pengelolaan lahan berkelanjutan untuk mendukung ketahanan

advertisement
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
PENGELOLAAN LAHAN BERKELANJUTAN
UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN
PANGAN NASIONAL
Diselenggarakan atas Kerjasama:
Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) Komda Aceh
Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Aceh
Di Gedung Academic Activity Center (AAC) Dayan Dawood
Universitas Syiah Kuala
Banda Aceh, 16 – 17 September 2014
Editor:
Syakur
Suwardi
Fikrinda
Manfarizah
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
PENGELOLAAN LAHAN BERKELANJUTAN
UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN
PANGAN NASIONAL
Diselenggarakan atas Kerjasama:
Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) Komda Aceh
Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Aceh
Di
Gedung Academic Activity Center (AAC) Dayan Dawood
Universitas Syiah Kuala
Banda Aceh, 16 – 17 September 2014
Editor:
Syakur
Suwardi
Fikrinda
Manfarizah
SYIAH KUALA UNIVERSITY PRESS
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
PENGELOLAAN LAHAN BERKELANJUTAN
UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN NASIONAL
Penerbit:
SYIAH KUALA UNIVERSITY PRESS
Kampus Universitas Syiah Kuala
Darussalam, Banda Aceh 23111
ACEH-INDONESIA
Telp. 0651-7552440
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang;
dilarang memperbanyak, menyalin, merekam sebagian
atau seluruh buku ini dalam bahasa atau bentuk apapun
tanpa izin tertulis dari penerbit
ISBN: 978-602-1270-17-2
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Prosiding Seminar Nasional:
Pengelolaan Lahan Berkelanjutan Untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasional /
Syakur [et al.] – Banda Aceh: Syiah Kuala University Press, 2015.
Xv, 400 p.; ilus. 20 cm
Bibliografi
ISBN: 978-602-1270-17-2
Dicetak di Banda Aceh, Indonesia
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar
Kata Sambutan Ketua Panitia
BIDANG KONSERVASI TANAH DAN AIR
Potensi dan Keberlanjutan Budidaya Padi Sawah di Lahan Gambut Pantai Timur
Sumatera Utara, Abdul Rauf dan Rahmawaty
1
Pengaruh Aplikasi Hidrogel Terhadap Beberapa Karakteristik Tanah, Abraham
Suriadikusumah
9
Pertanian Terpadu Berbasis Rambutan Menunjang Pertanian Berkelanjutan di
Lahan Kering, Bachrul Ibrahim, Muh. Jayadi, dan Asmita Ahmad
17
Aliran Permukaan, Erosi dan Kadar Hara Sedimen akibat Tindakan Konservasi
Tanah Vegetatif pada Pertanaman Kelapa Sawit, Zahrul Fuady, Halus Satriawan,
dan Nanda Mayani
27
Peningkatan Produktivitas Lahan Sawah Terdegradasi di Kabupaten Belitung
Timur, D. Subardja, Erna Suryani, dan A. Kasno
36
Efek Salinitas pada Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Padi Sawah di
Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang, Wan Arfiani Barus, Abdul
Rauf , B. Sengli J. Damanik(Ϯ), dan Rosmayati
47
Panen Air Hujan Menggunakan Rorak dan Saluran Resapan dalam Pengelolaan
Lahan Pala Berkelanjutan Kabupaten Aceh Selatan, Fachruddin, Mustafril, Budi
Indra Setiawan, dan Prastowo
54
Analisis Kualitas Tanah yang Telah Mengalami Konversi Lahan Menjadi Lahan
Industri Batu Bata di Kabupaten Serdang Bedagai, Muhammad Rizwan, dan Abdul
Rauf
65
Pengaruh Kadar Air terhadap Dekomposisi Bahan Gambut, Putri Oktariani, G.
Djajakirana, dan B. Sumawinata
73
Akumulasi Logam Berat dan Respon Tanaman Padi terhadap Ameliorasi Gambut
Dengan Dregs, Nelvia
80
Manajemen Restorasi Rawa Tripa di Provinsi Aceh, Hairul Basri dan Ahmad Reza
Kasuri
88
Manajemen Lahan dalam Konteks Tataguna pada Pembukaan Lahan Transmigrasi
di Gampong Owaq Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah, Zulkifli Nasution,
Ichwana, Ashfa, dan Kansih Sri Hartini
99
BIDANG BIOLOGI DAN BIOTEKNOLOGI TANAH
Pengaruh Pemberian Azospirillum Sp. Menggunakan Carrier Kompos dan Pupuk
Urea dalam Meningkatkan Serapan Nitrogen serta Pertumbuhan Tanaman Tebu
(Saccharum officinarum L.), Wanda Syahdul Haq, Sarifudin, dan T. Sabrina
109
Peningkatan Ketahanan Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) terhadap
Cekaman Air Melalui Penggunaan Va-Mikoriza Di Rumah Kasa, Asmarlaili Sahar
Hanafiah, T. Sabrina, Diana Sofia Hanafiah dan Yossi C Manurung
118
Dampak Pemupukan Nitrogen Terhadap Hama Penggerek Batang dan Pelipat
Daun Padi, Hendrival
125
Pengaruh Gulma Siam Terhadap Kandungan Bahan Organik Tanah dan
Pertumbuhan Sawi di Entisol, Fikrinda dan Nazir Akhmad
134
Pemanfaatan Kompos Jerami Dan Biochar pada Dosis Pupuk NPK yang Berbeda
untuk Meningkatkan Kesehatan Tanah dan Hasil Tanaman Padi Berbasis
Teknologi IPAT-BO, Ania Citraresmini, Bobby Clinton Siregar, Emma Trinurani
Sofyan, Tien Turmuktini dan Tualar Simarmata
142
Seleksi Isolat-Isolat Bakteri Pelarut Kalium dan Pemanfaatannya dalam
Penyediaan Kalium untuk Pertumbuhan Tanaman, Diyan Herdiyantoro, Mieke
Rochimi Setiawati, dan Ridha Hudaya
152
Efek Residu Pupuk Organik dan Penambahan Pupuk Anorganik terhadap Sifat
Kimia dan Biologi Tanah pada Lahan Sawah Tadah Hujan, Elli Afrida, Abdul Rauf,
Hamidah Hanum, dan Didik Harnowo
160
Kandungan P Tanah dan Pertumbuhan Jagung yang Dipengaruhi Oleh Aplikasi
Mikroba Pelarut Fosfat dan Pupuk P pada Tanah Marginal, Betty Natalie Fitriatin,
Anny Yuniarti, dan Tien Turmuktini
167
Seleksi Isolat Bakteri Penambat N2 Asal Tanah dan Tanaman Padi Sawah dalam
Meningkatkan Pertumbuhan dan Kandungan N Planlet Padi Sawah, Mieke
Rochimi Setiawati, Pujawati Suryatmana, dan Diyan Herdiyantoro
175
Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max (L) Merr ) pada Ultisol Yang
Diinokulasi dengan Rhizobakteri Penghasil Fitohormon IAA, Agustian, Muthia
Oktaviana, dan Lusi Maira
182
Dampak Inkubasi Kombinasi Kompos Jerami dan Biochar pada Berbagai Dosis
Pupuk NPK terhadap C-Organik dan Populasi Mikroba Tanah serta Hasil Tanaman
Padi Berbasis Teknologi Budidaya IPAT-BO, Ania Citraresmini, Ivan Ezer Barus,
Yuliati Machfud, dan Tualar Simarmata
190
BIDANG KESUBURAN TANAH
Biochar dan Kompos Memperbaiki Sifat Kimia dan Biologi Tanah Andisol pada
Dataran Tinggi Aceh Tengah, Sufardi, Muyassir, dan Darwin Efendi
201
Ameliorasi Air Laut Untuk Tanah Gambut Dataran Rendah Sumatera, Sarifuddin,
Zulkifli Nasution, A. Rauf dan B. Mulyanto
213
Fosfor Total, P Tersedia Tanah dan Serapan P Tanaman Jagung akibat Pemberian
Kompos Sampah Pasar dan Pupuk Fosfat pada Fluventic Eutrudepts, Yusra
221
Formula Pupuk untuk Lahan Padi Sawah Tercemar Kadmium dan Timbal, Rija
Sudirja, Benny Joy, Santi Rosniawaty, Ade Setiawan, dan Dadang Supriatna
230
Pengaruh Bahan Organik Terhadap Sifat Kimia Tanah Abu Vulkanis yang Dikapur
serta Produksi tanaman gandum (Triticum aestivum L.) Di Alahan Panjang,
Syafrimen Yasin, Irfan Suliansyah, Gusnidar, Juniarti, dan Irwan Darfis
239
Peningkatan Fosfat Larut dari Batuan Fosfat dengan Campuran Limbah Cair
Industri Tapioka dan Asam Sulfat pada Waktu Inkubasi Berbeda, Ainin Niswati,
Riana Maulida, Abdul Kadir Salam, dan Sri Yusnaini
248
Peningkatan Kualitas Limbah Cair Agroindustri Nanas dengan Penambahan
Limbah Kepala Udang sebagai Bahan Dasar Pembuatan Pupuk Organik Cair, Sri
Yusnaini, Ainin Niswati, dan Udin Hasanudin
256
Dinamika Respirasi Tanah Selama Pertumbuhan Tanaman Jagung Akibat
Pemberian Kombinasi Biomassa Azolla dan Pupuk Urea, Dermiyati, Tia Amendia
Putri, Ainin Niswati dan Sri Yusnaini
262
Hasil Dan Kadar Gula Jagung Manis Dengan Aplikasi Pupuk Hayati dan berbagai
Sumber Pupuk P , Asritanarni Munar, Alridiwirsah, dan Dani Prayoga
271
Keragaman Genetik Padi Lokal Aceh Toleran Nitrogen Rendah, Bakhtiar,
Muyassir, dan Chairunas
278
Respons Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) Terhadap Intensitas
Cahaya Rendah, Taufan Hidayat , Zaitun, Hasanuddin
285
BIDANG KLASIFIKASI TANAH DAN EVALUASI LAHAN
Karakterisasi Ultisol Di Perkebunan Kelapa Sawit PTPN I Pulau Tiga Aceh Tamiang,
Teti Arabia, Ashabul Anhar, Fikrinda, dan Noor Faiqoh Mardatin
291
Karakteristik dan Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Jagung (Zea mays L.) di Daerah
Tropika Basah Sulawesi Selatan, Risma Neswati, Christianto Lopulisa, dan
Hernusye Husni
301
Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Memetakan Daya Dukung Lahan
Permukiman di Banda Aceh, Indonesia, Muhammad Rusdi, Ruhizal Roosli, dan
Mohd Sanusi S. Ahamad
309
Evaluasi Kemampuan Lahan untuk Pertanian di Sub Das Krueng Sieumpo Aceh,
Halus Satriawan, Erwin Masrul Harahap, Rahmawaty, dan Abubakar Karim
317
Analisis Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Sawah sebagai Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan di Kabupaten Aceh Selatan, Mustafril
327
Fluks CO2 Andisol dari Tanaman Hortikultura di Bogor Jawa Barat, Jon Hendri,
Suwardi, Basuki Sumawinata, dan Dwi Putro Tejo Baskoro
337
Analisis Sumberdaya Lahan Kakao Rakyat Dengan Mengintegrasikan Komunitas
Fauna Tanah, Hasbullah Syaf dan Laode Muhammad Harjoni Kilowasid
347
Karakteristik Kimia dan Total Elemental Oksida Abu Vulkanis Gunung Sinabung
Kabupaten Karo Pasca Erupsi Januari 2014, Dian Fiantis, Shamshuddin Jusop, dan
Eric Van Ranst
356
Penilaian Potensi Lahan Berdasarkan Analisis Kemampuan Lahan di Kecamatan
Lhok Nga Kabupaten Aceh Besar, Manfarizah, Syamsidah Djuita, dan Abubakar
Karim
365
Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Pengembangan Tanaman Manggis di Kecamatan
Lembah Seulawah Kabupaten Aceh Besar, Syamsidah Djuita, Zainabun, dan
Syakur
374
Daftar Peserta Seminar Nasional Pengelolaan Lahan Berkelanjutan untuk
Mendukung Ketahanan Pangan Nasional, Kerjasama HITI Komda Aceh, Fakultas
Pertanian Universitas Syiah Kuala dan Bappeda Aceh, Tanggal 16 – 17 September
2014 Di Gedung AAC Dayan Dawood Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
384
FLUKS CO2 ANDISOL DARI TANAMAN HORTIKULTURA DI BOGOR JAWA BARAT
(CO2 Flux on Andisol from Horticultural Farm in Bogor West Java)
Jon Hendri1*, Suwardi2*, Basuki Sumawinata2, Dwi Putro Tejo Baskoro2
1
Assessment Institute for Agricultural Technology of Jambi
Indonesian Agency for Agricultural Research and Development Ministry of Agriculture
Jl. Samarinda Paal Lima Kotak Pos 118 Kota Baru 36128 Jambi, Sumatra, Indonesia
Tel/Fax : +62 741 40413/ 40174 or HP 08127490635
email: [email protected] or [email protected]
2
Department of Soil Science and Land Resources
Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University
Bogor, West Java, Indonesia
Tel/Fax : +62 251 862 9357 HP. 0812967421
e-mail : [email protected]
Keterangan: * Correspondence
ABSTRAK
Perubahan iklim adalah salah satu isu global yang menjadi topik hangat diskusi seluruh dunia.
Selain dari pembakaran bahan bakar fosil, lahan pertanian juga menjadi sumber emisi gas CO2.
Penelitian mengenai fluks CO2 dari lahan pertanian tropis sangat terbatas terutama pada tanah
mineral. Beberapa penelitian dilakukan pada lahan gambut. Oleh karena itu, sangat penting
untuk mengumpulkan informasi fluks CO2 pada tanah mineral tropis. Penelitian bertujuan untuk
mengukur jumlah fluks CO2 pada penggunaan lahan hortikultura, mengetahui faktor-faktor
lingkungan dan manajemen pengelolaan lahan yang mempengaruhi fluks CO 2. Penelitian ini
dilakukan pada lahan tumpangsari kubis dengan cabe, di Bogor, Jawa Barat, dari September 2012
sampai Februari 2013. Fluks CO2 diukur dengan metode ruang tertutup, tiga ulangan dilakukan
pada pagi hari dan siang hari. Variabel lingkungan seperti suhu udara, suhu tanah, kelembaban
udara, dan jumlah air yang mengisi ruang pori tanah. Fluks CO2 dihitung dengan mengalikan fluks
CO2 rata-rata dan durasi antara waktu sampling yang berdekatan. Fluks CO 2 dari lahan
hortikultura (selama 6 bulan) 7.80 ton C-CO2 ha-1 sedangkan plot bera 3.66 ton C-CO2 ha-1. Hasil
ini menunjukkan bahwa pengelolaan tanaman dan faktor lingkungan mempengaruhi fluks CO 2
dari permukaan tanah.
Kata Kunci: Fluks CO2, metode ruang tertutup, suhu tanah, kelembaban tanah, tanah mineral.
ABSTRACT
Climate change is one of global issues that became a warm topic of discussion over the world.
Aside from the burning of fossil fuels, agricultural land is also a source of CO 2 emissions. Research
on CO2 flux from tropical agriculture is very limited, especially in the mineral soil. Several studies
conducted on peatlands. Therefore, it is very important to collect information on CO 2 flux of
tropical mineral soils. The research aims to quantify the amount of CO 2 flux on horticulture farm,
knowing the environmental factors and land management that influence the flux of CO2. This
study was carried out on intercropped cabbage and red chili in Bogor, West Java, from September
2012 until February 2013, CO2 flux measured by close chambers method, three replicates done in
the morning and afternoon. Environmental variables such as air temperature, soil temperature,
air humidity, and the amount of water pore space. CO 2 flux is calculated by multiplying the
average CO2 flux and duration between adjacent sampling time. CO 2 flux (duration 6 month)
from horticulture farm 7.80 Mg C-CO2 ha-1 and bar plot 3.66 Mg C-CO2 ha-1. These results indicate
the management practice of crops and environmental factors can affect of CO 2 flux from the soil
surface.
Keywords: CO2 flux, Close chamber method, soil temperature, soil moisture, soil minerals.
337
PENDAHULUAN
Perubahan iklim merupakan salah satu ancaman yang sangat serius terhadap sektor pertanian
dan potensial mendatangkan masalah baru bagi keberlanjutan produksi pangan dan sistem
produksi pertanian pada umumnya. Evaluasi dinamika karbon menjadi perhatian besar di
seluruh dunia dalam hal perubahan iklim dan kesuburan tanah. Fluks CO2 dari permukaan
tanah merupakan komponen penting dari dinamika karbon di ekosistem darat, dan karenanya
studi fluks CO2 telah dilakukan di seluruh dunia (Pos dan Kwon, 2000; Vleeshouwers dan
Verhagen, 2002; Davidson et al., 2006). Fluks CO2 di agroekosistem adalah hasil dari integrasi
tanaman-akar respirasi dan respirasi mikroba (dekomposisi bahan organik tanah). Faktor
lingkungan berkontribusi terhadap fluks CO2 seperti kondisi lingkungan (suhu udara, suhu
tanah dan kelembaban tanah; Kirschbaum, 2006; Almagro et al, 2009), karakteristik tanah
seperti kuantitas dan kualitas bahan organik tanah, tekstur tanah, dan pH;. Kemmit et al,
2006), dan pengelolaan lahan (tanaman Aplikasi residu, pemupukan, pengolahan tanah;
Fernandes et al., 1997; Duiker dan Lal, 1999)
Praktek-praktek pertanian menyumbang sekitar 25% dari total sumber CO2 antropogenik, CO2
merupakan salah satu gas rumah kaca yang bertanggungjawab atas pemanasan global.
Manajemen pengelolaan lahan, seperti penambahan pupuk kandang atau pengembalian sisa
tanaman ke tanah, pengolahan tanah, pemupukan dan pengelolaan tanaman dapat
meningkatkan fluks CO2 sebagai akibat dari mineralisasi bahan organik tanah dan residu
tanaman juga pengaruh akar dan respirasi mikroba (Curtin et al., 2000; Sainju et al., 2010).
Evaluasi dinamika karbon menjadi perhatian besar di seluruh dunia dalam hal perubahan iklim
dan kesuburan tanah. Namun, penelitian fluks CO2
dan faktor lingkungan yang
mempengaruhinya masih sangat jarang sekali dilakukan di Indonesia terutama pada tanah
mineral seperti Andisol. Penelitian fluks CO2 banyak dilakukan di lahan gambut. Penelitian di
tanah mineral masih sedikit dilakukan terutama pada penggunaan lahan hortikultura dengan
intensitas pengelolaan yang intensif
Penelitian bertujuan untuk mengukur jumlah fluks CO2 pada penggunaan lahan hortikultura,
mengetahui faktor-faktor lingkungan dan manajemen pengelolaan lahan yang mempengaruhi
fluks CO2.
METODE PENELITIAN
Waktu dan tempat penelitian
Penelitian lapangan dilaksanakan September 2012 sampai Februari 2013, lokasi penelitian di
Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor Jawa barat yang berada dengan ketinggian tempat 14001450 m dpl dengan tanaman hortikultura terdiri dari Cabe merah (Capsicum annuum L.) dan
Kubis (Brassica oleracea L.) yang ditanam secara tumpangsari. Titik koordinat lokasi
hortikultura S 06o41’20.6” E 106o59’35.5” sedangkan lokasi bera atau lahan yang dikondisikan
tanpa tanaman dan pengecualian akar dan serasah pada koordinat S 06o41’20.6” E 106o59’36”.
Lokasi penelitian dalam kawasan perkebunan teh PT. Sumber Sari Bumi Pakuan Ciliwung. Jenis
tanah dilokasi penelitian adalah Andisol dengan bahan induk abu volkan.
Berdasarkan data curah hujan stasiun Gunung Mas (sekitar 1 km dari lokasi penelitian)
menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk iklim tipe A (sangat basah). Curah hujan
338
rata-rata sepuluh tahun terakhir (2003-2012) 3429 mm tahun-1, minimum 2678 mm tahun-1
dan maksimum 4718 mm tahun-1. Curah hujan selama penelitian adalah 2665.5 mm terendah
bulan September 2012 yaitu 83 mm dan tertinggi bulan Desember 2012 yaitu 527.5 mm
sedangkan rata-rata curah hujan mingguan 106.48 mm seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik curah hujan mingguan selama 25 minggu pengamatan
Pengukuran fluks CO2 dari permukaan tanah
Lokasi penelitian merupakan pertanaman hortikultura yang biasa di lakukan oleh petani.
Sistem budidaya tanaman yang dilakukan mengikuti cara petani. Tanaman kubis dan cabe
ditanam secara tumpang sari. Pengolahan tanah dilakukan terlebih dahulu, lalu dibuat
bedengan masing-masing dengan ukuran lebar 1.5 m dan panjang 12 m, tanaman kubis
ditanam dua minggu sebelum tanaman cabe ditanam, pupuk yang diberikan bersamaan
dengan persiapan bedengan yaitu pupuk kandang 10 ton/ha dan pupuk kimia berupa pupuk
NPK Kujang (15-15-15) dengan dosis 150 kg/ha juga diberikan pupuk daun bersamaan
penyemprotan pestisida untuk mengatasi hama dan penyakit.
Pada lokasi hortikultura pengambilan sampel gas pertama dilakukan setelah tanaman kubis
berumur dua minggu setelah tanam. Waktu yang sama dilakukan pada lokasi plot bera
dilanjutkan sampai selesai atau tanaman hortikultura tidak efektif lagi menghasilkan (sesuai
jadwal penelitian). Pemasangan chamber base pada lokasi hortikultura terdiri dari 2 chamber
base pada guludan dan 1 chamber base diantara guludan. Pemasangan pada tempat yang
berbeda dilakukan agar memberikan hasil pengukuran yang dapat mewakili kondisi lahan
dilapangan.
Pengambilan sampel gas CO2 di lapang dengan metode ruang tertutup (Gambar 2) seperti
yang dilakukan Toma dan Hatano (2007). Sampel gas diambil dari tiga titik yang telah di
tentukan. Lokasi bera titik pengamatan ditempatkan secara acak, sedangkan lokasi
hortikultura, chamber ditempatkan dalam baris tanaman. Pemasangan chamber base sehari
sebelum pengambilan sampel dan diberi air pada sisi chamber base untuk mencegah
kebocoran gas, selanjutnya chamber dengan diameter 20 cm dan tinggi 25 cm, di tempatkan
langsung di atas chamber base.
339
Pengambilan sampel gas pada interval waktu 0, 3 dan 6 menit sebanyak 250 ml, gas diambil
dari chamber dimasukan ke dalam tedlar bag menggunakan syringe 25 ml.
Pengambilan sampel gas 0 menit dilakukan pada kondisi chamber belum terpasang selanjutnya
(menit ke-3 dan 6) dilakukan setelah chamber tertutup, sampel gas di analisis menggunakan
CO2 analyzer yaitu Infra Red Gas Analyzer (IRGA) ZFP9GC11, Fuji Electric, Tokyo, Japan yang
telah di kalibrasi dengan soda lime dan gas standar CO2. Suhu udara di ukur sekitar chamber 1
m di atas permukaan tanah untuk keperluan perhitungan fluks, suhu tanah di ukur pada
kedalaman 10 cm bersamaan dengan pengambilan sampel gas. Pengukuran fluks CO2 tanah
dan variabel lingkungan dilakukan pagi hari antara jam 6.30-10.00 WIB dan siang hari jam
12.30-15.00 WIB dengan interval waktu setiap minggu.
Gambar 2. Chamber base yang yang digunakan pada closed chamber metode.
Perhitungan fluks CO2 sesuai dengan yang diuraikan oleh Hu et al. (2004) seperti persamaan
berikut :
Dimana F (mg C-CO2 m-2 menit-1) adalah fluks CO2, ρ adalah densitas CO2 (1.96 x 103 g m-3), V
(m3) dan A (m2) adalah volume dan luas alas chamber, ∆c (m3) adalah perubahan konsentrasi
CO2 dalam chamber selama periode perubahan waktu ∆t (menit), T (oC) adalah suhu udara dan
α adalah faktor konversi untuk CO2 ke C (12/44). Fluks CO2 harian merupakan rata-rata dari
tiga titik setiap lokasi pengamatan pagi dan siang hari. Sedangkan fluks selama musim tanam
(6 bulan) merupakan rata-rata fluks dari masing-masing lokasi yang dikonversi kedalam satuan
ton ha-1.
Analisis tanah
Kadar C-organik tanah (% volum) diukur dilaboratorium, sampel tanah diambil pada lapisan 030 cm jumlah karbon organik tanah di analisis dengan metode Walkley dan Black (Nelson dan
340
Sommers 1982). Ring sampel ukuran 100 ml digunakan untuk menentukan kelembaban tanah
atau total pori terisi air atau Water-Filled Pore Space (WFPS) pada lapisan atas tanah 0-10 cm
di sekitar chamber, ring sampel diambil bersamaan dengan waktu pengambilan sampel gas
CO2. Pendekatan dalam penentuan kelembaban tanah dengan membandingkan kadar air per
jumlah ruang pori tanah sehingga didapat jumlah pori terisi air. Perhitungan kelembaban tanah
menggunakan referensi kadar air volumetrik (tanah kering oven suhu 105 oC selama 24 jam)
dan bobot isi tanah. WFPS tanah diukur pagi dan siang, perhitungan dengan persamaan:
Analisis statistik
Untuk melihat hubungan fluks CO2 dengan pengaruh lingkungan seperti suhu tanah, suhu
udara, kelembaban udara, kadar air tanah dan jumlah air yang mengisi ruang pori tanah
dilakukan analisis korelasi Pearson.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Kimia dan Fisika Tanah
Hasil pengukuran beberapa sifat kimia dan fisika tanah lokasi penelitian berdasarkan lokasi
pengambilan sampel pada lapisan 0-20 cm seperti tabel berikut:
Tabel 1. Sifat fisika dan kimia tanah lokasi penelitian
Nitrogen
(%)
COrganik
(%)
pH
Debu
Pasir
Liat
Total
pori
(%)
0.14
2.31
5.4
25
42
33
73.11 0.72
2.70
Hortikultura 0.12
1.91
5.4
14
44
42
75.63 0.66
2.75
Lokasi
Plot bera
Bobot
Isi
(%)
Partikel
density
(g cm-3)
Data Tabel 1 menunjukan total nitrogen dan kandungan C-organik tanah plot bera >
hortikultura, unsur hara nitrogen merupakan sumber nutrisi bagi tanaman dan mikrob. pH
tanah pada setiap lokasi sama. Kelas tekstur Andisol lokasi penelitian lokasi plot bera termasuk
clay loam lokasi kebun sayur silty clay ini dimungkinkan karena tanah lokasi kebun hortikultura
intensif dilakukan pengolahan tanah sementara batu dan kerikil disingkirkan pada lokasi
pertanaman. Perbedaan persentase jumlah pasir debu dan liat pada setiap lokasi karena
perbedaan tingkat perkembangan pembentukan tanah yang dipengaruhi oleh manajemen
pengelolaan lahan dan vegetasi. Jumlah pori tanah lebih rendah pada plot bera, porositas
tanah berhubungan dengan difusi gas, hal ini ditentukan oleh jumlah pori yang terisi air atau
udara. Bobot isi tanah bera > hortikultura sedangkan nilai kerapatan jenis partikel sebaliknya.
(Tabel 1).
341
Fluks CO2 dari penggamatan pagi dan siang
Penyebaran data Gambar 3 dari 25 minggu, pengukuran fluks dimulai bulan September 2012
sampai dengan bulan Februari 2013. Hasil pengukuran menunjukan variasi fluks CO2 lokasi
bera lebih kecil dibandingkan lokasi hortikultura. Rata rata fluks CO2 lokasi hortikultura dua
kali lipat dibandingkan dengan lokasi bera (Tabel 2). Kontribusi respirasi akar siang hari dari
total fluks pada hortikultura pada siang hari lebih tinggi daripada pagi hari. Rata-rata fluks CO2
bera selalu berada dibawah rata-rata fluks CO2 hortikultura. Fluktuasi fluks CO2 plot bera lebih
rendah dibanding hortikultura karena tidak adanya vegetasi (sehingga tidak dilakukan
pemupukan dan pengolahan tanah) hanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Gambar 3. Diagram pencar dan rata-rata fluks CO2 selama 25 minggu pengamatan dari
penggunaan lahan plot bera dan hortikultura
Sumber CO2 selain dari kontribusi respirasi akar dan eksudat akar juga dari dekomposisi bahan
organik terutama serasah pada lapisan permukaan tanah, tetapi pada lokasi penelitian ini plot
bera dan hortikultura, karena tidak ada serasah pengaruhnya diabaikan. Pengaruh pengelolaan
tanaman (Gambar 3) lebih menonjol pada lokasi hortikultura, pengamatan kedelapan, terlihat
fluks bergerak naik sampai puncaknya pada pengamatan kesembilan selanjutnya menurun
kembali, hal ini dikarenakan adanya pembersihan lahan dan penggemburan tanah kembali
serta penambahan pupuk yang dilakukan pada lokasi hortikultura. Kegiatan penggemburan
tanah akan memperbaiki aerasi tanah sehingga CO2 akan mudah untuk sampai ke permukaan
tanah. pada lokasi hortikultura ada tambahan bahan organik yang berasal dari pupuk kandang
yang diberikan pada pengolahan tanah awal.
Hasil pengukuran fluks CO2 selama 6 bulan atau selama pertumbuhan tanaman pada plot bera
dan hortikultura seperti Tabel 2, kisaran fluks CO2 dilahan bera 0.03-7.84 g C-CO2 m-2 hari-1,
pada hortikultura 0.96-10.41 g C-CO2 m-2 hari-1. Total fluks CO2 selama satu musim tanam
dengan masa penanaman selama 6 bulan menghasilkan fluks pada plot bera 3.66 ton C-CO2 ha1
dan hortikultura sebesar 7.80 ton C-CO2 ha-1. Fluks CO2 dari permukaan tanah berbeda
342
karena pengaruh suhu tanah dan kelembaban tanah yang mempengaruhi aktivitas dan jumlah
populasi mikrob tanah yang mendekomposisi bahan organik (Meentemeyer, 1978).
Tabel 2. Rataan ± standar deviasi fluks CO2 dan respirasi akar selama musim tanam
Penggunaan lahan
Fluks
(ton C-CO2 ha-1)
Respirasi akar
(ton C-CO2 ha-1)
3.44±1.39
3.88±1.79
0
0
7.03±2.66
8.57±3.88
3.59
4.69
Plot Bera
- Pagi
- Siang
Hortikultura
- Pagi
- Siang
Fluks CO2 pengamatan pagi lebih rendah daripada pengamatan siang hari baik pada plot bera
maupun hortikultura (Tabel 2). Pada lokasi hortikultura fluks lebih tinggi hal ini karena fluks
bukan saja berasal dari dekomposisi bahan organik tapi juga berasal dari pernapasan akar
tanaman. Tanaman yang memiliki biomassa dan produktivitas yang tinggi memiliki luas
perakaran yang lebih besar dan jumlah respirasi akar akan tinggi (Silvola et al, 1996).
Hubungan antara faktor lingkungan dengan fluks CO2
Suhu tanah meningkat akan menurunkan kelembaban tanah. Kelembaban udara, kadar air
tanah dan WFPS rata-rata pada lokasi plot bera lebih tinggi daripada hortikultura, hal
sebaliknya terjadi pada variabel lingkungan suhu tanah dan suhu udara (Tabel 3, Gambar 4 dan
5)
Tabel 3. Rataan ± standar deviasi suhu tanah, suhu udara, kelembaban udara, kadar air tanah,
WFPS dan fluks CO2 Pengamatan pagi dan siang.
Lokasi
Plot bera
- Pagi
- Siang
Hortikultura
- Pagi
- Siang
Suhu
tanah
(oC)
Suhu
udara
(oC)
Kelembaban
udara
(%)
Kadar air
tanah
(%)
WFPS
(%
Fluks (ton
C-CO2 ha-1
th-1)
18.23±0.76
21.36±2.45
19.09±2.67
23.67±4.43
79.34±8.26
72.94±11.53
56.73±11.72
58.88±9.53
54.99±11.32
57.93±9.47
6.88±2.77
7.75±3.58
18.95±1.27
22.09±2.14
21.05±3.64
24.26±4.83
74.72±8.47
71.33±10.41
57.41±18.16
57.32±17.61
49.26±15.57
49.76±15.29
14.05±5.33
17.15±7.76
Suhu tanah lokasi plot bera dan hortikultura variasinya sedikit sekali sedangkan kelembaban
tanah (WFPS) lebih bervariasi setiap lokasi (Gambar 4 dan 5), ini lebih dikarenakan perbedaan
kandungan air tanah dan kandungan bahan organik tanah. Semakin tinggi bahan organik tanah
maka kandungan air juga tinggi, selain itu juga dipengaruhi jenis penggunaan lahan atau
vegetasi.
Produksi dan fluks CO2 dari permukaan tanah bergantung pada kandungan bahan organik
tanah, suhu tanah, ketersediaan oksigen, dan ketersediaan hara sebagai faktor eksternal,
sedangkan faktor internal yang berpengaruh adalah biomassa akar dan populasi
mikroorganisme (Moren dan Lindrothn, 2000).
343
Hasil Analisis korelasi pengaruh faktor lingkungan terhadap fluks CO2 menunjukan,
kelembaban udara kadar air tanah dan WFPS berkorelasi negatif pada lokasi bera untuk
pengamatan pagi dan siang dan juga suhu tanah untuk pengamatan pagi seperti pada (Tabel 4,
Gambar 4 dan 5) suhu tanah dan kelembaban udara korelasinya signifikan pada pengamatan
siang. Korelasi positif faktor lingkungan terhadap fluks CO2 pada semua variabel yang diamati
kecuali pada pengamatan kelembaban udara.
Gambar 4. Hubungan fluks CO2 dengan suhu tanah dan WFPS pada lokasi plot bera
Gambar 5. Hubungan fluks CO2 dengan suhu tanah dan WFPS pada lokasi hortikultura
Tabel 4. menunjukan korelasi antara faktor lingkungan dengan fluks CO2. Nilai korelasi dari
setiap lokasi yang rendah. Hal ini karena hubungan antara faktor lingkungan dengan fluks CO2
adalah pengaruh kombinasi secara bersama-sama. Suhu tanah dan suhu udara meningkat jika
kelembaban udara menurun, kelembaban tanah meningkat dan fluks juga meningkat, sampai
pada batas tanah mendekati jenuh dengan air atau WFPS 100% (Gambar 4 dan 5).
344
Tabel 4. Koefisien korelasi hubungan antara fluks CO2 terhadap faktor lingkungan suhu tanah
dan kelembaban tanah.
Penggunaan
lahan
Nilai korelasi Pearson (r2)
n1
Suhu
tanah
Suhu
udara
Kelembaban
udara
n1
73
72
-0.098
0.236*
0.188
0.191
-0.078
-0.255*
25
25
-0.055
-0.304
-0.001
-0.299
72
70
0.212
0.184
0.129
0.178
0.027
-0.190
25
25
0.128
0.259
0.539
0.260
Kadar air
tanah
WFPS
Bera
- Pagi
- Siang
Hortikultura
- Pagi
- Siang
Keterangan: n1 = Jumlah data pengamatan, * = Signifikan pada taraf uji p < 0.05,
Di daerah tropis fluktuasi suhu, kelembaban, dan ketersediaan air sepanjang tahun kecil dan
relatif konstan sehingga respirasi tanah sepanjang tahun juga tidak besar variasinya (Davidson
et al. 2000). Fluks CO2 lokasi bera lebih rendah dibandingkan dengan lokasi bervegetasi.
Menurut Fu et al. (2002) kontribusi vegetasi terhadap fluks CO2 sepanjang tahun bergantung
pada jenis tanaman dan tahap pertumbuhan. Jenis vegetasi mempengaruhi tingkat respirasi
tanah, dengan mempengaruhi iklim mikro dan kualitas serasah yang jatuh di permukaan tanah.
KESIMPULAN
Fluks CO2 dari permukaan tanah lokasi hortikultura lebih tinggi dibandingkan lokasi plot bera.
Fluks CO2 selama musim tanam 6 bulan plot bera 3.66 ton C-CO2 ha-1 sedangkan hortikultura
7.80 ton C-CO2 ha-1. Fluks CO2 dipengaruhi oleh vegetasi dan faktor lingkungan secara
bersama-sama seperti suhu tanah dan persentase air yang mengisi ruang pori tanah.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kepada Kementerian Pertanian melalui Badan Penelitian Pengembangan Pertanian atas
dukungan biaya penelitian dan PT. Sumber Sari Bumi Pakuan Ciliwung yang telah memberikan
izin lokasi penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Almagro, M., Loez, J., Querejeta, J.L., Martinez-Mena, M. 2009. Temperature dependence of
soil CO2 efflux is strongly modulated by seasonal patterns of moisture availability in a
Mediterranean ecosystem. Soil Biology and Biochemistry. 41, 594-605.
Curtin, D., Wang, H., Selles, F., McConkey, B.G., Campbell, C.A. 2000. Tillage effects on carbon
fluxes in continuous wheat and fallow–wheat rotations. Soil Science Society of America
Journal. 64, 2080–2086.
Davidson E.A., Verchot L.V., Cattanio J.H., Ackerman I.L., Carvalho J.E.M. 2000. Effect of soil
water content on soil respiration in forests and cattle pastures of eastern Amazonia.
Biogeochemistry. 48: 53–69.
Davidson E.A., Janssens, I.A., Luo, Y. 2006. On the variability of respiration in terrestrial
ecosystems: moving beyond Q10. Global Change Biology. 12, 154-164.
345
Duiker, S.W., Lal, R. 1999. Crop residue and tillage effects on carbon sequestration in a Luvisol
in central Ohio. Soil and Tillage Research. 52, 73-81.
Fernandes, E.C.M., Motavalli, P.P., Castilla, C., Mukurumbira, L. 1997. Management control of
soil organic matter dynamics in tropical land-use systems. Geoderma. 79, 49-67.
Fu SL, Cheng W.X, Susfalk R. 2002. Rhizosphere respiration varies with plant species and
phenology: a greenhouse pot experiment. Plant and Soil 239: 133–140.
Hu R, Hatano R., Kusa K., Sawamoto T. 2004. Soil respiration and net ecosystem production in
an onion field in central Hokkaido, Japan. Soil Science and Plant Nutrition. 50: 27–34.
Kemmit, S.L., Wright, D., Goulding, K.W.T., Jones, D.L. 2006. pH regulation of carbon and
nitrogen dynamics in two agricultural soils. Soil Biology and Biochemistry. 38, 898-911.
Kirschbaum, M.U.F. 2006. The temperature dependence of organic-matter decomposition-still
a topic of debate. Soil Biology and Biochemistry. 38, 2510-2518.
Meentemeyer V. 1978. Macroclimate the lignin control of litter decomposition rates. Ecology
59: 465–472
Moren, A.S. and A. Lindroth. 2000. Carbon dioxide exchange at the forest floor in a boreal
black spruce ecosystem. Agricultural and Forest meteorology. 101, 1-14
Nelson D.W and Sommers LE. 1982 Total carbon, organic carbon, and organic matter. In: Page
AL (ed) Methods of Soil Analysis, part 2, 2nd Edition. Agronomy 9, Am. Soc. of Agron,
Madison, WI, 961 pp
Post, W.M., Kwon, K.C. 2000. Soil carbon sequestration and land-use change: processes and
potential. Global Change Biology. 6, 317-327
Sainju, U.M., Jabro, J.D., Caesar-TonThat, T. 2010. Tillage, cropping sequence, and nitrogen
fertilization effects on dryland soil carbon dioxide emission and carbon content. J.
Environ. Qual. 37, 98–106.
Silvola, J., Alm J., Ahlholm U., Nykanen H., and Martikainen P.J. 1996. CO2 fluxes from peat in
boreal mires under varying temperature and moisture conditions. J. Ecol. 84: 219–228.
Toma, Y. and Hatano R. 2007. Effect of Crop Residue C:N ratio on N2O emissions from
Graylowland Soil in Mikasa Hokkaido Japan. Soil Science and Plant Nutrition. 53: 198205.
Vleeshouwers, L.M., Verhagen, A. 2002. Carbon emission and sequestration by agricultural
land use: a model study for Europe. Global Change Biology. 8, 519-530.
346
Download