BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Diri 2.1.2 Pengertian Konsep Diri Konsep diri didefenisikan Pastorino dan Doyle (2013) sebagai persepsi atau citra kita tentang kemampuan dan keunikan kita. Konsep diri ini awalnya bersifat sangat umum dan dapat berubah, namun seiring bertambahnya usia, konsep diri menjadi jauh lebih terorganisir, rinci, dan spesifik. Sedangkan Weiten, et al.(2012) mendefenisikan konsep diri sebagai kumpulan keyakinan tentang diri sendiri, kualitas yang unik dan perilaku yang khas. Konsep diri kita adalah gambaran mental kita sendiri. Crisp & Turner (2007) mendefenisikan konsep diri sebagai “The individual self consists of attributes and personality traits that differentiate us from other individuals. The relational self is defined by our relationships with significant others. Finally, the colletive self reflects our membership in social groups”. Dengan kata lain konsep diri dapat diterangkan sebagai diri yang terdiri dari atribut dan sifat-sifat kepribadian yang membedakan seseorang dari orang lain. Kemudian hubungan diri di defenisikan oleh hubungan dengan orang lain yang signifikan. White, et al.(2011) menjelaskan bahwa konsep diri adalah persepsi seseorang terhadap diri sendiri, termasuk harga diri, citra tubuh, dan diri ideal. Konsep diri seseorang sering didefinisikan oleh deskripsi diri seperti "Saya seorang ibu, perawat, dan relawan". Self-deskriptif pernyataan seperti ini membantu perawat mendapatkan wawasan persepsi diri klien. Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah gambaran, keyakinan, pandangan, atau penilain seseorang terhadap keadaan diri baik secara fisik, psikis, dan sosial yang merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki orang tentang dirinya yang mencakup citra fisik, karakteristik, pribadi, motivasi, kelemahan, dan kelebihan serta kemampuan yang lainnya. 2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri Konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang dipelajari dan terbentuk dari pengalaman individu dalam berhubungan dengan individu lain. Dalam interaksi ini setiap individu akan menerima tanggapan. Tanggapan yang diberikan tersebut akan dijadikan cermin bagi individu untuk melihat dan memandang dirinya sendiri. Konsep diri berasal dan berakar pada pengalaman masa kanak-kanak dan berkembang, terutama sebagai akibat dari hubungan kita dengan orang lain. Dalam pengalaman hubungan kita dengan orang lain dan bagaimana orang lain memperlakukan kita, kita menangkap pantulan tentang diri kita, dan membentuk gagasan dalam diri kita seperti apakah kita ini sebagai pribadi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para ahli dikemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi konsep diri di antaranya adalah : a. Usia Konsep diri para lansia lebih cenderung ke konsep diri positif dibandingkan konsep diri yang negatif. Hal ini menunjukan perubahan ke arah yang lebih positif seiring berjalannya usia (Zulfikri, 2010). b. Lingkungan Sekolah Tabbah (2011) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa lingkungan sekolah sangat berperan penting untuk perkembangan psikologi siswa, karena disekolah terdapat persaingan dalam satu kelas maupun di sekolah secara keseluruhan. Ada kompetisi dalam studi, seni, olahraga dan lain-lain. Semua kompetisi menghasilkan pemenang. Siswa yang sering menang tentu saja lebih mudah dalam mengembangkan konsep diri yang positif. Jika siswa tidak merasa aman di lingkungan sekolah maka konsep diri mereka akan terganggu. c. Masa remaja serta peran seksual sebagai sumber perkembangan konsep diri. Wilde (2008) dalam penelitian menjelaskan bahwa keadaan fisik pada masa remaja perempuan merupakan sumber pembentukan identitas diri dan konsep diri, perkembangan kepribadian dan pembentukan identitas merupakan perpaduan komponen psikologis dan sosiologis. d. Intelegensi Syaiful (2008) intelegensi mempengaruhi penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya, orang lain dan dirinya sendiri. Semakin tinggi taraf intelegensinya semakin baik penyesuaian dirinya dan lebih mampu bereaksi terhadap rangsangan lingkungan atau orang lain dengan cara yang dapat diterima. Hal ini jelas akan meningkatkan konsep dirinya, demikian pula sebaliknya. e. Citra tubuh Fernandez, et al.(2008) mengemukakan bahwa penilaian yang positif terhadap keadaan fisik seseorang, baik dari diri sendiri maupun dari orang lain, sangat membantu dalam perkembangan konsep diri ke arah yang positif. Rasa puas yang ada merupakan awal dari sikap positif terhadap diri sendiri. Berdasarkan uraian diatas, maka faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah usia, lingkungan sekolah, masa remaja, intelegensi, dan citra tubuh. 2.1.3 Komponen-komponen Konsep Diri Komponen konsep diri oleh Warren (1996) menyebutkan komponen dari konsep diri yaitu : a. Konsep diri fisik Konsep diri yang memberikan pandangan seseorang mengenai dirinya sendiri, baik dalam kesehatan, penampilan diri, ketrampilan fisik, dan seksualitas. b. Konsep diri moral Penilaian atau pandangan individu terhadap perilaku yang bersumber dari prinsip-prinsip yang bertujuan untuk memberinya arti dan arah bagi kehidupannya di masa mendatang. Penilaian tersebut berhubungan dengan pertimbangan dari suatu tindakan serta larangan yang membicarakan mengenai penilaian benar atau salah dan bagaimana seseorang berpikir untuk mengambil suatu keputusan secara baik dan benar. c. Konsep diri Personal Penilaian atau pandangan,pikiran perasaan serta sikap individu terhadap dirinya sendiri. Individu yang memiliki konsep diri positif biasanya akan memandang dirinya sebagai individu yang lebih optimis, penuh harapan, tidak mudah tersinggung. Sebaliknya, individu yang memiliki konsep diri negatif biasanya akan memandang dirinya sebagai individu yang pesimis, tidak punya harapan, mudah cemas, mudah marah, dan mudah tersinggung. d. Konsep diri keluarga Konsep diri keluarga memberikan dampak bagaimana individu melihat diri mereka dalam berhubungan dengan keluarga dan rekan dekat. e. Konsep diri sosial Pandangan individu terhadap peranan sosial yang dimainkan oleh individu itu sendiri dalam hubungannya dengan lingkungan sosial dan diri sendiri. Konsep diri sosial erat kaitannya dengan kemampuan individu untuk berinteraksi dengan dunia di luar dirinya, selain itu dirinya juga memiliki kemampuan untuk menghargai setiap perasaan orang lain yang berada di lingkungan sekitar dengan selalu memperhatikan kepentingan orang lain dan suka terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial. f. Konsep diri Akedemik/kerja Pandangan individu dalam lingkungan kerja. Berdasarkan uraian tentang konsep diri, maka yang menjadi acuan dalam penulisan skripsi adalah komponen-komponen konsep diri yang dikemukakan oleh Warren, yaitu Konsep diri fisik, moral, personal, sosial, keluarga, dan akademik/ kerja. 2.2 Diabetes Melitus Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar gula dalam darah akibat kekurangan insulin, baik absolut maupun relatif. Absolut artinya pankreas sama sekali tidak bisa menghasilkan insulin sehingga harus mendapatkan insulin dari luar (melalui suntikan) dan relatif artinya pankreas masih bisa menghasilkan insulin yang kadarnya berbeda pada setiap orang. (Perkeni, 2002) Diabetes Melitus terbagi atas 2 tipe yaitu Diabetes Melitus tipe 1 yang disebut juga Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Pada diabetes jenis ini pankreas tidak dapat memproduksi insulin sama sekali, sehingga penderita harus menerima insulin dari luar dengan cara disuntik, kemudian Diabetes Melitus Tipe II yang diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumplah pembentukan insulin. (Brunner & Suddarth, 2000) 2.2.1 Diabetes Melitus Tipe II Dalam DM Tipe II, pankreas dapat menghasilkan cukup jumlah insulin untuk metabolisme glukosa (gula), tetapi tubuh tidak mampu untuk memanfaatkan secara efisien. Seiring waktu, penurunan produksi insulin dan kadar glukosa darah meningkat (Adhi, 2011). Diabetes Melitus sebelumnya dikatakan diabetes tidak tergantung insulin atau diabetes pada orang dewasa. Ini adalah istilah yang digunakan untuk individu yang relatif terkena diabetes (bukan yang absolut) defesiensi insulin. Orang dengan jenis ini biasanya resisten terhadap insulin. Ini adalah diabetes sering tidak terdiagnosis dalam jangka waktu yang lama karena hiperglikemia ini sering tidak berat cukup untuk memprovokasi gejala nyata dari diabetes. Namun demikian, pasien tersebut adalah adalah resiko penigkatan pengembangan komplikasi macrovascular dan mikrovaskular (WHO, 1999). Faktor yang diduga menyebabkan terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia ini adalah adanya kombinasi antara kelainan genetik, obesitas, inaktifitas, faktor lingkungan dan, faktor makanan (Tjeyan, 2007) 2.2.2 Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe II Pada DM tipe II, sekresi insulin di fase 1 atau early peak yang terjadi dalam 3-10 menit pertama setelah makan yaitu insulin yang disekresi pada fase ini adalah insulin yang disimpan dalam sel beta (siap pakai) tidak dapat menurunkan glukosa darah sehingga merangsang fase 2 adalah sekresi insulin dimulai 20 menit setelah stimulasi glukosa untuk menghasilkan insulin lebih banyak, tetapi sudah tidak mampu meningkatkan sekresi insulin sebagaimana pada orang normal. Gangguan sekresi sel beta menyebabkan sekresi insulin pada fase 1 tertekan, kadar insulin dalam darah turun menyebabkan produksi glukosa oleh hati meningkat. Secara berangsur-angsur kemampuan fase 2 untuk menghasilkan insulin akan menurun. Dengan demikian perjalanan DM tipe II, dimulai dengan gangguan fase 1 yang menyebabkan hiperglikemi dan selanjutnya gangguan fase 2 dimana tidak terjadi hiperinsulinemi akan tetapi gangguan sel beta. Penelitian menunjukan adanya hubungan antara kadar glukosa puasa dengan kadar insulin puasa. Pada kadar glukosa puasa 80-140 mg/dl kadar insulin puasa meningkat tajam, akan tetapi jika kadar glukosa darah puasa melebihi 140 mg/dl maka kadar insulin tidak mampu meningkat lebih tinggi lagi; pada tahap ini mulai terjadi kelelahan sel beta menyebabkan fungsinya menurun. Pada saat kadar insulin puasa dalam darah mulai menurun maka efek penekanan insulin terhadap produksi glukosa hati khususnya glukoneogenesis mulai berkurang sehingga produksi glukosa hati makin meningkat dan mengakibatkan hiperglikemi pada puasa. Faktor-faktor yang dapat menurunkan fungsi sel beta diduga merupakan faktor yang didapat (acquired) antara lain menurunnya massa sel beta, malnutrisi masa kandungan dan bayi, adanya deposit amilyn dalam sel beta dan efek toksik glukosa (glucose toxicity) (Schtingart, 2005 dikutip oleh Indraswari, 2010). Pada sebagian orang kepekaan jaringan terhadap kerja insulin tetap dapat dipertahankan sedangkan pada sebagian orang lain sudah terjadi resistensi insulin dalam beberapa tingkatan. Pada seorang penderita dapat terjadi respon metabolik terhadap kerja insulin tertentu tetap normal, sementara terhadap satu atau lebih kerja insulin yang lain sudah terjadi gangguan. Resistensi insulin merupakan sindrom yang heterogen, dengan faktor genetik dan lingkungan berperan penting pada perkembangannya. Selain resistensi insulin berkaitan dengan kegemukan, terutama gemuk di perut, sindrom ini juga ternyata dapat terjadi pada orang yang tidak gemuk. Faktor lain seperti kurangnya aktifitas fisik, makanan mengandung lemak, juga dinyatakan berkaitan dengan perkembangan terjadinya kegemukan dan resistensi insulin (Indraswari, 2010). 2.2.3 Etiologi Diabetes Melitus Tipe II Yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan sekresi insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin. Pada pasien-pasien dengan non-insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) atau diabetes melitus tak tergantung insulin penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat. NIDDM ditandai dengan adanya kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya kelihatan terhadap resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraseluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien-pasien dengan NIDDM terhadap kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsive insulin pada membran sel. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transport glukosa. Kadar glukosa normal dapar dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dengan meningkatkan sekreasi insilum,tetapi pada akhirnya sekreasi insulin menurun, dan jumlah insulin yang beredar tidak lagi menandai untuk mempertahankan euglikemia. Sekitar 80% pasien NIDDM mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kemungkinan besar gangguan toleransi glukosa dan Diabetes Melitus yang pada akhirnya terjadi pada pasien-pasien NIDDM merupakan akibat dari obesitasnya. Pengurangan berat badan seringkali dikaitan dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemilihan toleransi glukosa (Rakhmadany, 2010). 2.2.4 Gambaran Klinis Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapatkan perhatian ialah (Agustina, 2009): ` a. Keluhan Klasik 1). Penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu yang relatif singkat harus menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus. 2). Banyak kencing karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat menggangu penderita, terutama pada waktu malam hari. 3). Banyak minum rasa haus sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalah tafsirkan. Dikira sebab rasa haus ialah udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita minum banyak. 4). Banyak makan, kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisme menjadi glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaaatkan, penderita selalu merasa lapar. b. Keluhan lain : 1). Gangguan saraf tepi/ kesemutan, Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu malam, sehingga menganggu tidur. Gangguan Ppenglihatan pada fase awal penyakit Diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan yang mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali agar ia tetap dapat melihat dengan baik. 2). Gatal/Bisul, kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. Sering pula di keluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat timbul akibat hal yang sepele seperti lupa lecet karena sepatu atau tertusuk peniti. 3) Gangguan ereksi, Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak secara terus terangdikemukakan penderitnya. Terkait dengan budaya masyarakat yang masih tabu membicarakan masalah seks, apalagi menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang. 4). Keputihan, Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan. 2.2.5 Faktor Resiko Diabetes Melitus Tipe II Adapun Faktor resikonya yaitu (Rakhmadany, 2010): a) Kelainan Genetik Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap Diabetes Melitus, karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya tak dapat menghasilkan insulin dengan baik. b) Usia Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara drastis menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah seseorang memasuki usia rawan tersebut, terutama setelah usia 45 tahun pada mereka yang berat badannya berlebih, sehingga tubuhnya tidak peka lagi terhadap insulin. c) Stres Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang manis-manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin otak. Serotonin ini memiliki efek penenang sementara untuk meredakan stres, tetapi gula dan lemak itulah yang berbahaya bagi mereka yang beresiko terkena Diabetes Melitus. d) Pola Makan yang Salah Kurang gizi atau kelebihan berat badan keduanya meningkatkan resiko terkena Diabetes Melitus. Kurang gizi (malnutrisi) dapat merusak pankreas, sedangkan berat badan lebih (obesitas) mengakibatkan gangguan kerja insulin (resistensi insulin). e) Minimnya Aktivitas Fisik Setiap gerakan tubuh dengan tujuan meningkatkan dan mengeluarkan tenaga dan energi, yang biasa dilakukan atau aktivitas sehari-hari sesuai profesi atau pekerjaan. Sedangkan faktor resiko penderita DM adalah mereka yang memiliki aktivitas minim, sehingga pengeluaran tenanga dan energi hanya sedikit. f) Obesitas 80% dari penderita NIDDM adalah Obesitas/gemuk. g) Merokok Sebuah universitas di Swiss membuat suatu analisis 25 kajian yang menyelidiki hubungan antara merokok dan diabetes yang disiarkan antara 1992 dan 2006, dengan sebanyak 1,2 juta peserta di telusuri selama 30 tahun. Mereka mendapati resiko bahkan lebih tinggi bagi perokok berat. Mereka yang menghabiskan sedikitnya 20 batang rokok sehari memiliki resiko terserang diabetes 62% lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Merokok dapat mengakibatkan kondisi yang tahan terhadap insulin, kata para peneliti tersebut. Itu berarti merokok dapat mencampuri cara tubuh memanfaatkan insulin. Kekebalan tubuh terhadap insulin biasanya mengawali terbentuknya Diabetes Melitus Tipe II. h) Hipertensi Pada orang dengan Diabetes Melitus, hipertensi berhubungan dengan resistensi insulin dan abnormalitas pada sistem renin-angiotensin dan konsekuensi metabolik yang meningktakan morbiditas. Abnormalitas metabolik berhubungan dengan peningkatan Diabetes Melitus pada kelainan fungsi tubuh/disfungsi endotial. Sel endotial mensintesis beberapa substansi bioaktif kuat yang mengatur struktur fungsi pembuluh darah