senyawa, menjelaskan proses pembentukan dan teknik pemisahan fraksifraksi minyak bumi serta kegunaannya, dan menjelaskan kegunaan dan komposisi senyawa hidrokarbon dalam kehidupan sehari-hari dalam bidang pangan, sandang, papan, perdagangan, seni, dan estetika. Analisis validasi empiris dilakukan dengan menggunakan SPSS 16.00. Cara mengetahui kevalidan item tersebut membandingkan koefisien korelasi Pearson (r) hasil perhitungan dengan koefisien korelasi kritis. Berdasarkan Sugiyono (2010:188) menyatakan bahwa suatu item dikatakan valid jika nilai r hitung > 0,30 dengan catatan jumlah sampel berkisar 30 orang. Hasil analisis dari analisis istrumen motivasi dari 30 item pernyataan dengan SPSS 16.00, ada 4 item yang tidak valid yaitu nomor 3, 20, 23, dan 29. Sedangkan instrumen kreativitas ada 8 item yang tidak valid yaitu pada nomor 3, 9, 10, 15, 20, 24, 28 dan 29. Perancangan Format Produk Format tata letak rubrik mengacu pada majalah yang beredar di pasaran. Tata letak yang diacu dari majalah yang ada di pasaran yaitu cover depan dan cover belakang, redaksi, daftar isi, jumlah halaman, ukuran kertas, jenis kertas, ukuran font, dan penyusunan tata letak rubrik. Majalah ini terdiri dari cover depan, halaman isi berupa rubrik-rubrik dan cover belakang, majalah kimia ini terdiri dari 78 lembar halaman. Hasil perhitungan reliabilitas angket motivasi menggunakan SPSS 16.00 dilihat berdasarkan nilai Cronbach's Alpha sebesar 0,898 sedangkan instrumen kreativitas sebesar 0,921. Berdasarkan Reynolds (2010:108) menyatakan bahwa reliabilitas suatu tes dapat diterima dalam berbagai kondisi jika koefisien reliabilitasnya 0,80 atau lebih. Oleh karena itu instrumen kreativitas dan motivasi sudah reliabel. Pembuatan Instrumen Penilaian Majalah Kimia Instrumen penilaian majalah kimia dikembangkan berdasar pada instrumen penilaian buku nonteks. Instrumen majalah kimia terdiri dari tiga komponen yaitu kelayakan materi, kelayakan penyajian, dan kelayakan bahasa dan gambar. Instrumen ini terdiri dari 41 item pernyataan. Instrumen ini sebelum digunakan untuk menilai majalah kimia materi hidrokarbon dan minyak bumi divalidasi oleh Prof. Dr. Sukardjo. Penyusuanan Draft Majalah Kimia Produk majalah kimia dikembangkan dengan menggunakan bantuan software Indesign CS 5 dan Corel Draw X3. Majalah buat dengan ukuran kertas 19,3 cm x 26 cm. Hasil Validasi Majalah Kimia Majalah kimia setelah divalidasi diperoleh skor pada aspek materi, penyajian, dan bahasa dan gambar. Validasi majalah kimia dilakukan oleh teman sejawat, ahli materi, ahli media dan pembelajaran serta guru kimia. Penyusunan Instrumen Variabel Penelitian Instrumen motivasi peserta didik berupa angket dengan skala Likert berupa 30 item pernyataan. Instrumen ini divalidasi pada isi atau konten dan validasi konstruk. Validasi isi dan konstruk pada instrumen motivasi dilakukan oleh Prof. Dr. Sri Atun selain itu instrumen ini juga divalidasi secara empiris. Teman Sejawat Hasil penilaian majalah kimia dari aspek kelayakan materi, penyajian dan bahasa seta gambar tersaji seperti pada Tabel 2. Ahli Materi Instrumen kreativitas berupa angket dengan skala Likert berupa pernyataan sebanyak 32 item. Instrumen ini dikembangkan dengan melalui validasi isi atau konten, konstruk dan validasi empiris. Validasi konten dan konstruk dilakukan oleh Dr. Insih Wilujeng. Validasi empiris dilakukan dengan cara mengujicobakan instrumen kepada peserta didik kelas X di SMA N Mlati. Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang Hasil penilaian majalah kimia dari aspek kelayakan materi oleh ahli materi secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3. 5 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 Tabel 2. Data Hasil Penilaian Teman Sejawat Aspek Penilaian Responden Skor I II III I II III I II III 4,125 4,125 4,375 4,176 4,000 4,470 4,250 4,125 4,750 Kelayakan Materi Kelayakan Penyajian Kelayakan Bahasa dan Gambar Skor total rata-rata Ratarata Skor Kategori 4,208 Sangat Baik 4,216 4,250 Tabel 5. Data Hasil Penilaian Penilaian Majalah kimia Oleh Ahli Materi Sangat Baik Aspek Penilaian Skor Kategori Sistematika penyajian 5,00 Sangat Baik Kemudahan dipahami 4,33 Sangat Baik Merangsang kreativitas 5,00 Sangat Baik Menumbuhkan motivasi 4,33 Sangat Baik 5,00 Sangat Baik 4,33 Sangat Baik 4,50 Sangat Baik 4,66 Sangat Baik 4,00 Baik 5,00 Sangat Baik 5,00 Sangat Baik 4,65 Sangat Baik Menumbuhkan ketrampilan berpikir Mengembangkan kecakapan akademik Kesesuaian bahasa dan gambar Sangat Baik 4,225 Keterpahaman bahasa Tabel 3. Data Hasil Penilaian Majalah Kimia oleh Ahli Materi Aspek Penilaian Skor Mendukung tujuan Pendidikan 4,33 Kesesuaian dengan IPTEK Kesesuaian dengan Penalaran Peserta didik Skor total rata-rata Ketepatan menggunakan bahasa Ketepatan penggunaan gambar Font majalah dan kualitas fisik Kategori Sangat Baik 4,00 Baik 3,33 Cukup 3,88 Baik Skor total rata-rata Uji coba kelompok kecil Uji coba kelompok kecil dilakukan pada 8 orang. Uji coba kelompok kecil ini terdiri dari penilaian kelayakan materi, kelayakan penyajian, dan kelayakan bahasa dan gambar. Secara lengkap tersaji pada Tabel 6, 7 dan 8. Guru Kimia Hasil penilaian majalah kimia oleh guru-guru kimia secara lengkap tersaji seperti pada Tabel 4. Tabel 6. Data Hasil Penilaian Majalah Kimia oleh peserta didik aspek materi Tabel 4. Data Hasil Penilaian Majalah Kimia oleh Guru Kimia Aspek Penilaian Kelayakan Materi Kelayakan Penyajian Kelayakan Bahasa dan Gambar Responden Skor I 5,000 II 4,125 III 3,500 IV 4,250 V 4,250 I 4,647 II 3,941 III 3,529 IV 4,412 V 3,941 I 4,625 II 4,125 III 3,688 IV 4,438 V 3,938 Skor total rata-rata Rata-rata Skor Kategori 4,225 Sangat Baik 4,094 Aspek Penilaian Responden Skor Ratarata Skor Kategori Kelayakan Materi I(atas) II(atas) III(atas) IV(menengah) V(menengah) VI(mengengah) VII(bawah) VIII(bawah) 4,000 4,250 4,125 3,750 4,250 4,375 4,500 3,875 4,141 Baik Baik Tabel 7. Data Hasil Penilaian Majalah Kimia oleh peserta didik aspek penyajian 4,163 4,159 Baik Responden Skor Ratarata Skor Kategori Kelayakan Penyajian I(atas) II(atas) III(atas) IV(menengah) V(menengah) VI(mengengah) VII(bawah) VIII(bawah) 3,941 4,059 3,941 3,588 4,000 3,824 4,118 3,882 3,919 Baik Baik Ahli Media dan Pembelajaran Tahap penilaian majalah kimia oleh ahli media dan pembelajaran secara lengkap hasilnya tersaji dalah Tabel 5. Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang Aspek Penilaian 6 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 Aspek Penilaian Responden Skor Kelayakan Bahasa dan Gambar I(atas) II(atas) III(atas) IV(menengah) V(menengah) VI(mengengah) VII(bawah) VIII(bawah) 4,250 4,438 4,250 4,125 4,063 4,188 4,188 4,500 Ratarata Skor Persentase kreativitas (%) Tabel 8. Data Hasil Penilaian Majalah Kimia oleh peserta didik aspek Bahasa dan Gambar Kategori 64 73 0 Gambar 2. Grafik Keterlaksanaan Kreativitas Berdasarkan angket yang diberikan kepada peserta didik setelah proses pembelajaran maka diperoleh informasi bahwa: Sebanyak 97% peserta didik menyatakan pembelajaran berlangsung cukup baik, Sebanyak 80 % peserta didik membaca majalah kimia cukup lengkap dan sebanyak 37% peserta didik menyatakan sangat setuju bahwa majalah kimia mampu mempermudah dalam belajar kimia. Data selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3, 4 dan 5. 3%0% sangat baik 97% 62,5 62,5 Gambar 3. Diagram keterlaksanaan pembelajaran kimia dengan sumber belajar majalah kimia 50 3% 80% 50 Sangat Lengkap Cukup Lengkap Tidak lengkap 0 Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Pertemuan ke-n Gambar 4. Diagram Frekuensi Peserta Didik Membaca Majalah Kimia Gambar 1. Grafik Keterlaksanaan Motivasi Tingkat Motivasi Peserta Didik Data hasil motivasi belajar peserta didik baik data ordinal dan data interval. Data motivasi peserta didik dalam bentuk data ordinal merupakan penjumlahan skor tiap item dan kemudian dilakukan rata-rata, setelah itu dikembalikan dalam kategori. Respon peserta didik selama proses pembelajaran dengan menggunakan majalah kimia diperoleh dengan menggunakan angket yang diberikan pada akhir proses pembelajaran. Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang Cukup baik Tidak Baik 17% Persentase motivasi (%) 59 Pertemuan ke-n Keterlaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan majalah kimia dilakukan oleh pengamat (observer). Pengamat memberikan tanda ceck list (√) jika descriptor variabel motivasi dan kreativitas yang diamati pada peserta didik nampak. Pengamatan terhadap keterlaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan majalah kimia dilakuan sebanyak 5 kali pertemuan. Hasil pengamatan selama 5 kali pertemuan secara jelas di sajikan dalam Gambar 1 dan Gambar 2. 75 73 50 Sangat Baik 4,250 Majalah kimia yang telah divalidasi oleh teman sejawat, ahli materi, ahli media dan pembelajaran, guru-guru kimia dan diujicobakan pada skala kecil, selanjutnya majalah kimia diuji di lapangan. Subyek uji lapangan adalah peserta didik kelas X SMAN 1 Mlati, Sleman. Data pada uji coba lapangan yaitu berupa angket kreativitas, angket motivasi dan hasil observasi motivasi dan observasi kreativitas peserta didik. 50 55 Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Uji coba lapangan 100 100 7 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 Data selengkapnya hasil penelitian pada variabel motivasi dan kreativitas tersaji pada Tabel 9, Tabel 10, Table 11, dan Tabel 12. Tabel 11. Distribusi Data ordinal Kreativitas Peserta Didik Kriteria 0% 37% Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang Sangat Setuju Cukup Setuju 63% Tidak Setuju Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang Kelas Eksperimen Sebelum Sesudah % % Deskripsi Mean Standar Deviasi Varian Nilai minimum Nilai Maksimum Kelas Kontrol Sebelum Sesudah % % Mean Standar Deviasi Varian Nilai minimum Nilai Maksimum 10 13,33 10,34 - 50 33,33 6,67 43,33 36,67 6,67 58,62 27,59 3,45 66,60 23,33 - - - 6,67 Kelas Eksperimen Sebelum Sesudah 89,659 92,090 13,727 15,896 Kelas Kontrol Sebelum Sesudah 87,586 87,703 12,022 13,523 188,437 63,028 252,689 57,919 144,537 57,000 182,874 43,990 114,679 123,237 111,000 120,660 40 36,67 3,33 3,40 3,40 31,10 58,60 6,90 48,30 44,90 3,40 - Kelas Eksperimen Sebelum Sesudah 93,232 93,556 13,568 13,255 Kelas Kontrol Sebelum Sesudah 80,160 82,918 11,128 11,125 184,099 68,435 175,686 69,488 123,824 63,149 123,755 58,941 122,650 120,994 101,920 109,870 Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov atau Shapiro Wilk, dengan taraf signifikansi 5%. Kriteria keputusan yang digunakan yaitu terima H0 jika nilai siginifikansi > 0,05. Hasil uji normalitas selisih (gain) motivasi dan kreativitas peserta didik terdapat pada Tabel 13. Tabel 13. Hasil Uji Normalitas Variabel Motivasi Belajar Kreativitas Kelas Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen Sig. 0,067 0,085 0,200 0,200 Hasil Sig>α Sig>α Sig>α Sig>α Ket. Normal Normal Normal Normal Uji Homogenitas Field (2009:152) menyatakan bahwa untuk menguji homogenitas antar kelompok dapat menggunakan SPSS dengan Levene test. Uji homogenitas varians dilakukan dengan taraf signifikansi 5%. Kriteria keputusan yang digunakan adalah jika nilai siginifikansi > 0,05 maka H0 diterima. Hasil uji homogenitas tersaji pada Tabel 14. Perbedaan Kreativitas dan Motivasi pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Data yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah selisih (gain) kreativitas dan motivasi belajar peserta didik. Analisis dilakukan untuk mengetahui perbedaan kreativitas dan motivasi belajar peserta didik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji prasyarat yang harus dipenuhi sebelum uji mutivariat adalah uji normalitas, uji homogenitas, dan uji korelasi. Tabel 14. Hasil Uji Homogenitas Varians Variabel Motivasi Kreativitas Kelas Eksperimen dan kontrol Sig. 0,440 0,212 Hasil Sig>α Sig>α Ket. Homogen Homogen Uji Korelasi Uji korelasi ini dilakukan dengan uji Bartlett dan Pearson Product Moment. Uji Bartlett digunakan untuk mengeathui Tingkat Kreativitas Peserta Didik Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 20 56,67 26,67 Uji Normalitas Tabel 10. Distribusi Data Interval Motivasi Belajar Peserta Didik Deskripsi 16,66 Kelas Kontrol Sebelum Sesudah % % Tabel 12. Distribusi Data Interval Kreativitas Peserta Didik Gambar 5. Diagram kemampuan majalah kimia dapat mempermudah dalam mempelajari kimia dan belajar kimia lebih menarik Tabel 9. Distribusi Data ordinal Motivasi Belajar Peserta Didik Kriteria Kelas Eksperimen Sebelum Sesudah % % 8 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 ada/tidaknya hubungan antara motivasi dan kreativitas, dan uji korelasi Pearson Product Moment digunakan untuk mengetahui derajat korelasi antara motivasidan kreativitas. Uji korelasi ini dihitung menggunakan SPSS 16 for Windows. Kriteria keputusan yang digunakan adalah jika nilai siginifikansi < 0,05 maka H0 ditolak. Hasil uji korelasi tersaji pada Tabel 15. kreativitas peserta didik yang mengikuti pembelajaran kimia dengan menggunakan sumber belajar majalah kimia dan peserta didik yang mengikuti pembelajaran kimia menggunakan buku kimia biasa. Kajian Produk Akhir Kelayakan Materi Penilaian terhadap majalah kimia dari aspek kelayakan materi oleh beberpa validator menunjukkan bahwa kualitas majalah kimia minimal dikategorikan “baik”. Hasil penilaian terhadap majalah kimia pada aspek materi oleh teman sejawat mendapatkan kategori ”sangat baik”, ahli materi menilai majalah kimia dengan kategori “baik”, guru-guru kimia menilai majalah kimia dengan kategori “sangat baik”, sedangkan kelompok uji coba terbatas menilai majalah kimia dengan kategori “baik”. Tabel 15. Hasil Uji Korelasi Variabel Motivasi Belajar dan Kreativitas Sig. (r) Hasil 0,001 0,421 Sig<α Keterangan Berkorelasi signifikan Uji Homogenitas Matriks Varian atau Kovarian Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah data pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mempunyai matriks kovarian variabel dependen yang homogen atau tidak. Uji homogenitas matriks varian atau kovarian pada variabel terikat dilakukan menggunakan SPSS 16 for windows, hasil uji homogenitas matriks varian atau kovarian terhadap motivasi dan kreativitas berupa data Box’s M. Kriteria keputusan yang digunakan homogenitas matriks varian atau kovarian adalah jika nilai siginifikansi > 0,05 maka H0 diterima. Hasil uji Homogenitas kmatriks kovarian variabel dependen tersaji pada Tabel 16. Penilaian majalah kimia dari aspek materi mencakup daya dukung tujuan pendidikan, kesesuaian dengan perkembangan IPTEK, dan kesesuaian dengan penalaran peserta didik. Skor rata-rata yang diberikan oleh ahli materi merupakan skor paling rendah dibanding dengan validator yang lain hal ini karena berdasarkan penilaian oleh ahli materi pada aspek materi: kesesuaian majalah kimia terhadap IPTEK dikategorikan “baik”, dan kesesuaian bacaan dalam majalah kimia dengan penalaran peserta didik juga dikategorikan “cukup” sedangkan untuk daya dukung majalah kimia terhadap tujuan pendidikan dikategorikan “sangat baik”. Tabel 16. Hasil Uji Homogenitas Matriks Box’s M 4,433 F 1,421 Df1 3 Df2 6,083E5 Sig. 0,234 Suatu sumber belajar dikatakan baik jika materi yang dimuat sudah sesuai dengan jenjang yang menjadi objek sasaran pengembangan. Majalah kimia ini disusun dan diperuntukkan kepada peserta didik SMA/MA. Materi-materi dalam majalah kimia disajikan berbeda dengan buku kimia biasa. Materi dalam majalah kimia disajikan dalam bentuk rubrik-rubrik materi yang saling berkaitan satu dengan yang lain, sedangkan dari sisi kebenaran keilmuan tetap selaras dengan bidang kimia. Uji Manova Pengambilan keputusan dan penarikan kesimpulan terhadap uji hipotesis terhadap analisis Manova dengan kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis adalah H0. Uji Manova ini dilakukan pada taraf signifikansi 5%. H0 diterima jika signifikansi > 0,05 atau H0 ditolak jika signifikansi < 0,05. Berdasarkan analisis uji Manova diperoleh hasil pada Tabel 17. Tabel 17. Hasil Uji Manova Effect Hotelling‟s Trace Value 0,10 7 F 2.988 a Kelayakan Penyajian Df1 Df2 Sig. 2 56 0,058 Teman sejawat menilai majalah kimia dengan kategori “sangat baik”, guru kimia menilai majalah kimia dengan kategori “baik”, ahli media dan pembelajaran menilai dengan kategori “baik” sedangkan kelompok uji terbatas menilai majalah kimia dengan kategori “baik”. Aspek penilaian kelayakan penyajian Berdasarkan hasil uji Manova menunjukkan bahwa nilai F untuk uji statistik Hotelling’s Trace menunjukkan signifikansi 0,058 (nilai sig. > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan motivasi dan Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 9 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 pada majalah kimia meliputi: penggunaan sistematika penyajian, kemudahan dipahami, menumbuhkan motivasi untuk mengembangkan lebih jauh, mengembangkan ketrampilan berpikir, mengembangkan kecakapan akademik, mengembangkan kreativitas. Tabel 18. Orientasi Rubrik dalam Majalah Nama Rubrik Topik utama Eksperimen Tahu lebih jauh Amazing! Profil ilmuwan Kimiawan berwirausaha Kimiawan tertawa Apakah aku dan untuk apa aku? Info senyawa-senyawa kimia dan lambang bahayanya Mind mapping Chem-browsing Motivasi Berdasarkan Pusbukkur (2010:1) kelayakan suatu buku non-teks ada beberapa hal salah satunya yaitu kelayakan penyajian. Hal ini menjadi penting bahwa setiap buku non-teks termasuk ke dalamnya yaitu majalah kimia. Suatu buku non-teks dikatakan baik jika kualitas penyajian materi, dikategorikan “baik”. Hasil pengembangan sumber belajar majalah kimia berdasar kelayakan penyajian dikategorikan “baik” oleh karena itu majalah kimia sudah layak untuk digunakan sebagai sumber belajar bagi peserta didik di SMA/MA. √ √ √ √ - √ √ √ √ - √ √ √ √ √ - Tabel 19. Perbandingan Buku Teks Pembelajaran Kimia biasa dan Majalah Kimia Penyajian materi dalam majalah kimia berbeda dengan buku-buku kimia biasa, salah satu yang membedakannya adalah rubrik. Perbedaan majalah kimia dan buku kimia biasa dapat dilihat pada Tabel 19. Aspek Materi Rubrik adalah suatu tema umum yang ada dalam majalah dan konten dalam setiap rubrik berbeda-beda.Setiap rubrik pada pengembangan majalah kimia ini mempunyai orientasi tujuan dalam majalah kimia, yaitu untuk meningkatkan motivasi belajar dan sikap kreativitas pada peserta didik. Pada majalah ini disajikan rubrik-rubrik yang berorientasi untuk meningkatkan motivasi berimbang dan saling melengkapi dengan rubrik-rubrik yang diorentasikan untuk meningkatkan kreativitas seperti yang terdapat dalam Tabel 18. Susuna materi Kegunaan Tujuan Penggunaan Instrumen Evaluasi Jenis Buku Pendidikan Buku teks Buku nonteks (Pelajaran Kimia (Majalah Kimia) Biasa) Materi atau isi Materi terkait dengan terkait dengan SK sebagian/salah satu atau KD dalam SK atau KD dalam Standar Isi Standar Isi Disusun dalam Disusun dalam bentuk unit-unit atau Bab rubrik-rubrik yang unik Materi untuk Materi atau isi cocok mempelajari suatu untuk mempelajari subjek suatu materi dan pengetahuan dan sebagai bahan ilmu pengayaan atau rujukan Sebagai buku Sebagai buku pegangan pokok tambahan bagi peserta bagi peserta didik didik Ada instrumen Tidak dilengkapi evaluasi instrumen evaluasi Kualitas visual suatu media dapat ditinjau dari beberapa hal. Smaldino, et.al (2008:60) menyatakan bahwa elemen dalam visual desain yaitu arrangement, balance, color, legibility, appeal sedangakan element teks meliputi style, size, spacing, color and use of capital. Menurut Pusbukkur (2010:1) kelayakan suatu buku non-teks ada beberapa hal yaitu kelayakan Isi/Materi, kelayakan penyajian, kelayakan bahasa dan kegrafikaan. Hal ini menjadi penting bahwa setiap buku non-teks termasuk ke dalamnya yaitu majalah kimia. Suatu buku non-teks dikatakan baik jika kualitas kebahasaannya, materi, penyajian dan kegrafikan dikategorikan minimal “baik”. Hasil pengembangan sumber belajar majalah kimia berdasar kelayakan bahasa dan gambar dikategorikan “baik” oleh Kelayakan Bahasa dan Gambar Teman sejawat menilai majalah kimia dengan kategori “sangat baik”, guru kimia menilai majalah kimia dengan kategori “baik”, ahli media dan pembelajaran menilai dengan kategori “sangat baik” sedangkan kelompok uji terbatas menilai majalah kimia dengan kategori “sangat baik”. Penilaian majalah kimia meliputi beberapa aspek yaitu kesesuian gambar dan bahasa, keterpahaman bahasa atau gambar, ketepatan penggunaan bahasa, ketepatan penggunaan gambar, dan penggunaan font tulisan serta kualitas fisik majalah kimia. Bahasa dan gambar mempunyai pengaruh terhadap suatu media atau sumber belajar. Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang Orientasi dalam Majalah Motivasi Kreativitas √ √ √ √ 10 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 karena itu majalah kimia sudah layak untuk digunakan sebagai sumber belajar bagi peserta didik di SMA/MA. confidence, personal problems, time constraints, and ineffective instructional strategies”. Banyaknya faktor yang mempengaruhinya motivasi peserta didik, menjadikan guru tidak dapat menjaga motivasi peserta didik konsisten selalu ada pada diri peserta didik, seperti yang dinyatakan oleh Lumsden (1997:1-4). “There are many factors that contribute to students' interest and level of engagement in learning, and teachers have little control over many of those factors” selain itu Lumsden juga mengungkapkan bahwa “When students enter school, their level of interest and desire to engage in learning are also heavily influenced by teachers, administrators, the school environment, and their classmates. Berdasar pada penelitian Mac Iver and Reuman 1994 (Brewster & Fager, 2000:3) mengungkapkan bahwa teman sejawat juga akan berpengaruh terhadap motivasi belajar peserta didik, akan tetapi bila tidak dari teman dapat juga berasal dari guru, orang tua, atau orang lain. "Middle school and high school-age students' level of engagement in school is also highly influenced by peers. As students grow older, their motivation to engage in learning may be influenced by their social group just as much as, if not more than it is by teachers, parents, and other adults” Pembahasan Peningkatan Motivasi dan Kreativitas Penggunaan majalah kimia pada uji lapangan memberikan hasil yang belum optimal pada peningkatan motivasi dan kreativitas secara simultan. Berdasarkan hasil uji statistik dengan uji hipotesis menggunakan Manova menunjukkn bahwa motivasi dan kreativitas tidak berbeda signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Majalah adalah salah satu media yang disarankan untuk remaja, karena disukai, sehingga mereka tertarik untuk membaca, seperti yang diungkapkan oleh Stein (2011:659) menyatakan bahwa: “seventeen magazine made its debut in 1944, its was the firts publication to recognize the potential of the teenage population, spesifically, teenage girls. The magazine was the initially created to provide information to teen readers who, up to that point had no such written material produced specifically for them”. Adanya majalah ini diharapkan dapat memfasilitasi remaja untuk dapat mempelajari dan menambah informasi-informasi ke dalam dunia mereka dengan menarik. Adanya ketertarikan remaja akan sumber informasi berupa majalah, maka akan member peluang kepada pendidik untuk membantu mereka menerima informasi atau ilmu pengetahuan. Adanya ketertarikan dalam diri anak remaja atau peserta didik SMA/MA maka dapat memperkuat motivasi belajar mereka untuk mempelajari ilmu kimia melalui majalah. Adanya peluang ini menjadikan peneliti mengembangkan majalah kimia sebagai sumber belajar kimia bagi peserta didik SMA/MA. Membangkitkan motivasi peserta didik bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan, hal ini disebabkan adanya banyak faktor yang dapat mempengaruhi motivasi belajar peserta didik. Motivasi dalam diri peserta didik juga dipengaruhi oleh beberapa hal seperti yang diungkapkan oleh Drew (Lewis, 2004:1). “factors that can account for poor motivation include perceived irrelevance of courses to their everyday lives, unrealistic perceptions of their learning skills, low self- Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang Jordan & Porath (2006:247) juga menyatakan bahwa motivasi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu personal dan lingkungan. Faktor personal meliputi: “personal needs, identity, self-consept, selfesteem, gender, self-effiacy, attribution for succes or failure, self-regulation, theory of intelegence, and enjoyment of learning Faktor lingkungan meliputi: “school environment, classroom environment, degree of match between learner and environment, learning goals), teachers’ theories of intelligence, and rewards” Motivasi peserta didik dalam belajar merupakan suatu wujud keinginan, kebutuhan, hasrat, kewajiban untuk berpartisipasi, memperoleh kesuksesan dalam proses belajar. Motivasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang timbul dari dalam diri peserta didik, 11 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 ketertarikan ini bukan untuk menghindari hukuman atau berharap untuk mendapatkan suatu penghargaan, tetapi murni keinginan peserta didik belajar dengan baik. Pada tahun 1997 Dev (Brewster & Fager, 2000:6) menyatakan bahwa: “intrinsically motivated students actively engage themselves in learning out of curiosity, interest, or enjoyment, or in order to achieve their own intellectual and personal goals” monitor the educational process, be dedicated and responsive to his or her students, and be inspirational. The content must be accurate, timely, stimulating, and pertinent to the student’s current and future needs. The method or process must be inventive, encouraging, interesting, beneficial, and provide tools that can be applied to the student’s real life. The environment needs to be accessible, safe, positive, personalized as much as possible, and empowering. Jadi, peserta didik yang sudah tertarik dan termotivasi maka peserta didik akan merasa nyaman, ingin tahu mendalam, dan sangat tertarik atau bahkan sangat ingin untuk mewujudkan tujuannya. Motivasi ekstrinsik merupakan suatu ketertarikan karena adanya tujuan lain yang berasar dari luar diri peserta didik, motivasi ekstrinsik ini berkebalikan dengan motivasi intrinsik, sumber motivasinya dari luar diri peserta didik, contohnya peserta didik ingin mendapatkan hadiah, penghargaan, atau bahkan pujian dari guru, bukan karena memang dirinya ingin mendalami mata pelajaran dengan baik. Motivasi peserta didik adalah hal penting dalam proses pembelajaran, hal ini menjadi hal penting yang menjamin kelancaran dalam proses pembelajaran perserta didik. Peserta didik jika sudah termotivasi maka akan mendapatkan hasil belajar yang terbaik, meskipun banyak hal yang menghalangi proses belajarnya. Peserta didik yang sudah termotivasi baik intrinsik dan ditambah lagi dengan motivasi ekstrinsik akan jauh lebih baik dalam mengikuti proses pembelajaran. Pada tahun 2007 Palmer (Williams and Williams, 2011:2) menyatakan bahwa peserta didik yang termotivasi yaitu peserta didik yang memperhatikan, menyegerakan mengerjakan tugas, bertanya, membantu menjawab pertanyaan guru, senang dan tertarik. Ada beberapa komponen sarana untuk membangkitkan motivasi peserta didik yaitu peserta didik itu sendiri, pendidik, materi pelajaran, metode pembelajaran, proses belajar dan lingkungan belajar. Palmer, Debnath, D’Souza and Maheshwari (Williams & Williams, 2011:2) menyatakan bahwa ada beberapa contoh yang dapat memotivasi peserta didik secara simultan. “The student must have access, ability, interest, and value education. The teacher must be well trained, must focus and Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang Motivasi peserta didik dapat dioptimalkan dengan cara memberikan motivasi secara berkelanjutan dan bervariasi. Oleh karena itu pemberian motivasi yang tidak teratur dan tidak berkelanjutan tidak dapat meningkatkan dan mempertahankan motivasi dalam diri peserta didik dalam waktu yang lebih lama. Majalah kimia adalah suatu media visual yang diharapkan dapat meningkatkan motivasi peserta didik, akan tetapi media ini merupakan sebagian kecil media untuk meningkatkan motivasi peserta didik. Smaldino (2008:56) menyatakan bahwa: “Visual can increase interest in a lesson. Interest enhance motivation.Visual can motivate learners by attracting their attention, holding their attention, and generating enggament in learning process” Hasil dari penerapan majalah kimia dalam proses pembelajarna kimia di SMA N 1 Mlati belum mampu meningkatkan motivasi dan kreativitas peserta didik secara signifikan. Hal ini karena adanya hubungan saling mempengaruhi antara motivasi dan sikap kreativitas peserta didik. Pada dasarnya kreativitas dapat dipelajari, Wallas menyatakan dalam bukunya The art of Thought (Utami Munandar, 2009:39), yang mengatakan bahwa proses kreatif meliputi empat tahap yaitu: 1) persiapan, 2) inkubasi, 3) iluminasi, 4) verifikasi. Tahap persiapan seseorang mempersiapkan diri untuk memecahkan masalah dengan belajar berpikir, mencari jawaban, bertanya kepada orang, mendapat inspirasi dari buku dan sebagainya. Tahap inkubasi, kegiatan mencari dan menghimpun data atau informasi tidak dilanjutkan tahap selanjutnya akan tetapi “mengeramnya” dalam alam prasadar. Tahap iluminasi ialah tahap timbulnya “insght” atau”aha erlebnis”, saat timbulnya inspirasi atau gagasan baru, beserta proses-proses psikologis yang mengawali dan 12 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 mengikuti munculnya inspirasi atau gagasan baru. Tahap verifikasi atau tahap evaluasi ialah tahap saat ide atau kreasi baru tersebut harus diuji terhadap realitas. Pada tahap ini diperlukan pemikiran kritis dan konvergen. Proses divergen (pemikiran kreatif) harus diikuti oleh proses konvergensi (pemikiran kritis). Oleh karena itu, suatu kreativitas dapat dipelajari oleh semua orang dengan proses tersebut. Majalah kimia ini berperan memberikan inspirasi-inspirasi melalui topiktopik atau permasalahan yang berkaitan dengan materi hidrokarbon dan minyak bumi, sehingga dapat membantu memunculkan sikap kreatif, akan tetapi hasilnya belum sesuai harpan peneliti. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa antara motivasi dan kreativitas memiliki korelasi yang signifikan, seperti yang diungkapkan oleh de Jesusa, et. al (2013:1) menyatakan bahwa motivasi intrinsik berkorelasi positif dan signifikan terhadap kreativitas. Hal ini menjadikan adanya saling mempengaruhi antara motivasi dan sikap kreatif. Nair dan Alkiyumi (2011:2) menyatakan bahwa motivasi intrinsik berkorelasi signifikan dengan kreativitas. Suatu studi yang dilakukan oleh Sarsani (2008:155-170) menunjukkan bahwa anak yang memiliki sikap kreatif yang tinggi memiliki motivasi belajar yang tinggi pula. Kreativitas dapat dipengaruhi oleh motivasi intrinsik, sehingga apabila motivasinya rendah maka kreativitasnya dapat diperkirakan juga akan rendah. Sheldon‟s (1995:25-36) menyatakan “found that participants high on the creative personality scale and in problem-solving (creativity) had greater orientation motivation, self-concept, and autonomy”. Perbedaan kreativitas dan motivasi yang tidak signifikan antara kelas kontrol dan eksperimen hal ini dimungkinkan dipengarui oleh faktor lain yang mempengaruhi motivasi intrinsik. Jordan & Porath (2006:247) menyebutkan bahwa ada beberpa faktor yang mempengaruhi motivasi peserta didik yaitu: “personal needs, identity, self-consept, selfesteem, gender, self-effiacy, attribution for succes or failure, self-regulation, theory of intelegence, and enjoyment of learning” Vansteenkiste, et. al (2006:1) menyatakan bahwa “that intrinsic goal framing (relative to extrinsic goal framing and no-goal framing) produces deeper engagement in learning activities, better conceptual learning, and higher persistence at learning activities”oleh karena itu motivasi intrinsik lebih mempengaruhi dalam proses belajar, dibanding motivasi ekstrinsik. Apabila motivasi intrinsik pada peserta didik dalam belajar kimia memang sudah rendah, maka dapat berpotensi menyebabkan rendahnya kreativitas peserta didik. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti dinyatakan bahwa: “Internal motivation is an essential condition of creative acts, as articulated by authors such as M.Csikszentmihalyi (1990), T.M. Amabile (1990), H. Gardner (1993), R. Sternberg and T. Lubart (1995), E. Deci and R. Ryan (2008), intrinsic motivation is conducive to creative thinking because it is related to task satisfaction and enjoyment” (Nair & Alkiyumi, 2011:2) Berdasarkan pada Amabile (1986:15) menyatakan bahwa “he had provided principle that intrinsic motivation conducive to creativity, but extrinsic motivation not”. Selain itu pada tahun 1996 Ford (Liu, et.al, 2012:183) menjelaskan bahwa “considered motivation, including expectations and emotion, to be an important factor influencing the creative actions of individuals”. Pada tahun 1996 Amabile (Liu, et.al, 2012:183) juga menyatakan bahwa “stressed that intrinsic motivation is essential for creative performance and has the power to propel a person in the pursuit of unachieved goals throughout the creative process” hal itu menunjukkan bahwa motivasi ekstrinsik tidak terlalu peran dalam meningkatkan sikap kreatif, dibanding motivasi intrinsik. Adanya dominasi motivasi intrinsik meyebabkan majalah kimia tidak optimal dalam meningkatkan motivasi intrinsik peserta didik dan berimplikasi pada sikap kreatif peserta didik juga tidak meningkat secara signifikan. Revisi Majalah kimia direview oleh beberapa orang, berikut ini saran-saran yang diberikan beberapa oleh validator: Motivasi intrinsik lebih mendominasi dalam diri peserta didik dan kreativitaspun juga akan terpengaruh oleh adanya motivasi instrinsik. Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 13 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 aspek kelayakan penyajian, teman sejawat menilai “sangat baik”, sedangkan oleh ahli media dan pembelajaran, guru-guru kimia, serta peserta didik menilai “baik”, (3) validasi aspek kelayakan bahasa dan gambar oleh teman sejawat, ahli media dan pembelajaran, serta peserta didik menilai majalah kimia “sangat baik”, sedangkan guru menilai “baik”. 2. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara motivasi belajar dan sikap kreatif peserta didik pada pembelajaran kimia yang menggunakan majalah kimia dan pada pembelajaran kimia yang menggunakan buku pelajaran kimia biasa pada materi senyawa hidrokarbon, senyawa hidrokarbon dalam kehidupan sehari-hari, dan minyak bumi. Teman Sejawat Pada proses review oleh teman sejawat mereview majalah kimia yang masih berupa draf awal. Saran yang diberikan oleh teman sejawat untuk perbaikan majalah kimia yaitu: penulisan pada tanda baca yang tidak tepat, warna tulisan pada sampul majalah, kondisi tulisan dan gambar pada cover majalah, penggunaan warna pada gambar dan tulisan pada saat penyusunan draf, Mind Map masih belum operasional. Ahli Materi Berdasarkan beberapa saran yang diberikan oleh ahli materi ada beberapa hal yang perlu diperbaiki yaitu: sumber gambar dan rubrik harus jelas, susunan materi harus terstruktur dengan baik, adanya pengulangan materi SARAN Ahli Media dan Pembelajarn Berdasarkan hasil pelaksanaan penelitian, ada beberapa hal yang masih belum optimal dalam pengembangan majalah kimia oleh karena itu ada beberapa saran yang diberikan oleh peneliti yaitu: 1. Pencetakan majalah supaya dapat menekan biaya produksi majalah pada bagian sampul menggunakan kertas ivory 230 gram dan pada bagian isi menggunakan kertas HVS 80 gram (colourful). 2. Majalah kimia sebaiknya dicetak sebanyak peserta didik di kelas, hal ini memungkinkan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk belajar mandiri dengan majalah lebih intensif. 3. Hasil pengambangan majalah kimia meskipun belum dapat meningkatkan motivasi dan kreativitas peserta didik, akan tetapi apabila majalah dikembangkan lebih lanjut sebaiknya menjalin kerja sama dengan forum guru seperti MGMP kimia, sehingga akan mendapat lebih banyak dan lebih representatif masukan tentang kebutuhan peserta didik di kelas. Ahli materi menyampaikan perbaikan pada sifat-sifat alkuna perlu ditambahkan dan dilengkapi, ada beberapa bahasa yang tidak etis oleh karena itu perlu diperbaiki, Mind map supaya tata letaknya diposisikan pada bagian yang strategis sehingga lebih mudah dibaca peserta didik. Guru Kimia Berdasar pada hasil review dan saran maka ada beberapa saran yang ditujukan untuk merevisi majalah kimia yaitu: konsep pada materi pembuatan labur, ada kosa kata yang tidak baik dalam rubrik kimiawan tertawa, penambahan materi senyawa alifatik, siklik dan aromatik, penggunaan istilah yang familiar dengan peserta didik seperti: Halogen radikal bebas, mengevaluasi agen hepatoprotektif, polimerisasi, plastizer, gas disperse vander waals, dan lain-lain. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkah hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan yaitu: DAFTAR PUSTAKA telah Amabile, T.M., Hennessey, B. A. & Grossman, B. S. (1986). Social influences on creativity: the effects of contracted for reward. Journal of Personality and Social Psychology, 50, pp.14-23 1. Kualitas majalah kimia yang dihasilkan ditinjau dari aspek kelayakan materi, kelayakan penyajian, kelayakan bahasa bahasa dan gambar ditinjau beberapa validator yaitu: (1) majalah kimia aspek materi dinilai oleh temen sejawat dan guru kimia menilai “sangat baik”, ahli materi dan peserta didik menilai “baik”, (2) validasi majalah kimia Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang Borg, W.R. and Gall, M.D. (1983). Educational research: an introduction fourth edition.New York: Logman 14 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 assessment in education 2nd Edition. New Jersy: Pearson Education International Brewster, C. and Fager, J. (2000). Increasing Student Engagement and Motivation: From Time-on-Task to Homework Field, A. (2009). Discovering stastitics using SPSS third edition. London: Sage Publication Ltd. Sarsani, M.R. (2008). Do high and low creative children differ in their cognition and motivation?.Creativity Research Journal Volume 20, Issue 2, 2008 pages 155-170 Jordon, E. A. and Porath, M. J. (2006). Educational psicology a problem-based aproach. United State of America: Pearson Educational.In Smaldino, S.E., Lowther, D.L., and Russell, J. D. (2008). Instructional Technology an Media for Learning 9th edition. New Jersy: Pearson Education Jesusa, S.N.de, Rusb, C. L., Lensc, W., and Imaginário, S. (2013). Intrinsic motivation and creativity related to product: a meta-analysis of the studies published between 1990– 2010. Creativity Research Journal Volume 25, Issue 1, 2013 Sheldon, K.M. (1995). Creativity and selfdetermination in personality. Creativity Research Journal, 8(1), pp.25-36 S. Eko Putro Widoyoko. (2012). Teknik penyusunan instrumen penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Liu, E. Z-F., Lin,C-H., Jian, P-H., and Liou, PY. (2012). The dynamics of motivation and learning strategy in a creativitysupporting learning environment in higher Education. The Turkish Online Journal of Educational Technology January, volume 11, Issue 1 Stein, A. (2011). Fashioning teenagers: A Cultural history of seventeen magazine. Journalism and Mass Communication Quarterly Autumn 2011; 88, 3; ProQuest Page. 659 Lewis, J. J. (2004). The independent learning contract system: motivating students enrolled in college reading courses. Journal Article Excerpt Vol.41, 2004 Sugiyono. (2008). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta Sukardjo & Lis Permana S. (2008). Penilaian hasil belajar kimia (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta Utami Munandar. (2009). Pengembangan kreativitas anak berbakat. Jakarta: Pusbukkur dan PT.Rineka Cipta Lumsden, L. (1994). Student motivation to learn. Eugene OR:ERIC Clearinghouse on Educational Management. ED370200 Nair, S. and Alkiyumi, M.T. (2011). Investigation the relationship between intrinsic motivation and creative production on solving real problems. Journal Sosiohumanika, 4(2) 2011 Vansteenkiste, M., Lens, W., and Deci, E. L. (2006). Intrinsic versus extrinsic goalcontentsin self-determination theory: another look at the quality of academic motivation. Journal Educational Psychologist, 41(1), 19-31 Pusat Perbukuan Depdiknas. (2010). Pedoman penilaian buku pengayaan pengetahuan. Jakarta: Depdiknas Williams, K.C. and Williams, C.C. (2011). Five key ingredients for improving student motivation. Research in higher education Journal Reynolds, C.R., Livingston, R.B., and Willson, V. (2010). Measurement and Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 15 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 EVALUASI PEMBELAJARAN GURU IPA SMP DI KOTA SEMARANG Eny Winaryati1 Pendidikan Kimia, FMIPA, Universitas Muhammadiyah Semarang email: [email protected] 1 Abstrak Kualitas lulusan sangat dipengaruhi oleh kualitas pembelajaran guru. Kualitas pembelajaran dapat dievaluasi dari kompetensi pembelajaran guru Kompetemnsi pembelajaran guru meliputi: ketrampilan instruksional, pengetahuan tentang isi, ketrampilan mengelola kelas, ketrampilan berkomunikasi, pengetahuan tentang perkembangan siswa, tanggung jawab professional. Tujuan pemnelitian ini adalah mengevaluasi 6 (enam) kiteria di atas. Hasil rekomendasi dari penelitian ini, diharapkan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan pembelajaran. Responden penelitian adalah guru IPA SMP, kepala sekolah dan siswa SMP di kota Semarang. Penelitian ini memberikan beberapa hasil evaluasi pembelajaran guru IPA, yaitu: 1) Skor penilaian guru terhadap dirinya sendiri (self assesment) lebih tinggi dibandingkan dengan nilai dari kepala sekolah (peer assesment). 2) nilai rendah lebih didominanasi pada kemampuan guru dalam memotivasi, menggali dan meningkatkan potensi siswa. 3) masih lemahnya guru dalam melakukan penelitian. Saran dari penelitian ini adalah: perlunya bagi sekolah untuk mengadakan diskusi/workshop tentang psikologi pembelajaran dan penelitian. (Kata kunci: evaluasi, pembelajaran, guru IPA) dapat tercapai bila guru mempunyai kompetensi untuk dapat melaksanakan tugasnya. Guru sekurang-kurangnya memiliki tiga kompetensi pokok yaitu kemampuan merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran. Kesiapan perencanaan akan mempengaruhi proses pembelajaran dan hasil pembelajaran sangat dipengaruhi oleh proses yang dilaksanakan. Berkenaan dengan uraian di atas, maka konten Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sangat berarti. Guru harus memiliki ketrampilan untuk mengimplementasikan rencana dalam proses pembelajaran, secara profesional. Guru dituntut untuk memiliki kemampuan menyusun rencana pembelajaran, mengelola kelas, terampil berkomunikasi, menggunakan media/sumber belajar, disamping itu juga penguasaan materi yang diajarkan. Undang-undang Guru dan Dosen (UUGD), pasal 1 UU No 14 tahun 2005 disebutkan bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Guru yang professional, akan memiliki kecakapan, ketrampilan dan kemampuan untuk mengelola pembelajaran dengan baik. Keprofesionalan guru akan semakin meningkat, jika guru selalu melakukan evaluasi terhadap pembelajarannya. PENDAHULUAN Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia terutama peserta didik. Banyak faktor yang menentukan mutu suatu sekolah, diantaranya adalah keefektifan guru dalam mengajar. Guru mempunyai pengaruh yang sangat dominan terhadap pencapaian belajar siswa. Hal ini dapat dipahami karena guru merupakan sumber daya yang aktif, sedang sumber daya yang lain bersifat pasif. Sebaik-baik kurikulum, fasilitas, sarana prasarana pembelajaran, tetapi tingkat kualitas gurunya rendah, akan sulit mendapatkan hasil pendidikan yang berkualitas tinggi. Berdasarkan penelitian Trends in Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2011 diperoleh data bahwa pada siswa kelas VIII, prestasi sains dan matematika Indonesia mengalami penurunan. Bidang matematika, Indonesia berada di urutan ke-38 dengan skor 386 dari 42 negara yang siswanya dites, atau turun 11 poin dari penilaian tahun 2007. Pada bidang sains, Indonesia berada di urutan ke-40 dengan skor 406 dari 42 negara, skors ini turun 21 dibandingkan 2007, (http://edukasi.kompas.com/read/2012/12/14/0 9005434). Persoalan diatas menuntut peran guru sebagai “central” dalam pendidikan, diharapkan dapat berperan lebih optimal dalam pembelajaran yang bermutu. Hal ini Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 16 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 Seperangkat kriteria untuk evaluasi guru meliputi: 1) ketrampilan instruksional guru; 2) pengetahuan tentang isi; 3) ketrampilan mengelola kelas; 4) keterampilan berkomunikasi; 5) pengetahuan tentang perkembangan siswa; 6) tanggung jawab profesional. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengevaluasi 6 (enam) kiteria di atas. Hasil rekomendasi dari penelitian ini, diharapkan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan pembelajaran. (Stufflebeam & Shinkfield, 1985:159). Stufflebeam (1973: 3-5), memandang evaluasi sebagai suatu proses memberikan informasi yang berarti dan berguna sebagai alternatif keputusan, karena tujuan evaluasi adalah untuk menyajikan opsi bagi pengambil keputusan. Evaluasi pembelajaran yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah informasi tentang kemampuan dan ketrampilan guru dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru IPA. Informasi ini digunakan oleh kepala sekolah sebagai tambahan informasi untuk feedback dalam kegiatan supervisi akademik bagi guru yang bersangkutan. Bagi guru, informasi ini digunakan untuk melakukan perbaikan pembelajaranya. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantittaif dalam bidang pendidikan. Tempat penelitian dilaksanakan di wilayah kota Semarang. Objek penelitian adalah SMP Negeri dan Swasta se Kota Semarang. Subyek penelitiannya adalah: kepala sekolah, guru IPA dan siswa SMP kelas 1, 2 dan 3. Pengumpulan data dilakukan menggunakan instrumen dalam bentuk nontes, dengan penilaian skala likert 1-5 (Sangat Tidak Setuju- Sangat Setuju). Penelitian ini menitikberatkan evaluai pembelajaran guru IPA melalui penilaian terhadap kompetensi sebagai guru di kota Semarang. Penilaian dilakukan melalui self (guru IPA menilai pembelajarannya sendiri) dan peer (dalam hal ini oleh atasannya yaitu kepala sekolah dan oleh siswa). Jumlah responden kepala sekolah dan guru masingmasing adalah 41 orang, berasal dari 41 SMP dengan rincian 14 SMP Negeri, dan 27 SMP swasta di kota Semarang. Di kota Semarang terdapat 8 sub rayon (tingkat kecamatan/sekitarnya). Objek sekolah diambil 6/5 SMP secara sampling dari tiap-tiap sub rayon. Responden dari siswa adalah 164 siswa berasal dari kelas 1, 2 dan 3 baik SMP swasta dan negeri. Pembahasan penelitian ini terbagi dalam 2 bagian, yaitu penilaian oleh Kepala Sekolah dan Guru IPA, dan yang ke-dua penilaian dari siswa. 2. Hasiol Evaluasi Pembelajaran Guru IPA Oleh Kepala Sekolah Dan Guru IPA Peran guru dalam pembelajaran IPA memegang peran yang sangat strategis. Guru diharapkan mampu memposisikan dirinya agar memahami kompetensinya sebagai seorang guru. Kompetensi (competency) adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas ke-profesionalan (pasal 1, UU No. 14 tahun 2005). Menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No 045/U/2002, kompetensi guru diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seorang guru sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas sebagai seorang guru. Evaluasi terhadap pembelajaran guru dalam penelitian ini lebih menekankan pada evaluasi terhadap kompetensi guru. Hal ini dimaksudkan karena indikator-indikator kompetensi guru, memuat gambaran pembelajaran guru. Evaluasi dilakukan agar proses pengambilan kebijakan untuk perbaikan pembelajaran dapat tepat sasaran. Kompetensi guru dalam penelitian ini terdiri dari 6 keterampilan pembelajaran, sbb: HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Evaluasi Pembelajaran Guru IPA Evaluasi adalah proses menggambarkan, memperoleh, dan memberikan informasi deskriptif dan penilaian tentang nilai dan kebaikan dari tujuan beberapa objek, desain, implementasi, dan dampak untuk memandu pengambilan keputusan, melayani kebutuhan akuntabilitas, serta mempromosikan pemahaman tentang fenomena yang terlibat Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 17 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 judul “Teacher, self and peer evaluation of lesson plans written by preservice teachers”. Nilai rendah pada item no 6 dan 9. Item nomer 6 berisi tentang kesesuaian bahan Jumlah materi pelajaran, kegiatan, sumber dan tugas No Variabel Indikator item untuk kebutuhan kelompok serta pribadi penilaian siswa. Item nomor 9 berisi pertanyaan tentang 1. Ketrampian 12 12 item kemampuan guru meringkas pelajaran. instruksional indikator Temuan ini menggambarkan bahwa 2. Pengetahuan 6 indikator 6 item pembelajaran IPA di SMP belum sepenuhnya tentang isi melakukan pembelajaran yang 3. Ketrampilan 9 indikator 9 item mengakomodasi kepentingan siswanya. Guru mengelola kelas akan dapat mengetahui kebutuhan siswanya, 4. Keterampilan 6 indikator 6 item bilamana siswa dilibatkan dalam berkomunikasi pembelajaran. Melibatkan siswa dalam proses 5. Pengetahuan 5 indikator 5 item pembelajaran, menuntut guru agar memiliki tentang ketrampilan dan kemampuan memotivasi perkembangan siswa agar aktif. siswa Persoalan di atas bila dihubungkan 6. Tanggung 9 indikator 9 item dengan pembelajaran IPA yang seharusnya jawab adalah selalu mengkaitkannya dengan profesional fenomena alam dan realita persoalan yang dihadapi siswa. Hal ini membutuhkan a. Ketrampilan Instruksional penelitian baik di lapangan maupun di Guru harus memiliki seperangkat laboratorium. Campbell & Bohn, (2008: 1kriteria berkenaan dengan keterampilan 36), menyampaikan bahwasanya pengalaman Instruksional. Keterampilan instruksional di laboratorium, dilaksanakan sebagai usaha adalah kategori yang paling spesifik dari reformasi dalam pendidikan ilmu perilaku mengajar. Nilai rata-rata ketrampilan pengetahuan. Kegiatan ini lebih menekankan instruksional dari penelitian ini, tertera pada pelibatan siswa dalam pengalaman belajar, gambar 1: dengan difasilitasi melalui siswa terlibat dalam penyelidikan pengalaman. Guru harus Ketrampilan Instruksional 5,00 memiliki kemampuan mengkaitkannya dengan 4,66 4,71 4,66 4,56 4,63“perilaku belajar siswanya”. Seperti yang 4,50 4,46 4,41 4,39 4,44 4,46 4,46 disampaikan Temiz1, Taşar & Tan (2006: 4,29 4,20 4,39 4,37 4,39 4,44 4,10 4,24 4,19 4,07 4,32 1007-1027), dalam temuan penelitiannya 4,12 4,00 4,00 bahwa pembelajaran akan efektif, bilamana guru melakukan umpan balik kekurangan dan 3,50 kelebihan siswanya. Tabel 1. Enam (6) Ketrampilan Pembelajaran Berkenaan Dengan Kompetensi Guru. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 b. Pengetahuan tentang Isi Pengetahuan sains meliputi pengetahuan fakta, pengetahuan konsep, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan kognitif. Adanya kecenderungan pembelajaran IPA pada masa kini adalah siswa hanya mempelajari IPA sebagai produk, menghafal konsep, teori dan hukum saja. Keadaan ini diperparah oleh pembelajaran yang berorientasi pada tes atau ujian. Akibatnya IPA sebagai sikap, proses, produk, aplikasi dan kratifitas belum tersentuh secara optimal di dalam pembelajaran. Mc Cormack & Yager (1989: 42) dan Rezba, Sparague, Fiel, et al. (1995: 1-5), Rata-rata Kepala Sekolah Gambar 1. Grafik Rata-Rata Nilai Keterampilan Intruksional Berdasarkan gambar keterampilan instruksional di atas, rata-rata penilaian guru terhadap diri sendiri relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kepala sekolah menilai guru IPA. Hal ini berarti bahwa menilai diri sendiri (self asessment) memiliki kecenderungan nilai lebih tinggi. Realita ini diperkuat oleh Ozogul, Olina & Sullivan (2008:181-201), dalam penelitiannya dengan Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 18 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 menyampaikan bahwa pembelajaran sains dituntut untuk mengadopsi lima domain sains. Gibson, & Wallace (2006:44) menyampaikan dalam penlitiannya, perlu adanya kejelasan pemahaman siswa. Memberikan penekanan siswa untuk belajar secara aktif karena siswa butuh untuk belajar. Sebuah pedoman kerangka kerja penting untuk pendidikan sains di Amerika Serikat adalah National Science Education Standard (NSES), diterbitkan oleh Dewan Riset Nasional (NRC,1996). NSES mengambil posisi bahwa jika mengajar harus siap dengan pemahaman, kebutuhan konten/isi yang kuat dan pengetahuan yang spesifik tentang konten/isi paedagogis. Hal ini memberikan gambaran bahwa seorang guru harus menguasai konten/isi tentang sains yang dibelajarkan kepada siswanya. Pengetahuan tentang isi, dijabarkan dalam 6 indikartor. Hasil dari penelitian ini tertera dalam gambar 2 sebagai berikut: instruksi, bahwa siswa belajar terbaik ketika guru mereka mengakomodasi perbedaan dalam tingkat kesiapan mereka, kepentingan dan profil belajar mereka. Tidak semua anak belajar dengan cara yang sama. Subban (2006: 935-947) menyampaikan bahwa kesadaran gaya belajar yang berbeda adalah alat yang signifikan untuk memahami perbedaan dan membantu pengembangan siswa. c. Ketrampilan Mengelola Kelas Komponen-komponen keterampilan pengelolaan kelas ini secara umum ada dua bagian, yaitu: 1) keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar; 2) keterampilan yang berhubungan dengan pengembangan kondisi belajar. Keterampilan yang pertama meliputi keterampilan sikap tanggap, membagi perhatian, pemusatan perhatian kelompok. Ketrampilan suka tanggap ini dapat dilakukan dengan cara memandang secara seksama, gerakan mendekat, memberi pertanyaan, dan memberi reaksi terhadap gangguan dan kekacauhan. Termasuk keterampilan memberi perhatian adalah visual (gambar/tulisan) dan verbal (kata-kata) (Djamarah, 2006:186). Keterampilan mengelola kelas adalah keterampilan dalam menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas agar terjadi proses belajar mengajar yang optimal. Tujuan guru menguasai keterampilan mengelola kelas adalah:1) mendorong siswa mengembangkan tanggung jawab individu maupun klasikal dalam berperilaku yang sesuai dengan tata tertib serta aktivitas yang sedang berlangsung; 2) menyadari kebutuhan siswa; 3) memberikan respon yang efektif terhadap prilaku siswa. Hasil dari penelitian tentang keterampilan guru dalam mngelola kelas tertera dalam gambar sebagai berikut: Pengetahuan Isi 4,40 4,32 4,24 4,20 4,32 4,29 4,22 4,27 4,15 4,12 4,22 4,17 4,00 3,90 3,88 3,80 3,60 1 2 3 Rata-rata Kepala Sekolah 4 5 6 Rata-rata Guru IPA Gambar 2. Grafik Rata-Rata Nilai Pengetahuan Tentang Isi Berdasarkan gambar diatas, nilai terendah yang diberikan oleh kepala sekolah dan guru adalah pada item nomor 5, tentang kemampuan guru dalam menolong siswa menjawab pertanyaan mereka sendiri. Hal ini memberikan suatu pemahaman bahwa guru masih belum menguasai persoalan yang dihadapi oleh siswanya, seberapa jauh penguasaan siswanya tentang isi pengetahuan yang diberikannya. Dapat diartikan bahwa guru masih belum berhasil didalam menyampaikan pengetahuan kepada siswanya atau dengan kata lain guru belum memahami isi pengetahuan sains secara komprehensif. Tomlinson (2005: 262-269), seorang ahli terkemuka di bidang ini, mendefinisikan Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang Keterampilan Mengelola Kelas 4,56 4,44 4,44 4,49 4,44 4,63 4,46 4,24 1 2 3 4 5 6 7 8 4,63 Rata-rata Kepala Sekolah 9 Gambar 3. Grafik Rata-Rata Nilai Ketrampilan Mengelola Kelas 19 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 Nilai terendah pada item nomor 1, tentang kemampuan guru agar memiliki standar yang jelas untuk menilai yang sesuai dengan perilaku siswa. Temuan ini mengggambarkan bahwa guru belum memiliki standar/acuan yang baku yang digunakan untuk menilai perilaku siswa atau guru belum sepenuhnya menilai perilaku siswa sesuai dengan standar yang berlaku. Padahal pembelajaran IPA dituntut adanya perubahan perilaku pada diri siswa. Temuan penelitian ini, mengisyaratkan bahwa guru belum terampil mengelola kelas. Menurut Subban (2006: 935947), bahwa dalam pembelajaran, guru diharapkann mampu mendorong agar siswa dapat berusaha secara mandiri, berjuang untuk kesadaran yang lebih besar, memiliki kemampuan ketrampilan dan ide-ide, mengambil tanggung jawab untuk kehidupannya. Artinya ada hubungan timbal balik antara siswa dan guru serta tanggung jawab untuk mengembangkannya. d. Ketrampilan Berkomunkasi Berkomunikasi bagi seorang guru merupakan keterampilan yang harus dimiliki. Keterampilan ini menjadi kunci terlebih pada saat guru menyampaikan materi dalam proses pembelajaran. Kegiatan komunikasi bukanlah penyampaian lesan saja; ekspresi, gerakan, tingkah laku, kasih sayang, sentuhan, senyuman, kelembutan, juga merupakan bagian dari komunikasi. Jaringan komunikasi senantiasa harus ditingkatkan, baik kepada siswa yang bersangkutan, lingkungan sekolah, orang tua dan masyarakat. Guru dituntut untuk terampil secara memadai dimanapun tempatnya. Terlebih di era globalisasi komunikasi selain memberi dampak pisitif sekaligus juga dampak negatif. Guru harus dapat berperan secara maksimal di era global ini. Pembelajaran di era globalisasi, banyak memberi kemanfaatan bagi guru. Melalui kemajuan teknologi informasi ini dapat didayagunakan untuk meningkatkan peran dan fungsi guru. Berbagai fasilitas kemudahan kita dapatkan, sehingga akan memperlancar guru dalam pembelajarannya. Hasil penilaian terhadap ketrampilan berkomunikasi dirinci dalam 7 indikator terhadap guru IPA baik oleh kepala sekolah maupun guru IPA. Data selengkapnya tertera pada gambar 4 berikut ini. Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang Keterampilan Berkomunikasi 4,60 4,40 4,20 4,00 4,54 4,44 4,54 4,39 4,12 4,07 4,10 4,12 4,34 4,32 4,31 4,22 3,80 1 2 3 4 Rata-rata Kepala Sekolah 5 6 7 Rata-rata Guru IPA Gambar 4. Grafik Rata-Rata Nilai Ketrampilan Berkomunikasi Guru IPA Berdasarkan gambar di atas, bahwa nilai rendah pada item nomor 2 dan 3. Item 2 tentang kemampuan guru memperhatikan pertumbuhan sosial dan emosional siswa, serta item 3 tentang kepedulian guru terhadap siswa dan mendengarkan segala masalah mereka dengan penuh perhatian dan empati. Temuan ini memberi gambaran bahwa kepentingan, dan persoalan siswa belum maksimal diakomodir oleh guru. Dorman, Aldridge & Fraser (2006: 906-915), menyampaikan bahwa kualitas lingkungan kelas di sekolah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap belajar siswa. Termasuk di dalamnya interaksi gurusiswa, dan siswa-siswa. Baxter Magolda, (1992:265) memberikan penegasan dalam penelitiannya bahwa pembelajaran akan semakin bermakna bila siswa dilibatkan dalam pembelajaran atau dengan kata lain siswa aktif. Hasil penelitian ini diperkuat linda Moore, Dettlaff & Dietz (2004: 337), menyampaikan bahwa pembelajaran tidak akan terjadi jika ada faktor penghambat hubungan kepengawasan. Kualitas hubungan antara instruktur lapangan dan siswa merupakan faktor utama dalam hal keberhasilan siswa di lapangan. Hubungan positif antara instruktur lapangan dan siswa memiliki pengaruh kuat terhadap kinerja siswa daripada kemampuan siswa. Kepuasan pengalaman lapangan lebih memungkinkan meningkatkan motivasi, dan keterlibatan siswa dalam pengalaman lapangan. Hal ini mengindikasikan bahwa faktor komunikasi menjadi sangat penting. 20 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 Standar NSTA untuk persiapan guru sains setingkat SLTP (middle level) bertujuan agar guru mampu: menyiapkan siswa disiplin, mengerti tanggung jawab, dapat bekerjasam, memberi pengalaman, kegunaan proses sains dan kemampuan menyelesaikan masalah. Guru diharapkan mampu merencanakan pengajaran yang didasarkan pada pengetahuan awal siswa, menggunakan teknik assesmen yang mampu memberikan outcomes pada siswa, menerapkan temuan penelitian terbaru pada pengajaran sains, menggunakan teknik mengelola kelas untuk membuat lingkungan kondusif belajar sains, mengidentifikasi, membuat dan menjaga keamanan dalam semua bidang terkait dengan pengajaran sains, menggunakan teknologi pendidikan elektronik (komputer, video interaktif, teknologi komunikasi, dan sebagainya), serta mengintegrasikan sains dengan mata pelajaran lain untuk (Science Teacher Preparation, 308-2000 : 5). Hasil penelitian terkait dengan tanggungjawab profesional guru, dirinci dalam lima (9) indikator, seperti tertera pada gambar 6 berikut ini. e. Pengetahuan Tentang Perkembangan Siswa Kapasitas guru dalam pembelajaran adalah harus mampu menstimulus secara aktif, pembelajaran yang mendorong murid kritis, dan berpikir kreatif. Guru harus “carefully planned, continuously examined, and relate directly to the subject taught.” Kepentingan siswa diutamakan, karena muara pembelajaran adalah adanya perubahan pada diri siswa. Pengetahuan tentang perkembangan siswa, dirinci dalam lima (5) indikator, seperti tertera pada gambar 5 berikut ini. 5,00 Pengetahuan Tentang Perkembangan Siswa 4,32 4,22 4,00 4,22 4,21 4,12 4,02 4,15 3,83 3,77 3,00 1 2 3 4 Rata-rata Kepala Sekolah 5 Tanggung Jawab Profesional Gambar 5. Grafik Rata-rata nilai Pengetahuan tentang perkembangan siswa Berdasarkan gambar 5 di atas bahwa nilai terendah terletak pada item no 5, tentang peran guru untuk mengetahui/menyadari kebutuhan khusus siswa dan berusaha untuk memenuhinya. Jika persoalan dan kepentingan siswa tidak diadopsi, dapat berdampak siswa tidak termotivasi untuk belajar. Siswa berangkat dengan keberagaman, sehingga yang terpenting bagaimana agar keberagaman ini tidak semakin meruncingkan persoalan yang dihadapi siswa. Bagaimna agar keberbedaan ini dapat diatasi, sehingga tidak terjadi ketimpangan dalam pemahaman siswa. 5,00 4,00 3,50 3,00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Gambar 6. Grafik Rata-rata nilai Tanggung jawab profesional Berdasarkan data pada gambar di atas, nilai terendah pada item no 7 dan 9. Item nomer 7 tentang, bahwa guru diharapkan selalu mengikuti arah dan aktivitas pembelajarannya dalam wilayah kurikulum. Item no 9 tentang kapasitas guru dalam melakukan penelitian pembelajaran masih rendah. Guru belum sepenuhnya memahami arah dan aktifitas yang harus dilakukannya, sesuai dengan wilyah kurikulum yang sedang berlangsung. Adanya kecenderungan guru melakukan pembelajaran mengikuti kebiasaan yang dilakukannya selama ini. Proses pembiasaan ini menjadikan guru kurang cepat f. Tanggung jawab profesional Keberadaan profesi guru mengandung arti recognition, endorsement, acceptance, trust, dan confidence. Implikasi dari pengakuan tersebut mensyaratkan guru harus memiliki kualitas yang memadai. Kualitas sebagai pribadi, guru harus memulai tanggungjawab akan profesinya sebagai seorang guru, baik di keluarga, masyarakat dan lingkungan. Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang Rata-rata 4,51 4,44 4,41 4,39 4,46 4,37 4,44 Kepala 4,39 4,39 4,34 4,24 4,32 4,37 4,24 3,91 3,92Sekolah 3,83 3,83 Rata-rata Guru IPA 4,50 21 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 meng- up date perkembangan yang sedang berjalan. Keprofesionalitas guru sekarang ini telah mulai dihargai melalui kesejahteraan yang dikaitkan dengan kapasistas profesinya. Peningkatan ini menuntut untuk selalu meningkatkan kualitas keilmuan, ketrampilan, dan partisipasinya. Penelitian bagi seorang guru sangatlah penting. Melalui penelitian guru dapat melakukan perbaikan terhadap pembelajarannya. Campbell, & Bohn, (2008: 1-36) menyampaikan bahwa penelitian yang dilakukan dapat meliputi: 1) penelitian kognitif , 2) penelitian di laboratorium, dan 3) penelitian proyek-proyek berkenaan dengan pengalaman di boratorium. Penelitian ini memfasilitasi guru sains agar berkomitmen terus meningkatkan pengalaman laboratorium, juga dapat memberi kemanfaatan bagi bangsa baik secara langsung atau tidak langsung, sera menilai dan memperbaiki dirinya sendiri serta pengalaman bagi siswa. laboratorium yang diintegrasikan dalam kuliah, diskusi, dan membaca tentang ilmu pengetahuan, menjadi penting bagi siswa dari segala usia dan tingkat kemampuannya (Froschauer, 2007: 2). Demikian pula McAulay (2002: 1-3) memberikan tes dengan cara siswa membuat pertanyaannya sendiri, dengan harapan dapat memunculkan bahasa lisan dari siswa dan memotivasi siswa melakukan diskusi kelompok. Keterampilan instruksional ini dijabarkan dalam 5 indikator, meliputi keterampilan sebelum, saat dan setelah pembelajaran. Data penilaian keterampilan instruksional guru oleh siswa dapat dilihat pada gambar 7 berikut ini. Ketrampilan Instruksional 6,00 4,00 2,00 0,00 Rata-rata Kelas 1 Rata-rata Kelas 2 1 3. PENILAIAN SISWA TERHADAP PEMBELAJARAN GURU IPA Penilaian siswa terhadap guru IPA berkenaan dengan pembejaran IPA meliputi penilaian terhadap: a) keterampilan instruksional, b) keterampilan mengelola kelas, dan c) pengetahuan tentang perkembangan siswa. Responden terdiri dari 164 siswa yang berasal dari kelas 1, 2 dan 3 baik SMP swasta dan negeri di kota Semarang. Responden berasal dari 41 SMP dengan rincian 14 SMP Negeri, dan 27 SMP swasta. a. Ketrampilan Instruksional. Campbell, & Bohn, (2008: 1-36) menyampaikan bahwa Ilmu harus diajarkan dengan baik dan efektif, serta laboratorium harus merupakan bagian integral dari ilmu pengetahuan kurikulum. NSTA menyampaikan bahwa laboratorium harus sesuai dengan tahapan perkembangan siswa dari segala usia dan tingkat kemampuan siswa. Pembelajaran berbasis laboratorium dilakukan pada setiap tingkatan. Pengalaman laboratorium harus menjadi bagian integral dari pembelajaran sains. The American Chemical Society ( ACS) merekomendasikan bahwa sekitar 30% waktu instruksional harus dikhususkan untuk pekerjaan laboratorium. Pengalaman Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 2 3 4 5 Gambar 7. Grafik Rata-rata nilai ketrampilan Instruksional Berdasarkan gambar di atas diperoleh temuan bahwa penilaian terendah yang dilakukan oleh siswa terhadap pembelajaran guru IPA adalah pada item “guru terlalu cepat dalam menyampaikan pengajaran”. Padahal tidak semua siswa memiliki daya tanggkap yang tidak sama. Kemungkinan yang ke dua adalah kemampuan siswa untuk menangkap materi IPA masih lemah/kesulitan. Ada tiga strategi penyelesaian yang perlu dilakukan oleh guru: pertama guru melambatkan penyampaian materi pelajaran IPAnya, yang kedua perlu diperkuat dengan strategi lain agar pemahaman siswa meningkat (belajar kelompok/praktek di laboratorium, perubahan metode penyampaian, dll). Strategi yang ketiga perlu adanya tambahan pengayaan agar ada pemahaman siswa bertambah (misal: penugasan). Temuan-temuan penilaian ini, diharapkan dapat dijadikan feedback oleh guru, untuk melakukan perbaikan pembelajarannya. b. Ketrampilan Mengelola Kelas. Guru yang telah memahami teori, mempertimbangkan situasi untuk merencanakan proses pelajaran yang efektif 22 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 dengan model pembelajaran tertentu. Ketajaman dalam memilih metode akan mengarah pada peningkatan self-efficacy. Selain itu juga kemampuan untuk mengelola sumber daya alam yang tersedia di lingkungan sekolah untuk dijadikan sebagai sumber pembelajaran (Sibbald, 2009:452-454). Melalui pembelajaran berpusat pada siswa, menekankan siswa belajar aktif. Siswa dituntut untuk ikut terlibat dalam pembelajaran, memiliki tanggung awab terhadap proses pembelajaran. Melalui berbagai strategi pengelolaan kelas secara maksimal, siswa akan memiliki motivasi, karena siswa ikut berpartisipasi. Hasil penilaian terhadap keterampilan mengelola kelas tertera pada grafik 8 sbb: Ketrampilan Mengelola Kelas 6,00 4,00 2,00 0,00 1 2 3 4 Ratarata Kelas 1 Ratarata Kelas 2 Gambar 8. Grafik Rata-Rata Nilai Ketrampilan Mengelola Kelas Berdasarkan tabel dan gambar diatas diperoleh temuan bahwa penilaian terendah yang dilakukan oleh siswa terhadap pembelajaran guru IPA adalah pada item no 1 yaitu tentang kemampuan guru dalam mengelola kelas menjadi efektif masih rendah. Nilai pada item ini tidak terlalu rendah, namun guru perlu untuk meningkatkan. Item pengelolaan kelas yang efektif, sangat mendukung pemahaman siswa dalam menerima materi. Suasana kelas yang menyenangkan, sangat berkontribusi pada keberhasilan belajar siswa. Karena siswa akan merasa nyaman, aman dan tenang dalam menangkap pelajaran. Siswa diharapkan membangun pemahaman mereka sendiri dari setiap konten yang diberikan oleh guru. Penilaian praktek di ruang kelas berorientasi pada pemahaman yang harus memberikan informasi berkelanjutan yang memungkinkan guru untuk menjadi responsif terhadap kebutuhan individu. Memberi pertanyaan sebelum pembelajaran dimulai untuk merefleksikan pemahaman dan pengalaman siswa Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang sebelumnya. Guru memberikan tugas individu, dalam bentuk kuis, dan refleksi tulisan mereka. Guru menggunakan informasi yang dikumpulkan dari berbagai sumber untuk memberikan kesempatan kepada siswa menjadi sukses. Pentingnya menggunakan penilaian berbasis kinerja dalam menentukan tingkat pemahaman siswa yang dicapai. Termasuk penilaian presentasi dan proyekproyek serta siswa mendemonstrasikan pemahamannya. Penilaian tertanam dalam kurikulum setidaknya berisi tiga tujuan: "untuk menentukan pemahaman dan kemampuan siswa dan untuk memantau kemajuan siswa, dan untuk mengumpulkan informasi prestasi siswa, (Gibson & Wallace, (2006: 44). c. Pengetahuan tentang Perkembangan Siswa. Setiap siswa memiliki kekuatan yang berbeda. Tidak ada satupun manusia yang memeliki kekuatan dan kelebihan pada semua bidang. Setiap orang memiliki kelebihan, yang dapat digali dan dikembangkan untuk dioptimalkan, melalui berbagai strategi. Dalam suatu pembelajaran, guru memiliki banyak kesempatan untuk menfasilitasi perkembangan ini. Mengingat gurulah yang memiliki banyak waktu untuk bertemu dengan siswa-siswanya. Berkenaan dengan hasil penilaian pengetahuan tentang perkembangan siswa ini, yang dirinci dalam tujuh (7) indikator, diperoleh data sebagai berikut: 5,00 Pengetahuan Tentang Perkembangan Siswa 4,00 3,00 Rata-rata Kelas 2 2,00 1,00 Rata-rata Kelas 3 0,00 1 2 3 4 5 6 7 Gambar 9. Grafik Rata-Rata Nilai Pengetahuan Tentang Perkembangan Siswa Pengetahuan tentang perkembangan siswa tidak terlepas dalam suatu proses agar guru selalu melakukan pendekatan kepada siswanya dengan berbagai strategi pendekatan. Keberhasilan seseorang tidak terlepas dari bagaimana guru dapat menggali potensi 23 Rata-rata Kelas 1 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 siswanya, serta mendukung dan menfasilitasi untuk mengembangkan dan meningkatkannya. Lingkungan yang positif dan mendukung sangat perlu untuk dikembangkan, melalui berbegai bentuk kegiatan (Campbell, & Bohn, 2008: 1-36). Bogo, Globemian & Sussman (2004: 13), menyampaikan bahwa melalui proses kelompok, siswa belajar tentang dinamika dan kerja kelompok. Interaksi dengan rekan sebaya, siswa dapat memperoleh keterampilan baru dan mengembangkan lebih akurat penilaian-diri tentang kemampuan mereka. Siswa untuk berbagi pekerjaan satu sama lain, termasuk mengeksplor kesalahan mereka. Siswa membutuhkan iklim kelompok dimana mereka merasa dihormati dan bisa saling percaya sehingga meminimalkan terjadinya kerentanan. g) E. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan. a. Penilaian oleh Kepala Sekolah dan Guru IPA 1) Skor rata-rata dari tiap item, memberikan nilai dari guru terhadap dirinya sendiri (self assesment) lebih tinggi dibandingkan dengan nilai dari kepala sekolah kepada pembelajaran guru IPA (peer assesment). 2) Nilai terendah dari penilaian terhadap pembelajaran guru IPA diperoleh temuan-temuan bahwa guru IPA kurang/belum: a) Menyesuaikan bahan materi pelajaran, kegiatan, sumber dan tugas untuk kebutuhan kelompok dan pribadi siswa. b) Meringkas pelajaran. c) Menolong siswa utnuk menjawab pertanyaan mereka sendiri. d) Memiliki standar yang jelas untuk menilai yang sesuai dengan perilaku siswa. e) Memperhatikan pertumbuhan sosial dan emosional siswa. f) Menunjukkan kepedulian terhadap siswa dan mendengarkan segala masalah mereka dengan penuh perhatian dan empati. Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 2. Mengetahui/menyadari kebutuhan khusus siswa dan berusaha untuk memenuhinya. h) Mengikuti arah dan aktivitas dalam wilayah kurikulum. i) Melakukan penelitian pembelajaran. 3) Penilaian dari siswa tentang pembelajaran guru IPA diperoleh temuan-temuan bahwa guru IPA: a) Terlalu cepat dalam menyampaikan amteri pembelajaran. b) Kemampuan guru mengelola kelas menjadi efektif, masih kuranag. c) Guru kurang membantu siswa dalam pemecahan masalah yang dihadai siswa Saran a. Dari beberapa temuan diatas, hal yang perlu ditingkatkan oleh guru adalah berkaitan dengan mengelola potensi/kemampuan siswa yang beragam. Terkait dengan hal ini maka perlua adanya kegiatan dalam bentuk diskusi/workshop untuk membahas tentang psikologi pembelajaran. b. Guru masih perlu sering terlibat dalam penelitian ilmiah, agar meningkat kemampuan penelitiannya, melalui berbagai strategi/kegiatan seperti workshop penelitian. DAFTAR PUSTAKA Baxter Magolda, M. B. (1992), Students' epistemologies and academic experiences: implications for pedagogy, Review of Higher Education 15 (3), 265-87. Bogo, M., Globemian, J., & Sussman,T. (2004). Special section: fild eduction in social work the field instructor as group power: managing trust and competition in group supervision. Journal ofSocial Work Education: Winter; 40, 1; ProQuest Sociology pg. 13 Campbell, T., & Bohn, C. (2008). Science laboratory experiences of high school students across one state in 24 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 the U.S.: descriptive research from the classroom. This study examined the science laboratory experiences of high school students in Utah.Spring Vol. 17, N o. 1.pg. 1-36. teacher. Education Tech Research Dev 56: 181-201. Rezba, R.J., Sparague, C.S., Fiel, R.L., et al. (1995). Learning and assessing rd science process skills. (3 ed.) Iowa: Kendall/Hunt Publishing Company. Djamarah. ( 2006). Strategi belajar mengajar. Bandung. Penerbit : PT Remaja Rosda Karya. Science Teacher Preparation.htm. An NSTA Position Statement: NSTA Standards for Science teacher Preparation. Dorman, J.P., Aldridge, J.M., & Fraser, B.J. (2006). Using students‟ assessment of classroom environment to develop a typology of secondary school classrooms. International Education Journal, 7(7), 906-915. ISSN 14431475. Sibbald, T. (2009). The relationship between lesson study and selfefficacy.(Report). Thames Vallery District School Board. School Science and Mathematics: Gale Cengage Learning. Diunduh 10 Oktober 2010. Froschauer, L (2007). Testimony. Diambil pada tanggal 7 Juli 2011. http://democrats.science.house.gov/ Media/File/Commdocs/hearings/200 7/research/08mar/froschauer_testimo ny.Pdf. Stufflebeam, D.L., Shinkfield, A.J. (1984). Systematic evaluation a selfinstructional guide to theory and practice. Kluwer-Nijhoff Publishing. Boston. Gibson, A., & Wallace, J. (2006). Teaching and assessing science for understanding: managing the accountability dilemma. Science Educator; Spring 2006; 15, 1; ProQuest Agriculture Journals.pg. 44. Stufflebeam, D.L. (1973). Educational evaluation: theory and practice. Evaluation as enlightenment for decision-making. In B. R. Worthen & J. R. Sanders (Eds.), Subban, P. (2006). Differentiated instruction: a research basis. International Education Journal, 7(7), 935-947. ISSN 1443-1475 © 2006 Shannon Research Press. McCormack, A.J,. & R.E. Yager. (1989). Assesing teaching/learning in multiple domains of science and science education. Science education 73 (1): 44-58. Temiz1, B.K., Taşar, M.F & Tan, M. (2006). Development and validation of a multiple format test of science process skills. International Education Journal, 7(7), 1007-1027. ISSN 1443-1475. Moore,L.S., Dettlaff, A.J., & Dietz, T.J. (2004). Using the myers-briggs type indicator in field education supervision. Journal of Social Work Education: Spring 2004; 40, 2; ProQuest Sociology. pg. 337.Texas Christian University. National Tomlinson, C. A. (2005). Grading and differentiation: Paradox or good practice? Theory into Practice, 44 (3), 262-269. EBSCO online database Education Research omplete. http://search.ebscohost.com/login.aspx ?direct=true&db=ehh&AN=17539455 &site=ehost-live” Academy of Science. (1996). Nasional science education standars. Washington DC: National Academy Press. Ozogul, G., Olina, Z., & Sullivan, H. (2008). Teacher, self and peer evaluation of lesson plans writtet by preservice Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 25 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 MODUL Q-SETS” SEBAGAI REKAYASA BAHAN AJAR KIMIA YANG BERMUATAN QUANTUM LEARNING DAN BERVISI SALINGTEMAS Muhamad Imaduddin1 1 Pendidikan Kimia, FMIPA, Universitas Muhmmadiyah Semarang email: [email protected] Abstrak Melihat cakupan materi mata pelajaran kimia yang luas tersebut, tentu saja diperlukan waktu pembelajan kimia yang tidak singkat untuk mencapai ketuntasan belajar. Guru dituntut untuk memaksimalkan pembelajaran padahal mata pelajaran kimia seharusnya tidak hanya diajarkan secara teoritis tetapi juga praktis. Untuk mengatasi keterbatasan ruang dan waktu tersebut, maka guru harus dapat menyusun suatu bahan ajar efektif untuk pembelajaran. Modul merupakan salah satu jenis bahan ajar serta sebagai media pembelajaran cetak. Cara dan gaya belajar merupakan kunci untuk mengembangkan kinerja seseorang termasuk siswa di sekolah. Quantum learning mencakup aspekaspek penting dalam program neurolinguistik (NLP), yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur informasi. Oleh karena itu, pengembangan bahan ajar modul menggunakan pendekatan quantum learning diharapkan dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Terkait dengan quantum learning adalah perumusan AMBAK (Apa Manfaatnya Bagiku). Wujud perumusan tersebut diwujudkan dalam bentuk visi salingtemas (sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat). Berdasarkan latar belakang di atas, muncul beberapa masalah antara lain bagaimana menyusun modul Q-SETS sebagai bahan ajar kimia yang bermuatan quantum learning dan bervisi salingtemas, serta adakah pengaruh penggunaan modul Q-SETS pada materi pokok reaksi oksidasi dan reduksi terhadap hasil belajar siswa. Aplikasi quantum learning bervisi salingtemas dalam modul Q-SETS dapat berupa kegiatan pencarian gaya belajar diri sendiri, peta konsep, penemuan AMBAK melalui analisis SETS, dan konsep TANDUR. Hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan desain modul Q-SETS adalah modul sebagai bahan ajar siswa harus mampu melayani kebutuhan siswa dengan modalitas visual, auditorial, maupun kinestetik sehingga informasi dalam modul dapat diserap dengan mudah. Alternatif desain modul dapat berupa penyajian strategi pembelajaran dalam media cetak modul. Penyajian strategi pembelajaran yang bermuatan quantum learning dan visi SETS terdiri dari: pembelajaran pendahuluan, penyampaian materi pembelajaran, memancing penampilan, pemberian umpan balik dan kegiatan tindak lanjut. Pembelajaran menggunakan modul Q-SETS berpengaruh terhadap hasil belajar kimia siswa. Besarnya pengaruh terhadap hasil belajar kognitif siswa sesuai dengan koefisien korelasi sebesar 0,506 dan koefisien determinasi 25,56% dengan kriteria pengaruh adalah sedang. Kata kunci: Modul Q-SETS, quantum learning, visi salingtemas. PENDAHULUAN Salah satu mata pelajaran yang diperoleh Siswa sekolah menengah sesuai dengan KTSP adalah kimia. Menurut Depdiknas (2003: 2) ilmu kimia mengkhususkan diri di dalam mempelajari struktur, susunan, sifat dan perubahan materi serta energi yang menyertai perubahan materi. Siswa mempelajari ilmu kimia tidak hanya bertujuan menemukan zat-zat kimia yang langsung bermanfaat bagi kesejahteraan umat manusia belaka, akan tetapi dapat pula memenuhi keinginan seseorang untuk memahami berbagai peristiwa alam yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, mengetahui hakikat materi dan perubahannya, menanamkan metode ilmiah, mengembangkan kemampuan dalam mengajukan gagasan-gagasan dan memupuk ketekunan serta ketelitian bekerja. Mata pelajaran ini merupakan dasar bagi ilmu-ilmu pengetahuan yang lain seperti kedokteran, geologi, teknik dan lainlain. Melihat cakupan materi mata pelajaran kimia yang luas tersebut, tentu saja diperlukan waktu pembelajan kimia yang tidak singkat untuk mencapai ketuntasan belajar. Kenyataannya, waktu pembelajaran kimia di sekolah masih kurang, terutama untuk kelas X. Guru dituntut untuk Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 26 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 memaksimalkan pembelajaran padahal mata pelajaran kimia seharusnya tidak hanya diajarkan secara teoritis tetapi juga praktis. Untuk mengatasi keterbatasan ruang dan waktu tersebut, maka guru harus dapat menyusun suatu bahan ajar efektif untuk pembelajaran. Guru mempunyai wewenang yang besar dalam menentukan materi yang akan diajarkan. Oleh karena itu, guru diharapkan mampu menguasai dan mengembangkan materi bahan ajar yang dibutuhkan oleh Siswa. Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan pengembangan pembelajaran secara sistematis, terpadu dan terencana melalui bahan ajar untuk membantu Siswa secara individual dalam menguasai tujuan-tujuan belajarnya secara tuntas. Modul merupakan salah satu jenis bahan ajar serta sebagai media pembelajaran cetak. Kendala penggunaan bahan ajar modul adalah sulitnya menarik perhatian Siswa untuk menggunakan modul dalam belajar. Hal tersebut karena kurang menariknya penampilan, isi, maupun penyampaian gagasan materi dalam suatu modul. Apalagi jika Siswa belum mengetahui cara dan gaya belajar yang baik dan sesuai dengan dirinya. Menurut Bobbi DePorter dan Mike Hernacki dalam buku quantum learning (2008: 110), cara dan gaya belajar merupakan kunci untuk mengembangkan kinerja seseorang termasuk Siswa di sekolah. Quantum learning mencakup aspek-aspek penting dalam program neurolinguistik (NLP), yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur informasi (Bobbi DePorter dan Mike Hernacki. 2008:14). Oleh karena itu, pengembangan bahan ajar modul menggunakan pendekatan quantum learning diharapkan dapat mempengaruhi hasil belajar Siswa. Selanjutnya, berkaitan dengan perumusan AMBAK (Apa Manfaat Bagiku) dalam quantum learning, belajar kimia bukan hanya sebatas mempelajari secara teoritis yang bersifat hafalan saja, tetapi lebih ditekankan pada penerapan-penerapan ilmu kimia dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, guru dituntut untuk selain memahami materi kimia juga perlu mengetahui keterkaitan materi tersebut dengan kehidupan sehari-hari, berupa penerapan dalam bidang teknologi dan juga dampak bagi lingkungan maupun sosial masyarakat. Kemajuan teknologi sering tidak diimbangi dengan kepedulian terhadap lingkungan sehingga kita sering pula menjumpai kerusakan lingkungan akibat pengembangan teknologi. Peran guru untuk menghasilkan para ilmuwan-ilmuwan yang dapat menghasilkan teknologi ramah lingkungan sangat diperlukan. Salah satu caranya yaitu mengadakan pembelajaran kimia bervisi salingtemas (sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) atau SETS (Science, Environment, Technology, and Society). Dari uraian di atas, maka penyusunan bahan ajar dengan pendekatan quantum learning dan visi salingtemas atau SETS sangat dipelukan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengembangkan dan merekayasa bahan ajar tersebut melalui pembuatan modul “Q-SETS”, serta mengetahui pengaruh penggunaannya dalam pembelajaran. Adapun rumusan masalah pada program penelitian ini adalah bagaimana menyusun modul QSETS sebagai bahan ajar kimia yang bermuatan quantum learning dan bervisi salingtemas, serta adakah pengaruh penggunaan modul Q-SETS pada materi pokok reaksi oksidasi dan reduksi terhadap hasil belajar siswa. Tujuan dari program ini adalah menyusun modul Q-SETS dan mengetahui pengaruh penggunaan modul Q-SETS pada materi pokok reaksi oksidasi dan reduksi terhadap hasil belajar Siswa.Luaran yang diharapkan dengan adanya program ini ialah modul Q-SETS dapat digunakan sebagai bahan ajar mandiri kimia, serta artikel hasil penelitian pengaruh penggunaan modul Q-SETS pada materi pokok reaksi oksidasi dan reduksi terhadap hasil belajar kimia Siswa. Kegunaan program ini antara lain 1) Bagi Siswa, meningkatkan motivasi dan daya tarik Siswa terhadap pelajaran kimia dan meningkatkan pemahaman Siswa terhadap materi kimia menggunakan modul Q-SETS. 2) bagi guru, memperoleh suatu variasi bahan ajar terhadap materi kimia yaitu dengan menggunakan pendekatan quantum learning dan visi SETS. Lebih jauh lagi, guru dapat ikut mengembangkan bahan ajar kimia. 3) Bagi peneliti, memperoleh pengalaman langsung bagaimana berkolaborasi maupun memilih pembelajaran yang tepat, sehingga dimungkinkan kelak ketika terjun ke lapangan mempunyai wawasan dan pengalaman. Peneliti akan mempunyai dasardasar kemampuan mengajar dan kemampuan mengembangkan pembelajaran berbantuan modul dan berbagai media pembelajaran lainnya. Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 27 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 TINJAUAN PUSTAKA Modul sebagai Bahan Ajar Adapun bahan ajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah modul yang berupa paket belajar dan meliputi serangkaian pengalaman belajar yang direncanakan dan dirancang secara sistematis untuk membantu Siswa mencapai tujuan belajar (Mulyasa, 2006:43). Pada penelitian ini bahan ajar materi pokok konsep reaksi oksidasi dan reduksi disusun oleh peneliti dengan menggunakan konsep yang lebih sistematis dan ringkas supaya materi lebih mudah dipahami. Penyusunan modul menggunakan pendekatan quantum learning dan visi SETS. Bahan ajar adalah bahan-bahan/materi pelajaran tertentu yang disusun secara sistematis yang digunakan guru dan Siswa dalam proses pembelajaran. Pembelajaran memiliki berbagai komponen yang satu sama lain saling terkait dan berhubungan secara fungsional. Komponen-komponen sistem pembelajaran itu, antara lain: tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, guru, Siswa, media dan sarana pembelajaran, dan biaya operasional serta alat evaluasi belajar yang digunakan (Kustiono, 1998:1). Media pembelajaran merupakan salah satu komponen yang integral dalam sistem pembelajaran artinya media menjadi komponen yang cukup penting dalam strategi penyampaian pembelajaran. Media pembelajaran adalah setiap alat keras maupun lunak yang dapat digunakan untuk mentransmisikan pesan atau informasi dari guru kepada Siswa (Kustiono,1998:2). Melihat fungsinya, bahan ajar memuat pesanpesan pembelajaran yang siap untuk disampaikan kepada siswa maka dapat dikatakan bahwa bahan ajar termasuk media pembelajaran. Dilihat dari bentuknya, bahan ajar yang berbentuk modul termasuk media cetak. Anderson dalam Kustiono (1998:3) mengemukakan media cetak adalah media yang berupa benda yang dicetak, mencakup semua jenis benda cetakan. Termasuk kategori ini antara lain: bahan ajar/modul, buku teks atau buku pelajaran, hand-out, LKS, dan sebagainya. Tinjauan Tentang Pembelajaran Bermuatan Quantum Learning Quantum learning adalah gabungan yang sangat seimbang antara bekerja dan bermain, antara rangsangan internal dan eksternal, dan antara waktu yang dihabiskan di dalam zona aman seseorang berada dan zona keluar dari tempat itu (Bobbi DePorter dan Mike Hernacki, 2008: 86). Sedangkan menurut Setiawan Santana Kurnia (2008), “Quantum learning ialah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat”. Dalam pembelajaran quantum diterapkan rumus AMBAK (Bobbi DePorter dan Mike Hernacki. 2008:49) yaitu: A : Apa yang dipelajari Dalam pelajaran kimia materi redoks, misalnya, guru memberikan tugas mengkaji mengenai fenomena redoks yang ada dalam kehidupan. M : Manfaat Guru harus memberi kemampuan memahami situasi yang sebenarnya (insight), sehingga murid tertantang untuk mempelajari semua hal dengan lebih mendalam. BAK : Bagiku Quantum lebih menekankan pada pembelajaran yang sarat makna dan sistem nilai yang bisa dikontribusikan kelak saat anak dewasa nanti. AMBAK adalah motivasi yang didapat dari pemilihan secara mental antara manfaat dan akibatakibat suatu keputusan. Pengertian Pembelajaran Bervisi Salingtemas Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) mengharapkan lulusan pendidikan pada jenjang pendidikannya untuk memiliki kompetensi yang sesuai dengan pencapaian pengetahuan yang dibekalkan kepada mereka di jenjang tersebut. Di antara cara mencapai kompetensi yang diharapkan, untuk pembelajaran sains para pendidik dianjurkan juga menggunakan pendekatan Salingtemas (Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat) sekaligus sebagai visi pembelajaran, di samping Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 28 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 pendekatan lain. Meurut Binadja (2005a:2), dianjurkannya visi Salingtemas adalah karena sejumlah kelebihan berikut: 1) Visi Salingtemas memberi peluang siswa untuk memperoleh pengetahuan sekaligus kemampuan berpikir dan bertindak berdasarkan analisis dan sintesis dengan memperhitungkan aspek sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat 2) Visi Salingtemas memberi wadah secara mencukupi kepada para pendidik dan siswa untuk menuangkan kemampuan berkreasi dan berinovasi di bidang minatnya dengan landasan Salingtemas secara kuat. 3) Visi Salingtemas memberi kesempatan pendidik dan siswa untuk mengaktualisasikan diri dengan kelebihan Salingtemas. Gambar 1. Keterkaitan Antar Unsur Salingtemas Berdasakan hasil beberapa penelitian tentang Salingtemas atau SETS, menunjukkan integrasi SETS dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Beberapa hasil penelitian yang pernah dilakukan adalah: 1) Mulyani (2008) menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar kimia antara siswa yang diberi pembelajaran berpendekatan SETS menggunakan CD pembelajaran lebih baik daripada hasil belajar kimia mengunakan pembelajaran dengan metode konvensional di SMA N 14 Semarang. 2) Nur Atmaningsih (2006) menunjukkan pengaruh positif pendekatan SETS dalam pembelajaran kimia pokok bahasan zat radioaktif dan penggunaan radioisotop terhadap minat dan sikap siswa kelas II SMA Negeri 1 Grinsing pada mata pelajaran kimia. Aplikasi Quantum Learning dan Visi SETS pada Bahan Ajar Modul 1) Pencarian Gaya Belajar Diri Sendiri Gaya belajar adalah kunci untuk mengembangkan kinerja dalam pekerjaan, disekolah, dan dalam situasi-situasi antar pribadi. Gaya belajar adalah kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi. Cara menyerap informasi dibedakan menjadi sistem identifikasi V-A-K (Visual-Auditorial-Kinestetik). (Bobbi DePorter, 2008: 122-136). 2) Peta Konsep Peta konsep adalah ilustrasi grafis konkret yang mengindikasikan bagaimana sebuah konsep tunggal dihubungkan ke konsep-konsep lain pada kategori yang sama (Martin, 1994 dalam Trianto, 2007: 159). 3) Penemuan AMBAK melalui SETS Aplikasi AMBAK pada modul Q-SETS adalah menggunakan konsep salingtemas yaitu mengaitkan antara sains, lingkungan, teknologi,dan masyarakat. 4) Konsep TANDUR Kerangka perancangan pengajaran quantum learning di kelas atau quantum teaching dibuat dengan menggunakan konsep TANDUR yaitu sebagai berikut : a. Tumbuhkan Tumbuhkan suasana yang menyenangkan di hati siswa, tumbuhkan interaksi dengan siswa. b. Alami Unsur ini mendorong hasrat alami otak untuk menjelajah. Pertanyaan yang muncul adalah cara apa yang terbaik agar siswa memahami informasi. c. Namai Setelah siswa melalui pengalaman belajar pada topik tertentu, ajak mereka untuk menulis di kertas, menamai apa saja yang telah mereka peroleh. Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 29 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 d. Demonstrasikan Sudah saatnya siswa mendemonstrasikan di hadapan guru dan teman. e. Ulangi Pengulangan memperkuat koneksi saraf dan menumbuhkan rasa “aku tahu bahwa aku tahu ini!”. f. Rayakan Perayaan adalah ekspresi kelompok atau seseorang yang telah berhasil mengerjakan sesuatu tugas . (Bobbi DePorter dan Mike Hernacki, 2008:88) Materi Pokok Reaksi Oksidasi dan Reduksi Kaitannya dengan Aplikasi Quantum Learning dan Visi SETS Keterkaitan antarkonsep yang ada dalam materi pokok konsep reaksi oksidasi dan reduksi dapat digambarkan dengan peta konsep sebagai berikut (Salirawati, dkk. 2007: 153). REAKSI REDOKS mengalami perubahan konsep REDUKSI OKSIDASI melalui pengikatan O2 melalui pelepasan e - menaikkan melalui melibatkan reduktor pelepasaan melalui pengikatan e O2 - menurunkan melibatkan oksidator BILOKS senyawa biner mendasari untuk tatanama senyawa ion poli atom untuk Gambar 2. Peta konsep pohon jaringan: keterkaitan antarkonsep yang ada dalam materi pokok konsep reaksi oksidasi dan reduksi Keterhubungan antar unsur SETS merupakan suatu bentuk aplikasi dari rumus AMBAK “Apa Manfaatnya Bagiku” dalam quantum learning. Contoh penerapan model analisis keterhubungan antarunsur SETS dapat disajikan dalam peta konsep gambar 3. Science Konsep reaksi oksidasi dan reduksi Technology Kembang api Society Lapangan pekerjaan bagi pembuat dan penjual Memeriahkan acara Dampak negatif: menyebabkan kebakaran. Environment Pengambilan bahan dari lingkungan Pencemaran lingkungan oleh limbah Gambar 3. Contoh model analisis keterhubungan antar unsur SETS berdasarkan pada konsep sains reaksi oksidasi dan reduksi (kembang api). Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 30 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 METODE PENELITIAN Desain dalam penelitian ini adalah jenis Control Group Pre Test-Post Test Design, yaitu penelitian dengan melihat perbedaan pre test maupun post test antara kelas eksperimen dan kelas kontrol (Arikunto, 2006: 87). Tabel 1. Desain Penelitian Kelompok Pretes Perlakuan Pelaksana Post tes Eksperimen T1 X P T2 Kontrol T1 Y P T2 Keterangan: X = diajar dengan modul Q-SETS (Pembelajaran quantum bervisi SETS) Y = kelas kontrol (konvensional bersuplemen SETS) Populasi adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Pecangaan tahun pelajaran 2009/2010 yaitu sebanyak 276 siswa yang tersebar dalam tujuh kelas yaitu kelas X1, X2, X3, X4, X5, X6, dan X7. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan teknik cluster random sampling sehingga diperoleh kelas X3 sebagai kelas eksperimen dan kelas X1 sebagai kelas kontrol. Variabel bebas adalah bahan ajar yang digunakan sebagai pedoman praktik pembelajaran. Pada kelas eksperimen, peneliti menggunakan modul Q-SETS sebagai bahan ajar sehingga dalam praktik pembelajaran menggunakan pembelajaran quantum learning bervisi SETS. Adapun kelas kontrol, menggunakan bahan ajar konvensional dan suplemen SETS. Variabel terikat penelitian ini adalah hasil belajar siswa yang dibatasi pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Adapaun analisis pada ranah afektif dan psikomotorik digunakan teknik deskriptif. Metode pengambilan data penelitian ini adalah (1) Metode Dokumentasi, (2) Metode Tes, (3) Metode Angket, dan (4) Metode Observasi (aspek afektif dan psikomotorik). Untuk menganalisis uji coba instrumen maka dilakukan perhitungan terhadap (1) Validitas (validitas konstruk, validitas isi dan validitas butir soal), (2) Reliabilitas (reliabilitas butir soal), (3) Daya pembeda butir soal, (4) Tingkat Kesukaran Butir Soal. Soal-soal yang dipakai untuk pre test dan post test adalah soal yang memenuhi kriteria valid, reliabel, daya beda, dan indeks kesukaran. Berdasarkan analisis data uji coba soal diperoleh 35 soal layak pakai. Selanjutnya dilakukan perbaikan terhadap soal-soal yang memungkinkan dapat dipakai kembali dan diperoleh soal sebanyak 40 soal serta dianggap mampu mewakili ketercapaiaan masing-masing indikator dalam pembelajaran. Metode analisis data yang digunakan dapat dilihat dalam tabel ini. Data Awal Uji Normalitas Uji Homogenitas Tabel 2. Metode Analisis Data Data Akhir Uji Normalitas Uji Kesamaan Dua Varians Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Uji Ketuntasan Hasil Belajar Uji Estimasi Hasil Belajar Uji Normalized Gain <g> Uji Hipotesis Ada Tidaknya Pengaruh Uji Besarnya Pengaruh (Korelasi dan koefisien determinasi) Analisis Deskriptif untuk Data Nilai Afektif dan Psikomotorik HASIL DAN PEMBAHASAN 1) Pengembangan Modul Q-SETS sebagai Rekayasa Bahan Ajar Bemuatan Quantum Learning Bervisi Salingtemas Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 31 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 Komponen pokok strategi pembelajaran dalam desain modul Q-SETS ini terdiri dari: pembelajaran pendahuluan, penyampaian materi pembelajaran, memancing penampilan siswa, umpan balik, dan tindak lanjut (Gafur, 1986: 95). a) Kegiatan Pembelajaran Pendahuluan (Pre-instructional Activities) Kegiatan pendahuluan meliputi pemberitahuan tujuan, ruang dan lingkup materi (jika perlu dibuatkan bagan atau peta konsep yang menggambarkan struktur atau jalinan antar materi). Aplikasi quantum learning yaitu pencarian gaya belajar diri sendiri dapat diterapkan pada tahap ini. Pada tahap ini pula dapat diberikan bagaimana kiat dalam belajar sesuai dengan gaya belajar. b) Materi Pembelajaran (presenting instructional materials) Dalam rangka penerapan quantum learning, hendaknya dikurangi penyajian yang bersifat expository (ceramah, dikte) dan deduktif. Untuk itu perlu digunakan sebanyak mungkin teknik penyajian inqiuistory, discovery, tanya jawab, inventory, induktif, penelitian mandiri, dan lainya (Merill dalam Reigeltuth, 1987: 205; McKeachi, 1994: 153). Penyajian materi pelajaran hendaknya mampu menumbuhkan minat dan motivasi belajar siswa melalui penyajian materi dengan memanfaatkan kehidupan di sekitar siswa. Sebagai contoh pada modul QSETS: pertanyaan tentang deskripsi awal mengenai fenomena pencokelatan daging buah apel pada materi pokok kimia redoks. c) Memancing Penampilan Siswa (electing performance) Memancing penampilan dimaksudkan untuk membantu siswa menguasai materi atau mencapai tujuan pembelajaran. Bentuk kegiatan berupa latihan atau praktikum. Siswa diharapkan dapat berlatih menerapkan konsep dan prinsip yang dipelajari dalam konteks dan situasi yang berbeda, bukan sekedar menghafal. d) Pemberian Umpan Balik (providing feedback) Umpan balik adalah informasi yang diberikan kepada siswa mengenai kemajuan belajarnya. Sebagai contoh setelah mengerjakan soal-soal latihan, siswa diberi kunci jawaban. Dengan mengetahui kunci jawaban mereka akan mengetahui apakah jawabannya benar atau salah. Agar siswa dapat menemukan sendiri jawaban yang benar, ada baiknya umpan balik diberikan secara tidak langsung (delay feedback), misal “Jawaban yang benar, baca lagi halaman 34”. e) Kegiatan Tindak Lanjut (follow-up activities) Kegiatan tindak lanjut berupa mentransfer pengetahuan, pemberian pengayaan, dan remidial. Dengan mampu mentransfer pengetahuan yang telah dipelajari maka tingkat pencapaian belajar siswa akan sampai pada derajat yang tinggi. Adapun desain pesan pembelajaran yang telah termuat dalam komponen strategi pembelajaran tersebut adalah a) Kesiapan dan motivasi (Readness and Motivation), b) Penggunaan Alat Pemusat Perhatian (Attention Directing Devices), c) Partisipasi Aktif Siswa (Student’s Active Participation), d) Perulangan (Repetition), e) Umpan Balik (Feedback). Jika disajikan dalam bentuk matriks penerapan muatan quantum learning, visi SETS, dan prinsip desain pembelajaran ke dalam lima komponen strategi pembelajaran dapat dilihat pada tabel berikut ini. Hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan desain modul Q-SETS adalah modul sebagai bahan ajar siswa harus mampu melayani kebutuhan siswa dengan modalitas visual, auditorial, maupun kinestetik sehingga informasi dalam modul dapat diserap dengan mudah. Bagi siswa tipe visual, mereka akan lebih mudah belajar apabila menggunakan grafik, gambar, chart, model, dan semacamnya. Sementara bagi siswa tipe auditorial, mereka akan lebih mudah belajar melalui pendengaran atau sesuatu yang diucapkan. Sedangkan siswa tipe kinestetik, mereka akan mudah belajar sambil melakukan kegiatan dan isyarat tertentu, misalnya membongkar dan memasang kembali, membuat model, memanipulasi benda, dan sebagainya. Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 32 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 Tabel 4. Matriks Contoh rubrik modul Q-SETS, aspek QL dan Salingtemas, serta desain pesan ke dalam komponen strategi pembelajaran Komponen Desain Contoh Rubrik dalam No. Strategi Aspek QL dan Salingtemas Pesan Modul Q-SETS Pembelajaran 1. Kegiatan Ayo Belajar Gaya Pencarian gaya belajar diri Kesiapan Belajar sendiri pembelajaran dan Tips n Trick Tumbuhkan pendahuluan Motivasi Deskripsi Awal (Apa Manfaat Bagiku) Peta Konsep Materi Peta Konsep 2. Penyampaian Materi Alami Penggunaan Pengalaman Belajar materi Namai alat pemusat Kegiatan Praktikum pembelajaran Demonstrasikan perhatian, SETS In Focus Ulangi perulangan Rangkuman (Visi SETS Pada Materi) 3. Memancing Pengalaman Belajar Alami Partisipasi Kegiatan Praktikum penampilan Namai aktif siswa, SETS In Focus siswa Demonstrasikan pemberian Soal Evaluasi Ulangi umpan balik (Kegiatan Analisis SETS) 4. Pemberian Kunci Jawaban Soal Ulangi Pemberian Evaluasi umpan balik umpan balik 5. Kegiatan tindak lanjut Ayo Tahu Lebih Rayakan Jauh! (Analisis SETS lanjutan) Chem-is-story Chem-is-song Partisipasi aktif siswa 2) Uji Keberpengaruhan Modul Q-SETS terhadap Hasil Belajar Siswa Hasil uji normalitas dan homogenitas data awal menyatakan bahwa ketujuh kelas berdistribusi normal dan homogen. Jadi sampel dapat diambil secara acak. Data hasil pre test dan post test dapat dilihat dalam tabel 4 berikut ini. Tabel 5. Data Hasil Pre Test dan Post Test Pre Tes Post Tes Data Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Nilai Tertinggi Nilai Terendah Rata-Rata Ketuntasan 50 10 48 15 90 50 85 52,5 32,13 - 32,24 - 77,00 Tuntas 70,45 Tuntas Hasil uji normalitas dan kesamaan varians data akhir (data nilai pre test dan post test) menyatakan bahwa kelas X3 (kelas eksperimen) maupun kelas X1 (kelas kontrol) berdistribusi normal dan varians homogen. Hasil uji kesamaan dua rata-rata dan uji ketuntasan belajar dapat dilihat dalam tabel 5 dan 6 berikut ini. Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 33 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 Data Pre test Post test Kelas Eksperimen Kontrol Tabel 6. Hasil Analisis Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Kriteria thitung ttabel -0,064 1,99 Rata - rata sama 3,55 1,99 Rata - rata beda, rata - rata kelas eksperimen lebih baik Tabel 7. Hasil Analisis Uji Ketuntasan Belajar Data Post Test Jumlah Siswa Jumlah Siswa thitung ttabel(0,95:dk-1) Kriteria Tuntas Belum Tuntas Ketuntasan 36 4 8,4714 2,0227 Tuntas 32 7 4,4360 2,0244 Tuntas Hasil untuk kelas eksperimen diperoleh estimasi rata-rata hasil belajar 73,67 < μ <80,33 dan untuk kelas kontrol 67,24 < μ < 73,66. Oleh karena itu dapat diprediksi rentang skor hasil belajar kelas eksperimen antara 73,67– 80,33 dan kelas kontrol antara 67,24 – 73,66. Adapun peningkatan hasil belajar yang terjadi pada kedua kelas pada kategori sedang. Tabel 8. Kategori Peningkatan Hasil Belajar Kognitif Kelas Rata-rata pre-test Rata-rata post-tets Gain g Kategori Eksperimen 32,13 77,00 0,66 Sedang Kontrol 32,24 70,45 0,56 Sedang Pengujian hiotesis ada tidaknya pengaruh dengan mean dan dihitung dengan rumus t-test. Tabel 9. Hasil Perhitungan Uji Ada Tidaknya Pengaruh Kelas Rata-rata Gain Varians dk thitung ttabel Kriteria Eksperimen Kontrol 44,88 38,21 102,55 101,30 77 2,9357 1,99 Ada Pengaruh Perhitungan nilai rb diperoleh harga sebesar 0,506 sehigga menunjukkan interpretasi adanya pengaruh sedang dalam penggunaan modul Q-SETS terhadap hasil belajar kimia. Harga rb yang diperoleh setelah diuji ternyata signifikan sehingga dapat ditentukan koefisien determinasi. Pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dapat diketahui sebesar r2 x 100%= 25,56%. Hasil analisis terhadap aspek afektif dan psikomotorik dengan menggunakan metode observasi diperoleh data sebagaimana disajikan dalam tabel 6 berikut ini. Tabel 10. Nilai Rata-Rata Aspek Afektif dan Psikomotorik Afektif Psikomotorik Kelas Nilai Kriteria Nilai Kriteria 78,48 Baik 82,00 Sangat Baik Eksperimen Kontrol 72,36 Baik 72,33 Sedang Berdasarkan hasil analisis angket gaya belajar siswa yang diberikan pada kelompok siswa dengan perlakuan quantum learning, diketahui bahwa 17 siswa memiliki kecenderungan modalitas visual, 16 siswa memiliki kecenderungan modalitas audio, dan 7 siswa memiliki kecenderungan modalitas kinestetik. Selain itu, diperoleh data bahwa 16 siwa cenderung memiliki dominasi otak Sekuensial Konkret (SK), 12 siswa dengan modalitas Sekuensial Abstrak (SA), 8 siswa dengan dominasi Acak Konkret (AK), dan 4 siswa dengan dominasi Acak Abstrak (AA). Pembelajaran kelas dalam penelitian menggunakan modul Q-SETS dapat dijabarkan dalam sebuah model komunikasi seperti pada gambar 4. Model komunikasi tersebut mencitrakan bahwa pada dasarnya keberpengaruhan penggunaaan modul Q-SETS dalam menstransfer pesan guru kepada Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 34 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor gangguan. Pesan-pesan yang sudah diterjemahkan melalui media modul Q-SETS belum mampu sampai seutuhnya kepada penerima pesan (siswa) karena berbagai faktor dari sumber pesan (guru/peneliti), penerima pesan (siswa), maupun media itu sendiri. Modul Q-SETS Selain Modul Q-SETS By Design By Utilization Latar Belakang Pengalaman Sumber Pesan Latar Belakang Pengalaman ANCODER MEDIA Penerima Pesan DECODER Gangguan Metode Quantum Learning Bervisi SETS Umpan Balik Gambar 4. Model Komunikasi Pembelajaran Kelas (Dimodifikasi sesuai dengan materi Tips Pengembangan Media Pembelajaran sajian Dra. Eko Purwanti, M.Pd pada Workshop pembuatan video pembelajaran PPMP Unnes 11-17 Mei 2010 ). KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. (1) Hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan desain modul Q-SETS adalah modul sebagai bahan ajar siswa harus mampu melayani kebutuhan siswa dengan modalitas visual, auditorial, maupun kinestetik sehingga informasi dalam modul dapat diserap dengan mudah. Alternatif desain modul dapat berupa penyajian strategi pembelajaran dalam media cetak modul. Penyajian strategi pembelajaran yang bermuatan quantum learning dan visi SETS terdiri dari: kegiatan pembelajaran pendahuluan (pre-instructional activities), penyampaian materi pembelajaran (presenting instructional materials), memancing penampilan siswa (electing performance), pemberian umpan balik (providing feedback) dan kegiatan tindak lanjut (follow up activities). (2) Pembelajaran menggunakan modul Q-SETS berpengaruh terhadap hasil belajar kimia siswa. Besarnya pengaruh terhadap hasil belajar kognitif siswa sesuai dengan koefisien korelasi sebesar 0,506 dan koefisien determinasi 25,56% dengan kriteria pengaruh adalah sedang. Pengaruh terhadap aspek afetif dan psikomotorik ditunjukkan secara deskriptif melalui hasil rata-rata nilai kelas eksperimen yang lebih baik dari pada kelas kontrol. (1) (2) (3) (4) Adapun saran yang ingin disampaikan peneliti antara lain: Adanya kegiatan pengembangan draft modul Q-SETS yang lebih bervariasi pada materi kimia lainnya dan pengujicobaan dalam pembelajaran melalui penelitian lebih lanjut. Bagi sekolah, perlunya memberikan pengenalan gaya belajar siswa dalam kegiatan orientasi siswa baru sehingga siswa mengetahui bagaimana cara belajar efektif bagi diri sendiri. Bagi guru, diharapkan mampu meningkatkan keterampilannya dalam pembuatan bahan ajar yang efektif bagi pembelajaran terutama menggunakan pendekatan quantum learning bervisi SETS. Bagi siswa, diharapkan mampu mengenali gaya belajar yang tepat bagi dirinya melalui kajian quantum learning. Selain itu, diharapkan pula mampu lebih mendalami sains dengan cara menghubungkaitkannya dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat. Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 35 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 DAFTAR PUSTAKA Anni, Catharina Tri. 2004. Psikologi Belajar. Semarang: Unnes Press. Arikunto, Dinas Pendidikan BPTP Jabar. 2008. Modul Penulisan Naskah Bahan Ajar. Bandung: Balai Pengembangan Teknologi Pendidikan. Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI). Jakarta : Rineka Cipta. I Wayan Santyasa. Metode Penelitian Pengembnagan dan Teori Pengembangan Modul. Makalah Disajikan dalam Pelatihan Bagi Para Guru TK, SD, SMP, SMA, dan SMK Tanggal 12-14 Januari 2009, Di Kecamatan Nusa Penida kabupaten Klungkung. Atmaningsih, Nur. 2006. Pengaruh Pendekatan SETS dalam Pembelajaran Kimia Pokok Bahasan Zat Radioaktif dan Penggunaan Radioisotop Terhadap Minat dan Sikap Siswa Kelas II SMA Negeri 1 Grinsing pada Mata Peajaran Kimia. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang: Program Studi Pendidikan Kimia, FMIPA Unnes. Binadja, Kurnia, Kustiono. 1998. Pengembangan Bahan Ajar. Semarang: FIP UNNES. Achmad. 2005. Pedoman Pengembangan Silabus Pembelajaran Berdasar Kurikulum 2004 Bervisi dan Berpendekatan SETS (Science, Environment, Technology, Society) atau (Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Sosial). Semarang: Laboratorium SETS Unnes Semarang. Bobbi DePorter, Mark Reardon, dan SarahSinger-Nourie. 2007. Quantu Teaching Mempraktikkan Quantum Learning di Kelas. Bandung : Penerbit Kaifa. Bobbi DePorter, Mark Reardon, dan SarahSinger-Nourie. 2008. Quantu Learning. Bandung : Penerbit Kaifa. Mulyani. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Sistem Penilaian Mata Pelajaran Kimia Kurikulum 2004 SMA. Jakarta: Depdiknas. Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 2008. Pengaruh Pembelajaran Kimia Dengan Pendekatan SETS Menggunakan Media CD Pembelajaran terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa SMA Negeri 14 Semarang. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang: Program Studi Pendidikan Kimia, FMIPA Unnes. Mulyasa, E. 2005. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta. McKeachie, W.J. 1994. Teaching Tips: Strategies, Research, and Theorities. Toronto: DC Heath and Company. Purwanti, Eko. 2010. Tips Pengembangan Media Pembelajaran. Presentasi dalam Kegiatan Workshop Pembuatan Video Pembelajaran Pusat Pengembangan Media Pendidikan Universitas Negeri Semarang tanggal 11-17 Mei 2010. Salirawati, Das. Fitria Mellina K. dan Jamil S. 2007. Belajar Kimia secara Menarik. Jakarta: PT Grasindo. Depdikbud. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Depdiknas. Setiawan. Quantum Learning. http://depdiknas.go.id/jurnal/34/e ditorial34 Diunduh tanggal 21 Agustus 2008. Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka. 36 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 PENGGUNAAN STRATEGI POE (PREDICT-OBSERVE-EXPLAIN) UNTUK MEMPERBAIKI MISKONSEPSI FISIKA Rina Ning Tyas1, Sukisno2, Mosik3 123 Pendidikan Fakultas MIPA, Universitas Negeri Semarang Kampus Sekaran, Semarang email: [email protected] Abstract Penyebab universal atas rendahnya mutu pendidikan IPA yang secara umum diterima oleh pendidik adalah adanya miskonsepsi dan kondisi pembelajaran yang kurang memperhatikan prakonsepsi peserta didik. Strategi POE (predict-observe-explain) digunakan untuk memperbaiki miskonsepsi fisika pada peserta didik. Pada kelompok eksperimen diterapkan pembelajaran dengan strategi POE sedangkan pada kelompok kontrol diterapkan pembelajaran konvensional dengan ceramah dan diskusi. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata miskonsepsi kelompok eksperimen lebih kecil dari rata-rata miskonsepsi kelompok kontrol. Hasil tersebut menunjukkan bahwa bahwa strategi POE (predict-observe-explain) dapat digunakan untuk memperbaiki miskonsepsi fisika. Kata kunci: Miskonsepsi fisika, Strategi, POE. PENDAHULUAN Sadia dalam Wilantara (2003:2) menyebutkan bahwa penyebab universal atas masih rendahnya mutu pendidikan IPA yang secara umum diterima oleh para pendidik IPA adalah adanya miskonsepsi dan kondisi pembelajaran yang kurang memperhatikan prakonsepsi yang dimiliki peserta didik. Menurut Howe dalam Sihite (2008) miskonsepsi pada peserta didik yang muncul secara terus menerus dapat mengganggu pembentukan konsepsi ilmiah, pembelajaran yang tidak memperhatikan miskonsepsi menyebabkan kesulitan belajar dan akhirnya akan bermuara pada rendahnya prestasi belajar. Prinsip utama dalam koreksi miskonsepsi adalah peserta didik diberi pengalaman belajar yang menunjukkan pertentangan konsep mereka dengan peristiwa alam, pertentangan pengalaman baru dengan konsep lama (prakonsep) akan menyebabkan koreksi konsepsi” (Berg 1991:6). Penerapan strategi pembelajaran yang memperhatikan prakonsepsi peserta didik dan memungkinkan terjadinya koreksi konsep diyakini dapat memperbaiki miskonsepsi yang terjadi. Strategi POE secara khusus melibatkan peserta didik dalam suatu situasi/masalah, peserta didik harus memberikan dugaan tentang suatu peristiwa fisika sehingga prakonsepsi peserta didik dapat diketahui. Kemudian peserta didik melakukan penyelidikan atas dugaannya, jika dugaannya berbeda dengan apa yang diamati, terjadi konflik antara prediksi dan observasi, maka peserta didik mengalami perubahan konsep dari yang tidak benar menjadi benar. POE merupakan sebuah strategi yang sesui digunakan dalam pembelajaran IPA. Strategi ini dapat digunakan untuk mengetahui prakonsepsi peserta didik, memberikan informasi tentang pemikiran peserta didik, dan memotivasi peserta didik untuk menggali konsep (Palmer 1996). Pembelajaran dengan POE menggunakan tiga langkah utama dari metode ilmiah yaitu memprediksi, meneliti, dan menjelaskan. Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui bahwa strategi POE (predict-observe-explain) dapat digunakan untuk memperbaiki miskonsepsi fisika pada sub pokok bahasan tekanan zat cair bagi peserta didik kelas VIII SMP N 1 Wonotunggal. Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 37 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 Berdasarkan hasil t-test didapatkan 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka Ho penelitian diterima dan Ha ditolak. Rata-rata miskonsepsi kelompok eksperimen yang mendapat perlakuan dengan strategi POE lebih kecil dari rata-rata miskonsepsi kelompok control yang mendapat perlakuan dengan pembelajaran konvensional. Sehingga dapat disimpulkan bahwa strategi POE dapat digunakan untuk memperbaiki miskonsepsi fisika pada sub pokok bahasan tekanan zat cair bagi peserta didik kelas VIII SMP N 1 Wonotunggal. Analisis Per Item Data Tes Analisis per item soal data hasil tes dilakukan dengan menganalisis tiap item soal dari hasil tes diagnostik miskonsepsi yang terdiri dari 20 soal. Dari tiap item soal, jawaban peserta didik dianalisis menurut derajat pemahaman yang dikelompokkan oleh Abraham (1992) yaitu tidak memahami, miskonsepsi, dan memahami. Berikut gambaran derajat pemahaman untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. METODE Populasi penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VIII SMP N 1 Wonotunggal sedangkan sampelnya adalah kelas VIII A sebagai kelompok eksperimen dan kelas VIII E sebagai kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen diterapkan pembelajaran dengan strategi POE sedangkan pada kelompok kontrol diterapkan pembelajaran konvensional dengan ceramah dan diskusi. Sebelum penelitian, dilakukan uji kesamaan dua varians menggunakan nilai IPA semester 1 untuk mengetahui bahwa kedua kelompok berasal dari kodisi awal yang sama. Setelah kegiatan pembelajaran selesai diberikan tes berupa tes diagnostik miskonsepsi. Hasil tes pada kedua kelompok dibandingkan untuk mengetahui rata-rata miskonsepsi pada masing-masing kelompok. Data yang diperoleh dianalisis berdasarkan analisis skor miskonsepsi peserta didik dan berdasarkan analisis per item soal tes. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Skor Miskonsepsi Peserta Didik Dibawah ini disajikan grafik skor miskonsepsi untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. 50 40 16 30 14 12 20 10 10 8 KELOMPOK EKSPERIMEN 6 0 TIDAK MISKONSEPSI MEMAHAMI MEMAHAMI KELOMPOK KONTROL 4 2 10 20 30 40 50 Gambar 1. Grafik skor miskonsepsi peserta didik Dari grafik di atas tampak bahwa rata-rata skor miskonsepsi kelompok eksperimen lebih rendah dibanding kelompok kontrol. Skor miskonsepsi ini digunakan untuk menjawab hipotesis penelitian, yaitu apakah rata-rata miskonsepsi kelompok eksperimen lebih kecil atau lebih besar dibanding kelompok kontrol. Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang KELOMPOK KONTROL Gambar 2. Grafik rata-rata prosentase derajat pemahaman Dari grafik dapat diketahui bahwa rata-rata derajat pemahaman peserta didik untuk kategori tidak memahami konsep dan miskonsepsi kelompok kontrol lebih tinggi dibanding kelompok eksperimen, sedangkan untuk kategori memahami konsep kelompok eksperimen lebih tinggi dibanding kelompok kontrol. Hasil penelitian tidak menyimpang dari beberapa penelitian pendukung yang ada. Hasil penelitian Liew (1995) dalam Australian Science Teacher Journal dengan 0 0 KELOMPOK EKSPERIMEN 38 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 judul A Predict-Observe-Explain Teaching Squence for Learning about Students Understanding of Heat and Expansion of Liquids, dari data yang diperoleh disimpulkan bahwa POE menciptakan kesempatan bagi beberapa peserta didik untuk mengkontruksikan kembali konsepsi yang salah sebagai hasil ketidaksesuaian atau perbedaan antara dugaan dan hasil observasi. Pembelajaran dengan strategi POE juga menimbulkan kesan yang lebih mendalam kepada peserta didik sehingga konsep yang disampaikan dapat lebih berkesan dibanding pembelajaran konvensional. Kim (2008) dalam penelitian berjudul Keberkesanan Penggunaan Strategi Predict-Observe-Explain ke Atas Kerangka Alternatif Pelajar dalam Tajuk Daya Apung menemukan bahwa strategi POE yang digunakan dalam pembelajaran dapat mengubah kerangka alternatif peserta didik dan menimbulkan sikap positif terhadap pembelajaran sains. Pembelajaran dengan strategi POE secara khusus melibatkan peserta didik dalam suatu situasi/masalah, peserta didik harus memberikan dugaan tentang suatu peristiwa fisika yang akan didemonstrasikan sehingga prakonsepsi peserta didik dapat diketahui. Kemudian peserta didik melakukan penyelidikan atas dugaannya, dugaan peserta didik yang berbeda dengan apa yang diamati menyebabkan terjadi konflik antara prediksi dan observasi, maka peserta didik mengalami perubahan konsep dari yang tidak benar menjadi benar. Strategi pembelajaran tersebut sesuai dengan langkah kedua yang dirumuskan oleh Berg sebagai cara mengatasi miskonsepsi yaitu merancang pengalaman belajar yang bertolak dari prakonsepsi dan menghaluskan bagian yang sudah baik dan mengoreksi bagian konsep yang salah dimana prinsip utama koreksi miskonsepsi adalah peserta didik diberi pengalaman belajar yang menunjukkan pertentangan antara konsep mereka dengan peristiwa alam. Pembelajaran yang dilaksanakan pada kelompok eksperimen adalah pembelajaran fisika menggunakan strategi POE. Dalam menanamkan konsep kepada peserta didik, guru mengadakan kegiatan demonstrasi. Kegiatan demonstrasi Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang dilakukan menggunakan media LKS yang disusun dengan tiga kegiatan utama yaitu predict, observe, dan explain. Sebelum demonstrasi dilakukan guru mengarahkan peserta didik memberikan dugaan atas hasil demonstrasi, kegiatan ini dilakukan untuk menggali prakonsepsi peserta didik. Proses penggalian prakonsepsi ini dianggap penting sebagai salah satu cara dalam mengatasi miskonsepsi. Berg (1991:6) merumuskan langkah pertama dalam mengatasi miskonsepsi adalah mendeteksi prakonsepsi peserta didik. White & Gustone dalam Hsu (2003) menyebutkan bahwa POE merupakan sebuah strategi yang efisien untuk mengetahui prakonsepsi peserta didik serta mendiskusikan prakonsepsi tersebut. Strategi POE dalam pembelajaran fisika dapat dilakukan melalui hands on activities, demonstrasi atau praktikum. Dalam penelitian ini strategi POE dilaksanakan melalui metode demonstrasi. Selanjutnya peserta didik membandingkan antara dugaan dengan hasil demonstrasi, guru memberi kesempatan kepada peserta didik mengungkapkan hasil perbandingan tersebut melalui tanya jawab dan diskusi kelas. Kegiatan tanya jawab dan diskusi ini menimbulkan terjadi interaksi di dalam proses pembelajaran. Kegiatan tanya jawab, latihan pertanyaan, dan latihan menjelaskan konsep oleh peserta didik menimbulkan interaksi, dimana interaksi merupakan kunci untuk perbaikan miskonsepsi (Berg 1991:6). Bila terdapat perbedaan antara konsepsi yang salah dengan konsep yang benar maka terjadi koreksi konsep. Prinsip utama dalam koreksi miskonsepsi adalah peserta didik diberi pengalaman belajar yang menunjukkan pertentangan konsep mereka dengan peristiwa alam, pertentangan pengalaman baru dengan konsep lama (Berg 1991:6). Koreksi konsep ini menjadikan miskonsepsi dapat diperbaiki. Pada akhir pembelajaran guru juga memberikan soalsoal konsep sebagai tugas yang dimaksudkan untuk mengetahui miskonsepsi yang mungkin masih terjadi dan memperhalus konsep-konsep yang sudah benar sehingga tidak terjadi miskonsepsi lagi. Pembelajaran yang dilaksanakan pada kelompok kontrol adalah pembelajaran konvensional yang biasa dilakukan sesuai 39 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 RPP guru mata pelajaran fisika. Materi, jam pelajaran dan buku yang digunakan tidak berbeda dengan kelompok eksperimen. Guru menggunakan metode ceramah dan diskusi dalam pembelajaran konvensional. Pada kegiatan inti penyajian konsep dengan ceramah dan diskusi. Pembelajaran diakhiri dengan memberikan soal latihan kemudian guru dan peserta didik melakukan diskusi membahas soal yang diberikan. Kelemahan pembelajaran konvensional dibanding pembelajaran dengan strategi POE adalah tidak adanya kegiatan penggalian prakonsepsi dan koreksi konsep sehingga rata-rata miskonsepsi kelompok kontrol lebih besar dari kelompok eksperimen. Meskipun hasil analisis didapatkan bahwa strategi POE efektif memperbaiki miskonsepsi peserta didik tetapi dalam penelitian ini masih terdapat miskonsepsi yang terjadi pada peserta didik di kelompok eksperimen. Hal ini antara lain karena miskonsepsi pada peserta didik sulit sekali diperbaiki seperti ungkapan Berg sebagai salah satu ciri miskonsepsi. Rata-rata miskonsepsi pada kelompok eksperimen yang menggunakan strategi POE sebesar 40,24 %, lebih kecil dibanding kelompok kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional sebesar 47,56 %. Seperti yang telah disebutkan Berg bahwa miskonsepsi sulit untuk diperbaiki, sehingga masih terdapat beberapa konsep yang sulit dipahami peserta didik. Miskonsepsi terjadi pada hampir semua konsep pada sub pokok bahasan tekanan zat cair. Miskonsepsi peserta didik pada konsep tekanan hidrostatis antara lain (a) peserta didik menganggap bahwa tekanan pada zat cair tidak dipengaruhi massa jenisnya, (b) tekanan pada zat cair dipengaruhi luas permukaan, (c) tekanan zat cair berbanding terbalik dengan kedalaman, tekanan dipengaruhi besar energi. Miskonsepsi peserta didik pada konsep bejana berhubungan antara lain (a) peserta didik menganggap bahwa tekanan zat cair dalam bejana berhubungan dipengaruhi luas penampang pipa, (b) tekanan zat cair dalam bejana berhubungan dipengaruhi volume zat cair, (c) tekanan zat cair dalam bejana Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang berhubungan besarnya sama tidak tergantung kedalaman. Miskonsepsi peserta didik pada konsep hukum pascal antara lain peserta didik menganggap bahwa gaya yang bekerja pada dua sisi bejana berhubungan yang tertutup sama karena tekanannya sama, tidak tergantung luas penampang. Miskonsepsi peserta didik pada konsep hukum archimedes antara lain (a) peserta didik menganggap bahwa beban di dalam zat cair lebih ringan karena massa jenis sebuah benda berbeda ketika di udara dan di dalam air, (b) berat benda dalam zat cair tidak dipengaruhi massa jenis zat cair, (c) berat benda berbanding lurus dengan massa jenisnya, (d) volume zat cair yang dipindahkan tidak mempengaruhi besarnya gaya apung. Miskonsepsi peserta didik pada konsep terapung, melayang, dan tenggelam antara lain (a) peserta didik menganggap bahwa benda berongga selalu terapung di dalam air, (b) benda yang terbuat dari bahan sama akan selalu sama bila dimasukkan dalam air, benda yang lebih berat dan lebih besar selalu tenggelam dalam air, (c) benda yang terbuat dari logam selalu tenggelam, (d) volume air mempengaruhi terapung, melayang, atau tenggelamnya benda. Hasil-hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Wilantara (2003) dimana ditemukan miskonsepsimiskonsepsi peserta didik yang berkaitan dengan konsep tekanan zat cair antara lain (a) melayang, tenggelam dan terapung suatu benda dipengaruhi oleh berat benda, benda yang berat pasti akan tenggelam, (b) tekanan pada zat cair bersifat seragam semua tempat memiliki tekanan yang sama besar, (c) tekanan zat cair terbesar berada pada permukaan atas karena pada tempat tersebut energi potensialnya maksimum, (d) gaya apung (Archimedes) dipengaruhi oleh besarnya volume zat cair, (e) pada piston alat pengangkat mobil, luas penampang yang kecil akan menghasilkan tekanan zat cair yang besar, tekanan ini dianggap sama seperti tekanan pada zat padat. 40 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 SIMPULAN Strategi POE dapat digunakan untuk memperbaiki miskonsepsi Fisika pada sub pokok bahasan tekanan zat cair bagi peserta didik kelas VIII SMP N 1 Wonotunggal. DAFTAR PUSTAKA Abraham, dkk. 1992. Understanding and Misunderstanding of Eight Gradient of Five Chemistry Concept Found in Text Book. Journal of Research in Science Teaching. 29/2: 105-120. Berg, Euwe Van Den. 1991. Miskonsepsi Fisika dan Remidiasi. Salatiga: Universitas Satya Wacana (UKSW). Hsu, Liang Rong. 2003. Using The PredictObserve-Explain Strategy to Explore Students‟ Alternative Conceptions of Combustibility. Department of Natural Science Education, Natural Taichung Teacher College. Kim, Wong Teck. 2008. Keberkesanan Penggunaan Strategi PredictObserve-Explain ke Atas Kerangka Alternatif Pelajar dalam Tajuk Daya Apung. Malaysia: UTM. Available at www.ePusatSumber, Fakulti Pendidikan UTM.mht [accessed 10/2/10] Liew, Chong Wang. 1995 A PredictObserve-Explain Teaching Squence for Learning about Students Understanding of Heat and Expansion of Liquids. Australian Science Teacher Journal. 41/0045855. Palmer, David. 1996. Assesing Students Using The „POE‟. Australian Primary & Junior Science Journal. 12/3. Sihite, Alex. 2008. Penggunaan Model Pembelajaran Kontruktivisme dalam Meminimalkan Miskonsepsi Siswa untuk Mata Pelajaran Fisika. Available at http://media.diknas.go.id/media/docu ment/5591.pdf) Wilantara, I Putu Eka. 2003. Implementasi Model Belajar Konstruktivis dalam Pembelajaran Fisika untuk Mengubah Miskonsepsi Ditinjau dari Penalaran Formal Siswa. Singaraja: IKIP. Available at http://203.130.198.30//detail.php?id=2 54 Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 41 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 PENGARUH PEDOMAN KEGIATAN BERVISI-SETS PRAKTIKUM KIMIA FISIKA TERHADAP KINERJA CALON GURU KIMIA 1 Fitria Fatichatul Hidayah1 Pendidikan Kimia, FIMPA, Universitas Muhammadiyah Semarang email: [email protected] Abstrak Kompetensi yang harus dimiliki calon guru kimia yaitu meningkatkan pembelajaran kimia di laboratorium dan lapangan, merancang eksperimen untuk keperluan penelitian, melaksanakan eksperimen dengan cara yang benar. Untuk mencapai kompetensi calon guru kimia, peneliti ingin meningkatkan kinerja calon guru pada matakuliah praktikum kimia fisika dengan menerapkan pedoman kegiatan bervisi SETS. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja mahasiswa dalam melaksanakan praktikum dengan menggunakan pedoman kegiatan bervisi-SETS. Penelitian menggunakan metode kuasi eksperimen dan desain pre-test post-test menggunakan subyek 21 mahasiswa. Instrumen yang digunakan berupa angket dan lembar observasi. Kinerja tersebut dijaring melalui obervasi dan rubrik selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Hasil kinerja mahasiswa dalam melaksanakan praktikum menunjukkan adanya peningkatan pada kategori sangat tinggi. Kata Kunci: Pedoman Kegiatan, SETS, Praktikum, Kinerja, Calon Guru PENDAHULUAN memberi efek terhadap hasil belajar peserta didik”. Selain itu, pada pendekatan bervsis SETS menggunakan alat evaluasi belajar berbentuk pembuatan peper, artikel, proposal kegiatan sains, kegiatan eksperimen dan pengembangan konsep dalam teknologi sederhana. Penilaian menurut Binadja (2006c) didasarkan pada kejelasan pada keterkaitan secara jelas antara informasi pada masingmasing unsur SETS yang dikembangkan oleh mahasisiwa. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mencapai Standar Kompetensi Guru dalam menerapkan hukum – hukum kimia dengan teknologi dalam kehidupan sehari-hari adalah SETS (Science, Environment, Technology, and Society). Pendekatan SETS diharapkan dapat mempermudah mahasiswa dalam memahami materi pelajaran, sehingga mahasiswa dapat mencapai pemahaman yang kompeten, membantu mahasiswa untuk memiliki kemampuan memandang sesuatu secara intregatif dengan memperhatikan keempat unsur SETS (Binadja, 2002b). Peran mahasiswa dalam pembelajaran SETS antara lain: berusaha untuk selalu berwawasan SETS dalam belajar, berfikir dan bertindak; berpartisipasi aktif dalam kegiatan berwawasan SETS; berfikir tentang cara memanfaatkan pengetahuan yang diperoleh melaui jalur SETS; selalu memiliki pikiran alternatif, produktif dan berwawasan SETS; menerima masukan positif untuk meningkatkan kualitas belajar dan pembinaan karier berkenaan dengan bidang yang dipelajari. Hasil penelitian yang dilakukan Yoruk (2009) menyimpulkan bahwa “Pendidikan kimia bervisi-SETS akan mengarahkan peserta didik untuk memilih bidang karir masa depan dan Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang Binadja (1999a) menyatakan bahwa pengajaran SETS (Science, Environment, Technology, and Society) dapat membuat mahasiswa melakukan penyelidikan untuk mendapatkan pengetahuan yang berkaitan dengan sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat yang saling berintegrasi. Kegiatan labalatorium dapat membangkitkan minat belajar dan memberikan bukti-bukti bagi kebenaran teori atau konsep-konsep yang telah dipelajari mahasiswa sehingga teori atau konsep tersebut menjadi lebih bermakna pada struktur kognitif mahasiswa (Winataputra, 1993; Johnstone dan A. Al- Shuaili,1999). Praktikum membuat mahasiswa lebih dapat memperkaya pengalaman, mengembangkan sikap ilmiah, serta hasil belajar akan bertahan lebih lama dalam ingatan mahasiswa (Rustaman, N, 2003). 42 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 dilaksanakan mulai bulan Februari – Juni 2013. Tempat penelitian di laboratorium kimia fisika Jurusan Tadris Kimia Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Observasi dilaksanakan selama penerapan pedoman kegiatan bervisi-SETS praktikum Kimia Fisika untuk memperoleh data kinerja mahasiswa. Subyek penelitian adalah mahasiswa semester IV matakuliah Praktikum Kimia Fisika di Jurusan Tadris Kimia IAIN Walisongo sebanyak 21 mahasiswa. Instrumen yang digunakan berupa angket dan lembar observasi. Angket dan lembar observasi diberikan sebelum dan sesudah penggunaan pedoman kegiatan bervisi-SETS sehingga diperoleh data hasil respon dan observasi langsung, selanjutnya dianalisis secara disktriptif. Kegiatan praktikum lebih efektif karena mahasiswa dilibatkan dalam aktivitas praktikum dan mengambil peran aktif dalam pembelajaran. Melalui kegiatan praktikum, mahasiswa dapat mempelajari fakta, gejala, merumuskan konsep, prinsip, hukum dan sebagainya. Kegiatan praktikum bertujuan untuk memperoleh pengetahuan yang bersifat kognitif, untuk memperoleh keterampilan, dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan tersebut pada situasi baru, serta memperoleh sikap ilmiah dari laboratorium atau lingkungan. Pendidikan lingkungan yang dimaksudkan untuk meningkatkan nilai-nilai, etika, tindakan, dan kemampuan memecahkan masalah (Spork, 1992). Pendidikan lingkungan untuk setiap tingkat pendidikan mungkin merupakan cara yang tepat untuk membantu kita menghadapi masalah lingkungan (UNESCO-UNEP, 1995). HASIL DAN PENELITIAN Tahap penelitian dilaksanakan dengan observasi langsung. Hal ini diharapkan dapat mengetahui secara langsung kegiatan praktikum yang dilaksanakan oleh mahasiswa. Observasi langsung dilaksanakan dengan lembar observasi dan angket. Berdasarkan hasil observasi awal kinerja mahasiswa diperoleh rendahnya kinerja mahasiswa (penggunaan alat dan bahan, desain praktikum, interpretasi data, serta pemahaman konsep). Dari hasil analisis angket diperoleh temuan bahwa kemampuan mahasiswa dalam menghubungkaitkan antara konsep Sains dengan unsur lingkungan, teknologi, masyarakat serta aplikasi dalam kehidupan sehari-hari sangat rendah. Pengamatan kinerja dalam proses praktikum dilaksanakan oleh asisten praktikum, setiap kelompok diamati oleh satu observer. Terdapat 4 aspek psikomotorik yang digunakan untuk menilai keterampilan ilmiah mahasiswa yaitu: keterampilan menggunakan alat dan bahan; keterampilan mengamati; keterampilan menafsirkan pengamatan; keterampilan menerapkan konsep. Aspek keterampilan proses dianalisis secara deskriptif, bertujuan untuk mengetahui aspek mana yang dimiliki mahasiswa untuk dibina dan dikembangkan. Ada tiga percobaan yaitu persamaan Nernst memiliki 4 aspek penilaian dalam 35 item, pengolahan Bitterns melalui elektrolisis memiliki 4 aspek penilaian dalam 30 item, dan elektroplating memiliki 4 aspek penilaian dalam 20 item. Pada Tabel.1 Berdasarkan hasil observasi terhadap mahasiswa Jurusan Kimia Fakultas Tadris Kimia IAIN Walisongo Semarang diperoleh rendahnya kinerja mahasiswa meliputi: keterampilan menggunakan alat dan bahan, keterampilan mengamati, keterampilan menafsirkan pengamatan, keterampilan menerapkan konsep. Hasil observasi sebesar 20/37 pada materi Adsorbsi Isotermis. Rendahnya keterampilan penggunaan alat dan bahan juga tampak ketika pelaksanaan pengenceran, mahasiswa menggunakan gelas beker bukan labu takar, pengambilan larutan induk untuk proses pengenceran menggunakan gelas ukur bukan pipet volum. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pedoman kegiatan bervisi-SETS terhadap kinerja calon guru pada mata kuliah praktikum kimia fisika. Manfaat dari penelitian ini adalah mahasiswa mampu melaksanakan praktikum dengan baik dan benar, dan dapat menghubungkaitkan antara sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat, sehingga mahasiswa memiliki pola berfikir aktif, terintegrasi, kritis, kreatif dan membentuk sikap peduli terhadap lingkungan serta sikap ilmiah yang tinggi. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen atau kuantitatif dan desain pretest-postest. Penelitian Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 43 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 disajikan analisis kinerja tiap aspek dalam tiap percobaan. Tabel. 1. Analisis kinerja selama proses praktikum berlangsung Indikator Kinerja Keterampilan Menggunakan Alat dan Bahan Keterampilan Mengamati Keterampilan Menafsirkan Pengamatan Keterampilan Menerapkan Konsep Total Pengamatan Kategori I 15/19 Percobaan II III 15/16 8/8 3/7 4/4 2/2 3/5 6/7 7/7 3/4 3/3 3/3 24/35 Tinggi 28/30 Sangat tinggi 20/20 Sangat tinggi Dari hasil analisis, dapat dilihat bahwa rata-rata nilai kinerja tiap percobaan mencapai nilai kategori tinggi menuju sangat tinggi. Oleh karena itu telah terjadi peningkatan kinerja mahasiswa setelah penelitian. Hasil kinerja mahasiswa dalam melaksanakan praktikum menunjukkan adanya peningkatan pada kategori sangat tinggi. Pada percobaan pertama, mahasiswa masih belum biasa menggunakan alat berupa multimeter serta baru mengetahui tentang media agar-agar dalam jembatan garam sehingga terlihat belum percaya diri tampak pada hasil analisis kinerja menggunakan alat dan bahan tergolong lebih rendah dibandingkan dengan percobaan dua dan tiga yaitu 15/19. Selanjutnya terjadi peningkatan menjadi 15/16 dan pada proses pengamatan dan hasil penafsiran pengamatan menghasilkan skor kinerja secara kseluruhan memiliki kategori tinggi. Hal ini dikarenakan pembelajaran menggunakan pedoman kegiatan bervisi-SETS melatih mahasiswa dalam merencanakan penelitian untuk mendapatkan bukti dalam merespon pertanyaan, melakukan percobaan, mengkomunikasikan prosedur dan penjelasan ilmiah, membuat hubungan antar variabel, menjelaskan penyebab dari perisitiwa yang terjadi, menghubungkan kejadian atau peristiwa yang ada di sekitar mahasiswa dengan konsep yang telah diterima dalam proses pembelajaran, dan menjadikan hasil praktikum sebagai sumber ajar. Dengan pembelajaran ini, para mahasiswa menjadi Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 44 lebih terbiasa dalam melaksanakan kegiatan yang melatih keterampilan, sehingga keterampilan proses sains dan hasil belajar mahasiswa secara tidak langsung menjadi lebih baik. Di samping itu, setelah mencermati hasil penelitian dan pembahasan secara kuantitas, kualitas dan waktu pembelajaran, penggunaan pedoman kegiatan bervisi-SETS dalam pembelajaran materi elektrokimia telah berhasil menumbuhkan rasa tertarik mahasiswa pada pembelajaran kimia fisika, mengembangkan rasa percaya diri mahasiswa untuk mampu memecahkan permasalahan yang ada, meningkatkan rasa tanggung jawab mahasiswa terhadap kelompoknya, serta mampu menumbuhkan rasa tertarik mahasiswa untuk lebih peduli kepada penerapan konsep elektrokimia dalam kehidupan sehari-hari. Partisipasi mahasiswa dalam kelompok dirasakan juga lebih meningkat dibandingkan pada pembelajaran konvensional. Hal ini dikarenakan pembelajaran menggunakan pedoman kegiatan bervisi-SETS dilaksanakan melalui pendekatan inkuiri porsi pembimbingan rendah, serta diskusi aplikatif dan kegiatan praktikum yang dilaksanakan oleh siswa secara berkelompok. Pada kegiatan inkuiri porsi terbimbing rendah mahasiswa dilatuh untuk mandiri dan mencari informasi dari luar kemudian disahkan oleh dosen. Kemandirian ini menjadikan kuatnya solidaritas kelompok dengan pembagian tugas masing-masing, mulai rangkaian alat, bon bahan dan alat. Pada pendekatan diskusi analisis SETS mahasiswa dilatih untuk berbagi tugas dengan anggota kelompok lain dalam menyelesaikan tugas kelompok, membantu kesulitan mahasiswa lain dalam penyelesaian tugas, dan mahasiswa menyampaikan hasil diskusi dan memberikan tanggapan atas pertanyaan yang disampaikan oleh mahasiswa dalam kelompok lain. Mahasiswa lebih mencintai pembelajaran kimia fisika, sehingga asumsi bahwa kimia fisika sulit dan hanya berhubungan dengan rumus dapat dihilangkan. Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian Haryadi (2003) menyatakan bahwa pembelajaran bervisi SETS dapat meningkatkan prestasi, minat dan motivasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan pembelajaran konvensional. Menurut Indihartati (2008) dan Baiti (2010) bahwa VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 Haryadi. 2003. “Tingkat Perbedaan Minat Minai Motivasi dan Prestasi penerapan lembar kegiatan siswa bervisi SETS terbukti dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar fisika siswa dari pada siswa yang diajar dengan lembar kerja konvensional. SIMPULAN DAN SARAN Belajar Mengenai Pembelajaran Fisika Pokok Bahasan Optika Geometric Berwawasan SETS dengan Pembelajaran Konvensional”. Tesis. Semarang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang. Indihartati, Sri. 2008. “Pengaruh Penerapan Lembar Kegiatan Siswa Bervisi SETS Pada Aktivitas Dan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA 2 Ungaran”. Tesis. Universitas Negeri Semarang. Johnstone dan A. Al-Shuaili, 2009. “Learning in the laboratory; some thoughts from the literature University Chemistry Education”. The Higher Education chemistry journal of the Royal Society of Chemistry. November 2001 Volume 5, Issue No 2 ISSN 13695614 Pages 42 – 91.[Akses tanggal 20 September 2012]. Spork, H. 1992. “Environmental education: A mismatch between theory and practice”. Australian Journal of Environmental Education. 8: 147166. [Akses tanggal 10 Desember 2012]. UNESCO-UNEP. 1995. Social development: For the people and the environment. Connect. Winataputra dan Udin, S. 1993. Strategi Belajar Mengajar IPA. Jakarta : Universitas Terbuka. Yoruk, N. et al. 2009. “The effect of science, technology, society and environment (STSE) education on students‟ career planning”. Education Review. Di akses pada tanggal 2 September 2012 Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pedoman kegiatan bervisiSETS mampu meningkatkan kinerja calon guru (keterampilan menggunakan alat dan bahan, keterampilan mengamati, keterampilan menafsirkan pengamatan, keterampilan menerapkan konsep) sebesar 20/37 menjadi 20/20. Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah: (1) Penggunaan pedoman kegiatan bervisi-SETS sebaiknya diterapkan pada praktikum kimia lain; (2) Pemilihan materi praktikum bersifat aplikatif dan menghubungkaitkan unsur SETS sehingga lebih bermakna dan berdaya guna tinggi; DAFTAR Pustaka Baiti, I.F. 2010. “Implementasi Interactive Compentesatory Model of Learning Berpendekatan SETS Materi Reaksi Redoks Kelas X Untuk Meningkatkan Kreativitas dan Prestasi Belajar Siswa”. Tesis. Semarang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang. Binadja, A. 1999a. Hakekat dan Tujuan Pendidikan SETS dalam Konteks Kehidupan dan Pendidikan Yang Ada. Makalah Seminar Lokakarya pendidikan SETS. SEAMEO RECSAM dan UNNES Semarang. ------------. 2002b. SETS (Science, Environment, Technology, and Society) dan Pembelajaran. Semarang: PPS UNNES. --------------. 2006c. Pedoman Praktis Pengembangan Bahan Ajar Pembelajaran Berdasar KBK Bervisi dan Berpendekatan SETS. Bahan Pembelajaran Penerbitan Khusus Media MIPA UNNES. Semarang: Laboratorium SETS UNNES. Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 45 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN POE (PREDICT-OBSERVE-EXPLAIN) BERVISI SETS POKOK BAHASAN REAKSI REDOKS 123 Andari Puji Astuti1, Subiyanto2, Ahmad Binadja3 Pendidikan Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Semarang email: [email protected] Abstrak Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah adakah pengaruh penggunaan pendekatan POE pada pokok bahasan reaksi redoks bervisi SETS, terhadap hasil belajar siswa SMA Negeri 1 Salatiga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh penggunaan pendekatan POE pada pokok bahasan reaksi redoks bervisi SETS, terhadap hasil belajar siswa SMA Negeri 1 Salatiga. Populasi pada penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Negeri 1 Salatiga tahun pelajaran 2008/2009. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X-5 sebagai kelas eksperimen dan kelas X-1 sebagai kelas kontrol. Teknik pemilihannya dengan cluster random sampling. Metode yang digunakan dalam pengambilan data adalah dokumentasi dan tes. Hasil penelitian diperoleh ratarata hasil belajar kelas eksperimen 88, sedangkan kelas kontrol 81. Untuk aspek psikomotorik ratarata nilai siswa sebesar 96 dan afektif sebesar 85. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan pendekatan POE bervisi SETS berpengaruh terhadap hasil belajar kimia siswa. Kata Kunci : Pendekatan POE, Visi SETS, Hasil Belajar PENDAHULUAN Tujuan pengajaran kimia ialah memperoleh pemahaman yang tahan lama perihal berbagai fakta, kemampuan mengenal dan memecahkan masalah, mempunyai keterampilan dalam menggunakan laboratorium, serta mempunyai sikap ilmiah yang dapat ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari (Sastrawijaya 1988:113). Semua ini harus diperoleh dalam waktu yang terbatas, dengan jumlah alat dan bahan yang tersedia, dan tenaga pengajar yang terbatas jumlah serta kemampuannya. Pada dasarnya sama dengan ilmu pengetahuan lain yang juga diberikan, kimia dapat membantu siswa dalam menghadapi kesulitan dan tantangan hidup yang semakin kompleks. Kenyataan yang ada di lapangan masih jauh dari yang diharapkan, kimia masih dianggap sebagai salah satu mapel yang menakutkan, sulit, kurang mudah dipelajari dan dipahami oleh siswa serta tidak berguna bagi mereka dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Redhana dalam Purwaningsih (2005), hal ini dibuktikan dengan keadaan dimana siswa ketika sudah tamat dari SMA, kebanyakan dari mereka tidak dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari walaupun siswa Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 46 tersebut telah menyelesaikan pendidikan SMAnya dengan nilai yang baik. Keadaan ini diungkapkan Redhana, tidak terlepas dari pembelajaran oleh guru yang selama ini lebih banyak memberi ceramah dan latihan mengerjakan soal-soal dengan cepat tanpa memahami konsep secara mendalam, karena guru dibebani target kurikulum padat yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu. Keadaan ini menyebabkan siswa kurang terlatih untuk mengembangkan daya nalarnya untuk mengaplikasikan konsep-konsep yang dipelajarinya dalam memecahkan permasalahan yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Para ahli pembelajaran telah menyarankan penggunaan paradigma pembelajaran konstruktivistik untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar. Kondisi belajar dimana siswa hanya menerima materi dari pengajar, mencatat, dan menghafalkannya harus diubah menjadi berbagi pengetahuan, mencari (inkuiri), menemukan pengetahuan secara aktif sehingga terjadi peningkatan pemahaman (bukan ingatan). Untuk mencapai tujuan tersebut, pengajar dapat menggunakan pendekatan, VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 strategi, model, atau metode pembelajaran inovatif. Pendekatan pembelajaran POE (Predict-Observe-Explain) merupakan suatu cara mengolah materi IPA dengan rumusan pertanyaan dari guru sehingga siswa melakukan prediksi, melakukan pengamatan/percobaan untuk menjawab pertanyaan tersebut, kemudian menjelaskan hasil pengamatan/percobaan terkait dengan prediksi yang mereka buat sebelumnya. Rustanto dalam Nawangsari (2005) menyatakan pendekatan POE menantang siswa untuk berpikir dan memberikan kepuasan tertentu apabila prediksi siswa ternyata sesuai dengan hasil pengamatan. Penelitian dari Raminah (2008) menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan POE mampu meningkatkan ketuntasan belajar secara klasikal yaitu sebesar 89 % dengan rata- rata nilai 74. SETS (Science, Environment, Technology, Society) merupakan visi baru dalam dunia pendidikan, dengan visi ini siswa tidak hanya mengkaji suatu materi dari sisi ilmu pengetahuan saja tetapi juga pengaruhnya bagi lingkungan, kehidupan sosial manusia, dan penerapannya dalam bidang teknologi. Penggunaan SETS terbukti efektif dalam pembelajaran, terbukti dari penelitian yang dilakukan Ni‟mah (2004) di SMK N 3 Purworejo menunjukkan hasil belajar kimia siswa kelompok eksperimen menggunakan SETS mendapatkan rata-rata 8,23 sedangkan kelas tanpa SETS 6,72. Penelitian lain yang dilakukan Purwaningsih (2005) di SMA Muhammadiyah 1 Semarang terjadi peningkatan hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan SETS dari rata-rata hasil belajar 6,79 menjadi 7,07. SMA Negeri 1 Salatiga merupakan salah satu SMA di kota Salatiga yang telah menerapkan KTSP dan merupakan salah satu rintisan sekolah bertaraf internasional memiliki input siswa yang baik. Pembelajaran kimia, yang dilakukan selama ini masih kurang memberi penekanan pada aspek aplikasi, analisis, evaluasi dan sintesis yang merupakan ciri dari kemampuan kritis-kreatif, untuk itulah diperlukan adanya pendekatan alternatif yang dapat digunakan di dalam dan di luar kelas, memiliki daya tarik yang cukup tinggi, sesuai dengan materi yang disampaikan, dan mampu meningkatkan kemampuan kritis-kreatif siswa. Berdasarkan uraian tersebut, penulis berusaha memberikan Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang alternatif solusi dalam meningkatkan hasil belajar siswa SMA N 1 Salatiga yaitu melalui pendekatan POE. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan jenis quasi eksperimen. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Maret- Mei tahun 2009. Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Salatiga tahun ajaran 2008/2009 yang berjumlah 362 siswa. Berikut ini adalah tabel jumlah populasi kelas X SMA N 1 Salatiga. Penentuan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik cluster random sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas X-5 sebagai kelas eksperimen dan kelas X-1 sebagai kelas kontrol. Metode pengumpulan data dilakukan dengan empat cara, yaitu metode dokumentasi untuk mendapatkan data awal berupa nama dan hasil ulangan semester, metode tes untuk mendapatkan hasil belajar kognitif siswa, metode observasi untuk mendapatkan data nilai psikomotorik dan nilai afektif, dan metode angket untuk mengetahui pendapat siswa tentang pelaksanaan pembelajaran. Instrumen dalam penelitian ini terdiri atas silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, lembar observasi afektif dan psikomotorik, bahan ajar atau materi ajar, lembar kerja siswa, soal post test yang validitasnya didapatkan dari pakar (expert validity), dan soal-soal post test validitas didapatkan dari perhitungan setelah dilakukan uji coba pada siswa kelas XII-IPA 4. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah control group pre testpost test design. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Tahap Awal Analisis tahap awal digunakan data nilai ujian akhir semester. Analisis tahap awal meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Perhitungan hasil uji normalitas terangkum pada tabel 2. Homogenitas diuji dengan uji Bartlett. Perhitungan mendapatkan hasil hitung = 12,8 dan χ2tabel = 16,92 untuk = 5 %, dan dk = 4-1 = 3. Karena hitung < χ2tabel maka dapat disimpulkan bahwa populasi tersebut homogen dan pengambilan sampel 47 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 dapat dilakukan dengan teknik cluster random sampling. Hasil Analisis Tahap Akhir Analisis tahap akhir berdasarkan pada hasil belajar kimia siswa yang disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Data Hasil Belajar Siswa Rata-Rata Kelas n Pretest Posttest Eksperimen 37 29 88 (X-5) Kontrol 38 46 82 (X-1) yang dilakukan diperoleh harga rb sebesar 0,54. Harga rb tersebut secara umum agak rendah, akan tetapi secara khusus hubungan antara pendekatan POE bervisi SETS dengan hasil belajar kimia redoks siswa belum dapat ditentukan karena belum ada pembanding. Harga koefisien determinasi adalah 100 r2 %, harga rb sebesar 0,54 sehingga harga koefisien determinasi sebesar 29%. Hasil belajar afektif diketahui dari hasil observasi perilaku siswa ketika proses pembelajaran berlangsung. Nilai afektif siswa diperoleh dari jumlah skor tiap aspek dibagi dengan skor total. Pada kelas eksperimen, rata-rata nilai afektif siswa mencapai 96, hasil ini termasuk dalam kriteria sangat baik. Sedangkan pada kelompok kontrol, rata-rata nilai afektif siswa 96 dan termasuk dalam kriteria sangat baik. Hasil observasi aktivitas siswa digunakan untuk mengetahui kemampuan psikomotorik siswa. Observasi dilakukan pada awal pembelajaran. Pada kelas eksperimen, rata-rata nilai psikomotorik siswa mencapai 94, hasil ini termasuk dalam kriteria sangat baik. Sedangkan pada kelompok kontrol, rata-rata nilai psikomotorik siswa 95 dan termasuk dalam kriteria sangat baik. Analisis tahap akhir meliputi uji normalitas, uji kesamaan dua varians, uji hipotesis dan analisis deskriptif data hasil belajar aspek afektif dan psikomotorik. . Uji hipotesis pendekatan POE bervisi SETS meliputi uji perbedaan dua rata-rata, uji ketuntasan hasil belajar, uji korelasi, dan uji koefisien determinasi. Hasil uji normalitas nilai pretest dan posttest terangkum dalam tabel4. Karena χ2hitung < χ2tabel maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut berdistribusi normal. Uji kesamaan 2 varians untuk nilai pretest diperoleh Fhitung (1,65) < Ftabel (1,93), sedangkan untuk nilai posttest diperoleh Fhitung (1,65) < Ftabel (1,93) yang berarti bahwa kedua kelompok mempunyai varians yang sama. Uji perbedaan dua rata-rata untuk nilai posttest diperoleh thitung (3,52) > ttabel (1,99) yang berarti bahwa kelompok eksperimen lebih baik dari kelompok kontrol. PEMBAHASAN Berdasarkan masalah yang teridentifikasi pada observasi awal peneliti berusaha untuk mengetahui pengaruh pendekatan POE bervisi SETS terhadap hasil belajar kimia siswa. Dengan data nilai UAS digunakan uji normalitas dan homogenitas. Karena populasi berdistribusi normal dan homogen maka teknik cluster random sampling dapat dilakukan. Pemilihan kelas eksperimen yaitu kelas X-5 memang murni dilakukan secara random, namun untuk kelas kontrol, pemilihan dilakukan atas rekomendasi guru pembimbing. Hal ini dilakukan karena kelas X-1 adalah salah satu kelas unggulan sehingga guru merasa bahwa peneliti tidak akan terlalu kesulitan menghadapi siswa dalam proses penelitian. Penelitian dilakukan sejak bulan Maret hingga Mei 2009. Pelaksanaan pembelajaran untuk kelas ekperimen maupun kontrol dilakukan sebanyak 13 kali pertemuan. Pre test dilakukan pada pertemuan pertama Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Nilai Pretest dan Posttest Kelompok Data hitung tabel Eksperimen Pre test 4,93 7,81 Post test 6,00 7,81 Kontrol Pre test 4,78 7,81 Post test 6,64 7,81 Uji ketuntasan hasil belajar, pada kelompok eksperimen diperoleh ketuntasan sebesar 100% dengan rata-rata nilai adalah 88. Ketuntasan kelas kontrol sebesar 92 % dengan rata-rata nilai adalah 82. Uji korelasi digunakan untuk mengetahui adanya hubungan antara kegiatan belajar menggunakan pendekatan POE bervisi SETS dengan hasil belajar kimia siswa menggunakan korelasi biseri. Perhitungan Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 48 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 baik untuk kelas ekperimen maupun kelas kontrol. Pertemuan kedua, siswa kelas eksperimen melakukan praktikum reaksi redoks pencoklatan pada buah dan makanan kadaluarsa, sedangkan kelas kontrol melakukan praktikum pencoklatan pada buah. Pembelajaran di kelas eksperimen menggunakan pendekatan POE bervisi SETS sedangkan pembelajaran di kelas kontrol menggunakan pendekatan konvensional bervisi SETS. Secara ringkas penerapan pendekatan POE pada materi reaksi redoks bervisi SETS dilaksanakan melalui tiga tahap sebagai berikut: 1. Membuat prediksi (predict) Untuk kegiatan praktikum siswa dihadapkan pada kasus perubahan warna pada apel yang telah dikupas lalu diminta untuk memprediksi apa yang akan terjadi jika dilakukan perubahan terhadap situasi tersebut(misal terhadap apel yang telah telah dikupas kulitnya lalu dibiarkan diudara terbuka, dengan apel yang telah direndam dalam larutan garam dan apel yang telah direndam didalam larutan vitamin C). Selain itu siswa juga diminta untuk mengamati reaksi redoks yang terjadi pada makanan kemasan yang telah kadaluarsa. Siswa hendaknya merasa mampu dan didorong untuk mengambil resiko dalam membuat prediksinya, jawaban benar atau salah tidak lagi relevan. Hasil prediksi ditulis di lembar kerja praktikum yang sudah disediakan. Penerapan pembelajaran dengan pendekatan POE di kelas dengan sub topik konsep redoks, bilangan oksidasi dan tatanama senyawa menurut IUPAC siswa dalam kelompok-kelompok kecil diberi lembar kerja POE (predict-observe-explain) materi reaksi redoks bervisi SETS yang berisi soal-soal cerita dan juga latihan soal mandiri berkaitan dengan materi yang telah disampaikan dan juga tentang masalah yang ada di lingkungan siswa lalu siswa diminta untuk berdiskusi menentukan prediksi mengenai reaksi apa yang berkaitan dengan soal tersebut. Sedangkan untuk sub topik aplikasi reaksi redoks dalam kehidupan sehari-hari siswa diberi lembar diskusi POE bervisi SETS untuk berdiskusi menentukan permasalahan yang ada di lingkungan mereka sesuai dengan konsep sains yang telah mereka pelajari yang selanjutnya mereka rangkum prediksi yang Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang dihasilkan selama diskusi tersebut dalam bentuk makalah kelompok. 2. Melakukan pengamatan (observe) Setelah siswa melakukan prediksi, kemudian siswa diminta untuk mengamati secara seksama proses dan hasil perubahan itu. Kegiatan pengamatan dapat dilakukan terhadap kegiatan demonstrasi ataupun praktikum sedangkan untuk sub topik konsep redoks, bilangan oksidasi dan tata nama senyawa pada tahap ini siswa diminta untuk mengamati secara cermat permasalahan yang ada lalu siswa diminta melihat kembali prediksi awal mereka, mengamati dan memahami konsep sains yang telah diterima dan fakta yang ada di lapangan serta kemungkinan adanya dampak yang timbul dari permasalahan yang ada dalam kehidupan siswa dalam kelompok mereka. Hasil pengamatan kemudian ditulis di lembar kerja yang sudah disediakan. 3. Membuat penjelasan (explain) Pada tahap ini siswa menyesuaikan prediksi dan pengamatan mereka. Kemudian siswa diminta menuliskan jawaban atau simpulan yang sebenarnya dalam lembar kerja siswa. Pada tahap ini juga siswa diharapkan dapat mencari solusi terhadap masalahmasalah yang timbul dari persoalan-persoalan yang ada dalam kehidupan mereka. Selain itu siswa juga diminta untuk menyebutkan dan menjelaskan perbedaanperbedaan antara hasil yang mereka harapkan dengan apa yang sesungguhnya terjadi. Tugas guru selanjutnya adalah memberikan penjelasan kepada siswa untuk menyamakan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep sains yang mungkin berbeda dengan apa yang mereka harapkan. Ketika pemahaman siswa telah didapat, lalu guru dapat mulai memberikan siswa latihan soal untuk meningkatkan keterampilan mereka pada aspek kognitif. Pembelajaran baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol menggunakan lembar kerja siswa bervisi SETS berisi masalah-masalah yang mengaitkan konsep materi dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar yang beragam pada siswa seperti kerjasama dan interaksi dalam kelompok, disamping 49 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 pengalaman belajar yang berhubungan dengan pemecahan masalah seperti membuat hipotesis, merancang percobaan, melakukan penyelidikan, mengumpulkan data, menginterpretasikan data, membuat kesimpulan, mempresentasikan, berdiskusi, dan membuat laporan. Hasil LKS didiskusikan tiap dua minggu sekali untuk dievaluasi siswa dan guru. Bedanya untuk siswa di kelas eksperimen langsung berinteraksi dengan bahan sedangkan siswa di kelas kontrol hanya diberikan lembar diskusi. Diskusi kelas baik kelas eksperimen maupun kontrol dilakukan tiga jam pertemuan. Presentasi LKS baik dikelas eksperimen maupun di kelas kontrol dilakukan pada pertemuan terakhir sebelum post test karena waktu yang tidak memungkinkan. Kelas kontrol diberikan pengajaran menyesuaikan kelas yang lain yaitu pengajaran konvensional diselingi tanya jawab dan diskusi kecil dengan menggunakan LKS reaksi redoks bervisi SETS, dengan jumlah alokasi waktu sama dengan kelas eksperimen. Post test dilakukan pada pertemuan ketiga belas. Selama proses pembelajaran, siswa diberi kesempatan untuk memperhatikan daftar bahan kimia yang ada dalam makanan yang mereka konsumsi. Siswa diminta membawa pembungkus makanan yang telah mereka makan. Hal ini menarik karena dengan ini, guru dapat memantau pola makan siswa sekaligus memberi informasi tentang apa yang baik dan buruk mengenai kimia makanan. Pada awalnya siswa memang terlihat tidak terbiasa, tetapi kemudian siswa menjadi tertarik dengan pembelajaran kimia. Ketertarikan mereka muncul karena ternyata kimia berkaitan juga dengan kehidupan mereka. Pada akhirnya siswa menjadi antusias dengan pembelajaran yang ada. Berdasarkan hasil evaluasi didapatkan data hasil belajar kognitif siswa kelompok eksperimen dan kontrol yang selanjutnya digunakan dalam analisis data. Analisis data tahap akhir menunjukkan bahwa kedua kelompok memiliki distribusi normal. Selain itu, uji perbedaan dua rata-rata data hasil post test kelompok eksperimen dan kontrol dilakukan untuk melihat kelompok eksperimen lebih baik daripada kontrol. Hasilnya diperoleh t hitung (3,52) t (1 )( n1n 22) (1,99) , Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang maka dapat disimpulkan bahwa kelompok eksperimen lebih baik dari kelompok kontrol. Pengujian selanjutnya adalah menjawab hipotesis dengan uji korelasi biserial untuk mengetahui adanya pengaruh variabel, dalam penelitian ini yaitu pengaruh pendekatan POE pada pokok bahasan reaksi redoks bervisi SETS terhadap hasil belajar siswa SMA Negeri 1 Salatiga. Setelah dianalisis, diperoleh hasil besarnya koefisien korelasi biserial adalah 0,54 yang jika diinterpretasikan ke dalam koefisien korelasi menunjukkan adanya hubungan yang agak rendah. Untuk mengetahui pengaruh ini signifikan atau tidak, dilakukan uji signifikansi dengan menggunakan uji t. Hasil perhitungan diperoleh nilai thitung(3,52)> ttabel(1,99), yang berarti bahwa pendekatan POE bervisi SETS pada pokok bahasan reaksi redoks mempengaruhi hasil belajar siswa. Hasil perhitungan koefisien determinasi menunjukkan harga 29%, hal ini berarti pendekatan POE bervisi SETS pada pokok bahasan reaksi redoks dapat menjelaskan 29% hasil belajar yang diperoleh siswa, sedangkan 71% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini, karena dalam pembelajaran banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain materi, tujuan pembelajaran, metode pembelajaran, serta sarana dan prasarana. Hal ini berarti 71% hasil belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor lain tersebut. Persentase ketuntasan belajar siswa pada kelompok eksperimen secara klasikal sebesar 100% dengan nilai rata-rata 88, sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 92% dengan nilai rata- rata 82. Pencapaian ketuntasan minimal yang ditetapkan sekolah terjadi di kedua kelas. Siswa di kelas kontrol yang tidak tuntas dikarenakan beberapa hal. Faktor kesehatan dan minat siswa menjadi penyebabnya. Kelas eksperimen mencapai ketuntasan 100% sehingga dapat dikatakan bahwa pendekatan POE bervisi SETS pada pokok bahasan reaksi redoks efektif digunakan sehingga mampu mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah. Jika nilai normalized gain <g> dihitung, diperoleh N-gain kelompok eksperimen sebesar 0,84, sedangkan kelompok kontrol sebesar 0,66. Kelompok eksperimen mengalami peningkatan dengan kriteria tinggi sedangkan kelompok kontrol mengalami peningkatan sedang. 50 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan POE bervisi SETS pada pokok bahasan reaksi redoks mempengaruhi hasil belajar. Peneliti berusaha maksimal, namun hasil yang didapatkan masih belum memuaskan. Beberapa kendala yang dihadapi dalam penelitian ini adalah : (1) Waktu, Penelitian dilakukan bersamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh guru kimia di sekolah tersebut. Peneliti tentang reaksi redoks, sedangkan guru pembimbing meneliti hidrokarbon. Alokasi waktu pembelajaran kimia untuk siswa kelas X adalah 3 jam per minggunya, karena waktu penelitian yang bersamaan maka peneliti hanya mendapat alokasi waktu 1 jam dalam satu minggu. Kendala yang ada adalah diskusi kelas tidak dapat dilaksanakan secara optimal. Solusi permasalahan ini adalah siswa diberi topik diskusi untuk dikerjakan diluar jam pelajaran, sehingga siswa justru diberi keleluasaan untuk bekerja. Hasilnya kemudian dilaporkan pada pertemuan berikutnya. (2) Instrumen, Peneliti menyadari bahwa instrumen yang dikembangkan belum sempurna sehingga belum dapat membedakan dengan baik antara kelas eksperimen yang diajar dengan LKS POE bervisi SETS dengan kelas kontrol yang hanya menggunakan LKS bervisi SETS. Solusi mengatasi permasalahan ini adalah penyiapan materi POE dan SETS yang lebih atraktif dan menarik. Persiapan bahan maupun alat yang akan digunakan dalam diskusi kelas, serta penyampaian pertanyaan yang berkaitan seputar kehidupan siswa dengan cara yang berbeda pun dapat mengurangi kekurangan dari LKS yang digunakan oleh peneliti. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal atau faktor lingkungan. Faktor internal yang berupa kemampuan, motivasi, minat, sikap, ketekunan, sosial ekonomi, fisik, dan psikis. Faktor lingkungan yang cukup berpengaruh yaitu kemampuan guru, besar kelas, suasana kelas, dan sarana pendukung. Selain itu guru juga harus mempunyai persiapan yang lebih untuk dapat menyampaikan pendekatan ini dengan sempurna, karena jawaban siswa akan sangat beragam dan membutuhkan referensi yang cukup kuat untuk dapat membangun suasana kelas yang aktif. Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang Walaupun pendekatan POE bervisi SETS memiliki kelemahan, tetapi setidaknya dengan pendekatan ini siswa sudah dibawa untuk memiliki minat dan kepedulian yang lebih kepada lingkungannya. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan POE bervisi SETS pada pokok bahasan reaksi redoks memiliki pengaruh positif pada hasil belajar kimia siswa yang ditunjukkan dengan: 1. Pada hasil belajar kognitif koefisien korelasi ( rb ) yang didapatkan sebesar 0,54 dengan kontribusi sebesar 29% sedangkan sisanya sebesar 71% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. 2. Pada hasil belajar afektif didapatkan nilai rata-rata kelas eksperimen sebesar 85 dengan kategori sangat baik. 3. Pada hasil belajar psikomotorik didapatkan nilai rata-rata kelas eksperimen sebesar 96 dengan kategori sangat baik. SARAN 1. Pendekatan POE bervisi SETS sebaiknya juga diterapkan pada pokok bahasan kimia lainnya. 2. Diperlukan adanya bahan ajar bervisi SETS yang lebih baik untuk menunjang pembelajaran kimia. 3. Perbanyak Praktikum kimia bervisi SETS dengan menggunakan alat dan bahan yang ada dalam kehidupan siswa. DAFTAR PUSTAKA Binadja, Achmad. 2005. Pedoman Pengembangan Silabus Pembelajaran Berdasar Kurikulum 2004 Bervisi dan Berpendekatan SETS (Science, Environment, Technology, Society) atau (Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Sosial). Semarang: Laboratorium SETS Unnes Semarang. 51 VOLUME 01 NOMOR 01 OKTOBER 2013 Ni‟mah, Tamamun. 2004. Studi Komparasi Prestasi Belajar IPA Sub topik Zat Aditif Makanan Antara Siawa yang diberi Pelajaran Berwawasan SETS dan Siswa yang diberi Pelajaran Berwawasan Non-SETS pada Siswa Kelas II Semester 4 Jurusan Tata Boga SMK N 3 Purworejo Tahun Pelajaran 2002/2003. Skripsi. FMIPA UNNES Nawangsari, Okky Ratry. 2005. Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Kimia Pada Pokok Bahasan Koloid Menggunakan Metode Pembelajaran Probex (Predict-Observe-Explain) Pada Siswa Kelas II SMA N 2 Pekalongan Tahun Ajaran 2004/2005. Skripsi.FMIPA UNNES. Purwaningsih, Asih. 2005. Pembelajaran Kimia Berpendekatan Sets Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Kreatif Siswa Kelas X SMA Muhammadiyah 1 Semarang Tahun Pelajaran 2004/2005. Skripsi. FMIPA UNNES. Raminah. 2008. Peningkatan Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI SMAN 3 Pemalang dengan Metode Pembelajaran Probex (PredictObserve-Explain) melalui Umpan Balik Kuis. Skripsi. FMIPA UNNES.Sastrawijaya, Tresna. 1988. Proses Belajar Mengajar Kimia Mengajar Kimia. Dirjen Dikti: Jakarta. Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang 52