2.1. Definisi Early Childhood Caries Early Childhood Caries, atau

advertisement
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sofyan Suri (160110130066)
2.1.
Definisi Early Childhood Caries
Early Childhood Caries, atau juga dikenali sebagai nursing caries,
baby bottle caries atau nursing bottle caries, adalah suatu bentuk agresif
karies gigi yang merusak gigi insisivus desidui maxilla dalam beberapa bulan
setelah erupsi. Secara umum ECC adalah suatu bentuk karies rampan yang
berhubungan dengan pemberiansusu melalui botol atau ibu yang tidak
benar.American Dental Association (ADA) mendefinisikan ECC sebagai
hadirnyasatu atau lebih kerusakan gigi, kehilangan gigi (akibat karies) atau
permukaan gigi yang ditambal pada gigi desidui anak usia prasekolah yaitu
dari sejak lahir hingga 71 bulan.
2.2.
Etiologi Early Childhood Caries
Etiologi ECC sama dengan karies pada umumnya yaitu multifaktorial, yang
terjadi akibat interaksi faktor yang mempengaruhi aktivitas karies yaitu
mikroorganisme, substrat, host (gigi dan saliva), dan waktu.
2.2.1. Host
Terjadinya karies gigi dipengaruhi oleh host yang rentan. Lapisan
keras gigi terdiri dari enamel (lapisan paling luar) dan dentin. Proses
karies dimulai dari lapisan luar, oleh karena itu enamel sangat
menentukan terjadinya karies. Karies pada gigi desidui lebih cepat
dibandingkan gigi permanen, hal ini terjadi karena gigi desidui
mengandung lebih banyak bahan organik dan air, sedangkan jumlah
mineral lebih sedikit dibandingkan gigi permanen dan ketebalan
enamel gigi desidui hanya setengah dari gigi permanen. Selain itu,
susunan kristal-kristal gigi desidui tidak sepadat gigi permanen,
6
padahal susunan kristal ini turut menentukan resistensi enamel
terhadap karies, sehingga dapat dikatakan gigi desidui lebih rentan
terhadap karies dibanding gigi permanen. Karena kerentanan gigi
terhadap karies banyak bergantung kepada lingkungannya, maka
peran saliva sangat besar sekali. Saliva merupakan sistem pertahanan
utama dari host terhadap karies. Saliva dapat menyingkirkan makanan
dan bakteri dan menyediakan sistem buffer terhadap asam yang
dihasilkan. Saliva juga berfungsi sebagai reservoir mineral untuk
kalsium dan fosfat yang diperlukan untuk remineralisasi enamel gigi.
2.2.2. Mikroorganisme
Bakteri yang selalu dikaitan dengan ECC ialah Streptococcus mutans.
Secara metabolik, bakteri ini mampu memproduksi asam dengan
kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan kemampuan lingkungan
biofilm dibawah nilai pH kritis sehingga menghasilkan kerusakan
enamel gigi. Streptococcus mutans mendiami kavitas oral setelah
erupsi gigi pertama.
2.2.3. Waktu
Bakteri dalam plak memanfaatkan substrat untuk menghasilkan zat
asam
yang
terus
diproduksi
selama
mengonsumsi
makanan
kariogenik. Asam ini akan menyerang permukaan enamel selama 20
menit, hal ini umumnya disebut acid attack. Acid attack yang
berulang dan berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan enamel
secara terus menerus hingga membentuk sebuah kavitas. Lamanya
waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu
kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.
2.2.4. Substrat
Substrat adalah campuran makanan halus dan minuman yang
dikonsumsi
sehari-hari
dan menempel
pada gigi.
Seringnya
7
mengonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat terutama
sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi. Gula adalah zat
yang paling mudah berdifusi ke dalam lapisan plak yang terdapat pada
permukaan gigi. Bakteri dalam plak, terutama Streptococcus mutans
memanfaatkan nutrien ini untuk menghasilkan asam yang terus
diproduksi selama memakan makanan kariogenik. Asam yang
terbentuk akan menyebabkan penurunan pH. Jika pH turun dibawah
5,5 , maka hal ini dapat menyebabkan demineralisasi enamel.
Meningkatnya konsumsi makanan kariogenik dapat menyebabkan
kerusakan enamel yang berlanjut menghasilkan karies Plak dan asam
yang dihasilkan oleh bakteri di dalamnya juga berimplikasi terhadap
penyakit periodontal.
2.2.5. Perilaku diet
Diet merupakan makanan/minuman yang dikonsumsi setiap hari.
Anak-anak cenderung lebih menyukai makanan manis-manis dan
lengket yang bisa menyebabkan terjadinya karies gigi, terutama di
lingkungan sekolah yang makanan dan minuman kariogeniknya
bervariasi. Perilaku diet yang dikonsumsi sangat mempengaruhi
pembentukan plak karena membantu proses perkembangbiakan
mikroorganisme di dalam mulut. Perilaku diet yang menyebabkan
karies dikarenakan beberapa faktor yang salah dalam aplikasinya.
Faktor tersebut adalah jenis makanan/ minuman yang dikonsumsi,
waktu, durasi , frekuensi, bentuk makanan yang dikonsumsi serta cara
mengonsumsinya.
8
Ruri Nawangsari (160110130058)
Citra Putri S. (160110130060)
2.3.
Klasifikasi Early Dental Caries
Eric Broderick et al, mengelompokkan kriteria dari early childhood caries
menjadi:
2.3.1.
Tipe I. Minimal
Lesi karies terdapat pada dua permukaan gigi rahang atas dan tidak
terdapat pada permukaan gigi posterior.
2.3.2. Tipe 2 : Mild-Moderate
 Lesi karies melibatkan gigi incisivus dan molar
 Tampak pada anak usia 2-5 tahun.
 Penyebabnya oleh kombinasi antara makanan kariogenik dan Oral

hygiene yang buruk.
Jumlah gigi yang terkena tergantung pada banyaknya factor
kariogenik.
Gambar 2.1 : Tipe 2 Mild-Moderate ECC
2.3.3. Tipe 3: Moderate – Severe
 Lesi karies pada permukaan labiolingual pada gigi insicivus

maksila,
Lesi pada molar tergantung pada usia anak.
9



Tidak terdapat lesi pada incisivus bawah
Penyebabnya adalah lamanya penggunaan bottle feeding
Terjadi setelah erupsi gigi tetap pertama
Gambar 2.2 : Tipe 3 Moderate Severe ECC
2.3.4. Tipe 4: Severe
 Lesi karies hampir menyerang semua gigi, termasuk Incisive bawah
 Tampak pada anak usia 3-5 tahun
Gambar 2.3: Tipe 3 Severe ECC
2.4.
Tanda dan Gejala Klinis Early Childhood Caries
ECC pada tahap inisial terdapat lesi karies pada pemukaan halus
mengenai gigi insisivus desidual maksila. Saat karies berkembang terlihat di
10
permukaan oklusal molar pertama desidual maksila yang akhirnya menyebar
ke gigi desidual yang lain kemudian menghancurkan pertumbuhan gigi
desidual (Fajriani,2011).
Menurut literatur gambaran klinis ECC terdiri dari empat tahap yaitu:
2.4.1. Tahap Inisial
Tahap ini dikarakteristikkan dengan terlihatnya permukaan seperti
kapur, lesi demineralisasi berwarna opak pada permukaan halus gigi
desidual insisivus maksila. Hal ini terjadi saat anak berusia 10-20
bulan atau lebih muda. Suatu garis putih yang khas terlihat pada
daerah servikal dari permukaan vestibular dan palatal gigi-gigi
insisivus maksila (Fajriani,2011). Pada tahap ini, lesi reversibel tapi
orang tua dan dokter yang pertama memeriksa mulut anak sering
mengabaikan lesi tersebut. Lebih lanjut, lesi ini dapat didiagnosa
hanya setelah seluruh gigi dikeringkan (Asfria,2009).
Gambar 2.4, Early Childhood Caries tahap Inisial
Sumber: https://www.dental.umaryland.edu/ecc-conference/
2.4.2. Tahap Kedua
Tahap ini terjadi saat usia anak sudah mencapai 16-24 bulan. Dentin
dipengaruhi saat lesi putih pada insisivus berkembang pesat
menyebabkan enamel rusak. Dentin terpapar dan terlihat lunak serta
11
berwarna kuning. Molar desidual maksila terkena lesi inisial pada
permukaan servikal, proksimal dan oklusal (Asfria,2009).
Pada tahap ini, anak mulai mengeluh kalau giginya sensitif saat
tersentuh makanan atau minuman yang dingin. Orang tua kadangkadang memperhatikan perubahan warna pada gigi anak mereka dan
mulai cemas. (Fajriani,2011)
Gambar 2.5, Early Childhood Caries tahap Kedua
Sumber: http://www.castlegatedental.com/patient-information/earlychildhood-caries/
2.4.3. Tahap Ketiga
Tahap ini terjadi saat usia anak 20-36 bulan. Lesi sudah luas pada
salah satu insisivus maksila dan pulpa sudah teriritasi. Anak akan
mengeluh sakit saat mengunyah dan menyikat gigi. Pada malam hari
anak akan merasa kesakitan spontan. Pada tahap ini, molar desidual
maksila pada tahap kedua sedangkan gigi molar desidui mandibula
dan kaninus desidui maksila pada tahap inisial (Fajriani,2011)
Gambar 2.6 , Early Childhood Caries tahap Ketiga
Sumber:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23846/4/Cha
12
pter%20II.pdf
2.4.4. Tahap Keempat
Tahap ini terjadi ketika anak sudah berusia 30-48 bulan. Mahkota gigi
anterior maksila fraktur sebagai akibat dari rusaknya enamel dan
dentin. Pada tahap ini insisivus desidui maksila biasanya sudah
nekrosis dan molar desidui maksila berada pada tahap tiga. Molar
kedua desidual dan kaninus desidui maksila serta molar pertama
desidui mandibula pada tahap kedua. Anak sangat menderita, susah
mengekspresikan rasa sakitnya, susah tidur, dan tidak mau makan
(Fajriani,2011).
Gambar 2.7, Early Childhood Caries tahap Keempat
Sumber:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23846/4/Cha
pter%20II.pdf
2.5.
Riezky Indrajati
(160110130054)
Desi Mitra Cipendani
(160110130065)
Patogenesis Early Childhood Caries
Mekanisme Terjadinya Karies
13
Karies terjadi karena interaksi antara bakteri yang bersifat kariogenik,
gigi (host), karbohidrat, waktu, serta saliva. Bakteri yang menempel pada
permukaan bergula akan menghasilkan asam yang dapat melarutkan
permukaan
struktur
gigi,
seperti
enamel,
sehingga
terjadi
proses
demineralisasi. Demineralisasi merupakan proses awal karies.
Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya dental
plaque/biofilm di permukaan gigi. Plak/ biofilm merupakan kumpulan dari
mikroba baik yang masih hidup atau sudah mati bersama dengan produk
ekstraselulernya,
serta
senyawa
terutama
berasal
dari
saliva
host
(samaranayake: 261).
Apabila sisa makanan terus menumpuk maka karbohidrat terutama
sukrosa
akan
disintesis
oleh
bakteri.
Streptococcus
mutans
akan
menghasilkan enzim glukosiltransferase (GTF), merubah sukrosa menjadi
glukan yang bersifat lengket. Bakteri melakukan metabolisme untuk
menghasilkan energi, dan ekskresinya adalah suatu Asam laktat dari proses
glikolisis karbohidrat. Asam laktat dapat menurunkan pH mulut menjadi
kritis (5,5) yang akan menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi
karies gigi (Suryawati, 2010).
Asam yang dihasilkan bakteri akan
mengakibatkan berbagai variasi karies pada gigi. Hal tersebut dipengaruhi
oleh:
a. pH pada permukaan gigi yang dapat mempengaruhi perubahan
metabolisme pada plak.
b. adanya karbohidrat (glukosa, fruktosa, dan sukrosa) yang
dapat menstimulasi proses metabolisme.
Ketika ketersediaan karbohidrat hanya sedikit selama bakteri
melakukan metabolisme, bakteri tidak dapat melakukan metabolisme secara
maksimal. dengan demikian pH pada daerah permukaan gigi tersebut akan
terus meningkat dan terjadilah proses remineralisasi. Demineralisasi dan
remineralisasi terjadi secara dinamis pada permukaan gigi. Namun apabila
14
terjadi ketidakseimbangan antara keduanya dapat terjadi karies, yakni jika
demineralisasi lebih besar daripada remineralisasi.
Demineralisasi merupakan hilangnya sebagian atau seluruh mineral
enamel karena larut dalam asam, semakin rendah pH maka akan
meningkatkan ion hidrogen yang akan merusak hidroksiapatis (senyawa
kalsium fosfat) enamel. Hidroksiapatit merupakan bahan anorganik, baik di
enamel, dentin, maupun sementum yang memililiki presentasi yang tinggi
dibanding bahan lainnya. Tanda awal demineralisasi ditandai dengan adanya
suatu lesi putih (white spot). Pada tahap ini, proses terjadinya karies dapat
dikembalikan.
Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin
melalui lubang fokus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang).
Kavitasi baru timbul bila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun
kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga
permukaan mudah rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitasi yang
makrokopis dapat dilihat. Pada karies dentin yang baru mulai terlihat hanya
lapisan keempat (lapisan transparan, terdiri dari tulang dentin
kemungkinan membentuk rintangan terhadap
sklerotik,
mikroorganisme
dan
enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/tidak tembus penglihatan, di
dalam tubuli terdapat lemak yang mungkin merupakan gejala degenerasi
cabang-cabang
odontoblast).
Baru setelah terjadi kavitasi, bakteri akan
menembus tulang gigi. Pada proses karies yang amat dalam, tidak terdapat
lapisan-lapisan tiga (lapisan demineralisasi, suatu daerah sempit, dimana
dentin partibular diserang), lapisan empat dan lapisan lima.
Akumulasi plak pada permukaan gigi utuh dalam dua sampai tiga
minggu menyebabkan terjadinya bercak putih. Waktu terjadinya bercak putih
menjadi kavitasi tergantung pada umur, pada anak-anak 1,5 tahun dengan
kisaran 6 bulan ke atas dan ke bawah, pada umur 15 tahun, 2 tahun dan pada
umur 21-24 tahun, hampir tiga tahun. Tentu saja terdapat perbedaan
15
individual. Sekarang ini karena banyak pemakaian flourida, kavitasi akan
berjalan lebih lambat daripada dahulu.
Pada anak-anak, kerusakan berjalan lebih cepat dibanding orang tua,
hal ini disebabkan:
1) Email gigi yang baru erupsi lebih mudah diserang selama belum
selesai maturasi setelah erupsi (meneruskan mineralisasi dan
pengambilan flourida) yang berlangsung terutama 1 tahun setelah
erupsi.
2) Remineralisasi yang tidak memadai pada anak-anak, bukan karena
perbedaan fisiologis, tetapi sebagai akibat pola makannya (sering
makan makanan kecil)
3)
Lebar tubuli pada anak-anak mungkin menyokong terjadinya
sklerotisasi yang tidak memadai
4) Diet yang buruk dibandingkan dengan orang dewasa, pada anakanak terdapat jumlah ludah dari kapasitas buffer yang lebih
kecil, diperkuat oleh aktivitas proteolitik yang lebih besar di
dalam mulut.
Fathia Fatunnisa (16011013056)
Martha Siahaan (160110130059)
2.6.
Talaksana untuk Early Childhood Caries
ECC disebut juga dengan nursing bottle caries, juga dikenal dengan
nama seperti bottle caries, baby bottle syndrome, baby bottle decay
merupakan bentukan dari rampant karies pada gigi sulung dari bayi atau
16
anak-anak(2, 3, dan 4 tahun). Pada kebanyakan kasus, masalahnya biasanya
ditemui pada bayi yang sering tertidur dengan botol bayi yang berisi susu
atau air gula. Kondisi seperti ini juga bisa ditemui pada bayi yang meminum
ASI yang memiliki kebiasaan minum ASI yang terlalu lama atau pada bayi
yang menggunakan dot yang dicelupkan ke madu, gula, atau syrup.
Penurunan flow rate saliva selama tidur juga mengumpulkan larutan
manis disekitar gigi, juga berakibat pada lingkungan kariogenik yang
tinggi.Rampant karies juga bisa muncul pada gigi permanen pada usia
remaja, karena seringnya mereka mengkonsumsi snack-snack yang bersifat
kariogenik juga minuman yang manis diantara waktu makan.
2.6.1. Perawatan Early Childhood Caries
Perawatan terhadap ECC tergantung pada tingkat keparahan karies.
Penentuan teknik perawatan ECC sangat ditentukan oleh diagnosa yang tepat.
Pada gigi dengan karies yang telah mengenai saluran akar hendaknya
dilakukan perawatan endodontik terlebih dahulu sebelum dilakukan
penambalan, sedangkan pada gigi dengan karies yang belum mengenai pulpa
dapat langsung dilakukan penambalan.
Perawatan endodontik yang dapat dilakukan antara lain pulp capping
(direct atau indirect), pulpotomi (vital atau nonvital), pulpektomi (vital atau
nonvital), pembuatan restorasi. Pembuatan restorasi dengan menggunakan
bahan semen glass ionomer dan resin komposit, dengan pembuatan mahkota
buatan seperti Compomer Strip Crowns, mahkota stainless steel.
2.6.2. Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap ECC harus dilakukan karena semakin
parah karies maka semakin kompleks pula perawatan yang harus dilakukan
sehingga memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk dikeluarkan.
Beberapa saran untuk mencegah karies ECC, meliputi :
1.
Berikan nasihat pada orang tua anak agar membuat anak merasa tenang dan
nyaman saat tidur, jangan memberikan dot botol yang berisi larutan gula
17
2.
(susu formula atau sari buah), biasakan berikan anak air putih dalam dot botol
atau dot karet.
Usahakan jangan memasukkan gula, madu, atau yang mengandung larutan
gula ke dalam dot botol.
Jangan membiarkan anak menghisap ASI secara kontinyu saat tidur, karena
ASI juga dapat menyebabkan kerusakan gigi. Biasakan anak menghisap dot
botol yang berisi air.
Jangan menambahkan gula yang berlebihan dalam makanan anak
Gunakan kain kasa yang dibasahi air atau kain tipis untuk membersihkan gigi
dan gusi anak setelah makan atau minum yang mengandung gula atau
karbohidrat. Ini akan membantu menghilangkan plak bakteri dan gula yang
tumbuh dalam gigi dan gusi.
Jika air minum yang diminum setiap harinya tidak mengandung fluoride,
maka suplemen fluoride atau perawatn fluoride seperti topikal aplikasi dan
fissure sealant dapat diberikan.
Ajarkan kepada anak untuk membiasakan minum menggunakan gelas atau
cangkir menjelang umurnya 1 tahun. Anak sebaiknya berhenti minum
menggunakan dot botol setelah umurnya 1 tahun.
Berikan nasihat pada orang tua anak untuk segera mengunjungi dokter gigi,
apabila tampak tanda kemerahan dan bengkak pada mulut anak atau
bercak/spot hitam pada gigi anak.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Rizkiah Ananda (160110130064)
2.7.
Dampak akibat Early Childhood Caries
Meskipun sebagian besar dapat dicegah dengan pemeriksaan awal,
identifikasi faktor risiko individu, konseling orang tua dan pendidikan, dan
inisiasi prosedur perawatan pencegahan seperti aplikasi fluoride topikal, sifat
progresif penyakit gigi dengan cepat dapat mengurangi kesehatan umum dan
kualitas hidup bagi bayi yang terkena, balita, dan anak-anak. Kesehatan mulut
berarti lebih dari sekedar gigi sehat.
Kesehatan mulut mempengaruhi orang secara fisik dan psikologis,
dan pengaruh bagaimana mereka tumbuh, terlihat, berbicara, mengunyah,
rasa makanan, dan bersosialisasi, serta perasaan mereka kesejahteraan sosial.
Kualitas anak-anak hidup dapat secara serius dipengaruhi oleh berat karies
18
karena rasa sakit dan ketidaknyamanan yang dapat menyebabkan cacat, akut
dan infeksi kronis, dan makan diubah dan kebiasaan, serta risiko rawat inap,
biaya pengobatan yang tinggi, dan kehilangan hari sekolah dengan
kemampuan konsekuen berkurang untuk belajar tidur.
Pada
anak-anak
yang
paling
kecil,
ECC dikaitkan
dengan
pertumbuhan berkurang berat badan akibat konsumsi makanan tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme dan pertumbuhan anak-anak berusia
kurang dari 2 tahun. Karena sakit gigi dan infeksi mengubah kebiasaan
makan dan tidur, asupan makanan, dan proses metabolisme. Gangguan tidur
mempengaruhi produksi glucosteroid. Selain itu, ada penekanan hemoglobin
dari eritrosit tertekan produksi. Kehilangan gigi awal yang disebabkan oleh
kerusakan gigi telah dikaitkan dengan gagal tumbuh, perkembangan bicara
terganggu, absen dari dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi di sekolah,
dan mengurangi harga diri.
Penyakit mulut yang tidak diobati dapat memperburuk kondisi yang
sudah rapuh banyak anak berkebutuhan khusus perawatan kesehatan karena
prevalensi kondisi medis kronis seperti gangguan kejang atau gangguan
emosional yang berat. Sebagai contoh, dapat mempersulit pengobatan organ
dan transplantasi sumsum tulang (kadang-kadang mengakibatkan kematian);
dapat mengakibatkan komplikasi parah (misalnya, pneumonia, infeksi saluran
kemih, demam, dan infeksi umum dari seluruh tubuh); dan dapat
menyebabkan infeksi katup jantung yang rusak (yang mengakibatkan
kematian 50% dari waktu).
Kemungkinan mekanisme ketiga karies parah bagaimana diobati
dengan pulpitis mempengaruhi pertumbuhan adalah pulpitis itu dan abses gigi
kronis mempengaruhi pertumbuhan dengan menyebabkan peradangan kronis
yang mempengaruhi jalur metabolisme di mana sitokin mempengaruhi
eritropoiesis.
19
Salah satu prediktor terbaik dari karies di masa depan adalah karies
sebelumnya pengalaman. Anak-anak di bawah usia 5 dengan riwayat karies
gigi secara otomatis diklasifikasikan sebagai berisiko tinggi untuk
pembusukan masa depan. Namun, tidak adanya karies tidak berguna
prediktor risiko karies untuk bayi dan balita karena meskipun anak-anak ini
berada pada risiko tinggi, ada mungkin belum cukup waktu untuk
pengembangan lesi karies. Lesi white spot yang paling sering ditemukan pada
permukaan halus enamel dekat dengan gingiva. Meskipun hanya beberapa
studi telah meneliti pewarnaan pit dan fisura atau lesi white spot sebagai
variabel risiko karies, lesi tersebut harus dianggap setara dengan karies ketika
menentukan risiko karies pada anak-anak.
Ekstraksi gigi adalah pengobatan umum dan diperlukan untuk karies
maju. Kehilangan dini gigi molar cenderung mengakibatkan masalah
ortodontik masa depan. Oleh karena itu, anak-anak yang terkena ECC
cenderung terus mengalami masalah kesehatan mulut untuk pengobatan yang
sering finansial di luar jangkauan untuk orang tua mereka. Selanjutnya,
karies pada awal tahun telah dikaitkan dengan karies pada akhir masa kanakkanak.
Gambar 2.8.Karies Rampan
Sumber: jurnal international dentistry vol.11, No 4
20
Gambar 2.9 Tahap Kedua ECC.
Sumber : Msefer, 2006
Zahra Rania I.S (160110130063)
2.8.
Hubungan antara mengemil antara jam makan dan konsumsi
susu botol dengan Early Childhood Caries
Karies gigi memiliki etiologi yang multi faktor dimana terjadi
interaksi dari tiga faktor utama yang ada di dalam mulut, yaitu host (gigi),
mikroorganisme (agen) dan substrat (diet kabohidrat) dan faktor keempat:
waktu. (Reich. E, dkk. 1999).
Peranan diet dalam pembentukan karies merupakan hal yang penting
untuk diketahui. Diet merupakan makanan/minuman yang dikonsumsi setiap
hari. Anak-anak cenderung lebih menyukai makanan manis-manis dan
lengket yang bisa menyebabkan terjadinya karies gigi. Perilaku diet yang
dikonsumsi sangat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu
proses perkembangbiakan mikroorganisme di dalam mulut. Perilaku diet
yang menyebabkan karies dikarenakan beberapa faktor yang salah dalam
aplikasinya. Faktor tersebut adalah jenis makanan/ minuman yang
dikonsumsi, waktu, durasi, frekuensi, bentuk makanan yang dikonsumsi serta
cara mengonsumsinya.
21
Makanan yang mengandung karbohidrat merupakan makanan yang
kariogen, namun tidak semua karbohidrat bersifat kariogen. Jumlah dan tipe
karbohidrat dalam suatu makanan merupakan faktor yang menentukan efek
makanan tersebut terhadap kesehatan gigi.
Tabel 2.1. Jenis karbohidrat berdasarkan tingkat kariogeniknya
Sumber:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37837/4/Cha
pter%20II
Simple carbohydrate, yang sering disebut fermentasi karbohidrat,
lebih kariogenik dari pada karbohidrat kompleks. Sukrosa merupakan
fermentasi karbohidrat yang paling kariogen. Walaupun gula lainnya tetap
berbahaya, sukrosa merupakan gula yang paling banyak di konsumsi,
sehingga merupakan penyebab karies yang utama. Sukrosa juga merupakan
jenis karbohidrat yang merupakan media untuk pertumbuhan dan
meningkatkan koloni bakteri Streptococcus mutans. Kabohidrat ini dapat
dijumpai pada hampir semua makanan, terutama pada cemilan yang disukai
anak-anak dapat seperti permen, coklat, kue-kue dan gula, selain itu dapat
dijumpai juga pada susu formula. Karbohidrat kompleks, dalam bentuk zat
pati di dalam buah dan sayuran, memiliki tingkat kariogenitas yang rendah.
Hal ini disebabkan karena zat pati terlebih dahulu diuraikan menjadi gula
monosakarida sebelum ia bisa dimanfaatkan oleh plak
22
Konsumsi makanan dan minuman yang mengandung gula diantara
jam makan berhubungan dengan peningkatan karies yang besar. Sesuai
dengan penjelasan pada kurva Stephan bahwa konsumsi sukrosa akan
meningkatkan aktivitas bakteri untuk memproduksi asam dan menurunkan
pH rongga mulut dalam waktu 20 sampai 30 menit. Frekuensi konsumsi
makanan dan minuman yang terlalu sering dapat menyebabkan buffer saliva
tidak mempunyai kesempatan untuk menetralisir pH asam di rongga mulut
sehingga proses demineralisasi menjadi dominan. Pada kasus kali ini, anak
“ngemil” diantara jam makan, dan kebanyakan snack yang dimakan
merupakan kariogenik sehingga zat asam yang dihasilkan bertambah. Bakteri
Kariogenik (S. Mutans) akan merubah kabohidrat terutama sukrosa menjadi
asam, asam akan merusak enamel yang kemudian menembus dentin. Acid
attack yang terus berulang ini dapat menyebabkan kerusakan pada enamel,
yang merupakan tahap pertama dalam inisiasi karies gigi. Semakin sering
terjadi perubahan pH, maka semakin cepat pula proses karies terjadi.
Bentuk fisik suatu makanan merupakan hal yang sangat penting dalam
menginisiasi kerusakan gigi, tergantung pada jumlah waktu kontaknya
makanan tersebut dengan permukaan gigi. Tingkat retensi makanan
menggambarkan keadaan lengketnya suatu makanan. Hal ini menentukan
seberapa lama makanan tersebut dapat dibersihkan di rongga mulut yang
biasa disebut oral clearance time. Makanan dalam bentuk cair memiliki oral
clearance time tercepat dan paling tidak berbahaya meskipun makanan ini
mengandung persentase sukrosa yang tinggi. Makanan kering atau padat yang
mengandung karbohidrat yang cenderung lengket ke gigi mungkin sangat
kariogenik. Karena perlahan larut di dalam mulut, maka hal ini dapat
menyebabkan Acid attack yang berkepanjangan.
Lamanya konsumsi makanan dan minuman terutama jenis kariogenik
perlu diperhatikan. Selama makanan atau minuman berada di rongga mulut,
gigi akan terpapar zat asam dengan pH kritis. Kontak yang lama antara
permukaan gigi dengan makanan/ minuman yang mengandung gula akan
23
menyebabkan gigi terpapar zat asam lebih lama dan memberikan peluang
lebih besar dalam proses perusakan enamel.
Selain itu cara mengkonsumsi makanan tersebut juga perlu
diperhatikan selain dari waktunya, misal ini terjadi pada perpindahan
konsumsi susu dari ASI menuju botol (dengan susu formula), karena anak
enggan minum dengan susu botol. Salah satu trik orang tua adalah dengan
menambahkan gula ke dalam susu formula sebagai pengganti rasa manis
laktosa yang terdapat dalam ASI dan susu sapi. Dengan menambahkan gula,
anak jadi mau meminum susu botolnya, namun hal ini sangat perlu
diwaspadai
karena
pemberian
gula
pasir
untuk
seterusnya
sangat
mempengaruhi timbulnya kerusakan pada gigi. Kontak yang berkepanjangan
antara permukaan gigi dengan cairan yang mengandung gula akan
menimbulkan pola khas dari karies gigi, terutama pada gigi insisivus.
Memberikan susu botol untuk membuat anak tidur merupakan
kebiasaan yang sulit dihentikan. Selama menyusui, dot terletak di bagian
palatal sehingga susu tergenang pada gigi atas yang dapat menyebabkan
mikroorganisme dalam mulut menghasilkan asam disekeliling gigi. Karena
aliran dan kapasitas netralisasi saliva yang berkurang saat tidur, maka
demineralisasi menjadi proses yang dominan. Menggunakan botol merupakan
predisposisi terhadap ECC karena dot yang menghambat akses saliva untuk
gigi desidui maksila. Disisi lain, gigi insisivus mandibula dekat dengan
kelenjar saliva utama dan terlindungi oleh permukaan lidah bagian depan. Hal
ini menjadikan pola karies botol yang khas karena gigi insisivus mandibula
yang relatif imun terhadap karies. anak yang tidak menggunakan botol. Pola
karies di bagian anterior ini juga lebih tinggi pada anak yang menggunakan
botol dibandingkan dengan anak yang tidak memakai botol.
Mega Merdekawati (160110130057)
2.9.
Epidemiologi Early Childhood Caries
24
Kesehatan gigi dan mulut yang baik merupakan komponen integral
dari kesehatan umum yang baik. Meskipun untuk mendapatkan kesehatan
mulut yang baik mencakup lebih dari hanya memiliki gigi yang sehat, namun
masih banyak anak memiliki kesehatan mulut dan umum yang inadekuat
karena mempunyai karies gigi yang aktif dan tidak terkontrol. Sampai saat
ini, karies masih merupakan masalah kesehatan baik di negara maju maupun
di negara-negara berkembang. Data yang diperoleh dari Bank WHO (2000)
yang diperoleh dari enam wilayah WHO yaitu AFRO, AMRO, EMRO,
EURO, SEARO dan WPRO menunjukkan bahwa rata-rata indeks
pengalaman karies (DMFT) pada anak usia 12 tahun berkisar 2,4. Indeks
karies di Indonesia sebagai salah satu negara SEARO (South East Asia
Regional Offices) saat ini untuk kelompok usia yang sama berkisar 2,2
dimana indeks karies di negara berkembang lainnya adalah 1,2 sedangkan
indeks target WHO untuk tahun 2010 adalah 1,0.2 Angka karies gigi pada
anak di negara berkembang termasuk Indonesia masih tinggi, bahkan ada
kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT, 2004), prevalensi karies di Indonesia mencapai
90,05% dan ini tergolong lebih tinggi dibandingkan dengan negara
berkembang lainnya.
Karies yang terjadi pada anak-anak di antara usia 0-71 bulan lebih
dikenal sebagai Early Childhood Caries (ECC). Pada golongan anak-anak
bawah usia 3 tahun, tanda-tanda karies pada permukaan halus gigi
diindikasikan sebagai Severe Early Childhood Caries (S-ECC). Istilah ini
menggantikan istilah Nursing Bottle Caries atau Baby Bottle Tooth Decay
yang sering digunakan sebelumnya. ECC adalah bentuk karies rampan yang
diterima oleh banyak ahli sebagai karies gigi sulung yang sering menyerang
bayi dan anak-anak usia pra-sekolah. ECC berbeda dari bentuk-bentuk karies
biasa pada gigi sulung dan gigi permanen mencakup waktu pembentukan,
lokalisasi dan gambaran klinisnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
sekitar 75% ECC ditemukan pada sekitar 8% anak usia 2 sampai 5 tahun.
25
Dibandingkan dengan kelompok usia lainnya, tingkat keparahan karies gigi
pada anak usia pra-sekolah telah meningkat menjadi 28%.
Prevalensi karies pada anak di negara-negara maju jauh berkurang
dalam 50 tahun terakhir ini, namun prevalensi karies pada anak usia dini tetap
meningkat. Telah disepakati bahwa ECC terjadi pada 3-45% dari anak-anak
usia pra-sekolah sedangkan pada beberapa sub-populasi sosioekonomi di
Amerika Serikat, ECC dijumpai pada 70-90% bayi dan anak usia pra-sekolah.
Berdasarkan tingkat usia, prevalensi ECC cenderung meningkat. Tang et al
(cit. McDonald) melakukan penelitian dengan cara pemeriksaan karies gigi
terhadap anak pra-sekolah yang dipilih dari Program Bantuan Kesehatan
Masyarakat di Arizona. Dari hasil penelitian tersebut, mereka menemukan
karies pada 6,4% dari anak usia 1 tahun, 20% dari anak usia 2 tahun, 35%
dari anak usia 3 tahun dan 49% dari anak usia 4 tahun.
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa kejadian karies sangat
berbeda antara kelompok-kelompok penduduk, tetapi diet dipertimbangkan
sebagai perbedaan utama antara kelompok-kelompok bangsa meskipun
terdapat juga faktor genetik. Telah dibuktikan dari berbagai penelitian bahwa
kandungan gula dalam diet merupakan penyebab utama terjadinya karies.
Suku bangsa yang mengonsumsi gula secara berlebihan menunjukkan tingkat
karies yang lebih tinggi dibandingkan dengan suku bangsa yang
mengonsumsi gula dengan lebih rendah.
Beberapa penelitian menemukan hubungan yang signifikan antara
konsumsi permen dan minuman yang manis dengan karies berkavitas.
Holbrook et al (cit. Chankanka) meneliti faktor risiko karies pada 43 orang
anak di awal usia 5 tahun dan pada 15 bulan berikutnya. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa frekuensi asupan yang lebih besar dari permen dan
makanan berkariogenik di antara jam makan dikaitkan dengan karies
berkavitas. Tsai et al (cit. Chankanka) pula melakukan penelitian untuk
melihat faktor etiologi karies berkavitas pada anak-anak usia 2 hingga 6
26
tahun. Mereka melaporkan bahwa karies berkavitas sangat terkait dengan
konsumsi permen dan gula dalam regresi logistik multivariabel.
Karies merupakan suatu penyakit yang bersifat multifaktorial dan
memiliki hubungan yang erat dengan pola konsumsi makanan khususnya
karbohidrat, maka dapat dikatakan bahwa pola diet juga dapat menjadi salah
satu penyebab terjadinya karies gigi di kalangan anak-anak. Hal ini
dikarenakan meningkatnya konsumsi makanan yang berisiko karies akibat
globalisasi pada makanan tersebut yang ditandai dengan adanya bermacammacam jenis makanan dan minuman yang menjadi substrat bagi mikroflora
plak. Pola diet ini dapat mencakup dari bahan makanan itu sendiri dan juga
kebiasaan seseorang makan.
Penelitian yang dilakukan oleh Dumalina
Tanjung di Puskesmas Glugur Kota, Taman Kanak-Kanak Swasta Pertiwi dan
Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Bustanul Athfal di Kecamatan Medan Barat,
Kota Medan menunjukkan terdapatnya hubungan erat antara pola diet dan
prevalensi ECC pada sampel anak usia 12-36 bulan. Tingginya angka
prevalensi pada anak usia prasekolah ini menunjukkan anak dengan usia
tersebut sangat rentan terserang karies, maka dengan ini penulis tertarik untuk
melanjutkan penelitian tersebut untuk melihat hubungan antara ECC dengan
pola diet pada anak-anak usia 12-36 bulan. Penelitian dilakukan dengan
menggunakan metode pencatatan perilaku diet anak untuk melihat konsumsi
anak makan selama 7 hari yang kemudian dianalisis dengan kriteria tertentu
serta menggunakan data sekunder yang diperoleh dari penelitian sebelumnya.
Alasan dilakukan penelitian ini adalah karena belum pernahnya dilakukan
penelitian dengan metode pencatatan perilaku diet anak, sedangkan alasan
pemilihan tempat penelitian adalah agar memudahkan penelitian dilakukan
karena sudah pernah dilakukan penelitian di Puskesmas dan Taman
KanakKanak tersebut. Hasil yang diperoleh dari penelitian sebelum ini untuk
perilaku diet hanya berdasarkan kuesioner yang mengandung pertanyaan
yang bersifat tertutup untuk dijawab oleh responden, sedangkan melalui
metode pencatatan perilaku diet ini, orang tua anak dapat menuliskan
27
makanan yang dikonsumsi oleh anak mereka secara keseluruhan selama 7
hari sehingga diharapkan hasil analisis diet akan memperoleh hasil yang lebih
bermakna.
Download